DISUSUN OLEH:
SITTI NUR AINI WINDARI
718.610.687
i
ASUHAN KEBIDANAN PADA BALITA “N” USIA 50 BULAN
DENGAN GASTROENTERITIS AKUT (GEA)
TTD MAHASISWA
Mengetahui Mengetahui
(Iva Gamar Dian Pratiwi, S.ST., M.Kes) (Indah Sunarsih Putri, Amd.Keb)
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Karunia-
Nya sehingga penyusunan asuhan kebidanan yang berjudul “Asuhan Kebidanan Pada
Balita “N” Usia 50 Bulan Dengan Gastroenteritis Akut” dapat selesai tepat pada
waktunya.
Penyusunan asuhan kebidanan ini diajukan sebagai syarat menyelesaikan tugas.
Dalam penyusunan asuhan kebidanan ini penulis banyak mendapat bimbingan dan
petunjuk dari berbagai pihak.
Penulis menyadari dalam penyusunan asuhan kebidanan ini masih belum
sempurna, maka saran dan kritik yang konstruktif sangat penulis harapkan demi
perbaikan asuhan kebidanan ini selanjutnya. Akhirnya penulis berharap semoga
makalah ini bermanfaat.
Penyusun
3
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Halaman Pengesahan................................................................................... 2
Kata Pengantar............................................................................................. 3
Daftar Isi...................................................................................................... 4
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang......................................................................... 5
1.2 Rumusan Masalah.................................................................... 5
1.3 Tujuan ...................................................................................... 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori.......................................................................................... 7
2.2 Managemen Asuhan Kebidanan............................................... 10
BAB 3 TINJAUAN KASUS
3.1 Asuhan Kebidanan Pada Balita “N” Usia 50 Bulan Dengan
Gastroenteritis Akut………………………………………….. 15
BAB 4 PEMBAHASAN
BAB 5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan………………………………………………….. 22
5.2 Saran…………………………………………………………. 22
DAFTAR PUSTAKA
4
BAB I
PENDAHULUAN
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori.
2.1.1 Definisi.
Diare adalah keadaan Frekuensi BAB lebih dari 4x pada bayi dan lebih
dari 3x pada anak, konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau dapat pula
bercampur lendir dan darah. (Ngastyah, 1995 hal : 143)
Diare adalah Defekasi encer lebih dari 3x sehari dengan tanpa darah lendir
dalam tinja. (Arif Mansjoer, 2000 hal : 470)
Diare adalah kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang
terjadi karena frekuensi 1x lebih BAB dengan bentuk tinja yang encer atau cair
(Suriadi, 2001 hal : 88)
2.1.2 Etiologi.
Menurut Ngastyah hal 143 etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa
faktor infeksi yaitu :
1. Faktor Infeksi.
a. Infeksi bakteri : Vibrio E. coli, Salmonella, Shigella, Campylo-bacter,
Yersinia, Areromonas.
b. Infeksi virus : Astovirus, Echoviruses, Adenovirus, Human retrovirus,
pada agent, Rota virus, Entero virus, (virus echo, coxgacke,
potiomyelitis ).
c. Inspeksi parasit : cacing (ascaris, trichiuris, strongyloides), protozoa,
(entamce, bahistolytica, giardia lambila, tricomonas hominis ), jamur
(candida albicans).
2. Faktor Malabsorbsi.
a. Malabsorbsi karbohidrat.
Disakarida (intoleransi laktosa, mailosa, sukrosa), monosakarida
(intoleransi glukosa, fruktosa, galaktosa) pada bayi dan anak yang
terpenting dan tersering adalah intoleransi laktosa.
b. Malabsorbsi lemak : LCT (Long Chain Trigliserida) atau diberikan
trigliserida rantai menegah dapat terjadi pada keadaan :
1. Lipase tidak ada / berkurang.
2. Mukosa usus halus (Vili) atrofi / rusak.
3. Gangguan system limfe usus.
7
c. Malabsorbsi Protein.
Pada keadaan tubuh kekurangan protein sangat mudah mendapat
infeksi, karena daya tahan tubuhnya rendah, sehingga terjadi adanya atrofi
Vili usus yang menyebabkan penyerapannya terganggu dapat
mengakibatkan diare.
d. Faktor Makanan.
1) Makanan basi.
2) Makanan beracun.
3) Alergi terhadap makanan (susu, protein)
e. Faktor Psikologi.
1) Rasa takut
2) Rasa cemas
2.1.3 Gejala Klinis.
1. Sering BAB dengan konsistensi tinjau cair atau encer dan mungkin
disertai lendir dan darah, dengan frekuensi pada neonatus lebih 4x
sedangkan pada anak lebih 3x.
2. Pasien cengeng dan gelisah.
3. Biasanya suhu tubuh meningkat.
4. Mual, muntah, anoreksia.
5. Kadang anus dan daerah sekitarnya timbul lecet atau iritasi karena sering
defikasi.
6. Keadaan umum pasien lemah kadang disertai adanya tanda-tanda
dehidrasi.
2.1.4 Komplikasi.
1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat).
Derajat dehidrasi
a. Dehidrasi ringan : Rasa haus, oliguria,mulut kering,rewel,mata
cowong.
b. Dehidrasi sedang : Tanda dehidrasi ringan, ubun-ubun cekung, turgor
turun.
c. Dehidrasi berat : Tanda dehidrasi ringan dan sedang, bernapas dalam
dan cepat, nadi cepat atau lemah, penurunan kesadaran,kehilangan
nafsu makan dan rasa haus yang berlebihan.
2. Syok hipovolemik.
8
a. Hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah,
bradikardi, perubahan dektrokardiogram).
b. hipoglikemia.
c. Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi
enzim lactase.
d. Kejang terjadi pada dehidrasi hipertonik.
e. Malnutrisi energi protein (akibat muntah, diare, jika lama atau kronik).
2.1.5 Diagnosa Kebidanan.
1. Kekurangnya volum cairan berhubungan dengan seringnya BAB dan
encer.
2. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan seringnya BAB.
3. Resiko infeksi pada orang lain berhubungan dengan terinfeksinya kuman
diare atau kurangnya pengetahuan tentang pencegahan penyebaran
penyakit.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
menurunya intake (pemasukan) dan menurunnya absorbsi makanan dan
cairan.
5. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan perawatan anak.
2.1.6 Implementasi.
1. Pemberian cairan tubuh dan elektrolit peroral perenteral.
a. Cairan peroral yaitu dengan pemberian larutan oralit (gula dan garam )
dosis 10 cc/kg BB.
b. Cairan Parenteral.
Mengenai pemberian cairan, seberapa banyak pemberian. Jenis cairan
yang diberikan bergantung dari derajat dehidrasi, yang diperhitungkan
dengan kehilangan cairan dan disesuaikan dengan umur dan berat
badan.
2. Pengobatan dietetic.
a. Susu (ASI dan susu formula yang mengandung laktosa rendah dan
Asam tidak jenuh, misalnya LLM, almiron).
b. Makanan lubak (bubur)
3. Obat-obatan.
a. Obat anti sekresi
b. Asetosal : dosis 25 mg /th dengan dosis minimum 30 mg
c. Klorpromasin : dosis 0,5 – 1 mg/kg BB / hr.
9
d. Obat spasmolitik dll umumnya obat spasmolitik seperti papaverin
ekstrak belona, opium lopernamid tidak digunakan untuk mengatasi
diare akut lagi, obat pengeras tinja seperti : kaolin, charcoal, tabonal,
tidak ada manfaatnya untuk mengatasi diare sehingga tidak diberikan
lagi.
e. Antibiotik
f. Umumnya antibiotik tidak digunakan lagi bila tidak ada penyebab
yang jelas. Bila penyebab kolera, diberikan bila terhadap penyakit
penyerta seperti : faringitis, OMA bronchitis atau bronkopneumonia.
10
Data dasar yang telah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga dapat
merumuskan diagnosis dan masalah yang spesifik. Rumusan diagnosis dan
masalah keduanya digunakan karena masalah tidak dapat didefinisikan seperti
diagnosis tetapi tetap membutuhkan penanganan. Masalah sering berkaitan
dengan hal-hal yang sedang dialami wanita yang diidentifikasi oleh bidan sesuai
dengan hasil pengkajian. Masalah juga sering menyertai diagnosis.
Diagnosis kebidanan adalah diagnose yang ditegakkan bidan dalam
lingkup praktek kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur diagnose
kebidanan.
Standar nomenklatur diagnosis kebidanan :
a. Diakui dan telah disahkan oleh profesi.
b. Berhubungan langsung dengan praktek kebidanan.
c. Memiliki ciri khas kebidanan.
d. Didukung oleh clinical judgement dalam praktek kebidanan.
e. Dapat diselesaikan dengan pendekatan manajemen kebidanan.
3. Langkah 3 : Mengidentifikasi Diagnosis atau Masalah Potensial dan
Mengantisipasi Penanganannya.
Pada langkah ini bidan mengidantifikasi masalah potensial atau diagnosis
potensial berdasarkan diagnosis atau masalah yang sudah diidentifikasi. Langkah
ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan. Bidan
diharapkan dapat waspada dan bersiap-siap mencegah diagnosis atau masalah
potensial ini menjadi benar-benar terjadi. Langkah ini penting sekali dalam
melakukan asuhan yang aman.
Pada langkah ketiga ini bidan dituntut untuk mampu mengantisipasi
masalah potensial, tidak hanya merumuskan masalah potensial yang akan terjadi
tetapi juga merumuskan tindakan antisipasi agar masalah atau diagnosis
potensial tidak terjadi. Sehingga langkah ini benar merupakan langkah yang
bersifat antisipasi yang rasional atau logis.Kaji ulang apakah diagnosis atau
masalah potensial yang diidentifikasi sudah tepat.
4. Langkah 4 : Menetapkan Kebutuhan Terhadap Tindakan Segera.
Mengindentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan
atau tenaga konsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan
yang lain sesuai dengan kondisi klien.
Langkah keempat mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen
kebidanan. Jadi manajemen bukan hanya selama asuhan primer periodik atau
11
kunjungan prenatal saja tetapi juga selama wanita tersebut bersama bidan terus
menerus, misalnya pada waktu wanita tersebut dalam persalinan.
Data baru mungkin saja dikumpulkan dan dievaluasi. Beberapa data
mungkin mengidentifikasi situasi yang gawat dimana bidan harus bertindak
segera untuk kepentingan keselamatan jiwa ibu atau anak.
Data baru mungkin saja dikumpilkan dapat menunjukkan satu situasi yang
memerlukan tindakan segera sementara yang lain harus menunggu intervensi
dari seorang dokter. Situasi lainnya tidak merupakan kegawatan tetapi
memerlukan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter.
Demikian juga bila ditemukan tanda-tanda awal dari preeklampsia,
kelainan panggul, adanya penyakit jantung, diabetes, atau masalah medic yang
serius, bidan memerlukan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter.
Dalam kondisi tertentu seorang wanita mungkin juga akan memerlukan
konsultasi atau kolaborasi dengan dokter atau tim kesehatan lain seperti pekerja
sosial, ahli gizi atau seorang ahli perawatan klinis bayi baru lahir. Dalam hal ini
bidan harus mampu mengevaluasi kondisi setiap klien untuk menentukan kepada
siapa konsultasi dan kolaborasi yang paling tepat dalam manajemen asuhan
kebidanan. Kaji ulang apakah tindakan segera ini benar-benar dibutuhkan.
5. Langkah 5 : Menyusun Rencana Asuhan yang Menyeluruh.
Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh ditentukan oleh
langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen
terhadap masalah atau diagnose yang telah diidentifikasi atau diantisipasi. Pada
langkah ini informasi data yang tidak lengkap dapat dilengkapi.
Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang sudah
terindentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang berkaitan tetapi
juga dari kerangka pedoman antisipasi terhadap wanita tersebut seperti apa yang
diperkirakan akan terjadi berikutnya, apakah dibutuhkan penyuluhan, konseling
dan apakah perlu merujuk klien bila ada masalah-masalah yang berkaitan
dengan sosial ekonomi-kultural atau masalah psikologis. Dengan kata lain,
asuhan terhadap wanita tersebut sudah mencakup setiap hal yang berkaitan
dengan setiap aspek asuhan kesehatan. Setiap rencana asuhan haruslah disetujui
oleh kedua pihak, yaitu oleh bidan dank lien agar dapat dilaksanakan dengan
efektif karena klien juga akan melaksanakan rencana asuhan bersama klien
kemudian membuat kesepakatan bersama sebelum melaksanakannya.
12
Semua keputusan yang dikembangkan dalam asuhan menyeluruh ini harus
rasional dan benar-benar valid berdasarkan pengetahuan dan teori yang up to
date serta sesuai dengan asumsi tentang apa yang akan dilakukan klien.
6. Langkah 6 : Pelaksanaan Langsung Asuhan dengan Efisien dan Aman.
Pada langkah keenam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah
diuraikan pada langkah kelima dilaksanakan secara efisien dan aman.
Perencanaan ini bias dilakukan seluruh oleh bidan atau sebagian lagi oleh klien
atau anggota tim kesehatan lainnya. Walau bidan tidak melakukannya sendiri, ia
tetap memikul tanggungjawab untuk mengarahkan pelaksanaannya, misalnya
memastikan langkah-langkah tersebut benar-benar terlaksana.
Dalam situasi di mana bidan berkolaborasi dengan dokter untuk
menangani klien yang mengalami komplikasi, maka keterlibatan bidan dalam
manajemen asuhan bagi klien adalah tetap bertanggungjawab terhadap
terlaksananya rencana asuhan bersama yang menyeluruh tersebut. Manajemen
yang efisien akan menyangkut waktu dan biaya serta meningkatkan mutu dan
asuhan klien. Kaji ulang apakah semua rencana asuha telah dilaksanakan.
7. Langkah 7 : Evaluasi.
Pada langkah ketujuh ini dilakukan evaluasi kefektifan dari asuhan yang
sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-
benar telah terpenuhi sesuai kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi dalam
diagnose dan masalah. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang
benar efektif dalam pelaksanaannya.
Ada kemungkinan bahwa sebagian rencana tersebut efektif sedangkan
sebagian belum efektif. Mengingat bahwa proses manajemen asuhan ini
merupakan suatu kegiatan yang berkesinambungan maka perlu mengulang
kembali dari awal setiap asuhan yang tidak efektif melalui manajemen tidak
efektif serta melakukan penyusaian terhadap rencana asuhan tersebut.
Langkah-langkah proses manajemen umumnya merupakan pengkajian
yang memperjelas proses pemikiran yang mempengaruhi tindakan serta
berorientasi pada proses klinis, karena proses manajemen tersebut berlangsung
di dalam situasi klinik dan dua langkah terakhir tergantung pada klien dan situasi
klinik, maka tidak mungkin proses manajemen ini dievaluasi dalam tulisan saja.
13
14
BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEBIDANAN PADA BALITA “N” USIA 50 BULAN
DENGAN GASTROENTERITIS AKUT (GEA)
15
Keluhan : Sakit Pinggang dan Sering Kencing
b. Imunisasi TT selama kehamilan : TT4
c. Kebiasaan waktu hamil
Makan pantang : Tidak pantang makanan apapun
Minum jamu-jamuan : Tidak minum jamu-jamuan
Merokok : Tidak merokok
Lain-lain : Tidak ada
d. Riwayat persalinan sekarang.
Persalianan ditolong oleh : Bidan
Jenis persalinan : Spontan
Tempat persalinan : Puskesmas Pamolokan
Lama persalinan
Kala I : 7 Jam
Kala II : 35 Menit
Kala III : 5 Menit
DO : Tanda-tanda Vital
Kedaan umun : Baik
S: 36, 50C N: 71 x/menit P: 21 x/menit
Antropometri
Berat badan : 13,5 kg
Panjang badan : 85 cm
Pemeriksaan fisik
Wajah tidak pucat
Abdomen normal, bising usus positif
Anus normal
Kulit normal, turgor normal tidak dehidrasi
18
Masalah : Tidak ada
Kebutuhan : Tidak ada
19
BAB IV
PEMBAHASAN
20
BAB V
PENUTUP
4.1 Kesimpulan.
Setelah melaksanakan asuhan kebidanan pada balita “N” umur 50 bulan
dengan diare menyimpulkan sebagai berikut : Dalam pengkajian data obyektif
keadaan umum pasien lemah kesadaran composmentis, nadi : 71 x/menit, suhu :
36,5 ⁰C Respirasi : 21 x/menit. Identifikasi diagnosa masalah dan kebutuhan segera
tidak ada.
4.2 Saran.
1. Bagi Lahan Praktek
Dalam melakukan pengkajian tindakan dengan cepat dan cermat sehingga dapat
segera diambil keputusan dalam memberikan asuhan kebidanan sehingga
mencegah terjadinya komplikasi yang lebih cepat.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Untuk meningkatkan pemahaman penulis dan kami berharap semoga dalam
penyediaan sumber pustaka dapat lebih lengkap sehingga mahasiswa tidak
merasa kesulitan dalam mencari kepustakaan.
3. Bagi penulis
Penulis mendapat tambahan wawancara tentang diare dan dapat melakukan
asuhan kebidanan pada anak dengan diare.
21
DAFTAR PUSTAKA
22