Anda di halaman 1dari 38

KONSEP DASAR ASUHAN NEONATUS

DENGAN MASALAH YANG LAZIM TIMBUL


(MILIARIASIS, OBSTIPASI, DAN SINDROM KEMATIAN MENDADAK)

Tugas Mata Kuliah Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, Balita, dan APS
Dosen Pengampu : Rusmilawaty, S. KM., M. PH.

Oleh :
KELOMPOK 3

Nur Raudhatul Jannah P07124118124 Shinta Mardiana P07124118140


Nurima Rizky Putri M. P07124118126 Siti Munawaroh P07124118142
Putu Angriani P07124118128 Sri Mahmeta P07124118144
Renita Eka Silviyanti P07124118230 Sumiati P07124118146
Riska Amalia P07124118232 Sylvie Septianita K. P07124118148
Risma Handayani P07124118234 Tiara Salsabila P07124118150
Rizky Amelia P07124118236 Wahdatul Misbah P07124118152
Salma Mariesa P07121118238

TINGKAT 2B SEMESTER 3

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN
DIPLOMA III JURUSAN KEBIDANAN
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, yang
telah memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Konsep Dasar Asuhan Neonatus dengan Masalah yang
Lazim Timbul (Miliariasis, Obstipasi, dan Sindrom Kematian Mendadak)”
sebagai salah satu tugas Mata Kuliah Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, Balita
dan APS pada Semester 3 D3 Kebidanan Politeknik Kesehatan Kementerian
Kesehatan Banjarmasin.
Penyelesaian makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
izinkan penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dan membimbing untuk menyumbangkan ide dan pikiran mereka
dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kata sempurna. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun guna kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat dan berguna di masa yang
akan datang serta dapat menambah pengetahuan dan wawasan kepada kita semua.

Banjarbaru, 7 November 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i


KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1


A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................. 1
C. Tujuan Penulisan .................................................................................. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 3


A. Konsep Dasar Miliariasis ..................................................................... 3
B. Konsep Dasar Obstipasi ........................................................................ 13
C. Konsep Dasar Sindrom Kematian Mendadak ....................................... 17

BAB III TINJAUAN KASUS ........................................................................... 25


A. Asuhan Kebidanan SOAP Miliariasis .............................................. 25
B. Asuhan Kebidanan SOAP Obstipasi ................................................. 28
C. Asuhan Kebidanan SOAP Sindrom Kematian Mendadak ................ 31

BAB IV PENUTUP ........................................................................................... 34


A. Kesimpulan ........................................................................................... 34
B. Saran ..................................................................................................... 35

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Asuhan Kebidanan adalah perawatan yang diberikan oleh bidan. Jadi,
asuhan kebidanan pada neonatus, bayi, dan balita adalah perawatan yang
diberikan oleh bidan pada bayi baru lahir, bayi, dan balita. Neonatus, bayi, dan
balita dengan masalah adalah suatu penyimpangan yang dapat menyebabkan
gangguan pada neonatus, bayi, dan balita. Apabila tidak diberikan asuhan
kebidanan pada neonatus, bayi, dan balita pada masa perkuliahan, sehingga
pada saat calon bidan diterjunkan di lahan praktek sudah mampu untuk
memberikan asuhan kebidanan pada neonatus, bayi, dan balita dengan benar.
Ada beberapa masalah yang lazim terjadi diantaranya adalah milliariasis,
obstipasi, dan sindrom kematian mendadak. Atas dasar pemikiran di atas, maka
kami menyusun makalah ini dengan harapan dapat dengan mudah memahami
masalah yang lazim terjadi pada neonatus, bayi, dan balita terutama masalah
milliariasis, obstipasi, dan sindrom bayi meninggal mendadak.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja konsep dasar tentang miliariasis, obstipasi, dan sindrom kematian
mendadak?
2. Bagaimana cara penanganan miliariasis, obstipasi, dan sindrom kematian
mendadak?
3. Bagaimana asuhan kebidanan SOAP tentang miliariasis, obstipasi, dan
sindrom kematian mendadak?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui konsep dasar tentang miliariasis, obstipasi, dan sindrom
kematian mendadak.
2. Mengetahui cara penanganan miliariasis, obstipasi, dan sindrom kematian
mendadak.

1
3. Mengetahui asuhan kebidanan SOAP tentang miliariasis, obstipasi, dan
sindrom kematian mendadak.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Miliariasis


1. Definisi
Miliariasis disebut juga sudamina, liken tropikus, biang keringat,
keringet buntet adalah penyakit kulit akibat adanya sumbatan saluran
kelenjar keringat, sehingga keringat tidak bisa keluar dan masuk ke sekitar
saluran di bawah sumbatan, biasanya timbul di wajah, leher, dan dada
bagian atas (Setiyani, 2016).
Milliariasis adalah dermatosis yang disebabkan oleh retens keringat
akibat tersumbatnya pori kelenjar keringat (Vivian, 2010). Miliariasis
adalah kelainan kulit akibat retensi keringat, di tandai adanya vesikel milier,
berukuran 1-2 mm pada bagian badan yang banyak berkeringat. Pada
keadaan yang lebih berat, dapat timbul papul merah atau papul putih
(Sudoyo, 2009).

2. Etiologi
Udara panas dan lembab, pakaian yang tidak menyerap keringat,
terpajan bahan kimia tertentu dan penyakit kulit yang menyebabkan
penyumbatan pori kelenjar keringat. Penyumbatan ini dapat disebabkan oleh
bakteri yang menimbulkan radang dan edema akibat keringat yang tidak
dapat keluar dan diabsorbsi oleh stratum korneum. Akibat tertutupnya
saluran kelenjar keringat terjadilah tekanan yang menyebabkan
pembengkakan saluran atau kelenjar itu sendiri, keringat yang menembus ke
jaringan sekitarnya menimbulkan perubahan-perubahan anatomis pada kulit
berupa papul atau vesikel. (Vivian, 2010)
Menurut Dewi (2013), penyebab terjadinya miliariasis ini adalah
udara yang panas dan lembab serta adanya infeksi bakteri staphylococcus.
Bayi kurang aktif dapat terkena miliariasis. Faktor-faktor penyebab
milariasis menurut Lenteraimpian (2010) yaitu:
a. Udara panas dan lembab dengan ventilasi udara yang kurang

3
b. Pakaian yang terlalu ketat, bahan tidak menyerap keringat
c. Aktivitas yang berlebihan
d. Setelah menderita demam atau panas
e. Penyumbatan dapat ditimbulkan oleh bakteri yang menimbulkan radang
dan edema akibat perspirasi yang tidak dapat keluar dan di absorbsi oleh
stratum korneum.

3. Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya milliariasis diawali dengan tersumbatnya pori-
pori kelenjar keringat, sehingga pengeluaran keringat tertahan. Tertahannya
pengeluaran keringat ditandai dengan adanya vesikel miliar di muara
kelenjar keringat lalu disusul dengan timbulnya radang dan edema akibat
perspirasi yang tidak dapat keluar kemudian diabsorpsi oleh stratum
korneum. (Vivian, 2010)
Milliariasis sering terjadi pada bayi prematur karena proses
diferensiasi sel epidermal dan apendiks yang belum sempurna. Kasus
milliariasis terjadi pada 40-50% bayi baru lahir. Muncul pada usia 2-3 bulan
pertama dan akan menghilang dengan sendirinya pada 3-4 minggu
kemudian. Terkadang kasus ini menetap untuk beberapa lama dan dapat
menyebar ke daerah sekitarnya (Vivian, 2010).

4. Klasifikasi
Menurut Mumpuni (2016), berdasarkan kedalaman sumbatannya,
milliaria dibedakan menjadi tiga, yaitu :
a. Miliaria Kristalina
Sumbatan yang terjadi di permukaan lapisan jangat atau lapisan
tanduk sehingga lokasinya dangkal sekali. Milliaria tipe ini paling umum
dan sering terjadi. Gejalanya adalah pada kulit tubuh bayi yang sering
keringatan akan tampak mengelupas, kering, dan kesat. Gejala ini
biasanya dipicu oleh panasnya udara. Selain itu, muncul bintik-bintik
berisi air kecil-kecil yang mudah pecah karena lokasinya yang masih

4
dangkal sekali.
1) Kelainan kulit berupa gelembung kecil 1-2 mm berisi cairan jernih
disertai kulit kemerahan.
2) Vesikel bergerombol tanpa tanda radang pada bagian pakaian yang
tertutup pakaian.
3) Umumnya tidak menimbulkan keluhan dan sembuh dengan sisik
halus.
4) Pada keadaan histopatologik terlihat gelembung intra/subkorneal.
5) Asuhan: pengobatan tidak diperlukan, menghindari udara panas yang
berlebihan, ventilasi yang baik serta menggunakan pakaian yang
menyerap keringat.

Gambar milliaria kristalina


b. Miliaria Rubra
Milliaria dengan lokasi sumbatan di bagian lapisan jangat yang
lebih dalam. Gejalanya adalah kulit menjadi beruntusan merah, gatal, dan
perih. Anak menjadi mudah rewel dan pola tidurnya terganggu. Jika hal
ini terjadi pada bayi, maka dirinya akan tampak gelisah.
1) Sering dialami pada anak yang tidak biasa tinggal di daerah panas
2) Kelainan berupa papula/gelembung merah kecil dan dapat menyebar
atau berkelompok dengan rasa sangat gatal dan pedih
3) Staphylococcus juga diduga memiliki peranan
4) Pada gambaran histopatologik gelembung terjadi pada stratum
spinosum sehingga menyebabkan peradangan pada kulit dan perifer
kulit di epidermis

5
5) Asuhan: gunakan pakaian yang tipis dan menyerap keringat,
menghindari udara panas yang berlebihan, ventilasi yang baik, dapat
diberikan bedak salicyl 2% dibubuhi menthol 0,25-2%.

Gambar milliaria rubra


c. Miliaria Profunda
Sumbatan yang terjadi di lapisan subkutan yang letaknya di bawah
lapisan jangat. Jadi, sumbatannya lebih dalam dibanding tipe rubra.
Gejalanya adalah timbul bintik-bintik putih pada kulit dan bila diraba
akan terasa agak keras. Bintil-bintil ini sekilas mirip jerawat batu.
1) Timbul setelah miliaria rubra
2) Papula putih, kecil, berukuran 1-3 mm
3) Terdapat terutama di badan ataupun ekstremitas
4) Karena letak retensi keringat lebih dalam maka secara klinik lebih
banyak berupa papula daripada vesikel
5) Tidak gatal, jarang ada keluhan, tidak ada dasar kemerahan, bentuk ini
jarang ditemui
6) Pada keadaan histopatologik tampak saluran kelenjar keringat yang
pecah pada dermis bagian atas atau tanpa infiltrasi sel radang
7) Asuhan: hindari panas dan lembab berlebihan, mengusahakan regulasi
suhu yang baik, menggunakan pakaian yang tipis, pemberian losio
calamin dengan atau tanpa menthol 0,25% dapat pula resorshin 3%
dalam alcohol.

6
Gambar milliaria profunda
d. Milliaria pustulosa
Milliaria pustulosa selalu didahului dengan dermatitis lainnya yang
dihasilkan oleh suatu luka, kerusakan atau sumbatan saluran keringat.
Pustulanya jelas, superficial, dan terlepas dari folikel rambut. Pustule
yang gatal, paling sering pada daerah intertriginosa, pada permukaan
flekso ekstremitas, pada skrotum, atau pada bagian belakang pasien yang
terbaring di tempat tidur (Soebakti dan Hoetomo, 2012).

Gambar Milliaria pustulosa


Menurut Arif Mansyoer (2001), berdasarkan letak sumbatan, miliaria
diklasifikasikan menjadi:
a. Miliaria Kristalina
Pada miliaria kristalina, sumbatan terjadi pada intra subkorneal.
Terlihat vesikel berukuran 1-2 mm terutama pada badan setelah banyak
berkeringat, misalnya karena hawa panas yang bergerombol tanpa tanda
radang pada bagian yang tertutup pakaian. Umumnya tidak memberi
keluhan dan sembuh dengan sisik yang halus.

7
b. Miliaria Rubra
Pada miliaria rubra, sumbatan terjadi pada stratum spinosum.
Terlihat papul merah atau papul vesicular ekstrafolikular yang gatal dan
pedih pada badan tempat tekanan atau gesekan pakaian. Jenis ini terdapat
pada orang yang tidak biasa pada daerah tropic.
c. Miliaria Profunda
Miliaria profunda terjadi bila sumbatan terdapat pada dermis
bagian atas, biasanya timbul setelah miliaria rubra, ditandai papul putih,
keras berukuran 1-3 mm terutama di badan dan ekstremitas.

5. Tanda-tanda Miliariasis
Tanda-tanda umum miliariasis yang dapat dikenali adalah:
a. Papula yang keras yang keras berwarna putih mengkilat seperti mutiara.
b. Vesikel kecil superfisialis yang berkelompok berdiameter 1-3 mm.
c. Keringat yang berlebihan.

6. Penatalaksanaan
Menurut Setiyani (2016) penatalaksanaan miliariasis adalah:
a. Tempatkan bayi di tempat yang dingin agar pengeluaran keringat
berhenti
b. Gunakan pakaian tipis dan mudah menyerap keringat dan lembut
c. Beri obat antikolinergik yang membuat produksi keringat berkurang
d. Beri bedak kocok bersifat mendinginkan dan desinfektan serta anti gatal
(missal lotion, kummerfeldi).

7. Pencegahan
Menurut Mumpuni (2016), Milliaria (biang keringat) dapat tidak
dialami bayi asalkan orang tua rajin menghindari penghalang penguapan
keringat yang menutupi pori-pori bayi dengan cara sebagai berikut:
a. Jika cuaca panas, gunakan pakaian yang menyerap keringat, lembut, dan
ringan seperti kain katun.

8
b. Hindari pakaian ketat yang dapat menyebabkan iritasi kulit.
c. Hindari menggunakan krim atau minyak karena dapat menghalangi
keringat yang akan keluar melalui pori-pori.
d. Usahakan untuk tetap mandi secara teratur 2 kali sehari menggunakan air
dingin dan sabun cair karena sabun cair tidak akan meninggalkan partikel
yang dapat menghambat penyembuhan.
e. Bila berkeringat, segera basuh dengan handuk basah, lalu keringkan
dengan kain yang lembut baru diberi bedak.
f. Jangan berikan bedak tanpa membasuh kulit anak yang berkeringat
karena hal ini akan memperparah penyumbatan dan dapat menyebabkan
infeksi baik oleh bakteri maupun jamur.
g. Hindari menggunakan pakaian tebal seperti nilon dan kain wol.
Menurut Pasaribu, (2007) biang keringat bisa tidak dialami bayi
asalkan orang tua rajin menghindari penghalang penguapan keringat yang
menutup pori-pori bayi dengan cara:
a. Bayi harus dimandikan secara teratur pada pagi dan sore hari.
b. Setelah selesai mandi pastikan semua lipatan kulit bayi seperti ketiak,
leher, paha dan lutut harus benar-benar kering kemudian oleskan bedak
keseluruhan tubuh dengan tipis.
c. Jaga tubuh bayi agar tetap kering.
d. Jika bayi berkeringat jangan keringkan dengan menggunakan bedak.
Sebaiknya dengan waslap basah, lalu dikeringkan, dan diolesi dengan
bedak tipis.
e. Gunakan pakaian bayi dari bahan katun yang menyerap keringat bayi.
f. Biasanya 70% biang keringat timbul pada bayi karena sirkulasi udara
kamar yang tidak baik. Untuk itu usahakan udara di dalam kamar bayi
mengalir dengan baik sehingga kamar selalu sejuk.
g. Pada saat memandikan bayi yang menderita biang keringat, sebaiknya
gunakan sabun bayi yang cair, sebab sabun cair tidak meninggalkan
partikel. Jika menggunakan sabun padat bisa meninggalkan partikel yang
dapat menghambat penyembuhan.

9
8. Pengobatan
Menurut Lenteraimpian, (2010) pengobatan untu miliariasis yaitu:
a. Perawatan kulit secara benar
b. Biang keringat yang tidak kemerahan dan kering diberi bedak salycil atau
bedak kocok setelah mandi
c. Bila membasah, jangan berikan bedak, karena gumpalan yang terbentuk
memperparah sumbatan kelenjar
d. Bila sangat gatal, pedih, luka dan timbul bisul dapat diberikan antibiotic
e. Menjaga kebersihan kuku dan tangan (kuku pendek dan bersih, sehingga
tidak menggores kulit saat menggaruk)
Seluruh bentuk miliaria berespon baik terhadap pendinginan penderita
dengan pengaturan suhu lingkungan, melepas pakaian yang berlebihan, dan
pada penderita demam pemberian anti piretik. Pengobatan yang paling
efektif adalah dengan memperhatikan kebersihan lingkungan untuk
mengatasi sebab ini.
Penting untuk menghindari panas yang berlebihan, mengusahakan
ventilasi yang baik dan menggunakan pakaian tipis dan menyerap keringat.
Untuk miliaria kristalina tidak diperlukan pengobatan. Untuk miliaria rubra
dapat diberikan bedak salisil 2% dbubuhi menthol ¼ - 2%.
Losio Febri dapat pula digunakan komposisi sebagai berikut :
a. R/ Acidi salicylici 500 mg
b. Talci 5 mg
c. Oxydi zincici 5 mg
d. Amyli oryzae 5 mg
e. Alkohol (90; vo1%) 25 mg
Sebagai antipruritus dapat ditambahkan menthol ½ - 1% atau kamper
1-2% dalam losio feberi. Untuk miliaria dapat digunakan losio calamin
dengan atau tanpa menthol 0,25%, dapat pula resorsin 3% dalam alkohol.
(Arif Mansyur, 2001)

10
9. Peran Bidan
Berikut ini merupakan peran bidan dalam kasus milliariasis yang
ditinjau dari aspek pelayanan kesehatan promotif, kuratif, rehabilitatif, dan
preventif menurut Vivian (2010), diantaranya yaitu :
a. Pelayanan Kesehatan Promotive
Memberikan informasi kepada ibu dan kelurga mengenai :
1) Perawatan kulit yang benar dan selalu menjaga kebersihan tubuh bayi.
2) Kebersihan kuku dan tangan anak. Kuku pendek dan bersih sehingga
tidak menggores kulit saat menggaruk.
3) Keringat yang harus segera dikeringkan dan sering mandi. Segera
ganti pakaian jika basah dan kotor.
b. Pelayanan Kesehatan Preventif
1) Menggunakan pakaian yang tipis dan longgar serta menyerap keringat
dan tidak terlalu sempit.
2) Melakukan perawatan kulit yang benar dan selalu menjaga kebersihan
tubuh bayi.
3) Menjaga kebersihan kuku dan tangan anak. Kuku pendek dan bersih
sehingga tidak menggores kulit saat menggaruk.
4) Keringat harus segera dikeringkan dan sering mandi. Segera ganti
pakaian jika basah dan kotor.
c. Pelayanan Kesehatan Kuratif
1) Topikal bisa diberikan bedak atau bedak kocok pendingin dengan
bahan antigatal, dapat ditambah dengan mentol 0,25% sampai 1%
kalau gatal. Lanolin anhidrat dan salephidrofilik bisa menghilangkan
sumbatan pori sehingga mempermudah aliran keringat yang normal.
2) Kasus ringan bisa berespon dengan bedak seperti talkum bayi. Bila
sangat gatal, pedih, luka dan timbul bisul akibat infeksi, penderita
sebaiknya segera dibawa ke dokter. Dokter akan memberikan obat
minum serta krim atau salap bila diperlukan, untuk mengatasi keluhan
tersebut. Dan bila timbul bisul jangan dipijat arena kuman dapat

11
menyebar ke sekitar sehingga semakin meluas. (Arjatmo
Tjoktronegoro dan Hendra Utama, 2000)
3) Biang keringat yang tidak kemerahan dan kering, anjurkan untuk
diberi bedak salicil atau bedak kocok setelah mandi. Dan bila
membasah jangan berikan bedak karena gumpalan yang terbentuk
memperparah sumbatan kelenjar. (Vivian, 2010)
d. Pelayanan Kesehatan Rehabilitatif
1) Sedapat mungkin mencegah produksi keringat yang berlebihan,
dengan cara menghindari hawa panas dan kelembaban yang
berlebihan, misalnya memakai pakaian tipis dan menyerap keringat,
mandi dengan air dingin dan menggunakan sabun. Selama berbagai
faktor penyebab yang berpengaruh dapat diatasi, kekambuhan dapat
dihindari.
2) Biang keringat dapat membaik dalam beberapa hari setelah penderita
pindah ke lingkungan yang lebih sejuk, atau ke tempat dengan
ventilasi yang lebih baik. (Arjatmo Tjoktronegoro dan Hendra Utama,
2000)

10. Komplikasi
Menurut Manggiasih dan Jaya (2016), adapun komplikasi dari
Milliariasis adalah terjadi infeksi sekunder yang meliputi :
a. Impetigo
Impetigo adalah suatu penyakit menular. Impetigo adalah infeksi
kulit yang menyebabkan terbentuknya lepuhan-lepuhan kecil berisi nanah
(pustula). Impetigo paling sering menyerang anak-anak, terutama yang
kebersihan badannya kurang dan bisa muncul di bagian tubuh manapun,
tetapi paling sering ditemukan di wajah, lengan dan tungkai.
b. Folikulitis
Folikulitis adalah peradangan yang hanya terjadi pada umbi akar
rambut saja. Berdasarkan letak munculnya, bisul jenis ini dapat

12
dibedakan menjadi 2, yaitu superficial atau hanya di permukaan saja dan
yang letaknya lebih dalam lagi disebut profunda.

B. Konsep Dasar Obstipasi


1. Pengertian
Necel (Desember 2007) Obstipasi berasal dari bahasa Latin Ob berarti
in the way = perjalanan, Stipare berarti to compress = menekan. Secara
istilah obstipasi adalah bentuk konstipasi parah biasanya disebabkan oleh
terhalangnya pergerakan feses dalam usus (adanya obstruksi usus).
Secara umum, Obstipasi adalah pengeluaran mekoniun tidak terjadi
pada 24 jam pertama sesudah kelahiran atau kesulitan atau keterlambatan
pada faeces yang menyangkut konsistensi faeces dan frekuensi berhajat.
Gejala antara obstipasi dan konstipasi sangat mirip dimana terdapat
kesukaran mengeluarkan feses (defekasi). Namun obstipasi dibedakan dari
konstipasi berdasarkan penyebabnya. konstipasi disebabkan selain dari
obstruksi intestinal sedangkan obstipasi karena adanya obstruksi intestinal.
Ada beberapa variasi pada kebiasaan buang air besar yang normal.
Pada bayi baru lahir biasanya buang air besar 2-3 kali sehari tergantung
jenis susu yang dikonsumsi akan tetapi masih mungkin normal bila buang
air besar 36-48 jam sekali asal konsistensi tinja normal.

2. Etiologi
Menurut Setiyani (2016) berdasarkan penyebab utama obstipasi
dibedakan menjadi 2, yaitu:
a. Obstipasi sampel, merupakan obstipasi yang disebabkan oleh adanya
gangguan fungsi pencernaan.
b. Obstipasi simtomatik, merupakan obstipasi yang timbul akibat adanya
penyakit.
Pada bayi yang minum susu botol kurang baik kualitasnya, bayi yang
dapat makanan padat terus menerus bisa timbul obstipasi. Secara umum,
obstipasi disebabkan oleh:

13
a. Dehidrasi akibat kurang minum.
b. Mengkonsumsi makanan yang kurang serat
c. Efek samping penggunaan obat (obat mengandung parasimpatolitik)
Obstipasi disebabkan juga karena sebagai berikut :
a. Obstipasi akibat obstruksi dari intralumen usus meliputi akibat adanya
kanker dalam dinding usus
b. Obstipasi akibat obstruksi dari ekstralumen usus, biasanya akibat
penekanan usus oleh massa intraabdomen misalnya adanya tumor dalam
abdomen yang menekan rectum.
c. Penyaluran makanan yang kurang baik, misalnya masukan makanan bayi
muda kurang mengandung air / gula, sedangkan pada bayi usia lebih tua
biasanya karena makanan yang kurang mengandung polisakarida atau
serat.
d. Kemungkinan adanya gangguan pada usus seperti pada penyakit
Hirschpung yang berarti usus tidak melakukan gerakan peristaltik.
e. Sering menahan terselit karena nyeri pada saat buang air besar.

3. Patofisiologi
Pada keadaan normal sebagian besar rectum dalam keadaan kosong
kecuali bila adanya refleks masa dari kolon yang mendorong feses kedalam
rectum yang terjadi sekali atau duakali sehari. Hal tersebut memberikan
stimulus pada arkus aferen dari refleks defekasi. Dengan dirasakan arkus
aferen menyebabkan kontraksi otot dinding abdomen sehingga terjadilah
defekasi.
Mekanisme usus yang norrmal terdiri dari 3 faktor :
a. Asupan cairan yang adekuat.
b. Kegiatan fisik dan mental.
c. Jumlah asupan makanan berserat.
Dalam keadaan normal, ketika bahan makanan yang akan dicerna
memasuki kolon, air dan elektrolit di absorbsi melewati membrane
penyerapan. Penyerapan tersebut berakibat pada perubahan bentuk feses

14
dari bentuk cair menjadi bentuk yang lunak dan berbentuk. Ketika feses
melewati rectum, feses menekan dinding rectum dan merangsang untuk
defekasi. Apabila anak tidak mengkonsumsi cairan secara adekuat, produk
dari pencernaan lebih kering dan padat, serta tidak dapat dengan segera
digerakkan oleh gerakan peristaltik menuju rectum, sehingga penyerapan
terjadi terus menerus dan feses menjadi semakin kering, padat dan sudah
dikeluarkan serta menimbulkan rasa sakit.
Rasa sakit ini menyebabkan anak malas atau tidak mau buang air
besar yang dapat menyebabkan kemungkinan berkembangnya luka. Proses
dapat terjadi bila anak kurang beraktivitas, menurunnya peristaltik usus dan
lain-lain. Hal tersebut menyebabkan sisa metabolisme berjalan lambat yang
kemungkinan. Penyerapan air yang berlebihan. Bahan makanan sangat
dibutuhkan untuk merangsang peristaltik usus dan pergerakan normal dari
metabolisme dalam saluran pencernaan menuju ke saluran yang lebih besar.
Sumbatan dan usus dapat juga menyebabkan obstipasi.

4. Tanda dan Gejala


Menurut Setiyani (2016) tanda dan gejala obstipasi, yaitu:
a. Bayi tidak bisa buang air besar
b. Perut tampak sedikit membengkak
c. Feses berbentuk bulat kecil seperti kotoran kambing
Selain tanda-tanda di atas, adapun tanda dan gejala obstipasi lainnya,
yaitu:
a. Susah tidur
b. Gelisah
c. Perut kembung
d. Kadang-kadang muntah
e. Abdomen distensi
f. Anoreksia

15
5. Jenis-Jenis Obstipasi
Obstipasi ada 2 macam, yaitu :
a. Obstipasi obstruksi total
Memiliki ciri tidak keluarnya feses atau flatus dan pada
pemeriksaan colok dubur didapatkan rectum yang kosong, kecuali jika
obstruksi terdapat pada rectum.
b. Obstipasi obstruksi parsial
Memiliki ciri pasien tidak dapat buang air besar selama beberapa
hari tetapi kemudian dapat mengeluarkan feses disertai gas. Keadaan
obstruksi parsial kurang darurat daripada obstruksi total.

6. Penatalaksanaan Obstipasi
Penatalaksanaan obstipasi adalah:
a. Anjurkan ibu meningkatkan asupan cairan dan serat yang mengandung
buah-buahan dan cairan.
b. Anjurkan mengurangi minum susu formula dengan protein tinggi diganti
susu dengan protein rendah .
c. Beri suplemen serat.
Penatalaksanaan obstipasi lainnya yaitu dengan cara:
a. Usahakan diet pada ibu dan bayi yang cukup mengandung makanan yang
banyak serat, buah-buahan dan sayur-sayuran.
b. Pemberian laktasi hanya merupakan tindakan pariatif yaitu hanya bila
diperlukan saja.
c. Peningkatan intake cairan
d. Bila diduga terdapat penyakit hirscprung dapat dilakukan tes tekanan
usus.
e. Bayi kurang dari dua bulan yang menerima susu formula atau ASI yang
memadai bisa diberi 1 sendok teh sirup jagung ringan pada botol pagi
dan malam hari
f. Apel atau jus prem efektif bagi bayi antara 2 bulan dan 4 bulan

16
g. Bayi antara 4 bulan dan 1 tahun dapat sembuh dengan sereal serat tinggi
atau jus aprikot,buah prem kering atau prem.
h. Anak usia lebih dari 1 tahun sebaiknya diberi makan serat tinggi seperti
buah-buahan,kacang polong,sereal,keripik graham,buncis dan bayam.

C. Konsep Dasar Sindrom Kematian Mendadak


1. Pengertian
Sindroma Kematian Bayi Mendadak (SIDS, Sudden Infant Death
Syndrome) adalah suatu kematian yang mendadak dan tidak terduga pada
bayi yang tampaknya sehat. SIDS merupakan penyebab kematian yang
paling sering ditemukan pada bayi yang berusia 2 minggu-1 tahun (Setiyani,
2016).
Istilah SIDS pertama kali digunakan pada tahun 1969. Pada tahun
1989, National Institute of Child Health and Human Development (seperti
dikutip Noer, 2014) mendefinisikan SIDS sebagai kematian mendadak dan
tidak terduga dari seorang bayi di bawah umur satu tahun yang relatif sehat,
kematiannya tidak dapat dijelaskan bahkan setelah dilakukan pemeriksaan
post-mortem secara lengkap, termasuk pemeriksaan toksikologi dan genetik,
investigasi TKP menyeluruh hingga peninjauan rekam medik bayi dan ibu.
SIDS juga dikenal dengan sebutan crib death atau kematian ranjang, karena
kematiannya secara umum terjadi di tempat tidur bayi. Meski demikian,
bukan berarti tempat tidur tersebut yang menjadi penyebab kematian bayi
secara mendadak, namun ada hal lain yang memicu terjadinya sindrom
kematian mendadak ini.

2. Faktor Penyebab Menurut Para Ahli


Penyebabnya tidak diketahui. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa
SIDS lebih sering terjadi pada bayi yang tidurnya tengkurap dibandingkan
dengan bayi yang tidurnya terlentang atau miring. Karena itu sebaiknya bayi
ditidurkan dalam posisi terlentang atau miring. Resiko terjadinya SIDS juga
ditemukan pada bayi yang pada saat tidur wajahnya menghadap ke kasur

17
atau selimut yang lembut/empuk. Karena itu sebaiknya bayi ditidurkan
diatas kasur yang keras. Banyak ditemukan pada bayi laki-laki. (Setiyani,
2016)
Sindrom Kematian Bayi Mendadak merupakan sindrom yang terjadi
ketika orang tua menidurkan bayi yang tampak sehat lalu ditemukan dalam
keadaan sudah meninggal ketika tidur tanpa alasan yang jelas. Sindrom ini
adalah penyebab utama dari kematian disaat tahun pertama bayi
yang tidak dapat diketahui penyebabnya, umumnya terjadi pada bayi
berusia di bawah 6 bulan. Berikut adalah beberapa penyebab terjadinya
SIDS menurut Toke Hoppenbrouwers dan Joan Hodgman dalam bukunya
yang berjudul SIDS :
a. Asfiksia atau mati lemas
Asfiksia atau mati lemas disebabkan oleh ketidakmampuan untuk
bernapas. Kondisi ini menyebabkan kurangnya oksigen dalam tubuh,
yang dapat menyebabkan hilangnya kesadaran dan menyebabkan
kematian. Asfiksia dapat disebabkan oleh tersedak, penyempitan daerah
dada atau perut, tercekik, penyempitan saluran napas dan menghirup gas
beracun. Biasanya bendabenda yang terkait dengan asfiksia adalah
seperti kantong plastik, bantal lembut, dan bahan yang lembut seperti
boneka binatang. Benda- benda ini dapat menyumbat mulut dan lubang
hidung sehingga menyebabkan sesak napas. Penyebab yang paling sering
dilaporkan dari asfiksia pada bayi adalah sesak napas yang tidak
disengaja dan tercekik ketika di tempat tidur.
b. Obstruksi jalan napas
Obstruksi atau sumbatan jalan napas dapat terjadi jika napas yang
normal menyempit secara otomatis saat tidur. Penyempitan ini dapat
menyebabkan jeda singkat dalam bernapas disebut obstruktif apnea.
Apnea ini sering terjadi pada bayi yang sehat. Mekanisme lain yang
menjadi penyebab obstruksi adalah spasme laring, yang mengacu pada
kontraksi tiba-tiba otot laring. Ketika ini terjadi, oksigen terhambat

18
memasuki paru-paru dan ini dapat mengakibatkan tidak cukupnya
oksigen untuk jantung dan otak, sehingga bisa berakibat fatal.

Gambar normal laring (kiri) & laringospasme (kanan)


Sumber : http://www.acuclinic.com.au (Diakses pada 6/11/2019)

3. Pemicu Pada Masa Postnatal


Perilaku ibu ketika mengandung maupun setelah melahirkan juga turut
mengambil andil dalam kesehatan bayi yang masih dalam kandungan
maupun yang telah lahir. Kesehatan dan kondisi bayi yang sehat akan
ditentukan oleh perilaku ibu sebelum bayi itu dilahirkan. Ada beberapa
faktor yang dialami oleh wanita yang mempengaruhi masa postnatal
sehingga dapat memicu terjadinya SIDS pada bayi yang baru lahir.
Ambarwati (seperti dikutip Pitriani, 2014) menjelaskan bahwa “Masa
setelah melahirkan adalah masa yang dimulai setelah kelahiran plasenta dan
berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti sebelum hamil dan
berlangsung selama kira-kira 6-8 minggu”. Menurut Toke Hoppenbrouwers
dan Joan Hodgman dalam bukunya yang berjudul SIDS masalah yang dapat
memicu terjadinya SIDS saat masa postnatal adalah sebagai berikut:
a. Bayi Lahir Prematur atau BBLR
Bayi yang lahir prematur atau bayi lahir dengan berat badan rendah
(BBLR) berisiko 50% lebih besar mengalami SIDS. Tingginya risiko
bayi prematur mengalami SIDS karena seluruh sistem organ tubuhnya
terutama paruparunya belum mencapai tahap pematangan yang cukup,
sehingga belum siap berfungsi menopang kehidupan di luar rahim ibu.

19
Bayi dengan kondisi seperti ini sangat disarankan untuk melakukan
pemeriksaan secara teratur ke dokter anak untuk memantau
perkembangan fungsi organ-organnya.
b. Posisi Tidur Tengkurap
Memiliki persentase terbesar penyebab bayi di tahun pertamanya
yang meninggal secara mendadak. Menurut penelitian, bayi yang
mengalami SIDS akibat tidur tengkurap ini umumnya adalah bayi berusia
kurang dari 6 bulan, karena sistem pernapasannya belum matang atau
bekerja dengan sempurna.
c. Asap Rokok
Bayi yang memiliki orang tua perokok juga memiliki resiko tinggi
untuk mengalami SIDS dibandingkan bayi yang orang tuanya bukan
perokok. Banyaknya volume karbondioksida yang dihisap oleh bayi
perokok pasif ini 9 menjadi faktor penyebab meningkatnya gangguan
pada sistem pernapasan yang menyebabkan bayi meninggal mendadak.
d. Suhu yang meningkat
Penting untuk selalu memperhatikan suhu ruangan/kamar bayi
ketika tidur agar tidak kepanasan. Sementara untuk ruangan pendingin
(AC), pengaturan suhu yang tepat di antara 25-27 derajat Celcius, serta
selalu sesuaikan pemakaian baju bayi dengan suhu kamar.
e. Tidur bersama orang tua
Menjelaskan bahwa “Resiko SIDS bisa berkurang jika bayi tidur
sekamar dengan orang tuanya, namun jika bayi tidur pada tempat tidur
yang sama dengan orang tuanya, maka resiko terjadinya SIDS dapat
meningkat. Hal ini disebabkan oleh adanya lebih banyak permukaan
yang empuk atau lunak sehingga dapat mengganggu bayi dalam bernafas
yang dapat meningkatkan resiko terjadinya SIDS”.
Secara pasti penyebabnya belum diketahui, namun beberapa ahli telah
melakukan penelitian dan mengemukakan ada beberapa penyebab SIDS
yaitu sebagai berikut:
a. Ibu yang masih remaja

20
b. Bayi dengan jarak kehamilan yang dekat
c. Bayi laki-laki dengan berat badan di bawah normal
d. Bayi yang mengalami dysplasia bronkopulmoner
e. Bayi premature
f. Gemelli (bayi kembar)
g. Bayi dengan sibling
h. Bayi dari ibu dengan ketergantungan narkotika
i. Prevalensi pada bayi dengan posisi tidur telungkup
j. Bayi dengan virus pernapasan
k. Bayi dengan infeksi botulinum
l. Bayi dengan apnea yang berkepanjangan
m. Bayi dengan gangguan pola napas herediter
n. Bayi dengan kekurangan surfaktan pada alveoli

4. Tanda dan Gejala


a. Jeda pernapasan karena apnea dan sianosis yang lama selama tidur. Telah
diobservasi pada dua bayi yang kemudian dianggap meninggal karena
SIDS dan adanya obstruksi saluran napas bagian atas dengan jeda
pernapasan serta bradikardia yang lama pada bayi-bayi dengan SIDS
abortif. Walaupun demikian masih belum pasti apakah apnea sentral atau
apnea obstruktif yang lebih penting dalam terjadinya SIDS.
b. Cacat batang otak karena sedikitnya 2 kepingan bukti telah
mengisyaratkan bahwa bayi-bayi dengan SIDS memiliki abnormalitas
pada susunan saraf pusat.
c. Fungsi saluran napas atas yang abnormal, berdasarkan pada
perkembangan dan anatomi, maka bayi yang muda dianggap berisiko
tinggi terhadap saluran pernapasan bagian atas, apakah keadaan ini
terjadi pada SIDS masih belum diketahui.
d. Refleks saluran napas yang hiperaktif karena masuknya sejumlah cairan
ke dalam laring dapat merangsang timbulnya reflek ini dan diduga
menimbulkan apnea, maka diberikan perhatian yang cukup besar akan

21
kemungkinan refleks gasoesofagus dan aspirasi sebagai mekanisme
primer terjadinya SIDS pada beberapa bayi.
e. Abnormalita jantung, beberapa ahli mengajukan adanya ketidakstabilan
pada jantung muda, tetapi tidak mendapatkan bukti yang meyakinkan
saat ini untuk menunjukkan bahwa aritma jantung memainkan peranan
pada SIDS.

5. Upaya Mengurangi Terjadinya SIDS


U.S. Department of Health and Human Services menjelaskan bahwa
Penyedia layanan kesehatan harus mendorong orang tua dan pengasuh lain
untuk mengurangi resiko SIDS dan penyebab kematian bayi lainnya terkait
dengan tidur dengan cara berikut:
a. Posisikan tidur bayi secara terlentang
Selalu posisikan tidur bayi dengan cara terlentang ketika tidur siang
ataupun malam, karena posisi terlentang merupakan posisi paling aman
untuk semua bayi termasuk bayi prematur. Posisikan bayi tengkurap
hanya ketika bayi sedang terjaga dan dalam pengawasan orang tua,
karena posisi tengkurap dibutuhkan untuk menguatkan otot leher dan otot
bahu nya.
b. Gunakan permukaan yang tidak terlalu empuk
Selalu tempatkan bayi dalam permukaan yang tidak terlalu empuk
ketika tidur, sebaiknya gunakanlah tempat tidur khusus bayi. Jangan
meletakkan bantal, boneka atau selimut secara berlebihan ti dalam tempat
tidur bayi.

22
c. Room sharing
Orang tua tidak dianjurkan untuk tidur bersama bayi dalam tempat
tidur yang sama, bawalah bayi bersama orang tua ketika hendak tidur dan
pastikan bayi memiliki tempat tidur sendiri namun tetap dekat dengan
bersama orang tua.

d. Perhatikan suhu ruangan


Suhu juga harus diperhatikan untuk kenyamanan bayi. Berikan bayi
pakaian yang cukup dan jangan dibedong secara berlebihan. Disarankan
agar suhu ruangan tidak lebih dari 70 derajat fahrenheit.
e. Berikan ASI eksklusif
Menyusui memiliki manfaat kesehatan bagi ibu dan bayi. Pastikan
menempatkan kembali bayi di tempat tidurnya atau boks bayi ketika ibu
telah selesai menyusui.
f. Jauhkan bayi dari asap rokok
Orangtua tidak diperkenankan merokok di dekat bayi. Keracunan
asap nikotin sangat berbahaya bagi kondisi paru -paru dan jantung bayi.

6. Penatalaksanaan
a. Membantu orang tua mengatur jadwal untuk melakukan konseling.
b. Membantu orang tua untuk mengungkapkan rasa dukanya.
c. Memberikan penjelasan mengenai SIDS, memberi kesempatan pada
orang tua untuk mengajukan pertanyaan.
d. Memberi pengertian pada orang tua bahwa perasaan yang mereka
rasakan adalah hal yang wajar.

23
e. Memberi keyakinan pada sibling (jika ada) bahwa mereka tidak bersalah
terhadap kematian bayi tersebut, bahkan jika mereka sebenarnya juga
mengharapkan kematian dari bayi tersebut.
f. Jika kemudian ibu melahirkan bayi kembali, beri dukungan pada orang
tua selama beberapa bulan pertama, paling tidak sampai melewati usia
bayi yang meninggal sebelumnya.

24
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Dokumentasi Asuhan Kebidanan pada Bayi dengan Miliariasis

DOKUMENTASI ASUHAN KEBIDANAN


PADA BY. E UMUR 5 BULAN DENGAN MILIARIASIS
DI PRAKTIK MANDIRI BIDAN M
TAHUN 2017

PENGKAJIAN
Hari/Tanggal : Sabtu, 20 Mei 2017
Pukul : 14.00 WITA

IDENTITAS
1. Anak
a. Nama Anak : By. E
b. Umur : 5 bulan
c. Hari/Tanggal Lahir : Minggu, 18 Desember 2016
d. Anak ke- : 3 (Tiga)
e. Jenis Kelamin : Laki – laki

2. Orang Tua
Ibu Ayah
Nama Ny. E Tn. E
Umur 36 Tahun 39 Tahun
Agama Islam Islam
Pendidikan SMK Diploma
Pekerjaan Wiraswasta Wiraswasta
Suku/bangsa Banjar/Indonesia Banjar/Indonesia
Alamat Jalan Karang Anyar

25
PROLOG
Ny. E mengatakan sejak 4 hari yang lalu, bayinya mengalami miliariasis
kristalina pada daerah dahi tampak gelembung– gelembung berisi cairan jernih
serta pada daerah lipatan lutut sebelah kiri tampak kemerahan. Setelah dikaji
penyebabnya, ternyata selama ini pakaian yang dipakai bayinya adalah
pakaian yang tidak menyerap keringat sehingga menyebabkan keringat tidak
dapat keluar dan diabsorbsi oleh stratum korneum dan terjadilah tekanan yang
mengakibatkan pembengkakan saluran atau kelenjar itu sendiri karena adanya
bakteri yang menimbulkan radang dan edema pada bagian tubuh tertentu.

DATA SUBJEKTIF
Pada hari Sabtu, 20 Mei 2017 pukul 14.00 WITA, Ny.E datang ke PMB M
bersama bayinya. Ny. E mengatakan bayinya rewel, tampak gelisah, dan pada
daerah dahi tampak gelembung–gelembung berisi air serta pada daerah lipatan
lutut sebelah kiri tampak bintik–bintik kemerahan.

DATA OBJEKTIF
KU Baik, N : 112 x/ menit, R: 40 x/ menit, T : 36,70C, BB : 7500 gram, TB :
54 cm, muka tidak pucat, konjungtiva merah muda dan sklera putih, turgor
kulit baik, tampak gelembung–gelembung kecil berisi cairan jernih pada
daerah dahi, bagian ekstremitas atas dapat bergerak bebas dan pada lipatan
lutut sebelah kiri tampak kemerahan.

ANALISA
Bayi E usia 5 bulan dengan Milliariasis Kristalina

PENATALAKSANAAN
1. Memberitahukan hasil pemeriksaan kepada ibu bahwa keadaan umum
bayinya baik. Ibu mengerti.
2. Menjelaskan kepada ibu bahwa bayinya sedang mengalami Milliariasis

26
Kristalina, yaitu adanya gelembung–gelembung kecil yang berisi cairan
jernih pada daerah dahi dan kemerahan pada lipatan lutut sebelah kiri
karena udara panas dan lembab, pakaian yang tidak menyerap keringat,
terpajan bahan kimia tertentu dan penyakit kulit sehingga munculnya bakteri
yang memicu timbulnya radang dan edema akibat keringat yang tidak dapat
keluar dan diabsorbsi oleh stratum korneum. Akibat tertutupnya saluran
kelenjar keringat terjadilah tekanan yang menyebabkan pembengkakan
saluran atau kelenjar itu sendiri, keringat yang menembus ke jaringan
sekitarnya menimbulkan perubahan-perubahan anatomis pada kulit berupa
papul atau vesikel. Ibu mengerti dengan penjelasan yang disampaikan.
3. Memberikan KIE pada ibu antara lain:
a. Memberitahukan pada ibu untuk segera mengganti pakaian bayinya jika
basah/kotor dan gunakan pakaian yang menyerap keringat, lembut,
ringan seperti katun, dan hindari pakaian yang terlalu ketat/sempit. Ibu
menegerti.
b. Memberitahu ibu apabila bayi berkeringat untuk segera membasuh
menggunakan handuk basah kemudian dikeringkan dengan kain yang
lembut dan bersih lalu baru diberi Caladine.
c. Menganjurkan ibu untuk tetap memandikan bayinya secara teratur 2 kali
sehari pada pagi dan sore hari menggunakan air hangat dan Giovan
(sabun cair) karena sabun cair tidak akan meninggalkan partikel yang
dapat menghambat penyembuhan kemudian berikan Caladine (bedak
cair) setelah mandi pada daerah dahi yang tampak gelembung–
gelembung kecil berisi air dan pada daerah lipatan lutut sebelah kiri yang
tampak kemerahan. Dianjurkan untuk tidak diberi bedak tabur karena
akan menyumbat pori – pori kulit.

27
B. Dokumentasi Asuhan Kebidanan pada Bayi dengan Obstipasi

DOKUMENTASI ASUHAN KEBIDANAN


PADA BY. Ny. N UMUR 3 HARI DENGAN OBSTIPASI
DI PRAKTIK MANDIRI BIDAN E
TAHUN 2017

PENGKAJIAN
Hari/Tanggal : Senin, 29 Mei 2017
Pukul : 08.00 WITA

IDENTITAS
1. Anak
a. Nama Anak : By. Ny. N
b. Umur : 3 hari
c. Hari/Tanggal Lahir : Jumat, 26 Mei 2017
d. Anak ke- : 1 (Satu)
e. Jenis Kelamin : Perempuan

2. Orang Tua
Ibu Ayah
Nama Ny. N Tn. S
Umur 21 Tahun 28 Tahun
Agama Islam Islam
Pendidikan SMK SMA
Pekerjaan Ibu Rumah Tangga Swasta
Suku/bangsa Banjar/Indonesia Banjar/Indonesia
Alamat Jalan Bintang Jaya

28
PROLOG
Ny. N mengatakan sejak 3 hari yang lalu, bayinya mengalami obstipasi
obstruksi parsial, bayinya tidak dapat BAB, akan tetapi mengeluarkan feses
sedikit disertai gas. Ny. N mengatakan jarang memberikan ASI kepada bayinya
dalam sehari.

DATA SUBJEKTIF
Pada hari Senin, 29 Mei 2017 Pukul 08.00 WITA Ny. N mengatakan bahwa
bayinya belum BAB, sering menangis, perut bayi kembung, serta anus
memerah.

DATA OBJEKTIF
KU baik, N : 120 x/menit, T : 37,5⁰C, R : 46 x/menit, BB : 3.500 gram. Perut
kembung, bising usus tidak terdengar, anus memerah, terdapat luka pada anus,
feses besar dan tidak dapat digerakkan dalam rectum. Pada pemeriksaan rectal
tussae, jari terasa jepitan udara dan mekonium menyemprot.

ANALISA
Bayi Ny. N usia 3 hari dengan obstipasi obstruksi parsial

PENATALAKSANAAN
1. Menginformasikan hasil pemeriksaan pada ibu bahwa keadaan umum bayi
baik. Ibu mengerti dengan penjelasan yang diberikan.
2. Menjelaskan kepada ibu bahwa bayinya sedang mengalami Obstipasi
obstruksi parsial karena memiliki ciri tidak dapat buang air besar selama
beberapa hari tetapi kemudian dapat mengeluarkan feses disertai gas.
Keadaan obstruksi parsial kurang darurat daripada obstruksi total. Ibu
mengerti dengan penjelasan yang diberikan.
3. Memberitahu ibu untuk menyusui bayinya sesering mungkin tanpa
dijadwalkan, sehingga dapat mengencerkan feses karena ketika bahan
makanan yang akan dicerna memasuki kolon, air dan elektrolit diabsorbsi

29
melewati membran penyerapan. Penyerapan tersebut menyebabkan
perubahan bentuk feses, dari bentuk padat menjadi lunak dan berbentuk.
Ketika feses melewati rektum, feses menekan dinding rektum dan
merangsang untuk defekasi. Ibu memahami dan mau melakukan apa yang
disarankan.
4. Memberitahukan ibu banyak makan makanan yang berserat. Ibu bersedia
untuk mengkonsumsi makanan yang telah dijelaskan.
5. Memberitahukan ibu untuk menghentikan pemakaian obat diare, karena
asupan makanan yang diperoleh bayi didapat dari asupan makanan ibunya.
Ibu mengerti dan mau menghentikannya.
6. Memberikan terapi obat berupa Lactulose 5 ml selama 3 hari pertama
sehingga BAB bayi menjadi lunak. Ibu menerima obat yang telah diberikan.
7. Menyepakati kunjungan ulang untuk kembali 3 hari lagi jika BAB bayi
belum juga keluar atau apabila ada keluhan lain. Ibu berjanji akan datang
apabila ada keluhan/masalah pada bayinya.

30
C. Dokumentasi Asuhan Kebidanan pada Bayi dengan Sindrom Kematian
Mendadak

DOKUMENTASI ASUHAN KEBIDANAN


PADA BY. NY. M UMUR 2 MINGGU DENGAN SINDROM
KEMATIAN MENDADAK DI PRAKTIK MANDIRI BIDAN B
TAHUN 2019

PENGKAJIAN
Hari/Tanggal : Minggu, 20 Oktober 2019
Pukul : 08.00 WITA

IDENTITAS
1. Anak
a. Nama Anak : By. Ny. M
b. Umur : 2 minggu
c. Hari/Tanggal Lahir : Minggu, 06 Oktober 2019
d. Anak ke- : 3 (Tiga)
e. Jenis Kelamin : Laki-laki

2. Orang Tua
Ibu Ayah
Nama Ny. M Tn. W
Umur 33 Tahun 35 Tahun
Agama Islam Islam
Pendidikan SMK SMA
Pekerjaan Ibu Rumah Tangga Wiraswasta
Suku/bangsa Banjar/Indonesia Banjar/Indonesia
Alamat Jalan Permata Indah

31
PROLOG
Ny. M mengatakan bahwa pada hari Sabtu, 19 Oktober 2019 bayinya tidur
telungkup di malam hari dan Ny. M tidak terbangun sama sekali dari tidurnya.
Sebelum tidur, bayi dalam keadaan baik-baik saja dan terpapar kipas angin.
Setelah itu, bayinya juga tidak bangun lagi hingga pagi dan ditemukan dalam
keadaan kaku, tubuh serta ujung kuku bayi terlihat kebiruan/pucat, nadi tidak
teraba, dan bayi juga tidak terlihat bernapas. Selama hamil, Ny. M tidak
mengalami gangguan kesehatan. Namun suami Ny. N adalah seorang perokok
aktif. Seringkali Ny. M dan bayinya terpapar asap dari rokok tersebut. Pada
saat lahir, bayi Ny. M diberikan imunisasi BCG, Vit K, DTP, tidak ada gejala
yang serius setelah pemberian imunisasi hanya badan bayi terasa hangat.

DATA SUBJEKTIF
Pada hari Minggu, 20 Oktober 2019 pukul 08.00 WITA, Ny. M mengatakan
bahwa bayinya tidak ada bangun lagi sejak malam hari hingga pagi, tubuh
dalam keadaan kaku, ujung kuku bayi terlihat kebiruan/pucat, nadi tidak teraba,
dan bayi juga tidak terlihat bernapas.

DATA OBJEKTIF
Keadaan Umum bayi sudah tidak menampakan adanya kehidupan, BB lahir :
2.600 gram, BB sekarang : 3.000 gram, PB lahir : 48 cm, PB sekarang : 52cm,
LK lahir : 34 cm, LK sekarang : 37 cm, LD lahir : 30 cm, LD sekarang : 38 cm,
R : 0 x/menit, N : 0 x/menit, T : 0 x/menit, ubun-ubun kecil sudah menutup,
keadaan cembung, sutura pelebaran, konjungtiva pucat, sklera putih, reflek
pupil tidak ada, reflek berkedip tidak ada, pernapasan cuping hidung tidak ada
gerakan, bibir sianosis, lidah tertelan, reflek sucking tidak ada, reflek rooting
tidak ada, posisi telinga melipat, reflek tonik neck tidak ada, leher tidak ada
gerakan. bentuk dada tidak simetris, tidak ada pergerakan. Bunyi jantung tidak
terdengar, bising usus tidak terdengar, testis turun, gerakan tangan kaku, reflek
moro tidak ada, gerakan kaki kaku, reflek babinski tidak ada.

32
ANALISA
By. Ny. M usia 2 minggu dengan sindrom kematian mendadak.

PENATALAKSANAAN
1. Memberitahukan hasil pemeriksaan pada orang tua bahwa keadaan umum
bayi sudah tidak menampakan adanya kehidupan. Orang tua mengerti
dengan penjelasan yang diberikan.
2. Menjelaskan kepada orang tua bahwa tidur telungkup dan paparan asap
rokok dapat menyebabkan sindrom kematian mendadak pada bayi karena
sistem pernapasannya belum matang atau belum bekerja dengan sempurna
dan banyaknya volume karbondioksida yang dihisap oleh bayi perokok pasif
ini menjadi faktor penyebab meningkatnya gangguan pada sistem
pernapasan. Orang tua mengerti dengan penjelasan yang diberikan.
3. Melakukan perawatan jenazah. Jenazah sudah dimandikan.
4. Memberi pengertian kepada orang tua bahwa perasaan yang mereka rasakan
adalah hal yang wajar. Orang tua memahami.
5. Memberikan pengertian kepada keluarga untuk tetap menemani ibu dan
mendukungnya. Keluarga bersedia.
6. Memberikan pendidikan pencegahan agar risiko SIDS sedikit terhindar pada
orang tua yaitu dengan memposisikan tidur bayi secara terlentang,
menggunakan permukaan yang tidak terlalu empuk, room sharing,
memerhatikan suhu ruangan, memberikan ASI eksklusif, dan menjauhkan
bayi dari asap rokok. Orang tua mengerti.

33
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Miliariasis atau biang keringat adalah kelainan kulit yang timbul akibat
keringat berlebihan disertai sumbatan saluran kelenjar keringat, yaitu di dahi,
leher, bagian-bagian badan yang tertutup pakaian (dada dan punggung), serta
tempat yang mengalami tekanan atau gesekan pakaian dan dapat juga dikepala.
Penyebab terjadinya miliariasis ini adalah udara yang panas dan lembab.
Sering terjadi pada cuaca yang panas dan kelembaban yang tinggi. Pada
keadaan normal sebagian besar rectum dalam keadaan kosong kecuali bila
adanya refleks masa dari kolon yang mendorong feses kedalam rectum yang
terjadi sekali atau duakali sehari. Hal tersebut memberikan stimulus pada arkus
aferen dari refleks defekasi. Dengan dirasakan arkus aferen menyebabkan
kontraksi otot dinding abdomen sehingga terjadilah defekasi.
Obstipasi adalah pengeluaran mekoniun tidak terjadi pada 24 jam
pertama sesudah kelahiran atau kesulitan atau keterlambatan pada faeces yang
menyangkut konsistensi faeces dan frekuensi berhajat. Gejala antara obstipasi
dan konstipasi sangat mirip dimana terdapat kesukaran mengeluarkan feses
(defekasi).
Sindroma Kematian Bayi Mendadak (SIDS, Sudden Infant Death
Syndrome) adalah suatu kematian yang mendadak dan tidak terduga pada bayi
yang tampaknya sehat. SIDS merupakan penyebab kematian yang paling sering
ditemukan pada bayi yang berusia 2 minggu-1 tahun

B. Saran
Diharapkan dengan adanya makalah ini, semoga dapat bermafaat dan
dapat menambah wawasan serta pengetahuan mahasiswa dalam melakukan
penatalaksanaan anak dengan miliariasis, obstipasi, dan sindrom kematian
mendadak.

34
DAFTAR PUSTAKA

Dewi, Vivian Nanny Lia. 2013. Asuhan Neonatus Bayi Dan Anak Balita. Jakarta:
Salemba Medika.

Khoirunnisa, Endang. 2010. Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi dan Anak Balita.
Yogyakarta: Nuha Medika.

Marmi, Rahardjo. K. 2015. Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak


Prasekolah.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Varney, Helen. 2004. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta : EGC .

Muslihatun, Wafi Nur. 2010. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Yogyakarta:
Fitramaya.

Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta:


Bina Pustaka.

Saifuddin, Abdul Bari. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan


Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.

Yulianti, Ai Yeyeh Rukiyah. 2010. Asuhan Neonatus, Bayi dan Anak Balita.
Jakarta: TIM.

35

Anda mungkin juga menyukai