Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

ASUHAN PADA NEONATUS DAN BAYI DENGAN MASALAH YANG LAZIM


TERJADI
(MILIRIASIS, OBSTIPASI, BAYI MENINGGAL MENDADAK DAN CAPUT
SUCCEDANUM)
MATA KULIAH ASUHAN NEONATUS, BAYI, BALITA DAN ANAK PRASEKOLAH
Dosen Pengampu : Desi Hidayanti SST, MPH

Disusun Oleh :
Kelompok 1
Rahma Firda (P17324119040)
Risnawati (P17324119044)
Syahla Aulia Rizkika (P17324119057)
Zeralita Ageng Nur Anisa (P17324119070)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN BANDUNG


JURUSAN KEBIDANAN BANDUNG
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan kesempatan
pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul Asuhan Pada Neonatus Dan Bayi Dengan Masalah Yang
Lazim Terjadi dengan tepat waktu.
Makalah asuhan pada neonates dan bayi dengan masalah yang lazim disusun guna
memenuhi tugas mata kuliah asuhan neonates, bayi, balita dan anak prasekolah. Selain itu,
penulis juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang
Miliriasis, Obstipasi, Bayi Meninggal Mendadak dan Caput Succsedaneum.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.

Bandung, 23 september 2020

penulis

2
3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
D. Manfaat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Neonatus
B. Ciri Neonatus
C. Tanda-tanda Neonatus Normal

BAB III PEMBAHASAN

A. Miliariasis
B. Obstipasi
C. Bayi Meninggal Mendadak
D. Caput succedaneum

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

4
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut World Health Organization (WHO), pada tahun 2013 Angka Kematian
Bayi (AKB) di dunia 34 per 1.000 kelahiran hidup, AKB di negara berkembang 37 per
1.000 kelahiran hidup dan AKB di negara maju 5 per 1.000 kelahiran hidup. AKB di Asia
Timur 11 per 1.000 kelahiran hidup, Asia Selatan 43 per 1.000 kelahiran hidup, Asia
Tenggara 24 per 1.000 kelahiran hidup dan Asia Barat 21 per 1.000 kelahiran hidup.
Asuhan Kebidanan adalah perawatan yang diberikan oleh bidan. Jadi, asuhan
kebidanan pada neonatus, bayi, dan balita adalah perawatan yang diberikan oleh bidan
pada bayi baru lahir, bayi, dan balita. Neonatus, bayi, dan balita dengan masalah adalah
suatu penyimpangan yang dapat menyebabkan gangguan pada neonatus, bayi dan balita.
Apabila tidak diberikan asuhan kebidanan pada neonatus, bayi, dan balita pada masa
perkkuliahan, sehingga pada saat calon bidan diterjunkan di lahan praktek sudah mampu
untuk memberikan asuhan kebidanan pada neonatus, bayi, dan balita dengan benar. Ada
beberapa masalah yang lazim terjadi diantaranya adalah adanya bercak mongol,
hemangioma, ikhterus, muntah dan gumoh, oral trush, diaper rash, dan seborrhea,
furunkel, milliariasis, diare, obstipasi, infeksi, dan sindrom bayi meninggal mendadak.
Kematian usia neonatal masih lebih tinggi dibandingkan anak usia lainnya.
Sebagian besar kematian anak di Indonesia saat ini terjadi pada masa baru lahir
(neonatal), bulan pertama kehidupan. Kemungkinan anak meninggal pada usia yang
berbeda adalah 19 per 1000 selama masa neonatal, 15 per 1000 dari usia 2 hingga 11
bulan dan 10 per 1000 dari usia 1 sampai 5 tahun. Kematian bayi baru lahir kini 3
merupakan hambatan utama dalam menurunkan kematian anak lebih lanjut. (Unicef
Indonesia, 2012:1).
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
D. Manfaat

5
6
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Neonatus
Neonatus adalah bayi yang baru lahir 28 hari pertama kehidupan (Rudolph, 2015).
Neonatus adalah usia bayi sejak lahir hingga akhir bulan pertama (Koizer, 2011).
Neonatus adalah bulan pertama kelahiran. Neonatus normal memiliki berat 2.700 sampai
4.000 gram, panjang 48-53 cm, lingkar kepala 33-35cm (Potter & Perry, 2009). Dari
ketiga pengertian di atas dapat disimpulkan neonatus adalah bayi yang lahir 28 hari
pertama.
B. Ciri Neonatus
Neonatus memiliki ciri berat badan 2700-4000gram, panjang, panjang 48-53 cm,
lingkar kepala 33-35cm (Potter & Perry, 2009). Neonatus memiliki frekuensi denyut
jantung 120-160 x/menit, pernapasan 40-60 x/menit, lanugo tidak terlihat dan rambut
kepala tumbuh sempurna, kuku agak panjang dan lemas, nilai APGAR >7, refleks-refleks
sudah terbentuk dengan baik (Dewi, 2010).
C. Tanda-tanda neonatus normal
Tanda-tanda neonates normal adalah appearance color (warna kulit) seluruh tubuh
kemerahan, pulse (denyut jantung) >100 x/menit, grimace (reaksi terhadap rangsangan)
menangis/batuk/bersin, activity (tonus otot) gerakan aktif, respiration (usaha nafas) bayi
menangis kuat. (Mochtar 1998 dalam Rukiyah 2012). Kehangatan tidak terlalu panas
(lebih dari 380C) atau terlalu dingin (kurang dari 360C), warna kuning pada kulit (tidak
pada konjungtiva), terjadi pada hari ke-2 sampai ke-3 tidak biru, pucat, memar. Pada saat
diberi makan, hisapan kuat, tidak mengantuk berlebihan, tidak muntah. Tidak juga
terlihat tanda-tanda infeksi seperti tali pusat merah, bengkak, keluar cairan, berbau busuk,
berdarah. Dapat berkemih selama 24 jam, tinja lembek, sering hijau tua, tidak ada lendir
atau darah pada tinja, bayi tidak menggigil atau tangisan kuat, dan tidak terdapat tanda:
lemas, mengantuk, lunglai, kejang-kejang halus tidak bisa tenang, menangis terus-
menerus (Prawirohardjo 2002 dalam Rukiyah 2012).

7
BAB III

PEMBAHASAN

A. Miliariasis

1. Definisi
Miliariasis disebut juga sudamina, likentropikus, biang keringat, keringat buntet,
priekale heat yaitu dermatosis yang disebabkan oleh retensi keringat akibat
tersumbatnya pori kelenjar keringat.
2. Patofisiologi
Akibat tersumbatnya pori kelenjar keringat, sehingga pengeluaran keringat
tertahan yang ditandai dengan adanya vesikel miliar di muara kelenjar keringat.
Kemudian akan timbul radang dan oedema akibat perspirasi yang tidak dapat keluar
diabsorbsi oleh stratum korneum. Miliariasis sering terjadi pada bayi prematur karena
proses diferensiasi sel epiderma dan apendiksnya belum senpyrnya. Kasus miliariasis
terjadi pada 40-50% bayi baru lahir. Muncul pada usia 2-3 bulan pertama akan
menghilang dengan sendirinya 3-4 minggu kemudian. Kadang-kadang kasus ini
menetap untuk beberapa lama dan dapat menyebar didaerah sekitarnya.
3. Etiologi
a. Udara panas dan lembab
b. infeksi oleh bakteri
4. Pembagian
a. Miliaria kristalina
b. Miliaria rubra
5. Gejala Klinis

8
a. Miliaria Kristalina
Miliaria kristalina ini timbul pada pasien dengan peningkatan keringat
seperti pasien demam diranjang. Lesinya berupa vesikel sangat supervisial,
bentuknya kecil dan menyerupai titik embun berukuran 1-2 mm terutama
timbul setelah keringat. Vesikel mudah pecah karena trauma yang paling
ringan, misalnya akibat gesekan dengan pakaian. Vesikel yang pecah
berwarna jernih dan tanpa reaksi perdangan asimptomatik dan berlangsung
singkat. Umumnya tidak ada keluhan dan dapat sembuh dengan senderinya.
b. Miliaria rubra
Ditandai dengan adanya papula vesikel dan eritema disekitarnya. keringan
merembes kedalam epidermis. Biasanya disertai rasa gatal dan pedih pada
daerah ruam. Dan daerah disekitar. Sering diikuti dengan infeksi sekunder
lainnya dan dapat juga menyebabkan timbulnya impertigo dan furunkel.
6. Penatalaksanaan
Asuhan yang diberikan pada neonatus, bayi dan balita dengan miliaria tergantung
pada beratnya penyakit dan keluhan yang dialami. Asuhan yang umum diberikan
adalah:
a. Prinsip asuhan adalah dengan mengurangi penyumbatan keringat dan
menghilangkan sumbatan yang sudah timbul.

b. Memelihara kebersihan tubuh bayi.

c. Upayakan kelembaban suhu yang cukup dan suhu lingkungan yang sejuk dan
kering. Misalnya pasien tinggal di ruang ber AC atau di daerah yang sejuk dan
kering.

d. Gunakan pakaian yang tidak terlalu sempit, gunakan pakaian yang menyerap
keringat.

e. Segera ganti pakaian yang basah dan kotor

f. Pada miliaria rubra dapat diberikan bedak salisil 2% dan dapat ditambahkan
mentol 0,5-2% yang bersifat mendinginkan ruam.

Contoh askeb bayi dengan miliariasis:

9
Data Subjektif: Usia bayi 3 bulan, bayi rewel dan gelisah, ventilasi rumah kurang, dan
keadaan rumah lembap Data Objektif: Tampak papula dan eritema pada daerah leher,
dada, dan punggung Pengkajian: Bayi usia 3 bulan dengan milia rubra

Perencanaan:

1. Jelaskan penyebab terjadinya miliaria pada keluarga

2. Tempatkan bayi di ruang yang sejuk dan bersih

3. Cegah bayi agar tidak lembap

4. Kenakan pakaian tipis dan mudah menyerap keringat

5. Beri bedak kocok yang bersifat mendinginkan dan desinfektan

6. Jaga agar lingkungan bayi tetap bersih dan nyaman, serta ventilasi baik.

B. Obstipasi

1. Definisi
Necel (Desember 2007) Obstipasi berasal dari bahasa Latin, Ob berarti in the way
= perjalanan, Stipare berarti to compress = menekan. Secara istilah obstipasi adalah
bentuk konstipasi parah biasanya disebabkan oleh terhalangnya pergerakan feses
dalam usus (adanya obstruksi usus). Secara umum, Obstipasi adalah pengeluaran
mekoniun tidak terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran atau kesulitan atau
keterlambatan pada faeces yang menyangkut konsistensi faeces dan frekuensi
berhajat. Gejala antara obstipasi dan konstipasi sangat mirip dimana terdapat

10
kesukaran mengeluarkan feses (defekasi). Namun obstipasi dibedakan dari konstipasi
berdasarkan penyebabnya. konstipasi disebabkan selain dari obstruksi intestinal
sedangkan obstipasi karena adanya obstruksi intestinal.
Ada beberapa variasi pada kebiasaan buang air besar yang normal. Pada bayi baru
lahir biasanya buang air besar 2-3 kali sehari tergantung jenis susu yang dikonsumsi
akan tetapi masih mungkin normal bila buang air besar 36-48 jam sekali asal
konsistensi tinja normal.
2. Etiologi Obstipasi
Disebabkan karena sebagai berikut:

a. Obstipasi akibat obstruksi dari intralumen usus meliputi akibat adanya kanker
dalam dinding usus

b. Obstipasi akibat obstruksi dari ekstralumen usus, biasanya akibat penekanan usus
oleh massa intraabdomen misalnya adanya tumor dalam abdomen yang menekan
rectum.

c. Penyaluran makanan yang kurang baik, misalnya masukan makanan bayi muda
kurang mengandung air / gula, sedangkan pada bayi usia lebih tua biasanya
karena makanan yang kurang mengandung polisakarida atau serat.

d. Kemungkinan adanya gangguan pada usus seperti pada penyakit Hirschpung yang
berarti usus tidak melakukan gerakan peristaltik.

e. Sering menahan terselit karena nyeri pada saat buang air besar.

3. Tanda dan Gejala

a. Sering menangis

b. Susah tidur

c. Gelisah

d. Perut kembun

e. Kadang-kadang muntah

f. Abdomen distensi
11
g. Anoreksia

4. Pembagian Obstipasi
Terdapat 2 macam, yaitu:
a. Obstipasi obstruksi total
Memiliki ciri tidak keluarnya feses atau flatus dan pada pemeriksaan colok
dubur didapatkan rectum yang kosong, kecuali jika obstruksi terdapat pada
rectum.
b. Obstipasi obstruksi parsial.
Memiliki ciri pasien tidak dapat buang air besar selama beberapa hari tetapi
kemudian dapat mengeluarkan feses disertai gas. Keadaan obstruksi parsial
kurang darurat daripada obstruksi total.
5. Komplikasi
a. Perdarahan

b. Ulcerasi

c. Obstruksi Parsial

d. Diare intermitteni

e. Distensi kolon menghilang sensasi ragangan rectum yang mengawali proses


defekasi

6. Manajemen Terapi Penilaian pada saat melakukan manajemen kebidanan:

a. Penilaian asupan makanan dan cairan

b. Penilaian dari kebiasaan usus (kebiasaan pola makan)

c. Penilaian penampakan stress emosional pada anak, yang dapat mempengaruhi


pola defekasi bayi

7. Penatalaksanaan

a. Mencari penyebab

b. Menegakkan kembali kebiasaan defekasi yang normal dengan memperhatikan


gizi, tambahan cairan dan kondisi psikis
12
c. Pengosongan rectum dilakukan jika tidak ada kemajuan setelah dianjurkan untuk
menegakkan kembali kebiasaan defekasi. Pengosongan rectum biasa dengan
disimpaksi digital, enema minyak zaitun, laksative

d. Usahakan diet pada ibu dan bayi yang cukup mengandung makanan yang banyak
serat, buah-buahan dan sayur-sayuran.

e. Pemberian laktasi hanya merupakan tindakan pariatif yaitu hanya bila diperlukan
saja.

f. Peningkatan intake cairan

g. Bila diduga terdapat penyakit hirscprung dapat dilakukan tes tekanan usus.

h. Bayi kurang dari dua bulan yang menerima susu formula atau ASI yang memadai
bisa diberi 1 sendok teh sirup jagung ringan pada botol pagi dan malam hari

i. Apel atau jus prem efektif bagi bayi antara 2 bulan dan 4 bulan

j. Bayi antara 4 bulan dan 1 tahun dapat sembuh dengan sereal serat tinggi atau jus
aprikot, buah prem kering atau prem.

k. Anak usia lebih dari 1 tahun sebaiknya diberi makan serat tinggi seperti buah-
buahan, kacang polong, sereal, keripik graham, buncis dan bayam.

Contoh askeb pada bayi dengan obstipasi: Data subjektif: Usia bayi 24 bulan, bayi
gelisah, sudah 3 hari tidak BAB, bayi meminum susu formula yang mengandung
protein tinggi.

Data Objektif:

a. Perut tampak agak sedikit membengkak


b. Keadaan umum anak baik

Pengkajian:

Bayi usia 24 bulan dengan obstipasi ringan Perencanaan:

a. Anjurkan ibu untuk meningkatkan asupan cairan dan serat pada anaknya dengan
mengkonsumsi buah-buahanatau sayur-sayuran

13
b. Anjurkan mengurangi minum susu formula dengan protein tinggi atau mengganti
susu formula dengan kadar protein yang lebih rendah
c. Beri suplemen serat
C. Bayi Meninggal Mendadak

1. Definisi
Sindroma Kematian Bayi Mendadak (SIDS, Sudden Infant Death Syndrome)
adalah suatu kematian yang mendadak dan tidak terduga pada bayi yang tampaknya
sehat. SIDS merupakan penyebab kematian yang paling sering ditemukan pada bayi
yang berusia 2 minggu-1 tahun. 3 dari 2000 bayi mengalami SIDS dan hampir selalu
ketika mereka sedang tidur. Kebanyakan SIDS terjadi pada usia 2-4 bulan dan terjadi
di seluruh dunia. Pada kasus yang khas seorang bayi berusia 2-3 bulan yang tampak
sehat, di tidurkan tanpa kecurigaan bahwa segala sesuatunya di luar keadaan yang
biasa, beberapa waktu kemudian bayi di temukan meninggal, dan otopsi konvensional
gagal menemukan penyebab kematian. Telah di ungkapkan bahwa bayi tampak sehat
sebelum meninggal, tetapi riwayat perinatal yang lebih rinci serta pemeriksaan
intensif fungsi kardiorespiratorik dan neurologik menghasilkan bukti-bukti bahwa
anak tidak berada dalam keadaan yang normal sebelumnya.
Seorang ibu yang merokok pada masa kehamilan meningkatkan risiko sindrom
mati mendadak pada bayi. Kematian mendadak pada bayi terjadi ketika bayi
kekurangan napas di tempat tidur setelah posisinya menghalangi pernapasannya.
Seperti yang dikutip dari AFP, sindrom mati mendadak itu banyak dikaitkan dengan
kurangnya respons yang mengejutkan pada otak yang memicu bayi bernapas megap-
megap. Dalam kondisi semacam itu, bayi akan menangis untuk merangsang
pernapasan normal kembali.

14
2. Penyebab
Penyebab ketidaknormalan itu masih belum diketahui jelas. Namun, bukti statistik
menunjukkan ada kaitan bayi yang terpapar tembakau selama kehamilan dengan
sindrom mati mendadak pada bayi. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa SIDS
lebih sering terjadi pada bayi yang tidurnya tengkurap dibandingkan dengan bayi
yang tidurnya terlentang atau miring. Karena itu sebaiknya bayi ditidurkan dalam
posisi terlentang atau miring. Resiko terjadinya SIDS juga ditemukan pada bayi yang
pada saat tidur wajahnya menghadap ke kasur atau selimut yang lembut/empuk.
Karena itu sebaiknya bayi ditidurkan diatas kasur yang keras.
3. Faktor resiko terjadinya SIDS:

a. Tidur tengkurap (pada bayi kurang dari 4 bulan)

b. Kasur yang lembut (pada bayi kuran dari 1 tahun)

c. Bayi prematur

d. Riwayat SIDS pada saudara kandung

e. Banyak anak

f. Musim dingin

g. Ibunya perokok

h. Ibunya pecandu obat terlarang

i. Ibunya berusia muda

j. Jarak yang pendek diantara 2 kehamilan

k. Perawatan selama kehamilan yang kurang

l. Golongan sosial-ekonomi rendah.

m. SIDS lebih banyak ditemukan pada bayi laki-laki

4. Faktor-Faktor Yang Mungkin Menyebabkan Bayi Meninggal Mendadak

15
a. Jeda pernafasan karena Apnea dan sianosis yang lama selama tidur telah
diobservasi pada dua bayi yang kemudian dianggap meninggal karena SIDS dan
telah diamati pula adanya obstruksi saluran nafas bagian atas dengan jeda
pernafasan serta bradikardia yang lama pada bayi-bayi dengan SIDS abortif.
Walaupun demikian masih belum pasti apakah apnea sentral atau apnea obstruktif
yang lebih penting dalam terjadinya SIDS

b. Cacat batang otak karena sedikitnya 2 kepingan bukti telah mengisyaratkan


bahwa bayi-bayi dengan SIDS memiliki abnormalitas pada susunan saraf pusat.

c. Fungsi saluran nafas atas yang abnormal, berdasarkan pada perkembangan dan
anatomi, maka bayi yang muda dianggap beresiko tinggi terhadap saluran
pernafasan bagian atas, apakah keadaan ini terjadi pada SIDS masih belum di
ketahui.

d. Reflek saluran nafas yang hiperaktif karena masuknya sejumlah cairan ke dalam
laring dapat merangsang timbulnya reflek ini dan di duga menimblkan apnea,
maka di berikan perhatian yang cukup besar akan kemungkinan reflek
gasoesofagus dan aspirasi sebagai mekanisme primer terjadinya SIDS pada
beberapa bayi.

e. Abnormalita jantung, beberapa ahli mengajukan adanya ketidakstabilan pada


jantung muda, tetapi tidak mendapatkan bukti yang meyakinkan saa ini untuk
menunjukan bahwa aritmia jantung memainkan perana pada SIDS.

5. Gejala
Tidak ada gejala yang mendahului terjadinya SIDS.
6. Diagnosa
SIDS didiagnosis jika seorang bayi yang tampaknya sehat tiba-tiba meninggal dan
hasil otopsi tidak menunjukkan adanya penyebab kematian yang jelas. Semakin
banyak bukti bahwa bayi dengan resiko SIDS mempunyai cacat fisiologik sebelum
lahir. Pada neonatus dapat di temukan nilai apgar yang rendah dan abnormalitas
control respirasi, denyut jantung dan suhu tubuh, serta dapat pula mengalami retardasi
pertumbuhan pasca natal. SIDS didiagnosis jika seorang bayi yang tampaknya sehat

16
tiba-tiba meninggal dan hasil otopsi tidak menunjukkan adanya penyebab kematian
yang jelas.
7. Pengobatan
Orang tua yang kehilangan anaknya karena SIDS memerlukan dukungan
emosional. Penyebab kematian anaknya tidak diketahui, sehingga mereka seringkali
merasa bersalah. Mungkin ada baiknya jika orang tua merencanakan untuk memiliki
anak lagi.
8. Pencegahan
Angka kejadian SIDS telah menurun secara berarti (hampir mendekati 50%) sejak
para orang tua dianjurkan untuk menidurkan bayinya dalam posisi terlentang atau
miring (terutama ke kanan).

a. Selalu letakkan bayi Anda dalam posisi terlentang ketika ia sedang tidur,
walaupun saat tidur siang. Posisi ini adalah posisi yang paling aman bagi bayi
yang sehat untuk mengurangi risiko SIDS.

b. Jangan pernah menengkurapkan bayi secara sengaja ketika bayi tersebut belum
waktunya untuk bisa tengkurap sendiri secara alami.

c. Gunakan kasur atau matras yang rata dan tidak terlalu empuk. Penelitian
menyimpulkan bahwa risiko SIDS akan meningkat drastis apabila bayi diletakkan
di atas kasur yang terlalu empuk, sofa, bantalan sofa, kasur air, bulu domba atau
permukaan lembut lainnya.

d. Jauhkan berbagai selimut atau kain yang lembut, berbulu dan lemas serta mainan
yang diisi dengan kapuk atau kain dari sekitar tempat tidur bayi Anda. Hal ini
untuk mencegah bayi Anda terselimuti atau tertindih benda-benda tersebut.

e. Pastikan bahwa setiap orang yang suka mengurus bayi Anda atau tempat
penitipan bayi untuk mengetahui semua hal di atas. Ingat setiap hitungan waktu
tidur mengandung risiko SIDS.

f. Pastikan wajah dan kepala bayi Anda tidak tertutup oleh apapun selama dia tidur.
Jauhkan selimut dan kain penutup apapun dari hidung dan mulut bayi Anda.

17
g. Pakaikan pakaian tidur lengkap kepada bayi Anda sehingga tidak perlu lagi untuk
menggunakan selimut. Tetapi seandainya tetap diperlukan selimut sebaiknya
Anda perhatikan hal-hal berikut ini: Pastikan kaki bayi Anda berada di ujung
ranjangnya, Selimutnya tidak lebih tinggi dari dada si bayi,Ujung bawah selimut
yang ke arah kaki bayi, Anda selipkan di bawah kasur atau matras sehingga
terhimpit.

h. Jangan biarkan siapapun merokok di sekitar bayi Anda khususnya Anda sendiri.
Hentikan kebiasaan merokok pada masa kehamilan maupun kelahiran bayi Anda
dan pastikan orang di sekitar si bayi tidak ada yang merokok.

i. Jangan biarkan bayi Anda kepanasan atau kegerahan selama dia tidur. Buat dia
tetap hangat tetapi jangan terlalu panas atau gerah. Kamar bayi sebaiknya berada
pada suhu yang nyaman bagi orang dewasa. Selimut yang terlalu tebal dan
berlapis-lapis bisa membuat bayi Anda terlalu kepanasan.

j. Saat ia tidur. Jangan pernah ditinggal-tinggal sendiri untuk waktu yang cukup
lama.

9. Penatalaksanaan

a. Bantu orang tua mengatur jadwal untuk melakukan konseling

b. Berikan dukungan dan dorongan kepada orang tua, biarkan orang tua
mengungkapkan rasa dukanya

c. Berikan penjelasan mengenai SIDS, beri kesempatan pada orang tua untuk
mengungkapkan pertanyaan mereka

d. Beri pengertian pada orang tua bahwa perasaan yang mereka rasakan adalah hal
yang wajar

e. Beri keyakinan pada sibling (jika ada) bahwa mereka tidak bersalah terhadap
kematian bayi tersebut, bahkan jika mereka sebenarnya juga mengharapkan
kematian dari bayi tersebut

18
f. Jika kemudian ibu melahirkan bayi lagi, beri dukungan pada orang tua selama
beberapa bulan pertama paling tidak sampai melewati usia bayi yang meninggal
sebelumnya.

D. Caput Succedaneum

1. Definisi
a. Caput succedaneum merupakan penumpukan cairan serosanguineous,
subkutan dan ekstraperiosteal dengan batas yang tidak jelas. Kelainan ini
biasanya pada presentasi kepala, sesuai dengan posisi bagian mana yang
bersangkutan. Pada bagian tersebut terjadi edema sebagai akibat pengeluaran
serum dari pembuluh darah. Kelainan ini disebabkan oleh tekanan bagian
terbawah janin saat melawan dilatasi serviks. Caput succedaneum menyebar
melewati garis tengah dan sutura serta berhubungan dengan moulding tulang
kepala. Caput succedaneum biasanya tidak menimbulkan komplikasi dan akan
menghilang dalam beberapa hari setelah kelahiran. Terapi hanya berupa
observasi (Prwirohardjo, ED 4,2014: 723).
b. Caput succedaneum merupakan benjolan yang difus dikepala terletak pada
presentase kepala pada waktu bayi lahir (Maryunani, Sari, 2013: 371).
c. Caput succedaneum adalah benjolan atau pembengkakan karena adanya
timbunan getah bening dikepala (pada presentase kepala) yang terjadi pada
bayi lahir (Dewi, 2013: 124). d. Caput succedaneum merupakan
pembengkakan lokal pada presenting part yang dapat melewati garis sutura,
biasanya keadaan ini akan menghilang dalam waktu sekitar 3 hari (Lockhart
Rn dan Saputra, 2014: 39).

19
d. Caput succedaneum adalah oedama dari kulit kepala anak yang terjadi karena
tekanan dari jalan lahir kepada kepala anak (Tando, 2013: 193).
2. Etiologi
Caput succedaneum terjadi karena adanya tekanan yang kuat pada kepala pada
saat memasuki jalan lahir, sehingga terjadi bendungan sirkulasi perifer dan limfe 27
yang disertai dengan pengeluaran cairan tubuh kejaringan ekstravaskuler. Keadaan ini
bisa terjadi pada partus lama atau persalinan dengan vacum eksrtaksi (Dewi, 2013:
124). Kelainan pada Caput succedaneum timbul akibat tekanan yang keras pada
kepala ketika memasuki jalan lahir hingga terjadi pembendungan sirkulasi kapiler dan
limfe disertai pengeluaran cairan tubuh kejaringan ekstra vasa (Maryunani, Sari,
2013: 371).
Menurut Arief ZR dan Sari terdapat beberapa etiologi terjadinya Caput
succedaneum yaitu:
1) Karena adanya tekanan pada kepala oleh jalan lahir

2) Partus lama Partus lama dapat menyebabkan caput succedaneum karena terjadi
tekanan pada jalan lahir yang teralu lama, menyebabkan pembuluh darah vena
tertutup, tekanan dalam capilair venus meninggi hingga cairan masuk kedalam
cairan longgar dibawah lingkaran tekanan dan pada tempat terendah.

3) Persalinan dengan vacum ekstraksi Pada bayi yang dilahirkan vakum yang cukup
berat, sering terlihat adanya caput vakum sebagai edema sirkulasi berbatas dengan
sebesar alat penyedot vakum yang digunakan proses persalinan yang panjang dan
sulit. Sering menyebabkan pengumpulan cairan dibawah kulit kepala bayi,
sehingga kepala bayi terlihat bengkak/ udema (Arief ZR dan Sari, 2009: 46).

3. Gejala/tanda
Gejala-gejala yang muncul pada kelainan ini adalah sebagai berikut:

a. Udema dikepala

b. Terasa lembut dan lunak pada perabaan

c. Benjolan berisi serum dan kadang bercampur dengan darah

20
d. Udema melampaui tulang tenggorak

e. Batas yang tidak jelas

f. Permukaan kulit pada benjolan berwarna ungu atau kemerahan

g. Benjolan akan menghilang sekitar 2-3 minggu tanpa pengobatan.

4. Patofisiologi
Kelainan ini timbul karena tekanan yang keras pada kepala ketika memasuki jalan
lahir sehingga terjadi bendungan sirkulasi kapiler dan limfe disertai pengeluaran
cairan tubuh ke jaringan extravasa. Benjolan caput succedaneum ini berisi cairan
serum dan sering bercampur dengan sedikit darah. Benjolan dapat terjadi sebagai
akibat bertumpang tindihnya tulang kepala di daerah sutura pada suatu proses
kelahiran sebagai salah satu upaya bayi untuk mengecilkan lingkaran kepalanya agar
dapat melalui jalan lahir. Umumnya moulage ini ditemukan pada sutura sagitalis dan
terlihat segera setelah bayi lahir. Moulage ini umumnya jelas terlihat pada bayi
premature dan akan hilang sendiri dalam satu sampai dua hari (Prwirohardjo, ED 4,
2014: 723).
5. Komplikasi
Komplikasi dari caput succedaneum adalah syok akibat dari caput succedaneum.
Komplikasi lain dari caput succedaneum adalah sebagai berikut:
a. Caput hemoragik Caput hemoragik pada caput succedaneum bisa terjadi karena
kulit kepala yang terluka.

b. Ikterus Pada bayi yang terkena caput succedaneum dapat menyebabkan ikterus
karena inkompatibilitas factor Rh atau golongan darah A, B, O antara ibu dan
bayi.

c. Anemia Anemia bisa terjadi pada bayi yang terkena caput succedaneum karena
pada benjolan terjadi perdarahan yang hebat atau perdarahan yang banyak.

6. Penatalaksanaan Caput Succedaneum


Caput succedaneum tidak memerlukan pengobatan khusus dan biasanya
menghilang setelah 2-5 hari. Tegas pada tulang yang bersangkutan dan tidak

21
melampaui sutura-sutura sekitarnya, sering ditemukan pada tulang temporal dan
parietal. Kelainan dapat terjadi pada persalinan biasa, tetapi lebih sering pada
persalinan lama atau persalinan yang diakhiri dengan alat, seperti ekstraksi cunam
atau vakum (Rukiyah dan Yulianti, 2013: 22).
Penatalaksanaan pada bayi dengan caput succedaneum sebagai berikut:

a. Perawatan bayi sama dengan bayi normal

b. Pengawasan keadaan umum bayi

c. Berikan lingkungan yang baik, adanya ventilasi dan sinar matahari yang cukup

d. Pemberian ASI yang adekuat, bidan harus mengajarkan pada ibu teknik menyusui
dengan benar

e. Pencegahan infeksi harus dilakukan untuk menghindari adanya infeksi pada


benjolan

f. Berikan konseling pada orang tua tentang:

1) Keadaan trauma yang dialami oleh bayi;

2) Jelaskan bahwa benjolan akan menghilang dengan sendirinya setelah 2 sampai


3 minggu tanpa pegobatan

3) Perawatan bayi sehari-hari

4) Manfaat dan tekhnik pemberian ASI

22
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN
B. SARAN

23
DAFTAR PUSTAKA

Deslidel dkk. 2011. Buku Ajar Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Jakarta: EGC

Dewi, Vivian Nanny Lia. 2010. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Jakarta: PT Salemba Medika.

Fatimah, F. (2017). Manajemen Asuhan Kebidanan pada Bayi Ny “N” dengan Ikterus Fisiologi
di Puskesmas Jumpandang Baru Kota Makassar (Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri
Alauddin Makassar).

Hartina, H. (2017). Manajemen Asuhan Kebidanan pada Bayi Ny “M” dengan Kasus Caput
Succedaneum di Rsud Syekh Yusuf Gowa Tahun 2017 (Doctoral dissertation, Universitas Islam
Negeri Alauddin Makassar).

Petrikovsky, B. M., Schneider, E., Smith-Levitin, M., & Gross, B. (1998). Cephalhematoma and
caput succedaneum: do they always occur in labor?. American journal of obstetrics and
gynecology, 179(4), 906-908.

Sudarti dan Endang Khoirunnisa. 2010. Asuhan Neonatus, Bayi dan Anak Balita.
Yogyakarta: Nuha Medika.

Wafi Nur. 2010. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Yogyakarta: Fitramaya.

24

Anda mungkin juga menyukai