Anda di halaman 1dari 25

ASUHAN PADA NEONATUS DAN BAYI DENGAN MASALAH YANG LAZIM TERJADI

SEBORRHEA, FURUNKEL, MILARIASIS, OBSTIPASI, DAN BAYI MENINGGAL


MENDADAK

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Asuha Kebidanan Neonatus, Bayi, dan Balita
Dosen pengampu : Seni Rahayu Sunarya, SST., M.Keb.

Disusun oleh :
Kelompok 3
Tingkat II-A

Annisa Fathulluluu P173241180


Lidya Rizky Ramdhanisa P17324118049
Salsabila Nur Syahbani P17324118003
Syifa Krisna Hasnamumtaz P173241180

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG


PROGRAM STUDI D-III KEBIDANAN
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Penyusunan makalah ini merupakan salah satu
syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah semester 3 yaitu Asuhan Kebidanan Neonatus,
Bayi, dan Balita, dengan judul makalah “Asuhan pada Neonatus dan Bayi dengan Masalah
yang Lazim terjadi (Seborrhea, Furunkel, Milariasis, Obstipasi, dan Bayi Meninggal
Mendadak)” di Poltekkes Kemenkes Bandung Jurusan Kebidanan Bandung.
Dengan tersusunnya makalah ini, kami mengucapkan terimakasih kepada :
1. Seni Rahayu Sunarya, SST., M.Keb. selaku dosen mata kuliah Asuhan Kebidanan
Neonatus, Bayi, dan Balita.
2. Rekan-rekan kelompok 3 yang telah berkontribusi dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca. Kami menyadari bahwa dalam tugas ini masih jauh dari
kesempurnaan, hal ini karena adanya kekurangan dan keterbatasan kemampuan
pengalaman maupun pengetahuan kami.
Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami
harapkan demi kesempurnaan tugas makalah ini.

Bandung, Juli 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................2
DAFTAR ISI.......................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................4
1.1 Latar Belakang......................................................................4
1.2 Tujuan....................................................................................4
BAB II KAJIAN PUSTAKA................................................................5
2.1 Seborrhea...............................................................................5
2.2 Furunkel (Boil atau Bisul)......................................................13
2.3 Milariasis................................................................................16
2.4 Obstipasi................................................................................19
2.5 Sindrom Kematian Bayi Mendadak........................................21
BAB III PENUTUP..............................................................................24
3.1 Kesimpulan.............................................................................24
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................25

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Asuhan Kebidanan adalah perawatan yang diberikan oleh bidan. Jadi, asuhan
kebidanan pada neonatus, bayi, dan balita adalah perawatan yang diberikan oleh bidan
padan neonatus, bayi, dan balita. Neonatus, bayi, dan balita dengan masalah adalah suatu
penyimpangan yang dapat menyebabkan gangguan pada neonatus, bayi dan balita.
Tingginya kematian anaka pada usia hingga satu tahun atau lebih, yaitu
sepertiganya terjadi dalam satu bulan pertama setelah kelahiran dan sekitar 80% kematian
neonatal ini terjadi pada minggu pertama, hal ini menunjukkan masih rendahnya status
kesehatan ibu dan bayi baru lahir, rendahnya akses dan kualitas pelayanan kesehatan ibu
dan anak, khususnya pada masa persalinana dan sesudahnya.
Angka kematian bayi di Indonesia masih sangat tinggi, hal ini salah satunya bisa
diakibatkan oleh adanya penyakit infeksi yang terjadi pada bayi barun lahir. Ada beberapa
masalah yang lazim terjadi diantaranya adalah seborrhea, furunkel, milliariasis, obstipasi,
dan sindrom bayi meninggal mendadak.
Masalah-masalah yang terjadi jangan dipandang sebelah mata, perlu perhatian
khusus dan ditangani dengan cara yang benar. Alangkah lebih baiknya jika orangtua tahu
akan hidup bersih dan sehat, termasuk upaya mencari pelayanan kesehatan serta perbaikan
akses, dan juga harus diperhatikan dalam pemberian nutrisi.

1.2 Tujuan
1.1. Untuk mengetahui jenis-jenis masalah lazim yang sering terjadi pada neonatus.
1.2. Untuk mengetahui cara pencegahan dan penanganan masalah yang terjadi pada
neonatus.
1.3. Asuhan bidan yang dilakukan pada neonatus yang terjangkit masalah yang lazim
tersebut.

4
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 SEBORRHEA
2.1.1 Definisi Seborrhea
Seborrhea disebut pula dengan Dermatitis seboroik yaitu kelainan kulit berupa
peradangan superfisial dengan papuloskuamosa yang kronik dengan tempat predileksi di
daerah-daerah seboroik yakni daerah yang kaya akan kelenjar sebasea, seperti pada kulit
kepala, alis, kelopak mata, naso labial, bibir, telinga, dada, axilla, umbilikus, selangkangan
dan glutea. Pada dermatitis seboroik didapatkan kelainan kulit yang berupa eritem, edema,
serta skuama yang kering atau berminyak dan berwarna kuning kecoklatan dalam berbagai
ukuran disertai adanya krusta.
Area seboroik yaitu bagian badan yang banyak kelenjar sebasea (kalenjar lemak) yaitu:
kepala (“Scalp”, telinga, saluran telinga, belakang telinga, leher), muka (alis mata, kelopak
mata, glabella, lipatan nasolabial, bibir, kumis, pipi, hidung, janggut/ dagu), badan atas (
daerah presternum, daerah interskapula, areolae mammae) dan pelipatan-pelipatan (ketiak,
pelipatan bawah mammae, umbilicus, pelipatan paha, daerah anogenital dan pelipatan
pantat).
Dermatitis seboroik merupakan kelainan kulit yang berlangsung kronik dan kambuhan.
Dermatitis seboroik ditandai dengan kemerahan, gatal, dan kulit bersisik, paling sering
mengenai kulit kepala (ketombe), tetapi juga dapat mengenai kulit pada bagian tubuh lainnya
seperti wajah, dada, lipatan lutut, lengan dan lipat paha.
Dermatitis seborrheic umumnya hanya terjadi pada bayi karena hal ini terkait dengan
hormon androgen milik ibunya yang masih tersisa di dalam tubuhnya. "Itulah kenapa, lewat
dari masa bayi, masalah ini akan menghilang seiring dengan berkurangnya kadar hormon
androgen. Namun, tidak semua bayi akan mengalami dermatitis seborrheic. Jadi hanya bayi
tertentu saja, terutama yang mengalami atopik, yakni kecenderungan untuk bereaksi
menyimpang terhadap bahan-bahan yang bersifat umum. Bila reaksi menyimpang itu terjadi
di kulit kepala, maka akan timbul dermatitis seborrheic bahkan eksim. Bila dermatitis
seborrheic ini tidak ditangani secara tepat, mungkin saja akan berlanjut menjadi infeksi.
Biasanya disertai proses inflamasi atau peradangan di dalam kulitnya. Ditandai dengan sisik
yang berada di atas kulit yang kemerahan.
2.1.2 Epidemiologi Seborrhea
Dermatitis seboroik bisa ditemukan pada seluruh ras, dan lebih banyak terjadi pada pria
dibandingkan wanita. Hal ini mungkin disebabkan karena adanya aktifitas kelenjar sebasea
yang diatur oleh hormon androgen.
Dermatitis seboroik menyerang 2%-5% populasi. Dermatitis seboroik dapat menyerang
bayi pada tiga bulan pertama kehidupan dan pada dewasa pada umur 30 hingga 60 tahun.
Insiden memuncak pada umur 18–40 tahun. DS lebih sering terjadi pada pria daripada

5
wanita. Berdasarkan pada suatu survey pada 1.116 anak–anak, dari perbandingan usia dan
jenis kelamin, didapatkan prevalensi dermatitis seboroik menyerang 10% anak laki–laki dan
9,5% pada anak perempuan. Prevalensi semakin berkurang pada setahun berikutnya dan
sedikit menurun apabila umur lebih dari 4 tahun. Kebanyakan pasien (72%) terserang
minimal atau dermatitis seboroik ringan.
Pada penderita AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome), dapat terlihat pada
hampir 35% pasien Terdapat peningkatan insiden pada penyakit parkinson, paralisis fasial,
pityriasis versicolor, cedera spinal, depresi dan yang menerima terapi psoralen ditambah
ultraviolet A (PUVA). Juga beberapa obat–obatan neuroleptik mungkin merupakan faktor,
kejadian ini sering terjadi tetapi masih belum dibuktikan. Kondisi kronik lebih sering terjadi
dan sering lebih parah pada musim dingin yang lembab dibandingkan pada musim panas.
2.1.3 Etiopatogenesis Seborrhea
Etiologi dari penyakit ini belum terpecahkan. Faktor predisposisinya adalah kelainan
konstitusi berupa status seboroik (seborrhoic state) yang rupanya diturunkan, bagaimana
caranya belum dipastikan. Ini merupakan dermatitis yang menyerang daerah–daerah yang
mengandung banyak glandula sebasea, bagaimanapun bukti terbaru menyebutkan bahwa
hipersekresi dari sebum tidak nampak pada pasien yang terkena dermatitis seboroik apabila
dibandingkan dengan kelompok sehat. Pengaruh hormonal seharusnya dipertimbangkan
mengingat penyakit ini jarang terlihat sebelum puberitas. Ada bukti yang menyebutkan
bahwa terjadi status hiperproliferasi, tetapi penyebabnya belum diketahui.
Dermatitis seboroik berhubungan erat dengan keaktivan glandula sebasea. Glandula
tersebut aktif pada bayi yang baru lahir, kemudian menjadi tidak aktif selama 8-12 tahun
akibat stimulasi hormon androgen dari ibu berhenti. Dermatitis seboroik pada bayi terjadi
pada umur bulan-bulan pertama, kemudian jarang pada usia sebelum akil baligh dan
insidennya mencapai puncaknya pada umur 18-40 tahun, kadang-kadang pada umur tua.
Dermatitis seboroik lebih sering terjadi pada pria daripada wanita.
Meskipun kematangan kelenjar sebasea rupanya merupakan faktor timbulnya
dermatitis seboroik, tetapi tidak ada hubungan langsung secara kuantitatif antara keaktifan
kelenjar tersebut dengan suseptibilitas untuk memperoleh dermatitis seboroik. Dermatitis
seboroik dapat diakibatkan oleh proliferasi epidermis yang meningkat seperti pada psoriasis.
Pada orang yang telah mempunyai faktor predisposisi, timbulnya dermatitis seboroik dapat
disebabkan oleh faktor kelelahan, stres emosional, infeksi, atau defisiensi imun.
Penelitian–penelitian melaporkan adanya suatu jamur lipofilik, pleomorfik, Malasssezia
ovalis (Pityrosporum ovale), pada beberapa pasien dengan lesi pada kulit kepala. P. ovale
dapat didapatkan pada kulit kepala yang normal. Ragi dari genus ini menonjol dan dapat
ditemukan pada daerah seboroik pada tubuh yang kaya akan lipid sebasea, misalnya kepala
dan punggung. Pertumbuhan P. ovale yang berlebihan dapat mengakibatkan reaksi
inflamasi, baik akibat produk metabolitnya yang masuk ke dalam epidermis maupun karena
sel jamur itu sendiri melalui aktivasi sel limfosit T dan sel Langerhans. Hubungan yang erat

6
terlihat karena kemampuan untuk mengisolasi Malassezia pada pasien dengan DS dan
terapinya yang berefek bagus dengan pemberian anti jamur.
Bagaimanapun, beberapa faktor (misalnya tingkat hormon, infeksi jamur, defisit nutrisi,
dan faktor neurogenik) berhubungan dengan keadaan ini. Adanya masalah hormonal
mungkin dapat menjelaskan mengapa keadaan ini muncul pada bayi, hilang secara spontan,
dan muncul kembali setelah pubertas. Pada bayi dijumpai hormon transplasenta meninggi
beberapa bulan setelah lahir dan penyakitnya akan membaik bila kadar hormon ini menurun.
Juga didapati bahwa perbandingan komposisi lipid di kulit berubah. Jumlah kolesterol,
trigliserida, parafin meningkat dan kadar sequelen, asam lemak bebas dan wax ester
menurun. Keadaan ini diperparah dengan peningkatan keringat. Stres emosional
memberikan pengaruh yang jelek pada masa pengobatan. Obat–obat neuroleptik seperti
haloperidol dapat mencetuskan dermatitis seboroik serta faktor iklim. Lesi seperti DS dapat
nampak pada pasien defesiensi nutrisi, contohnya defesiensi besi, defesiensi niasin, dan
pada penyakit Parkinson. DS juga terjadi pada defesiensi pyridoxine.
Berikut ini beberapa hal yang berpotensial menyebabkan dermatitis seboroik yaitu:
1. Aktivitas kelenjar sebum yang berlebihan
2. Infeksi Pityrosporum ovale
3. Infeksi oleh Candida atau Staphylococcus
4. Hipersensitif terhadap bakeri ataupun antigen epidermal
5. Kelainan neurotransmiter (mis : pada penyakit parkinson)
6. Respon emosional terhadap stres atau kelelahan
7. Proliferasi epidermal yang menyimpang
8. Diet yang abnormal
9. Obat-obatan (arsen, emas, metildopa, simetidin, dan dan neuroleptik)
10.Faktor lingkungan (temperatur dan kelembaban)
11.Imunodefisiensi
2.1.4 Patogenesis Seborrhea
Walaupun banyak teori yang disebutkan, tetapi penyebab pasti dari dermatitis seboroik
belum diketahui secara pasti.Dermatitis seboroik dihubungkan dengan adanya kulit yang
tampak berminyak (seboroik oleosa), walaupun peningkatan produksi sebum tidak selalu
didapatkan pada beberapa pasien. Pada anak-anak, produksi sebum dan dermatitis
seboroik saling berhubungan. Pada pemeriksaan histologik, kelenjar sebasea berukuran
besar. Selain itu didapatkan juga perubahan komposisi lipid pada permukaan kulit yang
menunjukkan adanya peninggian kadar kolesterol, trigliserida dan parafin, yang disertai
penurunan kadar squalene, asam lemak bebas dan wax ester.
Dermatitis seboroik yang disebabkan oleh Pityrosporum ovale berkaitan dengan reaksi
imun tubuh terhadap sel jamur di permukaan kulit maupun produk-produk metabolitnya di
dalam epidermis. Reaksi peradangan yang timbul melalui perantaraan sel langerhans dan
aktivasi limfosit T. Bila Pityrosporum ovale telah berkontak dengan serum, maka akan dapat

7
mengaktifkan sistem komplemen melalui jalur aktivasi langsung maupun alternatif. Pada
anak, selain Pityrosporum ovale, sering pula ditemukan Candida albicanspada lesi-lesi kulit.
2.1.5 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan antara lain:
2. Kultur jamur dan kerokan kulit amat bermanfaat untuk menyingkirkan tinea kapitis
maupun infeksi yang disebabkan kuman lainnya.
3. Pemeriksaan serologis untuk menyingkirkan dermatitis atopik.
4. Pemeriksaan komposisi lemak pada permukaan kulit dimana memiliki karakteristik
yang khas yakni menigkatnya kadar kolesterol, trigliserida dan parafin disertai
penurunan kadar squalene, asam lemak bebas dan wax ester.
2.1.6 Diagnosis Banding
Diagnosis banding dermatitis seboroik tergantung pada lokasi dari kelainan dan umur
dari pasien. Pada anak, diferensial diagnosisnya adalah dermatitis atopik, tinea kapitis dan
psoriasis.
a. Psoriasis Vulgaris
Psoriasis vulgaris meskipun jarang pada bayi, memiliki ciri yang mirip dengan
dermatitis seboroik. Bedanya terdapat skuama yang tebal, kasar, dan berlapis-lapis,
disertai tanda tetesan lilin, Kobner dan Auspitz. Tempat predileksinya juga berbeda,
psoriasis sering terdapat di ekstremitas bagian ekstensor terutama siku, lutut, kuku dan
daerah lumbosakral.
b. Pitiriasis Rosea
Pitiriasis rosea ialah penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya, dimulai
dengan lesi inisial berbentuk eritema dan skuama halus. Lesi awal berupa herald patch,
umumnya di badan, soliter, bentuk oval dan terdiri atas eritema serta skuama halus dan
tidak berminyak di pinggir. Lesi berikutnya lebih khas yang dapat dibedakan dengan DS,
yaitu lesi yang menyerupai pohon cemara terbalik. Tempat predileksinya juga berbeda,
lebih sering pada badan, lengan atas bagian proksimal dan paha atas, jarang pada kulit
kepala.
c. Tinea kapitis
Tinea kapitis adalah kelainan pada kulit dan rambut kepala yang disebabkan oleh
spesies dermatofit dan biasanya menyerang anak–anak. Kelainan pada tinea kapitis
dapat ditandai dengan lesi bersisik, kemerahan, alopesia dan kadang-kadang terjadi
gambaran klinis yang lebih berat, yaitu kerion. Bercak-bercak seboroik pada kulit kepala
yang berambut kadang-kadang membingungkan. Biasanya lesi DS pada kulit kepala
lebih merata dan mempunyai lesi kulit yang simetris distribusinya. Pada tinea kapitis dan
tinea kruris, eritema lebih menonjol di pinggir dan pinggirannya lebih aktif dibandingkan
di tengahnya.
d. Liken Simpleks Kronikus

8
Liken simpleks kronikus adalah peradangan kulit kronis yang gatal, sirkumskrip
ditandai dengan kulit tebal dan garis kulit tampak lebih menonjol (likenfikasi). Tidak biasa
terjadi pada anak tetapi pada usia ke atas, berbeda dengan DS yang sering juga terjadi
pada bayi dan anak-anak. Timbul sebagai lesi tunggal pada daerah kulit kepala bagian
posterior atau sekitar telinga.Tempat predileksi di kulit kepala dan tengkuk, sehingga
kadang sukar dibedakan dengan DS. Yang membedakannya ialah adanya likensifikasi
pada penyakit ini.
e. Dermatitis Atopik
Dermatitis Atopik adalah keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal.
Biasanya terjadi pada bayi atau anak-anak. Skuama kering dan difus, berbeda dengan
DS yang skuamanya berminyak dan kekuningan. Selain itu, pada dermatitis atopik dapat
terjadi likenfikasi.
Ciri khas yang paling berguna sebagai pembeda dermatitis seboroik dari dermatitis atopik
adalah adanya lesi yang makin meningkat jumlahnya di daerah dahi dan dagu pada tahap
awal, dan di axilla pada tahap lebih lanjut. Selain itu dermatitis seboroik biasanya hilang
spontan dalam usia 6-12 bulan. Tes-tes dengan bahan-bahan allergen dan pemeriksaan
kadar IgE merupakan tanda khas dermatitis atopik.
f. Systemic Lupus Erythematosus
SLE adalah penyakit yang basanya bersifat akut, multisistemik dan menyerang
jaringan konektif dan vaskular. SLE sulit dibedakan dengan DS, oleh karena pada SLE
juga dapat dijumpai skuama. Yang dapat membedakan ialah lesi SLE berbentuk seperti
kupu-kupu, tersering di area molar dan nasal dengan sedikit edema, eritema dan atrofi.
Terdapat gejala demam, malaise, serta tes antibodi-antinuklear (+).
g. Rosasea
Rosasea adalah penyakit kulit kronis pada derah sentral wajah (yang menonjol/
cembung).
2.1.7 Terapi Seborrhea
Secara umum, terapi bertujuan untuk menghilangkan sisik dengan keratolitik dan
sampo, menghambat pertumbuhan jamur dengan pengobatan anti jamur, mengendalikan
infeksi sekunder dan mengurangi eritema dan gatal dengan steroid topikal. Pasien harus
diberitahu bahwa penyakit ini berlangsung kronik dan sering kambuh. Harus dihindari faktor
pencetus, seperti stres emosional, makanan berlemak, dan sebagainya.
Terapi dermatitis seboroik dapat meliputi:

1. Umum
Secara umum, terapi bertujuan untuk menghilangkan sisik dengan keratolitik
dan sampo, menghambat pertumbuhan jamur dengan pengobatan anti jamur,
mengendalikan infeksi sekunder dan mengurangi eritema dan gatal dengan steroid

9
topikal. Pasien harus diberitahu bahwa penyakit ini berlangsung kronik dan sering
kambuh. Harus dihindari faktor pencetus, seperti stres emosional, makanan berlemak,
dan sebagainya. Perawatan rambut, dicuci dan dibersihkan dengan shampo.
2. Khusus
a. Sistemik
1) Antihistamin H1 sebagai penenang dan anti gatal.
2) Vitamin B kompleks.
3) Kortikosteroid oral dapat menurunkan insiden dermatitis seboroik. Misalnya
Prednison 20-30 mg sehari untuk bentuk berat. Jika telah ada perbaikan, dosis
diturunkan perlahan-lahan.
4) Antibiotik seperti penisilin, eritromisin pada infeksi sekunder (dermatitis
seboroik).
5) Preparat azol akhir-akhir ini sangat berpengaruh terhadap P. Ovale, juga dapat
mempengaruhi berat ringannya dermatitis seboroik. Misalnya Ketokonazol 200
mg per hari.
6) Isotretinoin dapat digunakan pada kasus yang rekalsitran. Efeknya mengurangi
aktivitas kelenjar sebasea. Ukuran kelenjar tersebut dapat dikurangi sampai
90%, akibatnya terjadi pengurangan produksi sebum. Dosisnya 0,1-0,3 mg per
kg berat badan per hari, perbaikan tampak setelah 4 minggu. Sesudah itu
diberikan dosis pemeliharaan 5-10 mg per hari selama beberapa tahun yang
ternyata efektif untuk mengontrol penyakitnya.
7) Narrow band UVB (TL-01) yang cukup aman dan efektif. Setelah pemberian
terapi 3 x seminggu selama 8 minggu, sebagian besar penderita mengalami
perbaikan.
b. Topikal
Pengobatan topikal dapat mengontrol dermatitis seboroik dan dandruffkronik pada
stadium awal. Terapi yang dapat digunakan, contohnya fluocinolone, topikal steroid
solution. Pada orang dewasa dengan DS dalam keadaan tertentu menggunakan steroid
topikal satu atau dua kali seminggu, disamping penggunaan sampo yang mengandung
sulfur atau asam salisil dan selenium sulfide 2%, 2 – 3 kali seminggu selama 5 – 10
menit. Atau dapat diberikan sampo yang mengandung sulfur, asam salisil, zing pirition
1 – 2 %. Steroid topikal potensi rendah dapat efektif mengobati DS pada bayi dan
dewasa pada daerah fleksura maupun DS recalcitrant persistent pada dewasa. Topikal
golongan azol dapat dikombinasikan dengan regimen desonide (satu dosis per hari
selama dua minggu) untuk terapi pada wajah. Dapat juga diberikan salap yang
mengandung asam salisil 2%, sulfur 4% dan ter 2%. Pada bayi dapat diberikan asam
salisil 3% - 5% dalam minyak mineral. 2,4-5,10,17.
c. Obat Alternatif

10
Terapi alami saat ini menjadi semakin populer. Tea tree oil (Melaleuca oil) adalah
minyak esensial yang berasal dari Australia. Terapi ini dapat efektif bila digunakan setip
hari dalam bentuk sampo 5 %.
2.1.8 Kiat Mengatasi Seborrhea
Bila dermatitis seborrhea sudah dalam kondisi yang parah, segeralah minta bantuan
ahli untuk mengatasinya. Pengobatan-pengobatan yang dilakukan oleh dokter kulit
misalnya, sangat diperlukan untuk penanganan yang efektif. Namun, meskipun pertolongan
ahli sangat diperlukan, ada beberapa langkah yang bisa kita lakukan sendiri untuk
penyembuhan yang lebih maksimal:
1. Umumnya anak yang berbakat atopik di kepala akan mengalami "ketombean" yang
lebih parah kalau cuaca sedang panas. Soalnya di saat seperti ini aktivitas kelenjar
androgennya akan meningkat. Usahakan meminimalisir suasana tidak nyaman
tersebut, misalnya dengan memakai payung bila keluar rumah, menghindari
ruangan yang pengap, menghindari baju yang tebal, dan sebagainya. Sangat baik
bila kita bisa menyediakan ruangan ber-AC untuk anak.
2. Sebaiknya, jangan mengangkat sisik di kepala anak sebelum ada perintah dokter.
Dikhawatirkan akan terjadi infeksi. Mungkin saja alat yang digunakan tidak steril. Bila
infeksi terjadi, maka bisa lebih berbahaya. Dokter akan memberikan obat bila sisik
di kepala anak terlihat banyak dan harus diangkat. Selain itu, terutama pada bayi,
obat tersebut biasanya dicampur dengan minyak agar mudah mengenai kulit kepala.
3. Penggunaan sampo bisa saja dilakukan karena sampo merupakan produk yang
dibuat khusus untuk membersihkan kulit kepala dari kotoran. Namun hati-hati,
gunakan sampo yang betul-betul diperuntukkan bagi anak, bukan untuk orang
dewasa. Sampo untuk orang dewasa umumnya mengandung bahan sulfaktan,
bahan pewangi, pengawet, dan sebagainya yang bisa mengiritasi kulit dan mata.
Sedangkan sampo bayi sengaja tidak mendapat tambahan bahan-bahan yang bakal
membahayakannya. Sampo tersebut harus lembut karena fungsi kelenjar kulit pada
bayi dan anak belum bekerja secara sempurna.
4. Penggunaan sampo untuk membersihkan kulit kepala memang sangat efektif.
Namun tidak semua bayi dan anak betul-betul membutuhkannya. Bila tanpa sampo
tak ada kelainan yang muncul, lebih baik gunakan air bersih saja ketika menyuci
kepalanya. Frekuensi yang dianjurkan untuk pemakaian sampo adalah seminggu
dua kali atau tiga kali. Namun, umumnya sampo bayi sangat lembut, sehingga tidak
masalah bila dipakai setiap hari.
5. Banyak anak yang aktif di luar rumah sehingga banyak mengeluarkan keringat dan
membuat kepalanya bau. Bila ingin menggunakan sampo setiap hari, pilih sampo
jenis mild.
6. Biasakan untuk selalu mencuci tangan sesudah menyentuh kulit kepala anak yang
terkena infeksi. Hal ini dilakukan untuk menghindari penularan lebih lanjut.

11
2.1.9 Pencengahan Seborrhea
Pencegahan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Hindari rangsangan gesek, lebih berhati-hati menggunakan sabun dan handuk
2. Hindari sabun yang beraroma
3. Gunakan sabun yang tinggi kadar minyaknya
4. Hindari makanan pemicu radang gatal, batasi makanan berprotein tinggi
5. Mandi dengan air hangat cenderung dingin jangan air panas
6. Hindari gosokan alkohol pada kulit yang meradang
7. Hindari kontak langsung dengan bahan/senyawa penyebab alergi, bila bisa
ditemukan
8. Menggunakan krim pelembab (moisturiser). Krim pelembab dapat digunakan
sesering mungkin
9. Menggunakan moisturiser atau atau bath oil untuk mandi
10. Menghindari faktor-faktor di lingkungan yang memicu atau memperparah eksema,
misalnya:
a. Mainan, air liur, atau makanan di sekitar mulut
b. Bahan seperti wol aau pelapis cat seat
c. Detergen, sabun, bubble bath, antiseptik
d. Kontak dengan bulu hewan
e. Mengatasi gatal. Garukan akan memperparah eksema dan berisiko
menyebabkan infeksi.
f. Beberapa cara untuk mengatasi gatal dan garukan:
1) Mengalihkan perhatian anak saat ia mengaruk
2) Menghindari kondisi yang terlalu hangat untuk anak
3) Menggunakan krim pelembab (yang ditaruh di kulkas sebelumnya)
sebelum tidur
4) Memakaikan sarung tangan pada anak saat tidur
5) Jika perlu, berikan obat yang diresepkan dokter untuk mengurangi gatal
di malam hari
6) Selalu memotong pendek kuku anak
7) Jika gatal sangat berat, kompres dingin dan teknik balut basah dapat
digunakan untuk membantu anak tidur.

2.1.10 Pragnosis Seborrhea


Dermatitis seboroik pada anak memiliki prognosis yang baik. Dapat sembuh sendiri
secara spontan dalam 6 hingga 12 bulan dan mungkin dapat timbul kembali saat memasuki
usia pubertas. Meskipun demikian, bila terkena dermatitis seboroik pada saat kanak-kanak,

12
bukan berarti memiliki indikasi akan terkena dermatitis seboroik tipe dewasa suatu saat
nanti.

2.2 FURUNKEL (BOIL ATAU BISUL)

2.2.1 Definisi Bisul (Furunkel)


Peradangan pada folikel rambut kulit dan jaringan sekiarnya yang sering terjadi di
daerah bokong, kuduk, aksila, badan, dab tungkai. Furunkel dapat terbentuk pada lebih dari
satu tempat yang biasa disebut sebagai furunkulosis (Vivian, 2010).
Bisul (furunkel) adalah infeksi kulit yang meliputi seluruh folikel rambut dan jaringan
subkutan di sekitarnya. Penyebabnya adalah bakteri stafilokokus, tetapi bisa juga
disebabkan oleh bakteri lainnya atau jamur.
Paling sering ditemukan di daerah leher, payudara, wajah dan bokong. Akan terasa
sangat nyeri jika timbul di sekitar hidung atau telinga atau pada jari-jari tangan. Furunkel
berawal sebagai benjolan keras berwarna merah yang mengandung nanah. Lalu benjolan
ini akan berfluktuasi dan tengahnya menjadi putih atau kuning (membentuk pustula). Bisul
bisa pecah spontan atau dipecahkan dan mengeluarkan nanahnya, kadang mengandung
sedikit darah. Bisa disertai nyeri yang sifatnya ringan sampai sedang. Kulit di sekitarnya
tampak kemerahan atau meradang. Kadang disertai demam, lelah dan tidak enak badan.
Jika furunkel sering kambuhan maka keadaannya disebut furunkulosis
2.2.2 Etiologi
a. Iritasi pada kulit
b. Kebersihan kulit yang kurang terjaga
c. Daya tahan tubuh yang rendah
d. Infeksi oleh Staphylococcus Aureus
Bayi yang lebih beresiko terkena bisul diantaranya adalah bayi yang:
1) Kurang terjaga kebersihan
Faktor kebersihan memegang peran penting terjadi-tidaknya infeksi. Bila
lingkungan kurang bersih, infeksi akan mudah terjadi. Karena itu, pada bayi,
gejala bisul mudah dijumpai. Bayi dan anak-anak identik dengan dunia eksplorasi
dalam bermain, apalagi bila terkena benda kotor semisal tanah. Belum lagi
setelah main, anak tidak dicuci tangannya. Sehingga buka kebersihan anak dan
bayi tak dijaga, akan mempermudah terjadinya bisul. Pada dasarnya bisul
muncul karena adanya kuman. Orang tua yang tidak menjaga kebersihan tubuh
bayi dan lingkungannya dengan baik, otomatis lebih berpeluang terpapar kuman
penyebab bisul. Tak heran kalau mereka yang tinggal di daerah pemukiman
padat, di daerah pengungsian, dimana faktor kebersihannya terabaikan akan
lebih mudah bisulan. Namun harus diingat, walaupun tinggal di tempat yang

13
bersih tapi kalau jarang dimandikan dan dijaga kebersihkan badan san bayi,
dengan sendirinya kuman pun akan bersarang.
2) Daerah tropis
Secara geografis Indonesia termasuk daerah tropis. Dimana udaranya
panas sehingga dengan mudah bayi akan berkeringat. Keringat pun bisa menjadi
salah satu pemicu munculnya bisul. Terutama bisul yang terjadi pada kelenjar
keringat.
3) Kawasan penempatan yang sesak seperti di intitusi dan rumah kebajikan.
4) Faktor gizi
Namun jangan pula dilupakan faktor gizi. Gizi yang kurang juga dapat
memengaruhi timbulnya infeksi. Bila gizi kurang, berarti daya tahan tubuh
menurun, sehingga akan mempermudah timbulnya infeksi. Terlebih pada bayi,
kekebalan tubuhnya kurang dibandingkan orang dewasa.
5) Sistem imuniti
Badan yang lemah seperti pembawa HIV. Menurunnya daya tahan tubuh
bisa disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya kurang gizi, gangguan darah
seperti anemia, mengidap penyakit keganasan seperti kanker, atau penyakit lain
seperti diabetes dan sebagainya. Biasanya faktor pemicu itu tak muncul
sendirian, melainkan ada beberapa sekaligus. Misalnya karena selalu
berkeringat kemudian muncul biang keringat. Karena gatal, lalu digaruk,
ditambah lagi kebersihannya jelek dan gizinya pun rendah, akhirnya jadi bisul.
2.2.3 Tanda-tanda dan Gejala Bisul
Gejala untuk bisul ini hampir menyamai penyakit kulit yang lain seperti:
a. Nanah di bahagian tengah bisul
b. Keputihan, lelehan mengandungi darah daripada bisul tersebut
c. Kemerahan di sekeliling kulit yang dijangkiti
d. Biasanya di ikuti rasa teramat sakit apabila disentuh.
Biasanya muncul bintil atau benjol berbentuk kerucut dan “bermata” atau berbentuk
kubah, dapat disertai rasa nyeri dan demam karena bisul sudah terinfeksi kuman. Apabila
bisul sudah matang, mata bisul akan pecah dan diikuti keluarnya nanah dan darah yang
menyebar ke area kulit sekitarnya. Jika tidak dibersihkan dengan benar, besar kemungkinan
lokasi yang kena bekas nanah dan darah ini akan timbul bisul pula. Sebab bakteri yang
terdapat dalam bisul yang pecah tadi bisa menginfeksi lokasi sekitar bisul yang pecah.
Penularan ke bagian lain akibat pecahnya bisul itu disebut autoinokulasi.

2.2.4 Penanganan
Asuhan yang diberikan pada neonatus dengan furunkel tergantung dari keadaan
penyakit yang dialaminya. Asuhan yang lazim diberikan adalah :

14
a. Kebanyakan furunkel tidak membutuhkan pengobatan dan akan sembuh dengan
sendirinya
b. Pemeliharaan kebersihan daerah yang mengalami furunkel serta daerah sekitarnya
c. Pengobatan topical, lakukan kompres hangat untuk mengurangi nyeri dan
melunakkan nodul.Kompres hangat dapat dilakukan sambil menutup ruam untuk
mencegah penularan ke daerah lainnya
d. Jangan memijit furunkel terutama di daerah hidung dan bibir atas karena dapat
menyebabkan penyebaran kuman secara homogen
e. Bila furunkel terjadi di daerah yang janggal seperti pada hidung atau telinga maka
dapat berkolaborasi dengan dokter untuk melakukan insisi
f. Jika memungkinkan dapat membuka bisul dengan cara :
1) Beri penjelasan apa yang akan dilakukan atau inform consent
2) Minta seseorang untuk memegangi anak
3) Ambilah sebuah pisau bedah yang steril dan bukalah bisul dengan segera pada
puncaknya saja.Kemudian masukkan penjepit dalam luka dan bukalah
penjepitnya.Dengan cara ini, akan membuka jalan keluar untuk nanah tanpa
mengganggu sesuatu pisau bedah jangan sampai masuk ke dalam karena
dapat melukai pembuluh darah syaraf
4) Pemberian analgetik, misalnya aspirin atau paracetamol untuk mengatasi nyeri
5) Tutuplah luka dengan kain kasa kering, usahakan agar satu sudut dari kassaa
dimasukkan agar tetap terbuka, sehingga nanah dapat keluar
6) Bersihkan alat – alat
7) Pesankan akan ganti perban
g. Terapi antibiotika dan antiseptic diberikan tergantung kepada luas dan beratnya
penyakit.Misalnya dengan pemberian Achromyem 250mg 3 atau 4 kali per hari
h. Bila furunkel terjadi secara menetap atau berulang atau dalam jumlah yang banyak
maka kenali faktor predisposisi adanya diabetes melitus
2.2.5 Pencegahan
Menjaga kebersihan kulit dengan sabun cair yang mengandung zat anti-bakteri
merupakan cara terbaik untuk mencegah terjadinya infeksi atau mencegah penularan.
Agar bayi tidak mudah bisulan, dapat dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Jika bayi mudah berkeringat, usahakan agar keringat tersebut segera dikeringkan
b. Biang keringat yang timbul pada kulti bayi harus dibersihkan dengan handuk basah
c. Jaga kebersihan tubuh bayi sepanjang hari dengan sering memandikannya jika terlalu
banyak keringat yang keluar
d. Upayakan lingkungan di sekitar bayi selalu bersih
e. Ventilasi udara di ruangan bayi harus cukup sehingga ruangan bayi tidak lembab
f. Jangan kenakan bayi dengan pakaian ketat atau dari bahan yang tidak menyerap
keringat

15
g. Ganti pakaian bayi dengan segera jika basah atau kotor
h. Jangan membubuhkan bedak pada kulit bayi jika keluar keringat
i. Usahakan kebutuhan gizi bayi selalu terpenuhi.
j. Pahami penanganannya

2.3 MILARIASIS
2.3.1 Pengertian Milariasis
Milliariasis adalah dermatosis yang disebabkan oleh retens keringat akibat
tersumbatnya pori kelenjar keringat. (Vivian, 2010)
Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa miliariasis adalah dermatosis yang timbul
akibat penyumbatan kelenjar keringat dan porinya, yang lazim timbul dalam udara panas
lembab seperti daerah tropis atau selama awal musim panas atau akhir musim hujan yang
suhunya panas dan lembab. Karena sekresinya terhambat maka menimbulkan tekanan
yang menyebabkan pecahnya kelenjar atau duktus kelenjar keringat. Keringat yang masuk
ke jaringan sekelilingnya menimbulkan perubahan anatomi. Sumbatan disebabkan oleh
bakteri yang menimbulkan peradangan dan oleh edema akibat keringat yang tak keluar
Milliariasis disebut juga sudamina, biang keringat, keringat buntet, liken
tropikus, ataupickle heat. Milliariasis adalah dermatosis yang disebabkan oleh retensi
keringat akibat tersumbatnya pori kelenjar keringat (Vivian Nani, 2010).
2.3.2 Penyebab Milariasis
Penyebab terjadinya milliariasis ini adalah udara yang panas dan lembab serta adanya
infeksi bakteri.
a. Udara panas dan lembab dengan ventilasi udara yang kurang
b. Pakaian yang terlalu ketat, bahan tidak menyerap keringat
c. Aktivitas yang berlebihan
d. Setelah menderita demam atau panas
e. Penyumbatan dapat ditimbulkan oleh bakteri yang menimbulkan radang dan
edema akibat perspirasi yang tidak dapat keluar dan di absorbsi oleh stratum
korneum
2.3.3 Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya milliariasis di awali dengan tersumbatnya pori-pori kelenjar
keringat sehingga pengeluaran keringat tertahan. Tertahannya pengeluaran keringat ini
ditandai dengan adanya vesikel miliar dimuara kelenjar keringat lalu disusul dengan
tingginya radang dan oedema akibat perspirasi yang tidak dapat keluar yang kemudian
diabsorbsi oleh stratum korneum.
Milliariasis sering terjadi pada bayi prematur karena proses diferensiasi sel epidermal
dan apendik yang belum sempurna. Kasus milliariasis terjadi pada 40-50% bayi baru lahir.
Muncul pada usia 2-3 bulan pertama dan akan menghilang dengan sendirinya pada 3-4

16
minggu kemudian. Terkadang kasus ini menetap untuk beberapa lama dan dapat menyebar
ke daerah sekitarnya.
2.3.4 Pembagian dan Tanda Gejala
a. Milliria kristalina
Milliaria kristalina ini timbul pada pasien yang mengalami peningkatan jumlah
keringat, seperti pasien demam yang terbaring ditempat tidur. Lesinya berupa
vesikel yang sangat superfisial, bentuknya kecil, dan menyerupai titik embun
berukuran 1-2 mm. Umumnya lesi ini timbul setelah keringat, vesikel mudah pecah
karena trauma yang paling ringan, misalnya akibat gesekan dengan pakaian.
Vesikel yang pecah berwarna jernih dan tanpa reaksi peradangan, asimptomatik,
dan berlangsung singkat. Biasanya tidak ada keluhan dan dapat sembuh dengan
sendirinya.
b. Milliaria rubra
Millia ruba memiliki gambaran berupa papula vesikel dan eritema di sekitarnya.
Keringat menembus kedalam epidermis, biasanya disertai rasa gatal dan pedih pada
daerah ruam dan daerah disekitarnya, sering juga diikuti dengan infeksi sekunder
lainnya dan dapat juga menyebabkan timbulnya impetigo dan furunkel.
c. Miliaria profunda
Bentuk ini agak jarang terjadi kecuali didaerah tropis. Kelainan ini biasanya timbul
setelah miliaria rubra.ditandai dengan papula putih, kecil, keras, berukuran 1-3 mm.
Terutama terdapat di badan ataupun ekstremitas. Karena letak retensi keringat lebih
dalam maka secara klinik lebih banyak berupa papula daripada vesikel. Tidak gatal,
dan tidak terdapat eritema.
d. Milliaria fustulosa
Pada umumnya didahului oleh dermatosis yang menyebabkan gangguan saluran
kelenjar ekrin dan terjadi pustel superfisial.
2.3.5 Gejala dan Tanda Milliariasis
Milliariasis pada bayi baru lahir memiliki gejala atau tanda sebagai berikut :
a. Bintik kemerahan yang terjadi pada kulit bayi
b. Bayi rewel
2.3.6 Penatalaksanaan Milliariasis
Asuhan yang diberikan pada neonatus,bayi dan balita dengan milliariasis trgantung
pada beratnya penyakit dan keluhan yang dialami. Asuhan yang diberikan yaitu
1. Mengurangi penyumbatan keringat dan menghilangkan sumbatan yang sudah
timbul
2. Menjaga kebersihan tubuh bayi
3. Mengupayakan menciptakan lingkungan dengan kelembapan yang cukup serta
suhu yang sejuk dan kering, misalnya pasien tinggal diruang ber ac atau didaera
\yang sejuk dan kering

17
4. Menggunakan pakaian yang menyerap keringat dan tidak terlalu sempit
5. Segera mengganti pakaian yang basah dan kotor
6. Pada milliaria rubra dapat diberikan bedak salisil 2% dengan menambahkan mentol
0,5-2% yang bersifat mendinginkan ruam.
2.3.7 Peran Bidan
Berikut ini merupakan peran bidan dalam kasus milliariasis yang ditinjau dari aspek
pelayanan kesehatan promotif, kuratif, rehabilitatif, dan preventif. Diantaranya yaitu:
1. Pelayanan kesehatan promotif
Memberikan informasi kepada ibu mengenai:
a. Perawatan kulit yang benar dan selalu menjaga kebersihan tubuh bayi.
b. Kebersihan kuku dan tangan anak. Kuku pendek dan bersih sehingga tidak
menggores kulit saat menggaruk.
c. Keringat yang harus segera dikeringkan dan sering mandi. Segera ganti pakaian jika
basah dan kotor (Vivian, 2010).
2. Pelayanan Kesehatan Preventif
a. Menggunakan pakaian yang tipis dan longgar serta menyerap keringat dan tidak
terlalu sempit.
b. Melakukan perawatan kulit yang benar dan selalu menjaga kebersihan tubuh bayi.
c. Menjaga kebersihan kuku dan tangan anak. Kuku pendek dan bersih sehingga
tidak menggores kulit saat menggaruk
d. Keringat harus segera dikeringkan dan sering mandi. Segera ganti pakaian jika
basah dan kotor (Vivian, 2010).
3. Pelayanan Kesehatan Kuratif
a. Topikal bisa diberikan bedak atau bedak kocok pendingin dengan bahan antigatal,
dapat ditambah dengan mentol 0,25% sampai 1% kalau gatal. Lanolin anhidrat
dan salephidrofilik bisa menghilangkan sumbatan pori sehingga mempermudah
aliran keringat yang normal.
b. Kasus ringan bisa berespon dengan bedak seperti talkum bayi. Bila sangat gatal,
pedih, luka dan timbul bisul akibat infeksi, penderita sebaiknya segera dibawa ke
dokter. Dokter akan memberikan obat minum serta krim atau salap bila diperlukan,
untuk mengatasi keluhan tersebut. Dan bila timbul bisul jangan dipijat arena kuman
dapat menyebar ke sekitar sehingga semakin meluas (Arjatmo Tjoktronegoro dan
Hendra Utama, 2000).
c. Biang keringat yang tidak kemerahan dan kering, anjurkan untuk diberi bedak
salicil atau bedak kocok setelah mandi. Dan bila membasah jangan berikan bedak
karena gumpalan yang terbentuk memperparah sumbatan kelenjar. (Vivian, 2010)
4. Pelayanan Kesehatan Rehabilitatif
a. Sedapat mungkin mencegah produksi keringat yang berlebihan, dengan cara
menghindari hawa panas dan kelembaban yang berlebihan, misalnya memakai

18
pakaian tipis dan menyerap keringat, mandi dengan air dingin dan menggunakan
sabun. Selama berbagai faktor penyebab yang berpengaruh dapat diatasi,
kekambuhan dapat dihindari.
b. Biang keringat dapat membaik dalam beberapa hari setelah penderita pindah ke
lingkungan yang lebih sejuk, atau ke tempat dengan ventilasi yang lebih baik.

2.4 OBSTIPASI
2.4.1 Definisi Obstipasi
Obstipasi adalah penimbunan feses yang keras akibat adanya penyakit atau adanya
obstruksi pada saluran cerna, atau bisa didefinisikan sebagai tidak adanya pengeluaran
feses selama tiga hari atau lebih. Lebih dari 90% bayi baru lahir akan mengeluarkan
mekonium dalam 24 jam pertama, sedangkan sisanya akan mengeluarkan mekonium dalam
36 jam pertama kelahiran. Jika hal ini tidak terjadi maka harsu dipikirkan adanya obstipasi.
Namun, harus diingatkan bahwa ketidakteraturan defekasi bukanlah suatu obstipasi pada
bayi yang menyusu, karena pada bayi-bayi yang mengonsumsi ASI umunya sering tidak
mengalami defekasi selama 5-7 hari dan kondisi tersebut tidak menunjukan adanya
gangguan karena nantinya bayi akan mengeluarkan feses dalam jumlah yang banyak
sewaktu defekasi. Seiring dengan bertambahnya usia dan variasi dalam dietnya, lambat laun
defekasi akan lebih jarang dan feses yang dikelaurkan menjadi lebih keras (Vivian, 2010).
2.4.2 Etiologi
a. Kebiasaan makan
Obstipasi dapat timbul bila tinja terlalu kecil untuk membangkitkan buang air besar.
Keadaan ini terjadi akibat dari kelaparan, dehidrasi, makana kurang mengandung
selulosa.
b. Hypothyroidisme
Obstipasi merupakan gejala dari dua keadaan yaitu kretinisme dan myodem. Dimana
tidak terdapat cukup ekskresi hormon tiroid semua proses metabolisme berkurang.

c. Penyakit organis
Obstipasi bisa terjadi berganti–ganti dengan diare pada kasus carcinoma colon dan
divericulitis. Obstipasi ini terjadi bila buang air besar sakit dan sengaja dihindari seperti
pada fistula ani dan wasir yang mengalami trombosis.
d. Kelaina kongenital
Adanya penyakit seperti atresia, stenosis. Megakolon aganglionik congenital
(penyakit hirscprung). Obstruksi bolos usus illeus mekonium atau sumbatan
mekonium. Hal ini dicurigai terjadi pada neonatus yang tidak mengeluarkan mekonium
dalam 36 jam pertama.

19
2.4.3 Tanda dan Gejala
a. Pada neonatus jika tidak mengeluarkan mekonium dalam 36 jam pertama, pada
bayi tidak mengeluarkan 3 hari atau lebih
b. Sakit dan kejang pada perut.
c. Pada pemeriksaan rectal, jari akan merasa jepitan udara dan mekonium yang
menyemprot.
d. Feses besar dan tidak dapat digerakan dalam rectum.
e. Bising usus yang janggal.
f. Merasa tidak enak badan, anoreksia dan sakit kepala
g. Terdapat luka pada anus.
2.4.4 Patofisiologi
Pada keadaan normal sebagian besar rectum dalam keadaan kosong kecuali bila
adanya refleks masa dari kolon yang mendorong feses kedalam rectum yang terjadi sekali
atau duakali sehari. Hal tersebut memberikan stimulus pada arkus aferen dari refleks
defekasi. Dengan dirasakan arkus aferen menyebabkan kontraksi otot dinding abdomen
sehingga terjadilah defekasi. Mekanisme usus yang norrmal terdiri dari 3 faktor :
a. Asupan cairan yang adekuat.
b. Kegiatan fisik dan mental.
c. Jumlah asupan makanan berserat.
Dalam keadaan normal, ketika bahan makanan yang kan dicerna memasuki kolon, air
dan elektrolit di absorbsi melewati membrane penyerapan. Penyerapan tersebut berakibat
pada perubahan bentuk feses dari bentuk cair menjadi bentuk yang lunak dan berbentuk.
Ketika feses melewati rectum, feses menekan dinding rectum dan merangsang untuk
defekasi. Apabila anak tidak mengkonsumsi cairan secara adekuat, produk dari pencernaan
lebih kering dan padat, serta tidak dapat dengan segera digerrakkan oleh gerakan peristaltik
menuju rectum, sehingga penyerapan terjadi terus menerus dan feses menjadi semakin
kering, padat dan sudah dikeluarkan serta menimbulkan rasa sakit. Rasa sakit ini
menyebabkan anak malas atau tidak mau buang air besar yang dapat menyebabkan
kemungkinan berkembangnya luka. Proses dapat terjadi bila anak kurang beraktivitas,
menurunnya peristaltik usus dan lain-lain. Hal tersebut menyebabkan sisa metabolisme
berjalan lambat yang kemungkinan. Penyerapan air yang berlebihan.
Bahan makanan sangat dibutuhkan untuk merangsang peristaltik usus dan pergerakan
normal dari metabolisme dalam saluran pencernaan menuju ke saluran yang lebih besar.
Sumbatan dan usus dapat juga menyebabkan obstipasi.
2.4.5 Jenis Obstipasi
a. Obstipasi akut, yaitu rectum tetap mempertahankan tonusnya dan defekasi timbul
secara mudah dengan stimulasi eksativa, supositoria atau enema.
b. Obstipasi kronik, yaitu rectum tidak kosong dan dindingnya memulai peregangan
berlebihan secar kronik, sehingga tambahan feses yang datang mencapai tempat

20
ini tanpa meregang rectum lebih lanjut. Reseptor sensorik tidak memberika respon,
dinding rectum faksid dan tidak mampu untuk berkontraksi secara efektif.
2.4.6 Majemen Terapi
Penilaian pada saat melakukan manajemen kebidanan :
a. Penilaian asupan makanan dan cairan.
b. Penilaian dari kebiasaan usus (Kebiasaan pola makan).
c. Penilaian penampakan stress emosional pada anak, yang dapat mempengaruhi
pola defekasi bayi.
2.4.7 Penatalaksanaan
Pengosongan rectum dilakukan jika tidak ada kemajuan setelah dianjurkan untuk
menegakkan kembali kebiasaan defekasi. Pengosongan rectum biasa dengan disimpaksi
digital, enema minyak zaitun, laksativa.

2.5 SINDROM KEMATIAN BAYI MENDADAK (SUDDENT INFANT DEATH


SYNDROM/SIDS)
2.5.1 Definisi Sindrom Kematian Bayi Mendadak
SIDS adalah singkatan dari Sudden Infant Death Syndrome, kasus bayi meninggal
mendadak yang biasanya terjadi ketika mereka sedang tertidur.
Sindrom mematikan ini tidak memiliki tanda sehingga bayi yang terjangkit pun tidak akan
terlihat pucat atau sakit.
Suddent Infant Death Syndrom/SIDS terjadi pada bayi yang sehat secara mendadak,
ketika sedang ditidurkan tiba-tiba ditemukan meninggal beberapa jam kemudian. Angka
kejadian SIDS sekitar 4 dari 1.000 kelahiran hidup. Insiden puncak dari SIDS terjadi pada
bayi usia 2 minggu dan 1 tahun (Vivian, 2010).
Walaupun penyebabnya belum diketahui dengan jelas, para ahli kedokteran menilai bahwa
hal ini ada sangkut pautnya dengan kegagalan sistem saraf otak bayi yang mengontrol cara
mereka bernafas ketika sedang terlelap.
2.5.2 Etiologi
Belakangan ini, para peneliti sudah mengumpulkan beberapa faktor yang mungkin
menjadi penyebab dibalik sindrom mematikan ini. Mereka juga sudah menyimpulkan
beberapa tindakan pencegahan yang bisa Anda lakukan di rumah agar si kecil selamat dari
maut.
Penyebab SIDS Menurut Para Peneliti dari Harvard Medical School, menurut para
lulusan Harvard Medical School yang sampai saat ini masih meneliti sindrom crib death,
penyebab utama fenomena mengerikan ini adalah keadaan fisik dan lingkungan bayi.
Mereka membagi penyebabnya menjadi beberapa faktor seperti di bawah ini:
1. Faktor fisik
a. Kecacatan pada otak

21
Sebagian bayi di dunia lahir dengan kondisi yang kurang beruntung. Kebanyakan
dari mereka memiliki saraf otak yang tidak terbentuk dengan sempurna sehingga
tidak dapat mengontrol pernafasan saat sedang tidur.
b. Kekurangan berat badan
Bayi yang lahir prematur lebih mudah terjangkit sindrom ini dibandingkan dengan
bayi yang terlahir dengan normal. Otak pada bayi prematur belum tumbuh dengan
sempurna sehingga tidak bisa mengatur detak jantung dan pernafasan.
c. Infeksi pernafasan
Kebanyakan bayi yang meninggal karena SIDS sebelumnya terjangkit penyakit flu
atau penyakit lain yang berhubungan dengan masalah pernafasan.
2. Faktor lingkungan sekitar ketika sedang tidur
a. Bayi yang tidur telungkup dan menyamping. Posisi-posisi ini sangat berbahaya
karena dapat menyumbat dan mempersempit rongga pernafasan pada paru-paru
bayi.
b. Tidur pada permukaan yang terlalu empuk Walaupun terlihat baik bagi kenyamanan
si kecil, bayi yang tidur pada permukaan boks empuk akan membuat mereka terasa
sesak dan kepanasan.
c. Berbagi tempat tidur bersama anggota keluarga. Hindari tidur bersama bayi di
bawah umur satu tahun karena sistem pernafasan mereka belum selancar orang
dewasa. Berikan mereka ruang untuk bernafas dan bergerak.
d. Suhu ruangan yang panas. Tidur di dalam boks bayi yang lumayan kecil, ditambah
suhu ruangan yang panas akan membuat anak Anda merasa sesak sehingga akan
sulit untuk bernafas. Ini merupakan faktor utama penyebab terjadinya SIDS di
kebanyakan rumah.
3. Faktor resiko
a. Jenis kelamin, bayi yang meninggal akibat SIDS kebanyakan berjenis kelamin laki-
laki.

b. Umur, bayi yang rawan terjangkit sindrom crib death adalah mereka yang berumur
di bawah satu tahun, tepatnya pada bulan kedua hingga keempat.
c. Sejarah keluarga, keluarga yang pernah mengalami kejadian mengerikan ini pada
anak sebelumnya, memiliki resiko tinggi terjangkit sindrom yang sama pada anak
berikutnya.
d. Anggota keluarga yang merokok, mengkonsumsi narkoba, dan alkohol.
e. Bayi yang tinggal bersama keluarga yang melakukan tiga aktifitas di atas memiliki
resiko SIDS yang lebih tinggi.
f. Kehamilan usia dini, bayi yang lahir dari seorang wanita berumur di bawah 20 tahun
memiliki risiko terkena SIDS karena kondisi fisik sang ibu yang belum sempurna.

22
2.5.5 Pencegahan Sindrom Kematian Bayi Mendadak
a. Tidur Terlentang
Agar bayi dapat bernafas dengan baik, posisikan punggung mereka di atas
kasur ketika sebelum tidur. Posisi ini akan membuat bayi tidur lebih pulas tanpa
gangguan. Rongga pada paru-paru pun lebih terbuka lebar sehingga mereka tidak
akan merasa sesak.
b. Pastikan Boks Bayi Kosong
Lupakan keinginan Anda untuk menghias isi boks bayi agar terlihat lebih lucu
dan nyaman. Banyaknya barang, terutama yang berbahan lembut seperti boneka,
selimut, matras, dan sebagainya, dapat mempersempit saluran pernafasan bayi.
c. Pastikan Bayi Tidak Overheat
Kasus bayi kepanasan merupakan faktor utama penyebab SIDS. Maka dari itu,
ibu harus menjaga suhu ruangan agar tidak terlalu panas dan lembap. Selimuti bayi
hanya ketika cuaca sedang sangat dingin. Selain itu, jangan tutupi badan atau
kepala bayi menggunakan selimut.
d. Hindari Tidur Bersama Bayi
Seperti yang sudah dibahas, seorang bayi di bawah umur satu tahun
memerlukan ruang yang luas untuk bernafas.Tidur bersama orang tua akan
membatasi gerak mereka, belum lagi bahaya tangan atau kaki orangtua yang dapat
memukul bayi secara tidak sengaja ketika sedang terlelap.
e. Memberi ASI
Bayi ASI memiliki resiko rendah SIDS karena sudah dibekali dengan banyak
nutrisi.
f. Vaksin Bayi
Bayi yang sudah divaksin akan terlindungi dari berbagai macam penyakit, salah
satunya adalah SIDS.

23
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Neonatus atau bayi baru lahir meliputi umur 0-28 hari. Kehidupan pada
masa neonatus ini sangat rawan oleh karena itu memerlukan penyesuaian fisiologi agar bayi
diluar kandungan dapat beradaptasi dengan baik. Namun pada kenyataannya, angka
kematian bayi di Indonesia masih sangat tinggi, hal ini salah satunya bisa diakibatkan oleh
adanya penyakit infeksi yang terjadi pada bayi barun lahir. Ada beberapa masalah yang
lazim terjadi diantaranya adalah seborrhea, furunkel, milliariasis, obstipasi, dan sindrom bayi
meninggal mendadak. Maka dari itu, bidan harus memberikan asuhan pada neonatus
dengan komprehensif, agar angka kematian bayi dapat diminimalisir. Selain itu juga, bidan
harus bekerja sama dengan pemerintah, dalam hal pelayanan, akses menuju fasilitas
kesehatan, dan juga sumber daya pelayan kesehatannya.

24
DAFTAR PUSTAKA

Dewi Lia. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Salemba Medika: Jakarta.

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC

Fauziah, Afroh. 2012. Asuhan Kebidanan Neonatu, Bayi, dan Anak Balita. Yogyakarta: Nuha

Medika

Lia Dewi, Vivian Nanny. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta: Salemba Medika

Muslihatun, Wafi Nur. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Yogyakarta : Fitramaya

Nanny Lia Dewi, Vivian. 2010. Asuhan Neonatus Bayi Dan Balita. Jakarta : Salemba Medika.

Sudarti, dkk. 2010. Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi dan Anak Balita. Nuha Medika:

Yogyakarta.

Http://obstetriginekologi.com/artikel/pencegahan+miliariasis+pada+bayi.html (Diakses pada

tanggal 5 Agustus 2019)

Http://Ibuprita.suatuhari.com/tips/seborrhea-pada-neonatus-bayi-dan-balita (Diakses pada

tanggal 5 Agustus 2019)

https://www.99.co/blog/indonesia/penyakit-sids-bayi/ (Diakses pada tanggal 5 Agustus 2019)

https://www.google.com/amp/s/www.sehatq.com/penyakit/sindrom-kematian-mendadak-pada-

bayi-sids/amp (Diakses pada tanggal 5 Agustus 2019)

https://m.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20150527103020-255-55952/kematian-bayi-mendadak-

lebih-banyak-di-daerah-dataran-tinggi (Diakses pada tanggal 5 Agustus 2019)

25

Anda mungkin juga menyukai