Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH

KONSEP MANAJEMEN KEBIDANAN PADA KASUS


NEONATUS DENGAN SEPSIS NEONATORUM

Diajukan untuk Memenuhi Tugas


Mata Kuliah Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal

Dosen Pembimbing :
Erni Dwi Widyana, SST., M.Kes

Disusun Oleh :
Dwi Wulan Isro’tullaila
3A / 1502450018

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI D-IV KEBIDANAN MALANG
2017

1
LEMBAR PENGESAHAN

makalah ini telah dipresentasikan / diseminarkan

pada tanggal ……………… dan dibaca, , dikoreksi, serta disetujui :

Pembimbing

(Erni Dwi Widyana, SST., M.Kes)


NIP. 19820317 200604 2 002

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas makalah seminar Asuhan Kebidanan
Kegawatdaruratan Maternal & Neonatal ini dengan tepat waktu yang
berjudul “NEONATUS DENGAN SEPSIS NEONATORUM”
Dalam penyelesaian makalah ini, kami mendapat banyak bantuan oleh
berbagai pihak. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Erni Dwi Widyana, SST., M.Kes selaku dosen pembimbing mata
kuliah Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal
yang telah memberikan tugas makalah dan bantuan dalam penyelesaian
makalah ini.
2. Teman – teman kelas III A yang telah memberikan motivasi dan saran-
saran dalam penyelesaian makalah ini.
3. Orang tua kami yang tidak pernah lelah memberikan motivasi dan doa
dalam penyelesaian makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih kurang sempurna, oleh karena
itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan makalah selanjutnya.
Besar harapan kami semoga makalah ini dapat bermanfaat sebagai
informasi ataupun pengetahuan bagi pembaca dan dapat menjadi literature guna
membantu mahasiswa dalam belajar mata kuliah Asuhan Kebidanan
Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal.

Malang, September 2017

Penyusun

DAFTAR ISI

3
KATA PENGANTAR .......................................................................................i
DAFTAR ISI ......................................................................................................ii
BAB I TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................1
1.1 Definisi .........................................................................................1
1.2 Etiologi .........................................................................................2
1.3 Patofisiologi ..................................................................................6
1.4 Klasifikasi .....................................................................................8
1.5 Diagnosis.......................................................................................9
1.6 Penatalaksanaan.............................................................................12
1.7 Komplikasi....................................................................................13
1.8 Prognosis.......................................................................................13
BAB II KONSEP MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN .......................14
2.1 Pengkajian......................................................................................14
2.2 Identifikasi Diagnosis dan Masalah Aktual...................................23
2.3 Identifikasi Diagnosis dan Masalah Potensial...............................23
2.4 Identifikasi Tindakan Segera.........................................................24
2.5 Intervensi ......................................................................................25
2.6 Implementasi .................................................................................28
2.7 Evaluasi .........................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................29
LAMPIRAN

4
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi
Sepsis adalah penyebab kematian neonatal yang paling umum, ini
bertanggungjawab atas sekitar 30-50% dari total kematian neonatal di negara
berkembang. Diperkirakan sampai 20% neonatus dengan pengembangan
sepsis dan sekitar 1% meninggal dengan penyebab sepsis terkait. Sepsis
terkait kematian sebagian besar dapat dicegah dengan pencegahan sepsis itu
sendiri. Ini termsuk pengenalan tepat waktu, terapi antimikroba rasional dan
perawatan suportif agresif. Kejadian Neonatal Sepsis sesuai data dari
National Neonatal database perinatal (NNPD, 2002-03) adalah 30 per 1000
jiwa kelahiran. Jaringan NNPD yang terdiri dari 18 unit perawatan neonatal
tersier di seluruh India menemukan sepsis menjadi salah satu dari penyebab
paling umum kematian neonatal yang berkontribusi 19% dari semua kematian
neonatal (International Journal of Contemporary Pediatrics,2015).
Sepsis Neonatorum adalah suatu infeksi bakteri berat yang menyebar
keseluruh tubuh bayi baru lahir. Sepsis terjadi pada kurang dari 1% bayi baru
lahir tetapi merupakan penyebab dari 30% kematian pada bayi baru lahir.
Infeksi bakteri 5 kali lebih sering terjadi pada bayi baru lahir yang beratnya
kurang dari 2,75 kg dan 2 kali lebih sering menyerang bayi laki-laki. Pada
lebih dari 50% kasus sepsis mulai timbul dalam waktu 6 jam setelah bayi
lahir, tetapi kebanyakan muncul dalam waktu 72 jam setelah lahir. Sepsis
yang baru timbul dalam waktu 4 hari atau lebih kemungkinan disebabkan
oleh infeksi nosokomial (infeksi yang didapat di rumah sakit) (Marni, 2015).

Neonatus dengan Neonatus dengan


kategori Total, n. (%)
EOS*, n. (%) LOS**,n. (%)
Laki-laki 21 (42%) 11 (22%) 32 (64%)
Perempuan 8 (16%) 10 (20%) 18 (36%)
Total 29 (58%) 21 (42%) 50
*usia 0 sampai 7 hari, ** usia > 7 sampai 90 hari

Tabel 1. Distribusi 50 neonatus dengan sepsis yang dicurigai menurut jenis kelamin, umur
dan jenis sepsis (International Research Journal of Medical Sciences, 2013)

5
Sepsis adalah inspeksi berat yang umumnya disebabkan oleh bakteri,
yang bisa berasal dari organ-organ dalam tubuh seperti paru-paru,usus,saluran
kemih atau kulit yang menghasilkan toksin atau racun yang menyebabkan
sistem kekebalan tubuh menyerang organ dan jaringan tubuh sendiri. Sepsis
dapat mengakibatkan komplikasi yang serius mengenai ginjal, paru-paru, otak
dan pendengaran bahkan kematian (Anik Maryunani, 2013).
Infeksi ringan seperti konjungtivitis dan sariawan biasanya tidak
termasuk di bawah sepsis neonatal. Di antara kelahiran intramural, Klebsiella
pneumoniae adalah patogen yang paling sering terisolasi (32,5%), diikuti oleh
Staphylococcus aureus (13,6%). Di antara neonatus ekstra kurikuler (rujukan
dari masyarakat / rumah sakit lainnya), Klebsiella pneumoniae adalah
organisme yang paling umum (27%), diikuti oleh Staphylococcus aureus
(15%) dan Pseudomonas (13%). (International Journal of Contemporary
Pediatrics,2015)
Sepsis neonatorum merupakan Infeksi umum bakteri dalam darah.
Sindrom klinis dengan ciri penyakit sistemik simptomatik dan bakterimia.
Infeksi ini lebih sering ditemukan pada bayi dengan berat lahir rendah. Infeksi
ini lebih sering dialami bayi yang lahir di rumah sakit daripada yang lahir
dirumah. Bayi baru lahir mendapatkan kekebalan/imunitas transplasenta
terhadap kuman-kuman yang berasal dari ibunya. Bayi yang lahir di rumah
sakit terpajan kuman yang bukan hanya berasal dari ibunya sendiri, melainkan
juga dari ibu-ibu yang lain. Terhadap kuman yang bukan dari ibunya, bayi
tidak mempunyai imunitas. Bayi berisiko mempunyai kesempatan 4 kali untuk
mendapatkan septicemia dibanding bayi baru lahir normal (Deslidel, 2011).

1.2 Etiologi
Penyebab neonatus sepsis/sepsis neonatorum adalah berbagai macam
kuman seperti bakteri, virus, parasit, atau jamur. Sepsis pada bayi hampir
selalu disebabkan oleh bakteri seperti Escherichia koli, Streptococus group B,
Stophylococus aureus, Enterococus, Listeria monocytogenes, Klepsiella,
Entererobacter sp, Pseudemonas aeruginosa, Proteus sp dan organisme
anaerobic.

6
Gambar 1. Frekuensi tipe bakteri terdeteksi pada darah neonatus (International
Research Journal of Medical Sciences, 2013)

Streptococcus grup B dapat masuk ke dalam tubuh bayi selama proses


kelahiran. Menurut Centers for Diseases Control and Prevention (CDC)
Amerika, paling tidak terdapat bakteria pada vagina atau rektum pada satu
dari setiap lima wanita hamil, yang dapat mengkontaminasi bayi selama
melahirkan. Bayi prematur yang menjalani perawatan intensif rentan terhadap
sepsis karena sistem imun mereka yang belum berkembang dan mereka
biasanya menjalani prosedur-prosedur invasif seperti infus jangka panjang,
pemasangan sejumlah kateter, dan bernafas melalui selang yang dihubungkan
dengan ventilator. Organisme yang normalnya hidup di permukaan kulit
dapat masuk ke dalam tubuh kemudian ke dalam aliran darah melalui alat-alat
seperti yang telah disebut di atas.
Faktor- faktor yang mempengaruhi kemungkinan infeksi secara umum
berasal dari tiga kelompok, yaitu :
1.    Faktor Maternal
a. Status sosial-ekonomi ibu, ras, dan latar belakang. Mempengaruhi
kecenderungan terjadinya infeksi dengan alasan yang tidak
diketahui sepenuhnya. Ibu yang berstatus sosio- ekonomi rendah
mungkin nutrisinya buruk dan tempat tinggalnya padat dan tidak
higienis. Bayi kulit hitam lebih banyak mengalami infeksi dari
pada bayi berkulit putih.

7
b. Status paritas (wanita multipara atau gravida lebih dari 3) dan umur
ibu (kurang dari 20 tahun atua lebih dari 30 tahun
c. Kurangnya perawatan prenatal.
d. Ketuban Pecah Dini (sebelum kehamila 37 minggu)
e. Prosedur selama persalinan.
f. Perdarahan
2.    Faktor Neonatatal
a. Prematurius ( berat badan bayi kurang dari 1500 gram), merupakan
faktor resiko utama untuk sepsis neonatal. Umumnya imunitas bayi
kurang bulan lebih rendah dari pada bayi cukup bulan. Transpor
imunuglobulin melalui plasenta terutama terjadi pada paruh
terakhir trimester ketiga. Setelah lahir, konsentrasi imunoglobulin
serum terus menurun, menyebabkan hipigamaglobulinemia berat.
Imaturitas kulit juga melemahkan pertahanan kulit.
b. Defisiensi imun. Neonatus bisa mengalami kekurangan IgG
spesifik, khususnya terhadap streptokokus atau Haemophilus
influenza. IgG dan IgA tidak melewati plasenta dan hampir tidak
terdeteksi dalam darah tali pusat. Dengan adanya hal tersebut,
aktifitas lintasan komplemen terlambat, dan C3 serta faktor B tidak
diproduksi sebagai respon terhadap lipopolisakarida. Kombinasi
antara defisiensi imun dan penurunan antibodi total dan spesifik,
bersama dengan penurunan fibronektin, menyebabkan sebagian
besar penurunan aktivitas opsonisasi.
c. Laki-laki dan kehamilan kembar. Insidens sepsis pada bayi laki-
laki empat kali lebih besar dari pada bayi perempuan.
3.   Faktor Lingkungan
a. Ada defisiensi imun bayi cenderung mudah sakit sehingga sering
memerlukan prosedur invasif, dan memerlukan waktu perawatan di
rumah sakit lebih lama. Penggunaan kateter vena/ arteri maupun
kateter nutrisi parenteral merupakan tempat masuk bagi
mikroorganisme pada kulit yang luka. Bayi juga mungkin terinfeksi
akibat alat yang terkontaminasi.

8
b. Paparan terhadap obat-obat tertentu, seperti steroid, bis
menimbulkan resiko pada neonatus yang melebihi resiko
penggunaan antibiotik spektrum luas, sehingga menyebabkan
kolonisasi spektrum luas, sehingga menyebabkan resisten berlipat
ganda.
c. Kadang- kadang di ruang perawatan terhadap epidemi
penyebaranmikroorganisme yang berasal dari petugas ( infeksi
nosokomial), paling sering akibat kontak tangan.
d. Pada bayi yang minum ASI, spesies Lactbacillus dan E.colli
ditemukan dalam tinjanya, sedangkan bayi yang minum susu
formula hanya didominasi oleh E.colli (AsriningS.,2003).
Infeksi neonatus adalah infeksi pada neonatus yang terjadi pada masa
antenatal, intranatal dan postnatal. Infeksi prenatal dapat disebabkan oleh
berbagai bakteri seperti: Escherichia coli, pseudomonas pyocyaneus,
klebsielia, staphylococcus aureus, coccus gonococcus (Sudarti,2010).
Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus
melalui beberapa cara, yaitu :
a. Infeksi antenatal atau sebelum lahir
Infeksi yang terjadi pada masa kehamilan dimana kuman masuk ke
tubuh janin melalui sirkulasi darah ibu dan kemudian masuk melewati
plasenta dan masuk ke dalam sirkulasi darah umbilicus. Misalnya :
1) Virus seperti rubella, herpes, poliomyelitis, variola, vaccinia,
coxsackie, cytomegalic inclusion
2) Spirochaeta : teroponema polidum.
3) Bakteri escherichia coli, listeria monocytoganes, sifilis,
toksoplasma dan malaria.
b. Infeksi intranatal atau saat persalinan
Infeksi terjadi pada masa persalinan, infeksi ini terjadi dengan cara
mikro organisme masuk dari vagina naik dan kemudian masuk ke
dalam rongga amnion biasanya setelah kulit ketuban pecah. Ketuban
yang pecah lebih dari 12 jam akan menjadi penyebab timbulnya
placentitis dan amnionits. Infeksi dapat terjadi pula walaupun air

9
ketuban belum pecah yaitu pada partus lama yang sering dilakukan
manipulasi vagina. Infeksi dapat pula terjadi melalui kontak langsung
dengan kuman yang berasal dari vagina misalnya pada blennorhoe,
herpes genitalis, gandida albican, dan n. Gonorrea.
c. Infeksi post natal atau sesudah persalinan
Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran umumnya terjadi akibat infeksi
nosokomial dari lingkungan di luar rahim (misalnya melalui alat-alat:
pengisap lendir, selang endotrakea, infus, selang nasogastrik, botol
minuman atau dot). Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi
dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial. Infeksi juga dapat
terjadi melalui luka umbilikus.Misalnya pada fian neonatorum,
omfalitis dan lain-lain (Sudarti,2010).

1.3 Patofisiologi
Neonatus sangat rentan terhadap infeksi sebagai akibat rendahnya
imunitas non spesifik (inflamasi) dan spesifik (humoral), seperti rendahnya
fagositosis, keterlambatan respon kemotaksis, minimal atau tidak adanya
imunoglobulin A dan imunoglobulin M (IgA dan IgM), dan rendahnya kadar
komplemen.
Sepsis pada periode neonatal dapat diperoleh sebelum kelahiran
melalui plasenta dari aliran darah maternal atau selama persalinan karena
ingesti atau aspirasi cairan amnion yang terinfeksi.
Sepsis awal (kurang dari 3 hari) didapat dalam periode perinatal,
infeksi dapat terjadi dari kontak langsung dengan organisme dari saluran
gastrointestinal atau genitourinaria maternal. Organisme yang paling sering
menginfeksi adalah streptokokus group B (GBS) dan escherichia coli, yang
terdapat di vagina. GBS muncul sebagaimikroorganisme yang sangat virulen
pada neonatus, dengan angka kematian tinggi (50%) pada bayi yang terkena
Haemophilus influenzae dan stafilokoki koagulasi negatif juga sering terlihat
pada awitan awal sepsis pada bayi BBLSR.

10
Sepsis lanjut (1 sampai 3 minggu setelah lahir) utamanya nosokomial,
dan organisme yang menyerang biasanya stafilokoki, klebsiella, enterokoki,
dan pseudomonas. Stafilokokus koagulasi negatif, baiasa ditemukan sebagai
penyebab septikemia pada bayi BBLR dan BBLSR. Invasi bakterial dapat
terjadi melalui tampatseperti puntung tali pusat, kulit, membran mukosa mata,
hidung, faring, dan telinga, dan sistem internal seperti sistem respirasi, saraf,
perkemihan, dan gastrointestinal.
Infeksi pascanatal didapat dari kontaminasi silang dengan bayi lain,
personel, atau benda – benda dilingkungan. Bakteri sering ditemukan dalam
sumber air, alat pelembab, pipa wastafel, mesin penghisap, kebanyakan
peralatan respirasi, dan kateter vena dan arteri terpasang yang digunakan
untuk infus, pengambilan sampel darah, pemantauantanda vital. (Donna L.
Wong, 2009).
Proses patofisiologi sepsis dimulai dengan invasi bakteri dan
kontaminasi sistemik. Pelepasan endotoksin oleh bakteri menyebabkan
perubahan fungsi miokardium perubahan ambilan dan penggunaan oksigen
terhambatnya fungsi mitokondria, dan kekacauan metabolik yang progresif.
Pada sepsis yang tiba-tiba dan berat, complemen cascade menimbulkan
banyak kematian dan kerusakan sel. Akibatnya adalah penurunan perfusi
jaringan, asidosis metabolik, dan syok, yang mengakibatkan
disseminatedintravaskular coagulation (DIC) dan kematian.( Bobak, 2005).
Penderita dengan gangguan imun mempunyai peningkatan resiko
untuk mendapatkan sepsis nosokomial yang serius. Manifestasi
kardiopulmonal pada sepsis gram negatif dapat ditiru dengan injeksi
endotoksin atau faktor nekrosis tumor (FNT). Hambatan kerja FNT oleh
antibodi monoklonal anti-FNT sangat memperlemah manifestasi syok septik.
Bila komponen dinding sel bakteri dilepaskan dalam aliran darah, sitokin
teraktivasi, dan selanjutnya dapat menyebabkan kekacauan fisiologis
lebih lanjut.Baik sendirian ataupun dalam kombinasi, produk-produk bakteri
dan sitokin proradang memicu respon fisiologis untuk menghentikan
penyerbu (invader) mikroba. FNT dan mediator radang lain meningkatkan
permeabilitas vaskuler, dan terjadinya ketidakseimbangan tonus vaskuler, dan

11
terjadinya ketidakseimbangan antara perfusi dan kenaikan kebutuhan
metabolik jaringan.
Syok didefinisikan dengan tekanan sistolik dibawah persentil ke-5
menurut umur atau didefinisikan dengan ekstremitas dingin. Pengisian
kembali kapiler yanng terlambat (>2 detik) dipandang sebagai indikator yang
dapat dipercaya pada penurunan perfusi perifer. Tekanan vaskuler perifer
pada syok septik (panas) tetapi menjadi sangat naik pada syok yang lebih
lanjut (dingin). Pada syok septik pemakaian oksigen jaringan melebihi
pasokan oksigen. Ketidakseimbangan ini diakibatkan oleh vasodilatasi
perifer pada awalnya, vasokonstriksi pada masa lanjut, depresi miokardium,
hipotensi, insufisiensi ventilator, anemia (Nelson, 1999).
Septisemia menunjukkan munculnya infeksi sistemik pada darah yang
disebabkan oleh penggandaan mikroorganisme secara cepat atau zat-zat
racunnya, yang dapat mengakibatkan perubahan psikologis yang sangat besar.
Zat-zat patogen dapat berupa bakteri, jamur, virus, maupun riketsia. Penyebab
yang paling umum dari septisemia adalah organisme gram negatif. Jika
perlindungan tubuh tidak efektif dalam mengontrol invasi mikroorganisme,
mungkin dapat terjadi syok septik, yang dikarakteristikkandengan perubahan
hemodinamik, ketidakseimbangan fungsi seluler, dan kegagalansistem
multipel (Marilynn E. Doenges, 1999).

1.4 Klasifikasi
Klasifikasi sepsis berdasarkan waktu terjadinya, sepsis neonatorum dapat
diklasifikasikan menjadi dua bentuk yaitu :
a. Sepsis neonatorum awitan dini (early-onset neonatal sepsis)
Sepsis awitan dini (SAD) merupakan infeksi perinatal yang terjadi
segera dalam periode postnatal (kurang dari 72 jam) dan biasanya
diperoleh pada saat proses kelahiran atau in utero.
Definisi bervariasi dari 24 jam sampai 6 hari, tetapi sebagaian besar
muncul dalam 72 jam kehidupan (Tom Lissauer,2013).
Dinegara maju, kuman tersering yang ditemukan pada kasus SAD
adalah Streptokokus Grup B (SGB) lebih dari 40% kasus, Escherichia

12
coli, Haemophilus influenza,dan Listeria monocytogenes, sedangkan di
negara berkembang termasuk Indonesia, mikroorganisme penyebabnya
adalah batang gram negatif. Sepsis neonatorum awitan dini memiliki
kekerapan 3,5 kasus per 1000 kelahiran hidup dengan angka mortalitas
sebesar 15-50%
b. Sepsis neonatorum awitan lambat (late-onset neonatal sepsis)
Sepsis awitan lambat (SAL) merupakan infeksi postnatal (lebih dari
72 jam) yang diperoleh dari lingkungan sekitar rumah sakit (infeksi
nosokomial). Proses infeksi pasien semacam ini disebut juga infeksi
dengan transmisi horizontal.
Dalam rumah sakit, sebagai besar organisme yang didapat melalui
transmisi nosokomial dari orang ke orang. dapat juga disebabkan oleh
organisme yang didapat dari komunitas. (Tom Lissauer,2013)
Angka mortalitas SAL lebih rendah daripada SAD yaitu kira-kira 10-
20%. Dinegara maju, Coagulase-negative Staphilococci (CoNS) dan
Candida albicans merupakan penyebab utama SAL, sedangkan di negara
berkembang didominasi oleh mikroorganisme batang gram negatif (E.
Coli, Klebsiella, dan Pseudomonas aeruginosa).

1.5 Diagnosis
Diagnosis infeksi pada bayi baru lahir tidak mudah. Tanda khas seperti
yang terdapat pada bayi yang lebih tua seringkali tidak di temukan. Seringkali
diagnosis di dahului oleh persangkaan adanya infeksi, kemudian berdasarkan
itu diagnosis di tentukan dengan pemeriksaan selanjutnya. Infeksi pada bayi
baru lahir cepat sekali menjalar menjadi infeksi umum, sehingga gejala infeksi
local tidak menonjol lagi. Beberapa gejala perubahan tingkah laku bayi baru
lahir disebut diantaranya ialah malas minum,gelisah atau mungkin tampak
letargis, frekuensi pernapasan meningkat,berat badan tiba2 turun, muntah dan
diare. Selain itu dapat terjadi edema,skleremapurpura atau,perdarahan, ikterus,
hepatosplenomegali dan kejang. Suhu tubuh dapat meninggi,normal atau dapat
pula kurang dari normal (Marmi,2012).

13
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
Organisme penyebab terjadinya infeksi bisa diketahui dengan melakukan
pemeriksaan mikroskopis maupun pembiakan terhadap contoh darah, air
kemih maupun cairan dari telinga dan lambung. Jika diduga suatu meningitis,
maka dilakukan pungsi lumbal (Marni, 2015).
Diagnosis ditegakkan jika terdapat lebih dari satu kumpulan gejala
berikut ini :

a. Gejala umum infeksi : tampak sakit, tidak man ruinum, suhu naik atau
turun, sklerena/skerederna.
b. Gejala gastrointestinal : terdapat diare, muntah, hepatomegali,
splenomegali, atau perut kembung.
c. Gejala paru : sianosis, apnea, atau takipnea.
d. Gejala kardiovaskular : terdapat takikardia, edema atau dehidrasi.
e. Gejala neurologic : letargi (tampak seperti mayat), peka rangsang atau
kejang.
f. Gejala hematologis-laboratorium : ikterus, pendarahan bawah kulit,
leukopenia, dan leukosit kurang dari 5.000/mm3.
g. Pemeriksaan tambahan untuk memperkuat sepsis neonatorum adalah :
KED meningkat, trombositopenia, granulasi toksis vakuolisasi sel atau
granulasi toksis, vakuolisasi nukleus polimorf.
Gejala sepsis seringkali tidak khas pada bayi, maka di perlukaan bantuan
pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis
sepsis :
a. Tes darah ( termasuk hitung sel darah putih) dan kultur darah untuk
menentukan apakah ada bakteri di dalam darah. Tes darah lainnya dapat
memeriksa fungsi organ tubuh seperti hati, ginjal (Putra, 2012).
b. Urine diambil dengan kateter steril untuk memeriksa urine di bawah
mikroskop, dan kultur urine untuk mengetahui ada atau tidaknya bakteri
(Putra, 2012).
c. Pungsi lumbal (pengambilan cairan otak dari tulang belakang) untuk
mengetahui apakah bayi terkena meningitis (Putra, 2012).

14
1) Lebih dari 30 sel darah putih (30x10 9/L);diduga infeksi bila lebih dari
20/mm3 sel darah putih (20x10 9/L) dan lebih dari 5/mm3 (5x10 9/L)
neutrofil.
2) Protein – pada bayi cukup bulan > 200mg/dL (>2g/L).
3) Glukosa – kurang dari 30% gula darah.
4) Dapat timbul streptokokkus group B pada pemeriksaan gram tanpa ada
sel darah putih yang muncul (Fanaroff dan Lissauer, 2013).
d. Rontgen, terutama paru-paru, untuk memastikan ada tidaknya pneumonia
(Putra, 2012).
e. Jika bayi menggunakan perlengkapan medis di tubuhnya, seperti infuse,
kateter, maka cairan dalam perlengkapan medis tersebut akan diperiksa
ada tidaknya tanda-tanda infeksi (Putra, 2012).
f. Pemeriksaan C-Reactive Protein (CRP) merupakan pemeriksaan protein
yang disintesis di hepatosit dan muncul pada fase akut bila terdapat
kerusakan jaringan (Maryunani dan Nurhayati, 2009).
g. Lokasi infeksi-pertimbangkan aspirasi jarum atau biopsi untuk
pemeriksaan gram dan mikroskopi direk (Fanaroff dan Lissauer, 2013).
h. Aspirat trakea bila menggunakan ventilasi mekanik. Pertimbangkan
(Fanaroff dan Lissauer, 2013).
i. Kultur vagina ibu (Fanaroff dan Lissauer, 2013).
j. Kultur jaringan plasenta dan histopatologi (Fanaroff dan Lissauer, 2013).
k. Skrining antigen cepat (Fanaroff dan Lissauer, 2013).
l. Gas darah (Fanaroff dan Lissauer, 2013).
m. Skrining koagulasi (Fanaroff dan Lissauer, 2013).
Bayi yang sepsis atau dicurigai mengalami sepsis akan di tatalaksana
dirumah sakit, tempat dokter dan memantau keadaanya dan memberikan
pengobatan untuk melawan infeksi. Bila bayi di diagnosa sepsis maka dokter
dapat memberikan cairan infus, mengukur tekanan darah dan pernafasan dan
memberikan antibiotik (Anik Maryunani, 2013).

15
1.6 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan mandiri sepsis neonatorum dalam gawat darurat
kebidanan :
a. Berikan posisi semifowler agar sesak berkurang
b. Apabila suhu tinggi lakukan kompres dingin
c. Berikan ASI perlahan-lahanatau sedikit demi sedikit
d. Apabila bayi muntah, lakukan perawatan muntah yaitu posisi tidur
miring kekiri atau kekanan
e. Apabila ada diare, perhatikan personal hygiene dan keadaan lingkungan
f. Observasi :
a. Kelemahan, penurunan aktivitas dan melemahnya tonus otot.
b. Minum sedikit.
c. Perubahan TTV.
d. Kondisi warna kulit.
e. Perubahan suhu (terutama hipotermi).
f. Intake output.
g. Amati setiap sistem tubuh (Anik Maryunani, 2013).
g. Rujuk segera ke rumah sakit, lakukan informed concent pada keluarga.
2. Penatalaksanaan Kolaborasi untuk sepsis neonatorum ada 3 tahap, yaitu
sebagai berikut :
a. Perawatan umum
1) Tindakan aseptic dengan cuci hama.
2) Pertahankan suhu tubuh sekitar 36,5-37,5oC
3) Jalan napas harus bersih, artinya jangan sampai ada gangguan napas
4) Cairan diberikan dengan infus
5) Lakukan perawatan bayi dan tali pusat dengan baik
b. Medika mentosa
1) Beri antibiotic kombinasi
2) Evaluasi hasil 3-5 hari. Bila tidak berhasil ganti antibiotic
3) Uji sensitivitas kuman sehingga antibiotic diberikan dengan cepat
4) Antibiotic diberikan perpanjangan selama 7 hari setelah perbaikan
secara klinis

16
c. Simtomatik : pengobatan simtomatik diberikan sesuai dengan gejala
klinisnya (obat penurun panas, obat anti kejang).
Tranfusi darah sehingga Hb 11g%
3. Penatalaksanaan Rujukan
Bayi dirujuk kerumah sakit terutama yang memiliki fasilitas NICU dengan
BAKSO KUDA dan bidan ikut mendampingi pasien selama rujukan.

1.7 Komplikasi
1. Syok karena lepasnya toksin kedalam cairan darah, yang dimana gejalanya
sukar untuk dideteksi.
2. Meningitis (peradangan pada selaput otak dan sumsum tulang belakang).
3. Gangguan metabolik.
4. Pneumonia (penyakit radang paru-paru).
5. Inspeksi saluran kemih.
6. Gagal jantung kongesti
7. Kematian (Anik Maryunani, 2013).

1.8 Prognosis
Pada umumnya angka kematian sepsis neonatorum berkisar antara 10-
40% dan pada meningitis 15-50%. Tinggi rendahnya angka kematian
bergantung pada waktu timbulnya penyakit, penyebabnya, besar kecilnya
bayi, beratnya penyakit dan tempat perawatannya. Gejala sisa neurologik
yang jelas tampak adalah hidrosefalus, retardasi mental, buta, tuli, dan cara
bicara yang tidak normal. Kejadian gejala sisa ini adalah sekitar 30-50% pada
bayi yang sembuh dari meningitis. Gejala sisa ringan seperti gangguan
penglihatan, kesukaran belajar dan kelainan tingkah laku dapat pula terjadi.
25% bayi meninggal meskipun telah diberikan antibiotik dan perawatan
intensif. Angka kematian pada bayi prematur yang kecil adalah 2 kali lebih
besar (Marni, 2015).

17
BAB II
KONSEP MANAJEMEN KEBIDANAN
Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan pada Bayi Baru Lahir dengan sepsis
neonatorum

1. Pengkajian
Dilakukan pada tanggal ... jam... WIB
1) Data Subjektif
Data subjektif adalah data yang didapatkan dari hasil wawancara
(anamnesa) langsung kepada klien dan keluarga dan tim kesehatan
lainnya. Data subjektif ini mencakup semua keluhan klien terhadap
masalah kesehatan yang lain (Wahyuni, 2015).
1) Biodata
- Data bayi
a) Nama bayi :untuk mengetahui identitas bayi dan
menghindari terjadinya kekeliruan.
b) Tanggal lahir : tanggal lahir bayi dikaji untuk mengetahui umur
bayi
c) Umur bayi : untuk mengetahui umur bayi, biasanya terjadi
pada bulan pertama usia bayi sehingga dapat
mengantisipasi diagnose masalah kesehatan dan
tindakan yang dilakukan.
- Data orang tua
a) Nama ibu/ayah : untuk mengetahui identitas orang tua bayi serta
sebagai penanggung jawab terhadap bayi
b) Umur : untuk mengetahui umur dari ibu serta suami,
selain itu digunakan untuk mengetahui keadaan
ibu apakah termasuk primipara muda atau
primipara tua. (Poedji Rochjati, 2003: 74).
c) Agama : riwayat kelahiran
d) Pendidikan : tingkat pendidikan sangat besar pengaruhnya di
dalam tindakan asuhan kebidanan, selain itu anak

18
akan lebih terjamin pada orang tua pasien (anak)
yang tingkat pendidikannya tinggi. (Depkes RI,
1994: 10)
e) Pekerjaan : jenis pekerjaan dapat menunjukkan tingkat
keadaan ekonomi keluarga, juga dapat
memengaruhi kesehatan.
f) Alamat : dicatat untuk mempermudah hubungan bila
keadaan mendesak dan dapat memberi petunjuk
keadaan tempat tinggal pasien. (Depkes RI, 1994:
10).
2) Keluhan Utama
Keluhan utama pada sepsis neonatorum tidak khas seperti pada
kasus-kasus lain, tetapi biasanya didapatkan sebagian gejala dari gejala
yang biasa terjadi seperti bayi lemas, malas minum, reflex hisap kurang,
kuning, letalergi. Secara umum, penderita akan menunjukkan gejala
menggigil, penurunan kesadaran sehingga tidak dapat diajak bicara,
demam atau penurunan suhu tubuh, sakit kepala akibat tekanan darah
yang menurun, denyut jantung meninggi, bercak-bercak di kulit dan
perdarahan juga dapat terjadi.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Ditanyakan untuk mengetahui penyakit-penyakit apa yang sedang
diderita.
4) Riwayat Penyakit Terdahulu
Untuk mengetahui apakah pernah mengalami penyakit infeksi
sebelumnya.
5) Riwayat Kesehatan Keluarga
Untuk mengetahui apakah dalam keluarga ada anggota yang
menderita penyakit infeksi atau tidak.
6) Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Untuk mengetahui penyakit yang pernah diderita ibu selama
kehamilan dan pasca persalinan, terutama penyakit infeksi. Sepsis dapat
timbul sebagai lanjutan dari infeksi mikroorganisme termasuk bakteri,

19
virus, jamur dan parasit. Bayi dapat terkena infeksi selama kehamilan,
dari traktus genital ibu selama kelahiran.
Sepsis neonatorum lebih cenderung berkembang saat ibu menderita
komplikasi kehamilan yang meningkatkan kemungkinan infeksi, yaitu:
a) BBLR (bayi berat lahir rendah) dan prematuritas (lebih dari 37
minggu)
b) Membran ruptur prematur/ketuban pecah dini atau memanjang
( lebih dari  18 jam)
c) Perdarahan
d) Kesulitan partus
e) Infeksi uterus atau jaringan plasenta (Korioamnionitis)
f) Demam intrapartum maternal ( lebih dari  38º )
g) Leukositosis maternal (lebih dari 18.000/μl)
h) Hipoksia atau resusitasi saat lahir
Bayi juga dapat menderita sepsis karena terkena infeksi setelah
kelahiran dari orang atau benda yang terinfeksi. Bayi di neonatus
intensive care unit (NICU) berisiko mendapat infeksi nosokomial, 
terutama mereka yang prematur atau memiliki berat lahir rendah
sehingga lebih rentan infeksi. Mikroorganisme yang normal hidup di
kulit dapat menyebabkan infeksi bila memasuki tubuh melalui kateter
dan pipa lain yang menyertai tubuh bayi.
7) Aktivitas Sehari-hari
b) Pola nutrisi : nutrisi terbaik untuk BBL adalah ASI yang dapat
diberikan segera setelah bayi lahir, pemberiannya
ondeman. Setelah bayi lahir segera susukan pada
ibunya, apakah ASI keluar sedikit, kebutuhan
minum hari pertama 60 cc/kg bb, selanjutnya
ditambah 30 cc/kg bb untuk hari berikutnya.
c) Pola kebersihan :mandi 2 kali s.ehari, perawatan tali pusat dengan
mengganti kasa, mengganti pakaian bila kotor.
d) Pola eliminasi : neonatus akan buang air kecil selama 6 jam setelah
kelahirannya, buang air besar pertama kalinya dalam

20
24 jam pertama berupa mekoneum perlu dipikirkan
kemungkinan mekoneum Plug Syndrome,
megakolon, obstruksi saluran pencernaan.
2) Data Obyektif
Data objektif adalah data yang diperoleh dari hasil observasi dan diukur.
Informasi tersebut biasanya diperoleh dari pemeriksaan fisik (Wahyuni,
2015).
1) Pemeriksaan umum
Untuk mengetahui keadaan umum bayi meliputi tingkatkesadaran
(Sadar, penuh, apatis, gelisah, koma), pernafasan,warna kulit, denyut
jantung, suhu aksiler, postur, gerakan danketegangan otot (Muslihatun,
2010). Biasanya keadaan bayi akan menurun (“not doing well”) malas
minum ( “poor feeding”), hipertemia/hipotermia, sklerema, dan edema.
a) Keadaan Umum : cukup / lemah
b) Kesadaran : composmentis/ letargi/ somnolen
c) Suhu : dinilai dari temperatur normal rectal atau axilla
yaitu 36,5ºC sampai 37ºC.
d) Denyut jantung : dinilai dari kecepatan, irama, kekuatan. Dalam
satu menit normalnya 120-160x/menit.
e) Pernapasan : dinilai dari sifat pernapasan dan bunyi napas.
Dalam satu menit, pernapasan normal, 40-60
x/menit (Marmi dan Rahardjo, 2012). Apabila <
30 x/ menit atau > 60 x/ menit bayi sukar
bernafas, 5% - 10% karena bayi mengalami 4
penyesuaian utama yang dilakukan belum dapat
memeroleh kemajuan dalam perkembangan. Pada
sepsis neonatorum sering ditemukan frekuensi
pernapasan meningkat.
f) Berat badan : normalnya 2500 gram – 4000 gram (jika BB bayi
< 2500 gram maka termasuk BBLR, namun jika
BB bayi < 4000 gram maka bayi tersebut

21
termasuk bayi besar) biasanya penurunan berat
badan terjadi pada bayi sepsis.
2) Pemeriksaan Fisik
a) Kepala :Ada/tidakada caput succedaneum, chepal
hematoma, keadaan ubun-ubun tertutup.
b) Muka : Untuk melihat apakah muka pucat atau tidak,
karena salah satu tanda sepsis neonatorum adalah
mata pucat.
c) Mata : Untuk melihat bagaimana keadaan mata pada
pasien sepsis neonatorum, apakah kuning atau tidak.
Karena salah satu tanda-tanda sepsis neonatorum
adalah mata kuning.
d) Hidung : Untuk melihat adakah cuping hidung atau tidak,
karena salah satu tanda sepsis neonatorum adalah
adanya cuping hidung.
e) Mulut : Untuk melihat apakah sianosis atau tidak, karena
salah satu tanda sepsis neonatorum adalah
terdapatnya sianosis atau tidak.
f) Telinga :Simetris, ada/tidak serumen
g) Dada : Apakah ada gejala pada paru, ada/tidak retraksi
dada, seperti sianosis, apnea.
h) Abdomen : Untuk melihat apakah kembung atau tidak, karena
salah satu tanda sepsis neonatorum pada sistem
saluran pencernaan adalah adanya retensi lambung,
hepatomegali, mencret, muntah, dan perut kembung
i) Ekstremitas: Untuk melihat sianosis atau tidak, karena salah satu
tanda sepsis neonatorum adalah adanya sianosis.
Ada/tidak kemerahan dan pembengkakan pada
sendi, ada/tidak gerakan abnormal.
3) Pemeriksaan antopometri
a) Berat badan
BB bayi normal 2500 – 4000 gram

22
b) Panjang badan
PB bayi lahir normal 48 – 52 cm
c) Lingkar kepala
Lingkar kepala bayi normal 33 – 38 cm
d) Lingkar lengan atas
Normal 10 – 11 cm
4) Refleks atau pemeriksaan neurologis
a) Refleks moro : timbulnya pergerakan tangan yang
simetris apabila kepala tiba-tiba digerakkan
(Saifuddin, 2006; h. 138). Apabila bayi
diberi sentuhan mendadak terutama dengan
jari dan tangan maka akan menimbulkan
gerak terkejut. Reflek moro pada bayi
dengan hiperbilirubinemia biasanya lemah
(Farrer, 2007).
b) Refleks rooting : bayi menoleh ke arah benda yang
menyentuh pipi (Saifuddin, 2006; h. 138).
Reflek rooting pada bayi dengan
hiperbilirubinemia biasanya lemah (Farrer,
2007).
c) Refleks graphs : refleks genggaman telapak tangan dapat
dilihat dengan meletakkan pensil atau jari
di telapak tangan bayi (Frasser, 2009; h.
722). Reflek graphs pada bayi dengan
hiperbilirubinemia biasanya lemah (Farrer,
2007).
d) Refleks sucking : terjadi ketika bayi yang baru lahir secara
otomatis menghisap benda yang
ditempatkan di mulut mereka (Frasser,
2009; h.722). refleks menghisap pada bayi
ikterus kurang (Surasmi, 2003; h. 68).
Reflek sucking pada bayi dengan

23
hiperbilirubinemia biasanya lemah (Farrer,
2007).
e) Refleks tonicneck : pada posisi telentang, ekstremitas di sisi
tubuh dimana kepala menoleh mengalami
ekstensi, sedangkan di sisi tubuh lainnya
fleksi (Frasser, 2009; h. 722). Reflek
tonicneck pada bayi dengan
hiperbilirubinemia biasanya lemah (Farrer,
2007).
f) Refleks glabella : Bayi disentuh pada daerah os glabella
dengan jari tangan pemeriksa maka ia akan
mengerutkan keningnya dan mengedipkan
matanya.
g) Refleks gland : Bila bayi disentuh pada lipatan paha kanan
dan kiri maka ia berusaha mengangkat
kedua pahanya.
Apabila bayi tidak bisa melakukan reflek dengan benar ada
kemungkinan bayi terinfeksi di bagian tulang yang sering terjadi di
sekitaran lengan atau tungkai sehingga pergerakan bayi terbatas.
5) Pemeriksaan Penunjang
a. Tanda infeksi: hasil kultur (darah, LCS, dll)
Kultur darah adalah uji laboratorium untuk memeriksa bakteri
dalam sampel darah. Darah biasanya diambil dari vena, biasanya
dari bagian dalam siku atau bagian belakang tangan. Situs ini
dibersihkan dengan obat pembunuh kuman (antiseptik).
1) terdapat mikroba pada jaringan/cairan
2) deteksi molekuler (darah, urine, LSC)
3) autopsi
b. tanda inflamasi:
1) leukositosis, peningkatan ratio netrofil imatur/total
2) reaksi fase akut: CRP, LED
3) sitokin: interleukin -6 interleukin -8 tumor necrosis factor

24
4) pleositosis pada LCS atau cairan sinovial atau pleural
5) DIC: fibrin degradation products, D-dimer
c. Pewarnaan gram
Pewarnaan Gram atau metode Gram adalah salah satu
teknik pewarnaan yang paling penting dan luas yang digunakan
untuk mengidentifikasi bakteri. Dalam proses ini, olesan bakteri
yang sudah terfiksasi dikenai larutan-larutan berikut : zat
pewarna kristal violet, larutan yodium, larutan alkohol (bahan
pemucat), dan zat pewarna tandingannya berupa zat warna
safranin atau air fuchsin.
d. Pemeriksaan komponen darah
Pemeriksaan hematologi adalah pemeriksaan yang
dilakukan untuk mengetahui keadaan darah dan komponen-
komponennya. Darah terdiri dari bagian padat yaitu sel darah
merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), trombosit dan bagian
cairan yang berwarna kekuningan yang disebut plasma.
Pemeriksaan hematologi rutin dapat menentukan kualitas
kesehatan.
1. Neutrofil
Neutrofil berperan dalam melindungi tubuh melawan infeksi,
nilai normal : 50-70 %
2. Limfosit
Limfosit berperan untuk memproduksi antibodi dalam
melawan infeksi, nilai normal : 25-40 %
3. Monosit
Berperan dalam sistem imun, nilai normal 2-8 %
4. Eosinofil
Eosinofil berperan dalam reaksi alergi, reaksi obat dan infeksi
parasit, nilai normal : 2-4 %
5. Basofil
Basofil berperan dalam proses alergi dan inflamasi, nilai
normal : 0-1,0 %

25
6. Hemoglobin (Hb)
Hb merupakan protein yang terdapat dalam eritrosit yang
berfungsi membawa oksigen ke dalam tubuh. Normal pada
anak-anak : 11,3-14,1 (g/dl)
7. Eritrosit
Fungsi eritrosit / sel darah merah adalah membawa oksigen
ke seluruh  tubuh, nilai normal : laki-laki : 4,4-5,9 (106/µl),
perempuan : 3,8-5,2 (106/µl).
8. Hematokrit
Hematokrit merupakan perbandingan antara sel darah merah,
sel darah putih dan trombosit dengan plasma darah, nilai
normal : laki-laki : 42-52 %, perempuan : 37-47 %
9. Trombosit
Trombosit berperan dalam proses pembekuan darah, nilai
normal : 150-450 (103/µl)
10. Leukosit
pemeriksaan leukosit dilakukan untuk mengetahui kelainan
sel darah putih yang bertanggungjawab terhadap imunitas
tubuh, evaluasi infeksi bakteri dan virus, proses metabolik
toksik dan keganasan sel darah putih.Nilai normal : anak-
anak 6,0-17,5 (103/µl).
11. Pemeriksaan Laju Endap Darah
Pemeriksaan ini digunakan untuk pemantauan keberhasilan
terapi dan perjalanan penyakit terutama penyakit kronis,
mengetahui kemungkinan adanya keganasan, penyakit
kolagen atau infeksi, membedakan tingkat radang atau
pembentukan antibodi terhadap dua penyakit yang secara
klinis susah dibedakan, nilai normal laki-laki : 0-8 mm/jam,
perempuan : 0-15 mm/jam.

26
2. Identifikasi Diagnosis dan Masalah Aktual
Diagnosa kebidanan yaitu diagnosis yang ditegakkan oleh bidan dalam
lingkup praktik kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur (tata nama)
diagnosis kebidanan (Prawirohardjo, 2010).
1) Diagnosa
An. ... anak dari Ny. ... usia .. hari dengan sepsis neonatorum
2) Masalah aktual
Masalah adalah hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman klien
yang ditemukan dari hasil pengkajian atau yang menyertai diagnosis
(Purwoastuti, 2014).
Bayi mengalami gangguan kenyamanan dan gangguan pemenuhan nutrisi
seperti :
1. Tangisnya lemah dan jarang
2. Bayi merintih                     
3. Pernafasan tidak teratur
4. Retraksi dada sebagian
5. Reflek hisap kurang
6. Bayi banyak tidur
7. Gerak tidak aktif
8. Pada pemeriksaan darah lengkap kadar leukosit melebihi batas normal.
3) Kebutuhan
Kebutuhan adalah hal-hal yang dibutuhkan oleh klien dan belum
teridentifikasi dalam diagnosa dan masalah yang didapatkan dengan
melaksanakan analisis data (Nanda, 2010). Kebutuhan pada bayi dengan
Sepsis Neonatorum antara lain pemenuhan kebutuhan nutrisi.

3. Identifikasi Diagnosis dan Masalah Potensial


Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnosa
potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosis yang sudah
diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, apabila memungkinkan
dilakukan pencegahan, sambil mengamati klien bidan diharapkan dapat
bersiap-siap apabila diagnosis/masalah potensial ini benar-benar terjadi.

27
Pada langkah ini penting sekali melakukan asuhan yang aman (Purwoastuti,
2014).
1) Diagnosa
An. ... anak dari Ny. ... usia .. hari dengan sepsis neonatorum
2) Masalah potensial
1. Syok karena lepasnya toksin kedalam cairan darah
2. Dehidrasi
3. Meningitis (peradangan pada selaput otak dan sumsum tulang
belakang)
4. Gangguan metabolic (Asidosis merabolic)
5. Pneumonia (penyakit radang paru)
6. Anemia
7. Hipoglikemia
8. Infeksi saluran kemih
9. Gagal jantung kongestif
10. Hiperbilirubinemia
11. Kematian

4. Identifikasi Tindakan Segera


Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter
dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang
lain sesuai dengan kondisi klien (Purwoastuti, 2014).
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter
dan/atau untuk dikonsultasikan atau di tangani bersama dengan anggota tim
kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien.
Kebutuhan terhadap tindakan segera pada kasus sepsis neonatorum
dengan gangguan pemenuhan nutrisi yaitu untuk memperbaiki keadaan umum
bayi, maka diperlukan penanganan lebih lanjut. Adapun rencana asuhannya
yaitu melakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan infus
D10% (dextrose 10%) 24 tetes/menit, pemasangan oksigen (O2) sungkup 5-7
liter/menit, pemasangan Naso Gastric Tube, dan pemberian obat-obatan
seperti obat injeksi dan salep mata.

28
5. Intervensi
Langkah ini merupakan perluasan dari identifikasi masalah dan diagnosa yang
telah diantisipasi dan melibatkan usaha untuk memperoleh data atau keperluan
penyusunan data (Purwoastuti, 2014).
a. Mandiri
1) Observasi keadaan umum dan TTV bayi
R/ Dapat mengetahui setiap perkembangan dan dapat menentukan
dengan tepat penanganan selanjutnya sebagai parameter adanya kelainan.
2) Menjaga kebersihan bayi
R/ Menjaga kebersihan bayi, deteksi dini terhadap infeksi.
3) Menjelaskan pada ibu hasil pemeriksaan bahwa bayi mengalami infeksi
R/ Meningkatkan pemahaman orang tua terhadap kondisi bayinya
sehingga lebih kooperatif terhadap tindakan yang diberikan.
4) Memberikan inform choise (informasi keadaan dan prosedur tindakan
serta kelebihan dan kekurangan tindakan)
R/ Meningkatkan pemahaman dan menurunkan rasa takut akan penyakit
bayinya, meningkatkan pemahaman dan kerja sama orang tua dalam
prosedur tindakan, memberitahu efek samping yang mungkin terjadi jika
tidak segera ditangani.
5) Memberikan inform consent (persetujuan melakukan tindakan)
R/ Suatu proses yang menunjukkan komunikasi yang efektif antara
dokter dengan pasien, dan bertemunya pemikiran tentang apa yang akan
dan apa yang tidak akan dilakukan terhadap pasien. Informed
consent dilihat dari aspek hukum bukanlah sebagai perjanjian antara dua
pihak, melainkan lebih ke arah persetujuan sepihak atas layanan yang
ditawarkan pihak lain.
6) Perbaiki keadaan umum
1. Berikan posisi semi fowler agar sesak berkurang
R/ posisi semi fowler dapat memberikan kesempatan pada proses
ekspirasi paru.
2. Apabila suhu tinggi lakukan kompres dingin (Pertahankan suhu tubuh
sekitar 36,5-37,5oC)

29
R/ Kompres dingin sering kali digunakan untuk meredakan
perdarahan dengan cara mengkonstriksi pembuluh darah, meredakan
inflamasi dengan vasokonstrisi, dan meredakan nyeri dengan
memperlambat kecepatan konduksi saraf, menyebabkan mati rasa,
Membantu menurunkan suhu tubuh dan bekerja sebagai
counterirritant.
3. Berikan ASI perlahan-lahan atau sedikit demi sedikit bila reflek hisap
kurang, berikan infus.
R/ Bayi dengan dehidrasi harus diberi infus. Beri minum dengan tetes
ASI/ sonde karena refleks menelan BBLR belum sempurna,kebutuhan
cairan untuk bayi baru lahir 120-150ml/kg BB/ hari. 
4. Apabila bayi muntah, lakukan perawatan muntah yaitu posisi tidur
miring kekiri atau kekanan
R/ untuk mencegah terjadiya aspirasi, sehingga bila bayi muntah
diposisikan miring agar muntahan langsung keluar.
5. Apabila ada diare, perhatikan personal hygiene dan keadaan
lingkungan
R/ menjaga kebersihan bayi agar mencegah resiko terjadinya infeksi
7) Melakukan persiapan rujukan
R/ untuk memberikan pelayanan kesehatan yang lebih intensif
menolong bayi dengan cepat dan tepat.
b. Kolaborasi
Melakukan kolaborasi dengan dokter untuk mengetahui tindakan apa
yang selanjutnya harus dilakukan seperti memberikan antibiotik dan
kolaborasi dengan petugas laboratorium untuk pemeriksaan darah.
1) Medikamentosa
a) Beri antibiotic kombinasi
R/ Diberikan kombinasi antibiotika golongan Ampisilin dosis 200
mg/kg BB/24 jam i.v (dibagi 2 dosis untuk neonatus umur < 7 hari
dibagi 3 dosis), dan Netylmycin (Amino glikosida)dosis 7 1/2
mg/kg BB/per hari i.m/i.v dibagi 2 dosis (hati-hati penggunaan

30
Netylmycin dan Aminoglikosida yang lain bila diberikan i.v harus
diencerkan dan waktu pemberian ½ sampai 1 jam pelan-pelan).
b) Evaluasi hasil 3-5 hari. Bila tidak berhasil ganti antibiotic
R/ Apabila gejala klinik memburuk dan atau hasil laboratorium
menyokong infeksi, CRP tetap abnormal, maka diberikan Cefepim
100 mg/kg/hari diberikan 2 dosis atau Meropenem dengan dosis
30-40 mg/kg BB/per hari i.v dan Amikasin dengan dosis 15 mg/kg
BB/per hari i.v i.m (atas indikasi khusus).
c) Uji sensitivitas kuman sehingga antibiotic diberikan dengan cepat
d) Antibiotic diberikan perpanjangan selama 7 hari setelah perbaikan
secara klinis.
2) Simtomatik
Pengobatan simtomatik diberikan sesuai dengan gejala klinisnya (obat
penurun panas, obat anti kejang).
Tranfusi darah sehinggaHb 11g%
c. Rujukan
1) Membuat informed consent untuk meminta persetujuan tindakan
rujukan ke rumah sakit dan menjelaskan kemungkinan yang akan
terjadi yaitu keadaan ibu akan semakin memburuk jika tidak segera
dibawa ke RS dengan fasilitas yang lebih lengkap
2) Menyiapkan manajemen rujukan dengan BAKSOKUDA, yaitu :
B : Bidan menemani selama perjalanan ke Rumah Sakit
A : siapkan Alat kegawatdaruratan seperti oksigen dan ambu bag
K : Keluarga menemani ibu selama proses rujukan
S : Surat rujukan untuk Rumah Sakit
O : Obat yang diperlukan
K : Kendaraan yang digunakan untuk pergi ke Rumah Sakit
U : Uang untuk pembayaran perawatan di Rumah Sakit
DA : Darah / pendonor darah dari keluarga
3) Merujuk ke Rumah Sakit yang memiliki fasilitas gawat darurat lebih
lengkap.

31
6. Implementasi
Kegiatan yang dilakukan dari rencana asuhan menyeluruh seperti
yang telah diuraikan pada langkah sebelumnya, dilaksanakan secara
efisien dan aman (Purwoastuti, 2014).
Perencanaan ini dapat dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian
oleh klien atau anggota tim kesehatan lain. Jika bidan tidak melakukannya
sendiri, ia tetap memikul tanggung jawab untuk mengarahkan
pelaksanaannya (misalnya memastikan agar langkah-langkah tersebut
terlaksana). Dalam situasi ketika bidan berkolaborasi dengan dokter untuk
menagani klien yang mengalami komplikasi. Keterlibatan bidan dalam
manajemen asuhan bagi klien adalah bertanggung jawab terhadap
terlaksananya rencan asuhan bersama yang menyeluruh tersebut.

7. Evaluasi
Evaluasi adalah untuk mengetahui keefektifan dari asuhan yang
sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah
benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah
diidentifikasi didalam masalah dan diagnosis. Rencana tersebut dapat
dianggap efektif jika memang benar-benar efektif dalam
pelaksanaannya (Purwoastuti, 2014). Hasil yang diharapkan dari
asuhan kebidanan pada bayi dengan Sepsis Neonatorum adalah keadaan
umum bayi baik, vital sign dalam batas normal, tidak muntah dan tidak
ikterik.

32
DAFTAR PUSTAKA

Bobak. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas,Alih Bahasa : Maria A.


Wijayarini. Jakarta: EGC
Deslidel, Zuchrah Hasan, Rully Hevrialni, Yan Sartika. 2011. Buku Ajar Asuhan
Neonatus, Bayi,& Balita. Jakarta : EGC
Fanaroff, A.A, Lissauer, T. 2013. Selayang Neonatologi Edisi Kedua. Jakarta: PT
Indeks.
Marni, Kukuh Rahardjo.2015.Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak
Prasekolah. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Marmi, Raharjdjo. 2012. Asuhan Neonatus Bayi Balita dan Anak Prasekolah.
Yogjakarta: Pustaka Belajar.
Maryunani, Anik, Eka Puspita.2013. Asuhan Kegawatdaruratan Maternal dan
Neonatal. Jakarta Timur :CV. TRANS INFO MEDIA
Maryunani, A, Nurhayati. 2009. Asuhan Kegawatdaruratan dan Penyulit pada
Neonatus. Jakarta: CV Trans Info Media.
Naher H.S and Khamael A.B. 2013. Neonatal Sepsis; The Bacterial Causes and
the Risk Factors. IRAQ : International Research Journal of Medical
Sciences. Vol 1. No. 6: 19-22
Nanda, N. 2010. Infeksi Neonatorum. www.wordpress.com. 01 September 2017.
Purwoastuti Endang, Siwi Walyani Elisabeth. 2014. Konsep Kebidanan. Pustaka
Baru Press: Yogyakarta.
Prawirohardjo, S. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka.
Putra, R.S. 2012. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita untuk Keperawatan dan
Kebidanan. Yogjakarta: D-Medika.
Sudarti,Endang Khoirunnisa.2010. Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, dan Anak
Balita. Yogyakarta. Nuha Medika
Surasmi, Asrining, Handayani, Siti, Kusuma, heni Nur. 2003.Perawatan BAYI
Resiko Tinggi (Cetakan 1). Jakarta: EGC
Varney, Helen. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Edisi 4 Volume 1. Jakarta :
EGC.
Verma, Pradeep., Pramod Kumar Berwal., Niranjan Nagaraj ., Sarika Swami.,
Prathusha Jivaji., Satya Narayan. 2015. Neonatal sepsis: epidemiology,

33
clinical spectrum, recent antimicrobial agents and their antibiotic
susceptibility pattern. India : International Journal of Contemporary
Pediatrics. Vol 2. No. 3: 76-177.
Wahyuni, Sari. 2015. Asuhan Neonatus Bayi & Balita : Penuntun Belajar Praktik
Klinik. Jakarta :EGC
Wong, Donna L. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatric. Jakarta : EGC

34

Anda mungkin juga menyukai