Anda di halaman 1dari 17

Asuhan Keperawatan Pada Bayi dengan Hiperbilirubinemia

Di

Oleh :

kelompok 2

Alisya humaira (17010069)

Reza wira vonna (17010086)

Teuku fatahillah (17010093)

STIKes Medika Nurul Islam Sigli

1
Program Studi Ilmu Keperawatan

Tahun 2019

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada
Rasulullah SAW. Berkat rahmat dan limpahan-Nya saya mampu menyelesaikan tugas ini.

Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang saya hadapi.
Namun saya menyadari bahwa kelancaran dan penyusunan materi ini tidak lain berkat
bantuan, dorongan dan bimbingan kedua orang tua, sehingga kendala – kendala yang saya
hadapi dapat teratasi.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang Asuhan
Keperawatan pada bayi dengan hiperbilirubinemia. Makalah ini saya susun dengan berbagai
ragam rintangan. Baik itu yang datang dari diri sendiri maupun dari luar. Namun dengan
penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah SWT. makalah ini dapat terselesaikan.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi
sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa umumnya. Saya sadar
bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Untuk itu, kepada
dosen pembimbing saya meminta masukannya demi perbaikan pembuatan makalah saya di
masa yang akan datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.

Sigli, 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................1
DAFTAR ISI..........................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...........................................................................3
B. Tujuan Penulisan........................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi........................................................................................5
B. Etiologi........................................................................................6
C. Klasifikasi....................................................................................7
D. Tanda dan gejala..........................................................................9
E. Patofisiologi................................................................................10
F. Pemeriksaan Penunjang...............................................................11
G. Komplikasi..................................................................................12
H. Penatalaksanaan Medis...............................................................13
I. Rencana Asuhan Keperawatan....................................................13

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan..................................................................................16
B. Saran............................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Pembangunan kesehatan yang telah dilaksanakan selama ini bertujuan untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Indikator derajat kesehatan masyarakat
komponen kesehatan, diantaranya adalah angka kematian ibu (AkI) dan angka
kematian bayi (AKB). Indonesia masih menuai prestasi di ASEAN (Association of
South East Asia Nations) angka kematian bayi di negara-negara ASEAN seperti
singapura 3/1000 Per kelahiran hidup, malaysia 5,5/1000 per kelahiran hidup, thailand
17/1000 kelahiran hidup, vietnam 18/1000 per kelahiran hidup, dan philipina 26/1000
per kelahiran hidup. Sedangkan angka kematian di indonesia cukup tinggi yakni
26,9/2000 per kelahiran hidup. Tingkat kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu
indikator di suatu negara. Angka kematian maternal dan neonatal tinggi masih tinggi,
salah satu faktor penting dalam upaya penurunan angka tersebut dengan memberikan
pelayanan kesehatan maternal dan neonatal yang berkualitas kepada masyarakat yang
belum terlaksana. Menurut pola penyakit penyebab kematian bayi menunjukkan
bahwa proporsi pennyebab kematian neonatal kelompok umur 0-7 hari tertinggi
adalah premature dan berat badan lahir rendah / BBLR (35%), kemudian asfiksia lahir
(33,6%). Penyakit penyebab kematian neonatal kelompok umur 8-28 hari tertinggi
adalah infeksi sebesar 57,1% (termasuk tetanus 9,5%, sepsis, pneumonia, diare),
kemudian feeding problem (14,3%). Berdasarkan data dari The Fifty Sixth Session of
Regional Commitee, WHO (world health organization), pada tahun 2013, kematian
bayi terjadi pada usia neonatus dengan penyebab infeksi 33%, afiksia/trauma 28%,
BBLR 24%, kelainan bawaan 10%, dan lain-lain 5%. Salah satu penyebab mortalitas
pada bayi baru lahir adalah ensefalopati biliaris (lebih dikenal sebagai kernikterus).
Ensefalopati biliaris merupakan komplikasi ikterus neonatorum yang paling berat.
Selain memiliki angka mortalitas yang tinggi, juga menyebabkan gejala sisa berupa
celebral palsy, tuli nada tinggi, paralysis dan displasis dental yang sangat
mempengaruhi kualitas hidup. Ikterus adalah suatu keadaan kulit dan membran
mulkosa yang warnanya menjadi kuning akibat peningkatan jumlah pigmen empedu
di dalam darah dan jaringan tubuh. Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar
bilirubin mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi menimbulkan kern-ikterus ,

4
jika tidak ditanggulangi dengan baik. Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi
bilirubin dalam darah neonatus, ikterus akan ditemukan pada minggu pertama dalam
kehidupannya. Di kemukakan bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi
cukup bulan dan 80% pada bayi kurang bulan. Ikterus ini pada sebagian besar lagi
mungkin bersifat patologik yang dapat menimbulkan gangguan menetap atau
menyebabkan kematian, karenanya setiap bayi dengan ikterus harus mendapat
perhatian terutama bila ikterus ditemukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi.
Proses hemolisis darah, infeksi berat, ikterus yang berlangsung lebih dari satu minggu
serta bilirubin direl lebih dari 1 mg/dl juga keadan yang menunjukkan kemungkinan
adanya ikterus patologik. Dalam keadaan tersebut penatalaksanaan harus dilakukan
sebaik-baiknya agar akibat buruk ikterus dapat di hindarkan.

A. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum

Diharapkan mahasiswa memahami tentang konsep dasar asuhan keperawatan


pada pasien dengan hiperbilirubinemia

2. Tujuan Khusus

a. Mahasiswa mampu memahami konsep medis tentang hiperbilirubinemia.


b. Mahasiswa mampu menetapkan diagnosa keperawatan pada anak dengan
hiperbilirubinemia.
c. Mahasiswa mampu merencanakan intervensi keperawatan pada anak dengan
hiperbilirubinemia.

5
BAB II

Konsep Asuhan Keperawatan Pada Bayi Dengan Hiperbilirubinemia

A. Definisi dari hiperbilirubinemia


Hiperbilirubin adalah peningkatan kadar bilirubin serum (hiperbilirubinemia)
yang di sebabkan oleh kelainan bawaan, juga dapat menimbulkan ikterus (Suzanne
C.Smeltzer, 2002). Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah
yang kadar nilainya lebih dari normal. (Nilai normal bilirubin indirek adalah 0,3-1,1
mg/dl, bilirubin direk 0,1-0,4 mg/dl. Jadi, hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana
kadar bilirubin dalam darah melebihi batas atas nilai normal bilirubin serum.
Sesungguhnya hiperbilirubinemia merupakan keadaan normal pada bayi baru lahir
selama minggu pertama, karena belum sempurnanya metabolisme bilirubin bayi.
Ditemukan sekitar 25-50% bayi normal dengan keadaan hiperbilirubinemia.
Kuning/jaundice pada bayi baru lahir atau disebut dengan ikterus neonatorum
merupakan warna kuning pada kulit dan bagian putih dari mata (sklera) pada beberapa
hari lahir yang disebabkan oleh penumpukan bilirubin.
Gejala ini dapat terjadi antara 25-50% pada seluruh bayi cukup bulan dan lebih
tinggi lagi pada bayi prematur. Walaupun kuning pada bayi baru lahir merupakan
keadaan yang relatif tidak berbahaya, tetapi pada usia inilah kadar bilirubin yang
tinggi dapat menjadi toksik dan berbahaya terhadap sistim saraf pusat bayi.

B. Etiologi
Etiologi pada bayi dengan hiperbilirubinemia diantaranya :
1. Produksi bilirubinberlebihan, yang dapat terjadi karena ; polycethemia, issoimun,
hemolytic disease, kelainan struktur dan enzim sel darah merah, keracunan obat
(hemolisis kimia : sailsilat, kortikosteroid, klorampenikol), hemolisis
ekstravaskuler, cephalhematoma, ecchyhymosis.

6
2. Gangguan fungsi hati ; obstruksi empedu/aretsia biliari, infeksi, masalah
metabolik ; hypothyroidisme, jaundice ASI.
3. Gangguan pengambilan dan pengangkutan bilirubin dalam hepatosit.
4. Gagalnya proses konjungsi dalam mikrosom hepar.
5. Gangguan dalam eksresi.
6. Peningkatan reabsorpsi pada saluran cerna (siklus enterohepatik).

C. Klasifikasi
Penggolongan hiperbilibinemia berdasarkan saat terjadi ikterus :
1. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama
Penyebab ikterus terjadi pada 24 jam pertama menurut besarnya kemungkinan
dapat disusun sebagai berikut:
 Inkomptabilitas darah Rh, ABO atau golongan lain.
 Infeksi intra uterin (virus, toksoplasma, siphilis dan kadang-kadang bakteri).
 Kadang-kadang oleh defisiensi enzim G6PD.

Pemeriksaan yang perlu dilakukan :


 Kadar bilirubin serum berkala.
 Darah tepi lengkap.
 Golongan darah ibu dan bayi.
 Test coombs.
 Pemeriksaan skrinning defisiensi G6PD, biarkan darah atau biopsi hepar bila
perlu.

2. Ikterus yang timbul 24-72 jam sesudah lahir.

 Biasanya ikterus fisiologis, timbul pada hari ke 2 atau ke 3, tampak jelas pada
hari ke 5-6 dan menghilang pada hari ke 10.
 Bayi tampak biasa, minum baik, berat badan naik biasa.
 Kadar bilirubin serum pada bayi cukup bulan tidak lebih dari 12 mg %, dan
akan hilang pada hari ke 14.

7
 Penyebab ikterus fisiologis diantaranya karena kekurangan protein Y dan Z,
enzim glukoronyl transferase yang belum cukup jumlahnya.
 Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau Rh, atau golongan
lain. Hal ini diduga kalau kenaikan kadar bilirubin cepat misalnya melebihi 5
mg% per 24 jam.
 Defisiensi enzim G6PD atau enzim eritrosit lain juga masih mungkin.
 Polisetimia.
 Hemolisis perdarahan tertutup (pendarahan subaponeuorosis), pendarahan
Hepar, sub kapsula ddl).

Bila keadaan bayi baik dan peningkatannya cepat maka pemeriksaan yang
dilakukan :
 Pemeriksaan darah tepi.
 Pemeriksaan darah bilirubin enzim G6PD.
 Pemeriksaan lain bila perlu.

3. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir pertama


 Sepsis
 Dehidrasi dan asikdosis
 Defisiensi enzim G6PD
 Pengaruh obat-obat.
 Sindroma crigger-najjar, sindroma gilbert.

4. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya:


 Karena ikterus obstruktif.
 Hipotiroidisme.
 Breast milk jaundince.
 Infeksi.
 Hepatitis neonatal.
 Galaktosemia.

8
Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan :

 Pemeriksaan bilirubin berkala.


 Pemeriksaan darah tepi.
 Skrining Enzim G6PD.
 Biarkan darah,biopsi hepar bila ada indikasi.

Berikut adalah beberapa keadaan yang menimbulkan ikterus patologis :


1. Penyakit hemolitik, isoantibodi karena ketidakcocokan golongan darah ibu dan
anak seperti rhesus antagonis, ABO, dsb.
2. Kelainan dalam sel darah merah seperti pada defisiensi G-6-PD.
3. Hemolisis, hematoma, polisitemia, perdarahan karena trauma lahir.
4. Infeksi : sepsitemia, meningitis, infeksi saluran kemih, penyakit karena
toksoplasmosis, sifilis, hepatitis.
5. Kelainan metabolik, hipoglikemia,galaktosemia.
6. Obat-obatan yang menggantikan ikatan bilirubin dengan albumin seperti :
sulfonamid, salisilat, sodium benzoat, gentamisin.
7. Pirau enteropatik yang meninggi, obstruksi usus letak tinggi, penyakit
hirschprung, stenosis pilorik, mekonium ileus, dsb.

D. Tanda dan gejala dari hiperbilirubinemia

Tanda dan gejala yang sering dijumpai pada bayi dengan hiperbilirubinemia
diantaranya :
1. Ikterus pada kulit dan konjungtiva, mukosa, dan alat-alat tubuh lainnya, bila
ditekan akan timbul kuning.
2. Bilirubin direk ditandai dengan kulit kuning kehijauan dan keruh pada ikterus
berat.
3. Bilirubin indirek ditandai dengan kulit kuning terang pada ikterus berat.
4. Bayi menjadi lesu.

9
5. Bayi menjadi malas minum.
6. Tanda – tanda klinis ikterus jarang muncul.
7. Letargi.
8. Tonus otot meningkat.
9. Leher kaku.
10. Opistotonus.
11. Muntah, anorexia, fatigue, warna urine gelap, warna tinja puca

E. Patofisiologi

10
F. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan yang dapat dilakukan diantaranya :
1. Tes coomb pada tali pusat bayi baru lahir. Hasil positif tes coomb indirek
menandakan adanya antibodi Rh-positif, anti-A, atau anti-B dalam darah ibu.
Hasil positif dari tes coomb direk menandakan adanya sentisasi (Rh-positif, anti-
A, anti B) sel darah merah dari neonatus.
2. Golongan darah bayi dan ibu : mengindetifikasi inkompatabilitas ABO.
3. Bilirubin total : kadar direk (terkonjungsi) bermakna jika melebihi 1,0-1,5 mg/dl,
yang mungkin dihubungkan dengan sepsis. Kadar indirek (tidak terkojunjugasi)
tidak boleh melebihi peningkatan 5 mg/dl dalam 24 jam, atau tidak boleh lebih
dari 20 mg/dl pada bayi cukup bulan atau 15 mg/dl pada bayi praterm (tergantung
pada berat badan).
4. Protein serum total : kadar kurang dari 3,0 g/dl menandakan penurunan kapasitas
ikatan, terutama pada bayi pratrem.
5. Hitung darah lengkap : hemoglibin (Hb) mungkin rendah (kurang dari 14 g/dl)
karena hemolisis. Hematokrit (Ht) mungkin meningkat (Lebih besar dari 65 %)
pada polisitemia, penurunan (kurang dari 45 %) dengan hemolisis dan anemia
berlebihan.
6. Glukosa : kadar dextrostik mungkin kurang dari 45 % glukosa darah lengkap
kurang dari 30 mg/dl, atau tes glukosa serum kurang dari 40 mg/dl bila bayi baru
lahir hipoglikemi dan mulai menggunakan simpanan lemak dan melepaskan asam
lemak.
7. Daya ikat karbon dioksida. Penurunan kadar menunjukkan hemolisis.
8. Meter ikterik transkutan : mengidentifikasi bayi yang memerlukan penentuan
bilirubin seru.
9. Jumlah retikulosit : peningkatan retikulosit menandakan peningkatan produksi
SDM dalam respons terhadap hemolisis yang berkanaan dengan penyakit Rh.
10. Smear darah perifer : dapat menunjukkan SDM abnormal atau imatur,
eritoblatosis pada penyakit Rh, atau sferositis pada inkompabilitas ABO.
11. Tes betke-kleihauer : evaluasi smear darah maternal terhadap eritrosit janin.

11
G. Komplikasi
Komplikasi yang biasa adalah sebagai berikut :
1. Ikterik ASI.
2. Kenik ikterus (bilirium ensefalitis).
Menghilangkan bilirium yang terkontaminasi, menggantikan faktor koagulasi
pada kernik ikterus, menghilangkan antibodi (Rh, ABO), dan hemolisis yang
menghasilkan sel darah merah, serta tersentinasi dari sel darah merah dilakukan
dengan cara berikut ini:
a. Menghilangkan bahan yang kuang dalam proses metabolisme bilirium
(misalnya menambahkan glukosa pada keadaan hipoglikemia) atau
menambahkan bahan untuk memperbaiki transportasi bilirium misalnya
albumin). Penambahan albumin dilakukan walaupun tidak terdapat
hipoalbuminemia, tetapi perlu diingat adanya zat-zat yang merupakan
kompetitor albumin yang juga dapat mengikat bilirubin (misalnya
sulfonamid atau obat-obatan lainnya). Penambahan albumin juga dapat
mempermudah proses ekstrasi bilirubin jaringan ke dalam plasma. Hal ini
mengakibatkan kadar bilirubin plasma meningkat, ini tidak berbahaya
karena bilirubin tersebut berada dalam ikatan dengan albumin. Albumin
diberikan dalam dosis yang tidak melebihi I gram/kgBB sebelum maupun
sesudah tindakan transfusi untuk mengganti darah.
b. Mengurangi peredaran enterohepatik dengan pemberian makanan oral dini.
c. Fototerapi
Ikterus klinis dan hiperbilirubinemia indirek berkurang pada perpanjangan
cahaya yang berintensitas tinggi pada spektrum yang dapat dilihat.
Bilirubin menyerap cahaya secara maksimal pada kisaran biru (dari 420-
470 mm). Cahaya putih yang berspektum luasan berwarna biru (super).
Spektrum sempit khusus dan hijau efektif menurunkan kadar bilirubin
dapat memengaruhi foto reaksi bilirubin yang terikat oleh albumin.
Bilirubin dalam kulit menyerap energi cahaya yang dengan foto
isomerisasi mengubah bilirubin. (-42 sampai dengan -15) tak terkonjugasi,
yaitu bilirubin (-42 samapai -15e). Foto terapi mengubah biliruin alamiah

12
melalui suatu reaksi yang menetap pada ismer bilirubin struktural yang
dieksresi oleh ginjal pada keadaan yang tidak terkonjugasi.
Indikasi tranfusi untuk mengganti darah bayi dapat dilakukan pada
keadaan berikut ini :
1. Hidrops
2. Adanya riwayat penyakit berat
3. Adanya riwayat sensitisasi

Tujuan dilakukannya tranfusi adalah sebagai berikut:

1. Mengoreksi anemia
2. Menghentikan hemolisi
3. Mencegah peningkatan bilirubin

H. Penatalaksanaan

a. Mempercepat proses konjugasi, misalnya dengan pemberian fonobarbital.


Pengobatan dengan cara ini tidak begitu efektif dan membutuhkan waktu 48 jam baru
terjadi penurunan bilirubin yang berarti. Mungkin lebih bermanfaat bila diberikan
pada ibu kira-kira dua hari sebelum melahirkan.
b. Memberikan subtrak yang kurang untuk tranfortasi atau konjugasi.
Contohnya : pemberian albumin untuk mengikat bilirubin yang bebas. Albumin dapat
diganti dengan plasma dosis 15-20 ml/kgbb. Pemberian glukosa perlu untuk
konjugasi hepar sebagai sumber energi.
c. Melakukandekompemsasi bilirubin denganfototerapi.

I. Rencana Asuhan Keperawatan

No Diagnosa Kriteria hasil Intervensi Rasional

1 Cedera, risiko -menunjukkan a. Perhatikan a. Inkompatibiitas ABO


terhadap kadar bilirubin kelompok dan mempengaruhi 20% dari

13
keterlibatan indirek di bawah golongan darah semua kehamilan dan paling
sistem saraf 12mg/dl pada ibu/bayi. umum terjadi pada ibu
pusat bayi cukup bulan dengan golongan darah O,
berhubungan pada usia 3 hari. b. Pertahankan bayi yang antibodinya anti – A
dengan tetap hangat dan dan anti – B melewati
-resolusi ikterik
prematuritas, kering, pantau sirkulasi janin, menyebabkan
pada akhir
penyakit kulit dan suhu inti aglutinasi dan hemolisis
minggu pertama
hemolitik, dengan sering. SDM.
kehidupan.
afiksia, b. Stress dingin berpotensi
asidosis, -bebas dari melepaskan asam lema, yang
hipoproteinem keterlibatan SSP. bersaing pada sisi ikatan
ia, dan pada albumin, sehingga
hipoglikemia. meningkatkan kadar bilirubin
yang bersikulasi dengan
bebas (tidak berkaitan).

2 Cedera, risiko mempertahankan a. Perhatikan a. Fototerapi


tinggi suhu tubuh dan adanya/perkemba dikontraindikasikasikan pada
terhadap efek keseimbangan ngan bilier atau kondisi ini karena fotoisomer
samping cairan dalam obstruksi usus. bilirubin yang di produksi
tindakan batas normal. b. Ukur kuantitas dalam kulit dan jaringan
fototerapi fotoenergi bola subkutan dengan pemajanan
Bebas dari cedera
berhubungan lampu fluoresen dalam terapi sinar tidak
kulit/jaringan.
dengan sifat (sinar putih atau dapat siap dieksresikan.
fisik dari Menunjukkan biru dengan b. Intensitas sinar menembus
intervensi penurunan kadar menggunakan permukaan kulitb dari
terapeutik dan bilirubin serum. fotometer. sprectrum biru (sinar biru)
efek menentukan seberapa dekat
-  
mekanisme bayi di tempatkan terhadap
regulasi tubuh. sinar.

3 Cedera,risiko Menyesuaikan a. Jamin a. Untuk memberikan


tinggi terhadap transfusi tukar ketersediaan alat dukungan segera bila perlu.

14
komplikasi tanpa komplikasi resusiatif. b. Menurunkan risiko
dari transfusi Menunjukkan b. Pertahankan kemungkinan regurgitasi
tukar penurunan kadar puasa selama 4 dan aspirasi selama
berhubungan bilirubin serum.
jam sebelum prosedur.
dengan prosedur, atau c. Pencucian mungkin perlu
prosedur
aspirat isi untuk melunakkan tali pusat
invasif, profil
lambung. dan vena umbilikus sebelum
darah
c. Perhatikan tali transfusi untuk akses 1.V
abnormal,
pusat bayi pasase kateter umbilikal.
ketidakseimba
sebelum transfusi
ngan kimia.
bila vena
umbilikal
digunakan. Bila
tali pusat kering,
berikan pencucian
saline selama 30-
60 menit sebelum
prosedur.
4 Kurang Mengungkapkan a. Berikan rujukan a. Kurang ketersediaan sistem
pengetahuan, pemahaman yang tepat untuk pendukung dan pendidikan
prognosis,dan tentang penyebab, program memerlukan penggunaan
kebutuhan tindakan, dan fototerapi perawat berkunjung untuk
tindakan kemungkinan dirumah bila memantau program foto
hasil
berhubungan perlu. terapi dirumah.
hiperbilirubinemi
dengan b. Kaji situasi b. Fototerapi dirumah
a.
pemajanan, keluarga dan dianjurkan hanya untuk bayi
kesalahan Mendemontrasika sistem cukup bulansetelah 14 dan
interpretasi n perawatan bayi pendukung. 18 mg/dl tanpa peningkatan
tidak yang tepat. Berikan orang tua konsentrasi bilirubin reaksi
mengenal penjelasan langsung.
sumber tertulis yang c. Tindakan dihentikan bila
informasi tepat tentang konsentrasi bilirubin serum
dibuktikan fototerapi turun dibawah 14 mg/dl,
15
dengan dirumah, tetapi kadar serum harus di
pernyataan daftarkan teknik periksa ulang dalam 12-24
masalah/kesal dan potensial jam untuk mendeteksi
ahan konsep, masalah. kemungkinan
meminta c. Buat pengaturan hiperbilirubinemia berbalik.
informasi, yang tepat untuk
ketidaktetapan tes tindak lanjut
mengikuti dari bilirubin
intruksi. serum pada
fasilitas
laboratorium.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar
nilainya lebih dari normal. Nilai normal bilirubin indirek adalah 0,3-1,1 mg/dl,
bilirubin direk 0,1-0,4 mg/dl. Jadi, hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar
bilirubin dalam darah melebihi batas atas nilai normal bilirubin serum. Sesungguhnya
hiperbilirubinemia merupakan keadaan normal pada bayi baru lahir selama minggu
pertama, karena belum sempurnanya metabolisme bilirubin bayi. Sebagian besar
hiperbilirubin ini proses terjadinya mempunyai dasar yang patologik. Angka kejadian
bayi hiperbilirubin berbeda di satu tempat ke tempat lainnya. Hal ini disebabkan oleh
perbedaan dalam faktor penyebab seperti umur kehamilan, berat badan lahir, jenis
persalinan dan penatalaksanaan.
Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah neonatus,
ikterus akan ditemukan pada minggu pertama dalam kehidupannya. Di kemukakan
bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan 80% pada bayi
kurang bulan.

16
B. Saran

Melalui makalah ini kami selaku penyusun makalah ini berharap agar pembaca
senantiasa memperdulikan akan kesehatannya sendiri, lingkungan dan sekitarnya
agar terhindar dari penyakit khususnya penyakit hiperbilirubinemia dengan
melakukan pencegahan sejak dini sehingga penyakit ini tidak menjadi suatu
Kejadian Luar Biasa (KLB).

DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G, 2002, Buku ajar keperawatan medikal
bedah brunner dan suddarth (ed.8 vol.1,2), Alih bahasa oleh Agung waluyo.. (dkk),
EGC, Jakarta.
Mansyoer, Arid dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta : Media
Aesculapius.
Muslihatum, Wafi Nur. 2010. Asuhan neonatus, bayi dan balita. Yogyakarta :
Fitramaya.
Khosim, M. Sholeh, dkk, 2008. Buku ajar neonatologi edisi I. Jakarta : Perpustakaan
nasional

17

Anda mungkin juga menyukai