Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN DIABETES MELLITUS

TIPE II

Disusun
Oleh:

ALISYA HUMAIRA

RUANG RPD
RUMAH SAKIT TGK ABDULLAH SYAFI’I

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)


PROGRAM STUDI PROFESI NERS (K3S)
MEDIKA NURUL ISLAM SIG

1
1. DEFINISI
Diabetes mellitus adalah penyakit kronis yang kompleks yang mengakibatkan
gangguan metabolisme karbohidrat, protein, lemak dan berkembang menjadi
komplikasi makrovaskuler, mikrovaskuler dan neurologis. (Barbara C. Long)
Diabetes mellitus adalah suatu penyakit kronis yang menimbulkan gangguan
multi sistem dan mempunyai karakteristik hyperglikemia yang disebabkan
defisiensi insulin atau kerja insulin yang tidak adekuat. (Brunner dan Sudart)
Diabetes mellitus adalah keadaan hyperglikemia kronis yang disebabkan oleh
faktor lingkungan dan keturunan secara bersama-sama, mempunyai karakteristik
hyperglikemia kronis tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol (WHO).
Diabetes mellitus adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang akibat
peningkatan kadar glukosa darah yang disebabkan oleh kekurangan insulin baik
absolut maupun relatif (Suyono, 2002).

2. KLASIFIKASI
Berdasarkan klasifikasi dari WHO (1985) dibagi beberapa type yaitu :
a. Diabetes mellitus type insulin, Insulin Dependen diabetes mellitus
(IDDM) yang dahulu dikenal dengan nama Juvenil Onset diabetes (JOD),
klien tergantung pada pemberian insulin untuk mencegah terjadinya
ketoasidosis dan mempertahankan hidup. Biasanya pada anak-anak atau
usia muda dapat disebabkan karena keturunan.
b. Diabetes mellitus type II, Non Insulin Dependen diabetes mellitus
(NIDDM), yang dahulu dikenal dengan nama Maturity Onset diabetes
(MOD) terbagi dua yaitu :
1) Non obesitas
2) Obesitas
Disebabkan karena kurangnya produksi insulin dari sel beta pankreas,
tetapi biasanya resistensi aksi insulin pada jaringan perifer.

2
Biasanya terjadi pada orang tua (umur lebih 40 tahun) atau anak
dengan obesitas.
c. Diabetes mellitus type lain
1) Diabetes oleh beberapa sebab seperti kelainan pankreas, kelainan
hormonal, diabetes karena obat/zat kimia, kelainan reseptor insulin,
kelainan genetik dan lain-lain.
2) Obat-obat yang dapat menyebabkan hiperglikemia antara lain:
Furasemid, thyasida diuretic glukortikoid, dilanting dan asam
hidotinik
3) Diabetes Gestasional (diabetes kehamilan) intoleransi glukosa selama
kehamilan, tidak dikelompokkan kedalam NIDDM. Pada
pertengahan kehamilan meningkat sekresi hormon pertumbuhan dan
hormon chorionik somatomamotropin (HCS). Hormon ini meningkat
untuk mensuplai asam amino dan glukosa ke fetus.

3. ETIOLOGI
1. Diabetes tipe I:
a) Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah
terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada
individu yang memiliki tipe antigen HLA.
b) Faktor-faktor imunologi
Adanya respons autoimun yang merupakan respons abnormal dimana
antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi
terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai
jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan
insulin endogen.
c) Faktor lingkungan

3
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang
menimbulkan destruksi selbeta.
2. Diabetes tipe II:
a) Faktor genetik
Riwayat keluarga dengan diabetes :
Pincus dan White berpendapat perbandingan keluarga yang menderita
diabetes mellitus dengan kesehatan keluarga sehat, ternyata angka
kesakitan keluarga yang menderita diabetes mellitus mencapai 8,33 %
dan 5,33 % bila dibandingkan dengan keluarga sehat yang
memperlihatkan angka hanya 1, 96 %.
b) Faktor non genetik
1) Infeksi
Virus dianggap sebagai “trigger” pada mereka yang sudah
mempunyai predisposisi genetic terhadap diabetes mellitus.
2) Nutrisi
a. Obesitas dianggap menyebabkan resistensi terhadap insulin.
b. Malnutrisi protein
c. Alkohol, dianggap menambah resiko terjadinya pankreatitis.
3) Stress
Stres berupa pembedahan, infark miokard, luka bakar dan emosi
biasanya menyebabkan hyperglikemia sementara.
4) Hormonal Sindrom cushing karena konsentrasi hidrokortison dalam
darah tinggi, akromegali karena jumlah somatotropin meninggi,
feokromositoma karena konsentrasi glukagon dalam darah tinggi,
feokromositoma karena kadar katekolamin meningkat.

4. PATOFISIOLOGI
Diabetes Melitus Tipe 2 adalah suatu kondisi dimana sel-sel Betha pankreas
relatif tidak mampu mempertahankan sekresi dan produksi insulin sehingga
menyebabkan kekurangan insulin. Menurut Dona C Ignativius dalam bukunya

4
Medical Surgical menyatakan bahwa “Diabetes Melitus (DM) diakibatkan oleh 2
faktor utama, yaitu obesitas dan usia lanjut.” Obesitas atau kegemukan
merupakan suatu keadaan dimana intake kalori berlebihan dengan sebagian besar
berbentuk lemak-lemak sehingga terjadi defisiensi hidrat arang. Hal ini
menimbulkan penumpukan lemak pada membran sel sehingga mengganggu
transport glukosa dan menimbulkan kerusakan atau defek selular yang kemudian
menghambat metabolisme glukosa intrasel. Gangguan-gangguan tersebut terjadi
pula pada post reseptor tempat insulin bekerja, jika gangguan ini terjadi pada sel-
sel pankreas maka akan terjadi hambatan atau penurunan kemampuan
menghasilkan insulin. Hal ini diperberat oleh bertambahnya usia yang
mempengaruhi berkurangnya jumlah insulin dari sel-sel beta, lambatnya
pelepasan insulin dan atau penurunan sensitifitas perifer terhadap insulin.
Penurunan produksi insulin dan menurunnya sensitifitas insulin menyebabkan
terjadinya NIDDM.
Pada Diabetes Mellitus (DM) type 2 atau NIDDM, terdapat
kekurangpekaan dari sel beta dalam mekanisme perangsangan glukosa.
Sedangkan pada pasien yang obesitas dengan NIDDM terdapat penurunan jumlah
reseptor insulin pada membran sel otot dan lemak. Pasien yang obesitas
mensekresi jumlah insulin yang berlebihan tetapi tidak efektif karena penurunan
jumlah reseptor. Jika terdapat defisit insulin, terjadi 4 perubahan metabolik yang
menyebabkan timbulnya hipergikemik,yaitu :
a. Transport glukosa yang melintasi membran sel-sel berkurang
b. Glikogenesis berkurang dan tetap terdapat kelebihan glukosa dalam darah
c. Glikolisis meningkat, sehingga cadangan glikogen berkurang dan glukosa
hati dicurahkan ke dalam darah secara terus menerus melebihi kebutuhan.
d. Glukoneogenesis meningkat dan lebih banyak lagi glukosa hati yang
tercurah ke dalam darah dari hasil pemecahan asam amino dan lemak.

Pada diabetes tipe 2 (Diabetes Melitus Tidak Tergantung Insulin –


NIDDM) terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu :

5
resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat
dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin
dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme
glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes mellitus tipe 2 disertai
dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak
efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi
resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukagon dalam darah harus terdapat
peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa
terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar
glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat.
Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan
kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes
mellitus tipe 2. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri
khas diabetes mellitus tipe 2, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang
adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang
menyertainya. Karena itu, ketoasidosis diabetic tidak terjadi pada diabetes mellitus
tipe II. Meskipun demikian, diabetes mellitus tipe 2 yang tidak terkontrol dapat
menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik
hiperosmoler nonketotik (HHNK).
Pada keadaan tertentu glukosa dapat meningkat sampai dengan 1200
mg/dl hal ini dapat menyebabkan dehidrasi pada sel yang disebabkan oleh
ketidakmampuan glukosa berdifusi melalui membran sel, hal ini akan merangsang
osmotik reseptor yang akan meningkatkan volume ekstrasel sehingga
mengakibatkan peningkatan osmolalitas sel yang akan merangsang hypothalamus
untuk mengsekresi ADH dan merangsang pusat haus di bagian lateral (Polidipsi).
Penurunan volume cairan intrasel merangsang volume reseptor di hypothalamus
menekan sekresi ADH sehingga terjadi diuresis osmosis yang akan mempercepat
pengisian vesika urinaria dan akan merangsang keinginan berkemih (Poliuria).
Penurunan transport glukosa kedalam sel menyebabkan sel kekurangan glukosa
untuk proses metabolisme sehingga mengakibatkan starvasi sel. Penurunan

6
penggunaan dan aktivitas glukosa dalam sel (glukosa sel) akan merangsang pusat
makan di bagian lateral hypothalamus sehingga timbul peningkatan rasa lapar
(Polipagi).
Pada Diabetes Mellitus yang telah lama dan tidak terkontrol, bisa terjadi
atherosklerosis pada arteri yang besar, penebalan membran kapiler di seluruh
tubuh, dan perubahan degeneratif pada saraf perifer. Hal ini dapat mengarah pada
komplikasi lain seperti thrombosis koroner, stroke, gangren pada kaki, kebutaan,
gagal ginjal dan neuropati.

5. MANIFESTASI KLINIS
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM
umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan
akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM
lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran
klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang
luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena
katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan
luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering
ditemukan adalah :
1. Katarak
2. Glaukoma
3. Retinopati
4. Gatal seluruh badan
5. Pruritus Vulvae
6. Infeksi bakteri kulit
7. Infeksi jamur di kulit
8. Dermatopati
9. Neuropati perifer
10. Neuropati viseral

7
11. Amiotropi
12. Ulkus Neurotropik
13. Penyakit ginjal
14. Penyakit pembuluh darah perifer
15. Penyakit koroner
16. Penyakit pembuluh darah otak
17. Hipertensi
Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang
tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan
inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan,
akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak
terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut.
Penyakit yang mula-mula ringan dan sedang saja yang biasa terdapat pada
pasien DM usia lanjut dapat berubah tiba-tiba, apabila pasien mengalami infeksi
akut. Defisiensi insulin yang tadinya bersifat relatif sekarang menjadi absolut dan
timbul keadaan ketoasidosis dengan gejala khas hiperventilasi dan dehidrasi,
kesadaran menurun dengan hiperglikemia, dehidrasi dan ketonemia. Gejala yang
biasa terjadi pada hipoglikemia seperti rasa lapar, menguap dan berkeringat
banyak umumnya tidak ada pada DM usia lanjut. Biasanya tampak bermanifestasi
sebagai sakit kepala dan kebingungan mendadak.
Pada usia lanjut reaksi vegetatif dapat menghilang. Sedangkan gejala
kebingungan dan koma yang merupakan gangguan metabolisme serebral tampak
lebih jelas.

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Glukosa darah sewaktu
2. Kadar glukosa darah puasa
3. Tes toleransi glukosa
Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl)

8
Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar glukosa darah sewaktu
- Plasma vena < 100 100-200 >200
- Darah kapiler <80 80-200 >200
Kadar glukosa darah puasa
- Plasma vena <110 110-120 >126
- Darah kapiler <90 90-110 >110

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali


pemeriksaan :
1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl

7. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas
insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi
vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah
mencapai kadar glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
1. Diet
2. Latihan
3. Pemantauan
4. Terapi (jika diperlukan)
5. Pendidikan

9
10
-
DAFTAR PUSTAKA

Arjatmo Tjokronegoro. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.Cet 2. Jakarta :


Balai Penerbit FKUI, 2002
Doenges, Marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk
Guyton, Arthur C. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit
Vol. 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry
Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2002.

11

Anda mungkin juga menyukai