Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan kadar bilirubin serum total yang

lebih 10 mg % pada minggu pertama yang di tandai dengan ikterus pada kulit,

sclera dan organ lain. Ikterus neonatorum merupakan salah satu keadaan yang

menyerupai penyakit hati yang terdapat pada bayi baru lahir, terjadinya

hiperbilirubinemia merupakan salah satu kegawatan pada BBL (bayi baru

lahir) karena dapat menjadi penyebab gangguan tumbuh kembang bayi (Ridha,

2015).

Keberhasilan upaya kesehatan bayi baru lahir 0-28 hari (neonatal) dapat

dilihat dari Angka kematian Bayi (AKB). Penurunan AKB berdampak

langsung pada meningkatnya usia harapan hidup dalam menimbang

keberhasilan pembangunan kesehatan (Hafizah & Imelda, 2013).

Angka kematian bayi merupakan salah satu indikator dalam menentukan

derajat kesehatan suatu wilayah/negara. Setiap tahun kematian bayi baru lahir

atau neonatal mencapai 30% dari semua kematian pada anak balita setiap hari

8.000 bayi baru lahir di dunia meninggal dari penyebab yang tidak dapat

dicegah. Mayoritas dari semua kematian bayi, sekitar 75% terjadi pada

minggu pertama kehidupan dan antara 25 sampai 45% kematian bayi terjadi

dalam 24 jam pertama kehidupan bayi (WHO, 2010).

Angka kematian bayi di Indonesia dari Survei Demografi Kesehatan

Indonesia (SDKI) pada tahun 2017 sebesar 28 per 1.000 kelahiran. Sebagian

1
2

besar bayi baru lahir, terutama bayi yang kecil (bayi yang berat lahir <2.500 gt

atau usia gestasi <37 minggu) mengalami ikterus pada minggu awal

kehidupannya (Maulida, 2017).

Angka kematian bayi di Indonesia (SDKI) tahun 2017 sebesar 28 per

1.000 kelahiran hidup. Kematian neonatus terbanyak di Indonesia disebabkan

oleh asfiksia (37%), Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan prematuritas

(34%), sepsis (12%), hipotermi (7%), ikterus neonatorum (6%), postmatur

(3%), dan kelahiran kongenital (1%) per 1.000 kelahiran hidup (Ratuain,

Wahyuningsih, & Purmaningrum, 2017).

30-50% bayi baru lahir mengalami ikterus neonatorum. Ikterus

neonatorum 3-5 hari setelah kelahiran (Viswanath, Menon, Phabhuji,

Kailasam, & Kumar, 2013).

Ikterus neonatorum pada bayi saat lahir bisa terjadi saat 25-50% neonatus

yang sudah cukup bulan dan semakin tinggi pada neonatus kurang bulan

(Vivian, 2010 ).

Ikterus adalah warna kuning dikulit, konjungtiva dan mukosa yang

terjadi karena meningkatnya kadar bilirubin dalam darah. Produksi bilirubin

sebagian besar berasal dari pemecahan mioglobulin. Ikterus neonatorum

merupakan masalah yang sering dijumpai pada perawatan bayi baru lahir,

khususnya di Asia, yaitu munculnya warna kuning pada kulit dan sklera

karena terjadinya peningkatan kadar bilirubin pada bayi. Prevalensi ikterus

terjadi sekitar 60% neonatus cukup bulan dan 80% pada neonatus prematur.

Hal ini adalah keadaan yang fisiologis. Walaupun demikian, sebagian bayi
3

akan mengalami ikterus yang berat sehingga memerlukan pemeriksaan dan

tatalaksana yang benar untuk mencegah kesakitan dan kematian.

BBLR menjadi salah satu penyebab ikterus neonatorum. Konsentrasi

bilirubin serum meningkat 10 mg% pada bayi dengan BBLR dan 12 mg% saat

bayi cukup bulan. Kenaikan bilirubin 5 mg% atau lebih dalam 24 jam (Sholiha

& Sumarmi, 2015).

Ikterus erat kaitannya dengan kadar bilirubin yang tinggi. Bilirubin

merupakan bentuk akhir dari pemecahan katabolisme Hem. Hem berasal dari

penghancuran eritrosit dan protein heme lainnya seperti mioglobulin total

lebih dari 5mg/dl atau terjadi peningkatan kadar plasma lebih dari 2 standar

deviasi berdasarkan umur neonatus disebut hiperbilirubin.

Hiperbilirubinemia merupakan masalah yang sering terjadi pada bayi baru

lahir. Hiperbilirubinemia ditandai dengan ikterik atau jaundice akibat

tingginya kadar bilirubin dalam darah. Bilirubin merupakan hasil pemecahan

hemoglobin akibat sel darah merah yang rusak (Wong, 2009).

Hiperbilirubinemia pada neonatus biasanya fisiologis, terjadi bila kadar

bilirubin total tidak melebihi 12mg/dl pada neonates cukup bulan atau 15

mg/dl pada neonatus kurang bulan, bilirubin meningkat setelah 24 jam

kemudian memuncak pada hari ke 3-5 dan menurun setalah 7 hari. Bila

bilirubin tidak menurun dan menetap selama lebih dari 8 hari atau lebih dari 2

minggu, maka mempunyai potensi untuk menimbulkan kern ikterus. Apabila

pengelolaan pasien tidak ditangani dengan baik maka akan menyebabkan

ensephalopati, sehingga pemeriksaan pada neonatus dengan atau tanpa resiko


4

perlu dilakukan monitoring selama 2-3 hari setalah lahir agar dapat diketahui

peningkatan bilirubin lebih dini.

Apabila tidak tertangani secara serius akan terjadi kern ikterus. Yaitu

kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama pada

korpus striatum, thalamus, nucleus subtalamus, hipokampus, nucleus merah

didasar ventrikel IV (H. Nabiel Ridha, 2015).

Berdasarkan uraian di atas maka penulis merasa tertarik untuk

mengambil Karya Tulis Ilmiah ini dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada

By Ny.X Usia Neonatus (0 – 28 Hari) Dengan Hiperbilirubinemia Di Ruang

Perinatologi Level I RSUD R.Syamsudin,S.H Kota Sukabumi”.

1.2 Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah tertuai diatas, maka batasan

masalah ini adalah “Asuhan Keperawatan Pada By Ny.X Usia Neonatus (0 –

28 Hari) Dengan Hiperbilirubinemia Di Ruang Perinatologi Level I RSUD

R.Syamsudin,S.H Kota Sukabumi”.

1.3 Tujuan

1.1.1 Tujuan Umum

Untuk memperoleh pengalaman nyata dalam melaksanakan

asuhan keperawatan pada neonatus dengan hiperbilirubinemia. Secara

komprehensif yang meliputi aspek bio, psiko, sosial dan spiritual

sesuai dengan pendekatan proses keperawatan.


5

1.1.2 Tujuan Khusus

1. Mampu melaksanakan pengkajian keperawatan secara sistematis

pada neonatus dengan hiperbilirubinemia

2. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada neonatus

dengan hiperbilirubinemia sesuai dengan pengkajian yang

didapapat

3. Mampu menyusun rencana tindakan keperawatan pada neonatus

dengan hiperbilirubinemia

4. Mampu mengimplementasikan tindakan keperawatan pada

neonatus dengan hiperbilirubinemia

5. Mampu mengevaluasi tindakan keperawatan pada neonatus

dengan hiperbilirubinemia

6. Mampu mendokumentasikan tindakan keperawatan pada neonatus

dengan hiperbilirubinemia

1.2 Manfaat Penilitian

1.2.1 Manfaat Teoritis

Hasil karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat menambah

wawasan dan ilmu pengetahuan bagi penulis maupun pihak lain

mengenai asuhan keperawatan pada neonatus dengan

hiperbilirubinemia.
6

1.2.2 Manfaat Praktis Langsung

1. Bagi Penulis

Dengan adanya karya tulis ilmiah ini penulis dapat

menambah ilmu baru dan wawasan mengenai asuhan keperawatan

pada neonatus dengan hiperbilirubinemia, serta sebagai

pengalaman dalam melakukan praktik keperawatan dalam

penulisan selanjutnya.

2. Bagi Lahan

Sebagai bahan pertimbangan oleh pihak rumah sakit untuk

membuat kebijakan dalam upaya meningkatkan kualitas

pelayanan asuhan keperawatan pada neonatus dengan

hiperbilirubinemia

3. Bagi Pendidikan

Karya tulis ilmiah ini diharapkan mampu memberikan

manfaat bagi lembaga pendidikan serta dapat dijadikan sumber

referensi bagi penulis selanjutnya untuk membuat karya tulis

ilmiah yang lebih baik lagi khususnya tentang asuhan

keperawatan pada neonatus dengan hiperbilirubinemia, dan juga

sebagai sumber bacaan di perpustakaan.

Anda mungkin juga menyukai