Anda di halaman 1dari 32

ASUHAN KEBIDANAN NEONATUS

PADA By. Ny. M DENGAN IKTERIK


DI RUANG TULIP RSUD TUGUREJO KOTA SEMARANG

DI SUSUN OLEH :
ADELIA RAHMAA ANGGRAENI (P1337424417041)
OLIVIA NURULLIZA RAKSI A (P1337424417022)
NISMA NUR OKTAVIANA (P1337424417048)
ELVIA AMALIA YUANTI (P1337424417024)
JULIANA PUTRI SAFITRI (P13374244170
ARDA BRESCA MAGHFIRA P (P13374244170

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN


JURUSAN KEBIDANAN SEMARANG
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2019
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka kematian bayi di Indonesia dari Survei Demografi
Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2007 sebesar 34 per 1.000
kelahiran. Sebagian besar bayi baru lahir, terutama bayi yang kecil (bayi
yang berat lahir < 2.500 gr atau usia gestasi < 37 minggu) mengalami
ikterus pada minggu awal kehidupannya (Maulida, 2014). Angka kematian
bayi di Indonesia dari Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI)
tahun 2012 sebesar 32 per 1.000 kelahiran hidup. Kematian neonatus
terbanyak di Indonesia disebabkan oleh asfiksia (37%), Bayi Berat Lahir
Rendah (BBLR) dan prematuritas (34%), sepsis (12%), hipotermi (7%),
ikterus neonatorum (6%), postmatur (3%), dan kelainan kongenital (1%)
per 1.000 kelahiran hidup (Ratuain, Wahyuningsih, & Purmaningrum,
2015). Keberhasilan upaya kesehatan bayi baru lahir 0-28 hari (neonatal)
dapat dilihat dari penurunan Angka kematian Ibu (AKI) dan Angka
Kematian Bayi (AKB). Penurunan AKB berdampak langsung pada
meningkatnya usia harapan hidup dalam menimbang keberhasilan
pembangunan kesehatan (Hafizah & Imelda, 2013).
Ikterus neonatorum atau biasa dikenal dengan bayi kuning adalah
suatu kondisi dimana terjadinya warna kuning kulit dan sklera pada bayi
baru lahir, akibat penumpukan bilirubin pada kulit dan membran mukosa.
Hal ini berhubungan dengan peningkatan level bilirubin pada sirkulasi,
atau suatu kondisi yang dikenal dengan nama hiperbilirubinemia (National
Institute for Health and Clinical Excellence, 2010)
Kejadian ikterus neonatorum di Indonesia mencapai 50% bayi
cukup bulan dan kejadian ikterus neonatorum pada bayi kurang bulan
(premature) mencapai 58%. Rumah Sakit Dr. Sarditjo melaporkan
kejadian ikterus neonatorum pada bayi cukup bulan sebanyak 85% yang
mana memiliki kadar bilirubin di atas 5 mg/dl dan 23,80% memiliki kadar
bilirubin di atas 13 mg/dl. Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Dr.
Kariadi Semarang melaporkan bahwa insiden ikterus fisiologis paling
sering terjadi jika dibandingkan ikterus patologis dengan angka kematian
terkait hiperbilirubin sebesar 13,10%. Insiden ikterus neonatorum di
Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya sebesar 13% dan 30% (Hafizah &
Imelda, 2013). Penelitian di RSUD Dr. Adjidarmo Rangkasbitung oleh
Putri & Rositawati (2016) angka kejadian bayi ikterus neonaotum tahun
2013 yaitu 4,77%. Angka kejadian ikterus neonatorum tahun 2014 yaitu
11,87%.
BBLR menjadi salah satu penyebab ikterus neonatorum.
Konsentrasi bilirubin serum meningkat 10 mg% pada bayi dengan BBLR
dan 12 mg% saat bayi cukup bulan. Kenaikan bilirubin 5 mg% atau lebih
dalam 24 jam. Ikterus yang diikuti terjadinya hemolisis (inkompatibilitas
darah, defisiensi enzim G-6-PD, dan sepsis (Sholiha & Sumarmi, 2015).
Prevalensi bayi BBLR dapat diperkirakan 15% dari kelahiran di dunia
dengan batasan 3,30%–3,80%. Mayoritas bayi BBLR terjadi di negara
berkembang dengan keterbatasan sosial ekonomi (Tazkiah, Wahyuni, &
Martini, 2013). Negara berkembang lebih banyak mengalami BBLR
dengan angka kejadian 16% (Shinta, 2014).

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menerapkan asuhan kebidanan neonatus dengan
ikterus melalui pendekatan manajemen kebidanan dengan 7 langkah
varney

2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada By.Ny. M dengan
ikterus neonatorum
b. Mahasiswa mampu menentukan diagnosa kebidanan pada By.Ny.M
dengan ikterus neonatorum
c. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa dan masalah potensial
pada By.Ny.M dengan ikterus neonatorum
d. Mahasiswa mampu mengidentifikasi kebutuhan akan tndakan
segera atau kolaborasi By.Ny M dengan ikterus neonatorum
e. Mahasiswa mampu merencanakan tindakan asuhan kebidanan
By.Ny M dengan ikterus neonatorum
f. Mahasiswa mampu melakukan pelaksanaan atas rencana
manajemen yang telah direncanakan By.Ny.M dengan ikterus
neonatorum
g. Mahasiswa mampu mengevaluasi asuhan kebidanan pada By.Ny M
dengan ikterus neonatorum
BAB II
TEORI MEDIS

A. Konsep Dasar Ikterik Neonatus pada Bayi Hiperbilirubinemia


1. Pengertian
Bayi baru lahir (Neonatus) adalah bayi yang baru mengalami
proses kelahiran, berusia 0-28 hari. Neonatus memerlukan penyesuaian
fisiologis berupa maturasi yaitu pematangan pada setiap organ agar
neonatus dapat menyesuaikan diri dari kehidupan intra uterin ke
kehidupan ekstrauterin (Marmi , 2015).
Menurut Departeman Kesehatan Republik Indonesia (2016)
Neonatus adalah bayi baru lahir sampai dengan usia 28 hari, pada masa
tersebut terjadi perubahan yang sangat besar dari kehidupan di dalam
rahim dan terjadi pematangan organ hampir pada semua sistem.
Hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan kadar bilirubin serum total
yang lebih dari 10 mg/dl pada 24 jam pertama yang ditandai dengan
tampaknya ikterik pada kulit, sklera, dan organ lain (Ridha, 2014).
Hyperbilirubinemia adalah suatu keadaan pada bayi baru lahir
dimana kadar bilirubin serum total lebih dari 10 mg/dl pada 24 jam
pertama kehidupan dengan ditandai adanya ikterik, keadaan ini terjadi
pada bayi baru lahir yang disebut ikterik neonatus yang bersifat
patologis atau yang lebih dikenal dengan hyperbilirubinemia yang
merupakan suatu keadaan meningkatnya kadar bilirubindi dalam
jaringan ekstra vaskuler sehingga konjungtiva, kulit, dan mukosa akan
berwarna kuning. Keadaan tersebut juga berpotensi besar terjadi kern
ikterus yang merupakan kerusakan otak akibat perlekatan bilirubin
indirek pada otak ( aziz alimul Hidayat, 2008).
Hyperbilirubinemia adalah kadar bilirubin yang dapat
menimbulkan efek patologi. Tingginya kadar bilirubin yang dapat
menimbulkan efek patologi pada setiap bayi berbeda-beda. Dapat juga
diartikan sebagai ikterik dengan konsentrasi bilirubin, yang serumnya
menjurus kearah terjadinya kern ikterus bila kadar bilirubin tidak
dikendalikan(Marmi, 2015).
Ikterik neonatus adalah keadaan dimana mukosa neonatus
menguning setelah 24 jam kelahiran akibat bilirubin tidak terkonjugasi
masuk kedalam sirkulasi(PPNI, 2017). Ikterik neonatus atau penyakit
kuning adaalah kondisi umum pada neonatus yang mengacu pada
warna kuning pada kulit dan sklera yang disebabkan terlalu banyaknya
bilirubin dalam darah (Mendri, 2017).
Ikterik neonatus adalah keadaan dimana bilirubin terbentuk lebih
cepat daripada kemampuan hati bayi yang baru lahir (neonatus) untuk
dapat memecahnya dan mengeluarkannya dari tubuh, Ikterik adalah
warna kuning yang dapat terlihat pada sklera, selaput lender, kulit atau
organ lain akibat penumpukan bilirubin. Bilirubin merupakan hasil
penguraian sel darah merah di dalam darah. Penguraian sel darah merah
merupakan proses yang dilakukan oleh tubuh manusia apabila sel darah
merah telah berusia 120 hari. Hasil penguraian hati (hepar) dan
dikeluarkan dari badan melalui buang air besar (BAB) dan Buang air
kecil (BAK)(Marmi, 2015).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa ikterik neonatus
adalah warna kuning yang terlihat pada sklera, selaput lender, kulit atau
organ lain pada nenonatus akibat kadar bilirubin dalam darah lebih dari
10 mg/dl pada 24 jam pertama kehidupan, dan terjadi karena bilirubin
tidak terkonjugasi oleh hepar, sehingga tidak dapat dieksresikan dari
tubuh dan menumpuk pada darah, bila tidak ditangani dengan tepat
dapat menimbulkan terjadinya kern ikterus yang merupakan kerusakan
otak akibat perlekatan bilirubin indirek pada otak.
2. Etiologi
Penyebab ikterik pada neonatus dapat berdiri sendiri ataupun dapat
disebabkan oleh beberapa factor, secara garis besar etioologi ikterik
neonatus(PPNI, 2017):
a. Penurunan Berat Badan abnormal (7-8% pada bayi baru
lahir yang menyusui ASI, >15% pada bayi cukup bulan)
b. Pola makan tidak ditetapkan dengan baik
c. Kesulitan transisi ke kehidupan ekstra uterin
d. Usia kurang dari 7 hari
e. Keterlambatan pengeluaran feses (meconium)
3. Patofisiologi
Ikterus pada neonatus disebabkan oleh stadium maturase
fungsional (fisiologis) atau manifestasi dari suatu penyakit (patologik).
Tujuh puluh lima persen dari bilirubin yang ada pada neonatus berasal
dari penghancuran hemoglobin dan dari myoglobin sitokorm, katalase
dan triptofan pirolase. Satu gram hemoglobin yang hancur akan
menghasilkan 35 mg bilirubin. Bayi cukup bulan akan menghancurkan
eritrosit sebanyak 1 gram /hari dalam bentuk bentuk bilirubin indirek
yang terikat dengan albumin bebas (1 gram albumin akan mengikat 16
mg Bilirubin). Bilirubin indirek dalam lemak dan bila sawar otak
terbuka , bilirubin akan masuk ke dalam otak dan terjadi Kern Ikterus.
Yang memudahkan terjadinya hal tersebut adalah imaturitas, asfiksia/
hipoksia, trauma lahir, BBLR (kurang dari 2000 g), Infeksi ,
hipoglikemia, hiperkarbia, dan lain- lain, di dalam hepar bilirubin akan
diikat oleh enzim glucuronil transverase menjadi bilirubin direk yang
larut dalam air, kemudian diekskresi ke system empedu selanjutnya
masuk ke dalam usus dan menjadi sterkobilin. Sebagian diserap
kembali dan keluar melalui urine urobilinogen. Pada Neonatus bilirubin
direk dapat diubah menjadi bilirubin indirek di dalam usus karena disini
terdapat beta-glukoronidase yang berperan penting terhadap perubahan
tersebut. Bilirubin indirek ini diserap kembali ke hati yang disebut
siklus Intrahepatik (Mendri, 2017)
4. Klasifikasi
Menurut (Ridha, 2014) Ikterik neonatus dapat diklasifikasikan menjadi
dua yaitu Ikterik Fisiologis dan Ikterik Patologis:
a. Ikterik fisiologis
Ikterik fisiologis yaitu warna kuning yang timbul pada hari
kedua atau ketiga dan tampak jelas pada hari kelima sampai
keenam dan menghilang sampai hari kesepuluh. Ikterik
fisiologis tidak mempunyai dasar patologis potensi kern ikterus.
Bayi tampak biasa, minum baik, berat badan naik biasa, kadar
bilirubin serum pada bayi cukup bulan tidak lebih dari 12 mg/dl
dan pada BBLR 10 mg/dl, dan akan hilang pada hari keempat
belas, kecepatan kadar bilirubin tidak melebihi 5% perhari.
b. Ikterik patologis
Ikterik ini mempunyai dasar patologis, ikterik timbul dalam 24
jam pertama kehidupan: serum total lebih dari 12 mg/dl. Terjadi
peningkatan kadar bilirubin 5 mg% atau lebih dalam 24 jam.
Konsentrasi bilirubin serum serum melebihi 10 mg% pada bayi
kurang bulan (BBLR) dan 12,5 mg%pada bayi cukup bulan,
ikterik yang disertai dengan proses hemolisis (inkompatibilitas
darah, defisiensi enzim G-6-PD dan sepsis). Bilirubin direk
lebih dari 1 mg/dl atau kenaikan bilirubin serum 1 mg/dl per-
jam atau lebih 5 mg/dl perhari. Ikterik menetap sesudah bayi
umur 10 hari (bayi cukup bulan) dan lebih dari 14 hari pada bayi
baru lahir BBLR. Beberapa keadaan yang menimbulkan ikterik
patologis:
1) Penyakit hemolitik, isoantibody karena ketidak cocokan
golongan darah ibu dan anak seperti rhesus antagonis,
ABO dan sebagainya.
2) Kelainan dalam sel darah merah pada defisiensi G-PD
(Glukosa-6 Phostat Dehidrokiknase), talesemia dan lain-
lain.
3) Hemolisis: Hematoma, polisitemia, perdarahan karena
trauma lahir.
4) Infeksi: Septisemia, meningitis, infeksi saluran kemih,
penyakit,karena toksoplasmosis, sifilis, rubella, hepatitis
dan sebagainya.
5) Kelainan metabolik: hipoglikemia, galaktosemia.
6) Obat- obatan yang menggantikan ikatan bilirubin dengan
albumin seperti solfonamida, salisilat, sodium benzoate,
gentamisin, dan sebagainya.
7) Pirau enterohepatic yang meninggi: obstruksi usus letak
tinggi, penyakit hiscprung, stenosis, pilorik, meconium
ileus dan sebagainya.
5. Manifestasi klinis
Dikatakan Hiperbilirubinemia apabila ada tanda-tanda sebagai
berikut(Ridha, 2014):
a. Warna kuning yang dapat terlihat pada sklera, selaput lender,
kulit atau organ lain akibat penumpukan bilirubin
b. Ikterik terjadi pada 24 jam pertama
c. Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau lebih setiap 24
jam.
d. Konsentrasi bilirubin serum 10 mg% pada neonatus cukup
bulan, dan 12,5 mg% pada neonatus kurang bulan.
e. Ikterik yang disertai proses hemolisis.
f. Ikterik yang disertai dengan berat badan lahir kurang 2000 gr,
masa esfasi kurang 36 mg, defikasi, hipoksia, sindrom gangguan
pernafasan, infeksi trauma lahir kepala, hipoglikemia,
hiperkarbia.

6. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan medis pada ikterik neonatus menurut (Marmi , 2015):
a. Mempercepat metabolisme dan pengeluaran bilirubin
1) Menyusui bayi denga ASI, bilirubin dapat pecah jika
bayi banyak mengeluarkan feses dan urine, untuk itu
bayi harus mendapatkan cukup ASI. Seperti yang
diketahui ASi memiliki zat zat terbaik yang dapat
memperlancar BAB dan BAK
2) Pemberian fenobarbital, fenobarbital berfungsi untuk
mengadakan induksi enzim mikrosoma, sehingga
konjungsi bilirubin berlangsung dengan cepat.
b. Fototerapi
Fototerapi diberikan jika kadar bilirubin dari suatu senyawa
tetrapirol yang sulit larut dalam air menjadi senyawa dipirol
yang mudah larut dalam air, dan dikeluarkan melalui urine,
tinja, sehingga kadar bilirubin menurun.
1) Cara kerja fototerapi
Foto terapi dapat menimbulkan dekomposisi bilirubin
dari suatu senyawa tetrapirol yang sulit larut dalam air
menjadi senyawa dipirol yang mudah larut dalam air dan
cairan empedu duodenum dan menyebabkan
bertambahnya pengeluaran cairan empedu kedalam usus
sehingga peristaltic usus menngkat dan bilirubin akan
keluar dalam feses.
2) Komplikasi fototerapi
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada fototerapi
adalah:
(a) Terjadi dehidrasi karena pengaruh sinar lampu dan
mengakibatkan peningkatan Insensible Water Loss
(penguapan cairan). Pada BBLR kehilangan cairan
dapat meningkat 2-3 kali lebih besar.
(b) Frekuensi defekasi meningkat sebagai akibat
meningkatnya bilirubin indirek dalam cairan empedu
dan meningkatkan peristaltic usus.
(c) Timbul kelainan kulit sementara pada daerah yang
terkena sinar (berupa kulit kemerahan) tetapi akan
hilang jika fototerapi selesai.
(d) Gangguan pada retina jika mata tidak ditutup.
(e) Kenaikan suhu akibat sinar lampu, jika hal ini terjadi
sebagian lampu dimatikan, tetapi diteruskan dan jika
suhu terus naik, lampu semua dimatikan sementara,
dan berikan ekstra minum kepada bayi.
c. Transfusi tukar
Transfuse tukar dilakukan pada keadaan hyperbilirubinemia
yang tidak dapat diatasi dengan tindakan lain, misalnya telah
diberikan fototerapi kadar bilirubin tetap tinggi. Pada umumnya
transfuse tukar dilakukan pada ikterus yang disebabkan
hemolisis yang terdapat pada ketidakselarasan rhesus ABO,
defisiensi enzim glukuronil transferase G-6-PD, infeksi
toksoplasmosis dan sebagainya. Indikasi untuk melakukan
transfusi tukar adalah kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg
%, peningkatan kadar bilirubin indirek cepat yaitu 0,3-1 mg%
per-jam, anemia berat pada neunatus dengan gejala gagal
jantung, bayi dengan kadar hemoglobin tali pusat kurang dari 14
mg% dan uji comb positif. Tujuan transfuse tukar adalah
mengganti ertitrosit yang dapat menjadi hemolisis, membuang
antibody yang menyebabkan hemolisis, menurunkan kadar
bilirubin indirek dan memperbaiki anemia.
7. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan pada ikterik neonatus
adalah(Huda, 2015) :
a. Kadar bilirubin serum (total). Kadar bilirubin serum direk
dianjurkan untuk diperiksa, bila dijumpai bayi kuning dengan
usia kurang lebih dari 10 hari dan tau dicurigai adanya suatu
kolestatis.
b. Darah tepi lengkap dan gambaran apusan darah tepi untuk
melihat morfologi eritrosit dan hitumg retikulosit
c. Penentuan golongan darah dan factor Rh dari ibu dan bayi. Bayi
yang berasal dari ibu dengan Rh negative harus dilakukan
pemeriksaan golongan darah, faktor Rh uji coombs pada saat
bayi dilahirkan, kadar hemoglobin dan bilirubin tali pusat juga
diperiksa (Normal bila Hb >14mg/dl dan bilirubin Tali Pusat , <
4 mg/dl ).
d. Pemeriksaan enzim G-6-PD (glukuronil transferase ).
e. Pada Ikterus yang lama, lakukan uji fungsi hati (dapat
dilanjutkan dengan USG hati, sintigrafi system hepatobiliary, uji
fungsi tiroid, uji urine terhadap galaktosemia.
f. Bila secara klinis dicurigai sepsis, lakukan pemeriksaan kultur
darah, dan pemeriksaan C reaktif protein (CRP).
B. Konsep dasar Asuhan Kebidanan pada Bayi Hiperbilirubinemia dengan
Masalah Kebidanan Ikterik Neonatus.
1. Pengkajian
Pengkajian bertujuan untuk mendapatkan data dasar tentang kesehatan
klien baik fisik,psikososial, maupun emosional. Data dasar ini
digunakan untuk menetapkan status kesehatan klien, menemukan
masalah actual ataupun potensial serta sebagai acuan dalam
memberikan edukasi pada klien. (Debora, 2013)
a. Identitas pasien
Meliputi nama, no RM, umur, jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, asuransi kesehatan, agama, suku bangsa,
tanggal dan jam MRS, nomor registrasi, serta diagnose medis
(Muttaqin, 2011).
b. Riwayat Kesehatan
Profil darah abnormal (hemolisis, bilirubin serum total . 10
mg/dl, bilirubin serum total pada rentang resiko tinggi menurut
usia pada normogram spesifik waktu, membran mukosa kuning,
kulit kuning, sklera kuning.
c. Pemeriksaan fisik dan fungsional
Pemerikasaan abdomen terjadi bentuk perut yang membuncit,
terjadi pembesaran hati, feses pucat berwarna seperti dempul
dan pemeriksaan neurologis dapat ditemukan adanya
kejang,opistotonus, tidak mau minum, letargi, reflek moro
lemah, atau tidak ada sama sekali (Hidayat, 2008)
2. Diagnosa Kebidanan
Diagnosis kebidanan adalah suatu penilaian klinis mengenai respons
klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik yang berlangsung actual maupun potensial yang
bertujuan untuk memperoleh gambaran respons klien individu, keluarga
dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan.
Diagnosis kebidanan yang ditegakkan dalam masalah ini adalah Ikterik
Neonatus. Ikterik neonatus adalah keadaan dimana mukosa neonatus
menguning setelah 24 jam kelahiran akibat bilirubin tidak terkonjugasi
masuk kedalam sirkulasi(PPNI, 2017)
3. Intervensi Kebidanan
Perencanaan merupakan keputusan awal yang memberi arah bagi
tujuan yang ingin dicapai, hal yang akan dilakukan, termasuk
bagaimana, kapan dan siapa yang akan melakukan tindakan kebidanan.
Karenanya, dalam menyusun rencana tindakan kebidanan untuk pasien,
keluarga dan orang terdekat perlu dilibatkan secara maksimal (Asmadi,
2008).
Tujuan dan kriteria hasil untuk masalah ikterik neonatus mengacu
pada Nursing Outcome Clacifikation (NOC) menurut Moorhead, (2013)
adalah sebagai berikut:
a. Tujuan dan Kriteria hasil
1) NOC :
(a) Adaptasi Bayi Baru Lahir
Respon adaptif terhadap lingkungan ekstrauterin
oleh bayi bary lahir yang matang secara fisiologis
selama 28 hari pertama.
(b) Keberhasilan menyusui bayi
Perlekatan bayi untuk mengisap dari payudara ibu
untuk pemenuhan makan selama 3 minggu pertama
menyusui.
(c) Pengelolaan Bayi premature
Integrasi ekstrauterin dari fungsi fisiologis dan
fungsi perilaku oleh bayi baru lahir dengan usia
gestasi 24 sampai 37 minggu
2) Kriteria hasil :
(a) Kadar bilirubin tidak menyimpang dari rentang
normal (<10 mg/dl)
(b) Warna kulit normal (tidak ikterik)
(c) Refleks mengisap baik
(d) Mata bersih (tidak ikterik)
(e) Berat badan tidak menyimpang dari rentang normal
(f) Eleminasi usus dan urin baik (warna urin dan feses
tidak pucat)
b. Adapun intervensi yang dapat dirumuskan sesuai dengan
Nursing Interventions Clacifikation (NIC) menurut Gloria,
(2013) yaitu :
1) Fototerapi neonates
Penggunaan terapi lampu untuk mengurangi kadar
bilirubin pada bayi baru lahir.
(a) Kaji ulang riwayat maternal dan bayi mengenai
adanya factor risiko terjadinya hyperbilirubinemia
(misalnya Rh atau incompatibility ABO, plositemia,
sepsis, premature, malpresentasi).
(b) Monitor tanda tanda vital per protocol atau sesuai
kebutuhan
(c) Observasi tanda-tanda warna kuning
(d) Tutupi kedua mata bayi, hindari penekanan yang
berlebih.
(e) Buka penutup mata setiap 4 jam atau ketika lampu
dimatikan , bias dilakukannya kontak bayi dan orang
tua dan memungkinkan dilakukannya aktivitas
menyusui.
(f) Cek intensitas lampu setiap hari
(g) Monitor kadar serum bilirubin per protocol, sesuai
kebutuhan, atau sesuai dengan permintaan dokter
(h) Observasi tanda-tanda dehidrasi ( misalnya turgor
kulit buruk, kehilangan berat badan).
(i) Ubah posisi bayi setiap 4 jam per protocol.
(j) Dorong pemberian makan 8 kali per hari.
4. Implementasi Kebidanan
Implementasi adalah fase ketika bidan mengimplementasikan intervensi
keperawatan. Berdasarkan terminilogi Nursing Outcome Clacifikation
(NIC), implementasi terdiri dari melakukan dan mendokumentasikan
tindakan yang merupakan tindakan keperawatan khhusus yang
diperlukan untuk melakukan intervensi (atau program keperawatan).
Perawat melaksanakan atau mendelegasikan tindakan keperawatan
untuk intervensi yang disusun dalam tahap perencanaan dan kemudian
mengakhiri tahap implementasi dengan mencatat tindakan keperawatan
dan respons klien terhadap tindakan tersebut.(Kozier, 2010)
Implementasi yang diberikan untuk mengatasi masalah keperawatan
ikterik neonatus pada bayi hiperbilirubineia adalah fototerapi, fototerapi
diberikan jika kadar bilirubin dari suatu senyawa tetrapirol yang sulit
larut dalam air menjadi senyawa dipirol yang mudah larut dalam air,
dan dikeluarkan melalui urine, tinja, sehingga kadar bilirubin menurun.
Fototerapi dapat menimbulkan dekomposisi bilirubin dari suatu
senyawa tetrapirol yang sulit larut dalam air menjadi senyawa dipirol
yang mudah larut dalam air dan cairan empedu duodenum dan
menyebabkan bertambahnya pengeluaran cairan empedu kedalam usus
sehingga peristaltic usus menngkat dan bilirubin akan keluar dalam
feses(Marmi , 2015).
5. Evaluasi Kebidanan
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses kebidanan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang
teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap
perencanaan (Asmadi, 2008).
Berdasarkan kriteria hasil dalam perencanaan kebidanan diatas
adalah sebagai berikut:
a) Kadar bilirubin tidak menyimpang dari rentang normal
(<10 mg/dl)
b) Warna kulit normal (tidak ikterik)
c) Refleks mengisap baik
d) Mata bersih (tidak Ikterik)
e) Berat badan tidak menyimpang dari rentang normal
f) Eleminasi usus dan urin baik (warna urin dan feses tidak
pucat)
ASUHAN KEBIDANAN NEONATUS PADA By. Ny. M DENGAN IKTERIK
DI RUANG TULIP RSUD TUGUREJO KOTA SEMARANG

Hari / Tanggal Pengkajian : Rabu, 27 Noevember 2019 Pukul 11.00


Identitas Pengkaji :
a. Nama :
b. NIM : P13374244170

A. Data Demografi
1. Klien/ Pasien
a. Nama : By Ny. M
b. Tanggal lahir / usia : 15 November 2019 / 12 hari
c. Jenis kelamin : Laki-Laki
d. Suku : Jawa
e. Tanggal masuk RS : 21 November 2019
f. Diagnosa medis : Ikterik Neonatus

2. Orang Tua / Penanggung Jawab


Ibu
a. Nama : Ny. M
b. Umur : 32 tahun
c. Hubungan dengan klien : Ibu kandung
d. Pendidikan : SMA
e. Pekerjaan : IRT
f. Suku : Jawa
g. Agama : Islam
h. Alamat : Perum Jati Indah Rt 02/VI Rejosari
i. No. telepon :-

Ayah
a. Nama : Tn. F
b. Umur : 31 tahun
c. Hubungan dengan klien : Ayah kandung
d. Pendidikan : SMA
e. Pekerjaan : Swasta
f. Suku : Jawa
g. Agama : Islam
h. Alamat : Perum Jati Indah Rt 02/VI Rejosari
i. No. telepon :-

B. Riwayat Klien
1. Riwayat Kehamilan
Ibu pasien mengatakan bahwa saat hamil ibu periksa ke bidan, tidak
ada keluhan.
2. Riwayat Persalinan
a. Usia gestasi : 41 minggu
b. Berat badan lahir : 3300 gram
c. Jenis persalinan : Partus spontan
d. Indikasi :-
e. Apgar score :

INDIKATOR 0 1 2 Skor
Tubuh
Tubuh dan
Biru, merah,
Appearance ekstremitas 2
pucat ekstremitas
kemerahan
biru
>100
Pulse Tidak ada <100 x/menit 2
x/menit
Grimace Tidak ada Sedikit Menangis 2
Activity Lumpuh Fleksi sedikit Aktif 2
Lemah / Tangisan
Respiration Tidak ada 2
merintih kuat
Jumlah 10
Keterangan :
- Asfiksia ringan : 7 – 10
- Asfiksia sedang : 4 – 6
- Asfiksia berat :0-3
f. Kejadian penting selama proses persalinan :
Ibu bayi mengatakan tidak terjadi apa-apa
Faktor risiko ibu :-
3. Riwayat alergi : Saat ini By. M belum ada riwayat alergi

C. Riwayat Kesehatan Keluarga


1. Riwayat penyakit dalam keluarga
Ibu pasien mengatakan bahwa keluarga tidak memiliki riwayat
penyakit hipertensi, diabetes mellitus, atau penyakit infeksi menular
lainnya.
2. Genogram
Keterangan :
: Laki-laki : Pasien

: Perempuan : Garis
serumah

: Garis perkawinan

: Garis keturunan
D. Riwayat Penyakit Sekarang
1. Penampilan Umum
a. Keadaan umu : Kesadaran pasien
b. Pemeriksaan Tanda-tanda Vital :
1) Nafas : 43 x/menit
2) Suhu : 36,7o C
3) Nadi : 132 x /menit
4) SpO2 : 92%

2. Oksigenasi
a. Irama napas : Reguler
b. Kedalaman napas : Normal
c. Penggunaan alat bantu napas :-
d. Penggunaan otot bantu napas : Retraksi dinding dada
e. Sianosis : Tidak ada

3. Nutrisi
a. Berat badan : 3500 gram
b. Lingkar lengan atas : 13 cm
c. Panjang badan : 49 cm
d. Lingkar kepala : 33 cm
e. Lingkar dada : 33cm
f. Kebutuhan Kalori : 120 kalori/kg/hari
g. Jenis nutrisi :-
h. Residu OGT :-

4. Cairan
a. Kebutuhan cairan : 300 ml
b. Jenis minuman : ASI
c. Turgor kulit : Baik
d. Bibir : Kering
e. Ubun-ubun : Cembung dan berdenyut
f. Mata : Normal, simetris
g. Capillary refill : < 3 detik

5. Istirahat tidur
a. Lama waktu tidur : ± 12 jam
b. Kualitas tidur : Baik, pasien tidak rewel dan hanya
menangis ketika lapar, BAK atau BAB

6. Aktivitas
a. Gerakan :
b. Tangisan :
c. Sistem Muskuloskeletal
1) Postur : Fleksi
2) Tonus otot :
E. Pemeriksaan Head to Toe
1. Integumen
a. Suhu : Ekstremitas teraba...
b. Warna kulit : Kuning
c. Integritas kulit :

2. Kepala dan leher


a. Tengkorak : Simetris
Kelainan : Tidak ada
Tulang tengkorak / sutura :
b. Rambut : Hitam
c. Kelopak mata : Bentuk simetris, gerakan simetris
d. Konjungtiva : Merah muda
e. Sklera : Ikterik
f. Pupil : Reflek cahaya positif, isokor
g. Telinga : Bentuk dan ukuran simetris, telinga bersih
h. Hidung : Tidak terdapat septum deviasi
i. Leher : Bentuk normal

3. Dada, Paru-paru dan Jantung


a. Pengembangan dada : Simetris
b. Ictus cordis : Tidak teraba
c. Taktil fremitus : Simetris
d. Suara paru : Vesikuler
e. Suara jantung : Terdengar bunyi jantung S1 dan S2

4. Abdomen
a. Bentuk : Simetris
b. Bising usus : 10 x/menit
c. Lambung :Hipertimpani
d. Hati : Pekak
e. Usus : Terdapat peristaltik usus
f. Hepar : Tidak teraba
g. Limpa : Tidak teraba
h. Buang air besar : Berwarna kuning, konsistensi kental
5. Alat Kelamin
Tidak ada kelainan, jenis kelamin perempuan tidak ada iritasi
6. Ekstremitas
Ekstremitas atas dan bawah simetris, terpasang infus .... cc/jam pada
...., tidak terdapat kelainan, akral dingin, tidak terdapat udema
7. Perkembangan (refleks)
a. Moro : Terdapat refleks terkejut saat bayi dipukul tempat
tidurnya
b. Menghisap : Refleks menghisap pada By. .....
c. Menelan : Refleks menelan pada By. M ......
d. Rooting : Refleks rooting pada bayi tampak, dibuktikan
dengan cara menempelkan tangan pengkaji di pipi pasien, lalu
mulut pasien mengarah ke tangan pengkaji
e. Reflek Babinsky : Refleks babinsky positif, dibuktikan dengan cara
menggesek telapak kaki bayi, lalu jari kaki pasien hiperekstensi
f. Reflek menggenggam : Refleks menggenggam pada By. ......
F. Pengkaji Psikososial
1. Respon hospitalisasi
Ayah pasien mengatakan setiap hari harus bolak-balik ke rumah sakit.
Jarak rumah ke rumah sakit kurang lebih ... menit. Ibu pasien selalu
sedih saat mengunjungi anaknya.
2. Pengetahuan orang tua tentang kondisi bayi
Orang tua pasien mengetahui tentang kondisi anaknya. Ibu pasien
sering mengunjungi pasien di ruang Perinatologi dan ibu pasien sering
menangis ketika melihat anaknya di dalam incubator.
3. Kunjungan orang tua terhadap bayi
Ayah dan ibu
4. Interaksi orang tua dan bayi
Sentuhan dan kontak mata
5. Suasana hati orang tua
Gelisah, terkadang menangis ketika menjenguk pasien

G. Data Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium tanggal 13 September 2019
Nilai
Pemeriksaan Nilai Satuan Metoda
Rujukan
Kimia Klinik
Bilirubin total <12.0 Mg/dL
Bilirubin direk 0 – 0.25 Mg/dL
Bilirubin indirek Mg/dL

2. Pengobatan pada tanggal 16 September 2019


No. Nama Obat Dosis Cara Indikasi
1. cc / jam Infus Berfungsi untuk
dengan rehidrasi, suplai
syringe energi parenteral,
pump dan basic solution
2.
Injeksi

3.

4. Untuk
5.

Tanggal 17 September 2019


No. Nama Obat Dosis Cara Indikasi
Infus Berfungsi untuk
1. dengan rehidrasi, suplai
cc / jam
syringe energi parenteral,
pump dan basic solution
2.
Injeksi

3. Injeksi

4.
5.

Tanggal 18 September 2019


No. Nama Obat Dosis Cara Indikasi
Infus Berfungsi untuk
1. dengan rehidrasi, suplai
cc / jam
syringe energi parenteral,
pump dan basic solution
2. mg / 12
Injeksi
jam
mg/ 12
3. Injeksi
jam

mg / 12
4. Injeksi
jam
Erythromycin
3x1
5. kapsul 500mg Oral
bungkus
Sirplus tablet

H. Daftar Masalah
Masalah
No Tanggal/Jam Data Fokus Etiologi
Keperawatan
DS : - Luasnya permukaan Ketidakefektifan
DO :
tubuh bayi dan termoregulasi
- Pasien nampak
- Suhu : C tipisnya kulit hipotermi
- Nadi : x /menit
berhubungan
- SpO2 :%
- Nampak suhu pada dengan luasnya
incubator permukaan tubuh
- Ekstremitas teraba
1. 2019 dan tipi????snya
- Sklera ikterik
- Konjungtiva merah kulit
muda
- Terpasang infus cc/jam
dengan menggunakan
syringe pump
- Bilirubin total
- Bilirubin direk
2. 2019 DS : - Kekurangan
DO :
volume cairan
- Pasien nampak pucat
- Bibir pasien nampak berhubungan
kering dengan kurangnya
- Pasien nampak lemah
kemampuan
- Konjungtiva merah
absorbsi ???
muda
- BB :gram
Tidak ada residu
-

I. Diagnosa
1. Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan luasnya tubuh
bayi dan tipisnya kulit

J. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
Tangga Ttd
No. Keperawat Tujuan Intervensi Ttd
l / Jam Perawat
an
1. Ketidakefek Setelah dilakukan 1. Observasi suhu dengan
tifan tindakankeperawat sering
termoregula an selama 2 x 24 2. Tempatkan bayi pada
si jam diharapkan penghangat (Inkubator)
berhubunga suhu menjadi 3. Gunakan lampu
n dengan normal dengan pemanas inkubator
luasnya Kriteria Hasil: 4. Ganti pakaian atau
- Mempertahanka
tubuh dan linen tempat tidur bila
n suhu tubuh
tipisnya basah.
normal 36,5 –
kulit
37,5 C
- Akral hangat
- Tidak sianosis
- Badan berwarna
merah
Setelah dilakukan 1. Monitoring tanda-tanda
tindakankeperawat vital
Kekurangan
an selama 2 x 24 2. Pertahankan intake
volume
jam diharapkan 3. Berikan terapi infus
cairan
kebutuhan sesuai program
berhubunga
2. cairannya terpenuhi 4. Perhatikan frekuensi
n dengan
dengan Kriteria BAB
kurangnya
Hasil: 5. Kaji adanya dehidrasi
kemampuan
Kebutuhan cairan
6. Monitor suhu tiap 2 jam
absorbsi
dan nutrisi
terpenuhi

K. Implementasi Keperawatan

Masalah
Tanggal / Tindakan Ttd
Kepera Respon
Jam Keperawatan Perawat
watan
DS : -
2019 DO :
Mengukur tanda-tanda - Suhu : 35,9 ̊C
15.00 DX II
vital - SpO2 : 88 %
WIB - Nadi : 137 x/menit
- RR :
Memberikan nutrisi DS : -
DO :
15.15 DX II berupa ASI 15 cc
- Tidak ada residu
melalui - Pasien nampak lemah
DS : -
DO :
- Kulit nampak pucat
- Terdapat iritasi pada

16.00 DX II Kaji adanya dehidrasi kulit bagian punggung


tangan kanan
- Kulit tampak kering
dan mengelupas
- Bibir pecah-pecah
17.00 DX I Observasi suhu DS : -
DO :
- Suhu : 36, 2 ̊C
- Nampak terjadi
peningkatan suhu
setelah 2 jam

DS : -
DO :
Mengukur tanda-tanda - Suhu : 36,7 ̊C
17.30 DX II
vital - SpO2 : 90 %
- Nadi : 156 x/menit
- RR :
DS : -
DO :
- Pasien nampak tenang
Memberikan obat
18.00 DX I, II saat dimasukkan obat
melalui OGT
- Squest ½ sachet melalui OGT
- Tidak ada alergi
setelah diberikan obat
DS : -
Memberikan nutrisi DO :
18.15 DX II berupa ASI 15 cc - Tidak ada residu
- Pasien nampak lemah
melalui OGT
dan pucat
DS : -
DO :
Mengukur tanda-tanda - Suhu : 35, 9 ̊ C
19.00 DX II
vital - SpO2 : 97 %
- Nadi : 147 x/menit
- RR :
DS : -
DO :
Mengganti linen - Pasien nampak lemah
19.45 DX II tempat tidur pasien dan pucat
- Pasien tidak menangis
karena basah
saat diganti linen

20.00 DX II Mengobservasi DS : -
DO :
frekuensi BAB pasien
- Frekuensi BAB pasien
sedikit
- Konsistensi lunak dan
kental
- Warna kuning
DS : -
DO :
Mengukur tanda-tanda - Suhu : 37 ̊C
21.00 DX II
vital - SpO2 : 97 %
- Nadi : 148 x/menit
- RR : 32 x/menit
DS : -
DO :
- Suhu : 37 ̊C
- SpO2 : 97 %
- Nadi : 148 x/menit
- RR : 32 x/menit
- Pasien nampak
nyaman dengan
posisinya
Evaluasi tindakan
21.15 DX I, II - Pasien nampak lemah
yang telah diberikan - Terdapat iritasi pada
punggung tangan
kanan
- Kulit nampak
mengelupas dan
kering
- Terdapat kenaikan
suhu
DS : -
17
DO :
September Mengukur tanda-tanda - Suhu : 36,5 ̊C
DX II
vital - SpO2 : 97 %
2019
- Nadi : 141 x/menit
21.00
- RR : 29 x/menit
21.30 DX II Mengobservasi DS : -
DO :
frekuensi BAB pasien
- Frekuensi BAB pasien
sedikit
- Konsistensi lunak dan
kental
- Warna hijau muda
kekuningan
DS : -
DO :
23.00 DX I Observasi suhu pasien - Suhu : 36, 5 ̊C
- Nampak suhu stabil
dalam 2 jam
DS : -
DO :
Mengukur tanda-tanda - Suhu : 36,9 ̊C
24.00 DX II
vital - SpO2 : 96 %
- Nadi : 141 x/menit
- RR : 28 x/menit
DS : -
18 DO :
September - Suhu : 36, 7 ̊C
DX I Observasi suhu pasien - Nampak suhu pasien
2019
01.00 dalam batas normal

DS : -
DO :
Observasi frekuensi - Frekuensi BAB
02.00 DX II
BAB pasien sedikit
- Warna kuning
- Konsistensi lunak
DS : -
DO :
Mengukur tanda-tanda - Suhu : 36,9 ̊C
03.00 DX II
vital - SpO2 : 90 %
- Nadi : 145 x/menit
- RR : 27 x/menit
DS : -
DO :
- Kulit nampak pucat
- Terdapat iritasi pada
Mengkaji adanya
04.00 DX II kulit bagian punggung
dehidrasi
tangan kanan
- Kulit tampak kering
dan mengelupas
- Bibir pecah-pecah
05. 30 DX I, II, Mengukur tanda-tanda DS : -
DO :
III vital
- Suhu : 35,9 ̊C
- SpO2 : 99 %
- Nadi : 137 x/menit
- RR : 30 x/menit
Memberikan obat DS : -
DO :
melalui injeksi
- Pasien nampak tenang
- Ceftazidime
DX I, II, saat dimasukkan obat
100mg
06.00
III - Amikacin 15 melalui injeksi pada
mg selang infusnya
- Aminophilin 4 - Tidak ada alergi
mg setelah diberikan obat
DS : -
DO :
- Suhu : 36,8 ̊C
06.30 DX I Observasi suhu pasien - Nampak adanya
peningkatan suhu
pada pasien
DS : -
DO :
- Pasien nampak lemah
- Pasien nampak tidak
menangis
- Terdapat iritasi pada
punggung tangan

Evaluasi tindakan kanan


07.00 DX I, II - Tidak ada alergi
yang telah diberikan
terhadap obat yang
telah diberikan
- Suhu : 36,8 ̊C
- SpO2 : 99 %
- Nadi : 137 x/menit
- RR : 30 x/menit
- Nampak adanya
peningkatan suhu

L. Evaluasi
Catatan Perkembangan
Tanggal / Kode DX Ttd
SOAP
Jam Keperawatan Perawat
16 S:-
September O:
2019 - Nampak adanya kenaikan
suhu pada pasien
21.00
- Akral teraba hagat
- Nampak suhu pada
DX I incubator 32 ̊C
- Suhu : 37 ̊C
A : Masalah belum teratasi
P:
- Lanjutkan intervensi
- Observasi suhu dengan
sering
- Pantau suhu inkubator
DX II S:-
O:
- Pasien nampak lemas
- Pasien nampak tidak
menangis dan sering tidur
- Nampak ASI 15 cc
dimasukkan melalui OGT
- BAB dengan frekuensi
lunak kental berwarna
kuning
- Tidak ada alergi obat
setelah diberikan
A : Masalah belum teratasi
P:
- Lanjutkan intervensi
- Monitor suhu setiap 2 jam
- Pertahankan intake
- Pantau BAB
- Pantau adanya hidrasi
S:-
O:
- Akral teraba hangat
- Tidak ada sianosis
- Suhu : 36,8 ̊C
- Suhu inkubator 32 ̊C
- Nampak adanya kenaikan
DX I
suhu pada pasien
A : Masalah belum teratasi
P:
- Lanjutkan intervensi
- Observasi suhu dengan
sering
- Pantau suhu inkubator
S:-
O:
- Pasien nampak lemas
- Pasien nampak tidak
menangis dan sering tidur
- Pasien diprogramkan puasa
24 jam
- BAB dengan frekuensi
lunak kental berwarna
DX II
kuning
- Bibir pasien pecah-pecah
- Kulit pasien kering
18
A : Masalah belum teratasi
September
2019
P:
- Lanjutkan intervensi
07.00
- Monitor suhu setiap 2 jam
- Pertahankan intake
- Pantau frekuensi BAB
- Pantau adanya hidrasi

Anda mungkin juga menyukai