Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

IKTERIK NEONATORUM

OLEH :

KHORI ILBHI FIRNANDA ( 191447214 )


MICHEAL NOFRIANTO HANAFI ( 191447219 )
SELPI ( 191447228 )
SERTLY ALPINA ( 191447229 )
SHELVIA ROSADA ( 191447230 )
SISI ( 191447231 )
SISIE VINANTI ( 191447232 )
SRI MEGIA FIRSA ( 191447233 )
YOGI SAPUTRA ( 191447236 )

POLITEKNIK KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN PANGKALPINANG
PRODI DIII KEPERAWATAN BELITUNG
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan asuhan ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak
akan sanggup untuk menyelesaikan asuhan keperawatan ini dengan baik. Shalawat serta salam
semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita
nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu
berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga kami mampu untuk menyelesaikan pembuatan
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Ikterus Neonatorum
Kami tentu menyadari bahwa asuhan keperawatan ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya asuhan keperawatan ini nantinya dapat
menjadi yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada asuhan
keperawatan ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat,kepada teman-
teman yang telah berkontribusi dengan memberikan ide-idenya sehingga asuhan keperawatan ini
bisa disusun dengan baik dan rapi. Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima
kasih.

Tanjungpandan,24 April 2021

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ikterus merupakan salah satu penyakit hati terdapat pada bayi baru lahir akibat
terjadinya hiperbillirubin. Billirubin itu sendiri merupakan pemecahan sel darah merah
(hemoglobin) (Rumahzakat, 2007). Kadar tinggi billirubin ini bersifat racun, yang sulit
larut dalam air dan sulit dibuang. Untuk menetralisirnya, organ hati akan mengubah
billirubin indirect (bebas) menjadi direct yang larut dalam air. Hal ini karena organ hati
pada bayi baru lahir belum bisa berfungsi optimal untuk mengeluarkan billirubin bebas
tersebut (Dhafinshisyah, 2008). Ikterus adalah salah satu kegawatan yang terdapat pada
bayi baru lahir. Kejadian ikterus sebanyak 52-50% pada bayi cukup bulan dan 80%
terjadi pada bayi berat lahir rendah (Nanny, dkk, 2012). Menurut organisasi kesehatan
dunia (WHO) kejadian ikterus didunia pada setiap tahunnya kirakira 3% (3,6 juta) dari
120 juta bayi. Bayi lahir yang mengalami icterus neonatorum, hampir 1 juta bayi
meninggal.
Di Indonesia, dari seluruh kematian bayi, sebanyak 57% meninggal pada masa
bayi baru lahir (usia dibawah 1 bulan). Setiap 6 menit terdapat satu bayi baru lahir yang
meninggal. Penyebab kematian bayi baru lahir adalah bayi berat lahir rendah,
asfiksia,trauma lahir, ikterus neonatorum, infeksi lain dan kelainan kongenital (JNPK-
KR, 2008). Angka Kematian Neonatal (AKN) di Jawa Tengah sebesar 10,75/1000
kelahiran hidup, hal ini disebabkan karena Asfiksia 38%, BBLR 30%, ikhterik 9%,
kelainan kongenital 2%, sepsis 11%, dan hipotermi 10% .(Kemenkes, 2012).
Penatalaksanaan ikterus harus dilakukan dengan sebaik-baiknya agar akibat buruk
dapat dihindari (Admin, 2007). Tujuan ini harus segera dilakukan untuk mencegah agar
kadar billirubin indirek dalam darah tidak mencapai kadar yang neurotoksik. Tatalaksana
ini meliputi pemberian Air Susu Ibu (ASI), fototherapi, dan tranfusi tukar. Penggunaan
fototherapi adalah sebagai salah satu therapy hiperbillirubin yang efektif menurunkan
insiden kerusakan otak (kern ikterus) akibat hiperbillirubin. Fototherapi ini dilakukan
apabila dengan pemberian ASI dan dijemur pagi tapi kadar billirubin masih tinggi.
Pada ibu nifas banyak hal yang dapat menimbulkan kecemasan pada bayinya,
karena kurangnya pengetahuan tentang ikterus neonatorum, kurang memperhatikan
bayinya dan sebagian ibu nifas juga masih sibuk dengan perubaan fisiologis yang
dialaminaya. Kurangnya pengetahuan ibu tentang ikterus dapat mempengaruhi sikap dan
perilaku dalam menghadapinya. Masalah yang sering di dapatkan dari bayi yang terkena
ikterik neonatorum adalah kurangnya cairan dan nutrisi karena bayi yang malas untuk
minum, Resiko terjadinya kernikhterus adalah kurangnya pengetahuan ibu tentang
penyebab dan bahayanya ikterus

1.2 Rumusan masalah


1. Apa pengertian ikterus neonatorum?
2. Apa etiologi ikterus neonatorum?
3. Bagaimana klasifikasi ikterus neonatorum?
4. Bagaimana manifestasi klinis ikterus neonatorum?
5. Apa komplikasi ikterus neonatorum?
6. Bagaimana penetalaksanaan ikterus neonatorum?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang ikterus neonatorum?
8. Bagaimana pathway ikterus neonatorum?
9. Bagaimana konsep asuhan keperawatan ikterus neonatorum ?
10. Bagaimana asuhan keperawatan ikterus neonatorum ?

1.3 Tujuan penulisan


1) Tujuan umum
Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui konsep penyakit dan asuhan
keperawatan dengan diagnosa medis ikterus neonatorum.

2) Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui pengertian ikterus neonatorum.
b. Untuk mengetahui etiologi ikterus neonatorum.
c. Untuk mengetahui klasifikasi ikterus neonatorum.
d. Untuk mengetahui manifestasi klinis ikterus neonatorum.
e. Untuk mengetahui komplikasi ikterus neonatorum.
f. Untuk mengetahui penetalaksanaan ikterus neonatorum.
g. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang ikterus neonatorum.
h. Untuk mengetahui pathway ikterus neonatorum.
i. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan ikterus neonatorum.
j. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien ikterus neonatorum.

1.4 Manfaat Penulisan


1. Manfaat teoritis
Menambah referensi dalam bidang pendidikan, sehingga dapat menyiapkan perawat
yang berkompetensi
2. Manfaat praktis
Berdedikasi tinggi dalam memberikan asuhan keperawatan yang holistik, khususnya
dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak.

BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 KONSEP PENYAKIT
2.1.1 Definisi
Ikterus neonatorum adalah menguningnya warna kulit dan sclera akibat
akumulasi pigmen bilirubin dalam darah dan jaringan (Manuaba, 2007). Ikterus
neonatorum adalah warna kuning yang sering terdapat pada bayi baru lahir dalam
batas normal pada hari kedua sampai ketiga dan menghilang pada hari ke sepuluh
(Grace & Barley, 2011).
Ikterik neonatus adalah keadaan dimana bilirubin terbentuk lebih cepat
daripada kemampuan hati bayi yang baru lahir (neonatus) untuk dapat memecahnya
dan mengeluarkannya dari tubuh, Ikterik adalah warna kuning yang dapat terlihat
pada sklera, selaput lender, kulit atau organ lain akibat penumpukan bilirubin.
Bilirubin merupakan hasil penguraian sel darah merah di dalam darah. Penguraian sel
darah merah merupakan proses yang dilakukan oleh tubuh manusia apabila sel darah
merah telah berusia 120 hari. Hasil penguraian hati (hepar) dan dikeluarkan dari
badan melalui buang air besar (BAB) dan Buang air kecil (BAK) (Marmi, 2015).

2.1.2 Etiologi
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh bermacam-macam keadaan.
Penyebab yang sering ditemukan disini adalah hemolisis yang timbul akibat
inkopatibilitas golongan darah ABO atau defisiensi enzim G6PD. Hemolisis ini dapat
pula timbul karna adanya perdarahan tertutup (hematoma cepal, perdarahan
subaponeurotik) atau inkompatibilitas golongan darah Rh. Infeksi juga memegang
peranan penting dalam terjadinya hiperbilirubinemia; keadaaan ini terutama terjadi
pada penderita sepsis dan gastroenteritis. Faktor lain yaitu hipoksia atau asfiksia,
dehidrasi dan asiosis, hipoglikemia, dan polisitemia (Atikah & Jaya, 2016).
Etiologi ikterus pada bayi baru lahir dapa berdiri sendiri ataupun disebabkan
oleh beberapa faktor. Secara garis besar etiologi itu dapat dibagi sebagai berikut :
1. Produksi yang berlebihan, lebih daripada kemampuan bayi untuk
mengeluarkannya, misalnyahemolisi yang meningkat pada inkompatibilitas
darah Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi enzim C6PD, pyruvate kinase,
perdarahan tertutup dan sepsis.
2. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar gangguan ini dapat
disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi bilirubin,
gangguan fungsi hepar akibat asidosis, hipoksia,dan infeksi atau tidak
terdapatnya enzim glukorinil transferase (criggler najjar syndrome). Penyebab
lain ialah defisiensi protein Y dalam hepar yang berperanan penting dalam
uptake bilirubin ke sel-sel heapar.
3. Gangguan dalam transportasi bilirubin dalam darah terikat oleh albumin
kemudian diangkut ke hepar, ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat
dipengaruhi oleh obat-obatan misalnya salisilat, sulfatfurazole. Defisiensi
albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas
dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
4. Gangguan dalam sekresi, gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam
hepar atau diluar hepar, biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh
penyebab lain.
5. Obstruksi saluran pencernaan (fungsional atau struktural) dapat mengakibatkan
hiperbilirubinemia tidak terkonjugasi akibat penambahan dari bilirubin yang
berasal dari sirkulais enterahepatik.
6. Ikterus akibat air susu ibu (ASI) merupakan hiperbilirubinemia tidak
terkonjugasi yang mencapai puncaknya terlambat (biasanya menjelang hari ke 6-
14). Dapat dibedakan dari penyebab lain dengan reduksi kadar bilirubin yang
cepat bila disubstitusi dengan susu formula selama 1-2 hari. Hal ini untuk
membedakan ikterus pada bayi yang disusui ASI selama minggu pertama
kehidupan. Sebagian bahan yang terkandung dalam ASI (beta glucoronidase)
akan memecah bilirubin menjadi bentuk yang larut dalam lemak sehingga
bilirubin indirek akan meningkat dan kemudian akan diresorbsi oleh usus. Bayi
yang mendapat ASI bila dibandingkan dengan bayi yang mendapat susu
formula, mempunyai kadar bilirubin yang lebih tinggi berkaitan dengan
penurunan asupan pada beberapa hari pertama kehidupan. Pengobatannya bukan
dengan menghentikan pemberian ASI melainkan dengan meningkatkan
frekuensi pemberian.

2.1.3 Klasifikasi
1. Ikterus fisiologis
Ikterus fisiologis adalah warna kekuningan pada kulit yang timbul pada hari ke
2-3 setelah lahir, yang tidak mempunyai dasar patologis dan akan menghilang
dengan sendirinya pada hari ke 10. Ikterus fisiologis ini harus dibedakan dengan
ikterus patologis yang jelas merupakan gangguan pada bayi (Fitri, 2012).
Ikterus fisiologis merupakan ikterus yang timbul pada hari kedua dan hari
ketiga yang tidak mempunyai dasar patologik, kadarnya tidak melewati kadar yang
membahayakan atau mempunyai potensi menjadi kern-ikterus dan tidak
menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Tanda-tanda dari ikterus dikatakan
fisiologis yaitu :
a. Apabila timbul pada hari kedua dan ketiga.
b. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama, dan kadar bilirubin direk tidak
melebihi 1 mg/dl.

2. Ikterus patologik
Ikterus patologik merupakan ikterus yang mempunyai dasar patologi atau kadar
bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Dasar patologik
ini misalnya, jenis bilirubin, saat timbulnya dan menghilangnya ikterus dan
penyebabnya. Hal tersebut kadar dari bilirubin dari ikterus patologik dapat
membahayakan atau mempunya potensi menjadi kern-ikterus dan dapat
menyebabkan morbiditas pada bayi.
Ikterus patologi mempunyai kriteria yang berbeda dari ikterus ikterus fisiologi
yaitu :
a. Ikterus terjadi sebelum umur 24 jam.
b. Adanya tanda-tanda penyakit yang mendasari pada setiap bayi seperti muntah,
letargi, malas menelan, penurunan berat badan yang cepat, apnea, takipnea, atau
suhu yang tidak stabil. Derajat ikterus menurut rumus Kremer:

Zon Bagian Rata-rata serum Bilirubin serum


a tubuh yang bilirubin indirek total
kuning ( mol/l)
1 Kepala dan 100 5 mg/dL
leher
2 Leher - 150 10 mg/dL
pusat
3 Pusat - 200 12 mg/dL
paha
4 Lengan + 250 13 mg/dL
tungkai
5 Tangan + > 250 >15 mg/dL
kaki

2.1.4 Manifestasi Klinis


Dikatakan Hiperbilirubinemia apabila ada tanda-tanda sebagai berikut (Ridha, 2014):
1. Warna kuning yang dapat terlihat pada sklera, selaput lender, kulit atau organ
lain akibat penumpukan bilirubin
2. Ikterik terjadi pada 24 jam pertama
3. Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau lebih setiap 24 jam.
4. Konsentrasi bilirubin serum 10 mg% pada neonatus cukup bulan, dan 12,5 mg%
pada neonatus kurang bulan.
5. Ikterik yang disertai proses hemolisis.
6. Ikterik yang disertai dengan berat badan lahir kurang 2000 gr, masa esfasi
kurang 36 mg, defikasi, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan, infeksi trauma
lahir kepala, hipoglikemia, hiperkarbia.
Pengamatan dan penelitian RSCM Jakarta menunjukkan bahwa dianggap
menunjukkan bahwa dianggap hiperbillirubinemia jika :
1. Ikterus terjadi 24 jam pertama
2. Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau lebih setiap 24 jam
3. Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada neonates kurang bulan
dan 12,5 mg%  pada neonates cukup bulan
4. Icterus yang disertai proses hemolysis (inkompatibilitas darah, defisiensi
Icterus yang disertai proses enzim G-6-PD dan sepsis)
5. Icterus yang disertai keadaan sebagai berikut :
6. Berat lahir < 2000 gram
7. Masa gestasi < 36 minggu
8. Asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan
9. Infeksi
10. Trauma lahir pada kepala
11. Hipoglikemia, hiperkarbia Hipoglikemia, hiperkarbia
12. Hiperosmolalitas darah Hiperosmolalitas darah (Nurarif dan Kusuma, 2015)

2.1.5 Komplikasi Penyakit


Kernikterus (ensefalopati biliaris) adalah suatu kerusakan otakakibat adanya
bilirubin indirect pada otak. Kernikterus ditandai dengan kadar bilirubin darah yang
tinggi (lebih dari 20 mg% pada bayi cukup bulan atau lebih dari 18 mg% pada bayi
berat lahir rendah) disertai dengan gejala kerusakan otak berupa mata berputar,
letargi, kejang, tak mau mengisap, tonus otot meningkat, leher kaku, epistotonus, dan
sianosis, serta dapat juga diikuti dengan ketulian, gangguan berbicara, dan retardasi
mental di kemudian hari (Nanny, 2010).
2.1.6 Penatalaksanaan
1. Penanganan Hiperbilirubin
Dalam penanganan ikterus cara-cara yang dipakai diantaranya :
a. Menyusui bayi Bilirubin juga dapat dipecah jika bayi banyak mengeluarkan
feses dan urine. Untuk itu bayi harus mendapat ASI yang cukup. Pemberian ASI
akan meningkatkan motilitas usus dan juga menyebabkan bakteri diintroduksi ke
usus. Bakteri dapat mengubah bilirubin direk menjadi urobilin yang tidak dapat
diarbsorbsi kembali. Dengan demikian, kadar bilirubin serum akan turun.
b. Terapi sinar matahari Meletakkan bayi di bawah sinar matahari selama 15 – 20
menit, ini dilakukan setiap hari antara pukul 06.30 – 08.00. Biasanya dianjurkan
setelah bayi selesai dirawat di rumah sakit. Selama ikterus masih terlihat,
perawat harus memperhatikan pemberian minum. Hindari posisi yang membuat
bayi melihat langsung kea rah matahari karena dapat merusak matanya ( Suriadi,
2001)
2. Penatalaksanaan
a. Fototerapi
Fototerapi rumah sakit merupakan tindakan yang efektif untuk mencegah
kadar total bilirubin serum meningkat. Terapi sinar atau fototerapi dilakukan
selama 24 jam atau setidaknya sampai kadar bilirubin dalam darah kembali ke
ambang batas normal. Dengan fototerapi bilirubin dalam tubuh bayi dapat
dipecah dan menjadi mudah larut dalam air tanpa harus diubah dahulu oleh
organ hati dan dapat dikeluarkan melalui urine dan feses sehingga kadar
bilirubin menurun. Di samping itu, pada terapi sinar terapi ditemukan pola
peninggian konsentrasi bilirubin indirek dalam cairan empedu duodenum dan
menyebabkan bertambahnya pengeluaran cairan empedu ke dalam usus sehingga
peristaltic usus meningkat dan bilirubin akan keluar bersama feses.
Penggunaan fototerapi sesuai anjuran dokter biasanya diberikan pada
neonatus dengan kadar bilirubin indirek lebih dari 10 mg%, sebelum transfusi
tukar, atau sesudah transfusi tukar. Terapi sinar tidak banyak bermanfaat untuk
neonatus dengan gangguan motilitas usus, obstruksi usus atau saluran cerna,
neonatus yang tidak mendapat minum secara adekuat, karena penurunan
perilstaltik usus akan mengakibatkan meningkatnya reabsorpsi enterohepatik
bilirubin sehingga seolah-olah terapi sinar tidak bekerja secara efektif. Selama
fototerapi, bayi yang tidak berpakaian diletakkan kira-kira 50 cm sampai 60 cm
dibawah cahaya selama beberapa jam atau beberapa hari sampai kadar bilirubin
serum menurun ke nilai yang bisa diterima. Setelah terapi dihentikan, bayi harus
periksa kembali beberapa jam kemudian untuk memastikan apakah nilai
bilirubin tidak meningkat lagi (Jensen, 2005).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan terapi sinar ialah:
1) Lampu yang dipakai sebaiknya tidak digunakan lebih dari 500 jam, untuk
menghindarkan turunnya energi yang dihasilkan oleh lampu yang
digunakan.
2) Pakaian bayi dibuka agar bagian tubuh dapat seluas mungkin terkena sinar.
3) Kedua mata ditutup dengan penutup yang dapat memantulkan cahaya untuk
mencegah kerusakan retina. Penutup mata dilepas saat pemberian minum
dan kunjungan orang tua untuk memberikan rangsang visual pada neonatus.
Pemantauan iritasi mata dilakukan tiap 6 jam dengan membuka penutup
mata.
4) Daerah kemaluan ditutup, dengan penutup yang dapat memantulkan cahaya
untuk melindungi daerah kemaluan dari cahaya fototerapi.
5) Posisi lampu diatur dengan jarak 20-30 cm di atas tubuh bayi, untuk
mendapatkan energi yang optimal.
6) Posisi bayi diubah tiap 8 jam, agar tubuh mendapat penyinaran seluas
mungkin
7) Suhu tubuh diukur 4-6 jam sekali atau sewaktu-waktu bila perlu.
8) Pemasukan cairan dan minuman dan pengeluaran urine, feses dan muntah
diukur, di catat dan dilakukan pemantaun tanda dehidrasi.
9) Hidrasi bayi diperhatikan, bila perlu konsumsi cairan ditingkatkan.
10) Lamanya terapi sinar dicatat.
b. Transfusi tukar
Transfuse tukar adalah cara yang paling tepat untuk mengobati
hiperbilirubinemia pada neonatus. Transfuse tukar dilakukan pada keadaan
hiperbilirubinemia yang tidak dapat diatasi dengan tindakan lain misalnya telah
diberikan terapi sinar tetapi kadar bilirubin tetap tinggi. Indikasi untuk
melakukan transfuse tukar adalah kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg%,
kenaikan kadar bilirubin indirek cepat, yaitu 0,3-1 mg%/ jam (Surasmi, 2013).

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang.


1. Pemeriksaan bilirubin serum.
Pada bayi cukup bulan bilirubin mencapai puncak kira-kira 6 mg/dl, antara 2 sampai
4 hari kehidupan. Apabila nilainya diatas 10 mg/dl, tidak fisiologis. Pada bayi
dengan prematur kadar bilirubin mencapai puncaknnya 10-12 mg/dl, antara 5 dan 7
hari kehidupan. Kadar bilirubin yang lebih dari 14 mg/dl adalah tidak fisiologis. Dari
Brown AK dalam text-books of Pediatrics 1996: ikterus fisiologis pada bayi cukup
bulan, bilirubin indirek munculnya ikterus 2 sampai 3 hari dan hilang 4 sampai 5 hari
dengan kadar bilirubin yang mencapai puncak 10-12 mg/dl. Sedangkan pada bayi
prematur, bilirubin indirek munculnya 3 sampai 4 hari dan hilang 7 sampai 9 hari
dengan kadar bilirubin yang mencapai puncak 15 mg/dl. Dengan peningkatan kadar
bilirubin indirek kurang dari 5 mg/dl/hari. Pada ikterus patologis meningkatnya
bilirubin lebih dari 5 mg/dl perhari, dan kadar bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl.
2. Ultrasound untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu
3. Radioisotope scan dapat digunakan untuk membantu membedakan hepatitis dari
atresia biliary.
4. Bilirubin total
Kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1,0-1,5 mg/dl, yang mungkin
dihubungkan dengan sepsis. Kadar indirek (tidak terkonjugasi) tidak boleh melebihi
peningkatan 5 mg/dl dalam 24 jam, atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi
cukup bulan atau 15 mg/dl pada bayi praterm (tergantung pada berat badan).
5. Hitung darah lengkap
Hemoglobin (Hb) mungkin rendah (kurang dari 14 g/dl) karena hemolisis.
Hematokrit (Ht) mungkin meningkat (lebih besar dari 65%) pada polisitemia,
penurunan (kurang dari 45%) dengan hemolisis dan anemia berlebihan (Marlynn,
2001)
2.1.8 Pathway

2.1.2 Risik
o
Ganggua
n

2.1.1 Risik
o
Termore
gulasi
2.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
2.2.1 Pengkajian

Pengkajian keperawatan adalah proses pengumpulan data untuk mendapatkan


berbagai informasi yang berkaitan dengan masalah yang dialami klien. Pengkajian
dilakukan dengan berbagai cara yaitu anamnesis, observasi, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan diagnostik yang dilakukan di laboratorium (Surasmi, 2013)
1. Anamnese orang tua/keluarga
Meliputi : Nama bayi, tempat tanggal lahir, umur, jenis kelamin, anak ke berapa,
BB/ PB dan alamat, nama orang tua bayi.
2. Riwayat keperawatan
a. Riwayat kehamilan
Kurangnya antenal care yang baik. Penggunaan obat-obat yang meningkatkan
ikterus. Misalnya salisilat sulkaturosic oxitosin yang dapat mempercepat
proses konjugasi sebelum ibu partus.
b. Riwayat persalinan
Persalinan dilakukan oleh dukun, bidan atau dokter. Lahir prematur/ kurang
bulan, riwayat trauma persalinan, hipoxin dan aspixin.
c. Riwayat postnatal
Adanya kelainan darah tapi kadar bilirubin meningkat, kulit bayi tampak
kuning.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Seperti ketidakcocokan darah ibu dan anak Polychitemia, gangguan saluran
cerna dan hati (hepatitis).
e. Riwayat psikososial Kurangnya kasih sayang karena perpisahan, perubahan
peran orang tua
f. Pengetahuan keluarga 30 Penyebab perawatan pengobatan dan pemahaman
orang tua tentang bayi yang ikterus.
3. Kebutuhan sehari-hari
a. Nutrisi Pada umumnya bayi malas minum (refleks mengisap dan menelan
lemah) sehingga berat badan (BB) bayi mengalami penurunan. Palpasi
abdomen dapat menunjukan pembesaran limpa, hepar.
b. Eliminasi Biasanya bayi mengalami diare, urin mengalami perubahan warna
gelap pekat, hitam kecoklatan (sindrom bayi bronze) dan feses mungkin
lunak/ cokelat kehijauan selama pengeluaran bilirubin. Bising usus hipoaktif,
pasase mekonium mungkin lambat.
c. Istirahat Bayi tampak cengeng dan mudah terbangun.
d. Aktifitas Bayi biasanya mengalami penurunan aktifitas, letargi, hipototonus
dan mudah terusik.
e. Personal hygiene Kebutuhan personal hygiene bayi oleh keluarga terutama
ibu.
f. Neurosensori Sefalohematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua
tulang parietal yang berhubungan dengan trauma kelahiran/kelahiran 31
ekstraksi vakum. Edema umum, hepatosplenomegali, atau hidros fetalis
mungkin ada dengan inkompatibilitis Rh berat.
g. Pernapasan Riwayat asfiksia Krekels, mukus bercak merah muda (edema
pleural, hemoragi pulmonal)
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Tampak lemah, pucat, ikterus dan aktivitas menurun
b. Kepala, leher : Bisa dijumpai ikterus pada mata (sclera) dan selaput / mukosa
pada mulut. Dapat juga diidentifikasi ikterus dengan melakukan Tekanan
langsung pada daerah menonjol untuk bayi dengan kulit bersih ( kuning),
dapat juga dijumpai cianosis pada bayi yang hypoksia
c. Dada : Selain akan ditemukan tanda ikterus juga dapat ditemukan tanda
peningkatan frekuensi nafas, status kardiologi menunjukkan adanya
tachicardia, khususnya ikterus yang disebabkan oleh adanya infeksi
d. Perut : Peningkatan dan penurunan bising usus /peristaltic perlu dicermati.
Hal ini berhubungan dengan indikasi penatalaksanaan fototerapi. Gangguan
Peristaltik tidak diindikasikan fototerapi, Perut membuncit, muntah, mencret
merupakan akibat gangguan metabolisme bilirubin enterohepatik,
splenomegali dan hepatomegali dapat dihubungkan dengan Sepsis Bacterial,
Tixoplasmosis, Rubella.
e. Urogenital : Urine kuning dan pekat, Adanya faeces yang pucat / acholis /
seperti dempul atau kapur merupakan akibat dari gangguan / atresia saluran
empedu
f. Ekstremitas : Menunjukkan tonus otot yang lemah
g. Kulit : Tanda dehidrasi ditunjukkan dengan turgor jelek. Elastisitas menurun,
Perdarahan bawah kulit ditunjukkan dengan ptechia, echimosis, ikterus pada
kulit dan sklera mata.
h. Pemriksaan Neurologis : Adanya kejang, epistotonus, lethargy dan lainlain
menunjukkan adanya tanda- tanda kern – ikterus (Surasmi, 2013)
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan bilirubin serum
Pada bayi cukup bulan, kadar bilirubin mencapai puncak kira-kira 6 mg/dL,
antara 2 dan 4 hari kehidupan. Apabila nilainya diatas 10 mmg/dL maka
dikatakan hiperbilirubinemia non fisiologis atau patologis. Pada bayi dengan
kurang bulan, kadar bilirubin mencapai puncaknya pada nilai 10 – 12 mg/dL,
antara lima dan tujuh hari kehidupan. Apabila nilainya diatas 14 mg/dL maka
dikatakan hiperbilirubinemia non fisiologis atau patologis (Suriadi & Yulliani,
2010).
b. Ultrasonograf (USG)
Pemeriksaan USG digunakan untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong
empedu (Suriadi & Yulliani, 2010).
c. Radioscope Scan
Pemeriksaan radioscope scan dapat digunakan untuk membantu membedakan
hepatitis atau atresia biliary (Suriadi & Yulliani, 2010).

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Ikterik neonatus berhubungan dengan usia kurang dari 7 hari
2. Risiko gangguan integritas kulit/ jaringan berhubungan terapi radiasi
3. Risiko termoregulasi tidak efektif berhubungan dengan dehidrasi
2.2.3 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


.
1. Ikterik neonatus berhubungan Setelah dilakukan tindakan a. Fototerapi Neonatus
dengan usia kurang dari 7 hari keperawatan 3 x 24 jam status nutrisi Observasi
membaik.  Monitor ikterik pada sklera dan kulit
Kriteria hasil: bayi
1. Berat badan meningkat  Monitor suhu dan tanda vital setiap
2. Kulit kuning menurun 4jam sekali
3. Sklera kuning menurun  Monitor efek samping fototerapi
4. Membran mukosa kuning menurun Terapeutik
5. Pola makan membaik  Siapkan lampu fototerapi dan
inkubator atau kotak bayi
 Lepaskan pakaian bayi kecuali popok
 Berikan penutup mata
 Ukur jarak antara lampu dan
permukaan kulit bayi (30cm)
 Biarkan tubuh bayi terpapar sinar
fototerapi secara berkelanjutan
 Ganti segera alas dan popok bayi jika
BAK/BAB
 Gunakan linen berwarna putih agar
memantulkan cahaya sebanyak
mungkin
Edukasi
 Anjurkan ibu menyusui sekitar 20-30
menit
2. Risiko gangguan integritas Setelah dilakukan tindakan a. Perawatan integritas kulit
kulit/ jaringan b.d terapi radiasi keperawatan 3 x 24 jam integritas kulit Observasi
dan jaringan meningkat.  Identifikasi penyebab gangguan
Kriteria hasil: integritas kulit
1. Hidrasi meningkat Terapeutik
2. Kerusakan jaringan menurun  Ubah posisi tiap 2jam jika titah baring
3. Kerusakan lapisan menurun  Bersihkan perineal dengan air hangat
 Gunakan produk berbahan petrolium
atau minyak pada kulit kering
 Gunakan produk berbahan alami pada
kulit
3. Risiko termoregulasi tidak efektif Setelah dilakukan tindakan a. Regulasi Temperatur
d.d dehidrasi keperawatan 3 x 24 jam termoregulasi Observasi
membaik.  Monitor suhu tubuh anak tiap dua jam,
Kriteria hasil: jika perlu
1. Suhu tubuh membaik  Monitor warna dan suhu kulit
2. Suhu kulit membaik Terapeutik
3. Frekuensi nadi membaik  Pasang alat pantau suhu kontinu, jika
perlu
 Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi
yang adekuat
Edukasi
 Jelaskan cara heat exhaustion Dan
heat stroke
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian antipiretik, jika
perlu
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan.

3.2. Saran.
DAFTAR PUSTAKA

Dhafinshisyah, (2008). Ragam Terapi Untuk Bayi Kuning.


http://dhafinshisyah.multiple.com/ rewlews/item/25. Diakses tanggal 25 September
2017

Kemenkes, (2012). Standar Pelayanan Kebidanan. Jakarta : Kemenkes RI

Nanny, Vivian Lia dan Dewi. (2012). Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Jakarta : Salemba
Medika

Ambarwati, E dan Rismintari, Y. 2009. Asuhan Kebidanan Komunitas. Yogyakarta: Nuha


Medika

Buku Panduan Peserta Manajemen BBLR untuk Bidan di Desa. (2011) Buku Panduan
Peserta Manajemen BBLR untuk Bidan di Desa [Internet]. Yogyakarta: Buku
Panduan. Tersedia dalam: http://www.gizikia.depkes.go.id [Diakses 26 April 2021]

Maryunani, A. dan Nurhayati., 2009. Asuhan Kegawatdaruratan Dan Penyulit Pada


Neonatus. CV. Trans Info Media, Jakarta

Prawirohardjo,S. 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Neonatal.


Jakarta :YayasanBinaPustaka

Pudjiadi, H., Hegar Badriul, dkk. 2010. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Jakarta: IDAI.

Rukiyah,A. 2010.Asuhan Neonatus,Bayi dan AnakBalita. Jakarta : Trans Info Media

Tim FK Unpadj, 2000.Ilmu Kesehatan Anak Jilid 1.Bandung : FK Unpadj . Varney, Helen.
2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan edisi 4 vol. 1. Jakarta. EGC. Yogyakarta : Nuha
Medika.

Anda mungkin juga menyukai