Anda di halaman 1dari 34

kumpulan askep askep keperawatan

Wednesday, 23 March 2011


ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN RESPIRATORY DISTRESS
SYNDROME

LEMBAR PERSETUJUAN

Asuhan Keperawatan Anak II yang berjudul Respiratory Distress Syndrome ini telah
disetjui untuk diseminarkan pada mata kuliah keperawatan anak II







Oleh
Dosen Pengampu





(Puji Purwaningsih S.Kep.,Ns)











KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
limpahan rahmatNya saya dapat menyelesaikan tugas saya yang berjudul
Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Respiratory Distress Syndrome
tepat pada waktunya. Saya selaku penulis mengucapkan terima kasih
kepada dosen pembimbing yang telah membantu saya dalam
menyelesaikan tugas ini, dan pihak-pihak terkait yang telah memberikan
banyak bantuan kepada saya.
Saya menyadari bahwa Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan
Respiratory Distress Syndrome ini tentunya masih belum sepenuhnya
sempurna, oleh karena itu saya harap bagi pembaca untuk memberikan
saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan dari Asuhan
Keperawatan Pada Anak Dengan Respiratory Distress Syndrome ini.
Saya hahap Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Respiratory
Distress Syndrome dapat bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya
dan bagi dunia kesehatan pada khususnya






Ungaran, 2010

Penulis


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit saluran pernapasan merupakan salah satu penyebab kesakitan dan kematian yang
paling sering dan penting pada anak, terutama pada bayi, karena saluran pernafasannya
masih sempit dan daya tahan tubuhnya masih rendah. Disamping faktor organ pernafasan ,
keadaan pernafasan bayi dan anak juga dipengaruhi oleh beberapa hal lain, seperti suhu
tubuh yang tinggi, terdapatnya sakit perut, atau lambung yang penuh.
Penilaian keadaan pernafasan dapat dilaksanakan dengan mengamati gerakan dada dan
atau perut. Neonatus normal biasanya mempunyai pola pernafasan abdominal. Bila anak
sudah dapat berjalan pernafasannya menjadi thorakoabdominal. Pola pernafasan normal
adalah teratur dengan waktu ekspirasi lebih panjang daripada waktu inspirasi, karena pada
inspirasi otot pernafasan bekerja aktif, sedangkan pada waktu ekspirasi otot pernapasan
bekerja secara pasif.Pada keadaan sakit dapat terjadi beberapa kelainan pola pernapasan
yang paling sering adalah takipneu..
Ganguan pernafasan pada bayi dan anak dapat disebabkan oleh berbagai kelainan organic,
trauma, alargi, insfeksi dan lain-lain. Gangguan dapat terjadi sejak bayi baru lahir. Gangguan
pernapasan yang sering ditemukan pada bayi baru lahir (BBL) termasuk respiratory distress
syndrome (RDS) atau idiopatic respiratory distress syndrome (IRDS) yang terdapat pada bayi
premature. Sindrom gawat nafas pada neonatus (SGNN) dalam bahasa inggris disebut
respiratory disstess syndrome, merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari dispeu atau
hiperpneu.
Sindrom ini dapat trerjadi karena ada kelainan di dalam atau diluar paru. Oleh karena itu,
tindakannya disesuaikan sengan penyebab sindrom ini. Beberapa kelainan dalam paru yang
menunjukan sindrom ini adalah pneumothoraks/pneumomediastinum, penyakit membram
hialin (PMH), pneumonia, aspirasi, dan sindrom Wilson- Mikity (Ngastiyah, 1999).
RDS terjadi pada bayi prematur atau kurang bulan, karena produksi surfaktan, yang dimulai
sejak kehamilan minggu ke 22, makin muda usia kehamilan, makin besar pula kemungkinan
terjadi RDS dan kelainan ini merupakanpenyebab utama kematian bayi prematur.
Banyak teori yang menerangkan patogenesis dari syndrom yang berhubungan dengan
kerusakan awal paru-paru yang terjadi dimembran kapiler alveolar.
Adanya peningkatan permeabilitas kapiler dan akibat masuknya cairan ke dalam ruang
interstitial, seolah-olah dipengaruhi oleh aktifitas surfaktan. Akibatnya terjadi tanda-tanda
atelektasis. Cairan juga masuk dalam alveoli dan mengakibatkan oedema paru. Plasma dan sel
darah merah keluar dari kapiler-kapiler yang rusak, oleh karena itu mungkin perdarahan
merupakan manifestasi patologi.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Setelah mengikuti seminar ini diharapkan mahasiswa mampu memberikan asuhan keperaratan
pada anak dengan respiratory distress syndrome.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu menjelaskan anatomi dan fisiologi pernafasan
b. Mampu menjelaskan definisi Respiratoty distress syndrome
c. Mampu menjelaskan etiologi Respiratoty distress syndrome
d. Mampu menjelaskan patofisiologi Respiratoty distress syndrome
e. Mampu menjelaskan manifestasi klinik Respiratoty distress syndrome
f. Mampu menjelaskan bagan patofisiologi Respiratoty distress syndrome
g. Mampu menjelaskan penatalaksanaan medis dan keperawatan pada Respiratoty distress
syndrome
h. Mampu menjelaskan pengkajian keperawatan ditinjau dari keperawatan anak
i. Mampu menentukan diagnosa keperawatan pada Respiratoty distress syndrome
j. Mampu memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan Respiratoty distress syndrome




BAB II
TINJAUAN TEORI

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI PERNAFASAN
a) Sistem Pernapasan Bagian Atas
Hidung = Nasal = Naso
Hidung merupakan saluran udara yang pertama mempunyai 2 lubang: Kavum nasi dan
Septum Nasi. Rongga hidung terbagi atas lapisan tengah (otot dan tulang kartilago) dan
lapisan dalam ( selaput lendir yang berlipat-lipat yang dinamakan konka nasalis yang
berjumlah 3 buah yaitu konka nasalis inferior, media, dan superior. Vestibulum ( garis
anterior antara kulit dan rambut ) yang dilapisi submukosa sebagai proteksi, rambut yang
berperan sebagai penyaring udara dan melindungi inhalasi, vestibula posterior ( garis dengan
membrane mucus ) yang terdiri dari sel epitel dan goblet yang memproduksi mucus, sebagai
pelicin ( lubrikasi ). Membran mucus berlokasi dibagian puncak rongga hidung dibawah tulang
etmoidal, khususnya epitel olfaktori. Struktur konka yang berfungsi sebagai proteksi dari
udara luar karena strukturnya yang berlapis dan sel sillia yang berperan dalam membersihkan
jalan napas.
Faring = Tekak
Faring adalah suatu bentuk saluran yang memanjang dari hidung ke laring dimana terdiri dari
3 bagian :
- Nasofaring
Adalah lokasi dibagian samping bawah palatum, inferior dasar dari tengkorak dan sebelah
anterior vertebra servikalis 1 dan 2 yang menerima udara dari rongga hidung.
- Orofaring
Merupakan percabang antara saluran pernapasan dan saluran pencernaan menerima udara
dari nasofaring dan makanan dari rongga mulut. Tonsil palatine terletak disamping bagian
bawah mulut dan tonsil lingual terletak dibagian pangkal lidah
- Laringofaring
Adalah kelanjutan orofaring pada bagian bawah yang merupakan bagian dari faring yang
terletak tepat dibelakang laring dan dengan ujung bawah esophagus.
Laring = Pangkal Tenggorok
Laring sering disebut kotak suara ( Voice Box ). Laring juga melindungi jalan napas bawah dari
obstruksi benda asing dan memudahkan batuk, bagian atas berhubungan dengan faring dan
bagian bawah berhubungan dengan trakea. Terdiri dari atas :
- Epiglotis (Daun katup kartilago yang menutupi ostium kearah lain selama menelan)
- Glotis (Ostium antara pita suara dalam laring)
- Kartilago Tiroid (Kartilago terbesar pada trakea sebagian dari kartilagi ini membentuk jakun (
Adams Apple ))
- Kartilago Krikoid(Satu-satunya cincin kartilago yang komplit dalam laring ( terletak dibawah
kartilago tiroid ))
- Kartilago Aritenoid(Digunakan dalam gerakan pita suara dengan kartilago tiroid)
- Pita Suara
Ligamen yang dikontrol oleh gerakan otot yang menghasilkan bunyi suara ; pita suara melekat
lumen laring. Suara merupakan hasil dari kerja sama antara rongga mulut, rongga hidung,
laring, lidah dan bibir. Pergerakan ini dibantu oleh otot-otot laring, udara yang dari paru-paru
dihembuskan dan menggetarkan pita suara, getaran itu diteruskan melalui udara yang keluar
masuk. Perbedaan suara seseorang tergantung pada tebal dan panjangnya pita suara. Pita
suara pria jauh lebih tebal fari pita suara wanita.

Gambar 1. 1 Anatomi Pernafasan
b) Sistem Pernapasan Bagian Bawah
Terdiri dari:
- Trakea = Batang Tenggorok
Trakea memanjang dari laring setingkat vertebra torak 7 dibagi menjadi 1 pasang (bronkus
kanan dan kiri) yang cabang-cabangnya dilapisi dengan silia yaitu epithelium yang
menghasilkan lendir. Di pertahankan terbentuk oleh cincin-cincin kartilago berbentuk huruf C.
- Paru
Bronkus = Cabang Tenggorok dan Bronkhiolus
Dinding bronkus mengandung tulang rawan sedikit otot polos dan juga dilapisi epitel bersilia
yang mengandung kelenjar mucus dan serosa. Terdiri dari bronkhiolus terminal (tidak didapati
kelenjar epitel, dindingnya tidak mengandung tulang rawan tetapi banyak mengandung otot
polos) dan bronkhiolus respiratorius (epitel bersilia) yang dianggap menjadi saluran
transisional antara jalan udara konduksi dan jalan udara pergukaran gas. Sampai pad titik ini
jaln udara konduksi mengandung 150 ml udara dalam percabangan trakheobronkial yang tidak
ikut serta dalam prtukaran gas.Ini dikenal sebagai ruang rugi fisiologik. Bronkiolus respiratori
kemudian mengarah ke duktus alveolar dan sakus alveolar kemudian alveoli. Pertukaran
O
2
dan CO
2
terjadi di alveoli.
Paru terdiri dari paru dextra dan sinistra yang keduanya terletak dirongga torax disamping
jantung yang dihubungkan oleh otot untuk mengatur pernapasan. Mucus disekresi oleh
permukaan dan sel goblet, 100 ml setiap hari. Setiap paru terdiri dari lobus atas dan lobus
bawah yang dipisahkan oleh fisura obliqus. Paru kanan dibagi oleh fisura horizontal yang
terletak dilobus kanan tengah. Paru kanan terdiri dari 3 lobus yaitu superior, medial dan
inferior. Paru kiri terdiri dari 2 lobus yaitu superior dan inferior. Paru terbungkus oleh suatu
membrane yaitu pleura. Pleura dibagi menjadi pleura visceral ( membungkus paru dan fisura
diantara lobus paru ) dan pleura parietal ( membungkus setiap sisi hemitorax, mediastinum
dan bagian atas diafragma dimana disana ada hilus. Dalam rongga pleura terdapat cairan yang
berfungsi sebagai pelican agar keduanya dapat bergeser bebas selama ventilasi. Jika terjadi
peningkatan jumlah / terakumulasinya cairan, udara, darah atau nanah didalam rongga torax
maka akan menekan paru menyebabkan sulit bernapas.

- Alveoli
Parenkim paru yang terdiri dari beribu unit alveoli berada disepanjang jaringan paru. Jumlah
alveoli ketika lahir 24 juta alveoli, umur 8 tahun 300 juta alveoli dan berukuran 360-860
mm2. Suplay darah ke alveoli berasal dari ventrilel kiri jantung. Terdapat 3 jenis sel-sel
alveolar :


Gambar 1.2 Area dari Sistem Respirasi
Sel-sel alveolar tipe I :Adalah sel epitel yang membentuk dinding alveolar
Sel-sel alveolar tipe II :Sel-sel yang aktif secara metabolic, mensekresi surfaktan, suatu
fosfolipid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps
Sel-sel alveolar tipe III :Adalah makrofag yang merupakan sel-sel fagositis yang besar yang
memakan benda asing ( misal : lendir, bakteri ) dan bekerja sebagai mekanisme pertahan
yang penting.


B. DEFINISI PENYAKIT
Sindroma Gawat Pernafasan (dulu disebut Penyakit Membran Hialin) adalah suatu
keadaan dimana kantung udara (alveoli) pada paru-paru bayi tidak dapat tetap terbuka
karena tingginya tegangan permukaan akibat kekurangansurfaktan. Surfaktan adalah suatu
zat aktif yang memberikan pelumasan pada ruang antar alveoli sehingga dapat mencegah
pergesekan dan timbulnya kerusakan pada alveoli yang selanjutnya akan mencegah terjadinya
kolaps paru.
RDS (Respiratori Distress Syndrom) adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada
bayi premature dengan tanda-tanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara
kamar, yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang
spesifik. Tanda-tanda klinik sesuai dengan besarnya bayi, berat penyakit, adanya infeksi dan
ada tidaknya shunting darah melalui PDA (Stark,1986).
Sindrom distres pernafasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem pernafasan
atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan sebagai Hyaline
Membrane Disesae (Suryadi dan Yuliani, 2001).

Terdapat 2 jenis surfaktan yaitu :
1. Surfaktan natural atau asli
Berasal dari manusia, di dapatkan dari cairan amnion sewaktu seksio Caesar dari ibu dengan
kehamilan cukup bulan
2. Surfaktan eksogen
Berasal dari sintetik dan biologic
Surfaktan eksogen sintetik
Terdiri dari campuran Dipalmitoylphatidylcholine (DPPC), hexadecanol, dan tyloxapol yaitu
Exosurf dan Pulmactant (ALEC) dibuat dari DPPC 70% dan Phosphatidylglycerol 30%, kedua
surfaktan tersebut tidak lama dipasarkan di amerika dan eropa. Ada dua jenis surfaktan
sintetis yang sedang dikembangkan yaitu KL4 (sinapultide) dan rSPC (venticute), belum
pernah ada penelitian tentang keduanya untuk digunakan pada bayi premature.
Surfaktan eksogen semi sintetik
Berasal dari campuran surfaktan paru anak sapi dengan DPPC, tripalmitin, dan palmitic
misalnya surfaktan TA, Survanta.
Surfaktan eksogen biologic
Surfaktan yang diambil dari paru anak sapi atau babi, misalnya Infasurf, Alveofact, BLES,
sedangkan yang diambil dari paru babi adalah Curosurf.
Berdasarkan klasifikasi Bomsel terdapat 4 derajat pada penyakit membran hialin :
Stadium I : Bentuk ringan, terdapat sedikit bercak retikulo graluner, dan bronkogram udara
Stadium II : Bentuk sedang, bercak retikulogranuler homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran
bronkogram udara terlihat lebih jelas meluas sampai ke perifer menutupi bayangan jantung
dengan penurunan aerasi paru.
Stadium III : Kumpulan alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat lebih opak,
bayangan jantung hampir tidak terlihat, bronkogram udara lebih luas.
Stadium IV : Seluruh thoraks sangat opak (white lung), jantung tidak dapat dilihat.


C. ETIOLOGI
Etiologi untuk penyakit RDS atau PMH sampai sekarang belum diketahui dengan pasti
(idiopatik). Tetapi dapat diketahui beberapa faktor predisposisi penyebab sindrom ini dapat
terjadi yaitu :
Kelainan faktor pertumbuhan (kematangan paru belum sempurna)
Bayi dengan prematuritas
Ibu yang menderita gangguan perfusi darah uterus selama kehamilan, misalnya ibu yang
menderita diabetes melitus, toksemia gravidarum, hipotensi, seksio sesar, dan perdarahan
antepartum
Pembentukan substansi surfaktan paru yang tidak sempurna
(IKA-FKUI, 1985)
Kelainan dianggap terjadi karena faktor pertumbuhan atau pematangan paru yang
belum sempurna antara lain : bayi prematur, terutama bila ibu menderita gangguan perfusi
darah uterus selama kehamilan, misalnyaibu dengan: diabetes, toxemia, hipotensi,
perdarahan, sebelumya melahirkan bayi dengan PMH.
Penyakit membrane hialin atau RDS ini diperberat dengan: asfiksia pada perinatal,
hipotensi, infeksi, bayi kembar. (http://health.blogspot.com)
Sindroma gawat pernafasan hampir selalu terjadi pada bayi prematur, semakin
prematur, semakin besar kemungkinan terjadinya sindroma ini. Sindroma gawat pernafasan
juga cenderung banyak ditemukan pada bayi yang ibunya menderita diabetes. Bayi yang
sangat prematur mungkin tidak mampu untuk memulai proses pernafasan karena tanpa
surfaktan paru-paru menjadi sangat kaku. Bayi yang lebih besar bisa memulai proses
pernafasan, tetapi karena paru-paru cenderung mengalami kolaps, maka terjadilah sindroma
gawat pernafasan.
Beberapa penyebab yang dapat menimbulkan gangguan pernapasan pada bayi baru
lahir adalah :
Atelektasis
Pengembangan paru yang tidak lengkap saat lahir atau sebentar setelah lahir bisa mengenai
satu lobus paru atau yang mengenai satu lobus paru
Pematangan paru yang kurang sempurna pada bayi baru lahir
Pada bayi premature alat-alat tubuhnya belum matur dan terbentuk kurang sempurna baik
anatomic maupun fisiologik
Pembentukkan substansi surfaktan yang tidak sempurna
Surfaktan adalah zat yang memegang peranan penting dalam pengembangan paru dan terdiri
dari protein, karbohidrat, dan lemak. Senyawa utama zat tersebut adalah lesitin. Zat ini
terbentuk pada kehamilan 22-24 minggu dan mencapai maksimum pada minggu ke-35
Tidak lancarnya absorbsi cairan paru
Pusat pernapasan di medulla yang belum matur
Sering timbul pernapasan periodic atau apnea. Bentuk pernapasan ini sering ditemukan pada
bayi dengan berat badan < 2000 gram atau masa gestasi < 36 minggu, jarang timbul dalam 24
jam pertama kelahiran dan dapat berlangsung sampai kira-kira 6 minggu.
Belum menutup duktus arteriola
Aspirasi mekonium yang masif
Hal ini terjadi apabila cairan amnion yang mengandung cairan mekonium terinhalasi oleh
bayi.
Pneumonia bakteri atau virus
Sepsis
Obstruksi mekanis
Hipotermia
Kehilangan panas disebabkan oleh permukaan tubuh bayi yang relative lebih luas bila
dibandingkan dengan berat badan, kurangnya lemak cokelat (brown fat). (Wong, 2004)
D. PATOFISIOLOGI
Pada RDS terjadi atelektasis yang sangat progresif, yang disebabkan kurangnya zat yang
disebut surfaktan. Surfaktan adalah zat aktif yang diproduksi sel epitel saluran nafas disebut
sel pnemosit tipe II. Zat ini mulai dibentuk pada kehamilan 22-24 minggu dan mencapai max
pada minggu ke 35. Zat ini terdiri dari fosfolipid (75%) dan protein (10%). Peranan surfaktan
ialah merendahkan tegangan permukaan alveolus sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu
menahan sisa udara fungsional pada sisa akhir expirasi. Kolaps paru ini akan menyebabkan
terganggunya ventilasi sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2 dan asidosis.
Hipoksia akan menyebabkan terjadinya :
Oksigenasi jaringan menurun>metabolisme anerobik dengan penimbunan asam laktat asam
organic>asidosis metabolic.
Kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolaris, transudasi kedalam alveoli terbentuk
fibrin-fibrin dan jaringan epitel yang nekrotik,lapisan membrane hialin.
Asidosis dan atelektasis akan menyebabkan terganggunya sirkulasi darah dari dan ke
jantung, penurunan aliran darah ke paru, dan mengakibatkan hambatan pembentukan
surfaktan, yang menyebabkan terjadinya atelektasis.
Sel tipe II ini sangat sensitive dan berkurang pada bayi dengan asfiksia pada periode
perinatal, dan kematangannya dipacu dengan adanya stress intrauterin seperti hipertensi,
IUGR dan kehamilan kembar.
Surfaktan adalah suatu surface yang aktif mengeluarkan fosfolipid dari epitel alvioler,
peran yang banyak seperti sebuah substansi, ini dapat mengurangi tegangan surfaktan cairan
bahwa garis alveoli dan jalan napas menghasilkan perluasan yang sama dan memelihara atau
menjaga ekspansi paru di bawah tekanan intra alveolar. Kekurangan produksi surfaktan akan
mengakibatkan inflamasi yang berbeda dan alveoli pada inspirasi dan kolaps alveoli pada
ekspirasi, tanpa surfaktan bayi tidak akan mampu untuk memompa paru-paru dan oleh karena
itu menggunakan suatu usaha yang besar untuk keberhasilan sebagai perluasan kembali jalan
napas, bayi mampu membuka alveoli sedikit, ketidakmampuan untuk memelihara produksi
paru ini mengakibatkan atelektasis.
Inadekuat perfusi pulmonal dan hasil ventilasi hipoksemia dan hipercapnea arteri
pulmonal yang tebal pada lapisan muskcular, yang dengan jelas aktif kembali untuk
disusutkan oleh konsentrasi O
2
, jadi penurunan tekanan O
2
disebabkan oleh vasokontriksi pada
arterio pulmonal yang akan ditingkatkan lebih lanjut dengan menurunnya pH darah.
Vasokontriksi ini akan menyokong untuk menandai peningkatan PVR. Pada ventilasi normal
dengan peningkatan konsentrasi O
2
, kontriksi saluran arteri dan vasodilatasi pulmonal untuk
penurunan PVR.
Hipoksemia yang panjang dari aktivasi glikolisis anaerobic yang jumlah produksinya
meningkat dari asam lactic, peningkatan asam disebabkan karena asidosis metabolic,
ketidakmampuan atelektasis paru untuk mengurangi kelebihan produksi CO
2
asidosis
respiratory. Asidosis disebabkan vasokontriksi yang lebih lanjut. Dengan sirkulasi pulmonal
dan perfusi alveolar, PaO
2
yang terus menerus habis, pH juga material yang diperlukan untuk
produksi surfaktan tidak bias bersirkulasi ke alveoli.
Factor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi premature disebabkan oleh
alveoli masih kecil sehingga sulit berkembang, pengembangan kurang sempurna karena
dinding thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan
mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut
menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru (compliance)
menurun 25 % dari normal, pernapasan menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan
terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik. Telah
diketahui bahwa surfaktan mengandung 90 % fosfolipid dan 10 % protein, lipoprotein ini
berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap mengembang.
Secara singkat dapat diterangkan bahwa dalam tubuh terjadi lingkaran setan yang
terdiri dari : atelektasis hipoksia asidosis transudasi penurunan aliran darah paru
hambatan pembentukan substansi surfaktan atelektasis. Hal ini akan berlangsung terus
sampai terjadi penyembuhan atau kematian bayi. ( IKA-FKUI, 1985 )
Secara makroskopik, paru-paru nampak tidak berisi udara dan berwarna kemerahan
seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi untuk
mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga udara bagian distal
menyebabkan edema interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga menyebabkan
desquamasi dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi
tertarik karena adanya defisiensi surfaktan ini. Dengan adanya atelektasis yang progresif
dengan barotrauma atau volutrauma dan keracunan oksigen, menyebabkan kerusakan pada
endothelial dan epithelial sel jalan pernafasan bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi
matriks fibrin yang berasal dari darah. Membran hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam
satu setengah jam setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk
pada 36- 72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini adalah komplek; pada bayi yang
immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang dilahirkan dari ibu dengan
chorioamnionitis sering berlanjut menjadi Bronchopulmonal Displasia (BPD). Gambaran
radiologi nampak adanya retikulogranular kerana atelektasis, dan air bronchogram. Pada RDS
yang tanpa komplikasi maka surfaktan akan kembali dalam paru pada umur 36-48 jam. Gejala
dapat memburuk secara bertahap pada 24-36 jam pertama. Selanjutnya apabila situasi stabil
dalam 24 jam maka akan membaik dalam 60-72 jam dan sembuh pada akhir minggu pertama.

E. MANIFESTASI KLNIS
Tanda-tanda klinik sesuai dengan besarnya bayi, berat penyakit, adanya infeksi dan ada
tidaknya shunting darah melalui PDA. Syndrom ini berhubungan dengan kerusakan awal paru-
paru yang terjadi di membran kapiler alveolar. Adanya peningkatan permeabilitas kapiler dan
akibat masuknya cairan ke dalam ruang interstitial yang dipengaruhi oleh aktifitas surfaktan,
akibatnya terjadi tanda-tanda atelektasis.
Cairan juga masuk dalam alveoli dan mengakibatkan oedema paru (pembengkakan tungkai
atau lengan).Plasma dan sel darah merah keluar dari kapiler-kapiler yang rusak, oleh karena
itu mungkin perdarahan merupakan manifestasi patologi yang umum.
Pernafasan cepat
Retraksi (tarikan) dada (suprasternal, substernal, interkostal)
Pernafasan terlihat paradoks
Cuping hidung
Apnea dan Murmur
Sianosis pusat (warna kulit dan selaput lendir membiru)
nafasnya pendek dan ketika menghembuskan nafas terdengar suara ngorok .

F. BAGAN PATOFISIOLOGI
Terlampir
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pemberian oksigen
Menjaga kepatenan jalan nafas. Optimalkan oksigenisasi. Pantau PaO2
Pertahankan nutrisi adekuat
Pertahankan suhu lingkungan netral
Diit 60 kcal/kg per hari (sesuaikan dengan protokol yang ada) dengan asam amino yang
mencukupi untuk mencegah katabolisme protein dan ketoasidosis endogenous
Pertahanan P02 dalam batas normal
Intubasi bila perlu dengan tekanan ventilasi positif

H. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
Masalah yang perlu diperhatikan adalah bahaya kedinginan, resiko terjadi gangguan
pernapasan, kesukaran dalam pemberian makanan, resiko terjadinya infeksi, kebutuhan rasa
aman dan nyaman (kebutuhan psikologik).
1. Bahaya kedinginan (hipotermi)
Bayi yang menderita RDS adalah bayi prematur sehingga kulitnya sangat tipis, jaringan
lemaknya belum terbentuk dan pusat pengatur suhu belum sempurna maka bayi sangat mudah
kedinginan. Untuk mencegah bayi kedinginan bayi harus dirawat didalam inkubator yang dapat
mempertahankan suhu bayi 36,5-37C
2. Resiko terjadi gangguan pernapasan
Pada bayi prematur walaupun gangguan pernapasan belum terlihat pada waktu lahir, harus
tetap waspada bahwa bayi mungkin menderita RDS. Gejala pertama biasanya timbul dalam 4
jam setelah lahir, kemudian makin jelas dan makin berat dalam 48 jam untuk kemudian menetap
sampai 72 jam. Setelah itu berangsur-angsur keadaan klinik pasien membaik, karena itu bayi
memerlukan observasi yang terus-menerus sejak lahir agar apabila terjadi gangguan pernapasan
dapat segera dilakukan upaya pertolongan
3. Kesukaran dalam pemberian makanan
Bayi yang menderita RDS adalah bayi prematur kecil oleh karena itu, bayi tersebut belum
mampu menerima susu seperti bayi yang lebih besar karena organ pencernaan belum sempurna.
Untuk memenuhi kebutuhan kalori maka atas persetujuan dokter dipasang infus dengan cairan
glukosa 5-10% banyaknya sesuai umur dan berat badan. Bila keadaan klinis bayi telah membaik
dan sudah diperbolehkan minum, maka minum dapat diberikan melalui sonde
4. Resiko mendapatkan infeksi
Bayi prematur yang menderita RDS sangat mudah mendapatkan infeksi karena zat-zat
kekebalannya belum terbentuk sempurna. Alat yang diperlukan untuk bayi harus steril seperti
kateter untuk menghisap lendir sonde
5. Kebutuhan rasa aman dan nyaman
Gangguan rasa nyaman dapat terjadi akibat tindakan medis, misalnya tindakan penghisapan
lendir atau pemasangan selang infus. Pemasangan infus harus dilakukan oleh perawat yang
berpengalaman.
I. KOMPIKASI
Komplikasi jangka pendek (akut) dapat terjadi
Ruptur alveoli : bila dicurigai terjadi kebocoran udara pneumothorak , pneumomediastinum,
pneumopericardium, emfisema interstisial), pada bayi dengan RDS yang tiba-tiba memburuk
dengan gejala klinis hipotensi, apnea, bradikardia atau adanya asidosis yang menetap
Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang memburuk dan adanya perubahan
jumlah leukosit dan trombositopeni. Infeksi dapat timbul karena tindakan invasif seperti
pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat respirasi.
Intrakranial dan leukomalacia periventrikuler : perdarahan intraventrikuler terjadi pada 20-40 %
bayi prematur dengan frekuensi terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik
PDA (Patent ductus arteriosus ) dengan peningkatan shunting pada bayi yang dihentikan terapi
surfaktannya

Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi
Bronchopulmonary Dysplasia (BPD) : merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan oleh
pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu. BPD berhubungan dengan
tingginya volume dan tekanan yang digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik,
adanya infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan menurunnya
masa gestasi
Retinopathy prematur
Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang berhubungan dengan gestasi,
adanya hipoksia, komplikasi intrakranial, dan adanya infeksi.
Perdarahan di dalam otak. Resiko terjadinya perdarahan akan berkurang jika sebelum persalinan telah
diberikan kortikosteroid kepada ibu.

J.PENGKAJIAN KEPERAWATAN DITINJAU DARI KEPERAWATAN ANAK
1. Pengkajian fisik bayi baru lahir (BBL) dan pengkajian gestasi :
a. Penilaian apgar score
Kemampuan laju jantung
Kemampuan bernapas
Kekuatan tonus otot
Kemampuan reflek
Warna kulit
b. Pemeriksaan cairan amnion
Ada tidaknya kelainan
Jumlah volumenya
c. Pemeriksaan plasenta
Keadaan plasenta (pengkapuran, nekrosis, berat, dan jumlah korian)
d. Pemeriksaan tali pusat
Menentukan nilai kelainan dalam tali pusat (vena dan arteri, adanya tali simpul)
e. Pengukuran antropometri
Pengukuran antropometri (berat badan, panjang badan, lingkar kepala, lingkar dada)
f. Pemeriksaan dada dan punggung
Untuk menilai kelainan bentuk
gangguan pernafasan,
g. Pemeriksaan kulit
Penilaian kelainan (verniks kaseosa, lanugo)

h. Pemeriksaan TTV
Nadi
Tekanan darah (TD)
Pernapasan (RR)
Suhu
2. Pengkajian Sistematik dengan penekanan khusus pada pengkajian pernapasan
Frekuensi pernapasan
Kedalaman napas
Kemudahan napas
Pernapasan sulit
Irama pernapasan
Bukti infeksi
Mengi (wheezing)
Sianosis
Sputum

3. Observasi adanya manifestasi RDS
Takipnea
Retraksi substernal
Krekels inspirasi
Mengorok ekspiratori
Pernapasan cuping hidung eksternal
Sianosis
Pernapasan sulit
4. Bila penyakit berlanjut
Pernapasan sulit
Tidak responsif
Sering mengalami episode apnea
Penurunan bunyi napas
Gangguan termoregulasi
5. Penyakit yang berat berhubungan dengan hal berikut
Keadaan seperti syok
Penurunan curah jantung
Rendahnya tekanan darah sistemik
6. Prosedur diagnostik dan tes laboratorium
Radiografi
Analisis gas darah


K.DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan Utama
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret atau
sputum
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas paru, imaturitas SSP, defisiensi
surfaktan dan ketidakstabilan alveolar
3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai O
2
ke jaringan menurun, saturasi
O
2
dalam darah menurun
Diagnosa Keperawatan Tambahan
1. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi dan penimbunan asam laktat
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
pengeluaran energi yang berlebihan ditandai dengan lemak badan dan cokelat berkurang
3. Resiko tinggi gangguan keseimbangan asam basa berhubungan dengan peningkatan PaCO
2

4. Resiko tinggi perubahan pola asuh berhubungan dengan proses hospitalisasi
5. Resiko tinggi gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan proses
hospitalisasi




INTERVENSI DAN RASIONALISASI SESUAI DENGAN DIAGNOSA

NO. DIAGNOSA TUJUAN & KRITERIA HASIL INTERVENSI RASIONAL
1. Bersihan jalan napas
inefektif b/d
peningkatan produksi
sekret atau sputum
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama 1x24 jam diharapkan bayi dapat
:
1. Mempertahankan jalan napas paten
dengan bunyi napas bersih atau jelas
2. Menunjukkan perilaku untuk
memperbaiki bersihan jalan
napas. Misalnya : batuk efektif dan
mengeluarkan sekret.
Mandiri :
1. Auskultasi bunyi napas, catat adanya mengi,
krekels, dan ronki
2. Aspirasi (hisap) sekresi dari jalan napas,
batasi setiap penghisapan sampai 5 detik
dengan waktu yang cukup diantara tindakan
3. Beri posisi terlentang dengan kepala pada
posisi mengendus dengan leher seditik
ekstensi dan hidung menghadap ke atas.
Posisikan anak semi telungkup dan posisi
miring
4. Lakukan perkusi, vibrasi, dan drainase
postural
5. Berikan nebulasi dengan larutan dan alasan
yang tepat sesuai kebutuhan

6. Observasi anak dengan ketat setelah terapi
aerosol

7. Puasakan anak


8. Pastikan untuk memasukkan cairan yang
adekuat

Kolaborasi :
1. Berikan ekspektoran jika diresepkan
2. Lakukan fisioterapi (Misal: drainase
postural, dan perkusi area yang sakit, tiupan
botl atau spirometri insentif) bila
diinstruksikan
3. Berikan bronkodilator (Misal: amonifilin,
alboterol, asetikistein)
Mandiri :
1. Untuk mengetahui obstruksi jalan napas
dan dimana letaknya
2. Untuk memungkinkan reoksigenasi


3. Untuk menghindari hiperekstensi leher dan
mencegah aspirasi sekresi


4. Untuk mempermudah drainase sekresi
5. Memberikan kelembaban membran mukosa
dan membantu pengenceran sekret untuk
memudahkan pembersihan
6. Untuk mencegah aspirasi karena volume
yang besar dan sputum dapat tiba-tiba
mengental
7. Untuk mencegah aspirasi cairan misal: anak
dengan takipnea hebat
8. Untuk mengencerkan sekresi




Kolaborasi :
1. Untuk mengencerkan sekret

2. Memudahkan upaya pernapasan dalam dan
meningkatkan drainase sekret

3. Untuk menghilangkan spasme bronkus

2. Pola nafas tidak efektif
b/d imaturitas paru,
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan
Mandiri :
1. Posisikan untuk pertukaran udara yang
Mandiri :
1. Karena posisi ini menghasilkan perbaikan
imaturitas SSP,
defisiensi surfaktan dan
ketidakstabilan alveolar

selama 1x24 jam diharapkan bayi dapat
:
1. Menunjukkan oksigenasi yang adekuat
2. Menunjukkan frekuensi dan pola napas
dalam batas yang sesuai dengan usia
dan berat badan
optimal :
Tempatkan pada posisi telungkup bila
mungkin
Tempatkan posisi telentang dengan kepala
pada posisi mengendus dengan leher sedikit
ekstensi dan hidung menghadap ke atas
2. Hindari hiperekstensi leher

3. Observasi adanya penyimpangan dari fungsi
pernapasan (Misal: mengorok, sianosis,
pernapasan cuping hidung, apnea)
4. Lakukan penghisapan


5. Penghisapan endotracheal sebelum
pemberian surfaktan
6. Pertahankan suhu lingkungan yang netral
Kolaborasi :
1. Beri surfaktan sesuai petunjuk pabrik
2. Hindari penghisapan sedikitnya 1 jam
setelah pemberian surfaktan
3. Lakukan regimen yang diresepkan untuk
terapi oksigen suplemental


4. Pantau pengukuran gas dan pembacaan
SaO2
oksigenasi, pemberian makanan ditoleransi
dengan lebih baik, lebih mengatur pola tidur
atau istirahat dan mencegah adanya
penyempitan jalan napas



2. Karena akan mengurangi diameter trachea
3. Untuk mengenali tanda-tanda distress


4. Untuk menghilangkan mukus yang
terakumulasi dari nasofaring, trachea, dan
selang endotracheal
5. Untuk memastikan bahwa jalan napas
bersih
6. Untuk menghemat penggunaan O
2


Kolaborasi :
1. Untuk menurunkan tegangan permukaan
alveolar
2. Untuk meningkatkan absorbsi ke dalam
alveolar
3. Untuk mempertahankan konsentrasi
O
2
sampai pada tingkat FiO
2
minimum
berdasarkan gas darah arteri, SaO
2
dan
oksigen transkutan (tePO
2
)
4. Untuk memantau respon bayi terhadap
terapi

3. Gangguan perfusi
jaringan b/d suplai
O
2
ke jaringan
menurun, saturasi
O
2
dalam darah
menurun

Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama 1x24 jam diharapkan bayi dapat
:
Menunjukkan tingkat perfusi sesuai
secara individual, (Misal: status mental
biasa atau normal, irama jantung atau
frekuensi dan nadi perifer dalam batas
normal, tidak adanya sianosis sentral
Mandiri :
1. Auskultasi frekuensi dan irama jantung,
catat terjadinya irama jantung ekstra






Mandiri :
1. Takikardia sebagai akibat hipoksemia dan
kompensasi upaya peningkatan aliran darah
dan perfusi jaringan. Gangguan irama
berhubungan dengan hipoksemia.
Ketidakseimbangan elektrolit, atau
peningkatan regangan jantung kanan. Bunyi
jantung ekstra misal: S1 dan S4 terlihat
sebagai peningkatan kerja jantung atau
dan perifer, kulit hangat atau kering,
haluaran urine dan berat jenis dalam
batas normal


2. Observasi perubahan status mental




3. Observasi warna dan suhu kulit atau
membran mukosa



4. Ukur haluaran urin dan catat berat jenisnya




5. Evaluasi ekstremitas untuk ada atau
tidaknya kualitas nadi. Catat nyeri tekan
betis atau pembengkakan

6. Tinggikan kaki atau telapak bayi bila di
tempat tidur




Kolaborasi :
1. Berikan cairan IV atau oral sesuai indikasi


2. Pantau pemeriksaan diagnostik atau
laboratorium (Misal: EKG, elektrolit,
BUN/kreatinin, GDA, PTT, dan PT)
terjadinya dekompensasi
2. Gelisah dan perubahan sensori atau motorik
dapat menunjukkan gangguan aliran darah,
hipoksia, dan cedera vaskuler serebral
(CVS) sebagai akibat emboli sistemik
3. Kulit pucat atau sianosis, kuku, membran
bibir atau lidah menunjukkan vaskontriksi
atau syok dan gangguan aliran darah
sistemik
4. Syok lanjutan ata penurunan curah jantung
menimbulkan penurunan perfusi ginjal.
Dimanifestasikan oleh penurunan haluaran
urin dengan berat jenis normal atau
meningkat
5. EP sering dicetuskan oleh trombus yang
naik dari vena profunda (pelvis atau kaki),
tanda dan gejala mungkin tak tampak
6. Tindakan ini dilakukan untuk menurunkan
statis vena di kaki dan pengumpulan darah
pada vena pelvis untuk menurunkan resiko
pembentukan thrombus

Kolaborasi :
1. Untuk menurunkan hiperviskositas darah
(potensial pembentukan thrombus) atau
mendukung volume sirkulasi atau perfusi
jaringan
2. Mengevaluasi perubahan fungsi organ dan
mengawasi efek terapi
4. Nyeri b/d proses
inflamasi dan
penimbunan asam
laktat

Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama 1x24 jam diharapkan :
1. Bayi tidak mengalami nyeri dan nyeri
menurun sampai ke tingkat yang dapat
1. Kenali bahwa bayi, tanpa memperhatikan
usia gestasi merasakan nyeri
2. Bedakan antara manifestasi klinis nyeri dan
stress atau letih

1. Untuk mengetahui apakah bayi mengalami
nyeri atau tidak

2. Untuk membedakan apakah bayi
mengalami nyeri, keletihan atau stress
diterima
2. Bayi beristirahat dengan tenang atau
tidak menunjukkan tanda-tanda
ketidaknyamanan, skala nyeri menurun

3. Gunakan tindakan nonfarmakologis yang
sesuai dengan usia dan kondisi bayi, ubah
posisi, membedong, melindungi, menimang,
mengayun, memainkan musik, mengurangi
stimulasi lingkungan, tindakan kenyamanan
taktil (mengayun, menepuk) dan
penghisapan non nutritif (empeng)
4. Kaji efektivitas tindakan nyeri non
farmakologis
5. Anjurkan orang tua untuk memberikan
tindakan kenyamanan bila mungkin
3. Untuk meminimalkan nyeri dan
memberikan rasa nyaman pada bayi






4. Karena beberapa tindakan (misal:
mengayun) dapat meningkatkan distress
bayi prematur
5. Untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan
kedekatan bayi dengan orang tua

5. Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh b/d peningkatan
pengeluaran energi
yang berlebihan
ditandai dengan lemak
badan dan lemak
cokelat berkurang

Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama 1x24 jam diharapkan bayi
mendapat nutrisi yang adekuat dengan
masukan kalori untuk mempertahankan
keseimbangan nitrogen positif dan
menunjukkan pertambahan berat badan
yang tepat dengan kriteria hasil :
1. Bayi menunjukkan penambahan BB
yang mantap (20-30 gr/hari)
2. Otot kuat
3. Lingkar lengan > 9,5 cm
4. Lingkar dada > 33 cm

1. Pemberian minuman dimulai pada waktu
bayi berumur 3 jam dengan jumlah cairan
pertama kali 1-5ml/ jam dan jumlahnya
dapat ditambah sedikit demi sedikit setiap
12 jam
2. Sebelum pemberian minuman pertama
harus dilakukan penghisapan cairan
lambung
3. Pemberian minuman sebaiknya sedikit demi
sedikit tapi frekuensinya lebih sering
4. Banyaknya cairan yang diberikan 60
ml/kgBB/hari dinaikkan sampai 200
ml/kg/BB/hari sampai akhir minggu kedua
5. Bila bayi belum dapat disusui ASI dipompa
dan dimasukkan ke dalam botol steril
6. Asistensi ibu ketika menyusui bila mungkin
dan diinginkan
7. Bila ASI tidak ada maka diganti dengan
susu buatan yang mengandung lemak yang
mudah dicerna oleh bayi dan mengandung
20 kalori per 30 ml air atau sekurang-
kurangnya bayi mendapatkan 110
Kkal/kg/BB/hari
8. Gunakan pemberian makanan nasogastrik
bila bayi mudah lelah, mengalami penyakit
1. Menghindari terjadinya hipoglikemia dan
hiperbilirubinemia


2. Untuk mengetahui ada tidaknya atresia
esophagus dan mencegah muntah
3. Untuk menghindari bayi tersedak


4. Untuk menjaga nutrisi yang adekuat


5. Agar bayi tidak mengalami diare dan susu
lebih bisa dicerna oleh bayi
hisapan, reflek muntah atau menelan yang
lemah
9. Bila daya hisap dan menelan mulai baik,
maka nasogastrik berangsur-angsur dapat
diganti dengan pipet, sendok, botol, atau
dengan dot

6. Resiko tinggi gangguan
keseimbangan asam
basa b/d peningkatan
PaCO
2


Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama 1x24 jam diharapkan bayi dapat
bernapas dengan normal, dengan
kriteria hasil :
1. Pernapasan 30-60x/menit
2. Napas regular

1. Kaji frekuensi kedalaman dan kemudahan
bernapas


2. Berikan terapi oksigen yang benar




3. Tinggikan kepala dan sering mengubah
posisi bayi


4. Siapkan untuk pemindahan ke unit
perawatan kritis bila di indikasikan
1. Manifestasi distress pernapasan tergantung
pada indikasi derajat keterlibatan paru dan
status kesehatan umum
2. Mempertahankan PaCO
2
33-45 mmHg.
Oksigen diberikan dengan metode yang
memberikan pengiriman tepat dalam
toleransi bayi
3. Untuk meningkatkan inspirasi dan
memperbaiki ventilasi (memfasilitasi
ekspansi dinding dada)
4. Intubasi dan ventilasi mekanik mungkin
diperlukan pada kejadian kegagalan
pernapasan ventilasi mekanik dapat
memperbaiki ventilasi pulmonary.
Penggunaan ventilasi mekanik yang tidak
bijaksana dapat menyebabkan ekskresi CO2
yang tepat sehingga ginjal tidak mampu
mengeliminasi kelebihan bikaronat dengan
cukup cepat untuk mencegah alkalosis dan
kejang
5. Untuk menjaga membran mukosa tetap
lembab dan dapat memfasilitasi
pembuangan sekresi
7 Resiko tinggi
perubahan pola asuh
b/d proses hospitalisasi

Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama 1x24 jam diharapkan anak dapat
mencapai tumbuh kembang yang sesuai
dengan usia perkembangannya dengan
kriteri hasil :
1. Anak menunjukkan kenyamanan
2. Anak tidak menunjukkan tanda-tanda
distress fisik seperti menangis
1. Pemberian minuman dimulai pada waktu
bayi berumur 3 jam dengan jumlah cairan
pertama kali 1-5ml/ jam dan jumlahnya
dapat ditambah sedikit demi sedikit setiap
12 jam
2. Stimulasi rangsangan yang cukup dalam
kualitas dan kuantitas
3. Meningkatkan lingkungan yang layak untuk
pertumbuhan anak
1. Nutrisi yang adekuat untuk
pertumbuhannya



2. Untuk merangsang tumbuh kembangnya
3. Agar anak bisa mencapai tumbangnya yang
optimal
4. Untuk mendeteksi dini sehingga dapat
3. Anak tidak menunjukkan emosional
yang minimal
4. Temukan seawal mungkin gejala-gejala
gangguan pertumbuhan
5. Tingkatkan Bonding Attachment dengan
ibunya

diatasi
5. Untuk memenuhi kebutuhan psikologisnya
8. Resiko tinggi gangguan
pertumbuhan dan
perkembangan b/d
proses hospitalisasi

Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama 1x24 jam diharapkan orang tua
dapat memahami penyakit anak dan
pengobatannya serta mampu
memberikan perawatan dengan kriteria
hasil :
Orang tua dapat mengetahui tentang
penyakit anaknya dan cara merawat
anaknya
1. Berikan informasi kepada keluarga tentang
penyakit anak dan tindakan terapeutiknya
2. Ajarkan orang tua untuk memberikan rasa
aman dan nyaman pada anak

3. Ajarkan orang tua untuk mengekspresikan
perasaannya

4. Izinkan anggota keluarga
untuk berpartisipai dalam perawatan anak
sebanyak yang mereka inginkan
5. Atur perawatan pasca hospitalisasi untuk
anak dan orang tua di rumah
1. Untuk mendorong kepatuhan terhadap
program terapeutik khususnya jika berada
di rumah
2. Untuk menciptakan rasa aman dan nyaman
pada anak dan dapat mengurangi stres
karena proses hospitalisasi
3. Untuk memudahkan koping orang tua dan
stress karena proses hospitalisasi anaknya
4. Untuk memenuhi kebutuhan anak dan
keluarga karena proses hospitalisasi
5. Untuk menjamin pengkajian dan
pengobatan yang continue
.ISSUE KASUS DI MASYARAKAT

KASUS RDS
Selasa, 5 january 2010 di rumah sakit Kartini Jepara , tepat pukul 00.00 Wib nyonya Diah
melahirkan anak pertamanya, seorang bayi perempuan dengan berat badan 1500 gram,
panjang 38 cm dan air ketuban berwarna jernih. Nyonya diah melahirkan secara spontan
dengan gravidarum II, usia kehamilan 28 minggu. Bayi lahir dalam keadaan yang
memperihatinkan, keadaan umum tampak lemah,gerakannya pun tampak lemah, mukosa bibir
tampak pucat, frekuensi nafas 55 X/menit dan terdengar suara meringis saat bernafas dan
bayi Nyonya Diah dimasukkan inkubator.
Setelah 5 hari dalam inkubator bayi menurut keterangan perawat yang merawat bayi kami,
mengalami penurunan, BB menjadi 1300 gram dan nafas 60 X/menit, Nadi 140 X/menit, bayi
tampak lemah dan oleh dokter dikatakan mengalami BBLR dan Distress pernafasan. Dan
denagn segera mendapat pertolongan. Bayi diberikan surfaktan melalui NGT. Sampai saat ini
belum ada kepastian dari pihak RS tentang bayi kami.
(http://searchwinds.com/redirect?id=235186. 2 april 2010)
















A. ANALISA DATA KASUS

Data fokus Etiologi Masalah
1.
Do.
Penurunan BB bayi dari
1500 gram menjadi 1300
gram
Bayi terlihat lemah
Gerakan bayi lemah
Ds.
Perawat mengatakan bayi
mengalami penurunan BB


Imaturitas sistem
pencernaan

Pemenuhan kebutuhan
nutrisi kurang
2. Do.
Frekuensi nafas 60x/
menit
Nadi 140 x/menit
Pemberian surfaktan
Ds.
Suami nyonya Diah
mengatakan terdengar
Suara meringis saat
bernafas

Defisiensi surfaktan

Pola napas tidak efektif
3.












4.
Do.
Mukosa bibir pucat
Kulit bayi halus dan
gelap
Tidak ada ruam
kemerahan
Bayi diletakkan di
inkubator dan suhu 35
OC


Menurunnya suplai
oksigen kejaringan







Gangguan perfusi jaringan







B. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
imaturitas sistem pencernaan.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas paru dan defisiensi
surfaktan
3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan suplai oksigen kejaringan menurun


No Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
1. Gangguan pemenuhan
nutrisi kurang dari
kebutuhan berhubungan
dengan imaturitas
sistem pencernaan
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan diharapkan
bayi mendapat nutrisi
yang adekuat dan
menunujukan
pertambahan BB yang
tepat dengan kriteria
hasil:
Bayi menunjukan
penambahah BB yang
mantap (20-30 gram) per
hari
Otot kuat
Lingkar lengan > 9,5 cm
Lingkar dada > 33 cm
1. Pemberian minuman dimulai
pd waktu abyi berumur 3 jam
dengan jumlah cairan pertama
kali 1-5 ml/jam dan jumlahnya
dapat ditambah sedikit-demi
sedikit setiap 12 jam.
2. Sebelum pemberian minuman
pertama harus dilakukan
penghisapan cairan lambung.

3. Pemberian minuman
sebaiknya sedikit demi sedikit
tapi frekuensinya lebih sering .
4. Banyaknya cairan yang
diberikan 60 ml/kg/BB/hari
sampai akhir minggu kedua.

5. Bila bayi belum dapat ASI,
ASI dipompa dan dimasukan
kedalam botol steril.


1. Menghindari
terajdinya hipoglikemi
dan hiperbilirubinme


2. Untuk mengetahui ada
tidaknya atresia
esophagus dan
mencegah muntah.
3. Untuk menghindari
bayi tersedak.


4. Untuk menjaga nutrisi
yang ade kuat


5. Agar bayi tidak
mengalami diare dan
susu bisa lebih
dicerna.

6. Bila ASI tidak ada maka
diganti dengan susu buatan
yang mengandung lemak dan
mudah dicerna yang
mengandung 0 kalori / 30ml
air atau 110 kkal/kg/BB/hari
7. Gunakan makanan nasogastrik
bila bayi mudah lelah,
mengalami penyakit hisapan,
reflek muntah dan menelan
yang lemah.

6. Untuk menjaga nutrisi
dan cairan bayi yang
ade kuat.



7. Agar susu lebih
mudah dicerna.
2. 1. Pola napas tidak
efektif berhubungan
dengan imaturitas paru
dan defisiensi surfaktan

Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan diharapkan
bayi mampu
1. menunjukan pola napas
yang adekuat.
2. Menunjukan frekuensi
dan pola napas dalm
batas yang sesuai usia
dan BB dengan kriteria
hasil.
BBL frek napas 30-
60x/menit
Frek napas saat tidur
35x/menit


1. Posisikan untuk pertukaran
udara yang optimal:
Tempatkan pada
posisitelungkup bila mungkin
Tempatkan pada posisi
terlentang pada posisi
mengendus dengan leher
sedikit ekstensi dan hidung
menghadap keatas.

2. Hindari heperektensi leher
3. Observasi adanya
penyimpangan dari fungsi
pernapasan misal mengorok,
sianosis, pernapasan cuping
hidung,apnea.
4. Lakukan penghisapan





5. Penghisapan endotracheal
1. Karena posisi ini
menghasilkan
perbaikan oksigenasi,
mengatur pola tidur
atau istirahat dan
mencegah adanya
penyempitan jalan
napas.


2. Karena akan
mengurangi diameter
trachea
3. Untuk mengenali
tanda-tanda disetress

4. Untuk menghilangkan
mukus yang
terakumulasi dari
nasofaraing trachea
dan selang
endotracheal
5. Untuk memastikan
jalan napas bersih.
sebelum pemberian surfaktan

6. Petahankan suhu lingkungan
yang netral

Kolaborasi:
1. Beri surfaktan sesuai petunjuk
pabrik.


2. Hindari penghisapan
sedikitnya 1 jam setelah
pemberian surfaktan
3. Lakukan regimen yang
diresepkan untuk terapi
suplemental

4. Pantau pertukaran gas



6. Untuk menghemat
penggunaan O2


1. Untuk menurunkan
tegangan permukaan
alveolar
2. Untuk meningkatkan
absorbsi kedalam
alveolar
3. Untuk
mempertahankan
konsentrasi O2

4. Untuk memantau
respon bayi terhadap
terapi
3.















Gangguan perfusi
jaringan b/d suplai
oksigen ke jaringan
menurun












Setelah dilakukan asuhan
keperawatan diharapkan
bayi dapat menunujukan:
Tingkat perfusi yang
sesuai misal status
mental normal, irama
jantung dan frekkuensi
nadi normal, tidak terjadi
sianosis, kulit hangat dan
kering, mukosa normal,
haluaran urin normal.




1. Auskultasi frek dan irama dan
irama jantung , catat
terjadinya irama jantung
ekstra.







2. Observasi perubahan status
mental.



1. Takikardia sebagai
akibat hipoksemia
dan kompensasi upaya
peningkatan aliran
darah dan perfusi
jaringan.Gangguan
irama berhubungan
dengan hipoksemia.
2. Gelisah dan perubahan
sensori atau motorik
dapat menunjukan
gangguan aliran darah,
dan hipoksia.
3. Kulit pucat atau
sianosis, kuku
membran bibir atau

































































3. Observasi warna dan suhu
kulit atau membran mukosa.




4. Ukur haluaran urin dan catat
BJ urin











Kolaborasi :
1. Berikan cairan IV atau oral
sesuai indikasi



2. Pantau pemerikasaan
diagnostik misal EKG,
elektrolit, dan GDA.








lidah menunjukan
vasokontriksi atau
syok.
4. Penurunan curah
jantung menimbulkan
penurunan perfusi
ginjal yang
dimanifestasikan oleh
penurunan haluaran
urin dengan BJ
normal/ meningkat.

1. Untuk menurunkan
hiperviskositas darah
atau perfusi jaringan.
2. Mengevaluasi
perubahan fungsi
organ dan mengawasi
efek terapi.























BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Respiratoty distress syndrome merupakan perkembangan yang imatur pada sistem pernafasan
atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan sebagai Hyaline
Membrane Diseasa. Respiratory Distres Syndrom hampir selalu terjadi pada bayi prematur;
semakin prematur, semakin besar kemungkinan terjadinya sindroma ini. RDS terjadi pada bayi
prematur atau kurang bulan, karena kurangnya produksi surfaktan.


B. SARAN
Dengan makalah ini diharapkan seluruh komponen tenaga kesehatan pada khususnya dapat
memberikan asuhan keperawatan kepada anak dengan respiratory distress syndrome dengan
baik dan sesuai dengan prosedur keperawatan serta tentunya memperhatikan aspek-aspek
tertentu yang berhubungan dengan prosedur yang dilakukan. Semoga Bermanfaat













DAFTAR PUSTAKA

Anonym.2010. Sindroma Distres Pernafasan (Penyakit Membran Hialin).Medicastore.com.2 april 2010.
19.07

A nur , Risa Etika dan kawan-kawan.2005.Pemberian Surfaktan pada Bayi dengan RDS (Lab/SMF Ilmu
Kesehatan Anak Fk.Unair/ Rs. Dr Soetomo).http://searchwinds.com/redirect?id=235186. 2
april 2010

Budiman Arief.2008. Asuhan Keperawatan Pada Neonatus Dengan Gangguan Sistem Pernafasan
Respiratory Distress Syndrom (Rds) Diruang Nicu Rsud Gunung Jati
Kota Cirebon.Icoels Blog. 5 april 2010

Brunner & Suddarth.2003. Medical Surgical Nursing (Perawatan Medikal Bedah).Jakarta: EGC

Carpenito, L.J.1999.Hand Book Of Nursing (Buku Saku Diagnosa Keperawatan).Jakarta : EGC

Latief, Abdul dkk. 1985. Ilmu Kesehatan Anak, Jilid 1. FKUI; Jakarta

Mansjoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1. FKUI; Jakarta

Mursal M.2009. Respiratory Distress Syndrome.www.google.com. 5 April 2010

Ngastiyah. 2002. Perawatan Anak Sakit. EGC; Jakarta
Nursalam. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Salemba Medika; Jakarta

Kopelman Arthur E MD.2009.Respiratory Distress Syndrome. www.google.com(Merck.com). 2 april 2010

Yusni Ahli.2007. Respiratory Distress Syndrome. Health_Blog.com. rabu, 7 april 2010



Posted by dwi bodi setyawan at 09:56
Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to FacebookShare to Pinterest
Reactions:
Newer PostOlder PostHome
Subscribe to: Post Comments (Atom)

Google+ Followers


Search This Blog

Search



Share It
Blog Archive
2014 (16)
2013 (1)
2012 (21)
2011 (31)
o June (1)
o March (30)
24 Januari 2011
Slideshow
mozilla firefox
4
windows xp bhs
indonesia
gelandangan


kumpulan skin
winamp
icon NARUTO
kumpulan SAP
keperawatan
kumpulan video
untuk
dreamscene
win 7
uang gratis dari
internet
makalah
deteksi dini
pertumbuhan
dan
perkembangan
...
makalah
deteksi dini
pertumbuhan
dan
perkembangan
...
makalah
maternitas
aliran aliran
filsafat
askep anak
dengan
malformasi
anorektal
konsep
antropologi
konsep
antropologi
konsep bermain
pada anak
win 7 bhs
indonesia
logon win 7
theme win 7
download
netcut 2.08
ASUHAN
KEPERAWATAN
ANAK DENGAN
THALASEMIA
ASUHAN
KEPERAWATAN
PADA ANAK
DENGAN
RESPIRATORY
D...
askep anak
dengan hiv/aids
komunikasi
pada
keperawatan
anak
hospitalisasi
pada anak
askep anak
dengan
hiperbilirubine
mia
lagu baru
aisyah part 2
makalah terapi
cairan pada
anak
smadav pro 8.4
+ serial number
askep anak
dengan
kep(kekurangan
energi protein)
Total Pageviews
45519
Contributors
dwi bodi setyawan
rheno alviano
Entri Populer
laporan pendahuluan asam urat
LAPORAN PENDAHULUAN ASAM URAT A.
PENGERTIAN Artritis gout adalah suatu
sindrom klinis yang mempunyai gambaran kh...
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN
THALASEMIA
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
Faktor genetika ternyata menjadi pemicu
talasemia. Tem...


ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK
DENGAN RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME
LEMBAR PERSETUJUAN Asuhan
Keperawatan Anak II yang berjudul
Respiratory Distress Syn...
ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM
MUSKULOSKELETAL
ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM
MUSKULOSKELETAL Sistem
muskuloskeletal meliputi tulang, persendian,
otot, tendon dan bur...
hospitalisasi pada anak
HOSPITALISASI PADA ANAK Disusun oleh: Dwi
B...
askep anak dengan kep(kekurangan
energi protein)
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK PADA ANAK
DENGAN KEP ( KEKURANGAN ENERGI PROTEIN )
Oleh : DW...
LAPORAN PENDAHULUAN HIPERTENSI
EMERGENCY
LAPORAN PENDAHULUAN HIPERTENSI
EMERGENCY 1. Definisi Tekanan darah
tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis di
mana te...
ASKEP THALASEMIA
THALASEMIA I. PENDAHULUAN. A.
Latar Belakang Thalasemia merupakan
penyakit kelainan darah yang bersifat ...
askep anak dengan hiv/aids
Makalah Keperawatan Anak II yang berjudul
AIDS ini telah disetujui untuk diseminarkan
pada Ma...
komunikasi pada keperawatan anak
KOMUNIKASI DALAM KEPERAWATAN ANAK
PENDAHULUAN. Komunikasi berarti suatu
pertukaran pikiran dan pers...
dwi bodhi setyawan. Travel template. Powered by Blogger.

Anda mungkin juga menyukai