Anda di halaman 1dari 50

LAPORAN PENDAHULUAN PADA BAYI NY.

D DENGAN HYALIN

MEMBRANE DISEASE DI PICU/NICU RUMAH SAKIT

BETHESDA YOGYAKARTA

Di Susun Oleh :

CHRISTIN NOVITA KUPA

1904046

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

STIKES BETHESDA YAKKUM

YOGYAKARTA

2020
LEMBAR PERSETUJUAN

Laporan Pendahuluan pada Bayi Ny. D dengan Hyalin Membrane Disease di

Picu/Nicu Rumah Sakit Bethesda ini telah diteliti dan disahkan / disetujui oleh

Pembimbing Akademik STIKES Bethesda Yakkum dan Pembimbing Klinik Rumah

Sakit Bethesda Yogyakarta.

Yogyakarta. Oktober 2020

Mengetahui,

Pembimbing Akademik, Pembimbing Klinik,

Indah Prawesti, S.Kep., Ns., M.Kep Suprihatiningsih, S.Kep., Ns


LAPORAN PENDAHULUAN
A. Konsep Medis
1. Definisi
Respiratory distress syndrom yang idiopatik dikenal juga sebagai Hyalin
Membrane Disease. Hyaline membrane disease merupakan keadaan akut
yang terutamaditemukan pada bayi prematur saat lahir atau segera setelah
lahir, lebih sering pada bayi dengan usia gestasi dibawah 32 minggu yang
mempunyai berat dibawah 1500gram (Suryadi dan Yuliani, 2011). Sindroma
gagal nafas (respiratory distress sindrom, RDS) adalah istilah yang digunakan
untuk disfungsi pernafasan pada neonatus. Gangguan ini merupakan penyakit
yang berhubungan dengan keterlambatan perkembangan maturitas paru atau
tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. (Marmi & Rahardjo,2012).

2. Anatomi Fisiologis

a. Hidung
Hidung atau nasal merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai
dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Di
dalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu,
dan kotoran yang masuk ke dalam lubang hidung.
b. Faring
Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan
pernapasan dan jalan makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak, di
belakang rongga hidung, dan mulut sebelah depan ruas tulang leher.
Hubungan faring dengan organ-organ lain adalah ke atas berhubungan
dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang yang bernama koana,
ke depan berhubungan dengan rongga mulut, tempat hubungan ini
bernama istmus fausium, ke bawah terdapat 2 lubang (ke depan lubang
laring dan ke belakang lubang esofagus).
c. Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan bertindak
sebagai pembentukan suara, terletak di depan bagian faring sampai
ketinggian vertebra servikal dan masuk ke dalam trakhea di bawahnya.
Pangkal tenggorokan itu dapat ditutup oleh sebuah empang tenggorokan
yang biasanya disebut epiglotis, yang terdiri dari tulang-tulang rawan
yang berfungsi pada waktu kita menelan makanan menutupi laring.
d. Trakhea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring yang
dibentuk oleh 16 sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan
yang berbentuk seperti kuku kuda (huruf C) sebelah dalam diliputi oleh
selaput lendir yang berbulu getar yang disebut sel bersilia, hanya bergerak
ke arah luar. Panjang trakea 9 sampai 11 cm dan di belakang terdiri dari
jarigan ikat yang dilapisi oleh otot polos.
e. Bronchus
Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea, ada 2
buah yang terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V,
mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis set yang
sama. Bronkus itu berjalan ke bawah dan ke samping ke arah tampuk
paru-paru. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar dari pada bronkus
kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih
panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin
mempunyai 2 cabang. Bronkus bercabang-cabang, cabang yang lebih
kecil disebut bronkiolus (bronkioli). Pada bronkioli tidak terdapat cincin
lagi, dan pada ujung bronkioli terdapat gelembung paru atau gelembung
hawa atau alveoli.
f. Paru-Paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari
gelembung (gelembung hawa atau alveoli). Gelembug alveoli ini terdiri
dari selsel epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas permukaannya
kurang lebih 90 m². Pada lapisan ini terjadi pertukaran udara, O2 masuk
ke dalam darah dan CO2 dikeluarkan dari darah. Banyaknya gelembung
paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan).
Paru-paru dibagi dua yaitu paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belahan
paru), lobus pulmo dekstra superior, lobus media, dan lobus inferior. Tiap
lobus tersusun oleh lobulus. Paru-paru kiri, terdiri dari pulmo sinistra
lobus superior dan lobus inferior. Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan yang
kecil bernama segmen. Paruparu kiri mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah
segmen pada lobus superior, dan 5 buah segmen pada inferior. Paru-paru
kanan mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, 2
buah segmen pada lobus medialis, dan 3 buah segmen pada lobus inferior.
Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang
bernama lobulus. Di antara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi
oleh jaringan ikat yang berisi pembuluh darah getah bening dan saraf, dan
tiap lobulus terdapat sebuah bronkiolus. Di dalam lobulus, bronkiolus ini
bercabang-cabang banyak sekali, cabang ini disebut duktus alveolus. Tiap
duktus alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya antara 0,2-0,3
mm. Letak paru-paru di rongga dada datarannya menghadap ke tengah
rongga dada atau kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat
tampuk paru-paru atau hilus. Pada mediastinum depan terletak jantung.
Paru-paru dibungkus oleh selaput yang bernama pleura. Pleura dibagi
menjadi 2 yaitu, yang pertama pleura visceral (selaput dada pembungkus)
yaitu selaput paru yang langsung membungkus paruparu. Kedua pleura
parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar. Antara
keadaan normal, kavum pleura ini vakum (hampa) sehingga paru-paru
dapat berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat) yang
berguna untuk meminyaki permukaanya (pleura), menghindarkan
gesekan antara paruparu dan dinding dada sewaktu ada gerakan bernapas.
Fisiologi Sistem Pernafasan Oksigen dalam tubuh dapat diatur menurut
keperluan. Manusia sangat membutukan okigen dalam hidupnya, kalau tidak
mendapatkan oksigen selama 4 menit akan mengakibatkan kerusakan pada
otak yang tidak dapat diperbaiki lagi dan bisa menimbulkan kematian. Kalau
penyediaan oksigen berkurang akan menimbulkan kacau pikiran. Pernapasan
paru adalah pertukaran oksigen dan karbondioksida yang terjadi pada paru-
paru. Pernapasan melalui paru-paru atau pernapasan eksterna, oksigen
diambil melalui mulut dan hidung pada waktu bernapas yang oksigen masuk
melalui trakea sampai ke alveoli berhubungan dengan darah dalam kapiler
pulmonar. Alveoli memisahkan okigen dari darah, oksigen menembus
membran, diambil oleh sel darah merah dibawa ke jantung dan dari jantung
dipompakan ke seluruh tubuh. Dalam alveoli, oksigen bergerak menuju
kapiler pulmonalis sebagai gas terlarut, bergerak menurunknan gradien
konsentrasi. Oksigen diangkut dalam darah baik yang terlarut maupun
berikatan dengan hemoglobin. Ketika oksigen relatif sulit larut dalam
larutan, kemampuan oksigen untuk berikatan dengan hemoglobin amat
penting. Sekitar 98% hingga 99% oksigen diangkut dalam darah yang
berikatan dengan hemoglobin sebagai oksihemoglobin sehingga
mempengaruhi saturasi oksigen (Porth &Marfin, 2009). Proses pertukaran
oksigen dan karbondioksida terjadi ketika konsentrasi dalam darah
mempengaruhi dan merangsang pusat pernapasan terdapat dalam otak untuk
memperbesar kecepatan dalam pernapasan, sehingga terjadi pengambilan O2
dan pengeluaran CO2 lebih banyak. Darah merah (hemoglobin) yang banyak
mengandunng oksigen dari seluruh tubuh masuk ke dalam jaringan,
mengambil karbondioksida untuk dibawa ke paru-paru dan di paru-paru
terjadi pernapasan eksterna (Evelyn, 2010).

3. Etiologi
Penyebab kegagalan pernafasan pada neonatus yang terdiri dari faktor ibu,
faktor plasenta, faktor janin dan faktor persalinan.Faktor ibu meliputi
hipoksia pada ibu, usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun,
gravida empat atau lebih, sosial ekonomi rendah, maupun penyakit pembuluh
darah ibu yang mengganggu pertukaran gas janin seperti hipertensi, penyakit
jantung, diabetes melitus, dan lain-lain. Faktor plasenta meliputi solusio
plasenta, perdarahan plasenta, plasenta kecil, plasenta tipis, plasenta tidak
menempel pada tempatnya. Faktor janin atau neonatus meliputi tali pusat
menumbung, tali pusat melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan
lahir,gemeli, prematur, kelainan kongenital pada neonatus dan lain-lain.
Faktor persalinan meliputi partus lama, partus dengan tindakan dan lain-lain
Sindroma gagal nafas adalah perkembangan imatur pada sistem pernafasan
atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan pada paru-paru-paru. Sementara
afiksia neonatorum merupakan gangguan pernafasan akibat ketidakmampuan
bayi beradaptasi terhadap asfiksia. Biasanya masalah ini disebabkan karena
adanya masalah-masalah kehamilan dan pada saat persalinan (Marmi &
Rahardjo, 2012).
4. Epidemiologi
Hyaline Membrane Disease merupakan salah satu penyebab kematian pada
bayi baru lahir. Di US, RDS terjadi pada sekitar 40.000 bayi per tahun.
Kurang lebih 30 % dari semua kematian pada neonatus disebabkan oleh
HMD atau komplikasinya. HMD pada bayi prematur bersifat primer,
insidensinya berbanding terbalik dengan umur kehamilan dan berat lahir.
Insidensinya sebesar 60-80% pada bayi kurang dari 28 minggu, 15-30% pada
bayi 32-36 minggu, 5% pada bayi kurang dari 37 minggu, dan sangat jarang
terjadi pada bayi matur. Frekuensinya meningkat pada ibu yang diabetes,
kelahiran sebelum usia kehamilan 37 minggu, kehamilan dengan lebih dari 1
fetus, kelahiran dengan operasi caesar, kelahiran yang dipercepat, asfiksia,
stress dingin, dan riwayat bayi terdahulu mengalami HMD. Pada ibu
diabetes, terjadi penurunan kadar protein surfaktan, yang menyebabkan
terjadinya disfungsi surfaktan. Selain itu dapat juga disebabkan pecahnya
ketuban untuk waktu yang lama serta hal-hal yang menimbulkan stress pada
fetus seperti ibu dengan hipertensi / drug abuse, atau adanya infeksi
kongenital kronik. Insiden tertinggi didapatkan pada bayi prematur laki-laki
atau bayi kulit putih. Pada laki-laki, androgen menunda terjadinya maturasi
paru dengan menurunkan produksi surfaktan oleh sel pneumosit tipe II.
Insidensinya berkurang pada pemberian steroid / thyrotropin releasing
hormon pada ibu.

5. Klasifikasi
Sindrom gawat nafas Respiratory Distress Syndrome (RDS) dikelompokkan
sebagai berikut (Bobak, 2015)
a. Syndrom Gawat Nafas Klasik (Clasik Respyratory Distress Syndrome)
Thorak atau dada berbentuk seperti bel disebabkan karena kekurangan
aerasi (underaration). Volume paru-paru menurun, parenkim paru-paru
memiliki pola retikulogranuler difusi, dan terdapat gambaran broncho
gramudara yang meluas ke perifer.
b. Sindrom Gawat Nafas Sedang – Berat (Moderately Severe Respiratory
Distress Syndrome)
Pola retikulogranuler lebih menonjol dan terdisribusi lebih
merata. Paru-paru hypoaerated. Dapat dilihat pada bronkhogram udara
meningkat
c. Sindrom Gawat Nafas Berat (Severe Respiratory Distress Syndrome)
Terdapat retikulogranuler yang berbentuk opaque pada kedua
paru-paru area cystic pada paru-paru kanan bisa manunjukan alveoli yang
berdilatasiatau empisema interstitial pulmonal dini
Gambaran rontgen HMD dapat dibagi jadi 4 tingkat
Stage I : gambaran reticulogranular
Stage II : Stage I disertai air bronchogram di luar bayangan jantung
Stage III : Stage II disertai kesukaran menentukan batas jantung.
Stage IV : Stage III disertai kesukaran menentukan batas diafragma dan
thymus.

6. Manifestasi Klinis
Adapun manifestasi klinis Hyaline Membrane Disease (HMD) adalah
sebagai berikut
a. Penyakit membran hialin ini mungkin terjadi pada bayi
prematur dengan berat badan 1000-2000 gram atau masa gestasi
30-36 minggu. Jarang ditemukan pada bayi dengan berat badan lebih
dari 2500 gram.
b. Riwayat asfiksia pada waktu lahir atau tanda gawat bayi pada
akhirkehamilan. Tanda gangguan pernapasan mulai tampak dalam
6-8 jam pertama.
c. Gangguan pernapasan pada bayi terutama disebabkan oleh atelektasis dan
perfusi paru yang menurun. Keadaan ini akan memperlihatkan
gambaran klinis seperti dispnea atau hiperpneu, sianosis karena
saturasi O2 yang menurun dan karena pirau vena-arteri dalam
paru atau jantung, retraksi suprasternal, epigastrium, interkostal dan
respiratory grunting. Selain tanda gangguan pernapasan, ditemukan gejala
lain misalnya bradikardia (seringditemukan pada penderita penyakit
membran hialin berat), hipotensi, kardiomegali, pitting oedema
terutama di daerah dorsal tangan/kaki, hipotermia, tonus otot yang
menurun, gejala sentral dapat terlihat bila terjadi komplikasi (Staf
Pengajar IKA, FKUI, 2015).

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Radiologis (Foto Rontgen)
Pemeriksaan ini juga sangat penting untuk menyingkirkan kemungkinan
penyakit lain yang diobati dan mempunyai gejala yang mirip
penyakit membran hialin, misalnya pneumotoraks, hernia diafragmatika
dan lain-lain. Gambaran klasik yang ditemukan pada foto
rontgen paru ialah adanya bercak difus berupa infiltrate
retikulogranuler ini, makin buruk prognosis bayi.
b. Gambaran Laboratorium (Pemeriksaan Darah)
Kadar asam laktat dalam darah meninggi dan bila kadarnya lebih dari
45mg%, prognosis lebih buruk, kadar bilirubin lebih tinggi bila
dibandingkandengan bayi normal dengan berat badan yang sama.
Kadar PaO2 menurun disebabkan kurangnya oksigenasi di dalam paru
dan karenaadanya pirau arteri-vena. Kadar PaO2 meninggi, karena
gangguan ventilasi dan pengeluaran CO2 sebagai akibat atelektasis paru.
pH darahmenurun dan defisit biasa meningkat akibat adanya asidosis
respiratorikdan metabolik dalam tubuh.
c. Pemeriksaan Fungsi Paru
Perhatikan pula perubahan pada fungsi paru lainnya seperti, volume tidal
yang menurun, lung compliance berkurang, fungsi residu
merendah disertai kapasitas vital yang terbatas. Demikian pula fungsi
ventilasi dan perfusi paru akan terganggu.

d. Pemeriksaan Fungsi Kardiovaskuler


Penyelidikan dengan kateterisasi jantung memperhatikan
beberapaperubahan dalam fungsi kardiovaskuler berupa duktus arteriosus
paten, pirau dari kiri ke kanan atau pirau kanan ke kiri
(bergantung pada lanjutnya penyakit), menurunnya tekanan arteri paru
dan sistemik.
e. Gambaran Patologi atau Histopatologi
Pada otopsi, gambaran dalam paru menunjukkan adanya atelektasis
danmembran hialin di dalam alveolus dan duktus alveolaris. Di samping
ituterdapat pula bagian paru yang mengalami enfisema. Membran
hialinyang ditemukan yang terdiri dari fibrin dan sel eosinofilik yang
mungkinberasal dari darah atau sel epitel ductus yang nekrotik.(Staf
Pengajar IKA, FKUI, 2015).

8. Pathoflowdiagram
Kegawatan pernafasan dapat terjadi pada bayi dengan gangguan pernafasan
yang dapat menimbulkan dampak yang cukup berat bagi bayi berupa
kerusakan otak atau bahkan kematian. Akibat dari gangguan pada sistem
pernafasan adalah terjadinya kekurangan oksigen (hipoksia) pada tubuh bayi
akan beradaptasi terhadap kekurangan oksigen dengan
mengaktifkan metabolisme anaerob. Apabila keadaan hipoksia semakin berat
dan lama,metabolisme anaerob akan menghasilkan asam laktat. Dengan
memburukya keadaan asidosis dan penurunan aliran darah keotak maka akan
terjadi kerusakan otak dan organ lain karena hipoksia dan iskemia. Pada
stadium awal terjadi hiperventilasi diikuti stadium
apneu primer. Pada keadaan ini bayi tampak sianosis,tetapi sirkulasi darah
relative masih baik. Curah jantung yang meningkat dan adanya vasokontriksi
perifer ringan menimbulkan peninggkatan tekanan darah dan reflek
bradikardi ringan. Depresi pernafasan pada saat ini dapat diatasi dengaan
meningkatkan implus aferen seperti perangsangan pada kulit.Apneu normal
berlangsung sekitar 1-2 menit.Apnea primer dapat
memanjang dan diikuti dengan memburuknya sistem sirkulasi. Hipoksia
miokardium dan asidosis akan memperberat bradikardi,vasokontraksi dan
hipotensi. Keadaan ini dapat terjadi sampai 5menit dan kemudian terjadi
apneu sekunder. Selama apneu sekunder denyut jantung,tekanan darah dan
kadar oksigen dalam darah terus menurun. Bayi tidakbereaksi terhadap
rangsangan dan tidak menunjukkan upaya pernafasan secara spontan.
Kematian akan terjadikecuali pernafasan buatan dan pemberian oksigen
segera dimulai (Marmi & Rahardjo, 2012).
9. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medik
1) Memberikan lingkungan yang optimal, suhu tubuh bayi harus
selalu diusahakan agar tetap dalam batas normal (36,5o-37oC) dengan
cara meletakkan bayi dalam inkubator. Kelembaban ruangan
juga harus adekuat (70-80%).
2) Pemberian Oksigen
Pemberian oksigen harus dilakukan dengan hati-hati
karenaberpengaruh kompleks terhadap bayi prematur.
Pemberian O2 yangterlalu banyak dapat menimbulkan
komplikasi seperti: fibrosis paru,kerusakan retina (fibroplasias
retrolental), dll
3) Pemberian cairan dan elektrolit sangat perlu untuk
mempertahankan homeostasis dan menghindarkan dehidrasi.
Pada permulaan diberikan glukosa 5-10% dengan jumlah yang
disesuaikan dengan umur dan berat badan ialah 60-125 ml/kg
BB/hari. Asidosis metabolik yang selalu dijumpai harus segera
dikoreksi dengan memberikan NaHCO3 secara intravena.
4) Pemberian antibiotic untuk mencegah infeksi sekunder. Dapat
diberikan penisilin dengan dosis 50.000-100.000 u/kgBB/hari
atauampisilin 100 mg/kg BB/hari, dengan atau tanpa gentamisin 3-5
mg/kgBB/hari
5) Kemajuan terakhir dalam pengobatan pasien HMD adalah
pemberian surfaktan eksogen (surfaktan dari luar), obat ini
sangatefektif, namun harganya amat mahal (Ngastiyah, 2015).

10. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi akibat penyakit membrane hialin,
diantaranya (Staf Pengajar IKA, FKUI, 2015)
a. Perdarahan intrakranial oleh karena belum berkembangnya sistem
saraf pusat terutama sistem vaskularisasinya, adanya hipoksia
dan hipotensi yang kadang-kadang disertai renjatan. Faktor
tersebut dapat membuka nekrosis iskemik, terutama pada
pembuluh darah kapiler didaerah periventrikular dan dapat juga di
ganglia basalis dan jaringan otak.
b. Gejala neurologik yang tampak berupa kesadaran yang menurun,
apneu, gerakan bola mata yang aneh, kekakuan extremitas dan
bentuk kejang neonatus lainnya.
c. Komplikasi pneumotoraks atau pneuma mediastinum mungkin timbul
pada bayi yang mendapatkan bantuan ventilasi mekanis.
Pemberian O2 dengan tekanan yang tidak terkontrol baik,
mungkin menyebabkan pecahnya alveolus sehingga udara
pernafasan yang memasuki rongga-ronga toraks atau rongga
mediastinum.
11. Prognosis
Semakin tinggi stage HMD yang dialami oleh pasien maka semakin buruk
prognosisnya, selain itu prognosis juga dilihat dari ada tidaknya komplikasi
atau penyakit penyerta lainnya.
12. Discharge Planning
a. ASI tetap diberikan
b. Edukasi tanda-tanda terjadinya afiksia
c. Segera bawa bayi ke RS jika tanda-tanda afiksia muncul
d. Kontrol rutin untuk melihat perkembangan paru bayi

B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, suku bangsa, tanggal lahir, alamat,
agama,tanggal pengkajian
b) Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Maternal
Menderita penyakit seperti diabetes mellitus, kondisi seperti
perdarahan plasenta, tipe dan lamanya persalinan, stress fetal atau
intrapartus.
2) Status Infant Saat Lahir Prematur, umur kehamilan, apgar score
(apakah terjadi asfiksia), bayi lahir melalui operasi caesar.
c) Data dasar pengkajian
1) Cardiovaskuler
Bradikardia (<100 kali/menit) dengan hipoksemia berat, murmur
sistolik, denyut jantung normal
2) Integumen
Pallor yang disebabkan oleh vasokontriksi peripheral, pitting edema
pada tangan dan kaki, mottling (bintik-bintik seperti cat yang ada
pada kulit bayi)
3) Neurologis
Immobilitas, kelemahan, penurunan suhu tubuh
4) Pulmonary
Takipnea ( >60 kali/menit), nafas grunting, pernapasan cuping
hidung, pernapasan dangkal, retraksi suprasternal dan substernal,
sianosis, penurunan suara napas, crakles, episode apnea
5) Status Behavioral
Letargi
d) Pemeriksaan Diagnostika
1) Set rontgen dada : untuk melihat densitas atelektasi dan
elevasi diafragma dengan over distensi duktus alveolarb
2) Bronchogram udara : untuk menentukan ventilasi jalan napas
3) Data laboratorium :
(a) Profil paru, untuk menentukan maturitas paru, dengan bahan
cairan amnion (untuk janin yang mempunyai predisposisi RDS)
(b) Lesitin/Spingomielin (L/S) ratio 2 : 1 atau
lebihmengindikasikan maturitas paru- Phospatidyglicerol :
meningkat saat usia gestasi 35 minggu
(c) GDA : PaO2 80-100 mmHg, PaCO2 >50 mmHg, saturasi
oksigen 92%-94%, pH 7,3-7,45.
(d) Level potassium : meningkat sebagai hasil dari
releasepotassium dari sel alveolar yang rusak.
2. Diagnosa
a) Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan
ketidakadekuatankadar surfaktan, ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
b) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan energi atau
kelelahan, keterbatasan, dan pengembangan otot.
c) Termoregulasi tidak efektif berhubungan dengan lemak subkutan, dan
peningkatan upaya pernapasan sekunder akibat HMD
3. Intervensi
Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
KH
Kerusakan Setelah 1. Kaji status 1. Takipnea
pertukaran gas dilakukan pernafasan, menandakan
berhubungan intervensi perhatikan distress
dengan 3x24 jam adanya pernafasan,
ketidakadekuatan pertukaran tanda-tanda mengorok
kadar surfaktan, gas adekuat distres menunjukkan
ketidakseimbang dengan pernafasan, upaya
an perfusi kriteria Hasil misalnya mempertahankan
ventilasi : takipnea, ekspansi alveolar,
1. Sianosis pernafasanc pernafasan cuping
(-) uping hidung untuk
2. Bayi hidung, meningkatkan
tampak mengorok, masukan oksigen,
tenang retraksi, ronkhi
3. Ronchi ronkhi menandakan
(-) vasokonstriksi
4. RR : 30- pulmonal b.d
60 hipoksemia
kali/meni sebagai respon
t peningkatan kadar
5. GDA oksigen
dalam 2. Penurunan berat
batas 2. Pantau badan
normal : masukan danpeningkatan
PaO2 80- dan saluran saluran urin dapat
100 cairan, menandakan fase
mmHg, timbang BB diuretic dari RDS
PaCO2 sesuai biasanya mulai
35- indikasi. pada 72-96 jam
45mmHg dan mendahului
, pH resolusi kondisi.
7,35-7,45 3. Menurunkan laju
6. Nadi : 3. Tingkatkan metabolik dan
120-140 istirahat konsumsi oksigen
kali/meni dengan
t minimalkan
rangsangan
dan 4. Sianosis
penggunaan merupakan tanda
energi. lanjut dari PaO2
4. Observasi rendah
terhadap 5. Hipoksemia dan
tanda dan asidemia dapat
lokasi berlanjut
sianosis menurunkan
5. Kolaborasi produksi
pemberian surfaktan,
oksigen meningkatkan
sesuai tahanan vascular
kebutuhan pulmonal.
dengan
masker
kapselang
endotrakeal,
pantau
jumlah
pemberian
oksigen
dandurasi
pemberian
Pola nafas tidak Setelah 1. Kaji 1. Membantu
efektif dilakukan frekuensi dalam
berhubungan intervensi pernapasan membedakan
dengan selama 3x24 dan pola perputaran
penurunan energi jam pola pernapasan, pernafasan
atau kelelahan, nafas efektif. perhatikan normal dari
keterbatasan, dan Dengan adanya serangan
pengembangan kriteria Hasil apena dan apneic sejati,
otot 1. Bayi perubahan terutama
tampak frekuensi sebelum
tenang jantung, gestasi
2. Apnea tonus otot minggu ke-
(-) dan warna 30.
3. Pernafas kulit
an efekti berkenaan
dengan
prosedur
atau
perawatan,
lakukan
pemantauan
jantung
pernapasan
atau/dan
pernapasan
yang 2. Posisi ini
kontinu. dapat
2. Posisikan memudahkan
bayi pada pernafasan
abdomen dan
atau menurunkan
telentang episode
dengan apnein,
gulungan khususnya
popok di hipoksia,
bawah baku asidosis
untuk metabolic
menghasilka atau,
n sedikit hiperkapnea.
hiperekstens
i. 3. Merangsang
3. Berikan SSP untuk
rangsang meningkatka
taktil segera n gerakan
(misalnya : tubuh dan
gosokkan kembali
punggung pernapasan
bayi bila spontan.
terjadi Kadang bayi
apnea, mengalami
perhatikan kejadian
adanya apnea
sianosis, lebihsedikit
bradikardia, atau tidak ada
atau atau
hipotania, bradikardia
anjurkan bila orang tua
kontak menyentuh
orangtua. dan bicara
4. Berikan pada mereka.
oksigen 4. Hipokalsemia
sesuai mempredispo
indikasi sisikan bayi
pada apnea
Termoregulasi Setelah 1. Kaji suhu 1. Hipotermia
tidak efektif dilakukan dengan cenderung
berhubungan intervensi menggunaka membuat bayi
dengan lemak 2x24 jam n thermostat. pada stres,
subkutan, dan termoregulas Ulangi penggunaan lemak
peningkatan i adekuat setiap 15 tidak dapat
upaya dengan menit diperbarui apabila
pernapasan kriteria hasil selama ada penurunan.
sekunder akibat 1. Suhu penghangata
HMD tubuh n ulang.
normal 2. Tempatkan
(36,5- bayi pada 2. Mempertahankan
37,70C) penghangat, lingkungan
2. Sianosis isolette, termonetral, dan
(-) inkubator, membantu
3. Bradikar tempat tidur mencegah stres
dia (-) terbuka dingin
4. Hipoglik dengan
emia (-) penyebar
hangat
3. Pantau
sistem 3. Hipertermia
pengatur dengan akibat
suhu peningkatan laju
inkubator metabolisme
(pertahankan kebutuhan oksigen
batas akan dan glukosa dapat
pada 98,6oF, terjadi apabila
tergantung suhu lingkungan
pada ukuran yang dikontrol
atau usia terlalutinggi
bayi) 4. Tanda-tanda ini
4. Perhatikan menandakan stres
adanya dingin yang dapat
takipnea meningkatkan
atau apnea, konsumsi oksigen
sianosis dan kalori serta
umum, membuat bayi
akrosianosis cenderung pada
atau kulit asidosis berkenaan
belang, dengan
bradikardia, metabolisme
menangis anaerobic
buruk
atauletargi,
evaluasi
derajat dan
lokasi
ikterik 5. Stress dingin
5. Pantau dapat
pemeriksaan meningkatkan
laboratorium kebutuhan
sesuai terhadap glukosa
indikasi, dan oksigen serta
misalnya dapat
GDA, mengakibatkan
glukosa masalah asam
serum, basa bila bayi
elektrolit, mengalami
dan kadar metabolism,
bilirubin apabila kadar
oksigen kurang
terjadi
peningkatan kadar
bilirubin indirek
karena pelepasan
asam lemak dari
metabolism lemak
coklat bersaing
dengan bilirubin
pada ikatan
albumin.
DAFTAR PUSTAKA
Bobak, Lowdermik. 2015. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC
Evelyn, C. 2010. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta: PT
Gramedia
Marmi & Rhardjo. 2012. Asuhan Neonatus, Bayi, Balita dan Prasekolah.
Jakarta : Pustaka Belajar
Ngastiyah. 2015. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta: EGC.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2015. Buku Kuliah 3 Ilmu
Kesehatan Anak. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran UI.
Suriadi dan Yuliani, R. 2011. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta : CV
ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI NY. D DENGAN HYALIN

MEMBRANE DISEASE DI PICU/NICU RUMAH SAKIT

BETHESDA YOGYAKARTA

Di Susun Oleh :

CHRISTIN NOVITA KUPA

1904046

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

STIKES BETHESDA YAKKUM


YOGYAKARTA

2020

LEMBAR PERSETUJUAN

Asuhan Keperawatan pada Bayi Ny. D dengan Hyalin Membrane Disease di

Picu/Nicu Rumah Sakit Bethesda ini telah diteliti dan disahkan / disetujui oleh

Pembimbing Akademik STIKES Bethesda Yakkum dan Pembimbing Klinik Rumah

Sakit Bethesda Yogyakarta.

Yogyakarta. Oktober 2020

Mengetahui,

Pembimbing Akademik, Pembimbing Klinik,

Indah Prawesti, S.Kep., Ns., M.Kep Suprihatiningsih, S.Kep., Ns


ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN/BAYI DENGAN HMD DI NICU / PICU RS.
BETHESDA YOGYAKARTA

Tanggal Pengkajian : 26 Oktober 2020 jam 12.30

Oleh : Christin Novita Kupa

Pengkajian diperoleh dari status klien dan keluarga

A. IDENTITAS KLIEN
Nama : By Ny D

Tgl lahir, jam / umur : 20 Oktober 2020

Agama : Islam

Nama bapak/Ibu : Tn I

Pendidikan Bapak/Ibu : SMA

Pekerjaan Bapak/Ibu : Wiraswasta

Alamat : Umbulharjo

No. RM : 0081xxxx

Kelas : G-1 1 NICU

Diagnosis Medis : HMD

B. KELUHAN PASIEN
1. Keluhan utama saat dikaji
Berat badan bayi rendah

2. Keluhan tambahan saat dikaji


Reflek hisap lemah, kepala leher dan abdomen tampak kuning

3. Riwayat Penyakit sekarang


Tanggal 20 oktober 202 Ny D dilakukan SC karena ketuban pecah dini 11 jam
di usia kehamilan 34 minggu 4 hari kemudian An Ny D lahir pukul 11.30,
laki-laki, BB 2110, PB 44 cm, LK 32 cm, LD 29 cm, LILA 10cm, nilai
APGAR 1 menit ke 7, kemudian klien dipindahkan ke ruang VK saat dikaji
didapatkan data HR 152 x/mnt, RR 60 x/mnt, S 36 0C, SpO2 83%, terdapat
retraksi dinding dada kemudian An Ny D dipindahkan keruang NICU pukul
12.00 saat dikaji didapatkan data KU lemah, respirasi menggunakan NCPAP
PEEP 7 FiO2 25% SpO2 88%, GDS 50 mg/dl, terdapat retraksi dinding dada,
tanggal 21 oktober 2020 respirasi menggunakan NCPAP PEEP 8 FiO2 25%,
tidak ada retraksi dinding dada, RR 50 – 56 x/mnt, muntah 2x kuning, tanggal
22 oktober 2020 KU lemah, respirasi dengan NCPAP peep 8 FiO2 25% SpO2
85%, OGT hijau jam 16.00 6 cc, jam 18.00 2 cc, OGT dialirkan, tanggal 23
oktober 2020 KU lemah, respirasi NCPAP peep 7 FiO2 21%, OGT dialirkan,
residu 5 cc hijau, muntah 5 cc, tanggal 24 oktober 2020, respirasi dengan
NCPAP peep 7 FiO2 21%, ASI 5x1 cc, 25 oktober 2020 respirasi tanda
NCPAP, ASI dengan syringpump 1 cc/jam, SpO2 > 90%, tanggal 26 oktober
2020 ASI 1 cc/jam, AA 10% 2,5 cc, respirasi spontan, reflek hisap lemah, BB
1970 gr, bagian kepala leher dan abdomen tampak kuning.

C. RIWAYAT KELAHIRAN
1. Ante natal
Penyulit kehamilan : Tidak ada
Penyakit yang menyertai kehamilan : Tidak ada

2. Intra natal
Umur kehamilan 34 minggu 4 hari: Kurang bulan

Jenis Persalinanan : SC

Penyulit Persalinan : Tidak ada

Komplikasi Persalinan : KPD, lama KPD 11 jam

3. Post Natal
BBL : 2110 gr PB : 44 cm LK : 32 cm

LD : 29 cm LLA : 9 cm

Trauma lahir : Tidak ada

Apgar score: menit I: 7 menit V: 8 menit VII: 8

Pernafasan : Spontan

D. KONDISI SAAT INI


1. Nutrisi
ASI menggunakan syringpump 1 cc/jam

2. Cairan
Input cairan: Mendapat cairan infus TPN (KIB + KCL 5 cc + Dex 40% 50 cc)
dengan infus pump 7 cc/jam, mendpat injeksi AA 10% 2,5cc dengan syring
pump, ASI 1cc/jam

Output cairan: Urine (10 + 10 + 20) = 40 cc

IWL = 40 x 2110 : 24 = 3,52 cc/jam


Balance cairan = ((7x7) + (2,5x7) + (1x7)) – 40 – (3,52x7) = 73,5 – 64,64 =
8,86

3. Aktifitas
Aktif gerak saat menangis, bayi dirawat dalam incubator dengan suhu 300C.

4. Kebersihan Diri
Kebutuhan ADL bayi dibantu dalam incubator oleh perawat.

5. Intelektual
Ny D mengatakan anaknya masuk ke ruang NICU karena susah bernafas

E. PEMERIKSAAN FISIK
1. Antropometri
 Berat Badan (BB) : 1970 gram
 Tinggi Badan (TB) : 44 cm
 Lingkar Kepala (LK) : 32 cm
 Lingkar Dada (LD) : 29 cm
 Lingkar Lengan Atas (LLA) : 9 cm
 Tebal Lipatan Kulit (TLK) : 1,5 cm
2. Tanda-tanda vital
 Heart Rate (HR) 109 x/menit
 Respirasi Rate (RR) 47 x/menit
 Suhu 36,8o C
3. Kepala
 Bentuk : Normal
 Sutura : Tepat
 Fontanela ant : Menonjol
 Kelainan bawaan : Tidak ada
4. Mata:
 Konjungtiva : Anemis
 Bentuk : Simetris
 Sklera : Ikterik
 Pupil : Isokor
 Strabismus : Tidak ada
5. Telinga : Normal, tidak ada sekret
6. Hidung : Normal, tidak ada sekret
7. Mulut : Kering
 Bentuk mulut : Normal
 Reflek hisap : lemah
 Reflek menelan : lemah
8. Leher
 Gerakan : Bebas
 Trauma : Tidak ada
 Pembengakaan : Tidak ada
9. Dada : Simetris
10. Perut
 Bentuk : Normal
 Tali pusat : Layu
11. Anus : Paten
12. Ekstremitas
Atas : Sama panjang, bentuk normal, ROM bebas
Bawah : Sama panjang, bentuk normal, ROM bebas

13. Sistem pernafasan


Usaha nafas : Tidak dengan bantuan

Frekuensi nafas : 47x/menit, reguler

Tipe nafas : Dada


Inspeksi : tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan

Palpasi : Simetris

Perkusi : Sonor

Auskultasi : Vesikuler semua lapang paru

Lendir : Tidak banyak

14. Sistem Kardiovaskuler


Bunyi jantung : Normal

Nadi : Frekuensi 109x/menit, reguler, keras

Suhu : Inkubator 300C

Akral : Hangat

Capilary refill : < 3 detik

15. Sistem Neurologis


Kesadaran : S2 (mata tertutup, tidak menangis, bergerak

Reflek-reflek : Moro (+), menggenggam (+), rooting (+)

Kejang : Tidak

Pergerakan pada tangan dan kaki R/L : kuat

16. Sistem Gastrointestinal


Buang air besar:

 Frekuensi : 1x/hari
 Konsistensi : cair
 Warna : hitam
 Mekonium : < 24 jam
Inspeksi : Datat
Palpasi

 Hepar : Tidak teraba


 Lien : Tidak teraba
Perkusi : Tympani

Auskultasi Bising/peristaltik : Ada

Muntah : Tidak

17. Sistem Perkemihan


Buang air kecil : frekuensi 5x/hari (±50 cc/24 jam), lancar,
menggunakan pampers, warna urine jernih

18. Sistem Integumen


Warna : kuning pada bagian kepala, leher dan abdomen

Turgor : Elastis

Lesi/luka : Tidak ada

19. Nutrisi
Status gizi : sedang

BBL 2110 gram; BB sekarang 1970 gram penurunan BB 140 gr (6,6%)

Intake enteral 24 ml/24 jam menggunakan OGT, tidak ada residu, ASI
menggunakan syring pump 1 cc/jam

 Reflek menghisap : lemah


 Reflek menelan : lemah
Intake parenteral 228 ml/24 jam

 cairan infus TPN (KIB + KCL 5 cc + Dex 40% 50 cc) dengan infus pump
7 cc/jam, mendpat injeksi AA 10% 2,5cc dengan syring pump
20. Psikososial
 Status anak : Diharapkan
 Respon orang tua : Cemas
 Hubungan orang tua dengan bayi : Baik
 Orang terdekat yang mudah dihubungi : Orangtua
Nomer telepon/HP 081548689xxx

21. Orientasi
 Orang tua banyak bertanya tentang : perkembangan anaknya
 Orang tua mengerti penyakit anak : Ya
 Konsultasi dokter : Sudah
 Jam berkunjung : Sudah
 Jam meneteki : Sudah
22. PROGRAM TERAPI DOKTER
Tulis nama obat dengan memperhatikan prinsip-prinsip pemberian obat,
setelah obat ditulis kemudian dilakukan analisis

a. Cefotaxime 2 x 100 mg
b. Gentamyan 1 x 10 mg

No Nama Obat Indikasi Kontra Indikasi Efek Samping Implikasi


Keperawatan
1. Cefotaxime Infeksi Kelainan darah, Diare, Pusing Monitor tanda-
2 x 100 mg bakteri gangguan tanda infeksi,
Nyeri atau
sumsum tulang, cek leukosit
pembengkakan
gangguan irama
di bagian yang
jantung,
disuntik
gangguan
pencernaan Ruam kulit

(khususnya Demam
kolitis), serta
gangguan ginjal.
2. Gentamyan Infeksi Hipersensitivitas, Demam, diare, Monitor tanda-
bakteri lelah, mulut tanda infeksi,
1 x 10 mg
kering, mual cek leukosit
dan muntah,
nyeri sendi,
tidak nafsu
makan, sulit
bernapas, sulit
menelan,
kejang,
pingsan,
gangguan
ginjal,
gangguan
penglihatan,
gangguan
pendengaran
Mudah
berdarah atau
memar

23. DATA PENUNJANG: Radiologi, Laboratorium, EEG, USG CT Scan dll


a. Laboratorium (20 Oktober 2020)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hemoglobin 24,2 g/dl 16,5 – 21,5
Lekosit 17,97 Ribu/mmk 9,0 – 37,0
Eosinofil 0,4 % 1–5
Basofil 1,3 % 0–1
Segmen 69,3 % 40 – 80
Neutrofil
Limfosit 21,2 % 18 – 38
Monosit 7,8 % 1 – 11
3
Limfosit total 3,8 10 /Ml 2,8 – 9,3
Rasio neutrofil 3,29 < 3,13
limfosit
Hematokrit 68,1 % 48,0 – 68,0
Eritrosit 6,40 Juta/mmk 4,80 – 6,90
RDW 18,3 % 11,5 – 14,5
MCV 106,4 Fl 95,0 – 125,0
MCH 37,8 Pg 30,0 – 42,0
MCHC 35,5 g/dl 30,0 – 34,0
Trombosit 208 Ribu/mmk 150 – 450
MPV 10,0 Fl 7,2 – 11,1
PDW 12,7 fl 9,0 – 13,0
Gol Darah O

21 Oktober 2020
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan
Eosinofil 0,1 % 1–5
Basofil 0,3 % 0–1
Segmen neutrofil 70,0 % 40 – 80
Limfosit 15,7 % 18 – 38
Monosit 13,9 % 1 – 11
Limfosit total 2,6 103/Ml 2,8 – 9,3
Ratio neutrofil 4,46 < 3,13
limfosit
IT Ratio 0,05 < 0,2

24 Oktober 2020
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Bilirubin total 11,08 Mg/dl < 12,00
Bilirubin direct 0,46 Mg/dl
Bilirubin indirect 10,62 Mg/dl

b. Rontgen thorax (20 Oktober 2020)


Thorax

Tampak pengembangan pulmo bilateral kurang, bellshape (+)

Tampak lesi retikulogranuler samar di kedua lapang pulmo

Tak tampak pelebaran ruang pleura bilateral

Tampak hemidiafragma bilateral licin dan tak mendatar


Cor konfigurasi cor normal dengan batas cor tegas

Abdomen

Tak tampak distensi cavum abdomen

Tampak pre-peritoneal fatline bilateral tegas

Tampak udara gaster prominen dan distribusi udara usus merata

Tampak konfigurasi hepar normal

Tak tampak penebalan dinding usus maupun pneumatosis intestinalis

Tampak sistema tulang yang tervisualisasi intak

Kesan

Mengarah gambaran HMD grade I-II

Konfigurasi cor normal

Abdomen dalam batas normal

24. RENCANA PULANG (sesuaikan dengan kasus)


a. Edukasi pentingnya pemberian ASI
b. Edukasi cara menentukan kebutuhan nutrisi klien
c. Edukasi cara menghitung BB normal
d. Di tempat tinggalnya, pasien tinggal dengan: orangtua
e. Pelayanan kesehatan yang di gunakan sebelumnya: rumah sakit
f. Kendaraan yang digunakan saat pulang: mobil
g. Antisipasi terhadap keuangan setelah pulang: penghasilan Bp I suami Ny
A
F. ANALISIS DATA (Belum diurutkan prioritas)

NO. DATA MASALAH PENYEBAB


1. Ds: - Defisit Nutrisi Ketidakmampuan
mencerna makanan

Do:
Antropometri: BBL
2110 gram BB
sekarang 1970 gram
penurunan BB 140 gr
(6,6%)`
Biokimia: Hb 24,2
g/dl, HCT 68,1%
Clinis: hasil
pemeriksaan reflek
menelan dan
menghisap lemah
Diet: Asupan ASI
menggunakan
syringpump 1cc/jam
Bayi prematur 34
minggu 4 hari
2. Ds: - Risiko Aspirasi Terpasang selang OGT

Do:
Terpasang OGT
Terpasang syringpump
ASI 1 cc/jam
Mengarah gambaran
HMD grade I-II
3. Ds: - Resiko infeksi Malnurisi

Do:
Limfosit 15,7%
BB turun 140 gr
(6,6%)`
Hasil rontgen thorax
Mengarah gambaran
HMD grade I-II
4 Ds: - Ikterik Usia kuran dari 7 hari

Do:
Hasil pemeriksaan
integumen bagian
kepala, leher dan
abdomen tampak
kuning
Bilirubin total 11,08
mg/dl

DIAGNOSIS KEPERAWATAN
(Sudah diprioritaskan)

Tanggal : 28 Oktober 2020 jam 12.40

1. Defisit Nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan


ditandai dengan
Ds: -

Do:

Antropometri : BBL 2110 gr, BB sekarang 1970 gr penurunan BB 140 gr


(6,6%)`

Biokimia : Hb 24,2 g/dl, HCT 68,1%

Clinis : hasil pemeriksaan reflek menelan dan menghisap lemah

Diet : Asupan ASI menggunakan syringpump 1cc/jam

Bayi prematur 34 minggu 4 hari

2. Ikterik neonatus berhubungan dengan usia bayi kurang 7 hari ditandai dengan
Ds: -

Do:
Hasil pemeriksaan integumen bagian kepala, leher dan abdomen tampak kuning
Bilirubin total 11,08 mg/dl
3. Resiko aspirasi dengan faktor resiko terpasang selang OGT
4. Resiko infeksi dengan faktor resiko malnutrisi
Tanda Tangan

Christin Novita Kupa

PERENCANAAN KEPERAWATAN
Nama Pasien : Bayi Ny D

Ruangan : NICU

Tanggal : 26 Oktober 2020

Nama Mahasiswa : Christin Novita Kupa

Diagnosa Tindakan Keperawatan Rasional


Tujuan & KH Tindakan
26-10-20 12.45 26-10-20 12.50 26-10-20 12.55 26-10-20 13.00
Defisit Nutrisi Setelah dilakukan 1. Pantau BB klien
berhubungan tindakan 1. Mengetahui
dengan keperawatan kondisi klien
ketidakmampuan selama 3x24 jam untuk
mencerna diharapkan menentukan
makanan ditandai masalah teratasi intervensi
dengan dengan KH: 2. Berikan asupan berikutnya
Ds: 1. BB bayi 2500 oral secara 2. Memenuhi
gr bertahap kebutuhan
Do: 2. Reflek hisap 3. Latih reflek nutrisi klien
Antropometri : dan menelan menghisap dan 3. melatih reflek
BBL 2110 gr, BB kuat menelan klien menghisap dan
sekarang 1970 gr 3. Minum ASI menelan
penurunan BB spontan sehingga ketika
140 gr (6,6%)` OTG di lepas
Biokimia : klien dapat
Hb 24,2 g/dl, Kupa meminum ASI
HCT 68,1% secara spontan
Clinis : karena
hasil pemeriksaan 4. Edukasi kepada refleknya sudah
reflek menelan keluarga terutama dilatih
dan menghisap ibu untuk tetap 4. ASI merupakan
lemah memerah ASI sumber nutrisi
Diet : untuk diberikan utama yang
Asupan ASI pada klien dibutuhkan
menggunakan bayi usia 0
syringpump 5. Kolaborasi bulan
1cc/jam dengan dokter 5. Pemberian ASI
Bayi prematur 34 pemberian ASI sesuai
minggu 4 hari berapa cc/jam kebutuhan
pasien sehingga
tidak berlebih
Kupa dan tidak
Kupa kurang

Kupa

26-10-20 12.45 26-10-20 12.50 26.10.20 12.55 26-10-20 13.00


Ikterik neonatus Setelah dilakukan 1. Monitor kadar 1. Mengetahui
berhubungan tindakan bilirubin dan kondisi klien
dengan usia bayi keperawatan kulit klien untuk
kurang 7 hari selama 3x24 jam menentukan
ditandai dengan diharapkan intervensi
Ds: - masalah teratasi berikutnya
dengan KH: 2. Siapkan lampu 2. Fototherapai
Do: 1. Integumen fototherapi dapat
Hasil tidak kuning lepaskan menimbulkan
pemeriksaan 2. Bilirubin <12 pakaian bayi dekompensasi
integumen bagian mg/dl kecuali popok, bilirubin yang
kepala, leher dan berikan penutup sulit larut
abdomen tampak mata dan dalam air.
kuning Kupa biarkan tubuh
Bilirubin total bayi terpapar
11,08 mg/dl sinar
fototherapi
secara
berkelanjutan 3. Zat zat pada
3. Edukasi pada ASI
Kupa ibu klien untuk memberikan
tetap kekebalan thd
memberikan tubuh bayi
ASI dan
membantu
perubahan
bilirubin
indirect
4. Pemberian
4. Kolaborasi sinar terlalu
dengan dokter lama dapat
frekuensi menyebabkan
pemberian bayi dehidrasi
terapi sinar

Kupa Kupa
26-10-20 12.45 26-10-20 12.50 26-10-20 12.55 26-10-20 13.00
Resiko aspirasi Setelah dilakukan 1. Monitor 1. Mengetahui
dengan faktor tindakan kepatenan apakah selang
resiko terpasang keperawatan selang OGT OGT masih
selang OGT selama 3x24 jam berada di
diharapkan saluran
masalah teratasi pencernaan
Kupa dengan KH: 2. Auskultasi suara 2. Bila selang
1. Jalan nafas nafas OGT masuk ke
paten dalam saluran
2. Tidak ada pernafasan
suara nafas ketika
tambahan diberikan
3. Tidak terjadi cairan maka
aspirasi akan membuat
paru tertumpuk
cairan yang
Kupa memunculkan
suara nafas
3. Lakukan tambahan
pengecekan 3. melihat apakah
adanya residu pasien boleh
diberikan
makanan
selanjutnya
atau malah
harus
dipuasakan
4. Hindari karena
pemberian makanan tidak
makan ketika tercena
residu masih 4. Residu yang
banyak tertampung di
lambung ketika
diberi makan
Kupa maka akan
menambah
volume isi
lambung yang
dapat
menyebabkan
cairan naik ke
saluran atas
yang dapat
membuat
aspirasi

Kupa
26-10-20 12.45 26-10-20 12.50 26-10-20 12.55 26-10-20 13.00
Resiko infeksi Setelah dilakukan 1. Monitor tanda- 1. Mengetahui
dengan faktor tindakan tanda infeksi kondisi klien
resiko malnutrisi keperawatan dan lab untuk
selama 3x24 jam menentukan
diharapkan intervensi
Kupa masalah teratasi berikutnya
dengan KH: 2. Bersihkan 2. Menjaga
1. Tidak terdapat bagian oral kebersihan area
tanda-tanda klien mulut dan
infeksi seperti selang OGT
kemerahan, mencegah
demam, pertumbuhan
pembengkakan bakteri yang
2. Limfosit 18 – dapat
38 % menginfeksi
klien
3. Cuci tangan 3. Menjaga
Kupa sebelum dan kebersihan
sesudah mencegah
melakukan terjadinya
tindakan pada infeksi
klien nosokomial
4. Edukasi 4. Keluarga klien
keluarga untuk tinggal
menjaga dilingkungan
kebersihan luar yang
selama memungkinkan
berkunjung ke ketika menemui
klien klien membawa
bakteri
sehingga
penting
5. Berikan menjaga
Cefotaxime 2 x kebersihan
100 mg dan 5. Menghambat
Gentamyan 1 x pembentukan
10 mg sesuai dinding sel
anjuran dokter bakteri seingga
bakteri cepat
lisis
Kupa

Kupa
CATATAN PERKEMBANGAN

Nama Pasien : By Ny D

Ruangan : NICU

Diagnosis Medis : HMD

No Diagnosis Waktu SOAPIE TTD


Defisit Nutrisi 14.00
1. I:
berhubungan
dengan 1. Memantau BB klien Kupa
ketidakmampuan Do: 1970 gr
mencerna 14.05 2. Memberikan asupan oral secara
makanan bertahap Kupa
ditandai dengan Do: ASI menggunakan syring
Ds: pump 1cc/jam
14.10 3. Mengedukasi kepada keluarga Kupa
Do: terutama ibu untuk tetap
Antropometri : memerah ASI untuk diberikan
BBL 2110 gr, pada klien
BB sekarang Ds: Ny D mengatakan tiap hari
1970 gr ASInya rutin diambil
penurunan BB 4. Kolaborasi dengan dokter
140 gr (6,6%)` 14.15 pemberian ASI berapa cc/jam Kupa
Biokimia : Do: Program dokter 1cc/jam
Hb 24,2 g/dl,
15.00 E:
HCT 68,1%
Clinis : S: - Kupa
hasil
pemeriksaan O: ASI masuk 3 cc (selama 3
reflek menelan jam), reflek hisap dan menelan
dan menghisap masih lemah
lemah A: masalah blum teratasi
Diet :
Asupan ASI P: lanjutkan intervensi
menggunakan
syringpump
1cc/jam
Bayi prematur
34 minggu 4 hari
No Diagnosis Waktu SOAPIE TTD

Ikterik neonatus 14.20


2. I:
berhubungan
dengan usia bayi 1. Memonitor kulit klien Kupa
kurang 7 hari Do: integumen kepala, leher,
ditandai dengan dan abdomen tampak kuning
Ds: - 14.23 2. Mengedukasi pada ibu klien
untuk tetap memberikan ASI
Do: Ds: ibu klien mengatakan Kupa
Hasil tetap
pemeriksaan Memeras ASI
integumen 15.00 E:
bagian kepala, S: -
Kupa
leher dan O: integumen kepala, leher, dan
abdomen abdomen tampak kuning
tampak kuning A: masalah belum teratasi
Bilirubin total P: lanjutkan intervensi
11,08 mg/dl

Resiko aspirasi
3. I:
dengan faktor
resiko terpasang 14.25 1. Memonitor kepatenan selang Kupa
selang OGT OGT
Do: selang OGT paten
14.27 2. Mengauskultasi suara nafas Kupa
Do: tidak ada suara nafas
tambahan, suara vesikuler di
semua lapang paru
3. Melakukan pengecekan
14.30 adanya residu Kupa
Do: tidak ada residu
E:
15.00 S: - Kupa
O: tidak terdapat residu dan tidak
terjadi aspirasi
Terpasang OGT
A: masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi
No Diagnosis Waktu SOAPIE TTD
Resiko infeksi
4. I:
dengan faktor
resiko malnutrisi 14.35 1. Memonitor tanda-tanda infeksi Kupa
Do: tidak ada kemerahan,
pembengkakan, S 37,10C
14.40 2. Membersihkan bagian oral Kupa
klien
Do: oral klien bersih, mukosa
14.45 mulut lembab Kupa
3. Mencuci tangan sebelum dan
sesudah melakukan tindakan
pada klien
Do: tangan bersih sebelum
14.50 menyentuh klien Kupa
4. Mengedukasi keluarga untuk
menjaga kebersihan selama
berkunjung ke klien
Ds: keluarga mengatakan akan
menerapkan protokol yang
14.55 berlaku
5. Memberikan Cefotaxime 100
mg
Do: injeksi melalui iv
Kupa
E:
15.00 S: -
O:tidak ada kemerahan,
pembengkakan, S 37,10C Kupa
A: masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi

Defisit Nutrisi
5. 12.30 S: -
berhubungan
dengan 12.35 O: ASI menggunakan syring pump Kupa
ketidakmampuan
mencerna 12.40 A: masalah blum teratasi
makanan 12.45 P: lanjutkan intervensi Kupa
ditandai dengan
Ds: I:
12.50 1. Memantau BB klien Kupa
Do: Do: 1970 gr
No Diagnosis Waktu SOAPIE TTD
Antropometri : 2. Memberikan asupan oral
BBL 2110 gr, secara bertahap
BB sekarang 12.55 Do: ASI menggunakan syring Kupa
1970 gr pump 2cc/jam
penurunan BB 3. Mengedukasi kepada keluarga
140 gr (6,6%)` terutama ibu untuk tetap
Biokimia : memerah ASI untuk diberikan
Hb 24,2 g/dl, 13.00 pada klien
HCT 68,1% Ds: Ny D mengatakan tiap Kupa
Clinis : hari ASInya rutin diambil
hasil 4. mengkolaborasikan dengan
pemeriksaan dokter pemberian ASI berapa
reflek menelan cc/jam
dan menghisap 13.10 Do: Program dokter 2cc/jam Kupa
lemah E:
Diet : S: -
Asupan ASI O: Tidak ada peningkatan BB,
menggunakan ASI masuk 6cc selama 3 jam
syringpump 15.00 menggunakan syring pump,
1cc/jam reflek menghisap dan menelan Kupa
kuat
Bayi prematur
34 minggu 4 hari A: masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi

Ikterik neonatus 13.15 S: -


6.
berhubungan O: integumen kepala, leher, dan
dengan usia bayi 13.17 abdomen tampak kuning Kupa
kurang 7 hari A: masalah belum teratasi
ditandai dengan 13.18 P: lanjutkan intervensi
Ds: - I: Kupa
1. Memonitor kulit klien
Do: 13.20 Do: integumen kepala, leher,
Hasil dan abdomen tampak kuning Kupa
pemeriksaan 2. Mengedukasi pada ibu klien
integumen 13.23 untuk tetap memberikan ASI
bagian kepala, Ds: ibu klien mengatakan
Kupa
leher dan tetap memeras ASI
abdomen E:
tampak kuning S: -
No Diagnosis Waktu SOAPIE TTD
Bilirubin total 15.00 O: integumen kepala, leher, dan
11,08 mg/dl abdomen tampak kuning
A: masalah belum teratasi Kupa
P: lanjutkan intervensi

S: -
7. Resiko aspirasi 13.25 Kupa
O: Terpasang OGT
dengan faktor
A: masalah belum teratasi
resiko terpasang 13.27
P: lanjutkan intervensi
selang OGT 13.30 Kupa
I:
1. Memonitor kepatenan selang
OGT
13.35 Do: selang OGT paten Kupa
2. Mengauskultasi suara nafas
Do: tidak ada suara nafas
13.40 tambahan, suara vesikuler di Kupa
semua lapang paru
3. Melakukan pengecekan adanya
13.45 residu Kupa
Do: tidak ada residu
E:
15.00 S: - Kupa
O: tidak terdapat residu dan tidak
terjadi aspirasi
Terpasang OGT
A: masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi

S: -
8. Resiko infeksi 14.00 Kupa
O: terpasang OGT
dengan faktor
A: masalah belum teratasi
resiko malnutrisi 14.05
P: lanjutkan intervensi
14.10 I: Kupa
1. Memonitor tanda-tanda infeksi
Do: tidak ada kemerahan,
14.20 pembengkakan, S 37,10C Kupa
2. Membersihkan bagian oral
klien
No Diagnosis Waktu SOAPIE TTD
Do: oral klien bersih, mukosa
14.25 Kupa
mulut lembab
14.30 3. Mencuci tangan sebelum dan
sesudah melakukan tindakan
pada klien Kupa
Do: tangan bersih sebelum
menyentuh klien
4. Mengedukasi keluarga untuk
14.35 menjaga kebersihan selama Kupa
berkunjung ke klien
Ds: keluarga mengatakan akan
menerapkan protokol yang
berlaku
5. Memberikan Cefotaxime 100
mg
14.40 Do: injeksi melalui iv Kupa
E:
S: -
15.00 O:tidak ada kemerahan, Kupa
pembengkakan, S 37,10C
A: masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi
Defisit Nutrisi
9. 12.30 S: -
berhubungan
dengan 12.35 O: ASI menggunakan oral, Kupa
ketidakmampuan syringpump sudah dilepas
mencerna
makanan A: masalah blum teratasi
12.40 Kupa
ditandai dengan P: lanjutkan intervensi
Ds: 12.45
I:
Kupa
Do: 1. Memantau BB klien
Antropometri : 12.50 Do: 1970 gr
BBL 2110 gr, 2. Memberikan asupan oral Kupa
BB sekarang secara bertahap
1970 gr 12.55 Do: ASI diberikan
penurunan BB menggunakan spuit diberikan
140 gr (6,6%)` langsung ke oral 4-5cc/jam
Biokimia : 13.00 3. mengkolaborasikan dengan Kupa
Hb 24,2 g/dl, dokter pemberian ASI berapa
No Diagnosis Waktu SOAPIE TTD
HCT 68,1% cc/jam
Clinis : Do: Program dokter 4-5cc/jam
hasil E: Kupa
pemeriksaan S: -
reflek menelan 15.00 O: Tidak ada peningkatan BB,
dan menghisap ASI masuk 15cc selama 3 jam
lemah menggunakan spuit diberikan
Diet : ke oral, reflek menghisap dan Kupa
Asupan ASI menelan kuat
menggunakan A: masalah teratasi
syringpump
1cc/jam P: hentikan intervensi
Bayi prematur
34 minggu 4 hari
Ikterik neonatus 13.15 S: -
10.
berhubungan O: integumen kepala, leher, dan
dengan usia bayi 13.17 abdomen tampak kuning Kupa
kurang 7 hari A: masalah belum teratasi
ditandai dengan 13.18 P: lanjutkan intervensi
Ds: - I: Kupa
1. Memonitor kulit klien
Do: 13.20 Do: integumen kepala, leher,
Hasil dan abdomen tampak kuning Kupa
pemeriksaan 2. Memberikan terai sinar
integumen 12.10 Do:fototerapi dilakukan
bagian kepala, selama 12 jam dimulai dari
Kupa
leher dan pukul 12.10 posisi bayi
abdomen terlentang, mata tertutup
tampak kuning E:
Bilirubin total 15.00 S: -
11,08 mg/dl O: integumen kepala, leher, dan Kupa
abdomen tampak kuning
A: masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi

S: -
11. Resiko aspirasi 13.25
O: OGT sudah dilepas
dengan faktor
A: masalah belum teratasi
resiko terpasang 13.27 Kupa
P: lanjutkan intervensi
No Diagnosis Waktu SOAPIE TTD
I:
selang OGT 13.30
1. Mengauskultasi suara nafas
13.35 Do: tidak ada suara nafas Kupa
tambahan, suara vesikuler di
semua lapang paru
Kupa
E:
S: -
15.00 O: tidak terjadi aspirasi dan OGT
sudah dilepas
A: masalah teratasi Kupa
P: hentikan intervensi

S: -
12. Resiko infeksi 14.00 Kupa
O: bayi prematur
dengan faktor
A: masalah belum teratasi
resiko malnutrisi 14.05
P: lanjutkan intervensi
14.10 I: Kupa
1. Memonitor tanda-tanda infeksi
Do: tidak ada kemerahan,
14.20 pembengkakan, S 37,30C Kupa
2. Membersihkan bagian oral klien
Do: oral klien bersih, mukosa
14.25 mulut lembab Kupa
3. Mencuci tangan sebelum dan
14.30
sesudah melakukan tindakan
pada klien Kupa
Do: tangan bersih sebelum
menyentuh klien
4. Memberikan Cefotaxime 100 mg
Do: injeksi melalui iv
14.35 E: Kupa
S: -
O:tidak ada kemerahan,
15.00 pembengkakan, S 37,10C
A: masalah teratasi
Kupa
P: hentikan intervensi

Anda mungkin juga menyukai