Anda di halaman 1dari 93

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA BAYI Ny. W DENGAN DIAGNOSA MEDIS


NEONATAL RESPIRATORY DISTRESS
SYNDRME (NRDS) PADA STASE
KEPERAWATAN NEONATAL

Oleh :

Di susun oleh:

Nama : Yuni Elia Kartika


Nim : 2018.C.10a.0993

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2021/ 2022
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan Ini Disusun Oleh:


Nama : Yuni elia Kartika
NIM : 2018.C.10a.0993
Program Studi : S1 Keperawatan
Judul : Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Bayi
Ny. W Dengan Diagnosa Medis Neonatal respiratory distress
syndrome (NRDS) Pada Keperawatan Neonatal

Telah melaksanakan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk


menempuh Praktik Praklinik Keperawatan III (PPK III) Pada Program Studi S-1
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh :

Mengetahui
Ketua Program Studi S1
Keperawatan Pembimbing Akademik

Meilitha Carolina, Ners, M.Kep Nia Pristina, S.Kep., Ners

i
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada An. R Dengan Diagnosa
Medis Neonatal respiratory distress syndrome (NRDS) Pada Keperawatan
Neonatal”. Laporan pendahuluan ini disusun guna melengkapi tugas (PPK 3).
Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKES Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners
STIKES Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Nia Pristina, S.Kep., Ners selaku pembimbing akademik yang telah
banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian
asuhan keperawatan ini
4. Ika Paskaria, S.Kep., Ners selaku koordinator Praktik Pra Klinik 3 Program
Studi Sarjana Keperawatan.
5. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan
ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Palangka Raya, 02 Juni 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................i
KATA PENGANTAR....................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN...............................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................2
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan..........................................................................3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................4
2.1 Konsep Dasar Penyakit.....................................................................4
2.1.1 Definisi...........................................................................................4
2.1.2 Anatomi Fisiologi...........................................................................4
2.1.3 Etiologi...........................................................................................7
2.1.4 Klasifikasi.......................................................................................7
2.1.5 Patofisiologi...................................................................................8
2.1.6 Manifestasi Klinis (Tanda dan Gejala)...........................................11
2.1.7 Komplikasi.....................................................................................11
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang..................................................................12
2.1.9 Penatalaksanaan Medis..................................................................13
2.2. Manjemen Bayi Baru Lahir...............................................................13
2.3. Manajemen Asuhan Keperawatan....................................................13
2.3.1 Pengkajian......................................................................................13
2.3.2 Diagnosa.........................................................................................15
2.3.3 Intervensi........................................................................................16
2.3.4 Implementasi..................................................................................24
2.3.5 Evaluasi..........................................................................................24
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN............................................................25
3.1 Pengkajian.........................................................................................25
3.2 Diagnosa............................................................................................34
3.3 Intervensi...........................................................................................37
3.4 Implementasi.....................................................................................44
3.5 Evaluasi.............................................................................................44
BAB 4 PENUTUP...........................................................................................56
4.1 Kesimpulan........................................................................................56
4.2 Saran..................................................................................................57
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
SAP
LEAFLET
JURNAL

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Respiratory distress syndrome (RDS) merupakan sindrom gawat nafas yang
disebabkan oleh kurangnya surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan masa
kehamilan yang kurang. RDS terjadi karena adanya atelektasis alveoli, edema,
kerusakan sel sehingga dapat menyebabkan terjadinya bocornya serum protein ke
dalam alveoli yang menghambat fungsi surfaktan. Surfaktan merupakan suatu zat
yang dapat menurunkan tegangan dinding alveoli paru. Pertumbuhan surfaktan
paru mencapai maksimum pada usia kehamilan ke 35 minggu (fida & maya,
2012).
Tanda dan gejala dari sindrom gawat nafas atau RDS adalah pernafasan
cepat, sianosis perioral, merintih waktu ekspirasi, retraksi substernal dan
interkostal. Masalah pernafasan pada bayi sering dihubungkan dengan kondisi
Respiratory Distresss Syndrome (RDS) merupakan penyebab terbanyak dari
angka kesakitan dan kematian pada bayi (pantiawati, 2010).
Kejadian bayi dengan RDS terjadi sekitar 5-10% dan didapatkan pada bayi
kurang bulan. Hal ini terjadi 50% pada bayi dengan berat 500-1500 gram, Tahun
1990 sampai dengan tahun 2013, 86 juta bayi baru lahir yang lahir di seluruh
dunia meninggal 28 hari pertama kehidupan (WHO, 2015). Hasil study survey di
USA kematian bayi terus mengalami peningkatan, pada tahun 2005 terdapat
6,86% kematian tiap 1000 kelahiran dengan penyebab utama prematuritas dengan
gawat nafas atau Respiratory Distress (Thomas, 2010). Data United Nation tahun
2010 bahwa 41% kematian bayi terjadi pada usia neonatal dengan usia 0-28 hari.
Angka Kematian Neonatus (AKN) pada tahun 2012 sebesar 19 per 1000 kelahiran
untuk respiratory distress syndrome (24,03%) (SDKI, 2012),
Peran perawat dalam keadaan gawat seperti ini dituntut untuk mempunyai
pengetahuan dan keterampilan yang adekuat terkait dengan proses perawatan luka
yang dimulai dari pengkajian yang komprehensif, perencanaan intervensi yang

1
2

tepat, implementasi tindakan, evaluasi hasil yang ditemukan selama perawatan


serta dokumentasi hasil yang sistematis (FKUI, 2011).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka dapat
dirumuskan masalah dalam studi kasus ini adalah :
1.2.1 Bagaimana cara memberikan asuhan keperawatan pada klien, khususnya
pada An. R dengan diagnose medis Neonatal respiratory distress syndrome
(NRDS) di Rumah Sakit.
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan penulisan ini adalah untuk mendapatkan gambaran dan pengalaman
langsung tentang bagaimana menerapkan Asuhan Keperawatan pada pasien
dengan diagnosa medis Neonatal respiratory distress syndrome (NRDS) di
Rumah Sakit.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mahasiswa dapat melakukan pengkajian pada pasien dengan diagnosa
medis Neonatal respiratory distress syndrome (NRDS).
1.3.2.2 Mahasiswa dapat menganalisa kasus dan merumuskan masalah
keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis Neonatal respiratory
distress syndrome (NRDS).
1.3.2.3 Mahasiswa dapat menyusun asuhan keperawatan yang mencakup
intervensi pada pasien dengan diagnosa medis Neonatal respiratory
distress syndrome (NRDS)
1.3.2.4 Mahasiswa dapat melakukan implementasi atau pelaksanaan tindakan
keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis Neonatal respiratory
distress syndrome (NRDS)
1.3.2.5 Mahasiswa dapat mengevaluasi hasil dari asuhan keperawatan yang
diberikan kepada pasien dengan diagnosa medis Neonatal respiratory
distress syndrome (NRDS)
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Mahasiswa

1
3

Untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis tentang penyakit


Neonatal respiratory distress syndrome (NRDS) dan juga mengembangkan
kemampuan penulis dalam mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang diperoleh
selama menempuh pendidikan di Program Studi S1 Keperawatan Stikes Eka
Harap Palangka Raya.
1.4.2 Bagi Institusi
Sebagai bahan atau sumber data bagi peneliti berikutnya dan bahan
pertimbangan bagi yang berkepentingan untuk melanjutkan penelitian sejenis dan
untuk publikasi ilmiah baik jurnal nasional maupun jurnal intenasional.
1.4.4 Bagi IPTEK
Sebagai sumber ilmu pengetahuan teknologi, apa saja alat-alat yang dapat
membantu serta menunjang pelayanan perawatan yang berguna bagi status
kesembuhan klien.

1
5

BAB 2
TINJUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit


2.1.1 Definisi
Sindroma gagal nafas (respiratory distress sindrom, RDS) adalah istilah
yang digunakan untuk disfungsi pernafasan pada neonatus. Gangguan ini
merupakan penyakit yang berhubungan dengan keterlambatan perkembangan
maturitas paru atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. (Marmi &
Rahardjo,2012).
Syndrome distress pernapasan adalah perkembangan yang imatur pada
sistem pernapasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS
dikatakan sebagai hyaline membrane disease (HMD) (Suriadierita Yulianni,2006).
Sindrom gawat napas RDS (Respiratory Distress Syndrom) adalah istilah
yang digunakan untuk disfungsi pernapasan pada neonatus. Gangguan ini
merupakan penyakit yang berhubungan dengan keterlambatan perkembangan
maturitas paru. (Surasmi, dkk, 2013).
Jadi dapat disimpulkan bahwa Respiratory Distress Syndrom atau sindrom
gawat nafas adalah ganggu an pada sistem pernafasan yang disebabkan
keterlambatan perkembangan maturitas paru atau tidak adekuatnya jumlah
surfaktan dalam paru.

(Gambar 2, respiratory distress sindrom, RDS)


6

2.1.2 Anatomi Fisiologi Pernafasan


Sistem pernapasan termasuk hidung , rongga hidung dan sinus , faring ,
laring (kotak suara),trakea (tenggorokan ) , dan saluran-saluran yang lebih kecil
yang mengarah ke pertukaran gas di permukaan paru-paru . Saluran pernapasan
terdiri dari saluran udara yang membawa udara dari dan ke permukaan tersebut .
Saluran pernapasan dapat dibagi menjadi bagian konduksi dan bagian
pernapasan . Bagian konduksi terdapat dari jalan masuk udara dihidung ke rongga
hidung ke bronkiolus terkecil dari paru-paru . Bagian pernapasan termasuk
saluran bronkiolus pernapasan dan kantung udara halus , atau alveoli ( al - VE ) ,
di mana terjadi pertukaran gas . Sistem pernapasan termasuk saluran pernapasan
dan jaringan terkait , organ , dan struktur pendukung . Saluran-saluran kecil ini
menyesuaikan kondisi udara dengan menyaring , pemanasan , dan melembabkan
itu , sehingga melindungi bagian konduksi yang peka dan melindungi pertukaran
sistem pernapasan bawah dari partikel-partikel , patogen , dan lingkungan ekstrem
.( Martini et al 2012)

(Gambar 2, Anatomi pernafasan)


Anatomi Sistem Pernapasan (Gerard & Bryan,2009) Saluran pernafasan dari atas
kebawah dapat dirinci sebagai berikut, rongga hidung, faring, laring, trakea,
percabangan bronkus, paru- paru (bronkiolus,alveolus). Rongga hidung dilapisi
selaput lender yang sangat kaya akan pembuluh darah, dan bersambung dengan
lapisan faring dan selaput lender. Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari
dasar tengkorak sampai persambungannya dengan oesofagus pada ketinggian
7

tulang rawan krikoid. Faring terbagi menjadi 3 bagian yaitu nasofaring, orofaring
dan laringofaring kemudian Laring, laring berperan untuk pembentukan suara dan
untuk melindungi jalan nafas terhadap masuknya makanan dan cairan. Trakea,
merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16 sampai 20 cincin kartilago
yang terdiri dari tulangtulang rawan yang terbentuk seperti C. Bronkus merupakan
percabangan trachea. Setiap bronkus primer bercabang 9 sampai 12 kali untuk
membentuk bronki sekunder dan tersier dengan diameter yang semakin kecil.
Struktur mendasar dari paru-paru adalah percabangan bronchial yang selanjutnya
secara berurutan adalah bronki,bronkiolus,bronkiolus terminalis, bronkiolus
respiratorik, duktus alveolar, Nose Nasal Cavity Oral Cavity Larynx Trakhea
Pharynx Right Primary Bronchus Lungs 8 dan alveoli. Dibagian bronkus masih
disebut pernafasan extrapulmonar dan sampai memasuki paru-paru disebut
intrapulmonary. Terakhir adalah Paru-paru yang berada dalam rongga torak,yang
terkandung dalam susunan tulang-tulang iga dan letaknya disisi kiri dan kanan
mediastinum yaitu struktur blok padat yang berada dibelakang tulang dada. Paru-
paru berbentuk seperti spins dan berisi udara dengan pembagian udara Antara
Paru kanan, yang memiliki tiga lobus Dan paru kiri dua lobus (Setiadi, 2007).
2.1.3 Etiologi
Menurut (Marmi & Rahardjo, 2012) penyebab RDS (Respiratory Distress
Syndrome) pada neonatus yaitu terdiri dari:
2.1.2.1 Faktor ibu
Faktor ibu meliputi hipoksia pada ibu, usia ibu kurang dari 20 tahun atau
lebih dari 35 tahun, gravida empat atau lebih, sosial ekonomi rendah,
maupun penyakit pembuluh darah ibu yang mengganggu pertukaran gas
janin seperti hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus, dan lain-lain.
2.1.2.2 Faktor plasenta
Faktor plasenta meliputi solusio plasenta, perdarahan plasenta, plasenta
kecil, plasenta tipis, plasenta tidak menempel pada tempatnya.
2.1.2.3 Faktor janin
Faktor janin atau neonatus meliputi tali pusat menumbung, tali pusat
melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir,gemeli,
prematur, kelainan kongenital pada neonatus dan lain-lain.
8

2.1.2.4 Faktor persalinan


Faktor persalinan meliputi partus lama, partus dengan tindakan dan lain-
lain.
Sindroma gagal nafas adalah perkembangan imatur pada sistem pernafasan
atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan pada paru-paru-paru. Sementara afiksia
neonatorum merupakan gangguan pernafasan akibat ketidak mampuan bayi
beradaptasi terhadap asfiksia. Biasanya masalah ini disebabkan karena adanya
masalah-masalah kehamilan dan pada saat persalinan.

Menurut Suriadidan Yulianni(2010)etiologi dariRDSyaitu:


2.1.2.1 Ketidakmampuan paru untukmengembangdan alveoli terbuka.
2.1.2.2 Alveoli masih kecil sehingga mengalami kesulitan berkembang dan
pengembangan kurang sempurna.Fungsi surfaktan untuk menjaga agar
kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara,sehingga pada bayi
premature dimana surfaktan masih belum berkembang menyebabkan daya
berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami sesak nafas.
2.1.2.3 Membran hialin berisi debris dari sel yang nekrosis yang tertangkap dalam
proteinaceous filtrate serum (saringan serum protein),difagosit oleh
makrofag.
2.1.2.4 Berat badan bayi lahir kurang dar i2500 gram.
2.1.2.5 Adanya kelainan di dalam dan diluar paru.Kelainan dalam paru yang
menunjukan sindrom ini adalah pneumothoraks/ pneumomediastinum
,penyakit membran hialin (PMH).
2.1.2.6 Bayi premature atau kurang bulan.Diakibatkan oleh kurangnya produksi
surfaktan.Produksi surfaktan ini dimulai sejak kehamilan minggu ke-
22,semakin muda usia kehamilan,maka semakin besar pula kemungkinan
terjadi RDS.
2.1.4 Klasifikasi 
Dibagi menjadi dua stadium, yaitu :
2.1.3.1 Eksudatif
9

Ditandai dengan adanya perdarahan pada permukaan parenkim paru,


edema interstisial atau elveolar, penekanan pada bronkiolus terminalis, dan
kerusakan pada sel alveolar tipe I (Somantri, 2009).
2.1.3.2 Fibroproliferatif
Ditandai dengan adanya kerusakan pada sel alveolar tipe II, peningkatan
tekanan puncak inspirasi, penurunan compliance paru, hipoksemia, penurunan
fungsi kapasitas residual, fibrolisis interstisial, dan peningkatan ruang rugi
ventilasi(Somantri, 2009).
Pada foto thorak menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu :
1)  Stadium 1
Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram udara
2) Stadium 2
Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran
air broncogram udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi
bayangan jantung dengan penurunan aerasi paru.
3) Stadium 3
Kumpulan alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru
terlihat lebih opaque (white lung) dan bayangan jantung hampir tidak terlihat,
bronchogram udara lebih luas.
4)  Stadium 4
Seluruh thorak sangat opaque (white lung) sehingga jnatung tidak dapat terlihat.
(Warman, Waskito, & Romadhon, 2012).
2.1.5 Patofisiologi
RDS terjadi atelektasis yang sangat progresif, yang disebabkan kurangnya
zat yang disebut surfaktan. Surfaktan adalah zat aktif yang diproduksi sel epitel
saluran nafas disebut sel pnemosit tipe II. Zat ini mulai dibentuk pada kehamilan
22-24 minggu dan mencapai max pada minggu ke 35. Zat ini terdiri dari fosfolipid
(75%) dan protein (10%). Peranan surfaktan ialah merendahkan tegangan
permukaan alveolus sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu menahan sisa udara
fungsional pada sisa akhir expirasi. Kolaps paru ini akan menyebabkan
terganggunya ventilasi sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2 dan asidosis.
Hipoksia akan menyebabkan terjadinya :
10

1. Oksigenasi jaringan menurun>metabolisme anerobik dengan penimbunan


asam laktat asam organic>asidosis metabolic.
2. Kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolaris>transudasi kedalam
alveoli>terbentuk fibrin>fibrin dan jaringan epitel yang nekrotik>lapisan
membrane hialin.
Asidosis dan atelektasis akan menyebabkan terganggunya jantun, penurunan
aliran darah keparum, dan mengakibatkan hambatan pembentukan surfaktan, yang
menyebabkan terjadinya atelektasis.
Sel tipe II ini sangat sensitive dan berkurang pada bayi dengan asfiksia pada
periode perinatal, dan kematangannya dipacu dengan adanya stress intrauterine
seperti hipertensi, IUGR dan kehamilan kembar.Vulnus punctum terjadi akibat
penusukan benda tajam,sehingga menyebabkan contuiniutas jaaringan
terputus.Pada umumya respon tubuh terhadap trauma akan terjadi proses
peradangan atau inflamasi.Dalam hal ini adapeluang besar terjadinya infeksi
hebat.
10

Kelahiran prematur

Anatomi fisiologi belum Paru-paru belum


sempurna menghasilkan surfaktan Peninggian tegangan
dalam jumlah cukup di permukaan alveolar
MK:

Kolaps dan tidak


Keluarga merasa cemas, mampu menahan sisa
keluarga merasa bersalah, Respiratory Distress Syndrom (RDS) udara fungsional pada
keluarga merasa takut akhir espirasi

B1 (Breath) B2 (Blood) B3 (Brain) B4 (Bledder) B5 (Bowel) B6 (Bonel)

Produksi surfaktan
menurun Produksi surfaktan Sirkulasi pernafasan ↓ Perfusi ke organ Penurunan aliran Ventilasi paru- Lemak
menurun menjadi terganggu vital paru-paru par terganggu subkutan tipis
darah
menyebabkan Defisiensi
Atelectasis paru menurunanya pertahanan diri
Atelectasis paru Kurangnya Penggunaan energi Suhu tubuh dan
otak menurun volume vaskuler lemah
oksigen ke yang maksimal untuk udara berbeda
Kolaps dan tisdak jaringan bernafas
mampu menahan sisa kolabs Inskemia Pelepasan Kulit teraba
udara fungsiomal pada vasopressin dan dingin Resiko
akhir espirasi Refleks
hipoxia reabsorbsi air dari
Ggn fungsi serebral menghisap lemah
MK: duktus kolektivus
Ddifusi terganggu gangguan MK:
perfusi Intake nutrisi Hiportermi
MK ; Penurunan kesadaran, oliguria
kelemahan otot, tidak adekuat
Ventilasi paru-paru gangguan
pertukaran dilatasi pupil, kejang,
terganggu
letargi
MK: Resiko
Ketidakseimbanga MK: Defisit
Nafas periodik
n cairan nutrisi
MK:
Resiko
Cedera
MK ; pola
nafas tidak
10

2.1.6 Manifestasi Klinis


Berat atau ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat dipengaruhi oleh
tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia kehamilan, semakin berat
gejala klinis yang ditunjukan. Gejala dapat tampak beberapa jam setelah kelahiran.
Kasus RDS kemungkinan besar terjadi pada bayi yang lahir prematur.
Menurut (Surasmi, dkk 2013) Gejala utama Gawat napas / distress respirasi pada
neonatus yaitu :
1) Takipnea : laju napas > 60 kali per menit (normal laju napas 40 kali per menit)
2) Sianosis sentral pada suhu kamaryang menetap atau memburuk pada 48-96 jam
kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik
3) Retraksi : cekungan pada sternum dan kosta pada saat inspirasi
4) Grunting : suara merintih saat ekspirasi
5) Pernapasan cuping hidung
Tabel 1. Evaluasi Gawat Napas dengan skor Downes
Skor
Pemeriksaan
0 1 2
Frekuensi napas < 60 /menit 60-80 /menit > 80/menit
Retraksi Tidak ada retraksi Retraksi ringan Retraksi berat
Sianosis Tidak ada sianosis Sianosis hilang Sianosis menetap
dengan 02 walaupun diberi O2
Air entry Udara masuk Penurunan ringan Tidak ada udara
udara masuk masuk
Merintih Tidak merintih Dapat didengar Dapat didengar
dengan stetoskop tanpa alat bantu
Evaluasi: < 3 = gawat napas ringan
4-5 = gawat napas sedang
> 6 = gawat napas berat

Menurut (Manuaba, 2012) tanda-tanda yang mungkin ditunjukkan oleh bayi yang
mengalami RDS di antaranya:
1) Napas cepat
2) Lubang hidung melebar ketika bernapas
3) Retraksi (Ketika bayi bernapas dengan cepat, kulit tertarik di antara tulang rusuk
atau di bawah tulang rusuk).
10

4) Bising saat bernapas atau mendengkur.


5) Bibir, bantalan kuku, dan kulit berwarna kebiruan karena kekurangan oksigen,
yang disebut dengan  sianosis
Biasanya gejala RDS akan memburuk pada hari ketiga. Saat bayi membaik, ia
memerlukan lebih sedikit oksigen dan bantuan mekanis untuk bernapas. Gejala RDS
mungkin tampak seperti kondisi kesehatan lainnya.
2.1.7 Komplikasi

Komplikasi jangka pendek ( akut ) dapat terjadi :


1. Ruptur alveoli : Bila dicurigai terjadi kebocoran udara ( pneumothorak,
pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel ), pada bayi
dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan gejala klinis hipotensi, apnea,
atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap.
2. Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang
memburuk dan adanya perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi
dapat timbul karena tindakan invasiv seperti pemasangan jarum vena, kateter,
dan alat-alat respirasi.
3. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular : perdarahan
intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi terbanyak
pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.
4. PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan
komplikasi bayi dengan RDS terutama pada bayi yang dihentikan terapi
surfaktannya.
Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh toksisitas oksigen,
tekanan yang tinggi dalam paru, memberatnya penyakit dan kurangnya oksigen
yang menuju ke otak dan organ lain.
Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi :
12

1. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru


kronik yang disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi
36 minggu. BPD berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang
digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi,
inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan
menurunnya masa gestasi.
2. Retinopathy prematur
Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang
berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi
intrakranial, dan adanya infeksi.
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada respiratory distress syndrome menurut
Warman(2012), antara lain:
1) Tes Kematangan Paru
a) Tes Biokimia
Paru janin berhubungan dengan cairan amnion,maka jumlah fosfolipid
dalam cairan amnion dapat untuk menilai produksi surfaktan,sebagai
tolak ukur kematangan paru.
b) Test Biofisika
Tes biokimia dilakukan dengan shake test dengan cara mengocok cairan
amnion yang dicampur ethanol akan terjadi hambatan pembentukan
gelembung oleh unsure yang lain dari cairan amnion seperti
protein,garam empedu dan asam lemak bebas.Bila didapatkan ring yang
utuh dengan pengenceran lebih dari 2 kali (cairan
amnion:ethanol)merupakan indikasi maturitas paru janin.Pada
kehamilan normal,mempunyai nilai prediksi positip yang tepat dengan
resiko yang kecil untuk terjadinya neonatal RDS.
2) Analisis Gas Darah
Gas darah menunjukkan asidosis metabolic dan respiratorik bersamaan
dengan hipoksia.Asidosis muncul karena atelectasis alveolus atau over
distensi jalan napas terminal.
13

3) Darah rutin dan hitung jenis


Leukositosis menunjukkan adanya infeksi. Neutropenia menunjukkan
infeksi bakteri. Trombositopenia menunjukkan adanya sepsis
4) Glukosa Darah
Menilai keadaan hipoglikemia, karena hipoglikemia dapat menyebabkan
atau memperberat takipnea.
5) Pulse Oximetry
Menilai hipoksia dan kebutuhan tambahan oksigen
6) Radiografi Thoraks
Pada bayi dengan RDS menunjukkan reticular granular atau gambaran
ground-glass bilateral,difus,air bronchograms,dan ekspansi paru yang
jelek.Gambaran air bronchograms yang mencolok menunjukkan bronkiolus
yang terisi udara didepan alveoli yang kolap.Bayangan jantung bias normal
atau membesar.Kardiomegali mungkin dihasilkan oleh asfiksi
prenatal,diabetes maternal,paten tductus arteriosus(PDA),kemungkinan
kelainan jantung bawaan.Temuan ini mungkin berubah dengan terapi
surfaktan dini dan ventilasi mekanik yang adekuat.
2.1.9 Penatalaksanaan Medis

Menurut Sudarti & Fauziah. (2013)tindakan untuk mengatasi masalah


kegawatan pernafasan meliputi :
a. Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.
b. Mempertahankan keseimbangan asam basa.
c. Mempertahankan suhu lingkungan netral.
d. Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
e. Mencegah hipotermia.
f. Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.
2.1.7.1 Penatalaksanaan secara umum perawatan
a. Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling sering
dan bila bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infus dektrosa 5 %
 Pantau selalu tanda vital
 Jaga patensi jalan nafas
 Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal)
14

b. Jika bayi mengalami apneu


 Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan
 Lakukan penilaian lanjut
c. Bila terjadi kejang potong kejang segera periksa kadar gula darah
d. Pemberian nutrisi adekuat
Setelah menajemen umum, segera dilakukan menajemen lanjut sesuai
dengan kemungkinan penyebab dan jenis atau derajat gangguan nafas.
Menajemen spesifik atau menajemen lanjut:
a. Gangguan nafas ringan
Beberapa bayi cukup bulan yang mengalami gangguan napas ringan pada
waktu lahir tanpa gejala-gejala lain disebut “Transient Tacypnea of the
Newborn” (TTN). Terutama terjadi setelah bedah sesar. Biasanya kondisi
tersebut akan membaik dan sembuh sendiri tanpa pengobatan. Meskipun
demikian, pada beberapa kasus. Gangguan napas ringan merupakan tanda
awal dari infeksi sistemik.
b. Gangguan nafas sedang
 Lakukan pemberian O2 2-3 liter/ menit dengan kateter nasal, bila masih
sesak dapat diberikan o2 4-5 liter/menit dengan sungkup
 Bayi jangan diberi minum
 Jika ada tanda berikut, berikan antibiotika (ampisilin dan gentamisin)
untuk terapi kemungkinan besar sepsis.
- Suhu aksiler <> 39˚C
- Air ketuban bercampur mekonium
- Riwayat infeksi intrauterin, demam curiga infeksi berat atau
ketuban pecah dini (> 18 jam)
 Bila suhu aksiler 34- 36,5 ˚C atau 37,5-39˚C tangani untuk masalah
suhu abnormal dan nilai ulang setelah 2 jam:
- Bila suhu masih belum stabil atau gangguan nafas belum ada
perbaikan, berikan antibiotika untuk terapi kemungkinan besar
seposis
- Jika suhu normal, teruskan amati bayi. Apabila suhu kembali
abnormal ulangi tahapan tersebut diatas.
15

 Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi setelah 2
jam
 Apabila bayi tidak menunjukan perbaikan atau tanda-tanda perburukan
setelah 2 jam, terapi untuk kemungkinan besar sepsis.
 Bila bayi mulai menunjukan tanda-tanda perbaikan kurangai terapi
o2secara bertahap . Pasang pipa lambung, berikan ASI peras setiap 2
jam. Jika tidak dapat menyusu, berikan ASI peras dengan memakai
salah satu cara pemberian minum.
 Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik dihentikan. Bila
bayi kembali tampak kemerahan tanpa pemberian O2 selama 3 hari,
minumbaik dan tak ada alasan bayi tatap tinggal di Rumah Sakit bayi
dapat dipulangkan.
c. Gangguan nafas berat
 Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya.
 Bila dalam pengamatan ganguan nafas memburuk atau timbul gejala
sepsis lainnya. Terapi untuk kemungkinan besar sepsis dan tangani
gangguan nafas sedang dan dan segera dirujuk di rumah sakit rujukan.
 Berikan ASI bila bayi mampu mengisap. Bila tidak berikan ASI peras
dengan menggunakan salah satu cara alternatif pemberian minuman.
 Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada perbaikan gangguan
napas. Hentikan pemberian O2 jika frekuensi napas antara 30-60
kali/menit.

2.1.7.2 Penatalaksanaan secara Medis


1) Perbaiki oksigenasi dan pertahankan volume paru optimal
a. Penggantian surfaktan melalui selang endotrakeal
b. Tekanan jalan napas positif secara kontinu melalui kanul nasal untuk
mencegah kehilangan volume selama ekspirasi
c. Pemantauan transkutan dan oksimetri nadi
d. Fisioterapi dadaTindakan kardiorespirasi tambahan
2) Pertahankan kestabilan suhu
3) Berikan asupan cairan, elektrolit, dan nutrisi yang tepat
16

4) Pantau nilai gas darah arteri, Hb dan Ht serta bilirubin


5) Lakukankan transfusi darah seperlunya
6) Hematokrit guna mengoptimalkan oksigenasi
7) Pertahankan jalur arteri untuk memantau PaO₂ dan pengambilan sampel
darah
8) Berikan obat yang diperlukan
Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah:
 Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder
 Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan
caiaran paru
 Fenobarbital
 Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen
 Metilksantin (teofilin dan kafein ) untuk mengobati apnea dan untuk
pemberhentian dari pemakaian ventilasi mekanik.
 Terapi surfaktan: surfaktan sintetik diberikan melalui sisi pada tube
endotracheal dalam 2x suntikan bolus, contoh: Exosurf, Infasurf,
Alveofact
 Nitric Oxide inhalasi
 Narkotik/benzodiazepin untuk mengurangi nyeri dan ketidaknyamanan
pada bayi, contoh: Lorazepam dan Fentanyl
 Sodium bicarbonat untuk metabolic acidosis
 Diuretik untuk mengurangi odema, perlu pertimbangkan risk : benefit.
Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan dalam
pengobatan RDS adalah pemberian surfaktan eksogen (derifat dari sumber alami
misalnya manusia, didapat dari cairan amnion atau paru sapi, tetapi bisa juga
berbentuk surfaktan buatan).
2.2 Manajemen Bayi Baru Lahir
2.2.1 Definisi Bayi Baru Lahir
Bayi baru lahir adalah bayi yang pada usia kehamilan 37-42 minggu dan
berat badan 2.500-4.000 gram (Vivian, N. L. D, 2010).
17

Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dengan umur kehamilan 37
minggu sampai 42 minggu dan berat lahir 2500 gram sampai 4000 gram (Depkes
RI, 2015).
Neonatus (bayi baru lahir) adalah bayi yang baru lahir sampai usia 4 minggu
lahir biasanya dengan usia gestasi 38-42 minggu (Wong, D,L, 2013).
Jadi asuhan keperawatan pada bayi baru lahir adalah asuhan keperawatan
yang diberikan pada bayi yang baru mengalami proses kelahiran dan harus
menyesuaikan diri dari kehidupan intra uteri kekehidupan ekstra uteri hingga
mencapai usia 37-42 minggu dan dengan berat 2.500-4.000 gram.
2.2.2 Etiologi
2.2.2.1 His(Kontraksi otot rahim)
2.2.2.2 Kontraksi otot dinding perut
2.2.2.3 Kontraksi diafragma pelvis atau kekuatan mengejan.
2.2.2.4 Ketegangan dan kontraksi ligamentum retundum.
2.2.3 Manifestasi Klinis
2.2.3.1 Lahir aterm antara 37-42 minggu
2.2.3.2 Berat badan 2500 – 4000 gram
2.2.3.3 Panjang lahir 48 – 52 cm
2.2.3.4 Lingkar dada 30 – 38 cm
2.2.3.5 Lingkar kepala 33 – 35 cm
2.2.3.6 Lingkar lengan 11-12
2.2.3.7 Frekuensi denyut jantung 120-160x/menit
2.2.3.8 Kulit kemerah- merahan dan licin karena jaringan subkutan yang cukup.
2.2.3.9 Rambut lanugo tidak terlihat dan rambut kepala biasanya telah sempurna
2.2.3.10 Kuku agak panjang dan lemas
2.2.3.11 Nilai APGAR >7
2.2.3.12 Gerakan aktif
2.2.3.13 Bayi lahir langsung menangis kuat
2.2.3.14 Genetalia :
1) Pada laki-laki kematangan ditandai dengan testis yang berada pada
skrotum dan penis yang berlubang.
18

2) Pada perempuan kematangan ditandai dengan vagina dan uterus yang


berlubang ,serta labia mayora menutupi labia minora.
2.2.3.15 Refleks rooting ( mencari putting susu dengan rangsangan taktil pada
pipi dan daerah mulut)sudah terbentuk dengan baik.
2.2.3.16 Refleks sucking sudah terbentuk dengan baik.
2.2.3.17 Refleks grasping sudah baik
2.2.3.18 Refleks morro
2.2.3.19 Eliminasi baik, urine dan mekonium keluar dalam 24 jam pertama
2.2.4 Patofisiologi
Adaptasi Fisiologis
Baru lahir terjadi perubahan fungsi organ yang meliputi:
2.2.4.1 Sistem pernapasan
Selama dalam uterus janin mendapat oksigen dari pertukaran melalui
plasenta.Setelah bayi lahir pertukaran gas terjadi pada paru-paru (setelah
tali pusat dipotong).Rangsangan untuk gerakan pernapasan pertama ialah
akibat adanya tekanan mekanis pada toraks sewaktu melalui jalan lahir,
penurunan tekanan oksigen dan peningkatan karbondioksida merangsang
kemoreseptor pada sinus karotis. Usaha bayi pertama kali untuk
mempertahankan tekanan alveoli adanya surfaktan adalah menarik nafas,
mengeluarkan dengan menjerit sehingga oksigen tertahan di
dalam.Fungsi surfaktan untuk mempertahankan ketegangan alveoli.
Masa alveoli akan kolaps dan paru-paru kaku. Pernapasan pada neonatus
biasanya pernapasan diafragma dan abdominal.Sedangkan respirasi
setelah beberapa saat kelahiran yaitu 30 – 60 x / menit.
2.2.4.2 Jantung dan Sirkulasi Darah
Di dalam rahim darah yang kaya akan oksigen dan nutrisi berasal dari
plasenta masuk ke dalam tubuh janin melalui vena umbilikalis, sebagian
besar masuk ke vena kava inferior melalui duktus dan vena sasaranti,
darah dari sel-sel tubuh yang miskin oksigen serta penuh dengan sisa-sisa
pembakaran dan sebagian akan dialirkan ke plasenta melalui umbilikalis,
demikian seterusnya.
19

Ketika janin dilahirkan segera, bayi menghirup dan menangis kuat,


dengan demikian paru-paru akan berkembang, tekanan paru-paru
mengecil dan darah mengalir ke paru-paru, dengan demikian duktus
botali tidak berfungsi lagi, foramen ovale akan tertutup. Penutupan
foramen ovale terjadi karena pemotongan tali pusat.
2.2.4.3 Saluran Pencernaan
Pada kehamilan 4 bulan, pencernaan telah cukup terbentuk dan janin
telah dapat menelan air ketuban dalam jumlah yang cukup
banyak.Absorpsi air ketuban terjadi melalui mukosa seluruh saluran
pencernaan, janin minum air ketuban dapat dibuktikan dengan adanya
mekonium (zat yang berwarna hitam kehijauan). Mekonium merupakan
tinja pertama yang biasanya dikeluarkan dalam 24 jam pertama.
2.2.4.4 Hepar
Hepar janin pada kehamilan 4 bulan mempunyai peranan dalam
metabolisme hidrat arang, dan glikogen mulai disimpan di dalam hepar,
setelah bayi lahir simpanan glikogen cepat terpakai, vitamin A dan D
juga sudah disimpan dalam hepar.
Fungsi hepar janin dalam kandungan segera setelah lahir dalam keadaan
imatur (belum matang).Hal ini dibuktikan dengan ketidakseimbangan
hepar untuk meniadakan bekas penghancuran darah dari peredaran darah.
Enzim hepar belum aktif benar pada neonatus, misalnya enzim UDPGT
(Uridin Disfosfat Glukoronide Transferase) dan enzim GGFD (Glukosa 6
Fosfat Dehidrogerase) yang berfungsi dalam sintesis bilirubin sering
kurang sehingga neonatus memperlihatkan gejala ikterus fisiologis.
2.2.4.5 Metabolisme
Pada jam-jam pertama energi didapat dari pembakaran karbohidrat dan
pada hari kedua energi berasal dari pembakaran lemak. Energi tambahan
yang diperlukan neonatus pada jam-jam pertama sesudah lahir diambil
dari hasil metabolisme lemak sehingga kadar gula darah dapat mencapai
120 mg/100 ml.
2.2.4.6 Produksi Panas
20

Pada neonatus apabila mengalami hipotermi, bayi mengadakan


penyesuaian suhu terutama dengan NST (Non Sheviring Thermogenesis)
yaitu dengan pembakaran “Brown Fat” (lemak coklat) yang memberikan
lebih banyak energi daripada lemak biasa.Cara penghilangan tubuh dapat
melalui konveksi aliran panas mengalir dari permukaan tubuh ke udara
sekeliling yang lebih dingin.Radiasi yaitu kehilangan panas dari
permukaan tubuh ke permukaan benda yang lebih dingin tanpa kontak
secara langsung.Evaporasi yaitu perubahan cairan menjadi uap seperti
yang terjadi jika air keluar dari paru-paru dan kulit sebagai uap dan
konduksi yaitu kehilangan panas dari permukaan tubuh ke permukaan
benda yang lebih dingin dengan kontak secara langsung.
2.2.4.7 Kelenjar Endoktrin
Selama dalam uterus fetus mendapatkan hormon dari ibu, pada waktu
bayi baru lahir kadang-kadang hormon tersebut masih berfungsi misalkan
pengeluaran darah dari vagina yang menyerupai haid
perempuan.Kelenjar tiroid sudah terbentuk sempurna sewaktu lahir dan
mulai berfungsi sejak beberapa bulan sebelum lahir.
2.2.4.8 Keseimbangan Air dan Ginjal
Tubuh bayi baru lahir mengandung relatif banyak air dan kadar natrium
relatif lebih besar daripada kalium. Hal ini menandakan bahwa ruangan
ekstraseluler luas.Fungsi ginjal belum sempurna karena jumlah nefron
matur belum sebanyak orang dewasa dan ada ketidakseimbangan antara
luas permukaan glomerulus dan volume tubulus proksimal, renal blood
flow (aliran darah ginjal) pada neonatus relatif kurang bila dibandingkan
dengan orang dewasa.
2.2.4.9 Susunan Saraf
Jika janin pada kehamilan sepuluh minggu dilahirkan hidup maka dapat
dilihat bahwa janin tersebut dapat mengadakan gerakan spontan.Gerakan
menelan pada janin baru terjadi pada kehamilan empat bulan.Sedangkan
gerakan menghisap baru terjadi pada kehamilan enam bulan.
Pada triwulan terakhir hubungan antara saraf dan fungsi otot-otot
menjadi lebih sempurna.Sehingga janin yang dilahirkan diatas 32 minggu
21

dapat hidup diluar kandungan.Pada kehamilan 7 bulan maka janin amat


sensitif terhadap cahaya.
2.2.4.10 Imunologi
Pada sistem imunologi Ig gamma A telah dapat dibentuk pada kehamilan
2 bulan dan baru banyak ditemukan segera sesudah bayi dilahirkan.
Khususnya pada traktus respiratoris kelenjar liur sesuai dengan bakteri
dapat alat pencernaan, imunoglobolin G dibentuk banyak dalam bulan
kedua setelah bayi dilahirkan. Ig A, Ig D dan Ig E diproduksi secara lebih
bertahap dan kadar maksimum tidak dicapai sampai pada masa kanak-
kanak dini. Bayi yang menyusui mendapat kekebalan pasif dari
kolostrum dan ASI.
2.2.4.11 Sistem Integumen
Kulit bayi baru lahir sangat sensitif dan mudah mengelupas, semua
struktur kulit ada pada saat lahir tetapi tidak matur.Epidermis dan dermis
tidak terikat dengan erat dan sangat tipis, vernik keseosa juga bersatu
dengan epidermis dan bertindak sebagai tutup pelindung dan warna kulit
bayi berwarna merah muda.
2.2.4.12 Sistem Hematopoiesis.
Saat bayi lahir nilai rata-rata Hb, Ht, SDM dan Leukosit lebih tinggi dari
nilai normal orang dewasa. Hb bayi baru lahir 14,5 – 22,5 gr/dl, Ht 44 –
72%, SDM 5 – 7,5 juta/mm3 dan Leukosit sekitar 18000/mm3. Darah
bayi baru lahir mengandung sekitar 80% Hb janin.Presentasi Hb janin
menurun sampai 55% pada minggu kelima dan 5% pada minggu ke 20.
2.2.4.13 Sistem Skelet
Arah pertumbuhan sefalokaudal terbukti pada pertumbuhan tubuh secara
keseluruhan.Kepala bayi cukup bulan berukuran seperempat panjang
tubuh.Lengan sedikit lebih panjang daripada tungkai.Wajah relatif kecil
terhadap ukuran tengkorak yang jika dibandingkan lebih besar dan
berat.Ukuran dan bentuk kranium dapat mengalami distorsi akibat
molase.
Pada bayi baru lahir lutut saling berjauhan saat kaki diluruskan dan tumit
disatukan sehingga tungkai bawah terlihat agak melengkung.Saat baru
22

lahir tidak terlihat lengkungan pada telapak kaki.Ekstremitas harys


simetris, terdapat kuku jari tangan dan kaki, garis-garis telapak tangan
dan sudah terlihat pada bayi cukup bulan.
2.2.5 Komplikasi
2.2.5.1 Sebore
2.2.5.2 Ruam
2.2.5.3 Moniliasis
2.2.5.4 Ikterus fisiologi
2.2.5.5 gangguan sistem saraf pusat: koma,menurunnya reflex mata(seperti
mengdip)
2.2.5.6 Cardiovascular: penurunan tekanan darah secara berangsur,
menghilangnya tekanan darah sistolik
2.2.5.7 Pernafasan: menurunnya konsumsi oksigen
2.2.5.8 Saraf dan otot: tidak adanya gerakan, menghilangnya reflex perifer
2.2.6 Pemeriksaan Penunjang
2.2.6.1 pH tali pusat, tingkat 7,20 sampai 7,24 menunjukkan status praasidosis,
tingkat rendah menunjukkan gangguan asfiksia bermakna.
2.2.6.2 Hemoglobin mencapai 15 sampai 20 g. hematokrit berkisar antara 43%
sampai 61%.
2.2.6.3 Tes Coombs langsung pada daerah tali pusat menentukan adanya
kompleks antigen-antibodi pada membran sel darah merah yang
menunjukkan kondisi hemolitik.
2.2.6.4 Bilirubin Total sebanyak 6 mg/dl pada hari pertama kehidupan, 8 mg/dl 1
sampai 2 hari dan 12 mg/dl pada 3 sampai 5 hari.
2.2.7 Penatalaksanaan Medis
Menurut Prawirohardjo, (2015) tujuan utama perawatan bayi segera sesudah lahir,
adalah:

2.2.7.1 Membersihkan jalan nafas Bayi normal akan menangis spontan segera
setelah lahir, apabila bayi tidak langsung menangis, penolong segera
membersihkan jalan nafas dengan cara sebagai berikut :
1) Letakkan bayi pada posisi terlentang di tempat yang keras dan hangat.
23

2) Posisi kepala diatur lurus sedikit tengadah ke belakang Bersihkan


hidung, rongga mulut dan tenggorokan bayi dengan jari tangan yang
dibungkus kassa steril.
3) Tepuk kedua telapak kaki bayi sebanyak 2-3 kali atau gosok kulit bayi
dengan kain.
2.2.7.2 Memotong dan Merawat Tali Pusat Tali pusat dipotong sebelum atau
sesudah plasenta lahir tidak begitu menentukan dan tidak akan
mempengaruhi bayi, kecuali pada bayi kurang bulan. Tali pusat dipotong 5
cm dari dinding perut bayi dengan gunting steril dan diikat dengan
pengikat steril. Apabila masih terjadi perdarahan dapat dibuat ikatan baru.
Luka tali pusat dibersihkan dan dirawat dengan alkohol 70% atau povidon
iodin 10% serta dibalut kasa steril. Pembalut tersebut diganti setiap hari
dan atau setiap tali basah / kotor. Sebelum memotong tali pusat, pastikan
bahwa tali pusat telah diklem dengan baik, untuk mencegah terjadinya
perdarahan.
2.2.7.3 Mempertahankan Suhu Tubuh Bayi Pada waktu baru lahir, bayi belum
mampu mengatur tetap suhu badannya dan membutuhkan pengaturan dari
luar untuk membuatnya tetap hangat. Bayi baru lahir harus dibungkus
hangat.
2.2.7.4 Memberi Vitamin K Untuk mencegah terjadinya perdarahan, semua bayi
baru lahir normal dan cukup bulan perlu diberi vitamin K peroral 1
mg/hari selama 3 hari, sedangkan bayi resiko tinggi diberi vitamin K
parenteral dengan dosis 0,5 1 mg I.M
2.2.7.5 Memberi Obat Tetes / Salep Mata Di beberapa negara perawatan mata
bayi baru lahir secara hukum diharuskan untuk mencegah terjadinya
oplitalmic neonatorum. Di daerah dimana prevalensi gonorhoe tinggi,
setiap bayi baru lahir perlu diberi salep mata sesudah 5 jam bayi lahir.
Pemberian obat mata eritromisin 0,5% atau tetrasiklin 1% dianjurkan
untuk pencegahan penyakit mata karena klamidia (penyakit menular
seksual).
2.2.7.6 Identifikasi Bayi
24

1) Peralatan identifikasi bayi baru lahir harus selalu tersedia di tempat


penerimaan pasien, di kamar bersalin dan di ruang rawat bayi.
2) Alat yang digunakan hendaknya kebal air, dengan tepi yang halus tidak
mudah melukai, tidak mudah sobek dan tidak mudah lepas.
3) Pada alat/gelang identifikasi harus tercantum : nama (bayi, nyonya)
tanggal lahir, nomor bayi, jenis kelamin, unit, nama lengkap ibu. d. Di
setiap tempat tidur harus diberi tanda dengan mencantumkan nama,
tanggal lahir, nomor identifikasi.
2.2.7.7 Pemantauan Bayi Baru Lahir Tujuan pemantauan bayi baru lahir adalah
untuk mengetahui aktivitas bayi normal atau tidak dan identifikasi masalah
kesehatan bayi baru lahir yang memerlukan perhatian keluarga dan
penolong persalinan serta tindak lanjut petugas kesehatan. Pemantauan 2
jam pertama sesudah lahir meliputi :
1) Kemampuan menghisap kuat atau lemah
2) Bayi tampak aktif atau lunglai
3) Bayi kemerahan atau biru
2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan
2.3.1 Pengkajian
2.3.1.1 Anamnesis/pengkajian
Pengkajian klien menurut Padila (2012,h.197)
a. Identitas
b. Pengkajian terhadap factorresiko
1) Maternal : Usia, riwayat kesehatan yang lalu, perkembangan social dan
riwayat pekerjaan.
2) Obsetrik : Parity, periode, kondisi kehamilan terakhir
3) Perinatal : Antenatal, informasi prenatal maternal health (DM,jantung)
4) Intra Partumevent :
a) Usia gestasi : Lebih dari 34 minggu sampai dengan 42 minggu.
b) Lama dan karakteristik persalinan : Persalinan lama pada kala I dan II KPD
24 jam.
c) Kondisi ibu : Hipo/Hiper tensi progsif perdarahan, infeksi.
25

d) Keadaan yang mengidentifikasi fetaldisstres HR lebih dari 120 x sampai


dengan 140 x / menit.
e) Penggunaan analgesic
f) Metode meahirkan : Sectio Caesaria, Forsep, Vakum
c. Pengkajian Fisik
1) Eksternal : Perhatikan warna, bercak warna , kuku, lipatan pada telapak
kaki, periksa potensi hidung dengan menutup sebelah lubang hidung sambil
mengobservasi pernafasan dan perubahan kulit.
2) Dada
Palpasi untuk mencari detak jantung yang terkencang, auskultasi untuk
menghitung denyut jantung, perhatikan bunyi nafas pada setiap dada.
a) Abdomen : Verifikasi adanya abdomen yang berbentuk seperti kubam atau
tidak ada anomaly, perhatikan jumlah pembuluh darah pada tali pusat.
b) Neurologis : Periksa tonus otot dan reaksi reflex.
d. Pemeriksaan Penunjang
e. Nilai APGAR
Skor APGAR, Skor optimal harus antara 7 sampai 10.Pernafasan pada bayi
baru lahir normal biasanya 30 sampai 60 x/menit.Pola periodic dapat
terlihat.Bunyi napas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya.
Silindrik torak: kartilago xifoid menonjol, umum terjadi.
APGAR SCORE 0 1 2
Skor
Appearance Pucat Bedan merah, Seluruh tubuh
ekstermitas biru kemerahan
Pulse Tidak ada <100x/menit >100x/menit
Grimace Tidak ada Sedikit gerakan Menangis,
mimic batuk/bersin
Activity Lumpuh Beberapa fleksi Pergerakan aktif
ekstensi
Respiration Tidak ada Lemah tidak Menangis kuat
teratur

f. Pengkajian
1) Aktivitas/Istirahat
26

Status sadar mungkin 2-3 jam beberapa hari pertama, bayi tampak semi koma
saat tidur ; meringis atau tersenyum adalah bukti tidur dengan gerakan mata
cepat, tidur sehari rata-rata 20 jam.
2) Pernapasan dan Peredaran Darah
Bayi normal mulai bernapas 30 detik sesudah lahir, untuk menilai status
kesehatan bayi dalam kaitannya dengan pernapasan dan peredaran darah
dapat digunakan metode APGAR Score. Namun secara praktis dapat dilihat
dari frekuensi denyut jantung dan pernapasan serta wajah, ekstremitas dan
seluruh tubuh, frekwensi denyut jantung bayi normal berkisar antara 120-140
kali/menit (12 jam pertama setelah kelahiran), dapat berfluktuasi dari 70-100
kali/menit (tidur) sampai 180 kali/menit (menangis). Pernapasan bayi normal
berkisar antara 30-60 kali/menit warna ekstremitas, wajah dan seluruh tubuh
bayi adalah kemerahan.Tekanan darah sistolik bayi baru lahir 78 dan tekanan
diastolik rata-rata 42, tekanan darah berbeda dari hari ke hari selama bulan
pertama kelahiran. Tekanan darah sistolik bayi sering menurun (sekitar 15
mmHg) selama satu jam pertama setelah lahir. Menangis dan bergerak
biasanya menyebabkan peningkatan tekanan darah sistolik.
3) Suhu Tubuh
Suhu inti tubuh bayi biasanya berkisar antara 36,50C-370C.Pengukuran suhu
tubuh dapat dilakukan pada aksila atau pada rektal.
4) Kulit
Kulit neonatus yang cukup bulan biasanya halus, lembut dan padat dengan
sedikit pengelupasan, terutama pada telapak tangan, kaki dan
selangkangan.Kulit biasanya dilapisi dengan zat lemak berwarna putih
kekuningan terutama di daerah lipatan dan bahu yang disebut vernikskaseosa.
5) Keadaan dan Kelengkapan Ekstremitas
Dilihat apakah ada cacat bawaan berupa kelainan bentuk, kelainan jumlah
atau tidak sama sekali pada semua anggota tubuh dari ujung rambut sampai
ujung kaki juga lubang anus (rektal) dan jenis kelamin.
6) Tali Pusat
Pada tali pusat terdapat dua arteri dan satu vena umbilikalis.Keadaan tali
pusat harus kering, tidak ada perdarahan, tidak ada kemerahan di sekitarnya.
27

7) Refleks
Beberapa refleks yang terdapat pada bayi :
a) Refleks moro (refleks terkejut). Bila diberi rangsangan yang mengagetkan
akan terjadi refleks lengan dan tangan terbuka.
b) Refleks menggenggam (palmergraps). Bila telapak tangan dirangsang akan
memberi reaksi seperti menggenggam. Plantargraps, bila telapak kaki
dirangsang akan memberi reaksi.
c) Refleks berjalan (stepping). Bila kakinya ditekankan pada bidang datang atau
diangkat akan bergerak seperti berjalan.
d) Refleks mencari (rooting). Bila pipi bayi disentuh akan menoleh kepalanya ke
sisi yang disentuh itu mencari puting susu.
e) Refleks menghisap (sucking). Bila memasukan sesuatu ke dalam mulut bayi
akan membuat gerakan menghisap.
8) Berat Badan
Pada hari kedua dan ketiga bayi mengalami berat badan fisiologis.Namun
harus waspada jangan sampai melampaui 10% dari berat badan lahir.Berat
badan lahir normal adalah 2500 sampai 4000 gram.
9) Mekonium
Mekonium adalah feces bayi yang berupa pasta kental berwarna gelap hitam
kehijauan dan lengket. Mekonium akan mulai keluar dalam 24 jam pertama.
10) Antropometri
Dilakukan pengukuran lingkar kepala, lingkar dada, lingkar lengan atas dan
panjang badan dengan menggunakan pita pengukur. Lingkar kepala fronto-
occipitalis 34cm, suboksipito-bregmantika 32cm, mentooccipitalis 35cm.
Lingkar dada normal 32-34 cm. Lingkar lengan atas normal 10-11 cm.
Panjang badan normal 48-50 cm.
11) Seksualitas
Genetalia wanita ; Labia vagina agak kemerahan atau edema, tanda
vagina/himen dapat terlihat, rabas mukosa putih (smegma) atau rabas
berdarah sedikit mungkin ada. Genetalia pria ; Testis turun, skrotum tertutup
dengan rugae, fimosis biasa terjadi.
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
28

2.2.2.1 Pola nafas tidak efektif b.d penurunaan energi/ kelelahan, keterbatasan
pengembangan otot (D.0005 hal. 26)
2.2.2.2 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolar-kapiler (D.0003 ha.22)
2.2.2.3 Gangguan perfusi jaringan perifer b.d penurunan aliran keateri/vema
(D.009 hal.37)
2.2.2.4 Hiportermi b.d belum terbentuknya lapisan lemak pada kulit
(D.0140 hal 302)
2.2.2.5 Defisit nutrisi b.d Ketidakmampuan mneghisap dan penurunan mobilitas
usus (D. 0019 hal. 56)
2.2.2.6. Resiko Cedera berhubungan dengan hipoksia jaringan (D.0136 hal.294)
2.2.2.7 Resiko ketidakseimbangan cairan b.d imanuritas (D.0040hal.294)
2.2.2.8 Resiko Infeksi b.d defisiensi pertahanan tubuh (D. 0142 hal. 304
12

2.3.3 Intervensi Keperawatan


Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi
1. Pola nafas tidak efektif Pola Napas SLKI (L.01004 hal. Manajemen jalan napas SIKI (I.01011 hal. 186)
b.d penurunaan energi/ 95) Observasi
kelelahan, keterbatasan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
pengembangan otot keperawatan selama 1x7 jam 2. Monitor bunyi napas tambahan (mis. gurgling, mengi, wheezing,
(D.0005 hal. 26) diharapkan pola napas efektif ronkhi kering)
dengan kriteria hasil: 3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
1. Dyspnea menurun skor 5 Terapeutik
2. Penggunaan otot bantu napas 1. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt (jaw-thrust
menurun skor 5 jika curiga trauma servikal)
3. Ortopnea menurun skor 5 2. Posisikan semi-Fowler atau Fowler
4. Pernapasan pursed-lip 3. Berikan minum hangat
menurun skor 5 4. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
5. Pernapasan cuping hidung 5. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
menurun skor 5 6. Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
6. Frekuensi napas membaik 7. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
skor 5 8. Berikan oksigen, jika perlu
7. Kedalaman napas membaik Edukasi
skor 5 1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi
2. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika
perlu.
13

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi


2. Gangguan pertukaran Pola Napas SLKI (L.01004 hal. Pemantauan Respirasi SIKI (I.010114 hal.247)
gas berhubungan 95) Observasi
dengan perubahan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya nafas
membran alveolar- keperawatan selama 1x7 jam 2. Monitor pola nafas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi,
kapiler (D.0003 ha.22) diharapkan oksigenasi atau kussmaul, cheyne-stokes
elimasi karbodioksida pada 3. Moniitor kemampuan batuk efektif
membran eveolus kafiler dalam 4. Monitor adanya sputum
batas normal dengan kriteria 5. Monitor adanya sumbatan jalan nafas
hasil: 6. Palpasi kesimestrisan paru
1. Dyspnea menurun skor 5 7. Akultasi bunyi nafas
2. Penggunaan otot bantu napas 8. Monitor saturasi oksigen
menurun skor 5 9. Monitor nilai AGD
3. Pernapasan cuping hidung 10. Monitor hasil x-ray toraks
menurun skor 5 Terapeutik
4. Bunyi nafas tambahan 1. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
menuurn 5 2. Dokumentasi hasil pemantauan
5. Pengliatan kabur menurun 1 Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi


14

3. Gangguan perfusi Perfusi Perifer SLKI (L.02011 Perawatan sirkulasi SIKI (I.02079 hal. 345)
hal. 84) Observasi
jaringan perifer
Setelah dilakukan tindakan 1. Periksa sirkulasi perifer (mis. nadi perifer, edema, pengisian
b.d penurunan keperawatan selama 1x7 jam kapiler, warna, suhu, ankle-bracial index)
diharapkan perfeusi perifer 2. Identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi (mis. diabetes,
aliran
efektif dengan kriteria hasil: perokok, orang tua, hipertensi, dan kadar kolesterol tinggi)
keateri/vema 1. Denyut nadi perifer 3. Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak pada ekstermitas
meningkat skor 5 Terapeutik
(D.009 hal.37)
2. Penyembuhan luka meningkat 3. Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di area
skor 5 keterbatasan perfusi
3. Warna kulit pucat menurun 4. Hindari pengkuran tekanan darah pada ektremitas dengan
skor 5 keterbatasan perfusi
4. Pengisian kapiler membaik 5. Hindari penekanan dan pemasangan tourniquet pada area yang
skor 5 cedera
5. Akral membaik skor 5 6. Lakukan pencegahan infeksi
Turgor kulit membaik skor 5 7. Lakukan perawatan kaki dan kuku
8. Lakukan hidrasi
Edukasi
1. Anjurkan berhenti merokok
2. Anjurkan berolahraga rutin
3. Anjurkan mngecek air mandi untuk menghindari kulit terbakar
4. Anjurkan menggunakan obat penurun tekanan darah,
abtikoagulan, dan penurun kolesterol, Jika perlu
5. Anjurkan minum obat pengontrol tekanan darah secara teratur
6. Anjurkan menghindari penggunaan obat penyekat beta
7. Anjurkan melakukan perawatan kulit yang tepat (mis. rendah
lemak jenuh, minyak ikan omega 3)
Informasikan tanda dan gejal darurat yang harus dilaporkan (mis.
15

rasa sakit yang tidak hilang saat istirahat, luka tidak sembuh,
hilangnya rasa)

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi


4. Resiko Cedera Perfusi Perifer SLKI (L.02011 Pencegahan Cidera SIKI (I.14537 hal. 275)
berhubungan dengan hal. 84) Observasi
Hipoksia jaringan Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi area lingkungan yang berpontesi menyebabkan cidera
(D.0136 hal.294) keperawatan selama 1x7 jam 2. Indetifikasi obat yang berpotensi menyebabkan cidera
diharapkan membaik: 3. Indetifikasi kesesuaian alas kaki atau stoking elastis pada
1. Ekspresi wajah menurun 1 ekstremitas bawah
2. Fraktur menurun 3 Terapeutik
3. Luka lecet menurun 1 1. Sediakan pencahayaan yang memadai
4. Keadaan cedera menuurn 3 2. Gunakan lampu tidur selama jam tidur
3. Sosialisasikan pasien dan keluarga dengan lingkungan ruang
rawat (mis. pengguaan telepon, tempat tidur, penerangan ruangan
dan lokasi kamar mandi)
4. Gunakan alas lantai jika berisiko mengalami cidera serius
5. Sediakan alas kaki antislip
6. Sediakan pispot atau urinia untuk eliminasi ditempat tidur
7. Pastikan bel panggilan atau telepon mudah dijangkau
8. Pertahan posisi tempat tidur diposisi terendah saat digunakan
9. Gunakan pengaman tempat tidur sesuai dengan kebijakan fasilitas
pelayanan kesehatan
10. Diskusikan bersama anggota keluarga yang dapat mendampingi
pasien
11. Tingkatkan frekuensi observasi dan pengawasan pasien, sesuai
kebutuhan
Edukasi
16

1. Jelaskan alasan intervensi pencegahan dan pengawasab pasien dan


keluarga
2. Anjurkan berganti posisi secara perlahan dan duduk selama
beberapa menit
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi
7. Hiportermi b.d belum Termoregulasi SLKI (L.14134) Manajemen nutrisi SIKI (I.14507 hal. 183)
Hal.129 Setelah di lakukan Observasi
terbentuknya lapisan
perawatan selama 1x7 jam 1. Monitor suhu tubuh
lemak pada kulit (D.0140 diharapkan masalah hipotermi 2. Indetifikasi penyebab hiportermia (mis, terpapar suhu lingkungan
klien teratasi, dengan kriteria: rendah, pakaian tipis, kerusakan hipotalamus, penurunan laju
hal 302)
1. Akral dingin , menurun(1) metabolisme, kekurangan lemak subkutan)
2. Kebiruan, menurun (1) 3. Monitor tanda dan gejala akibat hiportermia (Hiportermia ringan :
3. Energik, meningkat(5) takipnea, disatria, mengigil, hipertensi, diuresis, hiportemia
4. Suhu tubuh meningkat (5) sedang : aritma, hipoteensi, apatis, koagulopati, refleks menurun,
hiportemia berat : oliguria, refleks menghilang, edema paru, asam
basa abnormal )
Terapeutik
1. Sediakan lingkungan yang hangat (mis atur suhu rungan,
inkubator)
2. Ganti pakaian atau linen klien yang basah
3. Lakukan penghatan pasif (mis selimut, menutup kepala, pakaian
tebal)
4. Lakukan penghatan aktif eksternl (mis kompres air hangat, botol
hangat, selimut hangat, perawatan metode kanguru)
5. Lakukan penghatan akif internal (mis infus cairan hangat,
oksigen nasi hangat, lavase peritonetal dengan cairan hangat)
6. Edukasi
1. Anjurkan makan dan minum hangat
17

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi


6. Gangguan eliminasi Eliminasi urine SLKI (L.04034 Manajemen eliminasi urine SIKI (I.04152 hal. 175)
urin berhubungan dengan hal. 24) Observasi
produksi urin menurun Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi tanda dan gejala retensi urin atau inkontenensia urin
SDKI (D. 0040 hal. 96) keperawatan selama 1x7 jam 2. Identifikasi faktor yang menyebabkan retensi atau inkontenensia
diharapkan eliminasi urin tidak urin
terganggu, dengan kriteria hasil: 3. Monitor eliminasi urine (mis. frekuensi, konsistensi, aroma,
1. Sensasi berkemih meningkat volume, dan warna)
skor 5 Terapeutik
2. Distensi kandung kemih 1. Catat waktu-waktu dan haluaran berkemih
menurun skor 5 2. Batasi asupan cairan, jika perlu
3. Berkemih tidak tuntas 3. Ambil sampel urine tengah (midstream) atau kultur
menurun skor 5 Edukasi
4. Frekuensi BAK membaik 1. Ajarkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih
skor 5 2. Ajarkan mengukur asupan cairan dan haluaran urin
3. Ajarkan mengambil specimen urin midstream
4. Ajarkan mengenali tanda berkemih dan waktu tepat untuk
berkemih
5. Ajarkan terapi modalitas penguatan otot-otot
panggul/berkemihan
6. Anjurkan minum yang cukup, jika tidak ada kontraindikasi
7. Anjurkan mengurangi minum menjelang tidur
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat supositoria uretra, jika perlu
18

7. Defisit nutrisi b.d Setelah diberikan asuhan Observasi :


Ketidakmampuan keperawatan selama 3x7 jam 1. Identifikasi status nutrisi
menghisap dan penurunan diharapkan status menyusui 2. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
mobilitas usus (D. 0019 3. Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastric
membaik
hal. 56). 4. Monitor berat badan
Kriteria hasil : SLKI (L.03029 5. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Hal. 119) 6. Identifikasi keadaan emosional ibu saat akan dilakukan konseling
menyusui
1. Perlekatan bayi pada 7. Identifikasi permasalahan yang ibu alami selama proses menyusui
payudara ibu meningkat (5) Terapeutik
2. Tetesan/pancaran asi 1. Timbang berat badan
meningkat (5) 2. Ukur antropometrik komposisi tubuj (mis. Indeks massa tubuh,
3. Suplai ASI adekuat pengukuran pinggang dan ukuran lipatan kulit)
meningkat (5) 3. Gunakan teknik mendengarkan aktif
4. Puting tidak lecet setelah 2 4. Berikan pujian terhadap perilaku ibu yang benar
minggu melahirkan 5. Dukung Ibu meningkatkan kepercayaan diri dalam menyusui
meningkat (5) 6. Libatkan sistem pendukung: suami, keluarga, tenaga kesehatan
5. Kepercayaan diri ibu dan masyarakat.
meningkat (5) Edukasi
1. Ajarkan teknik menyusui yang tepat sesuai kebutuhan ibu
Tambah yg lain ttg nutrisinya 2. Jelaskan manfaat menyusui bagi ibu dan bayi
3. Ajarkan 4 (empat) posisi menyusui dan perlekatan (latch on)
dengan benar
4. Ajarkan perawatan payudara antepartum dengan mengkompres
dengan kapas yang telah diberikan minyak kelapa
5. Ajarkan perawatan payudara postpartum (mis. Memerah ASI,
pijat payudara, pijat oksitosin)
Kolaborasi
19

1. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori da


jenis nutrient yang dibutuhkan

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi


8. Resiko Infeksi Tingkat Infeksi SLKI (L.14137, Observasi
berhubungan dengan hal:139) - Monitor tanda-tanda dan gejala infeksi lokal dan
defisiensi pertahanan Setelah dilakukan tindakan sistemik
SDKI (D. 0142 hal. keperawatan selama 1x7 jam Terapeutik
304) diharapkan derajat infeksi -Batasi jumlah pengunjung
menurun -Berikan perawatan kulit pada daerah edema
1. Demam menurn (5) -Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi
2. Sianosis menurun (5) Edukasi
3. Kadar sel darah putih -Jelaskan tanda dan gejala infeksi
membaik (5) -Ajarkan cara memeriksa luka
4. Periode malaise menurun -Anjurkan meningkatkan asupan cairan
(5) Kolaborasi
5. Periode menggigil menurun - Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu
(5)
20

2.3.4 Implementasi Keperawatan


Pada langkah ini, perawat memberikan asuhan keperawatan yang
pelaksanaannya berdasarkan rencana keperawatan yang telah disesuaikan pada
langkah sebelumnya (intervensi).
2.3.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dimaksudkan yaitu untuk pencapaian tujuan dalam asuhan
keperawatan yang telah dilakukan pasien. Evaluasi merupakan langkah terakhir
dari proses keperawatan dan berasal dari hasil yang ditetapkan dalam rencana
keperawatan.
21

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Mahasiswa : Yuni Elia Kartika


NIM : 2018.C.10a.0993
Tanggal Praktek : 2-4 Juni 2021
Tanggal & Jam Pengkajian : 2 Juni 2021, pukul 07:00 WIB

3.1 Pengkajian Keperawatan


3.1.1 Identitas
Nama Klien : By. Ny.W Diagnosa medis : NRDS (Neonatus
Tanggal lahir : 31 Mei 2021 (2 Hari) Respiratory Distress
Jam Kelahiran : 07.00 WIB Syndrome)dengan
BBLR
Ruang : Mawar
Tanggal Pengkajian : 2/06/2021
Umur Bayi Saat Dikaji : 2 Hari

Nama Ayah : Tn. S Nama Ibu : Ny. M


Umur : 29 tahun Umur : 28 tahun
Pekerjaan : Buruh Pekerjaan : IRT
Alamat : Gentan,03/07 Mlese. Alamat : Gentan,03/07 Mlese
Agama : Islam Agama : Islam
Pendididikan : SMA Pendidikan : SMA

3.1.2 Keluhan Utama :


Sesak nafas ( + )
3.1.3 Riwayat penyakit sekarang
Bayi Ny. W lahir pada tanggal 31 mei 2021 jam 07:00 Wib, karena bayi Ny. W lahir
dengan BB 1650 gr, tangis (-), sesak nafas (+), takipnea (+), retraksi dalam (+) dan
sianosis. Di HCU Neonatus bayi langsung ditempatkan di inkubator dan mendapatkan O 2
NCPAP 40 % PEEP 5 l/mnt.
3.1.4. Riwayat Penyakit Dahulu
22

Ny. W mengatakan tidak ada keluhan saat hamil. Ny. W hanya mengkonsumsi obat-
obatan yang diberikan oleh bidan. Ny. W tidak mempunyai riwayat penyakit deabetes
militus maupun hipertensi.
3.1.4 Riwayat penyakit keluarga
Ny. W mengatakan dalam keluarganya tidak ada yang menderita penyakit keturunan
maupun menular. Di dalam keluarga Ny. W maupun suaminya tidak ada yang
mempunyai riwayat BBLSR.
3.1.5 Riwayat Psikososial
Ny. W sering menengok anaknya keruang Bakung bagian isolasi neonatus.
3.1.6 Riwayat Antenatal
Ny. W mengatakan selama hamil rutin memeriksakan kandungannya ke bidan didekat
rumahnya setiap bulan.
3.1.7 Riwayat Natal
Bayi Ny. W lahir pada tanggal 31 Mei 2021 jam 07:00 WIB secara spontan. Ny. W
mengatakan air ketuban sudah keluar sejak sebelum melahirkan. Ny.W mengatakan umur
kehamilannya baru ± 34 minggu, karena air ketubannya sudah keluar, maka oleh dokter
bayi Ny. W harus segera dikeluarkan.
3.1.8 Riwayat Post natal
3.1.8.1 APGAR Score
APGAR 1 5
0 1 2
SCORE Menit Menit
tidak denyut
100 100 2 2
ada jantung
tidak Tak
baik pernapasan 1 1
ada Teratur
lemah Sedang baik tonus otot 1 2
tidak Peka
Merintih menangis 0 1
ada rangsang
Merah
biru jambu Merah
warna 1 1
putih ujung-2 jambu
Biru
jumlah 5 7
3.1.8.2 Antropometri
a) Berat badan lahir : 1650 gram
b) Lingkar kepala : 30 cm
c) Lingkar lengan atas : 5 cm
d) Panjang badan : 40 cm
23

e) Lingkar dada : 26 cm
f) Lingkar perut : 25 cm
g) Anus : positif
h) Adanya kelainan congenital : negatif

Status gizi: BB/usia= -3,71(<-3 SD; kesan gizi buruk),PB/usia= -2,67 (-3 SD - <-2 SD; kesan
pendek),BB/PB=-3,46(<-3SD;kesan sangat kurus)
Keluhan lainnya : Keluhan susah menyusui, refleks oral motor yaitu berupa refleks rooting
dan menghisap yang lemah.
Masalah Keperawatan : Defisit Nutrisi
3.1.9 Pola pengkajian
1. Pola pernapasan

RR = 68 x/menit, pernafasan cuping hidung, sianosis, retraksi dada (+), terapi


O2 NCPAP 40 % PEEP 5 l/mnt. SpO2 : 85%, Hasil AGD :pH: 7,44 , pCO2: 30
mmHg menurun , HCO3 21, BE -2.

Masalah keperawatan: Gangguan Pertukaran Gas


2. Pola kebutuhan cairan dan nutrisi

Kebutuhan cairan = 30 ml/hari. Bayi Ny. W minum ASI 8 X 4 cc melalui


OGT karena refleks menghisap dan menelan bayi masih lemah. Bayi NY. W
mendapat terapi infus D 10% 6 cc/jam.

3. Pola Eliminasi

Bayi Ny. W memakai pempers dan ditimbang tiap kali ganti pempers. Bayi
Ny. W sudah BAK dan BAB warna hitam lembek (mekonium).

4. Pola Aktivitas dan Istirahat

Bayi Ny. W terlihat lemah di dalam inkubator, tangisnya masih merintih dan
geraknya belum aktif.

5. Latar Belakang Sosial dan Budaya

Ny. W tidak merokok, tidak memiliki kebiasaan untuk diet ketat, Ny. W
tidak memiliki pantangan makanan tertentu ketika hamil, Ny. W tidak
ketergantungan maupun mengonsumsi obat psikotropika maupun
alkohol/minuman keras.
24

6. Hubungan Psikologis

Ny. W sering menjenguk anaknya. Ny. W merasa khawatir dengan kondisi


anaknya yang menurutnya sangat kecil. Ibu pasien selalu berdoa agar
anaknya segera diberi kesembuhan dan segera pulang bersamanya.

7. Persepsi-Kognitif

Ny. W tahu tentang kondisi bayinya, menurut Ny. W bayinya dalam kondisi
tidak baik, dan terlihat sesak nafas sampai tulang dadanya terlihat tertarik,
Ny. W tahu bahwa anaknya belum bisa disusui karena reflek menelannya
dan menghisap masih kurang sehingga harus dipasang selang makan.
3.1.10 Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum : lemah
2. Kesadaran : CM (Compos Mentis), gerak kurang aktif,tangis
merintih
3. Vital sign : RR= 68 x/menit, HR =184 x/menit,
Suhu = 36,0 0 C
4. Pemeriksaan tubuh :

Kulit : Klien tampak lemah/lesu, dirawat didalam inkubator, dan


turgor baik, capillary refill >2 detik, kelembapan lembab,
tidak ada oedema, Warna kulit kemerahan degan
ekstermitas kebiruan, tidak ikterus, sianosis, terdapat
sedikit lanugo pada dahi dan sekitar pipi, kulit tipis,licin
dan kulit teraba dingin.
Masalah Kerawatan : Hipotermia
Kepala : Rambut hitam,tipis,Tidak ada lesi, sutura terlihat.
Mata : Sklera mata putih, konjungtiva merah muda.
Hidung : terdapat pernafasan cuping hidung, lubang hidung 2,
terpasang O2 NCPAP 40 % PEEP 5 l/mnt.
Mulut : Bibir merah, tidak ditemukan stomatitis, mukosa bibir
kering.terpasang OGT.
Telinga : Tidak ada deformitas, lubang telinga bersih, simetris.
Leher : Bersih, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
Thorax :
25

Lingkar dada : 26 cm
Inspeksi : Bentuk simetris, klavikula normal, ada retraksi dada,
Iktus cordis normal,irama pernafasan tidak teratur, napas
cepat, penggunaan otot bantu napas, sianosis,
grunting/merintih, terdapat pernafasan cuping hidung,
terpasang O2CPAP dengan FiO2 30% 4 lpm, SpO2 : 85%,
Hasil AGD : pH: 7,44 , pCO2 : 30 mmHg menurun , HCO3
21, BE -2
Palpasi : vocal fremitus tidak sama
Perkusi : Sonor & redup
Auskultasi : Bunyi napas ronki, tipe pernafasan perut & dada, bunyi
jantung normal, tidak ada bunyi nafas tambahan, ke
dypsneu.
Masalah Keperawatan : Pola Napas tidak Efektif
Cardio : HR = 184 x/menit
Abdomen : Simetris, tidak ada lesi, terdapat bising usus 5 x/mnt.
Umbilikus : Tali pusat basah, tidak terjadi perdarahan, tidak terjadi
infeksi, terpasang infus umbilikalis D10%.
Genetalia : Labia mayora belum menutupi labia minora, tidak ada
kelainan letak lubang uretra
Anus : Tidak ada lesi, tak ada iritasi perineal, warna feces hitam
lembek.
Ekstremitas : Akral dingin, Jumlah jari tangan 5/5, Jumlah jari kaki 5/5,
tak ada kelumpuhan, gerak kurang aktif.

Reflek :
a) Reflek Moro ; ketika ada suara agak keras di sekitar ruangan
/ tempat inkubator maka pasien kurang merespon/ diam saja.
b) Reflek Sucking (Menghisab); Ketika di test dengan spuit
diberikan ASI, maka pasien tidak dapat. menelan dengan
sempurna ASI yang diberikan dan selalu ada ASI yang
keluar dari mulutnya.
c) Reflek Grasping (Menggenggam) ; ketika perawat
meletakkan jari telunjuknya ke tangan pasien, pasien dapat
26

menggenggam jari telunjuk perawat, namun genggaman


masih lemah.
d) Reflek Tonic Neck (Menoleh); ketika perawat membuat
gerakan / suara di sekitar pasien, pasien kurang merespon.
e) Reflek Babinski (Sentuhan Telapak Kaki); Jika disentuh
kakinya oleh perawat, pasien akan menarik kakinya ke atas.
f) Reflek Menelan ; kurang, jika diberi munim lewat spuit
maka ASI kan keluar sebagian dari mulutnya.
Tali pusat : Tidak ada masalah/ kelainan, bersih, tidak ada tanda-tanda
infeksi, tidak ada peradangan atau pembengkakan dan juga
perdarahan.
27
28

3.1.4 Pemeriksaan laboratorium


Tanggal 2-6-2021
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
1) Leukosit 24.400/ µL 3600 – 11000
2) Trombosit 255.000/ µL 150.000 - 440.000
3) Hemoglobin 16,8 g/Dl 11.7 – 15.5
4) AGD
 pH 7,44 7,35-7,45
 pCO2 30 35-45 mmHg

 HCO3 21 22-26 mEq/L

 BE -2 (+2) – (-2)

No Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai


normal
1 WBC 11,7 103/ul 9-30
2 RBC 3,95 106/ul 3,7 – 6,5
3 HGB 14,3 g/dl 14,9 – 23,7
4 HCT 42,5 % 47 – 75
5 MCV 107,6+ Fl 80 – 99
6 MCH 36,2+ Fl 27 – 31
7 MCHC 33,6 Pg 33 – 37
8 PLT 358 AG 103/ul 150 – 450
9 RDW 69 Fl 35 – 45
10 PDW 11,1 Fl 9 – 13
11 MPV 9,7 fL 7,2 – 11,1
12 P-LCR 21,8 % 15 – 25

12 LYM% 58,3 % 19 – 48
13 MXD% 7,7 % 0 -12
14 NEUT% 34,0- % 40 – 74
15 LYM# 6,8 103/ul 1 – 3,7
16 MXD# 0,9 103/ul 0 – 1,2
16 NEUT# 4,0 103/ul 1,5 – 7
17 Gol Darah O - -

3.1.5 Terapi
Tanggal 02-06-2021
29

Terapi Dosis Obat Cara Indikasi


pemberia
n
Infus IVFDD10% 144 cc/24 jam IV Infusan perifer untuk
memberikan kalori pada
kondisi tubuh yang kekurangan
kalori dan cairan
O2 NCPAP Di Hidung Bekerja dengan cara
40% PEEP 5
meniupkan tekanan udara
l/mnt ringan untuk menjaga saluran
udara terbuka, sehingga jalan
napas tetap terbuka dan
masalah pernapasan pasien
sleep apnea saat tidur pun dapat
teratasi.
Injeksi Ceftazidime 90 mg/12 jam IV Obat antibiotik untuk
mengobati infeksi bakteri
Injeksi Aminophilin Dosis IV Aminophylline bekerja dengan
loading 13 cara membuka saluran
mg dan dosis pernapasan di paru-paru,
maintenance sehingga udara dapat mengalir
4,5mg/12 jam ke dalam paru tanpa hambatan.

ASI 8x10cc/24jam Oral Untuk memenuhi kebutuhan


nutrisi pada bayi dalam masa
pertumbuhan & perkembangan

Palangka Raya, 02 Juni 2021


Mahasiswa

Yuni Elia Kartika


NIM. 2018.C.10a.0993
30

ANALISIS DATA

DATA SUBYEKTIF KEMUNGKINAN


MASALAH
DAN DATA OBYEKTIF PENYEBAB
Data subjektif : - Usaha nafas ↑ Gangguan
Data objektif Pertukaran Gas
- Bayi Klien tampak sesak Ventilasi asidosis↓
nafas
- Warna kulit ekstremitas CO2↑
kebiruan
- Irama pernafasan tidak Imatur paru-paru, alveoli
teratur sulit mengembang
- Bayi tampak sianosis
- Terdapat retraksi dada Ventilasi terganggu
- Bayi tampak
grunting/merintih Suplai O2↓
- Bunyi nafas
bronchovesikuler Napas periodik, dispnea,
- Pola napas abnormal cepat napas cuping hidung,
- Pernafasan cuping hidung hipoksia, kulit pucat
- Terpasang O2NCPAP
40% PEEP 5 l/mnt Gangguan Pertukaran
- Saturasi oksigen tampak Gas
menurun (SpO2) : 85%
- Hasil AGD :
pH: 7,44 , pCO2: 30 mmHg
, HCO3 21, BE -2
- Leukosit : 24.400/ µL
(normal 3.600-11.000)
- TTV
TD : - mmHg
N : 184 x/menit
S : 36,00C
RR : 68 x/menit
Data subjektif : - Usaha nafas ↑ Pola Napas Tidak
Data objektif : Efektif
- Bayi tampak sesak nafas Ventilasi asidosis↓
- Warna kulit ekstremitas
kebiruan CO2↑
- Irama pernafasan tidak
teratur Imatur paru-paru, alveoli
- Sianosis sulit mengembang
- Terdapat retraksi dada
- Bayi tampak Aliran darah paru ↓
grunting/merintih
- Bunyi nafas Dispnea, Takipneu,
bronchovesikuler Apnea, Retraksi dinding
31

- Pola napas abnormal cepat dada, Pernafsan cuping


- Pernafasan cuping hidung hidung, nafas pendek,
- Terpasang O2NCPAP nafas dalam (6-8 mL/k)
40% PEEP 5 l/mnt
- Saturasi oksigen tampak Pola Napas Tidak Efektif
menurun (SpO2) : 85%
- Hasil AGD :
pH: 7,44 , pCO2: 30 mmHg
, HCO3 21, BE -2
- Leukosit : 24.400/ µL
(normal 3.600-11.000)
- TTV
TD : - mmHg
N : 184 x/menit
S : 36,00C
RR : 68 x/menit

Data subjektif : - Kontrol suhu imatur Hipotermia


Data objektif
- Bayi tampak lemah Asidosis metabolik
- Mengigil
- Pengisian kapiler >2 detik Kurangnya cadangan
- akral dingin glikogen & lemak
- warna kulit merah agak
kebiruan, licin/halus Lemak subkutan tipis
tampak tipis,terdapat
lanugo. Respon mengigil pada
- Kulit teraba dingin bayi
- Klien berada didalam
incubator. Suhu tubuh dan udara
- BB bayi : 1.650 gram. berbeda
- TTV
TD : - mmHg Kulit teraba dingin
N : 184 x/menit
S : 36 0C Tidak dapat
RR : 68 x/menit meningkatkan panas
tubuh

Hipotermia
Data subjektif : - Imatur organ pencernaan Defisit Nutrisi
Data objektif:
- Antropometri : Reflek menghisap, telan
- Berat badan lahir: dan batuk lemah dan
1650 gram belum sempurna
- Lingkar kepala: 30 cm
- Lingkar lengan atas: 5 Intake nutrisi tidak
cm adekuat
32

- Panjang badan: 40 cm
Intake menurun
- Lingkar dada: 26 cm
- Lingkar perut: 25 cm
Defisit Nutrisi
- Anus: positif
- Adanya kelainan
congenital: negatif
Status gizi: BB/usia=
-3,71(<-3 SD; kesan gizi
buruk),PB/usia= -2,67 (-3
SD - <-2 SD; kesan
pendek),BB/PB=-3,46(<-
3SD;kesan sangat kurus)
- Biomedis: Hb16,8 g/dL
- Clinis : penurunan berat
badan, lemah,
pertumbuhan terhambat,
daya menghisap/ refleks
rooting lemah, Mukosa
kering.
- Diet : pemberian ASI
8x10cc/24jam
- Terpasang OGT
- Penurunan BB 10% dari
BB ideal
- TTV :
TD : - mmHg
N : 184 x/menit
RR : 68 x/menit
S : 36 0C
33

PRIORITAS MASALAH

1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan


ventilasi-perfusi yang ditandai denganbayi tampak sesak nafas, warna
kulit ekstremitas kebiruan, irama pernafasan tidak teratur, sianosis,
terdapat retraksi dada, grunting/merintih, bunyi nafas bronchovesikuler,
pola napas abnormal cepat, pernafasan cuping hidung, terpasang O2
NCPAP 40% PEEP 5 l/mnt. Saturasi oksigen (SpO2) tampak menurun:
85%. Hasil lab AGD didapatkan pH: 7,44 , pCO2: 30 mmHg , HCO3 21,
BE -2, Leukosit : 24.400/ µL (normal 3.600-11.000). Hasil pemeriksaan
TTV : TD - mmHg, N : 184 x/menit, RR : 68 x/menit, S : 360C.
2. Pola napas tidak Efektif berhubungan dengan penurunaan energi/
kelelahan, keterbatasan pengembangan otot yang ditandai dengan bayi
tampak sesak nafas, warna kulit ekstremitas kebiruan, irama pernafasan
tidak teratur, sianosis, terdapat retraksi dada, grunting/merintih, bunyi
nafas bronchovesikuler, pola napas abnormal cepat, pernafasan cuping
hidung, terpasang O2 NCPAP 40% PEEP 5 l/mnt. Saturasi oksigen (SpO2)
tampak menurun: 85%. Hasil lab AGD didapatkan pH: 7,44 , pCO2: 30
mmHg , HCO3 21, BE -2, Leukosit : 24.400/ µL (normal 3.600-11.000).
Hasil pemeriksaan TTV : TD - mmHg, N : 184 x/menit, RR : 68 x/menit,
S : 360C.
3. Hipotermia berhubungan dengan belum terbentuknya lapisan lemak pada
kulit ditandai dengan bayi tampak lemah, mengigil, pengisian kapiler >2
detik, akral dingin, warna kulit merah ekstremitas agak kebiruan, kulit
terlihat licin/halus tampak tipis,terdapat lanugo, kulit teraba dingin,
berada didalam incubator, , S : 360C/Axilla.
4. Defisit nutrisi berhubungan dengan Ketidakmampuan menghisap dan
penurunan mobilitas usus ditandai dengan, Pemeriksaan Antropometri
yaitu Berat badan lahir: 1650 gram,Lingkar kepala: 30 cm,Lingkar lengan
atas:, 5 cm,Panjang badan: 40 cm,Lingkar dada: 26 cm, Lingkar perut: 25
cm ,Anus: positif Adanya kelainan congenital: negative. Status gizi:
BB/usia= -3,71(<-3 SD; kesan gizi buruk),PB/usia= -2,67 (-3 SD - <-2
SD; kesan pendek),BB/PB=-3,46(<-3SD;kesan sangat kurus) Biomedis:
Hb 16,8 g/dL, Clinis : penurunan berat badan, lemah, pertumbuhan
terhambat, daya menghisap/ refleks rooting lemah, Mukosa kering. Diet :
pemberian ASI 8x10cc/24jam Terpasang OGT (Orogastric Tube).,
Penurunan BB 10% dari BB ideal.
34

3.3 RENCANA KEPERAWATAN

Nama Pasien : By. Ny W

Ruang Rawat : Ruang Keperawatan Neonatal

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional

1. Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan Intervensi 1. Monitor frekuensi, irama, 1. Mengetahui kemampuan klien dalam
berhubungan dengan 1x7 Jam diharapkan pertukaran kedalaman, dan upaya napas bernafas
ketidakseimbangan gas, respon ventilasi mekanik, 2. Monitor pola napas (seperti 2. Memantau dan mengetahui kondisi
ventilasi-perfusi yang keseimbangan asam-basa klien bradipnea, takipnea, umum pasien, dan apakah ada bunyi
ditandai denganbayi tampak meningkat, dengan kriteria hiperventilasi, kussmaul, cheyne- nafas tambahan.
sesak nafas, warna kulit hasil : strokes, biot, dan ataksik) 3. Mengetahui adanya perubahan nilai
ekstremitas kebiruan, irama 3. Monitor saturasi oksigen SaO2 dan status hemodinamik jida
pernafasan tidak teratur, 4. Monitor nilai AGD terjadi penurunan.
sianosis, terdapat retraksi 1. Tingkat kesadaran 5. Monitor hasil x-ray thorax 4. Menurunnya saturasi oksigen
dada, grunting/merintih, meningkat (5) 6. Bersihkan secret pada mulut, (PaO2)atau meningkatnya (PCO2)
bunyi nafas 2. Dispnea menurun (5) hidung dan trachea, jika perlu. menunjukkan perlunya penanganan
bronchovesikuler, pola 3. Bunyi napas tambahan 7. Pertahankan kepatenan jalan nafas yang lebih adekuat atau perubahan
napas abnormal cepat, menurun (5) 8. Berikan oksigenasi sesuai terapi.
pernafasan cuping hidung, 4. Pusing menurun (5) kebutuhan (mis. CPAP, Ventilator, 5. Mengetahui dan mendeteksi kondisi
terpasang O2NCPAP 40% 5 5. Penglihatan kabur menurun Nasal kanul, masker wajah, masker thorax pasien agar tidak ada komplikasi
l/mnt. Saturasi oksigen (5) rebreathing, atau non rebreathing) lain yang terjadi.
(SpO2) 85%, Hasil lab AGD 6. Gelisah menurun (5) 9. Gunakan bag-valve mask, jika 6. Mencegah obstruksi/aspirasi, suction
didapatkan pH: 7,44 , 7. Napas cuping hidung perlu dilakukan bila pasien tidak mampu
pCO2: 30 mmHg , HCO3 21, menurun (5) 10.Informasikan hasil pemantauan. mengeluarkan sekret
BE -2, Leukosit : 24.400/ 8. PCO2 membaik (5) 11.Ajarkan pasien dan keluarga cara 7. Menjaga kepatenan jalan napas untuk
µL. 9. PO2 membaik (5) menggunakan oksigen dirumah. memaksimalkan ventilasi,
35

10. Takikardia membaik (5) 12.Kolaborasi penentuan dosis 8. Pemberian oksigen membantu
11. Sianosis membaik (5) oksigen mempermudah oksigenasi klien dan
12. Pola napas membaik (5) 13.Kolaborasi pemberian surfaktan Memperbaiki atau mencegah terjadinya
hipoksia dan kegagalan napas serta
tindakan untuk penyelamatan hidup.
Warna kulit membaik (5)
9. Menggunakan ambubag harus dapat
mempertahankan terbukanya jalan nafas
13. Frekueensi napas membaik dengan mengangkat rahang bawah,
(5) menekan sungkup ke muka korban
14. Irama napas membaik (5) dengan kuat dan memompa udara
15. pH membaik (5) dengan memeras bagging.
16. Saturasi oksigen meningkat 10. Memberikan penjelasan akan
(5) menambah pengetahuan pasien tentang
17. FiO2 memenuhi kebutuhan penggunaan oksigen
meningkat (5) 11. Agar keluarga dapat melakukan secara
18. Kesimetrisan gerakan mandiri penggunaan oksigen
dinding dada meningkat (5) 12. Bekerja sama dengan dokter dalam
pemberian dosis oksigen
13. Kolaborasi dengan dokter pemberian
cairan surfaktan agar mempercepat
proses pematangan paru-paru pada bayi

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional


1. Mengetahui tanda dan
gejala awal pola nafas
2. Pola nafas tidak efektif Pola Napas SLKI (L.01004 Manajemen jalan napas SIKI (I.01011
tidak efektif
b.d penurunaan energi/ hal. 95) hal. 186)
kelelahan, keterbatasan 2. Mengetahui adanya
pengembangan otot sumbatan pada jalan nafas dan
(D.0005 hal. 26) Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor pola napas (frekuensi,
36

perkembangan status
kesehatan pasien
keperawatan selama 1x7 jam kedalaman, usaha napas)
3. Mengetahui adanya sumbatan di jalan
diharapkan pola napas efektif 2. Monitor bunyi napas tambahan
dengan kriteria hasil: (mis. gurgling, mengi, nafas
wheezing, ronkhi kering) 4. Memberikan rasa nyaman dan
3. Pertahankan kepatenan jalan kesempatan untuk beristirahat kepada
8. Dyspnea menurun skor 5 napas dengan head-tilt (jaw- pasien
9. Penggunaan otot bantu thrust jika curiga trauma 5. Agar pasien dan keluarga dapat
napas menurun skor 5 servikal)
10. Ortopnea menurun skor kooperatif
4. Atur interval pemantauan
5 respirasi sesuai kondisi pasien Agar keluarga dan pasien tahu tentang
11. Pernapasan pursed-lip perkembangan dari pengobatan yang
menurun skor 5 dilakukan
Jelaskan tujuan dan prosedur
12. Pernapasan cuping
pemantauan
hidung menurun skor 5
13. Frekuensi napas 5. Informasikan hasil pemantauan
membaik skor 5 jika perlu
14. Kedalaman napas
membaik skor 5

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional

3. Hiportermi b.d belum Termoregulasi SLKI Manajemen Hipotermia SIKI (I.14507 1. Mengetahui kondisi suhu tubuh dari
(L.14134) Hal.129 Setelah di hal. 183) pasien lebih lanjut
terbentuknya lapisan lemak
lakukan perawatan selama 1x7 2. Mengetahui lebih dini adanya gejala
pada kulit (D.0140 hal 302) jam diharapkan masalah hipotermi dan hipertermi sehingga
hipotermi klien teratasi, 1. Monitor suhu tubuh lebih cepat teratasi
dengan kriteria: 2. Indetifikasi penyebab 3. Memberikan intervensi yang tepat
hiportermia (mis, terpapar suhu 4. Menghidari komplikasi
lingkungan rendah, pakaian 5. Memberikan asuhan yang tepat sesuai
5. Akral dingin , menurun(1) tipis, kerusakan hipotalamus, tanda dan gejala
6. Kebiruan, menurun (1) penurunan laju metabolisme,
37

7. Energik, meningkat(5) kekurangan lemak subkutan) 6. Menjaga suhu tubuh klien menjadi
8. Suhu tubuh meningkat (5) 3. Monitor tanda dan gejala akibat tetap hangat
hiportermia (Hiportermia 7. Mejaga suhu tubuh klien menjadi tetap
ringan : takipnea, disatria, hangat
mengigil, hipertensi, diuresis, 8. Memghindari terinfeksi bakteri
hiportemia sedang : aritma, 9. Membantu klien menjadi tetap hangat
hipoteensi, apatis, koagulopati,
refleks menurun, hiportemia
berat : oliguria, refleks
menghilang, edema paru, asam
basa abnormal )
4. Sediakan lingkungan yang
hangat (mis atur suhu rungan,
inkubator)
5. Ganti pakaian atau linen klien
yang basah
6. Lakukan penghatan pasif (mis
selimut, menutup kepala,
pakaian tebal)
7. Lakukan penghatan aktif
eksternl (mis kompres air
hangat, botol hangat, selimut
hangat, perawatan metode
kanguru)
8. Lakukan penghatan akif
internal (mis infus cairan
hangat, oksigen nasi hangat,
lavase peritonetal dengan cairan
hangat)
9. Anjurkan makan dan minum
hangat
38

4. Defisit nutrisi Setelah diberikan asuhan


berhubungan dengan keperawatan selama 1x7 jam
1. Identifikasi status nutrisi 1. Menentukan asupan nutrisi yang akan
Ketidakmampuan diharapkan status menyusui
2. Identifikasi kebutuhan kalori dan diberikan sesuai dengan kebutuhan
menghisap dan penurunan membaik jenis nutrient 2. Mengetahui keseimbangan nutrisi bayi.
mobilitas usus 3. Identifikasi perlunya penggunaan 3. Nutrisi yang sedikit tapi sering untuk
Kriteria hasil : SLKI (L.03029 selang nasogastric (OGT) lambung yang belum matur.
Hal. 119) 4. Monitor berat badan 4. BB bayi sangat penting untuk
5. Monitor hasil pemeriksaan menetapkan kalori dan cairan bayi
laboratorium dengan mengetahui perubahan BB bayi
1. Perlekatan bayi pada 6. Identifikasi permasalahan yang ibu maka kita dapat mengetahui kondisi
payudara ibu meningkat (5) alami selama proses menyusui. bayi.
2. Tetesan/pancaran asi 7. Timbang berat badan 5. Memantau perkembangan kesehatan
meningkat (5) 8. Ukur antropometri komposisi pasien dari hasil laboratorium
3. Suplai ASI adekuat tubuh (mis. Indeks massa tubuh, 6. Memantau dan memahami tujuan atau
meningkat (5) pengukuran pinggang dan ukuran keinginan ibu untuk menyusui.
4. Puting tidak lecet setelah 2 lipatan kulit) 7. Mengetahui perkembangan bayi
minggu melahirkan 9. Berikan pujian terhadap perilaku 8. Mengetahui perkembangan bayi dengan
meningkat (5) ibu yang benar mengukur antropometri
5. Kepercayaan diri ibu 10. Dukung Ibu meningkatkan 9. Agar ibu semangat untuk memberikan
meningkat (5) kepercayaan diri dalam menyusui. ASI eksklusif.
6. Kemampuan ibu 11. Libatkan sistem pendukung: 10.Keluarga mampu memberikan motivasi
memposisikan bayi dengan suami, keluarga, tenaga kesehatan pada ibu agar mampu melakukan
benar meningkat (5) dan masyarakat. menyusui yang baik dan benar
7. Lecet pada puting menurun 12. Jelaskan manfaat menyusui bagi 11.Mengetahui manfaat asupan gizi
Kelelahan maternal ibu dan bayi seimbang yang diperlukan untuk ibu
menurun (5) 13. Ajarkan 4 (empat) posisi menyusui menyusui. Status gizi merupakan salah
8. Kecemasan maternal dan perlekatan (latch on) dengan satu faktor yang mempengaruhi dalam
menurun (5) benar. praktik pemberian kolostrum pada bayi.
9. Bayi tidak 14. Ajarkan perawatan payudara Jika status gizi ibu baik maka kolostrum
rewelmeningkat(5) postpartum (mis. Memerah ASI, yang dikeluarkan akan banyak dan jika
39

pijat payudara, pijat oksitosin). status gizi ibu kurang maka status gizi
15. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk yang dikeluarkan lebih sedikit
menentukan jumlah kalori dan 12.Pemberian ASI secara teratur sangat
jenis nutrient yang dibutuhkan membantu dalam pemenuhan kebutuhan
nutrisi, serta akan berperang dalam
proses termoregulasi bayi.
13.Mengetahui seberapa keterampilan ibu
dalam menempelkan bayi ke puting.
14.Supaya ibu bisa merawat payudara dan
puting susu. Perawatan payudara sangat
penting dilakukan bagi ibu yang telah
melahirkan untuk mencegah masalah
masalah yang timbul selama laktasi
seperti: pembengkakkan payudara,
penyumbatan saluran ASI, radang
payudara.
15.Kecukupan asuhan gizi pada ibu
menyusui sangat mempengaruhi
produksi ASI yang dibutuhkan bayi.
40

3.4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN


Tanda tangan dan
Hari/Tanggal, Jam Implementasi Evaluasi (SOAP)
Nama Perawat
1. Kamis, 03 juni 2021 1. Memonitor TTV S=-
Pukul : 08.00 WIB 2. Memonitor frekuensi, irama, kedalaman, dan O =
upaya napas - Hasil TTV
Diagnosa Keperawatan I 3. Memonitor pola napas (seperti bradipnea, TD : - mmHg
takipnea, hiperventilasi, kussmaul, cheyne- N : 184 x/menit
Gangguan pertukaran gas strokes, biot, dan ataksik) S : 360C (membaik)
berhubungan dengan 4. Memonitor saturasi oksigen RR : 68 x/menit (memburuk) Yuni Elia Kartika
ketidakseimbangan 5. Memonitor nilai AGD - Dispnea cukup meningkat, Napas cuping
ventilasi-perfusi 6. Membersihkan secret pada mulut, hidung dan hidung cukup meningkat(2), Frekuensi
trachea. napas sedang (3), Irama napas cukup
7. Mempertahankan kepatenan jalan nafas memburuk (2),
8. Memberikan oksigenasi sesuai kebutuhan (mis. - Pola napas memburuk (2) : takipnea,
NCPAP, Nasal kanul, masker wajah, masker Kesimetrisan gerakan dinding dada
rebreathing, atau non rebreathing) meningkat
9. Menginformasikan hasil pemantauan. - Saturasi oksigen menurun : 85%,
10. Mengajarkan pasien dan keluarga cara Sianosis sedang (4), Warna kulit cukup
menggunakan oksigen dirumah. membaik (4)
11. Berkolaborasi penentuan dosis oksigen - PCO2 cukup memburuk (2), PO2 cukup
12. Berkolaborasi pemberian surfaktan memburuk (2), pH membaik (5)
- Diberikan terapi Nebulizer
- FiO2 memenuhi kebutuhan cukup
menurun(2) : Terpasang terapi O2N
CPAP 30% PEEP 5 l/mnt, dengan Posisi
prone.
- Keluarga bisa mempraktekan
pemasangan oksigen sesuain dengan
arahan perawat.
- Sudah mendapatkan pemberian surfaktan
sesuai advice dokter
41

- Injeksi Aminophilin : Dosis loading 13


mg dan dosis maintenance 4,5mg/12 jam
A = Masalah belum teratasi
P = Lanjutkan intervensi 1-13
2. Kamis 03 juni 2021 1. Memonitor pola napas (frekuensi, kedalaman, S=-
Pukul 09 : 00 WIB usaha napas) O=
2. Memonitor bunyi napas tambahan (mis. - Dispnea sedang (3)
Diagnosa ke II gurgling, mengi, wheezing, ronkhi kering) - Frekuensi nafas sedang (3)
3. Memonitor adanya sumbatan jalan nafas - Kedalaman nafas sedang (3)
Pola nafas tidak efektif 4. Mengatur interval pemantauan respirasi sesuai -Tidak terdapat suara tambahan pernafasan
b.d penurunaan energi/ kondisi pasien -Tidak terdapat sumbatan jalan nafas
kelelahan, keterbatasan 5. Menjelaskan tujuan dan prosedur pemantauan -Keluarga tampak memahami penjelasan
pengembangan otot Menginformasikan hasil pemantauan jika perlu tentang tujuan dan prosedur pemantauan
-Keluara mengetahui hasil dari pemantauan
A = Masalah teratasi sebagian
P = lanjutkan intervensi
3. Kamis, 03 juni 2021 1. Memonitor suhu tubuh bayi (36,5 -37,5°C) S=-
Pukul : 10.00 WIB 2. Memonitor dan catat tanda dan gejala hipotermia O=
atau hipertemia. - S : 35,60C (memburuk)
3. Meningkatkan asupan cairan dan nutrisi yang - Menggigil Meningkat (1)
Diagnosa Keperawatan III adekuat. - Kulit merah Meningkat (1)
4. Membedong bayi segera setelah lahir untuk - Akrosianosis Meningkat (1)
Hipotermia berhubungan mencegah kehilangan panas. - Konsumsi oksigen Meningkat (1) Yuni Elia Kartika
dengan imaturitas 5. Menggunakan topi bayi untuk mencegah - Bayi sudah dibedong
termoregulasi dalam tubuh kehilangan panas pada bayi baru lahir. - Vasokonstriksi perifer cukup meningkat
6. Menempatkan bayi baru lahir di bawah radiant (2)
warmer - Bayi dirawat dalam incubator (radiant
7. Mempertahankan kelembaban inkubator 50% warmer)
atau lebih untuk mengurangi kehilangan panas - Pucat Meningkat (1)
karena proses evaporasi. - Takipnea Meningkat (1)
8. Mengatur suhu inkubator sesuai kebutuhan. - Hipoksia Meningkat (1)
9. Menghangatkan terlebih dahulu bahan-bahan - Suhu Tubuh Memburuk (1), Suhu kulit
yang akan kontak dengan bayi (mis. Selimut, Memburuk (1)
42

kain, bedongan, stetoskop). - Pengisisan kapiler memburuk (1)


10. Menghindari meletakkan bayi di dekat jendela - Ventilasi cukup memburuk (2)
terbuka atau di area aliran pendingin ruangan A = Masalah belum teratasi
atau kipas angin. P= Lanjutkan Intervensi 1-13
11. Menjelaskan cara pencegahan hipotermia karena
terpapar udara dingin.
12. Mendemonstrasikan teknik perawatan metode
kanguru (PMK) untuk bayi BBLR

4. Kamis, 03 juni 2021 1. Mengidentifikasi status nutrisi S=-


Pukul : 12.00 WIB 2. Mengidentifikasi kebutuhan kalori dan jenis O =
nutrient - Antropometri yaitu Berat badan lahir:
3. Mengidentifikasi perlunya penggunaan selang 1650 gram,Lingkar kepala: 30 Yuni Elia Kartika
nasogastric (OGT) cm,Lingkar lengan atas:, 5 cm,Panjang
Diagnosa Keperawatan IV 4. Memonitor berat badan badan: 40 cm,Lingkar dada: 26 cm,
5. Mengidentifikasi permasalahan yang ibu alami Lingkar perut: 25 cm ,Anus: positif
Defisit nutrisi b.d selama proses menyusui. Adanya kelainan congenital: negative.
ketidakmampuan 6. Menimbang berat badan Status gizi: BB/usia= -3,71(<-3 SD;
mneghisap dan penurunan 7. Mengukur antropometrik komposisi tubuh (mis. kesan gizi buruk),PB/usia= -2,67 (-3 SD
mobilitas usus Indeks massa tubuh, pengukuran pinggang dan - <-2 SD; kesan pendek),BB/PB=-
ukuran lipatan kulit) 3,46(<-3SD;kesan sangat kurus)
8. Memberikan pujian terhadap perilaku ibu yang - Prematuritas meningkat (5), Bayi
benar tampak pucat
9. Mendukung Ibu meningkatkan kepercayaan diri - Terpasang selang OGT
dalam menyusui - Daya menghisap/ refleks rooting lemah
10.Melibatkan sistem pendukung: suami, keluarga, - Perlekatan bayi pada payudara ibu
tenaga kesehatan dan masyarakat. tampak cukup menurun(2)
11.Menjelaskan manfaat menyusui bagi ibu dan - Tetesan/pancaran ASI tampak
bayi meningkat (5)
12.Mengajarkan 4 (empat) posisi menyusui dan - Suplai ASI tampak adekuat (5)
perlekatan (latch on) dengan benar. - Bayi tampak tidak rewel (5
13.Mengajarkan perawatan payudara postpartum - Puting tidak lecet setelah 2 minggu
(mis. Memerah ASI, pijat payudara, pijat melahirkan meningkat (5)
43

oksitosin). - Kepercayaan diri ibu meningkat (5)


14.Berkolaborasi dengan ahli gizi untuk - Kemampuan ibu memposisikan bayi
menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient dengan benar meningkat(5)
yang dibutuhkan - Lecet pada puting menurun (5)
- Kelelahan maternal cukup menurun (4),
Kecemasan maternal cukup menurun
(4)
- Sudah diberikan jumlah kalori dan jenis
nutrient sesuai advice dokter dan ahli
gizi
- ASI : 8x10cc/24jam Oral
A = Masalah teratasi sebagian
P = Lanjutkan intervensi 1-7, 14
44

CATATAN PERKEMBANGAN
Nama Pasien : By. Ny W
Ruang Rawat : Ruang Keperawatan Neonatal
Tanda tangan dan
Hari/Tanggal, Jam Implementasi Evaluasi (SOAP)
Nama Perawat
1. Jumat, 04 juni 2021 1. Memonitor TTV S=-
Pukul : 08.00 WIB 2. Memonitor frekuensi, irama, O =
kedalaman, dan upaya napas - Hasil TTV
Diagnosa Keperawatan I 3. Memonitor pola napas (seperti TD : - mmHg
bradipnea, takipnea, hiperventilasi, N : 138x/menit
kussmaul, cheyne-strokes, biot, dan S : 36,90C (membaik 5)
ataksik) RR : 50 x/menit (membaik 5) Yuni Elia Kartika
4. Memonitor saturasi oksigen - Dispnea menurun(5), Napas cuping
5. Memonitor nilai AGD hidungmenurun(5), Irama napas cukup
6. Membersihkan secret pada mulut, hidung membaik (4),
dan trachea. - Pola napas membaik (5), Kesimetrisan gerakan
7. Mempertahankan kepatenan jalan nafas dinding dada meningkat (5)
8. Memberikan oksigenasi sesuai kebutuhan - Saturasi oksigen menurun : 95%, Sianosis
(mis. CPAP, Nasal kanul, masker wajah, membaik(5), Warna kulit cukup membaik (4)
masker rebreathing, atau non rebreathing) - PCO2 cukup membaik (4) : 37 mmHg, PO2
9. Menginformasikan hasil pemantauan. cukup membaik (4), pH membaik (5)
10. Mengajarkan pasien dan keluarga cara - Diberikan terapi Nebulizer
menggunakan oksigen dirumah. - FiO2 memenuhi kebutuhan meningkat (5) :
11. Berkolaborasi penentuan dosis oksigen Terpasang terapi O2 NCPAP 40% 5 l/mnt,
12. Berkolaborasi pemberian surfaktan dengan Posisi prone.
- Sudah mendapatkan pemberian surfaktan
sesuai advice dokter
- Injeksi Aminophilin : Dosis loading 13 mg dan
dosis maintenance 4,5mg/12 jam
A = Masalah Teratasi
P = Pertahankan Intervensi
2. Jumat 04 juni 2021 1. Memonitor pola napas (frekuensi, S = -
45

Pukul : 09 : 00 WIB kedalaman, usaha napas)


2. Memonitor bunyi napas tambahan (mis.
O=
gurgling, mengi, wheezing, ronkhi kering)
Diagnosa keperawatan II
3. Memonitor adanya sumbatan jalan nafas - Dispnea sedang (3)
4. Mengatur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien - Frekuensi nafas sedang (3) Yuni Elia Kartika
5. Menjelaskan tujuan dan prosedur
- Kedalaman nafas sedang (3)
pemantauan
Menginformasikan hasil pemantauan jika -Tidak terdapat suara tambahan pernafasan
perlu
-Tidak terdapat sumbatan jalan nafas

-Keluarga tampak memahami penjelasan tentang


tujuan dan prosedur pemantauan

-Keluara mengetahui hasil dari pemantauan

A = Masalah teratasi sebagian

P = lanjutkan intervensi

3. Jumat, 04 juni 2021 1. Memonitor suhu tubuh bayi (36,5 -37,5°C) S = -


Pukul : 10.00 WIB 2. Memonitor dan catat tanda dan gejala O =
hipotermia atau hipertemia. - S : 36,5,0C (membaik)
3. Meningkatkan asupan cairan dan nutrisi - Menggigil Menurun (5)
Diagnosa Keperawatan III yang adekuat. - Kulit merah menurun (5)
4. Membedong bayi segera setelah lahir - Akrosianosis Menurun (5)
untuk mencegah kehilangan panas. - Konsumsi oksigen Menurun (1)
5. Menggunakan topi bayi untuk mencegah - Bayi sudah dibedong dan terasa hangat Yuni Elia Kartika
kehilangan panas pada bayi baru lahir. - Vasokonstriksi perifer menurun (5) CRT <2
6. Menempatkan bayi baru lahir di bawah detik
radiant warmer - Bayi dirawat dalam incubator (radiant warmer)
46

7. Mempertahankan kelembaban inkubator - Pucat Menurun (5)


50% atau lebih untuk mengurangi - Takipnea Menurun (5)
kehilangan panas karena proses evaporasi. - Hipoksia Cukup menurun (4)
8. Mengatur suhu inkubator sesuai - Suhu Tubuh Membaik (5), Suhu kulit Membaik
kebutuhan. (5)
9. Menghangatkan terlebih dahulu bahan- - Pengisisan kapiler membaik (5)
bahan yang akan kontak dengan bayi (mis. - Ventilasi cukup membaik (5)
Selimut, kain, bedongan, stetoskop). A= Masalah teratasi
10. Menghindari meletakkan bayi di dekat P = Pertahankan Intervensi
jendela terbuka atau di area aliran
pendingin ruangan atau kipas angin.
11. Menjelaskan cara pencegahan hipotermia
karena terpapar udara dingin.
12. Mendemonstrasikan teknik perawatan
metode kanguru (PMK) untuk bayi BBLR

4. Jumat, 6 April 2021 1. Mengidentifikasi status nutrisi S=-


Pukul : 12.00 WIB 2. Mengidentifikasi kebutuhan kalori dan O =
jenis nutrient - Antropometri yaitu Berat badan 1.655 gram
Diagnosa Keperawatan IV 3. Mengidentifikasi perlunya penggunaan (meningkat), Lingkar kepala: 30 cm,Lingkar
selang nasogastric (OGT) lengan atas:, 5 cm,Panjang badan: 40
4. Memonitor berat badan cm,Lingkar dada: 26 cm, Lingkar perut: 25 Yuni Elia Kartika
5. Mengidentifikasi permasalahan yang ibu cm ,Status gizi: BB/usia= -3,71(<-3 SD; kesan
alami selama proses menyusui. gizi buruk),PB/usia= -2,67 (-3 SD - <-2 SD;
6. Menimbang berat badan kesan pendek),BB/PB=-3,46(<-3SD;kesan
7. Mengukur antropometrik komposisi tubuh sangat kurus)
(mis. Indeks massa tubuh, pengukuran - Prematuritas meningkat (5),
pinggang dan ukuran lipatan kulit) - Bayi tampak pucat menurun (1)
8. Berkolaborasi dengan ahli gizi untuk - Terpasang selang OGT
menentukan jumlah kalori dan jenis - Daya menghisap/ refleks rooting lemah
nutrient yang dibutuhkan - Perlekatan bayi pada payudara ibu tampak
meningkat(5)
- Tetesan/pancaran ASI tampak meningkat (5)
47

- Suplai ASI tampak adekuat (5)


- Bayi tampak tidak rewel (5
- Puting tidak lecet setelah 2 minggu
melahirkan meningkat (5)
- Kemampuan ibu memposisikan bayi dengan
benar meningkat(5)
- Kelelahan maternal cukup menurun (4),
- Sudah diberikan jumlah kalori dan jenis
nutrient sesuai advice dokter dan ahli gizi
- ASI : 8x10cc/24jam Oral
A = Masalah teratasi sebagian
P = Lanjutkan intervensi 1-7, 14
48

BAB 4
PENUTUP

1.1 Kesimpulan
Neonatorum Respiratory Distress Syndrome adalah penyakit yang
disebabkan oleh ketidakmaturan dari sel tipe II dan ketidakmampuan sel tersebut
untuk menghasilkan surfaktan yang memadai. Respiratory Distress Syndrome
terjadi pada bayi prematur atau kurang bulan, karena kurangnya produksi
surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai sejak kehamilan minggu ke-22, makin
muda usia kehamilan, makin besar pula kemungkinan terjadi RDS. Terdapat 4
faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu prematur, asfiksia,
perinatal, maternal diabetes, maupun seksio sesaria (Nugraha, 2014).
Menurut (Manuaba, 2012) tanda-tanda yang mungkin ditunjukkan oleh bayi
yang mengalami RDS di antaranyanapas cepat, takipnea : laju napas > 60 kali per
menit (normal laju napas 40 kali per menit), lubang hidung melebar ketika
bernapas, retraksi (ketika bayi bernapas dengan cepat, kulit tertarik di antara
tulang rusuk atau di bawah tulang rusuk), bising saat bernapas atau mendengkur,
bibir, bantalan kuku, dan kulit berwarna kebiruan karena kekurangan oksigen,
yang disebut dengan  sianosis, dan grunting (suara merintih saat ekspirasi).
Neonatus dengan RDS memerlukan terapi oksigen yang awalnya dilakukan
dengan ventilasi mekanik. Namun, pemasangan ventilator mekanik dapat
meningkatkan risiko pneumotoraks, paten duktus arteriosus, perdarahan
intraventrikel, dan displasia bronkopulmonar akibat distensi berlebih struktur
paru.Dalam penatalaksanaan RDS, diupayakan terapi minimal invasif agar tidak
menambah perburukan dan komplikasi pada bayi prematur. Pemberian surfaktan
pada bayi RDS yang dikombinasikan dengan CPAP dapat mengurangi mortalitas,
kebutuhan ventilasi mekanik, dan insidens pneumothoraks ataupun BPD.

Hasil pengkajian pada Berdasarkan laporan kasus diatas maka penulis


menyimpulkan beberapa hal : bayi dengan berat badan 1650 gram kurang dari
49

normal, dengan panjang badan 40, lingkar kepala 30, dengan keadaan umum bayi
tampak lemah, tampak sesak nafas dan pengerakan bayi sedikit.

Diagnosa yang muncul pada laporan kasus ini adalah : Gangguan pertukaran
gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi-perfusi,Pola nafas tidak
efektif b.d penurunaan energi/ kelelahan, keterbatasan pengembangan otot
Hiportermi b.d belum terbentuknya lapisan lemak pada kulit, Defisit nutrisi b.d
ketidakmampuan menghisap dan penurunan mobilitas usus

Intervensi yang muncul pada laporan kasus Bayi Ny W adalah Monitor


frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas, Monitor pola napas (seperti
bradipnea, takipnea, hiperventilasi, kussmaul, cheyne-strokes, biot, dan
ataksik), Monitor saturasi oksigen, Monitor nilai AGD, Monitor hasil x-ray
thorax, Bersihkan secret pada mulut, hidung dan trachea, jika perlu., Pertahankan
kepatenan jalan nafas, Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan (mis. CPAP,
Ventilator, Nasal kanul, masker wajah, masker rebreathing, atau non
rebreathing), Gunakan bag-valve mask, jika perlu, Informasikan hasil
pemantauan., Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan oksigen dirumah,
Kolaborasi penentuan dosis oksigen, Kolaborasi pemberian surfaktan. Monitor
suhu tubuh bayi (36,5 -37,5°C), Monitor dan catat tanda dan gejala hipotermia
atau hipertemia, Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang adekuat, Bedong bayi
segera setelah lahir untuk mencegah kehilangan panas, Gunakan topi bayi untuk
mencegah kehilangan panas pada bayi baru lahir, Tempatkan bayi baru lahir di
bawah radiant warmer, Pertahankan kelembaban inkubator 50% atau lebih untuk
mengurangi kehilangan panas karena proses evaporasi, Atur suhu inkubator sesuai
kebutuhan, Hangatkan terlebih dahulu bahan-bahan yang akan kontak dengan bayi
(mis. Selimut, kain, bedongan, stetoskop), Hindari meletakkan bayi di dekat
jendela terbuka atau di area aliran pendingin ruangan atau kipas angin, Sesuaikan
suhu lingkungan dengan kebutuhan pasien, Jelaskan cara pencegahan hipotermia
karena terpapar udara dingin. Identifikasi status nutrisi, Identifikasi kebutuhan
kalori dan jenis nutrient, Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastric
(OGT), Monitor berat badan, Monitor hasil pemeriksaan laboratorium,
50

Identifikasi permasalahan yang ibu alami selama proses menyusui, Timbang berat
badan, Ukur antropometri komposisi tubuh (mis. Indeks massa tubuh, pengukuran
pinggang dan ukuran lipatan kulit), Berikan pujian terhadap perilaku ibu yang
benar, Dukung Ibu meningkatkan kepercayaan diri dalam menyusui, Libatkan
sistem pendukung: suami, keluarga, tenaga kesehatan dan masyarakat, Jelaskan
manfaat menyusui bagi ibu dan bayi, Ajarkan 4 (empat) posisi menyusui dan
perlekatan (latch on) dengan benar, Ajarkan perawatan payudara postpartum
(mis. Memerah ASI, pijat payudara, pijat oksitosin), Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient yang dibutuhkan.Identifikasi
pengetahuan dan kesiapan orangtua belajar tentang perawatan bay berikan
panduan tentang perubahan pola tidur bayi selama tahun pertama, Sediakan materi
dan media pendidikan Kesehatan, Berikan kesempatan untuk bertanya, Jelaskan
manfaat perawatan bayi, Jelaskan kebutuhan nutrisi bayi, Jelaskan tanda-tanda
lapar, Ajarkan cara memilih makanan sesuai dengan usia bayi, Ajarkan cara
mengatur frekuensi makanan sesuai usia bayi, anjurkan tetap memberikan ASI
saat bayi sakit.

Implementasi atau pelaksanaan keperawatan merupakan tahap ke empat


dalam proses keperawatan, dimana rencana perawatan dilaksanakan, pada tahap
ini perawat siap menjelaskan dan melaksanakan intervensi dan aktivitas yang
telah dicatat dalam rencana keperawatan, agar implementasi perencanaan ini tepat
waktu dan efektif terhadap biaya, perlu mengidentifikasi prioritas perawatan klien
kemudian bila telah dilaksanakan, memantau dan mencatat respon klien terhadap
setiap intervensi dan mendokumentasikannya informasi ini kepada penyediaan
perawatan kesehatan keluarga.

Evaluasi adalah fase kelima dan fase terakhir proses keperawatan. Dalam
konteks ini, evaluasi adalah aktivitas yang direncanakan, berkelanjutan, dan
terarah ketika klien dan profesional kesehatan menentukan kemajuan klien
menuju pencapaian tujuan/hasil, dan keefektifan rencana asuhan keperawatan.
Dari hasil evaluasi data dari Catatan Perkembangan pada Jumat, 04 juni 2021
yang didapat dengan 3 (empat) masalah yang diangkat teratasi sesuai dengan
51

tujuan dan kriteria hasil dengan diagnosa keperawatan yaitu Gangguan Pertukaran
Gas,Pola napas tidak efektif, dan hipotermia,Kemudian, 1 (satu) masalah teratasi
sebagian dengan diagnosa keperawatan yaitu Defisit Nutrisi, karena bayi prematur
dan BBLR sehingga perlu pengawasan dan kontrol dari Ibu By. Ny W dan
keluarga agar masalah pemenuhan nutrisi yang dialami klien dapat teratasi.

1.2 Saran

4.2.1Bagi Mahasiswa
Saran bagi mahasiswa agar laporan studi kasus ini berguna untuk
menambah ilmu pengetahuan bagi mahasiswa dan mampu mempelajari asuhan
keperawatan dengan diagnosa medis Neonatorum Respiratory Distress
Syndromedan sebagai acuan atau referensi untuk mahasiswa dalam penulisan
laporan studi kasus selanjutnya.

4.2.2 Bagi Institusi Pendidikan

Saran bagi institusi pendidikan agar laporan pendahuluan studi kasus ini
dapat dijadikan sebagai salah satu bahan bacaan atau referensi untuk mahasiswa
dalam membuat asuhan keperawatan terkait pasien dengan diagnosa Neonatorum
Respiratory Distress Syndrompada masa mendatang.

4.2.3 Bagi Institusi Rumah Sakit

Untuk RSUD dr. Doris Palangka Raya khususnyapada keperawatan


neonatallaporan ini dapat memberikan gambaran pelaksanaan asuhan keperawatan
pada pasien dengan diagnosa medis Neonatorum Respiratory Distress
52

Syndromdan meningkatkan mutu pelayanan perawatan di rumah sakit kepada


pasien dengan diagnosa medis Neonatorum Respiratory Distress
Syndromhendaknya dengan hati-hati, cermat dan teliti serta selalu menjaga
kesterilan alat, maka akan mempercepat proses penyembuhan.
53

DAFTAR PUSTAKA

Dinas Kesehatan Provinsi Kalteng. 2016. Angka Kejadian BBLR Dari Tahun
2010-2015 Di Kalteng. Palangka Raya: Dinas Kesehatan Provinsi Kalteng.
Hartiningrum & Fitriyah, 2018. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) Di Provinsi
Jawab Timur Tahun 2012-2016. Surabaya: Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Airlangga.
Kementerian Kesehatan RI. 2020. Sekretariat Jenderal Profil Kesehatan
Indonesia Tahun 2019. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.
Kurniawan & Wiwin. 2020. Hubungan antara Diabetes Melitus Gestasional dan
Berat Badan Lahir dengan Kejadian Respiratory Distress Syndrome (RDS)
pada Neonatus di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. Samarinda:
Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur.
Nugraha, Satya Adi. 2014. Low Birth Weight Infant With Respiratory Distress
Syndrome (Jurnal). Lampung: Faculty Of Medicine Universitas Lampung.
Manuaba, C. 2012.Gawat-Darurat Obstetri-Ginekologi dan Obstetri Ginekologi
Sosial Untuk Profesi Bidan. Jakarta: EGC.
Marmi, & Rahardjo. 2012. Asuhan Neonatus, Bayi, dan Balita dan Anak
Prasekolah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Maryanti. 2015. Asuhan Neonatus & bayi. EGC, Jakarta
Pantiawati dkk.2012 .Asuhan Kebidanan 1.Jakarta:Nuha Medika.
PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Rajashree, K. 2015. Study on the Factors Associated with Low Birth Weight
among Newborns Delivered in a Tertiary-Care Hospital, Shimoga,
Karnataka. International Journal of Medical Science and Public Health, [e-
journal] 4 (9): pp. 1287–1290.

77
54

Saifuddin.2015. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan


Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.
Sudarti & Fauziah. 2013. Asuhan Neonatus Resiko Tinggi dan Kegawatan.
Cetakan I. Yogyakarta: Nuha medika.
Suminto, Silvia. 2017. Peranan Surfaktan Eksogen pada Tatalaksana Respiratory
Distress Syndrome Bayi Prematur (Jurnal). Jakarta: Fakultas Kedokteran
UNIKA Atma Jaya.
Surasmi,Asrining.2013.Perawatan Bayi Resiko Tinggi.Jakarta: EGC.
Supiati., 2016. Karakteristik Ibu kaitanyya dengan Kejadian Bayi Berat Lahir
Rendah. Jurnal Kebidanan dan Kesehatan Tradisional, 1(1): 1-99.
Wijaya, R.S. 2013. Hubungan Anemia pada Ibu Hamil dengan Kejadian Bayi
Berat Lahir Rendah di Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Jambi
Periode 19 April-31 Mei 2013. Artikel Ilmiah. Universitas Jambi.
World Health Organization (WHO). 2018. Low Bitrh Weight. [online]
http://www.worldlifeexpentancy.com/cause-of-death/low-birth-weight/by-
country/
55

DAFTAR PUSATAKA

Evan. 2011. Asuhan Keperawatan Pasien Respiratory Distress Syndrome (RDS),


diakses pada tanggal10 September 2011
http://www.ilmukeperawatanku.com/asuhan-keperawatan-pasien-
respiratory-distress-syndrome-rds.html>
Suminto, Silvia. "Peranan surfaktan eksogen pada tatalaksana respiratory distress
syndrome bayi prematur." Cermin Dunia Kedokteran 44.8 (2017): 568-
571.
PPNI (2016).Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2018).Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan tindakan
keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2018).Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan kriteria hasil
keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Riskesdas. (2018). Hasil Utama Riskesdas 2018. Kemekes RI
Wijanarti, Putu Dipta Pramita. Gambaran Asuhan Keperawatan Pada Bayi
Respiratory Distress Syndrome (RDS) Dengan Gangguan Pertukaran Gas
di Ruang Perinatologi RSUD Wangaya Tahun 2020. Diss. Poltekkes
Denpasar Jurusan Keperawatan, 2020.
56

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA, VOLUME 3, NO. 2, NOVEMBER 2017: 125-131

Agrina, Tingkat Kejadian Respiratory Distress Syndrome (RDS)...

TINGKAT KEJADIAN RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME


(RDS) ANTARA BBLR PRETERM DAN BBLR DISMATUR

Meta Febri Agrina, Afnani Toyibah, Jupriyono

Poltekkes Kemenkes Malang, Jalan Besar Ijen


No. 77 C Malang Email:
meta.diana22@gmail.com

Respiratory Distress Syndrome (RDS) and


Low Birth Weight Infant

Abstrak: There are many kind of low birth weight infant complication, one of them is
Respiratory Distress Syndrome (RDS). The aim of this research is to know the
difference of RDS between preterm low birth weigth infant and dismature low birth
weight infant. Research design use comparative analytic with documentation study
approach. Population of this research is all of the low birth weight infant with RDS
diagnose that registered in medical record of RSUD Kanjuruhan in 2016 period as
many as 40 infants. Sampling technique use simple random sampling as many as 36
respondent include. Statistic test use Fisher Exact which show us the result p > a
(0,28 > 0,05), so this research accept H 0, it means that there is no difference of RDS
between preterm low birth weigth infant and dismature low birth weight infant.

Keywords: RDS, preterm, dismature, low birth weight infant

Abstrak: Komplikasi BBLR banyak macamnya salah satunya adalah Respiratory


Distress Syndrome (RDS). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbedaan
kejadian Respiratory Distress Syndrom (RDS) antara BBLR preterm dan BBLR
dismatur. Desain penelitian analitik komparatif dengan pendekatan studi
dokumentasi. Populasi sebanyak 40 BBLR dengan diagnosa RDS, sampling
menggunakan teknik simple random sampling dengan jumlah sampel sebanyak 36
responden yang memenuhi kriteria inklusi. Uji statistik dengan Fisher Exact yang
menunjukkan hasil p > a (0,28 > 0,05), dengan demikian penelitian ini menerima H 0
artinya tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada kejadian RDS antara BBLR
preterm dan BBLR dismatur.

Kata Kunci: kejadian RDS, preterm, dismatur, BBLR


57

PENDAHULUAN
Indonesia mencapai 22 per 1000
Kematian bayi merupakan kelahiran hidup. Meskipun
masalah bidang kesehatan yang mengalami penurunan tetapi jumlah
perlu mendapat perhatian. tersebut terbilang cukup tinggi.
Kematian bayi yang terangkum Dibandingkan dengan negara
dalam Angka Kematian Bayi ASEAN lainnya, angka AKB
(AKB)/ Infant Mortality Rate tertinggi berada di Indonesia.
merupakan salah satu indikator yang Angka ini menandakan masih
lazim untuk menentukan derajat perlunya upaya yang lebih, dalam
kesehatan masyarakat, baik dalam menurunkan AKB melalui upaya
tatanan kota/kabupaten hingga pencegahan dan penanganan faktor
tatanan nasional. AKB merujuk penyebab kematian.
pada jumlah bayi yang meninggal Setiap tahunnya diseluruh dunia
pada fase antara kelahiran hingga
ISSN 2460-0334 diperkirakan 4 juta bayi meninggal 125
usia di bawah 1 tahun per 1000 pada tahun pertama kehidupannya
kelahiran hidup. In- donesia dalam dan dua pertiganya meninggal pada
MDGs 2015 menargetkan adanya bulan pertama kehidupan. Hasil
penurunan angka kematian bayi Riskesdas 2007 menunjukkan bahwa
(AKB) menjadi 23 per 1000 78,5% dari kematian neo- natal
kelahiran hidup. Berdasarkan terjadi pada umur 0-6 hari (masa
hasil sementara Survei Penduduk neonatal). Kematian neonatal juga
Antar Sensus (SUPAS) tahun berkontribusi besar
2015, AKB di
125
Agrina, Tingkat Kejadian Respiratory Distress Syndrome (RDS)...

terhadap AKB yaitu sebanyak 59%. Selain disease, (HMD)) atau penyakit paru akibat
itu, penurunan presentase angka kematian difisiensi surfaktan (surfac- tant deficient lung
neonatal juga terbilang sulit yaitu 20/1.000 disease (SDLD)), gangguan pernapasan paling
kelahiran hidup pada SDKI tahun 2002- umum yang mengenai bayi preterm (kurang
2003 hanya menjadi 19/ bulan), serta penyebab utama morbiditas
1.000 kelahiran hidup pada SDKI tahun dan mortalitas pada bayi preterm (Lissauer,
2012. Hal ini menandakan bahwa masa 2008). RDS menimbulkan defisiensi
neonatal perlu mendapat perhatian lebih
disamping sebagai penyumbang besar
AKB, juga karena masa neo- natal
merupakan masa paling rentan terhadap
berbagai komplikasi yang menyebabkan
pening- katan angka morbiditas dan
mortalitas pada masa neonatal.
Penyebab utama kematian pada
neonatus adalah komplikasi kehamilan dan
persalinan, seperti asfiksia, sepsis, dan
komplikasi berat lahir rendah (Depkes RI,
2008). Komplikasi yang menyerang bayi
berat lahir rendah banyak macamnya,
diantaranya gangguan pada sistem
pernafasan, susunan saraf pusat,
kardiovaskuler, hematologi,
gastrointestinal, ginjal, dan
termoregulasi. Hal ini dikarenakan bayi yang
lahir dengan berat badan < 2500 gr
tubuhnya belum mampu beradaptasi
dengan baik terhadap lingkungan di luar
rahim. Salah satu komplikasi berat lahir
rendah yang merupakan gangguan sistem
pernafasan adalah respiratory distress
syndrome (RDS) / hyaline membrane
disease (HMD) /sindrom gawat nafas. Hal
ini sesuai dengan hasil Ramdani dkk.,
(2014), yang menyatakan bahwa faktor
penyulit tersering pada BBLSR salah
satunya adalah RDS/HMD sebanyak
38,1%.
Respiratory distress syndrome (RDS)/
sindrom gawat nafas merupakan suatu
sindrom yang sering ditemukan pada
neonatus. RDS disebut juga sebagai
penyakit membran hialin (hyalin membrane
ISSN 2460-0334 12
Agrina, Tingkat Kejadian Respiratory Distress Syndrome (RDS)...
oksigen (hipoksia) dalam tubuh bayi, sama besarnya dengan AKB yang
sehingga bayi mengaktifkan disebabkan oleh prematuritas. Hasil
metabolisme anaerob. Metabolisme penelitian Malino dan Artana, menyatakan
anaerob akan menghasilkan produk bahwa RDS bermakna dalam
sampingan berupa asam laktat. meningkatkan kematian neonatus. Hal ini
Metabolisme anaerob yang terjadi dalam menunjukkan bahwa RDS memegang
waktu lama akan menyebabkan kerusakan peran dalam menyumbang angka pada
otak dan berbagai komplikasi pada kematian bayi dan kematian neonatus.
organ tubuh. Komplikasi utama Seperti yang telah
mencakup kebocoran udara (emfisema
interstisial pulmonal), perdarahan
pulmonal, duktus arteriosus paten,
infeksi/kolaps paru, perdarahan
intraventikular, yang berujung pada
peningkatan morbiditas dan mortalitas
neonatus. RDS sering menjangkit bayi
dengan berat lahir rendah dikarenakan
imaturitas fungsi organ tubuh. Hal ini
ditegaskan pula dalam (Sacco, 2015)
bahwa, berat bayi lahir ekstrem rendah
memiliki paru dengan struktur dan fungsi
yang imatur, sehingga menyebabkan lebih
mudah terserang RDS akibat defisiensi
surfaktan.
Profil kesehatan provinsi Jawa Timur
2012 menyatakan bahwa provinsi Jawa
timur memiliki estimasi pemetaan AKB >
28,31/1000 kelahiran hidup, yaitu sebanyak
30,46/1000 kelahiran hidup. Hal ini
menandakan bahwa Jawa Timur tergolong
provinsi dengan AKB tinggi. Dari laporan
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tahun
2012, diketahuibahwa jumlah bayidengan
BBLR di Jawa Timur mencapai 3,32%
yang diperoleh dari persentase 19.712
bayi dari 594.461 bayi baru lahir yang
ditimbang. Kabupaten Malang sendiri
jumlah BBLR sebanyak 3,44%, dengan
kata lain jumlah BBLR di kabupaten
Malang melebihi rata-rata jumlah BBLR di
Jawa Timur. Sedangkan Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) Kementerian kesehatan
(Kemenkes) tahun 2007, RDS
menyumbangkan AKB sebanyak 14%
ISSN 2460-0334 12
diuraikan di atas, bahwa penyumbangAKB (Greenough et al, 1996 dalam Fraser, 2009).
yang besar berasal dari kematian Ditegaskan pula dalam Edwards et al
neonatus, dimana kematian neonatus salah (2013) bahwa, lama kehamilan berbanding
satunya diakibatkan oleh komplikasi terbalik dengan resiko RDS, namun ada
pada BBLR yang dalam penelitian ini penyebab lain terjadinya RDS pada usia
dimaksudkan adalah RDS, maka aterm yaitu: transient tachipnea of the
berdasarkan data tersebut provinsi Jawa newborn, pneumonia, meconeum
Timur kabupaten Malang menjadidaerah aspiration syndrome, persistent
yang peneliti pilih sebagai tempat penelitian
dan khususnya di RSUD Kanjuruhan
Kepanjen, yang merupakan rumah sakit
umumdi daerah kabupaten Malang. Di
RSUD Kanjuruhan Kepanjen Kabu- paten
Malang, didapatkan jumlah AKB pada
tahun 2014 sebanyak 60/1000 KH, pada
tahun 2015 sebanyak 43/1000 KH, serta
pada tahun 2016 sebanyak 66/1000 KH.
Sedangkan data BBLR dalam periode
2014-2016 sebanyak 1059 bayi, yaitu 472
bayi di tahun 2014, 315
bayi di tahun 2015, 272 bayi di tahun
2016. Oleh karena jumlah AKB dan
BBLR yang cukup besar di RSUD
Kanjuruhan Kepanjen terutama di tahun
2016 dibandingkan tahun- tahun lain
dalam periode 3 tahun terakhir ini, maka
penulis memilih RSUD Kanjuruhan
Kepanjen sebagai tempat penelitian dan
pada periode tahun 2016.
Berdasarkan hasil penelitian Marfuah,
dkk, didapatkan bahwa derajat asfiksia,
kehamilan ganda, usia kehamilan, paritas,
dan hipertensi ibu merupakan faktor resiko
signifikan pada RDS neonatus. RDS
terutama terjadi pada bayi prematur;
insidensinya berbanding terbalik dengan
umur kehamilan dan berat badannya.
Meskipun terlihat paling sering setelah
kelahiran prematur, namun gangguan lain
seperti diabetes maternal atau
sindromaspirasi mekoneum dapat pula
menghambat produksi surfaktan
pulmonary hypertension of the neonate, nominal, oleh karena itu untuk menguji
pneu- mothorax. Dengan kata lain, tidak hipotesis dengan menggunakan uji Fisher
hanya bayi prematur/preterm yang Exact.
beresiko terhadap RDS namun juga bayi
bukan prematur/aterm dengan gangguan- HASIL PENELITIAN
gangguan penyerta, juga memiliki resiko
Hasil penelitian pada 36 responden di
terhadap Tingkat Kejadian RDS.
RSUD Kanjuruhan Kepanjen ditampilkan
Tujuan penelitian ini untuk
dalam data umumdandata khusus. Data
membandingkan tingkat kejadian RDS
umumberisikategori BBLR, jenis kelamin,
antara BBLR preterm dan BBLR dismatur
jenis persalinan, komplikasi
di RSUD Kanjuruhan Kepanjen.

METODE PENELITIAN
Desain penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah analitik
komparatif. Sampel yang digunakan pada
penelitian ini adalah BBLR dengan
diagnosa RDS yang diambildari dokumen
rekam medis pasien yang dirawat di
ruang perinatologi RSUD Kanjuruhan
Kepanjen pada tahun 2016 yang
memenuhi kriteria inklusi, yang berjumlah
36 responden. Kriteria inklusi dalam
penelitian ini adalah: a) BBLR preterm, b)
BBLR dismatur, c) Bayi dengan RDS, d)
Dirawat di ruang perinatologi RSUD
Kanjuruhan pada tahun 2016 dan terdapat
dalam rekam medik pada bagian berat
badan lahir, lama kehamilan, diagnosa,
dan penatalaksanaan. Teknik pengam-
bilan sampel yang digunakan adalah
teknik Simple Random Sampling.
Penelitian ini dilaksanakan di Ruang
Perinatologi RSUD Kanjuruhan
Kepanjen. Penelitian ini dilakukan pada
bulan bulan Mei 2017. Untuk memperoleh
data tentang BBLR dan Tingkat Kejadian
RDS dilakukan dengan studi rekam medis
pasien.
Dalam penelitian ini skala data dari
variabel mandiri menggunakan skala data
Tabel 1. Tabel Silang Perbedaan Tingkat Kejadian RDS antara
BBLR preterm dan BBLR dismatur

pada BBLR, dan kondisi akibat RDS BBLR dismatur, serta perbedaan tingkat
sedangkan data khusus meliputi data yang kejadian RDS antara BBLR preterm dan
berisi variabel penelitian, yaitu tingkat BBLR dismatur.
kejadian RDS pada BBLR preterm,
tingkat kejadian RDS pada BBLR
dismatur, serta perbedaan tingkat
kejadian RDS antara BBLR preterm dan
BBLR dismatur.
Pada data umum ini disajikan
karakteristik responden meliputi kategori
BBLR, jenis kelamin, jenis persalinan,
komplikasi pada BBLR, dan kondisi
akibat RDS.
Hasil penelitian diketahui BBLR
preterm sebanyak 72,2% dan BBLR
dismatur sebanyak 27,8%.
Berdasarkan jenis kelamin diketahui
bahwa 57,7% BBLR preterm berjenis
kelamin laki-laki dan 70% BBLR dismatur
berjenis kelamin laki- laki.
Hasil penelitian diketahui bahwa
65,4% BBLR preterm memilikijenis
persalinan spontan dan 70% BBLR
dismatur memiliki jenis persalinan SC.
Diketahui bahwa komplikasi yang
sering terjadi pada BBLR adalah sepsis
sebesar 92,3% pada BBLR preterm dan
70% pada BBLR dismatur dan terjadi
kematian sebesar 76,9% pada BBLR
preterm dan sebesar 80% pada BBLR
dismatur akibat RDS.
Data khusus responden meliputi
tingkat kejadian RDS pada BBLR
preterm, tingkat kejadian RDS pada
Tingkat kejadian RDS berat dan RDS
ringan pada BBLR preterm masing-
masing sebanyak 50%, sedangkan tingkat
kejadian RDS pada BBLR dismatur
adalah RDS berat sebanyak 60%.
Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa
tingkat kejadian RDS ringan dan RDS
berat masing- masing sebanyak 50% pada
BBLR preterm dan tingkat kejadian RDS
berat sebanyak 60% pada BBLR dismatur.
Hasil uji fisher exact dengan  =
0,05 didapatkan p = 3,91. Oleh karena p
lebih besar dari taraf kesalahan yang
ditetapkan  (3,91 >
0,05) maka H0 diterima, dapat dinyatakan
bahwa tidak terdapat perbedaan yang
bermakna pada tingkat kejadian RDS
antara BBLR preterm dan BBLR dismatur.

PEMBAHASAN
Berdasarkan hasilpenelitian dapat
diketahui bahwa pada BBLR preterm
mengalami RDS berat dan RDS ringan
masing-masing sebanyak 50%. Hal ini
dikarenakan pada BBLR preterm fungsi
organ bayi belum matur, yaitu: alveoli kecil
sehingga sulit untuk mengembang,
pengembangan alveoli kurang sempurna
karena dinding dada masih lemah, serta
produksi surfaktan yang belum sempurna.
Gangguan pernapasan pada neonatus ini
terutama berkaitan dengan terhambatnya
maturasi paru dan kondisi yang mengarah
pada defisiensi surfaktan, serta imaturitas
fisiologis dari dada (Hockenberry, 2013).
Hasil penelitian
menjelaskan bahwa BBLR preterm yang menurunkan produksi surfaktan oleh sel
mengalami RDS lebih banyak pneumosit tipe II. Oleh karena penyebab-
dibandingkan BBLR dismatur. penyebab yang telah dijelaskan di atas,
Ditegaskanpula oleh Greenough et al (1996) maka dapat disimpulkan RDS lebih
dalam Fraser (2009) bahwa sebagian mengarah pada BBLR preterm baik RDS
besar bayi yang lahir sebelum genap 30 berat maupun RDS ringan.
minggu gestasi akan mengalami RDS. Berdasarkan hasilpenelitian dapat
Surfaktan memiliki unsur utama, diketahui bahwa 60% BBLR dismatur
yaitu: dipalmitilfosfatidilkolin (lesitin), mengalami RDS
fosfatidilgliserol, apoprotein (protein
surfaktan= PS-A, B, C, D), dan kolesterol.
Ketidakadekuatan surfaktan pada bayi
pretermdisebabkan karena terhentinya fase
pembentukan surfaktan yang seharusnya
terdiri dari 5 fase (embrionik,
pseudoglandular, kanalikular, kantong
terminal, alveolar), harus terhenti pada fase
ke-3 (kanalikular), yaitu pada usia 17-24
minggu. Agen aktif ini dilepaskan ke dalam
alveoli, untuk mengurangi tegangan
permukaan dan membantu
memertahankan stabilitas alveolar dengan
jalan mencegah kolapsnya ruang udara
kecil pada akhir ekspirasi. Kadar tertinggi
surfaktan terdapat dalam paru janin yang
dihomogenasi pada umur kehamilan 20
minggu, tetapi belum mencapai permukaan
paru sampai tiba saatnya. Surfaktan
tampak dalam cairan amnion antara 28 dan
32 minggu. Kadar surfaktan paru matur
biasanya muncul sesudah 35 minggu
(Behrman, dkk, 2000).
Kenaikan frekuensi RDS dihubungkan
oleh beberapa faktor, salah satunya adalah
jenis kelamin. Insidens RDS tertinggi adalah
pada bayi preterm laki-laki. Hal ini sesuai
dengan data jenis kelamin BBLR di RSUD
Kanjuruhan Kepanjen tahun 2016, bahwa
sebanyak 57,7% BBLR preterm yang
mengalami RDS berjenis kelamin laki-laki.
Penyebab hal ini adalah adanya hormon
androgen pada laki-laki yang dapat
berat, dan 40% mengalami RDS ringan. mengalamigangguan/komplikasi asfiksia
Hal ini disebabkan karena faktor resiko sebesar 10%. Gangguan asfiksia peri-
dismaturitas, yaitu diabetes gestasional natal pada bayi dismatur dapat diakibatkan
berat pada ibu dan komplikasi yang sering karena ibu diabetes, ibu perokok berat,
terjadi pada bayi dismatur diantaranya pre- eklampsi, status ekonomi yang
hipoglikemia, asfiksia, sindrom aspirasi rendah, infeksi kehamilan oleh
mekoneum, dan polisitemia dimana toksoplasmosis dan CMV.
komplikasi-komplikasi tersebut
merupakan faktor penyebab terjadinya
RDS. RDS jarang terjadi pada bayi
cukup bulan. Kenaikan frekuensi RDS
pada bayi cukup bulan dihubungkan
dengan bayi dari ibu diabetes, kehamilan
multijanin, persalinan seksio caesarea,
persalinan cepat, asfiksia, stress dingin,
dan adanya riwayat bahwa bayi
sebelumnya terkena RDS (Warren &
Anderson, 2010 dalam Hockenberry,
2015). Bayi dengan ibu diabetes lanjutan
dapat pula menjadi penyebab
dismaturitas karena vaskularisasi maternal
yang terganggu.
Gangguan hipoglikemia sering terjadi
pada bayi dengan ibu diabetes gestasional
karena bayi memproduksi insulin yang
berlebihan, dikarena- kan kadar glukosa
yang ditransport ibu melalui plasenta
kadarnya berlebihan. Hal ini menyebab- kan
bayi berada dalam kondisi hiperinsulin.
Saat bayi lahir, bayi akan mengalami
hipoglikemia karena pasokan glukosa
dari ibu terhenti ditambah dengan kondisi
hiperinsulin yang telah ada pada bayi sejak
kehamilan. Dalam penelitian Bourbon
(1985) dinyatakan bahwa keadaan
hipoglikemia dan hiperinsulin pada bayi
akan menghambat proses biokimia dalam
maturasi paru dan menyebabkan
abnormalitas pada sistem surfaktan paru
yang menyebabkan defisiensi produksi
surfaktan. Halinilah yang menyebabkan
terjadinya RDS.
Pada penelitian didapatkan bahwa
pada BBLR dismatur
Asfiksia perinatal ini dapat berakibat pada pneumosit tipe II. Sedangkan pada
aspirasi mekoneum dan hipoglikemia persalinan dengan sectio caesarea,
yang dapat mengarah pada RDS. dimungkinkan ibu mengalami gangguan
Pada penelitian didapatkan bahwa perfusi darah uterus yang dapat
pada BBLR dismatur terjadigangguan menyebabkan asfiksia pada bayi, dimana
sindrom aspirasi mekoneum sebesar 10%. asfiksia dapat menjadi predisposisi RDS.
Gangguan aspirasi mekoneum terjadi pada Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis
bayi yang mengalami stress intra- persalinan SC pada BBLR dismatur
uterin/hipoksia. Stress intra-uter- sebanyak 70%. Dengan demikian dapat
ine/hipoksia menyebabkan bayi dinyatakan bahwa BBLR dismatur beresiko
mengalami relaksasi pada sfingter anal, terhadap penyakit RDS karena adanya
sehingga bayi mengeluarkan mekoneum. faktor resiko dismatur dan komplikasi
Kebanyakan meko- neum ini teraspirasi dismatur yang dapat menyebabkan RDS .
saat bayi bernapas pertama kali, namun Hasil penelitian diketahui bahwa RDS
tidak menutup kemungkinan telah berat dan RDS ringan lebih banyak
teraspirasi sejak dalam rahim yang terjadipada BBLR preterm. Berdasarkan
disebabkan bayi mengalami gasping. Oleh analisa data dengan uji statistik Fisher
karena aspirasi mekoneum, terjadilah exact didapatkan p = 3,91. Oleh karena p
obstruksiparsial pada jalan napas, sumbatan lebih besar dari taraf kesalahan yang
0
udara, hiperinflasi distal, dan
atelektasis yang menyebabkan inaktivasi ditetapkan/  (3,91 > 0,05) maka diterima,
H
surfaktan, yang pada akhirnya dan sectio caesarea juga dapat
menyebabkan RDS. menghambat produksi surfaktan pada
Gangguan polisitemia sering terjadi pada dismaturitas. Hal ini sesuai dengan hasil
bayi dengan ibu diabetes, bayi yang penelitian bahwa pada BBLR dismatur
mengalami hambatan pertumbuhan intra terdapat sebanyak 70% bayi berjenis
uterin, bayidismatur, dan merupakan akibat kelamin laki-laki, hal ini dikarenakan
dari asfiksia. Polisitemia merupakan adanya hormon androgen pada laki-laki
penyakit dimana sumsum tulang yang dapat menurunkan produksi
menghasilkan sel darah merah yang surfaktan oleh sel
berlebihan sebagai respon tubuh bayi yang
mengalami hipoksia. Kondisi ini
menyebabkan darah bayi menjadi lebih
kental yang mengakibatkan berkurangnya
kecepatan aliran darah dalam pembuluh
darah yang kecil, sehingga pengang- kutan
oksigen ke jaringan terganggu. Keadaan ini
merupakan predisposisi dari hipoglikemia,
dimana hipoglikemia menyebabkan
defisiensi produksi surfaktan yang
mengakibatkan RDS.
Persalinan dengan jenis kelamin laki-laki
dapat dinyatakan bahwa tidak terdapat
perbedaan yang bermakna pada tingkat
kejadian RDS antara BBLR preterm dan
BBLR dismatur. RDS adalah penyakit yang
berkaitan dengan defisiensi surfaktan.
Gangguan pernapasan pada neonatus ini
terutama berkaitan dengan terhambatnya
maturasi paru dan kondisi yang mengarah
pada defisiensi surfaktan, serta imaturitas
fisiologis dari dada (Hockenberry, 2013).
Ditegaskan pula oleh teorimenurut Fraser
(2011), bahwa penyakit ini terjadi akibat
insufisiensi produksi surfaktan dan terlihat
paling sering setelah kelahiran prematur.
Pada BBLR preterm RDS dikarenakan
fungsi & struktur paru yang belum matur
(RDS pulmonal), sedangkan pada BBLR
dismatur dikarenakan adanya faktor resiko
dan komplikasi dismaturitas (RDS non-
pulmonal). Bayi preterm lahir sebelum paru
siap menjadi organ yang efisien untuk
pertukaran gas, inilah yang menjadi faktor
perkembangan RDS pada preterm (RDS
pulmonal yang disebabkan kombinasi
imaturitas struktural & fungsional paru).
Sedangkan pada bayi dismatur, memiliki
komplikasi hiperinsulin dan hipoglikemi
yang dimungkinkan menjadi faktor yang
menurunkan
sintesis surfaktan yang berkontribusi terhadap perkembangan RDS
(Hockenberry, 2013). Berat dan ringannya gambaran klinis RDS sangat
dipengaruhi oleh berat badan lahir, usia kehamilan yang mengarah pada tingkat
maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia kehamilan, semakin berat
gambaran klinis yang didapatkan. RDS merupakan salah satu penyebab
seringnya kematian pada bayi terutama bayi dengan berat badan lahir rendah.
Dalam data yang diambil pada kondisi BBLR di RSUD Kanjuruhan tahun
2016, didapatkan bahwa sebanyak 76,9% terjadi kematian pada BBLR
preterm dan sebanyak 80% kematian pada BBLR dismatur akibat RDS. Dalam
penelitian tentang faktor risiko tingkat kejadian RDS pada neonatus preterm di
RSUD Dr. Soetomo Surabaya, diperoleh hasil bahwa faktor resiko yang
paling berpengaruh terhadap tingkat kejadian RDS adalah asfiksia prenatal
bersama dengan usia gestasi 24-33 minggu, berat lahir
<1500 gr, persalinan SC, KMK/dismaturitas, komplikasi hipertensi maternal,
komplikasi eklampsi maternal, dan komplikasi PROM. Pada penelitian
didapatkan bahwa baik pada BBLR preterm maupun BBLR dismatur
mengalami gangguan/komplikasi paling umum adalah sep- sis, yaitu sebesar
92,30% pada BBLR preterm dan 70,00% pada BBLR dismatur. Hal ini sesuai
dengan pernyataan menurut Haws, (2007) bahwa penyebab RDS salah
satunya adalah infeksi/sepsis (misal streptokokus grup B, her- pes simpleks,
dan varicella). Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan
yang bermakna pada Tingkat Kejadian RDS antara BBLR preterm dan BBLR
dismatur karena RDS berat dan RDS ringan keduanya lebih banyak menyerang
BBLR preterm.

PENUTUP
Pada penelitian tentang perbedaan tingkat kejadian RDS antara BBLR
preterm dan BBLR
dismatur di RSUD Kanjuruhan disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan tingkat
kejadian Res- piratory Distress Syndrom (RDS) antara BBLR preterm dan
BBLR dismatur di RSUD Kanjuruhan.
Petugas kesehatan atau instansi terkait secara rutin/berkala sebaiknya
memberikan penyuluhan kepada masyarakat, khususnya ibu hamil tentang
pemeriksaan kehamilan secara ru- tin, pencegahan BBLR baik preterm
maupun dismatur selama hamil, serta bahaya penyakit RDS pada BBLR
preterm dan BBLR dismatur.

DAFTAR PUSTAKA
Behrman, Richard E., dkk. (2000). Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: EGC
Bourbon, J. R., & Farrell, P. M. (1985). Fetal Lung Development in the
Diabetic Preg- nancy, 19(3).
Edwards, M. O., Kotecha, S. J., dan Kotecha,
S. (2013). Respiratory Distress of the Term Newborn Infant. Paediatric
Respiratory Reviews, 14(1), 29-37. https://doi.org/
10.1016/j.prrv.2012.02.002
Fraser dan Cooper. (2011). Buku Ajar Bidan.
Jakarta: EGC
Haws, Paulette S. (2007). Asuhan Neonatus Rujukan Cepat. Jakarta: EGC
Hockenberry, Marilyne J. & David Wilson. (2015). Nursing Care of Infants and
Chil- dren. Canada : Elsevier
Hockenberry, Marilyne J. & David Wilson. (2013). Essentials of Pediatric
Nursing. America : Elsevier
Lissauer, Tom dan Avroy Fanaroff. (2008). At a Glance Neonatologi. Jakarta:
Erlangga
Sacco, O., Silvestri, M., dan Rossi, G. A. (2015). Recurrent respiratory
infections in the follow-up of the extremely low birth weight infant. Italian
Journal of Pediatrics, 41(Suppl 1), A36. https:// doi.org/10.1186/1824-
7288-41-S1-A36

Anda mungkin juga menyukai