Oleh :
Di susun oleh:
Mengetahui
Ketua Program Studi S1
Keperawatan Pembimbing Akademik
i
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada An. R Dengan Diagnosa
Medis Neonatal respiratory distress syndrome (NRDS) Pada Keperawatan
Neonatal”. Laporan pendahuluan ini disusun guna melengkapi tugas (PPK 3).
Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKES Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners
STIKES Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Nia Pristina, S.Kep., Ners selaku pembimbing akademik yang telah
banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian
asuhan keperawatan ini
4. Ika Paskaria, S.Kep., Ners selaku koordinator Praktik Pra Klinik 3 Program
Studi Sarjana Keperawatan.
5. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan
ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................i
KATA PENGANTAR....................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN...............................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................2
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan..........................................................................3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................4
2.1 Konsep Dasar Penyakit.....................................................................4
2.1.1 Definisi...........................................................................................4
2.1.2 Anatomi Fisiologi...........................................................................4
2.1.3 Etiologi...........................................................................................7
2.1.4 Klasifikasi.......................................................................................7
2.1.5 Patofisiologi...................................................................................8
2.1.6 Manifestasi Klinis (Tanda dan Gejala)...........................................11
2.1.7 Komplikasi.....................................................................................11
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang..................................................................12
2.1.9 Penatalaksanaan Medis..................................................................13
2.2. Manjemen Bayi Baru Lahir...............................................................13
2.3. Manajemen Asuhan Keperawatan....................................................13
2.3.1 Pengkajian......................................................................................13
2.3.2 Diagnosa.........................................................................................15
2.3.3 Intervensi........................................................................................16
2.3.4 Implementasi..................................................................................24
2.3.5 Evaluasi..........................................................................................24
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN............................................................25
3.1 Pengkajian.........................................................................................25
3.2 Diagnosa............................................................................................34
3.3 Intervensi...........................................................................................37
3.4 Implementasi.....................................................................................44
3.5 Evaluasi.............................................................................................44
BAB 4 PENUTUP...........................................................................................56
4.1 Kesimpulan........................................................................................56
4.2 Saran..................................................................................................57
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
SAP
LEAFLET
JURNAL
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
2
1
3
1
5
BAB 2
TINJUAN PUSTAKA
tulang rawan krikoid. Faring terbagi menjadi 3 bagian yaitu nasofaring, orofaring
dan laringofaring kemudian Laring, laring berperan untuk pembentukan suara dan
untuk melindungi jalan nafas terhadap masuknya makanan dan cairan. Trakea,
merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16 sampai 20 cincin kartilago
yang terdiri dari tulangtulang rawan yang terbentuk seperti C. Bronkus merupakan
percabangan trachea. Setiap bronkus primer bercabang 9 sampai 12 kali untuk
membentuk bronki sekunder dan tersier dengan diameter yang semakin kecil.
Struktur mendasar dari paru-paru adalah percabangan bronchial yang selanjutnya
secara berurutan adalah bronki,bronkiolus,bronkiolus terminalis, bronkiolus
respiratorik, duktus alveolar, Nose Nasal Cavity Oral Cavity Larynx Trakhea
Pharynx Right Primary Bronchus Lungs 8 dan alveoli. Dibagian bronkus masih
disebut pernafasan extrapulmonar dan sampai memasuki paru-paru disebut
intrapulmonary. Terakhir adalah Paru-paru yang berada dalam rongga torak,yang
terkandung dalam susunan tulang-tulang iga dan letaknya disisi kiri dan kanan
mediastinum yaitu struktur blok padat yang berada dibelakang tulang dada. Paru-
paru berbentuk seperti spins dan berisi udara dengan pembagian udara Antara
Paru kanan, yang memiliki tiga lobus Dan paru kiri dua lobus (Setiadi, 2007).
2.1.3 Etiologi
Menurut (Marmi & Rahardjo, 2012) penyebab RDS (Respiratory Distress
Syndrome) pada neonatus yaitu terdiri dari:
2.1.2.1 Faktor ibu
Faktor ibu meliputi hipoksia pada ibu, usia ibu kurang dari 20 tahun atau
lebih dari 35 tahun, gravida empat atau lebih, sosial ekonomi rendah,
maupun penyakit pembuluh darah ibu yang mengganggu pertukaran gas
janin seperti hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus, dan lain-lain.
2.1.2.2 Faktor plasenta
Faktor plasenta meliputi solusio plasenta, perdarahan plasenta, plasenta
kecil, plasenta tipis, plasenta tidak menempel pada tempatnya.
2.1.2.3 Faktor janin
Faktor janin atau neonatus meliputi tali pusat menumbung, tali pusat
melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir,gemeli,
prematur, kelainan kongenital pada neonatus dan lain-lain.
8
Kelahiran prematur
Produksi surfaktan
menurun Produksi surfaktan Sirkulasi pernafasan ↓ Perfusi ke organ Penurunan aliran Ventilasi paru- Lemak
menurun menjadi terganggu vital paru-paru par terganggu subkutan tipis
darah
menyebabkan Defisiensi
Atelectasis paru menurunanya pertahanan diri
Atelectasis paru Kurangnya Penggunaan energi Suhu tubuh dan
otak menurun volume vaskuler lemah
oksigen ke yang maksimal untuk udara berbeda
Kolaps dan tisdak jaringan bernafas
mampu menahan sisa kolabs Inskemia Pelepasan Kulit teraba
udara fungsiomal pada vasopressin dan dingin Resiko
akhir espirasi Refleks
hipoxia reabsorbsi air dari
Ggn fungsi serebral menghisap lemah
MK: duktus kolektivus
Ddifusi terganggu gangguan MK:
perfusi Intake nutrisi Hiportermi
MK ; Penurunan kesadaran, oliguria
kelemahan otot, tidak adekuat
Ventilasi paru-paru gangguan
pertukaran dilatasi pupil, kejang,
terganggu
letargi
MK: Resiko
Ketidakseimbanga MK: Defisit
Nafas periodik
n cairan nutrisi
MK:
Resiko
Cedera
MK ; pola
nafas tidak
10
Menurut (Manuaba, 2012) tanda-tanda yang mungkin ditunjukkan oleh bayi yang
mengalami RDS di antaranya:
1) Napas cepat
2) Lubang hidung melebar ketika bernapas
3) Retraksi (Ketika bayi bernapas dengan cepat, kulit tertarik di antara tulang rusuk
atau di bawah tulang rusuk).
10
Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi setelah 2
jam
Apabila bayi tidak menunjukan perbaikan atau tanda-tanda perburukan
setelah 2 jam, terapi untuk kemungkinan besar sepsis.
Bila bayi mulai menunjukan tanda-tanda perbaikan kurangai terapi
o2secara bertahap . Pasang pipa lambung, berikan ASI peras setiap 2
jam. Jika tidak dapat menyusu, berikan ASI peras dengan memakai
salah satu cara pemberian minum.
Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik dihentikan. Bila
bayi kembali tampak kemerahan tanpa pemberian O2 selama 3 hari,
minumbaik dan tak ada alasan bayi tatap tinggal di Rumah Sakit bayi
dapat dipulangkan.
c. Gangguan nafas berat
Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya.
Bila dalam pengamatan ganguan nafas memburuk atau timbul gejala
sepsis lainnya. Terapi untuk kemungkinan besar sepsis dan tangani
gangguan nafas sedang dan dan segera dirujuk di rumah sakit rujukan.
Berikan ASI bila bayi mampu mengisap. Bila tidak berikan ASI peras
dengan menggunakan salah satu cara alternatif pemberian minuman.
Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada perbaikan gangguan
napas. Hentikan pemberian O2 jika frekuensi napas antara 30-60
kali/menit.
Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dengan umur kehamilan 37
minggu sampai 42 minggu dan berat lahir 2500 gram sampai 4000 gram (Depkes
RI, 2015).
Neonatus (bayi baru lahir) adalah bayi yang baru lahir sampai usia 4 minggu
lahir biasanya dengan usia gestasi 38-42 minggu (Wong, D,L, 2013).
Jadi asuhan keperawatan pada bayi baru lahir adalah asuhan keperawatan
yang diberikan pada bayi yang baru mengalami proses kelahiran dan harus
menyesuaikan diri dari kehidupan intra uteri kekehidupan ekstra uteri hingga
mencapai usia 37-42 minggu dan dengan berat 2.500-4.000 gram.
2.2.2 Etiologi
2.2.2.1 His(Kontraksi otot rahim)
2.2.2.2 Kontraksi otot dinding perut
2.2.2.3 Kontraksi diafragma pelvis atau kekuatan mengejan.
2.2.2.4 Ketegangan dan kontraksi ligamentum retundum.
2.2.3 Manifestasi Klinis
2.2.3.1 Lahir aterm antara 37-42 minggu
2.2.3.2 Berat badan 2500 – 4000 gram
2.2.3.3 Panjang lahir 48 – 52 cm
2.2.3.4 Lingkar dada 30 – 38 cm
2.2.3.5 Lingkar kepala 33 – 35 cm
2.2.3.6 Lingkar lengan 11-12
2.2.3.7 Frekuensi denyut jantung 120-160x/menit
2.2.3.8 Kulit kemerah- merahan dan licin karena jaringan subkutan yang cukup.
2.2.3.9 Rambut lanugo tidak terlihat dan rambut kepala biasanya telah sempurna
2.2.3.10 Kuku agak panjang dan lemas
2.2.3.11 Nilai APGAR >7
2.2.3.12 Gerakan aktif
2.2.3.13 Bayi lahir langsung menangis kuat
2.2.3.14 Genetalia :
1) Pada laki-laki kematangan ditandai dengan testis yang berada pada
skrotum dan penis yang berlubang.
18
2.2.7.1 Membersihkan jalan nafas Bayi normal akan menangis spontan segera
setelah lahir, apabila bayi tidak langsung menangis, penolong segera
membersihkan jalan nafas dengan cara sebagai berikut :
1) Letakkan bayi pada posisi terlentang di tempat yang keras dan hangat.
23
f. Pengkajian
1) Aktivitas/Istirahat
26
Status sadar mungkin 2-3 jam beberapa hari pertama, bayi tampak semi koma
saat tidur ; meringis atau tersenyum adalah bukti tidur dengan gerakan mata
cepat, tidur sehari rata-rata 20 jam.
2) Pernapasan dan Peredaran Darah
Bayi normal mulai bernapas 30 detik sesudah lahir, untuk menilai status
kesehatan bayi dalam kaitannya dengan pernapasan dan peredaran darah
dapat digunakan metode APGAR Score. Namun secara praktis dapat dilihat
dari frekuensi denyut jantung dan pernapasan serta wajah, ekstremitas dan
seluruh tubuh, frekwensi denyut jantung bayi normal berkisar antara 120-140
kali/menit (12 jam pertama setelah kelahiran), dapat berfluktuasi dari 70-100
kali/menit (tidur) sampai 180 kali/menit (menangis). Pernapasan bayi normal
berkisar antara 30-60 kali/menit warna ekstremitas, wajah dan seluruh tubuh
bayi adalah kemerahan.Tekanan darah sistolik bayi baru lahir 78 dan tekanan
diastolik rata-rata 42, tekanan darah berbeda dari hari ke hari selama bulan
pertama kelahiran. Tekanan darah sistolik bayi sering menurun (sekitar 15
mmHg) selama satu jam pertama setelah lahir. Menangis dan bergerak
biasanya menyebabkan peningkatan tekanan darah sistolik.
3) Suhu Tubuh
Suhu inti tubuh bayi biasanya berkisar antara 36,50C-370C.Pengukuran suhu
tubuh dapat dilakukan pada aksila atau pada rektal.
4) Kulit
Kulit neonatus yang cukup bulan biasanya halus, lembut dan padat dengan
sedikit pengelupasan, terutama pada telapak tangan, kaki dan
selangkangan.Kulit biasanya dilapisi dengan zat lemak berwarna putih
kekuningan terutama di daerah lipatan dan bahu yang disebut vernikskaseosa.
5) Keadaan dan Kelengkapan Ekstremitas
Dilihat apakah ada cacat bawaan berupa kelainan bentuk, kelainan jumlah
atau tidak sama sekali pada semua anggota tubuh dari ujung rambut sampai
ujung kaki juga lubang anus (rektal) dan jenis kelamin.
6) Tali Pusat
Pada tali pusat terdapat dua arteri dan satu vena umbilikalis.Keadaan tali
pusat harus kering, tidak ada perdarahan, tidak ada kemerahan di sekitarnya.
27
7) Refleks
Beberapa refleks yang terdapat pada bayi :
a) Refleks moro (refleks terkejut). Bila diberi rangsangan yang mengagetkan
akan terjadi refleks lengan dan tangan terbuka.
b) Refleks menggenggam (palmergraps). Bila telapak tangan dirangsang akan
memberi reaksi seperti menggenggam. Plantargraps, bila telapak kaki
dirangsang akan memberi reaksi.
c) Refleks berjalan (stepping). Bila kakinya ditekankan pada bidang datang atau
diangkat akan bergerak seperti berjalan.
d) Refleks mencari (rooting). Bila pipi bayi disentuh akan menoleh kepalanya ke
sisi yang disentuh itu mencari puting susu.
e) Refleks menghisap (sucking). Bila memasukan sesuatu ke dalam mulut bayi
akan membuat gerakan menghisap.
8) Berat Badan
Pada hari kedua dan ketiga bayi mengalami berat badan fisiologis.Namun
harus waspada jangan sampai melampaui 10% dari berat badan lahir.Berat
badan lahir normal adalah 2500 sampai 4000 gram.
9) Mekonium
Mekonium adalah feces bayi yang berupa pasta kental berwarna gelap hitam
kehijauan dan lengket. Mekonium akan mulai keluar dalam 24 jam pertama.
10) Antropometri
Dilakukan pengukuran lingkar kepala, lingkar dada, lingkar lengan atas dan
panjang badan dengan menggunakan pita pengukur. Lingkar kepala fronto-
occipitalis 34cm, suboksipito-bregmantika 32cm, mentooccipitalis 35cm.
Lingkar dada normal 32-34 cm. Lingkar lengan atas normal 10-11 cm.
Panjang badan normal 48-50 cm.
11) Seksualitas
Genetalia wanita ; Labia vagina agak kemerahan atau edema, tanda
vagina/himen dapat terlihat, rabas mukosa putih (smegma) atau rabas
berdarah sedikit mungkin ada. Genetalia pria ; Testis turun, skrotum tertutup
dengan rugae, fimosis biasa terjadi.
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
28
2.2.2.1 Pola nafas tidak efektif b.d penurunaan energi/ kelelahan, keterbatasan
pengembangan otot (D.0005 hal. 26)
2.2.2.2 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolar-kapiler (D.0003 ha.22)
2.2.2.3 Gangguan perfusi jaringan perifer b.d penurunan aliran keateri/vema
(D.009 hal.37)
2.2.2.4 Hiportermi b.d belum terbentuknya lapisan lemak pada kulit
(D.0140 hal 302)
2.2.2.5 Defisit nutrisi b.d Ketidakmampuan mneghisap dan penurunan mobilitas
usus (D. 0019 hal. 56)
2.2.2.6. Resiko Cedera berhubungan dengan hipoksia jaringan (D.0136 hal.294)
2.2.2.7 Resiko ketidakseimbangan cairan b.d imanuritas (D.0040hal.294)
2.2.2.8 Resiko Infeksi b.d defisiensi pertahanan tubuh (D. 0142 hal. 304
12
3. Gangguan perfusi Perfusi Perifer SLKI (L.02011 Perawatan sirkulasi SIKI (I.02079 hal. 345)
hal. 84) Observasi
jaringan perifer
Setelah dilakukan tindakan 1. Periksa sirkulasi perifer (mis. nadi perifer, edema, pengisian
b.d penurunan keperawatan selama 1x7 jam kapiler, warna, suhu, ankle-bracial index)
diharapkan perfeusi perifer 2. Identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi (mis. diabetes,
aliran
efektif dengan kriteria hasil: perokok, orang tua, hipertensi, dan kadar kolesterol tinggi)
keateri/vema 1. Denyut nadi perifer 3. Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak pada ekstermitas
meningkat skor 5 Terapeutik
(D.009 hal.37)
2. Penyembuhan luka meningkat 3. Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di area
skor 5 keterbatasan perfusi
3. Warna kulit pucat menurun 4. Hindari pengkuran tekanan darah pada ektremitas dengan
skor 5 keterbatasan perfusi
4. Pengisian kapiler membaik 5. Hindari penekanan dan pemasangan tourniquet pada area yang
skor 5 cedera
5. Akral membaik skor 5 6. Lakukan pencegahan infeksi
Turgor kulit membaik skor 5 7. Lakukan perawatan kaki dan kuku
8. Lakukan hidrasi
Edukasi
1. Anjurkan berhenti merokok
2. Anjurkan berolahraga rutin
3. Anjurkan mngecek air mandi untuk menghindari kulit terbakar
4. Anjurkan menggunakan obat penurun tekanan darah,
abtikoagulan, dan penurun kolesterol, Jika perlu
5. Anjurkan minum obat pengontrol tekanan darah secara teratur
6. Anjurkan menghindari penggunaan obat penyekat beta
7. Anjurkan melakukan perawatan kulit yang tepat (mis. rendah
lemak jenuh, minyak ikan omega 3)
Informasikan tanda dan gejal darurat yang harus dilaporkan (mis.
15
rasa sakit yang tidak hilang saat istirahat, luka tidak sembuh,
hilangnya rasa)
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
Ny. W mengatakan tidak ada keluhan saat hamil. Ny. W hanya mengkonsumsi obat-
obatan yang diberikan oleh bidan. Ny. W tidak mempunyai riwayat penyakit deabetes
militus maupun hipertensi.
3.1.4 Riwayat penyakit keluarga
Ny. W mengatakan dalam keluarganya tidak ada yang menderita penyakit keturunan
maupun menular. Di dalam keluarga Ny. W maupun suaminya tidak ada yang
mempunyai riwayat BBLSR.
3.1.5 Riwayat Psikososial
Ny. W sering menengok anaknya keruang Bakung bagian isolasi neonatus.
3.1.6 Riwayat Antenatal
Ny. W mengatakan selama hamil rutin memeriksakan kandungannya ke bidan didekat
rumahnya setiap bulan.
3.1.7 Riwayat Natal
Bayi Ny. W lahir pada tanggal 31 Mei 2021 jam 07:00 WIB secara spontan. Ny. W
mengatakan air ketuban sudah keluar sejak sebelum melahirkan. Ny.W mengatakan umur
kehamilannya baru ± 34 minggu, karena air ketubannya sudah keluar, maka oleh dokter
bayi Ny. W harus segera dikeluarkan.
3.1.8 Riwayat Post natal
3.1.8.1 APGAR Score
APGAR 1 5
0 1 2
SCORE Menit Menit
tidak denyut
100 100 2 2
ada jantung
tidak Tak
baik pernapasan 1 1
ada Teratur
lemah Sedang baik tonus otot 1 2
tidak Peka
Merintih menangis 0 1
ada rangsang
Merah
biru jambu Merah
warna 1 1
putih ujung-2 jambu
Biru
jumlah 5 7
3.1.8.2 Antropometri
a) Berat badan lahir : 1650 gram
b) Lingkar kepala : 30 cm
c) Lingkar lengan atas : 5 cm
d) Panjang badan : 40 cm
23
e) Lingkar dada : 26 cm
f) Lingkar perut : 25 cm
g) Anus : positif
h) Adanya kelainan congenital : negatif
Status gizi: BB/usia= -3,71(<-3 SD; kesan gizi buruk),PB/usia= -2,67 (-3 SD - <-2 SD; kesan
pendek),BB/PB=-3,46(<-3SD;kesan sangat kurus)
Keluhan lainnya : Keluhan susah menyusui, refleks oral motor yaitu berupa refleks rooting
dan menghisap yang lemah.
Masalah Keperawatan : Defisit Nutrisi
3.1.9 Pola pengkajian
1. Pola pernapasan
3. Pola Eliminasi
Bayi Ny. W memakai pempers dan ditimbang tiap kali ganti pempers. Bayi
Ny. W sudah BAK dan BAB warna hitam lembek (mekonium).
Bayi Ny. W terlihat lemah di dalam inkubator, tangisnya masih merintih dan
geraknya belum aktif.
Ny. W tidak merokok, tidak memiliki kebiasaan untuk diet ketat, Ny. W
tidak memiliki pantangan makanan tertentu ketika hamil, Ny. W tidak
ketergantungan maupun mengonsumsi obat psikotropika maupun
alkohol/minuman keras.
24
6. Hubungan Psikologis
7. Persepsi-Kognitif
Ny. W tahu tentang kondisi bayinya, menurut Ny. W bayinya dalam kondisi
tidak baik, dan terlihat sesak nafas sampai tulang dadanya terlihat tertarik,
Ny. W tahu bahwa anaknya belum bisa disusui karena reflek menelannya
dan menghisap masih kurang sehingga harus dipasang selang makan.
3.1.10 Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum : lemah
2. Kesadaran : CM (Compos Mentis), gerak kurang aktif,tangis
merintih
3. Vital sign : RR= 68 x/menit, HR =184 x/menit,
Suhu = 36,0 0 C
4. Pemeriksaan tubuh :
Lingkar dada : 26 cm
Inspeksi : Bentuk simetris, klavikula normal, ada retraksi dada,
Iktus cordis normal,irama pernafasan tidak teratur, napas
cepat, penggunaan otot bantu napas, sianosis,
grunting/merintih, terdapat pernafasan cuping hidung,
terpasang O2CPAP dengan FiO2 30% 4 lpm, SpO2 : 85%,
Hasil AGD : pH: 7,44 , pCO2 : 30 mmHg menurun , HCO3
21, BE -2
Palpasi : vocal fremitus tidak sama
Perkusi : Sonor & redup
Auskultasi : Bunyi napas ronki, tipe pernafasan perut & dada, bunyi
jantung normal, tidak ada bunyi nafas tambahan, ke
dypsneu.
Masalah Keperawatan : Pola Napas tidak Efektif
Cardio : HR = 184 x/menit
Abdomen : Simetris, tidak ada lesi, terdapat bising usus 5 x/mnt.
Umbilikus : Tali pusat basah, tidak terjadi perdarahan, tidak terjadi
infeksi, terpasang infus umbilikalis D10%.
Genetalia : Labia mayora belum menutupi labia minora, tidak ada
kelainan letak lubang uretra
Anus : Tidak ada lesi, tak ada iritasi perineal, warna feces hitam
lembek.
Ekstremitas : Akral dingin, Jumlah jari tangan 5/5, Jumlah jari kaki 5/5,
tak ada kelumpuhan, gerak kurang aktif.
Reflek :
a) Reflek Moro ; ketika ada suara agak keras di sekitar ruangan
/ tempat inkubator maka pasien kurang merespon/ diam saja.
b) Reflek Sucking (Menghisab); Ketika di test dengan spuit
diberikan ASI, maka pasien tidak dapat. menelan dengan
sempurna ASI yang diberikan dan selalu ada ASI yang
keluar dari mulutnya.
c) Reflek Grasping (Menggenggam) ; ketika perawat
meletakkan jari telunjuknya ke tangan pasien, pasien dapat
26
BE -2 (+2) – (-2)
12 LYM% 58,3 % 19 – 48
13 MXD% 7,7 % 0 -12
14 NEUT% 34,0- % 40 – 74
15 LYM# 6,8 103/ul 1 – 3,7
16 MXD# 0,9 103/ul 0 – 1,2
16 NEUT# 4,0 103/ul 1,5 – 7
17 Gol Darah O - -
3.1.5 Terapi
Tanggal 02-06-2021
29
ANALISIS DATA
Hipotermia
Data subjektif : - Imatur organ pencernaan Defisit Nutrisi
Data objektif:
- Antropometri : Reflek menghisap, telan
- Berat badan lahir: dan batuk lemah dan
1650 gram belum sempurna
- Lingkar kepala: 30 cm
- Lingkar lengan atas: 5 Intake nutrisi tidak
cm adekuat
32
- Panjang badan: 40 cm
Intake menurun
- Lingkar dada: 26 cm
- Lingkar perut: 25 cm
Defisit Nutrisi
- Anus: positif
- Adanya kelainan
congenital: negatif
Status gizi: BB/usia=
-3,71(<-3 SD; kesan gizi
buruk),PB/usia= -2,67 (-3
SD - <-2 SD; kesan
pendek),BB/PB=-3,46(<-
3SD;kesan sangat kurus)
- Biomedis: Hb16,8 g/dL
- Clinis : penurunan berat
badan, lemah,
pertumbuhan terhambat,
daya menghisap/ refleks
rooting lemah, Mukosa
kering.
- Diet : pemberian ASI
8x10cc/24jam
- Terpasang OGT
- Penurunan BB 10% dari
BB ideal
- TTV :
TD : - mmHg
N : 184 x/menit
RR : 68 x/menit
S : 36 0C
33
PRIORITAS MASALAH
1. Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan Intervensi 1. Monitor frekuensi, irama, 1. Mengetahui kemampuan klien dalam
berhubungan dengan 1x7 Jam diharapkan pertukaran kedalaman, dan upaya napas bernafas
ketidakseimbangan gas, respon ventilasi mekanik, 2. Monitor pola napas (seperti 2. Memantau dan mengetahui kondisi
ventilasi-perfusi yang keseimbangan asam-basa klien bradipnea, takipnea, umum pasien, dan apakah ada bunyi
ditandai denganbayi tampak meningkat, dengan kriteria hiperventilasi, kussmaul, cheyne- nafas tambahan.
sesak nafas, warna kulit hasil : strokes, biot, dan ataksik) 3. Mengetahui adanya perubahan nilai
ekstremitas kebiruan, irama 3. Monitor saturasi oksigen SaO2 dan status hemodinamik jida
pernafasan tidak teratur, 4. Monitor nilai AGD terjadi penurunan.
sianosis, terdapat retraksi 1. Tingkat kesadaran 5. Monitor hasil x-ray thorax 4. Menurunnya saturasi oksigen
dada, grunting/merintih, meningkat (5) 6. Bersihkan secret pada mulut, (PaO2)atau meningkatnya (PCO2)
bunyi nafas 2. Dispnea menurun (5) hidung dan trachea, jika perlu. menunjukkan perlunya penanganan
bronchovesikuler, pola 3. Bunyi napas tambahan 7. Pertahankan kepatenan jalan nafas yang lebih adekuat atau perubahan
napas abnormal cepat, menurun (5) 8. Berikan oksigenasi sesuai terapi.
pernafasan cuping hidung, 4. Pusing menurun (5) kebutuhan (mis. CPAP, Ventilator, 5. Mengetahui dan mendeteksi kondisi
terpasang O2NCPAP 40% 5 5. Penglihatan kabur menurun Nasal kanul, masker wajah, masker thorax pasien agar tidak ada komplikasi
l/mnt. Saturasi oksigen (5) rebreathing, atau non rebreathing) lain yang terjadi.
(SpO2) 85%, Hasil lab AGD 6. Gelisah menurun (5) 9. Gunakan bag-valve mask, jika 6. Mencegah obstruksi/aspirasi, suction
didapatkan pH: 7,44 , 7. Napas cuping hidung perlu dilakukan bila pasien tidak mampu
pCO2: 30 mmHg , HCO3 21, menurun (5) 10.Informasikan hasil pemantauan. mengeluarkan sekret
BE -2, Leukosit : 24.400/ 8. PCO2 membaik (5) 11.Ajarkan pasien dan keluarga cara 7. Menjaga kepatenan jalan napas untuk
µL. 9. PO2 membaik (5) menggunakan oksigen dirumah. memaksimalkan ventilasi,
35
10. Takikardia membaik (5) 12.Kolaborasi penentuan dosis 8. Pemberian oksigen membantu
11. Sianosis membaik (5) oksigen mempermudah oksigenasi klien dan
12. Pola napas membaik (5) 13.Kolaborasi pemberian surfaktan Memperbaiki atau mencegah terjadinya
hipoksia dan kegagalan napas serta
tindakan untuk penyelamatan hidup.
Warna kulit membaik (5)
9. Menggunakan ambubag harus dapat
mempertahankan terbukanya jalan nafas
13. Frekueensi napas membaik dengan mengangkat rahang bawah,
(5) menekan sungkup ke muka korban
14. Irama napas membaik (5) dengan kuat dan memompa udara
15. pH membaik (5) dengan memeras bagging.
16. Saturasi oksigen meningkat 10. Memberikan penjelasan akan
(5) menambah pengetahuan pasien tentang
17. FiO2 memenuhi kebutuhan penggunaan oksigen
meningkat (5) 11. Agar keluarga dapat melakukan secara
18. Kesimetrisan gerakan mandiri penggunaan oksigen
dinding dada meningkat (5) 12. Bekerja sama dengan dokter dalam
pemberian dosis oksigen
13. Kolaborasi dengan dokter pemberian
cairan surfaktan agar mempercepat
proses pematangan paru-paru pada bayi
perkembangan status
kesehatan pasien
keperawatan selama 1x7 jam kedalaman, usaha napas)
3. Mengetahui adanya sumbatan di jalan
diharapkan pola napas efektif 2. Monitor bunyi napas tambahan
dengan kriteria hasil: (mis. gurgling, mengi, nafas
wheezing, ronkhi kering) 4. Memberikan rasa nyaman dan
3. Pertahankan kepatenan jalan kesempatan untuk beristirahat kepada
8. Dyspnea menurun skor 5 napas dengan head-tilt (jaw- pasien
9. Penggunaan otot bantu thrust jika curiga trauma 5. Agar pasien dan keluarga dapat
napas menurun skor 5 servikal)
10. Ortopnea menurun skor kooperatif
4. Atur interval pemantauan
5 respirasi sesuai kondisi pasien Agar keluarga dan pasien tahu tentang
11. Pernapasan pursed-lip perkembangan dari pengobatan yang
menurun skor 5 dilakukan
Jelaskan tujuan dan prosedur
12. Pernapasan cuping
pemantauan
hidung menurun skor 5
13. Frekuensi napas 5. Informasikan hasil pemantauan
membaik skor 5 jika perlu
14. Kedalaman napas
membaik skor 5
3. Hiportermi b.d belum Termoregulasi SLKI Manajemen Hipotermia SIKI (I.14507 1. Mengetahui kondisi suhu tubuh dari
(L.14134) Hal.129 Setelah di hal. 183) pasien lebih lanjut
terbentuknya lapisan lemak
lakukan perawatan selama 1x7 2. Mengetahui lebih dini adanya gejala
pada kulit (D.0140 hal 302) jam diharapkan masalah hipotermi dan hipertermi sehingga
hipotermi klien teratasi, 1. Monitor suhu tubuh lebih cepat teratasi
dengan kriteria: 2. Indetifikasi penyebab 3. Memberikan intervensi yang tepat
hiportermia (mis, terpapar suhu 4. Menghidari komplikasi
lingkungan rendah, pakaian 5. Memberikan asuhan yang tepat sesuai
5. Akral dingin , menurun(1) tipis, kerusakan hipotalamus, tanda dan gejala
6. Kebiruan, menurun (1) penurunan laju metabolisme,
37
7. Energik, meningkat(5) kekurangan lemak subkutan) 6. Menjaga suhu tubuh klien menjadi
8. Suhu tubuh meningkat (5) 3. Monitor tanda dan gejala akibat tetap hangat
hiportermia (Hiportermia 7. Mejaga suhu tubuh klien menjadi tetap
ringan : takipnea, disatria, hangat
mengigil, hipertensi, diuresis, 8. Memghindari terinfeksi bakteri
hiportemia sedang : aritma, 9. Membantu klien menjadi tetap hangat
hipoteensi, apatis, koagulopati,
refleks menurun, hiportemia
berat : oliguria, refleks
menghilang, edema paru, asam
basa abnormal )
4. Sediakan lingkungan yang
hangat (mis atur suhu rungan,
inkubator)
5. Ganti pakaian atau linen klien
yang basah
6. Lakukan penghatan pasif (mis
selimut, menutup kepala,
pakaian tebal)
7. Lakukan penghatan aktif
eksternl (mis kompres air
hangat, botol hangat, selimut
hangat, perawatan metode
kanguru)
8. Lakukan penghatan akif
internal (mis infus cairan
hangat, oksigen nasi hangat,
lavase peritonetal dengan cairan
hangat)
9. Anjurkan makan dan minum
hangat
38
pijat payudara, pijat oksitosin). status gizi ibu kurang maka status gizi
15. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk yang dikeluarkan lebih sedikit
menentukan jumlah kalori dan 12.Pemberian ASI secara teratur sangat
jenis nutrient yang dibutuhkan membantu dalam pemenuhan kebutuhan
nutrisi, serta akan berperang dalam
proses termoregulasi bayi.
13.Mengetahui seberapa keterampilan ibu
dalam menempelkan bayi ke puting.
14.Supaya ibu bisa merawat payudara dan
puting susu. Perawatan payudara sangat
penting dilakukan bagi ibu yang telah
melahirkan untuk mencegah masalah
masalah yang timbul selama laktasi
seperti: pembengkakkan payudara,
penyumbatan saluran ASI, radang
payudara.
15.Kecukupan asuhan gizi pada ibu
menyusui sangat mempengaruhi
produksi ASI yang dibutuhkan bayi.
40
CATATAN PERKEMBANGAN
Nama Pasien : By. Ny W
Ruang Rawat : Ruang Keperawatan Neonatal
Tanda tangan dan
Hari/Tanggal, Jam Implementasi Evaluasi (SOAP)
Nama Perawat
1. Jumat, 04 juni 2021 1. Memonitor TTV S=-
Pukul : 08.00 WIB 2. Memonitor frekuensi, irama, O =
kedalaman, dan upaya napas - Hasil TTV
Diagnosa Keperawatan I 3. Memonitor pola napas (seperti TD : - mmHg
bradipnea, takipnea, hiperventilasi, N : 138x/menit
kussmaul, cheyne-strokes, biot, dan S : 36,90C (membaik 5)
ataksik) RR : 50 x/menit (membaik 5) Yuni Elia Kartika
4. Memonitor saturasi oksigen - Dispnea menurun(5), Napas cuping
5. Memonitor nilai AGD hidungmenurun(5), Irama napas cukup
6. Membersihkan secret pada mulut, hidung membaik (4),
dan trachea. - Pola napas membaik (5), Kesimetrisan gerakan
7. Mempertahankan kepatenan jalan nafas dinding dada meningkat (5)
8. Memberikan oksigenasi sesuai kebutuhan - Saturasi oksigen menurun : 95%, Sianosis
(mis. CPAP, Nasal kanul, masker wajah, membaik(5), Warna kulit cukup membaik (4)
masker rebreathing, atau non rebreathing) - PCO2 cukup membaik (4) : 37 mmHg, PO2
9. Menginformasikan hasil pemantauan. cukup membaik (4), pH membaik (5)
10. Mengajarkan pasien dan keluarga cara - Diberikan terapi Nebulizer
menggunakan oksigen dirumah. - FiO2 memenuhi kebutuhan meningkat (5) :
11. Berkolaborasi penentuan dosis oksigen Terpasang terapi O2 NCPAP 40% 5 l/mnt,
12. Berkolaborasi pemberian surfaktan dengan Posisi prone.
- Sudah mendapatkan pemberian surfaktan
sesuai advice dokter
- Injeksi Aminophilin : Dosis loading 13 mg dan
dosis maintenance 4,5mg/12 jam
A = Masalah Teratasi
P = Pertahankan Intervensi
2. Jumat 04 juni 2021 1. Memonitor pola napas (frekuensi, S = -
45
P = lanjutkan intervensi
BAB 4
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Neonatorum Respiratory Distress Syndrome adalah penyakit yang
disebabkan oleh ketidakmaturan dari sel tipe II dan ketidakmampuan sel tersebut
untuk menghasilkan surfaktan yang memadai. Respiratory Distress Syndrome
terjadi pada bayi prematur atau kurang bulan, karena kurangnya produksi
surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai sejak kehamilan minggu ke-22, makin
muda usia kehamilan, makin besar pula kemungkinan terjadi RDS. Terdapat 4
faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu prematur, asfiksia,
perinatal, maternal diabetes, maupun seksio sesaria (Nugraha, 2014).
Menurut (Manuaba, 2012) tanda-tanda yang mungkin ditunjukkan oleh bayi
yang mengalami RDS di antaranyanapas cepat, takipnea : laju napas > 60 kali per
menit (normal laju napas 40 kali per menit), lubang hidung melebar ketika
bernapas, retraksi (ketika bayi bernapas dengan cepat, kulit tertarik di antara
tulang rusuk atau di bawah tulang rusuk), bising saat bernapas atau mendengkur,
bibir, bantalan kuku, dan kulit berwarna kebiruan karena kekurangan oksigen,
yang disebut dengan sianosis, dan grunting (suara merintih saat ekspirasi).
Neonatus dengan RDS memerlukan terapi oksigen yang awalnya dilakukan
dengan ventilasi mekanik. Namun, pemasangan ventilator mekanik dapat
meningkatkan risiko pneumotoraks, paten duktus arteriosus, perdarahan
intraventrikel, dan displasia bronkopulmonar akibat distensi berlebih struktur
paru.Dalam penatalaksanaan RDS, diupayakan terapi minimal invasif agar tidak
menambah perburukan dan komplikasi pada bayi prematur. Pemberian surfaktan
pada bayi RDS yang dikombinasikan dengan CPAP dapat mengurangi mortalitas,
kebutuhan ventilasi mekanik, dan insidens pneumothoraks ataupun BPD.
normal, dengan panjang badan 40, lingkar kepala 30, dengan keadaan umum bayi
tampak lemah, tampak sesak nafas dan pengerakan bayi sedikit.
Diagnosa yang muncul pada laporan kasus ini adalah : Gangguan pertukaran
gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi-perfusi,Pola nafas tidak
efektif b.d penurunaan energi/ kelelahan, keterbatasan pengembangan otot
Hiportermi b.d belum terbentuknya lapisan lemak pada kulit, Defisit nutrisi b.d
ketidakmampuan menghisap dan penurunan mobilitas usus
Identifikasi permasalahan yang ibu alami selama proses menyusui, Timbang berat
badan, Ukur antropometri komposisi tubuh (mis. Indeks massa tubuh, pengukuran
pinggang dan ukuran lipatan kulit), Berikan pujian terhadap perilaku ibu yang
benar, Dukung Ibu meningkatkan kepercayaan diri dalam menyusui, Libatkan
sistem pendukung: suami, keluarga, tenaga kesehatan dan masyarakat, Jelaskan
manfaat menyusui bagi ibu dan bayi, Ajarkan 4 (empat) posisi menyusui dan
perlekatan (latch on) dengan benar, Ajarkan perawatan payudara postpartum
(mis. Memerah ASI, pijat payudara, pijat oksitosin), Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient yang dibutuhkan.Identifikasi
pengetahuan dan kesiapan orangtua belajar tentang perawatan bay berikan
panduan tentang perubahan pola tidur bayi selama tahun pertama, Sediakan materi
dan media pendidikan Kesehatan, Berikan kesempatan untuk bertanya, Jelaskan
manfaat perawatan bayi, Jelaskan kebutuhan nutrisi bayi, Jelaskan tanda-tanda
lapar, Ajarkan cara memilih makanan sesuai dengan usia bayi, Ajarkan cara
mengatur frekuensi makanan sesuai usia bayi, anjurkan tetap memberikan ASI
saat bayi sakit.
Evaluasi adalah fase kelima dan fase terakhir proses keperawatan. Dalam
konteks ini, evaluasi adalah aktivitas yang direncanakan, berkelanjutan, dan
terarah ketika klien dan profesional kesehatan menentukan kemajuan klien
menuju pencapaian tujuan/hasil, dan keefektifan rencana asuhan keperawatan.
Dari hasil evaluasi data dari Catatan Perkembangan pada Jumat, 04 juni 2021
yang didapat dengan 3 (empat) masalah yang diangkat teratasi sesuai dengan
51
tujuan dan kriteria hasil dengan diagnosa keperawatan yaitu Gangguan Pertukaran
Gas,Pola napas tidak efektif, dan hipotermia,Kemudian, 1 (satu) masalah teratasi
sebagian dengan diagnosa keperawatan yaitu Defisit Nutrisi, karena bayi prematur
dan BBLR sehingga perlu pengawasan dan kontrol dari Ibu By. Ny W dan
keluarga agar masalah pemenuhan nutrisi yang dialami klien dapat teratasi.
1.2 Saran
4.2.1Bagi Mahasiswa
Saran bagi mahasiswa agar laporan studi kasus ini berguna untuk
menambah ilmu pengetahuan bagi mahasiswa dan mampu mempelajari asuhan
keperawatan dengan diagnosa medis Neonatorum Respiratory Distress
Syndromedan sebagai acuan atau referensi untuk mahasiswa dalam penulisan
laporan studi kasus selanjutnya.
Saran bagi institusi pendidikan agar laporan pendahuluan studi kasus ini
dapat dijadikan sebagai salah satu bahan bacaan atau referensi untuk mahasiswa
dalam membuat asuhan keperawatan terkait pasien dengan diagnosa Neonatorum
Respiratory Distress Syndrompada masa mendatang.
DAFTAR PUSTAKA
Dinas Kesehatan Provinsi Kalteng. 2016. Angka Kejadian BBLR Dari Tahun
2010-2015 Di Kalteng. Palangka Raya: Dinas Kesehatan Provinsi Kalteng.
Hartiningrum & Fitriyah, 2018. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) Di Provinsi
Jawab Timur Tahun 2012-2016. Surabaya: Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Airlangga.
Kementerian Kesehatan RI. 2020. Sekretariat Jenderal Profil Kesehatan
Indonesia Tahun 2019. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.
Kurniawan & Wiwin. 2020. Hubungan antara Diabetes Melitus Gestasional dan
Berat Badan Lahir dengan Kejadian Respiratory Distress Syndrome (RDS)
pada Neonatus di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. Samarinda:
Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur.
Nugraha, Satya Adi. 2014. Low Birth Weight Infant With Respiratory Distress
Syndrome (Jurnal). Lampung: Faculty Of Medicine Universitas Lampung.
Manuaba, C. 2012.Gawat-Darurat Obstetri-Ginekologi dan Obstetri Ginekologi
Sosial Untuk Profesi Bidan. Jakarta: EGC.
Marmi, & Rahardjo. 2012. Asuhan Neonatus, Bayi, dan Balita dan Anak
Prasekolah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Maryanti. 2015. Asuhan Neonatus & bayi. EGC, Jakarta
Pantiawati dkk.2012 .Asuhan Kebidanan 1.Jakarta:Nuha Medika.
PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Rajashree, K. 2015. Study on the Factors Associated with Low Birth Weight
among Newborns Delivered in a Tertiary-Care Hospital, Shimoga,
Karnataka. International Journal of Medical Science and Public Health, [e-
journal] 4 (9): pp. 1287–1290.
77
54
DAFTAR PUSATAKA
Abstrak: There are many kind of low birth weight infant complication, one of them is
Respiratory Distress Syndrome (RDS). The aim of this research is to know the
difference of RDS between preterm low birth weigth infant and dismature low birth
weight infant. Research design use comparative analytic with documentation study
approach. Population of this research is all of the low birth weight infant with RDS
diagnose that registered in medical record of RSUD Kanjuruhan in 2016 period as
many as 40 infants. Sampling technique use simple random sampling as many as 36
respondent include. Statistic test use Fisher Exact which show us the result p > a
(0,28 > 0,05), so this research accept H 0, it means that there is no difference of RDS
between preterm low birth weigth infant and dismature low birth weight infant.
PENDAHULUAN
Indonesia mencapai 22 per 1000
Kematian bayi merupakan kelahiran hidup. Meskipun
masalah bidang kesehatan yang mengalami penurunan tetapi jumlah
perlu mendapat perhatian. tersebut terbilang cukup tinggi.
Kematian bayi yang terangkum Dibandingkan dengan negara
dalam Angka Kematian Bayi ASEAN lainnya, angka AKB
(AKB)/ Infant Mortality Rate tertinggi berada di Indonesia.
merupakan salah satu indikator yang Angka ini menandakan masih
lazim untuk menentukan derajat perlunya upaya yang lebih, dalam
kesehatan masyarakat, baik dalam menurunkan AKB melalui upaya
tatanan kota/kabupaten hingga pencegahan dan penanganan faktor
tatanan nasional. AKB merujuk penyebab kematian.
pada jumlah bayi yang meninggal Setiap tahunnya diseluruh dunia
pada fase antara kelahiran hingga
ISSN 2460-0334 diperkirakan 4 juta bayi meninggal 125
usia di bawah 1 tahun per 1000 pada tahun pertama kehidupannya
kelahiran hidup. In- donesia dalam dan dua pertiganya meninggal pada
MDGs 2015 menargetkan adanya bulan pertama kehidupan. Hasil
penurunan angka kematian bayi Riskesdas 2007 menunjukkan bahwa
(AKB) menjadi 23 per 1000 78,5% dari kematian neo- natal
kelahiran hidup. Berdasarkan terjadi pada umur 0-6 hari (masa
hasil sementara Survei Penduduk neonatal). Kematian neonatal juga
Antar Sensus (SUPAS) tahun berkontribusi besar
2015, AKB di
125
Agrina, Tingkat Kejadian Respiratory Distress Syndrome (RDS)...
terhadap AKB yaitu sebanyak 59%. Selain disease, (HMD)) atau penyakit paru akibat
itu, penurunan presentase angka kematian difisiensi surfaktan (surfac- tant deficient lung
neonatal juga terbilang sulit yaitu 20/1.000 disease (SDLD)), gangguan pernapasan paling
kelahiran hidup pada SDKI tahun 2002- umum yang mengenai bayi preterm (kurang
2003 hanya menjadi 19/ bulan), serta penyebab utama morbiditas
1.000 kelahiran hidup pada SDKI tahun dan mortalitas pada bayi preterm (Lissauer,
2012. Hal ini menandakan bahwa masa 2008). RDS menimbulkan defisiensi
neonatal perlu mendapat perhatian lebih
disamping sebagai penyumbang besar
AKB, juga karena masa neo- natal
merupakan masa paling rentan terhadap
berbagai komplikasi yang menyebabkan
pening- katan angka morbiditas dan
mortalitas pada masa neonatal.
Penyebab utama kematian pada
neonatus adalah komplikasi kehamilan dan
persalinan, seperti asfiksia, sepsis, dan
komplikasi berat lahir rendah (Depkes RI,
2008). Komplikasi yang menyerang bayi
berat lahir rendah banyak macamnya,
diantaranya gangguan pada sistem
pernafasan, susunan saraf pusat,
kardiovaskuler, hematologi,
gastrointestinal, ginjal, dan
termoregulasi. Hal ini dikarenakan bayi yang
lahir dengan berat badan < 2500 gr
tubuhnya belum mampu beradaptasi
dengan baik terhadap lingkungan di luar
rahim. Salah satu komplikasi berat lahir
rendah yang merupakan gangguan sistem
pernafasan adalah respiratory distress
syndrome (RDS) / hyaline membrane
disease (HMD) /sindrom gawat nafas. Hal
ini sesuai dengan hasil Ramdani dkk.,
(2014), yang menyatakan bahwa faktor
penyulit tersering pada BBLSR salah
satunya adalah RDS/HMD sebanyak
38,1%.
Respiratory distress syndrome (RDS)/
sindrom gawat nafas merupakan suatu
sindrom yang sering ditemukan pada
neonatus. RDS disebut juga sebagai
penyakit membran hialin (hyalin membrane
ISSN 2460-0334 12
Agrina, Tingkat Kejadian Respiratory Distress Syndrome (RDS)...
oksigen (hipoksia) dalam tubuh bayi, sama besarnya dengan AKB yang
sehingga bayi mengaktifkan disebabkan oleh prematuritas. Hasil
metabolisme anaerob. Metabolisme penelitian Malino dan Artana, menyatakan
anaerob akan menghasilkan produk bahwa RDS bermakna dalam
sampingan berupa asam laktat. meningkatkan kematian neonatus. Hal ini
Metabolisme anaerob yang terjadi dalam menunjukkan bahwa RDS memegang
waktu lama akan menyebabkan kerusakan peran dalam menyumbang angka pada
otak dan berbagai komplikasi pada kematian bayi dan kematian neonatus.
organ tubuh. Komplikasi utama Seperti yang telah
mencakup kebocoran udara (emfisema
interstisial pulmonal), perdarahan
pulmonal, duktus arteriosus paten,
infeksi/kolaps paru, perdarahan
intraventikular, yang berujung pada
peningkatan morbiditas dan mortalitas
neonatus. RDS sering menjangkit bayi
dengan berat lahir rendah dikarenakan
imaturitas fungsi organ tubuh. Hal ini
ditegaskan pula dalam (Sacco, 2015)
bahwa, berat bayi lahir ekstrem rendah
memiliki paru dengan struktur dan fungsi
yang imatur, sehingga menyebabkan lebih
mudah terserang RDS akibat defisiensi
surfaktan.
Profil kesehatan provinsi Jawa Timur
2012 menyatakan bahwa provinsi Jawa
timur memiliki estimasi pemetaan AKB >
28,31/1000 kelahiran hidup, yaitu sebanyak
30,46/1000 kelahiran hidup. Hal ini
menandakan bahwa Jawa Timur tergolong
provinsi dengan AKB tinggi. Dari laporan
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tahun
2012, diketahuibahwa jumlah bayidengan
BBLR di Jawa Timur mencapai 3,32%
yang diperoleh dari persentase 19.712
bayi dari 594.461 bayi baru lahir yang
ditimbang. Kabupaten Malang sendiri
jumlah BBLR sebanyak 3,44%, dengan
kata lain jumlah BBLR di kabupaten
Malang melebihi rata-rata jumlah BBLR di
Jawa Timur. Sedangkan Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) Kementerian kesehatan
(Kemenkes) tahun 2007, RDS
menyumbangkan AKB sebanyak 14%
ISSN 2460-0334 12
diuraikan di atas, bahwa penyumbangAKB (Greenough et al, 1996 dalam Fraser, 2009).
yang besar berasal dari kematian Ditegaskan pula dalam Edwards et al
neonatus, dimana kematian neonatus salah (2013) bahwa, lama kehamilan berbanding
satunya diakibatkan oleh komplikasi terbalik dengan resiko RDS, namun ada
pada BBLR yang dalam penelitian ini penyebab lain terjadinya RDS pada usia
dimaksudkan adalah RDS, maka aterm yaitu: transient tachipnea of the
berdasarkan data tersebut provinsi Jawa newborn, pneumonia, meconeum
Timur kabupaten Malang menjadidaerah aspiration syndrome, persistent
yang peneliti pilih sebagai tempat penelitian
dan khususnya di RSUD Kanjuruhan
Kepanjen, yang merupakan rumah sakit
umumdi daerah kabupaten Malang. Di
RSUD Kanjuruhan Kepanjen Kabu- paten
Malang, didapatkan jumlah AKB pada
tahun 2014 sebanyak 60/1000 KH, pada
tahun 2015 sebanyak 43/1000 KH, serta
pada tahun 2016 sebanyak 66/1000 KH.
Sedangkan data BBLR dalam periode
2014-2016 sebanyak 1059 bayi, yaitu 472
bayi di tahun 2014, 315
bayi di tahun 2015, 272 bayi di tahun
2016. Oleh karena jumlah AKB dan
BBLR yang cukup besar di RSUD
Kanjuruhan Kepanjen terutama di tahun
2016 dibandingkan tahun- tahun lain
dalam periode 3 tahun terakhir ini, maka
penulis memilih RSUD Kanjuruhan
Kepanjen sebagai tempat penelitian dan
pada periode tahun 2016.
Berdasarkan hasil penelitian Marfuah,
dkk, didapatkan bahwa derajat asfiksia,
kehamilan ganda, usia kehamilan, paritas,
dan hipertensi ibu merupakan faktor resiko
signifikan pada RDS neonatus. RDS
terutama terjadi pada bayi prematur;
insidensinya berbanding terbalik dengan
umur kehamilan dan berat badannya.
Meskipun terlihat paling sering setelah
kelahiran prematur, namun gangguan lain
seperti diabetes maternal atau
sindromaspirasi mekoneum dapat pula
menghambat produksi surfaktan
pulmonary hypertension of the neonate, nominal, oleh karena itu untuk menguji
pneu- mothorax. Dengan kata lain, tidak hipotesis dengan menggunakan uji Fisher
hanya bayi prematur/preterm yang Exact.
beresiko terhadap RDS namun juga bayi
bukan prematur/aterm dengan gangguan- HASIL PENELITIAN
gangguan penyerta, juga memiliki resiko
Hasil penelitian pada 36 responden di
terhadap Tingkat Kejadian RDS.
RSUD Kanjuruhan Kepanjen ditampilkan
Tujuan penelitian ini untuk
dalam data umumdandata khusus. Data
membandingkan tingkat kejadian RDS
umumberisikategori BBLR, jenis kelamin,
antara BBLR preterm dan BBLR dismatur
jenis persalinan, komplikasi
di RSUD Kanjuruhan Kepanjen.
METODE PENELITIAN
Desain penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah analitik
komparatif. Sampel yang digunakan pada
penelitian ini adalah BBLR dengan
diagnosa RDS yang diambildari dokumen
rekam medis pasien yang dirawat di
ruang perinatologi RSUD Kanjuruhan
Kepanjen pada tahun 2016 yang
memenuhi kriteria inklusi, yang berjumlah
36 responden. Kriteria inklusi dalam
penelitian ini adalah: a) BBLR preterm, b)
BBLR dismatur, c) Bayi dengan RDS, d)
Dirawat di ruang perinatologi RSUD
Kanjuruhan pada tahun 2016 dan terdapat
dalam rekam medik pada bagian berat
badan lahir, lama kehamilan, diagnosa,
dan penatalaksanaan. Teknik pengam-
bilan sampel yang digunakan adalah
teknik Simple Random Sampling.
Penelitian ini dilaksanakan di Ruang
Perinatologi RSUD Kanjuruhan
Kepanjen. Penelitian ini dilakukan pada
bulan bulan Mei 2017. Untuk memperoleh
data tentang BBLR dan Tingkat Kejadian
RDS dilakukan dengan studi rekam medis
pasien.
Dalam penelitian ini skala data dari
variabel mandiri menggunakan skala data
Tabel 1. Tabel Silang Perbedaan Tingkat Kejadian RDS antara
BBLR preterm dan BBLR dismatur
pada BBLR, dan kondisi akibat RDS BBLR dismatur, serta perbedaan tingkat
sedangkan data khusus meliputi data yang kejadian RDS antara BBLR preterm dan
berisi variabel penelitian, yaitu tingkat BBLR dismatur.
kejadian RDS pada BBLR preterm,
tingkat kejadian RDS pada BBLR
dismatur, serta perbedaan tingkat
kejadian RDS antara BBLR preterm dan
BBLR dismatur.
Pada data umum ini disajikan
karakteristik responden meliputi kategori
BBLR, jenis kelamin, jenis persalinan,
komplikasi pada BBLR, dan kondisi
akibat RDS.
Hasil penelitian diketahui BBLR
preterm sebanyak 72,2% dan BBLR
dismatur sebanyak 27,8%.
Berdasarkan jenis kelamin diketahui
bahwa 57,7% BBLR preterm berjenis
kelamin laki-laki dan 70% BBLR dismatur
berjenis kelamin laki- laki.
Hasil penelitian diketahui bahwa
65,4% BBLR preterm memilikijenis
persalinan spontan dan 70% BBLR
dismatur memiliki jenis persalinan SC.
Diketahui bahwa komplikasi yang
sering terjadi pada BBLR adalah sepsis
sebesar 92,3% pada BBLR preterm dan
70% pada BBLR dismatur dan terjadi
kematian sebesar 76,9% pada BBLR
preterm dan sebesar 80% pada BBLR
dismatur akibat RDS.
Data khusus responden meliputi
tingkat kejadian RDS pada BBLR
preterm, tingkat kejadian RDS pada
Tingkat kejadian RDS berat dan RDS
ringan pada BBLR preterm masing-
masing sebanyak 50%, sedangkan tingkat
kejadian RDS pada BBLR dismatur
adalah RDS berat sebanyak 60%.
Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa
tingkat kejadian RDS ringan dan RDS
berat masing- masing sebanyak 50% pada
BBLR preterm dan tingkat kejadian RDS
berat sebanyak 60% pada BBLR dismatur.
Hasil uji fisher exact dengan =
0,05 didapatkan p = 3,91. Oleh karena p
lebih besar dari taraf kesalahan yang
ditetapkan (3,91 >
0,05) maka H0 diterima, dapat dinyatakan
bahwa tidak terdapat perbedaan yang
bermakna pada tingkat kejadian RDS
antara BBLR preterm dan BBLR dismatur.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasilpenelitian dapat
diketahui bahwa pada BBLR preterm
mengalami RDS berat dan RDS ringan
masing-masing sebanyak 50%. Hal ini
dikarenakan pada BBLR preterm fungsi
organ bayi belum matur, yaitu: alveoli kecil
sehingga sulit untuk mengembang,
pengembangan alveoli kurang sempurna
karena dinding dada masih lemah, serta
produksi surfaktan yang belum sempurna.
Gangguan pernapasan pada neonatus ini
terutama berkaitan dengan terhambatnya
maturasi paru dan kondisi yang mengarah
pada defisiensi surfaktan, serta imaturitas
fisiologis dari dada (Hockenberry, 2013).
Hasil penelitian
menjelaskan bahwa BBLR preterm yang menurunkan produksi surfaktan oleh sel
mengalami RDS lebih banyak pneumosit tipe II. Oleh karena penyebab-
dibandingkan BBLR dismatur. penyebab yang telah dijelaskan di atas,
Ditegaskanpula oleh Greenough et al (1996) maka dapat disimpulkan RDS lebih
dalam Fraser (2009) bahwa sebagian mengarah pada BBLR preterm baik RDS
besar bayi yang lahir sebelum genap 30 berat maupun RDS ringan.
minggu gestasi akan mengalami RDS. Berdasarkan hasilpenelitian dapat
Surfaktan memiliki unsur utama, diketahui bahwa 60% BBLR dismatur
yaitu: dipalmitilfosfatidilkolin (lesitin), mengalami RDS
fosfatidilgliserol, apoprotein (protein
surfaktan= PS-A, B, C, D), dan kolesterol.
Ketidakadekuatan surfaktan pada bayi
pretermdisebabkan karena terhentinya fase
pembentukan surfaktan yang seharusnya
terdiri dari 5 fase (embrionik,
pseudoglandular, kanalikular, kantong
terminal, alveolar), harus terhenti pada fase
ke-3 (kanalikular), yaitu pada usia 17-24
minggu. Agen aktif ini dilepaskan ke dalam
alveoli, untuk mengurangi tegangan
permukaan dan membantu
memertahankan stabilitas alveolar dengan
jalan mencegah kolapsnya ruang udara
kecil pada akhir ekspirasi. Kadar tertinggi
surfaktan terdapat dalam paru janin yang
dihomogenasi pada umur kehamilan 20
minggu, tetapi belum mencapai permukaan
paru sampai tiba saatnya. Surfaktan
tampak dalam cairan amnion antara 28 dan
32 minggu. Kadar surfaktan paru matur
biasanya muncul sesudah 35 minggu
(Behrman, dkk, 2000).
Kenaikan frekuensi RDS dihubungkan
oleh beberapa faktor, salah satunya adalah
jenis kelamin. Insidens RDS tertinggi adalah
pada bayi preterm laki-laki. Hal ini sesuai
dengan data jenis kelamin BBLR di RSUD
Kanjuruhan Kepanjen tahun 2016, bahwa
sebanyak 57,7% BBLR preterm yang
mengalami RDS berjenis kelamin laki-laki.
Penyebab hal ini adalah adanya hormon
androgen pada laki-laki yang dapat
berat, dan 40% mengalami RDS ringan. mengalamigangguan/komplikasi asfiksia
Hal ini disebabkan karena faktor resiko sebesar 10%. Gangguan asfiksia peri-
dismaturitas, yaitu diabetes gestasional natal pada bayi dismatur dapat diakibatkan
berat pada ibu dan komplikasi yang sering karena ibu diabetes, ibu perokok berat,
terjadi pada bayi dismatur diantaranya pre- eklampsi, status ekonomi yang
hipoglikemia, asfiksia, sindrom aspirasi rendah, infeksi kehamilan oleh
mekoneum, dan polisitemia dimana toksoplasmosis dan CMV.
komplikasi-komplikasi tersebut
merupakan faktor penyebab terjadinya
RDS. RDS jarang terjadi pada bayi
cukup bulan. Kenaikan frekuensi RDS
pada bayi cukup bulan dihubungkan
dengan bayi dari ibu diabetes, kehamilan
multijanin, persalinan seksio caesarea,
persalinan cepat, asfiksia, stress dingin,
dan adanya riwayat bahwa bayi
sebelumnya terkena RDS (Warren &
Anderson, 2010 dalam Hockenberry,
2015). Bayi dengan ibu diabetes lanjutan
dapat pula menjadi penyebab
dismaturitas karena vaskularisasi maternal
yang terganggu.
Gangguan hipoglikemia sering terjadi
pada bayi dengan ibu diabetes gestasional
karena bayi memproduksi insulin yang
berlebihan, dikarena- kan kadar glukosa
yang ditransport ibu melalui plasenta
kadarnya berlebihan. Hal ini menyebab- kan
bayi berada dalam kondisi hiperinsulin.
Saat bayi lahir, bayi akan mengalami
hipoglikemia karena pasokan glukosa
dari ibu terhenti ditambah dengan kondisi
hiperinsulin yang telah ada pada bayi sejak
kehamilan. Dalam penelitian Bourbon
(1985) dinyatakan bahwa keadaan
hipoglikemia dan hiperinsulin pada bayi
akan menghambat proses biokimia dalam
maturasi paru dan menyebabkan
abnormalitas pada sistem surfaktan paru
yang menyebabkan defisiensi produksi
surfaktan. Halinilah yang menyebabkan
terjadinya RDS.
Pada penelitian didapatkan bahwa
pada BBLR dismatur
Asfiksia perinatal ini dapat berakibat pada pneumosit tipe II. Sedangkan pada
aspirasi mekoneum dan hipoglikemia persalinan dengan sectio caesarea,
yang dapat mengarah pada RDS. dimungkinkan ibu mengalami gangguan
Pada penelitian didapatkan bahwa perfusi darah uterus yang dapat
pada BBLR dismatur terjadigangguan menyebabkan asfiksia pada bayi, dimana
sindrom aspirasi mekoneum sebesar 10%. asfiksia dapat menjadi predisposisi RDS.
Gangguan aspirasi mekoneum terjadi pada Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis
bayi yang mengalami stress intra- persalinan SC pada BBLR dismatur
uterin/hipoksia. Stress intra-uter- sebanyak 70%. Dengan demikian dapat
ine/hipoksia menyebabkan bayi dinyatakan bahwa BBLR dismatur beresiko
mengalami relaksasi pada sfingter anal, terhadap penyakit RDS karena adanya
sehingga bayi mengeluarkan mekoneum. faktor resiko dismatur dan komplikasi
Kebanyakan meko- neum ini teraspirasi dismatur yang dapat menyebabkan RDS .
saat bayi bernapas pertama kali, namun Hasil penelitian diketahui bahwa RDS
tidak menutup kemungkinan telah berat dan RDS ringan lebih banyak
teraspirasi sejak dalam rahim yang terjadipada BBLR preterm. Berdasarkan
disebabkan bayi mengalami gasping. Oleh analisa data dengan uji statistik Fisher
karena aspirasi mekoneum, terjadilah exact didapatkan p = 3,91. Oleh karena p
obstruksiparsial pada jalan napas, sumbatan lebih besar dari taraf kesalahan yang
0
udara, hiperinflasi distal, dan
atelektasis yang menyebabkan inaktivasi ditetapkan/ (3,91 > 0,05) maka diterima,
H
surfaktan, yang pada akhirnya dan sectio caesarea juga dapat
menyebabkan RDS. menghambat produksi surfaktan pada
Gangguan polisitemia sering terjadi pada dismaturitas. Hal ini sesuai dengan hasil
bayi dengan ibu diabetes, bayi yang penelitian bahwa pada BBLR dismatur
mengalami hambatan pertumbuhan intra terdapat sebanyak 70% bayi berjenis
uterin, bayidismatur, dan merupakan akibat kelamin laki-laki, hal ini dikarenakan
dari asfiksia. Polisitemia merupakan adanya hormon androgen pada laki-laki
penyakit dimana sumsum tulang yang dapat menurunkan produksi
menghasilkan sel darah merah yang surfaktan oleh sel
berlebihan sebagai respon tubuh bayi yang
mengalami hipoksia. Kondisi ini
menyebabkan darah bayi menjadi lebih
kental yang mengakibatkan berkurangnya
kecepatan aliran darah dalam pembuluh
darah yang kecil, sehingga pengang- kutan
oksigen ke jaringan terganggu. Keadaan ini
merupakan predisposisi dari hipoglikemia,
dimana hipoglikemia menyebabkan
defisiensi produksi surfaktan yang
mengakibatkan RDS.
Persalinan dengan jenis kelamin laki-laki
dapat dinyatakan bahwa tidak terdapat
perbedaan yang bermakna pada tingkat
kejadian RDS antara BBLR preterm dan
BBLR dismatur. RDS adalah penyakit yang
berkaitan dengan defisiensi surfaktan.
Gangguan pernapasan pada neonatus ini
terutama berkaitan dengan terhambatnya
maturasi paru dan kondisi yang mengarah
pada defisiensi surfaktan, serta imaturitas
fisiologis dari dada (Hockenberry, 2013).
Ditegaskan pula oleh teorimenurut Fraser
(2011), bahwa penyakit ini terjadi akibat
insufisiensi produksi surfaktan dan terlihat
paling sering setelah kelahiran prematur.
Pada BBLR preterm RDS dikarenakan
fungsi & struktur paru yang belum matur
(RDS pulmonal), sedangkan pada BBLR
dismatur dikarenakan adanya faktor resiko
dan komplikasi dismaturitas (RDS non-
pulmonal). Bayi preterm lahir sebelum paru
siap menjadi organ yang efisien untuk
pertukaran gas, inilah yang menjadi faktor
perkembangan RDS pada preterm (RDS
pulmonal yang disebabkan kombinasi
imaturitas struktural & fungsional paru).
Sedangkan pada bayi dismatur, memiliki
komplikasi hiperinsulin dan hipoglikemi
yang dimungkinkan menjadi faktor yang
menurunkan
sintesis surfaktan yang berkontribusi terhadap perkembangan RDS
(Hockenberry, 2013). Berat dan ringannya gambaran klinis RDS sangat
dipengaruhi oleh berat badan lahir, usia kehamilan yang mengarah pada tingkat
maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia kehamilan, semakin berat
gambaran klinis yang didapatkan. RDS merupakan salah satu penyebab
seringnya kematian pada bayi terutama bayi dengan berat badan lahir rendah.
Dalam data yang diambil pada kondisi BBLR di RSUD Kanjuruhan tahun
2016, didapatkan bahwa sebanyak 76,9% terjadi kematian pada BBLR
preterm dan sebanyak 80% kematian pada BBLR dismatur akibat RDS. Dalam
penelitian tentang faktor risiko tingkat kejadian RDS pada neonatus preterm di
RSUD Dr. Soetomo Surabaya, diperoleh hasil bahwa faktor resiko yang
paling berpengaruh terhadap tingkat kejadian RDS adalah asfiksia prenatal
bersama dengan usia gestasi 24-33 minggu, berat lahir
<1500 gr, persalinan SC, KMK/dismaturitas, komplikasi hipertensi maternal,
komplikasi eklampsi maternal, dan komplikasi PROM. Pada penelitian
didapatkan bahwa baik pada BBLR preterm maupun BBLR dismatur
mengalami gangguan/komplikasi paling umum adalah sep- sis, yaitu sebesar
92,30% pada BBLR preterm dan 70,00% pada BBLR dismatur. Hal ini sesuai
dengan pernyataan menurut Haws, (2007) bahwa penyebab RDS salah
satunya adalah infeksi/sepsis (misal streptokokus grup B, her- pes simpleks,
dan varicella). Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan
yang bermakna pada Tingkat Kejadian RDS antara BBLR preterm dan BBLR
dismatur karena RDS berat dan RDS ringan keduanya lebih banyak menyerang
BBLR preterm.
PENUTUP
Pada penelitian tentang perbedaan tingkat kejadian RDS antara BBLR
preterm dan BBLR
dismatur di RSUD Kanjuruhan disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan tingkat
kejadian Res- piratory Distress Syndrom (RDS) antara BBLR preterm dan
BBLR dismatur di RSUD Kanjuruhan.
Petugas kesehatan atau instansi terkait secara rutin/berkala sebaiknya
memberikan penyuluhan kepada masyarakat, khususnya ibu hamil tentang
pemeriksaan kehamilan secara ru- tin, pencegahan BBLR baik preterm
maupun dismatur selama hamil, serta bahaya penyakit RDS pada BBLR
preterm dan BBLR dismatur.
DAFTAR PUSTAKA
Behrman, Richard E., dkk. (2000). Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: EGC
Bourbon, J. R., & Farrell, P. M. (1985). Fetal Lung Development in the
Diabetic Preg- nancy, 19(3).
Edwards, M. O., Kotecha, S. J., dan Kotecha,
S. (2013). Respiratory Distress of the Term Newborn Infant. Paediatric
Respiratory Reviews, 14(1), 29-37. https://doi.org/
10.1016/j.prrv.2012.02.002
Fraser dan Cooper. (2011). Buku Ajar Bidan.
Jakarta: EGC
Haws, Paulette S. (2007). Asuhan Neonatus Rujukan Cepat. Jakarta: EGC
Hockenberry, Marilyne J. & David Wilson. (2015). Nursing Care of Infants and
Chil- dren. Canada : Elsevier
Hockenberry, Marilyne J. & David Wilson. (2013). Essentials of Pediatric
Nursing. America : Elsevier
Lissauer, Tom dan Avroy Fanaroff. (2008). At a Glance Neonatologi. Jakarta:
Erlangga
Sacco, O., Silvestri, M., dan Rossi, G. A. (2015). Recurrent respiratory
infections in the follow-up of the extremely low birth weight infant. Italian
Journal of Pediatrics, 41(Suppl 1), A36. https:// doi.org/10.1186/1824-
7288-41-S1-A36