Anda di halaman 1dari 86

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan ini disusun oleh :


Nama : Hepi Nopita Sari
NIM : 2018.C.11a.1011
Program Studi : S-1 Keperawatan
Judul : Asuhan Keperawatan Pada Tn. G Dengan Diagnosa Medis
Tuberkulosis Paru Di Ruang Gardenia RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya.

Telah melakukan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk menyelesaikan


Praktik Pra Klinik Keperawatan 3 Program Studi S-1 Keperawatan Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangkaraya.

Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh :

Pembimbing Lahan Pembimbing Akademik

Erika Sihombing, S.Kep., Ners Rimba Aprianti, S.Kep., Ner

i
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan yang berjudul “Laporan Pendahuluan dan
Asuhan Keperawatan pada Tn G Dengan Diagnosa Medis Tuberkulosis Paru Di
RSUD dr.Doris Sylvanus Palangka Raya”
Laporan pendahuluan ini disusun guna melengkapi tugas (PPK III).
Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu,
saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd.,M.Kes selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners.,M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners
STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Ika Paskaria, S.Kep.,Ners selaku koordinator Praktik Pra Klinik III yang
telah banyak memberikan arahan dan masukan.
4. Ibu Rimba Aprianti, S.Kep.,Ners selaku pembimbing akademik yang telah
banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian
asuhan keperawatan ini.
5. Erika Sihombing, S.Kep., Ners selaku pembimbing Klinik yang telah
memberikan izin, informasi dan membantu dalam pelaksanaan praktik
manajemen keperawatan di RSJ Kalawa Atei
6. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan
ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Palangka Raya, 11 April 2022

Hepi Novita Sari

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN............................................................................i
KATA PENGANTAR....................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................2
1.3.1 Tujuan Umum..........................................................................................2
1.3.2 Tujuan Khusus.........................................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan......................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Penyakit Tuberkulosis Paru......................................................4
2.1.1 Definisi....................................................................................................4
2.1.2 Anatomi Fisiologi....................................................................................4
2.1.3 Etilogi......................................................................................................5
2.1.4 Klasifikasi................................................................................................7
2.1.5 Patofisologi (WOC).................................................................................9
2.1.6 Manifestasi Klinis...................................................................................12
2.1.7 Komplikasi...............................................................................................11
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang...........................................................................11
2.1.9 Penatalaksanaan Medis............................................................................13
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian................................................................................................16
2.2.2 Diagnosa Keperawatan............................................................................20
2.2.3 Perencanaan Keperawatan.......................................................................20
2.2.4 Implementasi Keperawatan.....................................................................26
2.2.5 Evaluasi Keperawatan.............................................................................26
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian...................................................................................................28
3.2 Diagnosa.....................................................................................................35
3.3 Intervensi....................................................................................................38
3.4 Implementasi...............................................................................................40
3.5 Evaluasi.......................................................................................................40
BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan .............................................................................................43
4.2 Saran........................................................................................................43
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tuberculosis (TB) merupakan penyakit infeksi bakteri menahun yang
disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis, suatu basil tahan asam yang
ditularkan melalui udara (Asih, 2004). Penyakit ini ditandai dengan pembentukan
granuloma pada jaringan yang terinfeksi. Komplikasi. Penyakit TB paru bila tidak
ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi seperti: pleuritis, efusi
pleura, empiema, laryngitis dan TB usus.
Penyakit TBC dapat menyerang siapa saja (tua, muda, laki-laki, perempuan,
miskin, atau kaya) dan dimana saja. Setiap tahunnya, Indonesia bertambah dengan
seperempat juta kasus baru TBC dan sekitar 140.000 kematian terjadi setiap
tahunnya disebabkan oleh TBC. Bahkan, Indonesia adalah negara ketiga terbesar
dengan masalah TBC di dunia. Survei prevalensi TBC yang dilakukan di enam
propinsi pada tahun 1983-1993 menunjukkan bahwa prevalensi TBC di Indonesia
berkisar antara 0,2 – 0,65%. Sedangkan menurut laporan Penanggulangan TBC
Global yang dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2004, angka insidensi TBC pada
tahun 2002 mencapai 555.000 kasus (256 kasus/100.000 penduduk), dan 46%
diantaranya diperkirakan merupakan kasus baru.
Diperkirakan setiap tahun 450.000 kasus baru TBC dimana sekitar 1/3
penderita terdapat disekitar puskesmas, 1/3 ditemukan di pelayanan rumah sakit
atau klinik pemerintah dan swasta, praktek swasta dan sisanya belum terjangku
unit pelayanan kesehatan. Sedangkan kematian karena TB diperkirakan 175.000
per tahun. Penyakit TB merupakan masalah kesehatan masyarakat yang besar
karena TB merupakan penyebab kematian nomor dua terbesar di Indonesia.
Pengobatan TBC harus dilakukan secara terus-menerus tanpa terputus walaupun
pasien telah merasa lebih baik atau sehat. Pengobatan yang terhenti ditengah jalan
dapat menyebabkan bakteri menjadi resistendan TBC akan sulit untuk
disembuhkan dan membutuhkan waktu yang lebih lama maka butuh keterlibatan
anggota keluarga untuk mengawasi dan jika perlu menyiapkan obat. Dukungan
keluarga penderita sangat dibutuhkan untuk menuntaskan pengobatan agar benar-
benar tercapai kesembuhan.

1
Banyaknya kasus TB paru dan masih rendahnya angka penyembuhan, kasus
kambuh dan kegagalan pengobatan dan resistensi kuman karena kurang
disiplinnya pasien dalam minum obat maka penulis berkeinginan untuk
melakukan asuhan keperawatan keluarga dengan TBC.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka bagaimana pemberian
asuhan keperawatan pada klien Tn. M dengan tuberkulosis paru dan kebutuhan
dasar manusia dengan oksigenasi di ruang Gardenia RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya.
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu untuk memberikan dan asuhan keperawatan pada Tn.
G Dengan Diagnosa Medis Tuberkulosis Paru Di Ruang Gardenia RSUD
dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mahasiswa mampu menjelaskan konsep dasar penyakit pada Tn. G dengan
diagnosa Tuberkulosis Paru Di Ruang Gardenia Rsud Dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya.
1.3.2.2 Mahasiswa mampu menjelaskan kebutuhan dasar manusia (oksigenisasi)
Tn. G Dengan Diagnosa Medis Tuberkulosis Paru Di Ruang Gardenia
Rsud Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
1.3.2.3 Mahasiswa mampu menjelaskan menejemen asuhan keperawatan pada
pasien Tn. G dengan diagosa Tuberkulosis Paru Di Ruang Gardenia Rsud
Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
1.3.2.4 Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada Tn.G dengan diagnosa
Tuberkulosis Paru Di Ruang Gardenia Rsud Dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya.
1.3.2.5 Mahasiswa mampu menentukan dan menyusun intervensi pada Tn.G
dengan diagnosa Tuberkulosis Paru Di Ruang Gardenia Rsud Dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya.

2
1.3.2.6 Mahasiswa mampu melaksanakan implementasi pada Tn. G dengan
diagnosa Tuberkulosis Paru Di Ruang Gardenia Rsud Dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya.
1.3.2.7 Mahasiswa mampu melakukan evaluasi.
1.3.2.8 Mahasiswa mampu menyusun dokumentasi.
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Untuk Mahasiswa
Untuk mengembangkan wawasan dari ilmu keperawatan khususnya
penyakit tuberkulosis paru dan pengalaman langsung dalam melakukan
penelitian.
1.4.2 Untuk Klien dan Keluarga
Menambah informasi mengenai penyakit tuberculosis paru dan
pengobatannya sehingga dapat digunakan untuk membantu progam
pemerintah dalam pemberantasan tuberculosis paru.
1.4.3 Untuk Institusi
Sebagai bahan atau sumber data bagi peneliti berikutnya dan bahan
pertimbangan bagi yang berkepentingan untuk melanjutkan penelitian
sejenis dan untuk publikasi ilmiah baik jurnal nasional maupun
internasional.
1.4.4 Untuk IPTEK
Memberikan informasi dalam pengembangan ilmu keperawatan terutama
dalam keperawatan komunitas yang menjadi masalah kesehatan pada
masyarakat.

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit


2.1.1 Definisi
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
kuman TB (mycobacterium tuberculosis). Kuman tersebut masuk ke dalam tubuh
manusia melalui udara ke dalam paru-paru,dan menyebar dari paru-paru ke organ
tubuh yang lain melalui peredaran darah seperti kelenjar limfe, saluran pernapasan
atau penyebaran langsung ke organ tubuh lainnya (Febrian, 2015).
Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi kronis yang sering terjadi
atau ditemukan di tempat tinggal dengan lingkungan padat penduduk atau daerah
urban, yang kemungkinan besar telah mempermudah proses penularan dan
berperan terhadap peningkatan jumlah kasus TB (Ganis indriati, 2015).
2.1.2 Anatomi Fisiologi

Respirasi adalah suatu peristiwa tubuh kekurangan oksigen, kemudian


oksigen yang berada diluar tubuh dihirup (inspirasi) melalui organ-organ
pernafasan, dan pada keadaan tertentu bila tubuh kelebihan karbon dioksida maka
tubuh berusaha untuk mengeluarkannya dari dalam tubuh dengan cara

4
menghembuskan napas (ekspirasi) sehingga terjadi suatu keseimbangan antar
oksigen dan karbon dioksida dalam tubuh.
Sistem respirasi berperan untuk menukar udara ke permukaan dalam paru.
Udara masuk dan menetap dalam sistem pernafasan dan masuk dalam pernafasan
otot. Trakea dapat melakukan penyaringan, penghangatan, dan melembapkan
udara yang masuk, melindungi permukaan organ yang lembut. Hantaran tekanan
menghasilkan, mengatur udara dan mengubah permukaan saluran napas bawah.
Guna pernafasaan yaitu mengambil oksigen dari luar masuk ke dalam
tubuh, beredar dalam darah, selanjutnya terjadi proses pembakaran dalam sel atau
jaringan, mengeluarkan karbondioksida yang terjadi dari sisa-sisa hasil
pembakaran dibawa oleh darah yang berasal dari sel (jaringan). Selanjutnya
dikeluarkan melaluiorgan pernafasan Untuk melindungi sistem permukaan dari
kekurangan cairan dan mengubah suhu tubuh, melindungi sistem pernafasan dari
jaringan lain terhadap serangan patogenik, untuk pembentukan komunikasi seperti
berbicara, bernyanyi, berteriak dan menghasilkan suara.
 1.    Hidung
Hidung (nasal) merupakan organ tubuh yang berfungsi sebagai alat
pernafasan (respirasi) dan indra penciuman (pembau). Yang mempunyai 2 lubang
(kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Dalam keadaan
normal, udara masuk dalam sistem pernafasan, melalui rongga hidung.
Vestibulum rongga hidung berisi serabut-serabut halus. Epitel vestibulum berisi
rambut-rambut halus yang berguna untuk menyaring udara, debu dan kotoran
yang masuk ke dalam lubang hidung.
Lapisan dalam terdiri dari selaput lendir yang berlipat-lipat yang
dinamakan karang hidung (konka nasalis), yang berjumlah 3 buah yaitu konka
nasalis inferior (bagian bawah), konka nasalis media ( bagian tengah), konka
nasalis superior ( bagian atas). Diantara konka terdapat 3 buah lekukan meatus
yaitu meatus superior (lekukan bagian atas), meatus medialis ( lekukan bagian
tengah ), meatus inferior ( lekukan bagian bawah ). Meatus ini dilewati oleh udara
pernapasan, sebelah dalam terdapat lubang yang berhubungan dengan tekak,
lubang disebut koana. Dasar dari rongga hidung dibentuk oleh tulang rahang atas,
ke atas rongga hidung berhubungan dengan beberapa rongga yang disebut sinus

5
paranasalis, yaitu sinus maksilaris pada rongga rahang atas, sinus frontalis pada
tulang dahi, sinus sfenoidalis pada rongga tulang baji, dan sinus ethmoidalis pada
rongga tulang tapis.
Pada hidung dibagian mukosa terdapat serabut-serabut saraf atau reseptor-
reseptor dari saraf penciuman disebut nervus olfaktorius. Disebelah belakang
konka bagian kiri kanan dan sebelah atas langit-langit terdapat satu lubang
pembuluh yang menghubungkan rongga tekak dengan rongga pendengaran tengah
saluran ini desebut tuba auditiva eustaki, yang menghubungkan telinga tengah
dengan faring dan laring.
2.        Faring
Merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan dan jalan
makanan. Terdapat dibawah dasar tengkorak, di belakang rongga hidung dan
mulut sebelah depan ruas tulang leher. Hubungan dengan rongga lain yaitu, ke
atas berhubungan dengan rongga hidung dengan perantara lubang koana, ke depan
berhubungan dengan rongga mulut bernama istmus fausium, ke bawah terdapat 2
lubang, ke depan lubang laring, ke belakang lubang esofagus. Dibawah selaput
lendir terdapat jarngan ikan dan kumpulan getah bening yang dinamakan adenoid.
Disebelahnya terdapat 2 tonsil. Di sebelah belakang terdapat epiglotis yang
berfungsi menutup laring pada waktu menelan makanan.
3.        Laring
Merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara
terletak di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk
ke dalam trakea di bawahnya. Pangal tenggorokan yang disebut epiglotis, yang
terdiri dari tulang-tulang rawan yang berfungsu pada waktu kita menelan makanan
menutupi laring. Laring dilapisi oleh selaput lendir,kecuali pita suara dan bagian
epiglotis yang dilapisi oleh sel epitelium berlapis. Pita suara berjumlah 2 bah, di
atas pita suara palsudan tidak mengeluarkan suara disebut ventrikularis. Di bawah
pita suara sejati yang membentuk suara disebut vokalis.
4.    Trakea
Trakea terbentuk oleh 16 s/d 20 cincin yang terdiri tulang-tulang rawan
yang berbentuk seperti huruf C. Panjang trakea 9-11 cm dan di belakang terdiri
dari jaringan ikat yang dilapisi oleh otot polos. Sel-sel bersilia berguna untuk

6
mengeluarkan benda-benda asing yang masuk bersama-sama dengan udara
pernafasan. Yang memisahkan trakea menjadi bronkus kiri dan kanan disebut
karina.
5.        Bronkus
Bronkus (cabang tenggorok) merupakan lanjutan dari trakea. Bronkus
terdapat pada ketinggian vertebrae torakalis IV dan V. Bronkus mempunyai
struktur sama dengan trakea dan dilapisi oleh sejenis sel yang sama dengan trakea
dan berjalan kebawah ke arah tampuk paru. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih
besar dari pada bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang.
Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri dari 9-12
cincin mempunyai 2 cabang. Bronkus bercabang-cabang yang lebih kecil disebut
bronkiolus (bronkioli). Pada bronkioli tidak terdapat cincin lagi, dan pada ujing
bronkioli terdapat gelembung paru yang disebut alveoli.
 6.    Pulmo
Paru-paru terletak pada rongga dada datarannya menghadap ke tengah
rongga dadakavum mediatinum. Pada bagian tengah itu terdapat tampuk paru-
paru atau hilus. Pada mediastinum depan terletak jantung. Paru-paru dibungkus
oleh selaput bernama pleura. Pleura terbagi 2 yaitu viseral dan parietal. Pulmo
(paru) adalah sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung
alveoli. Banyaknya gelembung paru kurang lebih 700.000.000 buah (paru kiri dan
kanan). Paru-paru kanan terdiri dari 3 lobus yaitu lobus superior, media, inferior.
Paru-paru kiri terdiri 2 lobus yaitu lobus superior dan inferior. Tiap lobus tersusun
oleh lobulus. Diantara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat
yang berisi pembuluh-pembuluh darah getah bening dan saraf-saraf.
2.1.3 Etiologi
Penyebab tuberkulosis adalah mycobacterium tuberculosis. Basil ini tidak
berspora sehingga mudah dibasmi dengan sinar matahari, pemanasan dan sinar
ultraviolet. Terdapat 2 macam mycobacterium tuberculosis yaitu tipe human dan
bovin. Basil tipe human berada di bercak ludah (droplet) di udara yang berasal
dari penderita TB paru dan orang yang rentan terinfeksi bila menghirup bercak
ludah ini (Nurrarif & Kusuma, 2015).
Menurut (Puspasari, 2019) Faktor resiko TB paru sebagai berikut:

7
1. Kontak dekat dengan seseorang yang memiliki TB aktif.
2. Status imunocompromized (penurunan imunitas) misalnya kanker, lansia,
HIV.
3. Penggunaan narkoba suntikan dan alkoholisme.
4. Kondisi medis yang sudah ada sebelumnya, termasuk diabetes, kekurangan
gizi, gagal ginjal kronis.
5. Imigran dari negara-negara dengan tingkat tuberkulosis yang tinggi misal Asia
Tenggara, Haiti.
6. Tingkat di perumahan yang padat dan tidak sesuai standart.
7. Pekerjaan misalnya petugas pelayanan kesehatan.
8. Orang yang kurang mendapat perawatan kesehatan yang memadai misalnya
tunawisma atau miskin.
2.1.4 Klasifikasi
Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit : (Puspasari, 2019)
a. Tuberkulosis paru TB yang terjadi pada parenkim (jaringan) paru. Milier TB
dianggap sebagai TB paru karena adanya lesi pada jaringan paru.
b. Tuberkulosis ekstra paru TB yang terjadi pada organ selain paru misalnya
kelenjar limfe, pleura, abdomen, saluran kencing, kulit, selaput otak, sendi dan
tulang
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya:
a. Klien baru TB: klien yang belum pernah mendapatkan pengobatan TB paru
sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT namun kurang dari satu bulan (<
28 dosis).
b. Klien yang pernah diobati TB: klien yang sebelumnya pernah menelan OAT
selama satu bulan atau lebih (≥ 28 hari).
c. Klien berdasarkan hasil pengobatan TB terakhir, yaitu:
 Klien kambuh: klien TB paru yang pernah dinayatakn sembuh dan saat ini
didiagnosis TB berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologi
 Klien yang diobati kembali setelah gagal: klien TB paru yang pernah
diobati dan gagal pada pengobatan terakhir.

8
 Klien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up): klien
TB paru yang pernah diobati dan dinyatakan lost to follow-up (dikenal
sebagai pengobatan klien setelah putus berobat).
 Lain-lain: klien TB paru yang pernah diobati tetapi hasil akhir pengobatan
sebelumnya tidak diketahui.
Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat: Pengelompokkan
penderita TB berdasarkan hasil uji kepekaan contoh uji dari mycobacterium
tuberculosis terhadap OAT:
a. Mono resisten (TB MR): resisten terhadap salah satu jenis OAT lini pertama
saja.
b. Poli resisten (TB PR): resisten terhadap lebih dari satu jenis OAT lini pertama
selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan.
c. Multidrug resisten (TB MDR): resisten terhadap Isoniazid (H) dan Rifampisin
(R) secara bersamaan.
d. Extensive drug resistan (TB XDR): TB MDR sekaligus resisten terhadap salah
satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal salah satu dari OAT lini
kedua jenis suntikan (Kanamisin, Kapreomisin, Amikasin).
e. Resisten Rifampisin (TB RR): resisten terhadap Rifampisin dengan atau tanpa
resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi.
Klasifikasi penderita TB berdasarkan status HIV:
a. Klien TB dengan HIV positif
b. Klien TB dengan HIV negatif
c. Klien TB dengan status HIV tidak diketahui
2.1.5 Fatofisiologi
Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibersinkan atau
dibatukkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat
menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar
ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab
dan gelap kuman dapat tahan selama berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila
partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat akan menempel pada jalan nafas atau
paru- paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukurannya kurang dari 5
mikromilimeter.

9
Tuberculosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas
perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag sedangkan limfosit (biasanya sel
T ) adalah imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini basanya lokal,
melibatkan makrofag yang diaktifkan ditempat infeksi oleh limposit dan
limfokinnya. Raspon ini desebut sebagai reaksi hipersensitifitas (lambat).
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi
sebagai unit yang terdiri dari 1-3 basil. Gumpalan basil yang besar cendrung
tertahan dihidung dan cabang bronkus dan tidak menyebabkan penyakit (
Dannenberg1981 ). Setelah berada diruang alveolus biasanya dibagian bawah
lobus atas paru- paru atau dibagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini
membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak didaerah
tersebut dan memfagosit bakteria namun tidak membunuh organisme ini.
Sesudah hari-hari pertama leukosit akan digantikan oleh makrofag . Alveoli
yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut.
Pneumonia seluler akan sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa atau
proses akan berjalan terus dan bakteri akan terus difagosit atau berkembang
biak didalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju kelenjar
getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih
panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang
dikelilingi oleh limposit. Reaksi ini butuh waktu 10-20 hari.
Nekrosis pada bagian sentral menimbulkan gambangan seperti keju
yang biasa disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang terjadi nekrosis kaseosa dan
jaringan granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast
menimbulkan respon yang berbeda.Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa
membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang
mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru dinamakn fokus ghon dan gabungan terserangnya kelenjar
getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Respon
lain yang dapat terjadi didaerah nekrosis adalah pencairan dimana bahan cair
lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkel yang
dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk kedalan percabangan
trakeobronkhial. Proses ini dapat terulang lagi kebagian paru lain atau terbawa

10
kebagian laring, telinga tengah atau usus.
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan
meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen brokus
dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapt dekat dengan
perbatasan bronkus rongga. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak
dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh dengan
bahan perkejuan dan lesi mirip dengan lesi kapsul yang terlepas. Keadaan ini
dapat dengan tanpa gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan
dengan brokus sehingge menjadi peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah.
Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran
darah dalam jumlah kecil, kadang dapat menimbulkan lesi pada oragan
lain. Jenis penyeban ini disebut limfohematogen yang biasabya sembuh sendiri.
Penyebaran hematogen biasanya merupakan fenomena akut yang dapat
menyebabkan tuberkulosis milier.Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak
pembuluh darah sehingga banyak organisme yang masuk kedalam sistem
vaskuler dan tersebar keorgan-organ lainnya.

11
Droplet mengandungmicobecteriumtuberkulosae Web of Caution (WOC) TB Paru Udaratercemarmicobecteriumtuberkulosae

Sumber :Menurut Raviglione. 2010. PatofisiologiPenyakitLimfadenitisTuberkulosis. Edisi 2.Jakarta : EGC


Terhiruplewatsaluranpernapasa, masukkeparu-paru,masukke alveoli

Abnormalitasgenetik, faktor
Proses Peradangan, tuberkel Kurang terpapar informasi
lingkungan, infeksi virus
TB Paru
Defisit pengetahuan B6: Bone
Mycrobacterium tuberkulosis
B2: Blood B3: Brain B5: Bowel
B1: Breathing Profiferasi sel epitel di
B4: Bladder
sekeliling basil dan
Penyubatan pembuluh Reaksi infeksi dan membentuk dinding antara
Inhalasi droplet Bakteri Miobacterium
darah limfa basil dan organ terinfeksi
Perubahan cairan merusak parenkim
Iskemik paru intrapleura
Muncul reaksi paru Menyebar melalui kelenjar
Aliran darah tidak Terhirup kesaluran getah bening, ke kelenjar
Bakteri
radangmasuk ke
pernafasan atas dan adekuat pernafasa masuk ke paru- Mual, bb turun regional menimbulkan
mencapai alveolus
Reaksi sistematis reaksi oksidasi
paru,dan masuk ke alveoli
Terjadi pengeluaran Penurunan suplai
Reaksi sistematis Proses peradangan
sekret O2 keotak Resfon imflamasi
Anoreksia, mual,
Resiko kekurangan cairan
dan berat badan Kerusakan jaringan
Produksi secret dan elektrolit
Pergerakan otot menurun
meningkat Produksi mediator
menurun nyeri nyeri Mengalami perkejuan
Bersihan jalan napas
tidak efektif
meningkat
Gangguan perfusi Difusi 02 menurun
jaringan tidak Risiko defisit
Pola nafas tidak Nusiseptor nutrisi
efektif
efektif terangsang Intoleransi aktivitas

Nyeri akut

10
2.1.6 Manifestasi Klinis (Tanda dan Gejala)
Tanda dan gejala tuberkulosis adalah:
1. Demam
2. Malaise
3. Anoreksia
4. Penurunan berat badan
5. Batuk ada atau tidak (berkembang secara perlahan selama berminggu – minggu
sampai berbulan – bulan)
6. Peningkatan frekuensi pernapasan
7. Ekspansi buruk pada tempat yang sakit
8. Bunyi napas hilang dan ronkhi kasar, pekak pada saat perkusi
9. Demam persisten
10.Manifestasi gejala yang umum: pucat, anemia, kelemahan, dan penurunan
berat badan
2.1.7 Komplikasi
Menurut Wahid&Imam (2013), komplikasi yang muncul pada TB paru yaitu :
1. Pneumothorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps
spontan karena kerusakan jaringan paru.
2. Bronki ektasis (peleburan bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) di paru.
3. Penyebaran infeksi keorgan lainnya seperti otak,tulang, persendian, ginjal dan
sebagainya.
4. Insufisiensi kardiopulmonal (Chardio Pulmonary Insufficiency).
5. Hemoptisis berat (pendarahan pada saluran nafas bawah) yang mengakibatkan
kematian karena terjadinya syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan
pernafasan.
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Sputum
Pemeriksaan sputum ini penting karena dengan ditemukannya kuman BTA pada
sputumseseorang sudah dapat didiagnosa tuberkulosis paru. Pemeriksaan sputum
juga dapatmengevaluasi pengobatan yang sudah diberikan.

12
Pemeriksaan ini mudah dan murah, tapi kadang-kadang sulit untuk
mendapatkan sampelsputum. Apabila ditemui kesulitan dalam mendapatkan
sampel maka dapat dilakukan hal sebagai berikut :
1). Pada pemeriksaan sputum pasien dianjurkan minum air sebanyak +2liter dan
dianjurkanmelakukan reflex batuk.
2). Memberi tambahan obat-obat mukolitik eks-pektoran atau dengan inhalasi
larutan garamhipertonik selama 20-30 menit. (Zulkifli Amin dan Asril
Bahar,2009)Sputum yang diperiksa terdiri dari 3 spesimen, yaitu :
a. Dahak setempat pertama ketika pasien dating
b. Dahak pagi hari berisi semua dahak yang terkumpul selama 1-2 jam pertama
c. Dahak setempat kedua ketika pasien kembali membawa dahak pagi hari
Cara pemeriksaan sediaan sputum yang dilakukan adalah :
1. Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop biasa
Dengan sediaan pulasan yang dipakai ialah menurut Wright-Giemza pulasan gram
dan pulasan terhadap kuman tahan asam, yang penting adalah Ziehl-Nesslen dan
pulasangram.Untuk pemeriksaan gram lebih bermakna, sebaiknya sputum yang
diperoleh dicuci beberapa kali dengan larutan gram steril supaya kuman-kuman
yang melekat hanya padaunsur-unsur sputum dan yang tidak berasal dari bronkus
menjadi hanyut.Jika hendakmemakai sputum yang dipekatkan terlebih dulu untuk
mencari bakteri tahan asam, carilahsebagian dari sputum ituyang berkeju atau
yang purulent untuk dijadikan sediaan yanglebih tipis.
Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop fluoresense dengan
sinarultraviolet.Walaupun sensitivitasnya tinggi sangat jarang dilakukan karena
pewarnaan yang dipakai (auraminro-damin) dicurigai bersifat karsinogenik.
(Zulkifli Amin dan Asril Bahar,2009)
Pemeriksaan biakan Setelah 4-6 minggu penanaman sputum dalam medium
biakan koloni kuman Tuberkulosis mulai tampak. Bila setelah 1 minggu
pertumbuhan koloni tidak juga tampak biakan dinyatakan negative Sediaan yang 
dipakai yaitu Lowenstein Jensen, kudoh atauogawa. (Zulkifli Amin dan Asril
Bahar, 2009)
Saat ini sudah dikembangkan pemeriksaan biakan sputum BTA dengan cara
bactee(bactee 400 radio metric system) dimana kuman sudah dapat dideteksi

13
dalam 7-10 hari. Disamping itu dengan teknik Polimerase Chain Rection (PCR)
dapat dideteksi kumanBTA lebih cepat. (Zulkifli Amin dan Asril Bahar,2009)
Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga
specimenhasilnya positif. Bila hanya satu specimen yang positif perlu diadakan pe
meriksaan lebih lanjut fotorontgen dada atau pemerisaan sputum Sewaktu, Pagi,
Sewaktu (SPS) diulang :
a. Kalau hasil rontgen mendukung tuberkulosis paru, maka penderita di diagnosis
sebagai penderita tuberkulosis paru BTA positif.
b. Kalau hasil rontgen tidak mendukung tuberkulosis paru maka pemeriksaan
dahakdiulangi dengan SPS lagi.
Apabila fasilitas memnungkinkan maka dapat dilakukan pemeriksaan biakan. Bila
3spesimen dahak hasilnya negative, diberikan antibiotic spectrum luas (missal :
contrimocsasolatau amoksisilin) Selama 1-2 minggu, bila tidak ada perubahan,
namun gejala klinis tetapmencurigakan tuberkulosis paru, ulangi pemeriksaan
dahak SPS.
a. Kalau hasil SPS positive, maka didiagnosis sebagai penderita tuberkulosis paru
BTA positive
b. Kalau hasil SPS tetap negative, dilakukan pemeriksaan foto rontgen dada,
untukmendukung diagnosis tuberkulosis paru
1). Bila hasil rontgen mendukung tuberkulosis paru, didiagnosis sebagai
penderitatuberkulosis paru BTA negative rontgen positive
2). Bila hasil rontgen tidak mendukung tuberkulosis paru, pendrita tersebut
bukantuberkulosis paru
2.1.9 Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan keperawatan diantaranya dapat dilakukan dengan cara:
a. Promotif
1. Penyuluhan kepada masyarakat apa itu TBC
2. Pemberitahuan baik melalui spanduk/iklan tentang bahaya TBC, cara
penularan, cara pencegahan, faktor resiko
3. Mensosialisasiklan BCG di masyarakat.
b. Preventif
1. Vaksinasi BCG

14
2. Menggunakan isoniazid (INH)
3. Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab.
4. Bila ada gejala-gejala TBC segera ke Puskesmas/RS, agar dapat
diketahui secara dini.
Penatalaksanaan secara medik
Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian :
1. Jangka pendek.
Dengan tata cara pengobatan :
setiap hari dengan jangka waktu 1 – 3 bulan.
* Streptomisin injeksi 750 mg.
* Pas 10 mg.
* Ethambutol 1000 mg.
* Isoniazid 400 mg.
2. Jangka panjang
Tata cara pengobatan :
setiap 2 x seminggu, selama 13 – 18 bulan, tetapi setelah perkembangan
pengobatan ditemukan terapi. Terapi TB paru dapat dilakukan dengan minum
obat saja, obat yang diberikan dengan jenis :
* INH.
* Rifampicin.
* Ethambutol.
Dengan fase selama 2 x seminggu, dengan lama pengobatan
kesembuhan menjadi 6-9 bulan.
3. Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila ditemukan
dalam pemeriksan sputum BTA ( + ) dengan kombinasi obat :
* Rifampicin.
* Isoniazid (INH).
* Ethambutol.
* Pyridoxin (B6).

15
2.2 Menajemen Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
Pengkajian keperawatan merupakan proses keperawatan yang meliputi
usaha untuk mengetahui permasalahan klien yaitu pengumpulan data tentang
status kesehatan klien secara sistematis, akurat, menyeluruh, singkat, dan
berkesinambungan yang dilakukan perawat. Komponen dari pengkajian
keperawatan meliputi anamnesa, pemeriksaan kesehatan, pengkajian,
pemeriksaan diagnostik serta pengkajian penatalaksanaan medis. Dalam
pengkajian keperawatan memerlukan keahlian dalam melakukan komunikasi,
wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik (Muttaqin, 2010 dalam Wibowo
2016 ).
1. Biodata
1) Identitas Pasien
Nama, alamat, umur, agama, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan.
2) Identitas Penanggung Jawab
Nama , alamat, umur, pekerjaan, hubungan dengan klien.
2. Riwayat Penyakit (Muttaqin, 2008)
1) Keluhan Utama
Keluhan yang sering menyebabkan klien dengan TB paru meminta pertolongan
dari tim kesehatan dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
a. Keluhan respiratoris, meliputi :
a) Batuk
Keluhan batuk, timbul paling awal dan merupakan gangguan yang paling sering
dikeluhkan. Perawat harus menanyakan apakah keluhan batuk bersifat
nonprodukti/produktif atau sputum bercampur darah.
b) Batuk darah
Keluhan batuka darah pada klien dengan TB paru selalu menjadi alasan
utama pasien untuk meminta pertolongan kesehatan. Hal ini disebabkan rasa takut
klien pada darah yang keluar dari jalan napas. Perawat harus menanyakan
seberapa banyak darah yang keluar atau hanya berupa blood streak, berupa
garis, atau bercak-bercak darah.
c) Sesak napas

16
Keluhan ini ditemukan bila kerusakan parenkin paru sudah luas atau karena ada
hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothoraks, anemia, dan lain-lain.
d) Nyeri dada
Nyeri dada TB paru termasuk nyeri pleuritik ringan. Gejala ini timbul apabila
system persarafan di pleura terkena TB.
b. Keluhan sistematis, meliputi :
a) Demam
Keluhan yang sering dijumpai dan biasanya timbul pada sore atau malam hari
mirip demam influenza, hilang timbul, dan semakin lama semakin panjang
serangannya, sedangkan masa bebas serangan semakin pendek.
b) Keluhan sistemis lain
Keluhan yang bisa timbul ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat
badan, dan malaise. Timbulnya keluhan biasanya bersifat gradual muncul dalam
beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, dan
sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengkajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama. Lakukan pertanyaan
yang bersifat ringkas sehingga jawaban yang diberikan klien hanya
kata“Ya”atau”Tidak” atau hanya dengan anggukan dan gelengan kepala. Apabila
keluhan utama adalah batuk, maka perawat harus menanyakan sudah berapa
lama keluhan batuk muncul (onset). Apakah ada keluhan lain seperti demam,
keringat malam, atau menggigil. Tanyakan apakah batuk disertai sputum kental
atau tidak, Apakah klien mampu melakukan batuk efektif untuk mengeluarkan
sekret.
Apabila keluhan utama batuk darah , maka perlu ditanyakan kembali berapa
banayak darah yang keluar. Saat melakukan suatu anamnesis,perawat perlu
meyakinkan pada klien tentang perbedaan antara batuk darah dan muntah darah,
karena pada keadaan klinis, hal ini sering menjadi rancu.
Tabel 2.2 Perbedaan Batuk Darah Dan Muntah Darah (Muttaqin, 2008).

17
Tanda Batuk darah Muntah darah Epistaksis

Sumber Saluran pernafasan Saluran Dihidung


perdarahan bagian bawah gastrointestinal

Cara keluar Dibatukkan dan rasa Dimuntahkan dengan Darah menetes


darah panas di tenggorokan rasa mual dari hidung

Rasa gatal di tenggorokan Rasa mual dan Demam


Gejala awal dan dada rangsangan kemudian
batuk dimuntahkan

Merah lebih terang dan Merah lebih tua dan Darah berwarna
segar karena gelap karena merah segar
Warna darah bercampur dengan bercampur dengan
oksigen di jalan napas asam lambung

Darah segar,berbuih, dan Sering bercampur


Ciri khas darah berwarna merah muda makanan dan asam
lambung

3) Riwayat Penyakit Dahulu


Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah sebelumnya klien
pernah menderita TB paru, keluhan batuk lama pada masa kecil, tuberkulosis dari
organ lain, pembesaran getah bening dan penyakit lain yang memperberat TB
paru seperti diabetes mellitus.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Secara patologi TB paru tidak diturunkan, tetapi perawat perlu menanyakan
apakah penyakit ini pernah dialami oleh anggota keluarga lainnya sebagai
faktor predisposisi penularan di dalam rumah.
5) Pengkajian Psiko-Sosio-Spiritual
Pengkajian psikologi pasien meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan
perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif,
dan perilaku pasien. Perawat mengumpulkan data hasil pemeriksaan awal pasien

18
tentang kapasitas fisik dan intelektual saat ini Perawat juga perlu menanyakan
kondisi pemukiman tempat tinggal klien hal ini penting mengingat TB paru sangat
rentan dialami oleh mereka yang bertempat tinggal di pemukiman padat dan
kumuh karena populasi bakteri TB paru lebih mudah hidup ditempat yang kumuh
dengan ventilasi dan pencahayaan sinar matahari kurang.
6) Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum dan Tanda-Tanda Vital
Keadaan umum pada klien dengan TB paru dapat dilakukan secara selintas
pandang dengan menilai keadaan fisik tiap bagian tubuh. Selain itu, perlu
dinilai secara umum tentang kesadaran pasien terdiri atas composmentis, apatis,
somnolen, spoor, soporkoma, atau koma.
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien TB paru biasanya didapatkan
peningktan suhu tubuh secra signifikan, frekuensi napas meningkat apabila
disertai sesak napas, denyut
nadi biasanya meningkat seirama dengan peningkatan suhu tubuh dan bfrekuensi
pernapasan, dan tekanan darah biasanya sesuai dengan adanya penyakit penyulit
seperti hipertensi.
b. B1 (Breathing)
a) Inspeksi
Bentuk dada, gerakan pernapasan, batuk, sputum.
b) Palpasi
Palpasi trakhea, gerakan dinding thoraks/ekskrusi pernapasan, getaran suara
(fremitus vocal).
c) Perkusi
Pada klien TB paru minimal tanpa komplikasi, biasanya akan didapatkan bunyi
resonan atau sonor pada seluruh lapang paru.
d) Auskultasi
Pada klien dengan TB paru didapatkan bunyi napas tambahan (ronkhi) pada sisi
yang sakit.
c. B2 (Blood)
a) Inspeksi
Inspeksi tentang adanya parut dan keluhan kelemahan fisik.

19
b) Palpasi
Denyut nadi perifer melemah.
c) Perkusi
Batas jantung mengalami pergeseran pada TB paru dengan efusi pleura massif
mendorong ke sisi sehat.
d. B3 (Brain)
Kesadaran biasanya composmentis ditemukan adanya sianosi perifer apabila
gangguan perfusi jaringan berat.
e. B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan. Oleh
karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria karena hal tersebut
merupakan tanda awal dari syok. Pasien diinformasikan agar terbiasa dengan
urine yang berwarna jingga pekat dan berbau yang menandakan funsi ginjal
masih normal sebagai ekskresi karena meminum OAT terutama Rifampisin.
f. B5 (Bowel)
Pasien biasanya mengalami mual, muntah, penurunan nafsu makan, dan
penurunan berat badan.
g. B6 (Bone)
Aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien dengan TB paru. Gejala yang
muncul antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia, pola hidup menetap, dan
jadwal olahraga menjadi tak teratur.
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon manusia
terhadap gangguan kesehatan atau proses kehidupan atau kerentanan respon
dari seorang individu, keluarga, kelompok, atau komunitas (Herdman, 2015).
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas (00031) berhubungan dengan mukus
dalam jumlah berlebihan
b. Gangguan pertukaran gas (00030) berhubugan dengan perubahan
membrane alveolar kapiler
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan faktor biologis
d. Hipertermi berhubungan dengan penyakit

20
2.2.3 Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan merupakan serangkaian tindakan untuk mencapai setiap
tujuan khusus. Intervensi keperawatan meliputi : perumusan tujuan, tindakan dan
penilaian rangkaian asuhan keperawatan (Triyana, 2013).

21
No Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi
1 Bersihan jalan nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan 4 x Latihan batuk efektif (I.01006)
4 jam diharapkan bersihan jalan nafas Observasi
pasien membaik, dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi kemampuan batuk
1. Teknik batuk efektif baik 2. Monitor adanya retensi sputum
2. Menunjukan perkembangan jalan nafas 3. Monitor tanda dan gejala infeksi saluran napas
yang efektif 4. Monitor input dan output cairan ( mis. jumlah
3. Status pernafasan/kepatenan jalan nafas dan karakteristik)
tidak terganggu Terapeutik
4. Frekwensi nafas membaik 1. Atur posisi semi-Fowler atau Fowler
Keadaan pasien membaik 2. Pasang perlak dan bengkok di pangkuan
pasien
3. Buang sekret pada tempat sputum
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
2. Anjurkan tarik napas dalam melalui hidung
selama 4 detik, ditahan selama 2 detik,
kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir

12
mencucu (dibulatkan) selama 8 detik
3. Anjurkan mengulangi tarik napas dalam
hingga 3 kali
4. Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah
tarik napas dalam yang ke-3
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian mukolitik atau
ekspektoran, jika perlu
2 Pola Nafas Tidak Efektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan 4 x Manajemen Jalan Nafas (I.01011)
4 jam diharapkan pola nafas pasien Observasi
membaik, dengan kriteria hasil : 1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman,
1. Pola nafas teratur usaha napas)
2. Frekwensi pernafasan membaik 2. Monitor bunyi napas tambahan (mis.
3. Menunjukan kepatenan jalan nafas Gurgling, mengi, weezing, ronkhi kering)
4. Pasien mampu menguasai teknik batuk 3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
efektif Terapeutik
5. Keadaan pasien membaik 1. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan
head-tilt dan chin-lift (jaw-thrust jika curiga
trauma cervical)

13
2. Posisikan semi-Fowler atau Fowler
3. Berikan minum hangat
4. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
5. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15
detik
6. Lakukan hiperoksigenasi sebelum
7. Penghisapan endotrakeal
8. Keluarkan sumbatan benda padat dengan
forsepMcGill
9. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika
tidak kontraindikasi.
2. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu.
3 Gangguan Perfusi Jaringan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x Manajemen Sensasi Perifer (I. 06195)
Tidak Efektif 24 jam, diharapakan supali aliran darah ke Observasi

14
otak lancer dengan 1. Identifikasi penyebab perubahan sensasi
Kriteria Hasil : 2. Identifikasi penggunaan alat pengikat,
1. Tidak ada keluhan nyeri kepala prostesis, sepatu, dan pakaian
2. TTV dalam batas normal 3. Periksa perbedaan sensasi tajam atau tumpul
4. Periksa perbedaan sensasi panas atau dingin
5. Periksa kemampuan mengidentifikasi lokasi
dan tekstur benda
6. Monitor terjadinya parestesia, jika perlu
7. Monitor perubahan kulit
8. Monitor adanya tromboflebitis dan
tromboemboli vena
Terapeutik
1. Hindari pemakaian benda-benda yang
berlebihan suhunya (terlalu panas atau dingin)
Edukasi
1. Anjurkan penggunaan termometer untuk
menguji suhu air\
2. Anjurkan penggunaan sarung tangan termal
saat memasak

15
3. Anjurkan memakai sepatu lembut dan
bertumit rendah
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgesik, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian kortikosteroid, jika
perlu
4 Nyeri Akut Setelah dilakukannya tindakan keperawatan Manajemen Nyeri(I. 08238Hal. 201)
selama 4 x 4 jam, diharapkan nyeri yang Observasi
dirasakan pasien berkurang dengan kriteria 1. Indetifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
hasil : frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
1. Melaporkan nyeri berkurang atau hilang 2. Identifikasi sakala nyeri
(skala nyeri berkurang 4-3 3. Identifikasi faktor yang memperberat dan
2. Lamanya nyeri berlangsung (rentang memperingan nyeri
waktu dalam 2-3 menit) 4. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
3. Ekspresi wajah klien tenang dan tidak tentang nyeri
meringis 5. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon
nyeri
Terapeutik
1. Berikan Teknik nonfarmakologis untuk

16
mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis,
akupresur, terapi music, biofeedback, terapi
pijat, aromaterapi, Teknik imanijanasi
terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi
bermain).
2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat tidur
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri dan
Ajarkan Teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
4. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian dosis dan jenis
analgesic, sesuai indikasi

17
5 Resiko Kekurangan Cairan dan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 4 x Manajemen Cairan (I.03098)
Elektrolit 4 jam diharapkan nurtisi pasien membaik, Observasi
dengan kriteria hasil : 1. Monitor status hidrasi ( mis, frek nadi,
1. Mukosa bibir lembab kekuatan nadi, akral, pengisian kapiler,
2. Tugor kulit elastis kelembapan mukosa, turgor kulit, tekanan
3. TTV dalam batas normal darah)
4. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi 2. Monitor berat badan harian
5. Intake dan output cairan seimbang 3. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium (mis.
Hematokrit, Na, K, Cl, berat jenis urin , BUN)
4. Monitor status hemodinamik ( Mis. MAP,
CVP, PCWP jika tersedia)
Terapeutik
1. Catat intake output dan hitung balans cairan
dalam 24 jam
2. Berikan  asupan cairan sesuai kebutuhan
3. Berikan cairan intravena bila perlu
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian diuretik,  jika perlu
6 Resiko Defisit Nutrisi Setelah dilakukan tindakan keperawatan 4 x Manajemen Nutrisi (I.03119)

18
4 jam diharapkan nurtisi pasien membaik, Observasi
dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi status nutrisi
1. Nutrisi yang di butuhkan terpenuhi 2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
2. Berat badan kembali normal 3. Identifikasi makanan yang disukai
3. Nafsu makannya bertambah 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
4. Frekwensi makan membaik 5. Identifikasi perlunya penggunaan selang
nasogastrik
6. Monitor asupan makanan
7. Monitor berat badan
8. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik
1. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika
perlu
2. Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis.
Piramida makanan)
3. Sajikan makanan secara menarik dan suhu
yang sesuai
4. Berikan makan tinggi serat untuk mencegah
konstipasi

19
5. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi
protein
6. Berikan suplemen makanan, jika perlu
7. Hentikan pemberian makan melalui selang
nasigastrik jika asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
2. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
makan (mis. Pereda nyeri, antiemetik), jika
perlu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu
7 Intoleransi Aktivitas Setelah dilakukan tindakan keperawatan TERAPI AKTIVITAS (I.05186)
1x7 jam masalah intoleransi aktivitas Observasi
teratasi 1. Identifikasi deficit tingkat aktivitas
Kriteria Hasil : 2. Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam

20
1. Berpartisifasi dalam aktifitas fisik tanpa aktivotas tertentu
disertai peningkatan tekanan darah, nadi 3. Identifikasi sumber daya untuk aktivitas yang
dan RR. diinginkan
2. Mampu melakukan aktivitas sehari-hari 4. Identifikasi strategi meningkatkan partisipasi
(ADLs)secara mandiri. dalam aktivitas
3. Tanda-tanda vital dalam rentang normal. 5. Identifikasi makna aktivitas rutin (mis.
4. Level kelemahan. bekerja) dan waktu luang
5. Sirkulasi status baik. 6. Monitor respon emosional, fisik, social, dan
6. Status respirasi : pertukaran gas dan spiritual terhadap aktivitas
ventilasi adekuat. Terapeutik
1. Fasilitasi focus pada kemampuan, bukan
defisit yang dialami
2. Sepakati komitmen untuk meningkatkan
frekuensi danrentang aktivitas
3. Fasilitasi memilih aktivitas dan tetapkan
tujuan aktivitas yang konsisten sesuai
kemampuan fisik, psikologis, dan social
4. Koordinasikan pemilihan aktivitas sesuai usia
5. Fasilitasi makna aktivitas yang dipilih

21
6. Fasilitasi transportasi untuk menghadiri
aktivitas, jika sesuai
7. Fasilitasi pasien dan keluarga dalam
menyesuaikan lingkungan untuk
mengakomodasikan aktivitas yang dipilih
8. Fasilitasi aktivitas fisik rutin (mis. ambulansi,
mobilisasi, dan perawatan diri), sesuai
kebutuhan
9. Fasilitasi aktivitas pengganti saat mengalami
keterbatasan waktu, energy, atau gerak
10. Fasilitasi akvitas motorik kasar untuk pasien
hiperaktif
11. Tingkatkan aktivitas fisik untuk memelihara
berat badan, jika sesuai
12. Fasilitasi aktivitas motorik untuk merelaksasi
otot
13. Fasilitasi aktivitas dengan komponen memori
implicit dan emosional (mis. kegitan
keagamaan khusu) untuk pasien dimensia, jika

22
sesaui
14. Libatkan dalam permaianan kelompok yang
tidak kompetitif, terstruktur, dan aktif
15. Tingkatkan keterlibatan dalam
aktivotasrekreasi dan diversifikasi untuk
menurunkan kecemasan ( mis. vocal group,
bola voli, tenis meja, jogging, berenang, tugas
sederhana, permaianan sederhana, tugas rutin,
tugas rumah tangga, perawatan diri, dan teka-
teki dan kart)
16. Libatkan kelarga dalam aktivitas, jika perlu
17. Fasilitasi mengembankan motivasi dan
penguatan diri
18. Fasilitasi pasien dan keluarga memantau
kemajuannya sendiri untuk mencapai tujuan
19. Jadwalkan aktivitas dalam rutinitas sehari-hari
20. Berikan penguatan positfi atas partisipasi
dalam aktivitas
Edukasi

23
1. Jelaskan metode aktivitas fisik sehari-hari, jika
perlu
2. Ajarkan cara melakukan aktivitas yang dipilih
3. Anjurkan melakukan aktivitas fisik, social,
spiritual, dan kognitif, dalam menjaga fungsi
dan kesehatan
4. Anjurka terlibat dalam aktivitas kelompok
atau terapi, jika sesuai
5. Anjurkan keluarga untuk member penguatan
positif atas partisipasi dalam aktivitas
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan terapi okupasi dalam
merencanakan dan memonitor program
aktivitas, jika sesuai
2. Rujuk pada pusat atau program aktivitas
komunitas, jika perlu

24
2.2.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi atau tindakan adalah pengelolaan dan perwujudan dan rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Pada tahap ini, perawat
sebaiknya tidak bekerja sendiri, tetapi perlu melibatkan secara integrasi semua
profesi kesehatan yang menjadi tim perawatan (Setiadi, 2010).
2.2.5 Evaluasi keperawatan
Tahap terakhir dari proses keperawatan adalah evaluasi. Tahap penilaian
atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana tentang
kesehatan keluarga dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
berkesinambungan dengan melibatkan pasien dengan tenaga kesehatan lainnya
(Setiadi, 2010).

12
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Mahasiswa : Hepi Novita Sari


Nim : 2018.C.11a.1011
Ruang Praktek : Gardenia
Tanggal Praktek : 11 – 14 April 2020
Tanggal & Jam Pengkajian : 11 April 2022 & 13:00 WIB
3.1 PENGKAJIAN
3.1.1 Identitas Klien
Nama : Tn. G
Umur : 55 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku/Bangsa : Banjar/Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Pendidikan : SD Sederajat
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Jl. Rindang Banu
Tgl MRS : 09 April 2022
Diagnosa Medis : TB Paru
3.1.2 Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama :
Pasien mengatakan sesak nafas
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengatakan sebelum masuk rumah sakit pasien mengalami sesak
nafas dan batuk berdahak bercampur darah kurang lebih 1 minggu sejak tanggal
03 April 2022, lalu keluarga pasien langsung mengantar pasien ke RSUD dr.Doris
Sylvanus. Di IGD pasien mengeluh sesak nafas lalu pasien diberikan tindakan
terapi nebulizer combivent 25g lalu di IGD pasien dilakukan pemeriksaan Thorax
untuk organ dada setelah itu pasien di antar ke ruangan Gardenia untuk di rawat
inapkan.
3. Riwayat Penyakit

13
Pasien mengatakan 6 bulan yang lalu pasien juga mengalami penyakit
yang sama seperti sekarang dan pasien sering keluar masuk rumah sakit
dengan keluhan yang sama.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit keluarga
GENOGRAM KELUARGA :

Keterangan :

: Laki – Laki : Tinggal satu rumah

: Perempuan : Hubungan Keluarga

: klien : Meninggal

3.1.3 Pemeriksaan Fisik


1. Keadaan Umum
Pasien tampak merasakan sakit sedang, pasien terbaring di tempat tidur dengan
posisi semi fowler, pasien terpasang oksigen nasal kanul 3L/mnt dan infus
NaCL 0,9% di tangan kiri pasien.
2. Status Mental
Tingkat Kesadaran Compos Mentis, Ekspresi wajah Lesu, Bentuk badan
Simetris, Cara berbaring/bergerak Baik, Berbicara Lancar (Baik), Suasana hati
Sedih, Penampilan Rapi.

14
Pada pengkajian Orientasi, Pasien dapat membedakan siang dan malam. Pasien
dapat mengenal perawat dan orang sekelilingnya. Pasien tau bahwa dia
diarawat di rumah sakit saat ini.
3. Tanda-tanda Vital
Berdasarkan hasil pemeriksaan dan pengkajian pada Tn. G dapat hasil Tekanan
Darah 136/100 mmHg, Nadi 82 x/mt,RR 28 x/mt Suhu 360C pada Axilla.
4. Pernapasan (Breathing)
Bentuk Dada Simetris, pasien tidak punya kebiasaan merokok, klien Batuk
sejak 1 hari sebelum MRS, sputum berwarna kuning bercampur darah, sesak
nafas saat istirahat, type pernafasan dada dan perut, irama pernafasan tidak
teratur, suara nafas vesukuler, suara nafas tambahan ronchi
Keluhan lainnya :
Pasien mengatakan saat istirahat ataupun aktivitas biasa kadang-kadang bisa
tiba-tiba sesak nafas ringan
Masalah Keperawatan :
- Bersihan jalan nafas tidak efektif
- Pola nafas tidak efektif
5. Cardiovasculer (Bleeding)
Nyeri dada tidak ada, Capillary refill < 2 detik, Ictus Cordis tidak melihat,
Vena jugularis tidak meningkat, Suara jantung normal.
6. Persyarafan (Brain)
Berdasarkan pemeriksaan dan pengkajian nilai GCS klien, mata nilainya 4
karena klien dapat membuka secara spontan, verbal nillainya 5 karena klien
berbicara dengan jelas, motoric nilainya 6 karena klien dapat mengekstensi
tangan dan kaki dengan normal, Total Nilai GCS adalah 15 dengan kesadaran
compos Menthis, Pupil Isokor.
Pemeriksaan uji syaraf kranial : Nervus Kranial I (Olfaktorius) : Pasien dapat
membedakan bau balsam dan minyak kayu putih. Nervus Kranial II (Optikus) :
Pasien dapat melihat objek jauh dan dekat. Nervus Kranial III
(Occulomotorius) : pasien mampu menggerakan mata ke semua arah. Nervus
Kranial IV (Trochlearis) : Pasien dapat menggerakan mata ke atas dan ke
bawah. Nervus Kranial V (Trimgeminius) : Pasien dapat membuka mulutnya.

15
Nervus Kranial VI (Abdusen) : Pasien dapat menggerakan kedua matanya
kekiri dan kekanan. Nervus Kranial VII (Fasialis) : Pasien dapat tersenyum.
Nervus Kranial VIII (Vestibulocochearis : Pasien merespon saat di panggil.
Nervus Kranial IX (Glosofaringel) : Pasien dapat menelan. Nervus Kranial X
(Vagus) :Pasien dapat menggerakan organ tubuhnya. Nervus Kranial XI
(Asesorius) :Pasien dapat menggerakan bahu. Nervus Kranial XII (Hipoglosus)
: Pasien dapat menjulurkan lidahnya.
Pemeriksaan Uji Koordinasi Ekstrimitas Atas Jari ke jari Positif, Jari ke
hidung Positif, Ekstrimitas Bawah Tumit ke jempul kaki Positif,Uji Kestabilan
Tubuh Positif. Refleks :Bisep refleks bisep dan trisep kanan negatif dengan
skala 4, refleks brakioradialis kanan negatif dan kiri positif dengan skala 4,
refleks patela kanan positif dengan skala 4 dan refleks akhiles kanan dan kiri
positif dengan skala 4, refleks babinski kanan dan kiri positif dengan skala 4.
Uji sensasi pasien di sentuh bisa merespon.
7. Eliminasi Uri (Bladder)
Produksi Urine 1500 ml, 6 x/hr, Warna Kuning, Bau Amoniak, Tidak ada
masalah/lancer.
8. Eliminasi Alvi (Bowel)
Mulut klien terlihat normal, Bibir Kering, Gigi Lengkap, Gusi Tidak ada
peradangan, Lidah Lembut dengan Pucat, Mukosa Lembut, Tonsil Normal,
Rectum Normal, Haemoroid Tidak ada, BAB 2 x/hr Warna Kuning, Tidak ada
masalah, Bising usus Normal.
9. Tulang – Otot – Integumen (Bone)
Kemampuan pergerakan sendi Bebas, Ukuran otot Simetris, Tulang belakang
Normal.
10. Kulit-kulit Rambut
Riwayat alergi Makanan Ikan Patin, Suhu kulit Hangat, Warna kulit Normal,
Turgor Cukup, Tekstur Kasar, Tekstur rambut Kering, Bentuk kuku Simetris.
11. Sistem Penginderaan
Pengelihatan klien baik, fungsi pengelihatan normal, bola mata bergerak
normal, selera normal/putih, konjungtiva Merah mudah, kornea berwarna

16
bening, tidak mengunakan alat bantu kaca mata. Fungsi pendengaran normal,
bentuk hidung simetris tidak ada lesi.
12. Leher dan Kelenjar Limfe
Tidak terdapat masa pada leher klien, tidak ada jaringan parut, tidak ada
teraba jaringan limfe, tidak ada teraba kelenjar tiroid, dan mobilisasi leher
bebas.
13. Sistem Reproduksi
Reproduksi wanita ( tidak dilakukan pengkajian )
3.1.4 POLA FUNGSI KESEHATAN
1. Persepsi Terhadap Kesehatan dan Penyakit :
Pasien mengatakan tidak mengetahui tentang apa itu penyakit TB paru
Masalah Keperawatan : Defisit Pengetahuan
2. Nutrisida Metabolisme
Klien memiliki tinggi badan 153 cm dengan berat badan 60 kg
sebelum sakit, sesudah sakit berat badan klien 37 kg, IMT (37 kg × 1,53 ÷
1,53) 15,8 (Kurus) pasien memiliki diet biasa dan diet khusus DKTP, tidak
ada mual, tidak ada kesukaran menelan, frekuensi makan 2x sehari sesudah
dan sebelum sakit. Porsi makanan klien sesudah sakit 1 tidak habis,dan
sebelum sakit 1 porsi habis. Nafsu makan klien baik,jenis makanan yang
dimakan sebelum sakit biasanya Nasi, Lauk Pauk, Sayur, sesudah sakit nafsu
makannya berkurang,Nasi, Lauk Pauk, Sayur, jenis minuman yang sering di
minum adalah air putih baik sebelum sakit dan sesudah sakit, jumlah
minuman sebelum sakit 1500 cc/hari sesudah sakit 150 cc/hari, kebiasaan
makan biasanya sebelum dan sesudah sakit pagi hari dan malam.
Masalah Keperawatan
Defisit Nutrisi
3. Pola istirahat dan tidur
Pola istirahat dan tidur klien sebelum sakit pasien tidur malam ± 4
jam, siang ± 1 jam.Sedangkan saat sakit pasien tidur malam 6-8 jam,
malam ± 1 jam
4. Kognitif :

17
Pasien mampu berkomunikasi dengan baik tetapi pasien tidak mengerti
dengan apa yang disampaikan oleh perawat dan pasien tampak
bingung
Masalah Keperawatan : Defisit Pengetahuan
5. Konsep diri (Gambaran diri, ideal diri, identitas diri, harga diri, peran )
:
Pasien mengatakan sayang dengan anggota tubuhnya, pasien
mengatakan ingin menjadi pribadi yang lebih baik lagi, saya senang
karena keluarga sangat memperhatikan saya.
6. Aktivitas Sehari-hari
Pasien mengatakan selain dari profesinya seorang petani, aktivitas
sehari-hari pasien juga suka berkebun di depan rumahh
7. Koping –Toleransi terhadap Stress
Pasien mengatakan setiap ada masalah pasien selalu menceritakannya
kepada istrinya
8. Nilai-Pola Keyakinan
Pasien mengatakan bahwa dia aktif kegiatan ibadah di mesjid
3.1.5 SOSIAL – SPIRITUAL
1. Kemampuan berkomunikasi
Pasien mampu berkomunikasi dengan baik
2. Bahasa sehari-hari
Pasien menggunakan bahasa dayak
3. Hubungan dengan keluarga :
Baik
4. Hubungan dengan teman/petugas kesehatan/orang lain :
Baik
5. Orang berarti/terdekat :
Istri dan anak-anaknya
6. Kebiasaan menggunakan waktu luang :
Pasien mengatakan di waktu luang dihabiskan untuk berkumpul dengan
keluarga
7. Kegiatan beribadah :

18
Pasien aktif melakukan kegiatan biadah seperti sholat
3.1.6 Data Penunjang (radiologis, laboratorium, penunjang lainnya)
Tabel hasil Lab pada tanggal 10 April 2022
No Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
1 Natrium (Na) 135 135-148
2 Kalium (K) 3,9 3,5-5,3
3 Calsium (Ca) 1,15 0,98-1,2
4 Glukosa Sewaktu 161 < 200
5 Ureum 23 21-53
6 Kreatinin 0,83 0,17-1,5

3.1.7 PENATALAKSANAAN MEDIS


Terapi medis Dosis Rute Indikasi
Inj Ceftriaxone 1 x 2 gr Intravena Mengatasi infeksi bakteri
gram negatif maupun positif
Inj.Moxitooxone 1 x 400 gr Intravena Mengatasi berbagai bakteri
yang ada pada tubuh
Inj. 2 x 1 gr Intravena Mengatasi peradangan
Methylprednisolone
Inj. Omeprazole 2 x 1 gr Intravena Mengatasi ulkus lambung
dan duoneum
Salbutamol 3 x 1 mg Oral Mengatasi proses
pernapasan agar lancar

Palangka Raya, 11 April 2022


Mahasiswa

Hepi Novita Sari

19
ANALISA DATA

DATA SUBYEKTIF DAN DATA


KEMUNGKINAN PENYEBAB MASALAH
OBYEKTIF
DS : TB Paru Ketidak efektifan bersihan
jalan nafas
Pasien mengatakan sesak
nafas, dan batuk berdahak
Ada masalah di Parenkin
bercampur darah Paru

DO:
Timbul peradangan di
- Pasien tampak merasakan bronkus
sakit sedang, pasien
terbaring di tempat tidur
dengan posisi semi Penumpukan secret
fowler, pasien terpasang
oksigen nasal kanul
3L/mnt dan infus NaCL Sekret tidak keluar saat
0,9% di tangan kiri batuk

pasien.
- Pasien tampak sesak
Ketidak efektifan bersihan
- Pasien tampak lesu
jalan nafas
TTV
- TD : 136/100 mmHg
- N : 82 x /mnt
- RR : 28 x /mnt
- S : 36 oC

DS : Faktor predisposisi Pola nafas tidak efektif


Paien mengatakan sesak
nafas, saat istirahat maupun
Edema, di bronkiolus
aktivitas. sehingga secret susah keluar

DO :
Obstruksi bronkalis awal
- Pasien tampak sesak dan ekspirasi

20
nafas, nafas tidak teratur,
ditandai dengan pasien
terpasang oksigen nasal Udara tertangkap di aveoli
kanul 3L/mnt dan infus
NaCL 0,9% di tangan kiri
Sesak nafas, nafas pendek
pasien.
- Pasien tampak lesu
TTV Pola nafas tidak efektif
- TD : 136/100 mmHg
- N : 82 x /mnt
- RR : 28 x /mnt
- S : 36 oC

DS : Mycobacterium TB Defisit Nutrisi


1. Pasien mengatakan tidak
nafsu makan
DO :
Bakteri sampai alveolus
BB sebelum sakit 60 kg, bb
sesudah sakit 37 kg
Imun turun
- Pasien tampak lesu
- Nafsu makan pasien
menurun
- Sebelum sakit 1 porsi TB Digital
habis
- Sesudah sayak 1 porsi
tidah habis
Erosi pada dinding
- IMT
bronkiolus
BB 37
TB 153
37 × 1,53 ÷ 1,53
¿ 15,8( Kurus) Gangguann nutrisi

Data Subjektif : Kurang terpapar informasi Defisit pengetahuan


1. Pasien mengataka tidak
mengerti tentang penyakit
TB paru
Salah interpretasi terhadap
Data Objektif :
informasi
1. Paien tampak binggung
2. Klien dan keluarga
bertanya tentang penyakit Keterbatasan kognitif
TB paru

21
kurang akurat/lengkapnya
informasi yang ada

Defisit pengetahuan

PRIORITAS MASALAH

22
1. Bersihan jalan Napas tidak efekif berhubungan dengan penumpukan secret yang tidak
keluar saat batuk ditandai dengan pasien mengatakan sesak nafas, dan batuk berdahak
bercampur darah, pasien tampak merasakan sakit sedang, pasien terbaring di tempat tidur
dengan posisi semi fowler, pasien terpasang oksigen nasal kanul 3L/mnt dan infus NaCL
0,9% di tangan kiri pasien, pasien tampak sesak, pasien tampak lesu. TTV : TD : 136/100
mmHg, N : 82 x /mnt, RR : 28 x /mnt, S : 36 oC
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi udara di aveoli di tandai dengan
pasien mengatakan sesak nafas, saat istirahat maupun aktivitas, pasien tampak sesak nafas,
nafas tidak teratur, ditandai dengan pasien terpasang oksigen nasal kanul 3L/mnt dan infus
NaCL 0,9% di tangan kiri pasien, pasien tampak lesu, TTV : TD : 136/100 mmHg, N : 82
x /mnt, RR : 28 x /mnt, S : 36 oC
3. Defisit Nutrisi berhubungan dengan nafsu makan menurun ditandai denga Pasien
mengatakan tidak nafsu makan, BB sebelum sakit 60 kg, bb sesudah sakit 37 kg, pasien
tampak lesu, nafsu makan pasien menurun, sebelum sakit 1 porsi habis, sesudah sayak 1
porsi tidah habis IMT BB 37, TB 153, 37 × 1,53 ÷ 1,53 ¿ 15,8( Kurus)
4. Defisit Pengetahuan berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi ditandai dengan
Pasien mengataka tidak mengerti tentang penyakit TB paru, pasien tampak binggung,
pasien dan keluarga bertanya tentang penyakit TB paru

23
3.3 Rencana Keperawatan

Nama Pasien : Tn. G


Ruang Rawat : Gardenia
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional

1. Ketidak efektifan bersihan Setelah dilakukan tindakan Latihan batuk efektif (I.01006) 1. Agar mengetahui
jalan nafas berhubungan keperawatan 4 x 4 jam Observasi kemampuan pasien saat
dengan penumpukan secret diharapkan bersihan jalan nafas 5. Identifikasi kemampuan batuk
yang tidak keluar saat batuk pasien membaik, dengan kriteria batuk 2. Agar pasien dapat relax dan
hasil : 6. Monitor adanya retensi jalan nafas lancer
5. Teknik batuk efektif baik sputum 3. Untuk mengantisipasi pasien
6. Menunjukan perkembangan 7. Monitor tanda dan gejala saat batuk, posisi dan
jalan nafas yang efektif infeksi saluran napas tekniknya sudah tau
7. Status pernafasan/kepatenan 8. Monitor input dan output 4. Berkolaborasi agar jalan
jalan nafas tidak terganggu cairan ( mis. jumlah dan nafas kembali normal
8. Frekwensi nafas membaik karakteristik)
9. Keadaan pasien membaik Terapeutik
4. Atur posisi semi-Fowler atau
Fowler

24
5. Pasang perlak dan bengkok
di pangkuan pasien
6. Buang sekret pada tempat
sputum
Edukasi
5. Jelaskan tujuan dan prosedur
batuk efektif
6. Anjurkan tarik napas dalam
melalui hidung selama 4
detik, ditahan selama 2 detik,
kemudian keluarkan dari
mulut dengan bibir mencucu
(dibulatkan) selama 8 detik
7. Anjurkan mengulangi tarik
napas dalam hingga 3 kali
8. Anjurkan batuk dengan kuat
langsung setelah tarik napas
dalam yang ke-3
Kolaborasi

25
1. Kolaborasi pemberian
mukolitik atau
ekspektoran, jika perlu
2. Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Nafas 1. Agar mengetahui pola nafas
berbubungan dengan obstruksi keperawatan 4 x 4 jam (I.01011) pasien normal, atau tidak
udara di aveoli diharapkan pola nafas pasien Observasi 2. Agar pasien lebih tenang dan
membaik, dengan kriteria hasil : 4. Monitor pola napas relax
6. Pola nafas teratur (frekuensi, kedalaman, usaha 3 Untuk mengantisipasi pasien
7. Frekwensi pernafasan napas) saat batuk, posisi dan
membaik 5. Monitor bunyi napas tekniknya sudah tau
8. Menunjukan kepatenan jalan tambahan (mis. Gurgling, 4 Kolaborasi agar pola nafas
nafas mengi, weezing, ronkhi pasien normal
9. Pasien mampu menguasai kering)
teknik batuk efektif 6. Monitor sputum (jumlah,
10. Keadaan pasien membaik warna, aroma)
Terapeutik
10. Pertahankan kepatenan jalan
napas dengan head-tilt dan
chin-lift (jaw-thrust jika

26
curiga trauma cervical)
11. Posisikan semi-Fowler atau
Fowler
12. Berikan minum hangat
13. Lakukan fisioterapi dada,
jika perlu
14. Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
15. Lakukan hiperoksigenasi
sebelum
16. Penghisapan endotrakeal
17. Keluarkan sumbatan benda
padat dengan forsepMcGill
18. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
3. Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari, jika tidak
kontraindikasi.
4. Ajarkan teknik batuk efektif

27
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian

bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.
3. Defisit Nutrisi berhubungan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi (I.03119) 1. Memilih makan yang sesuai
dengan nafsu makan keperawatan 4 x 4 jam Observasi dengan kebutuhan diet
menurun diharapkan nurtisi pasien 9. Identifikasi status nutrisi pasien
membaik, dengan kriteria hasil : 10. Identifikasi alergi dan 2. Agar meminimalisir
5. Nutrisi yang di butuhkan intoleransi makanan terjadinya infeksi
terpenuhi 11. Identifikasi makanan yang 3. Menjelaskan diet yang di
6. Berat badan kembali normal disukai lakukan
7. Nafsu makannya bertambah 12. Identifikasi kebutuhan kalori 4. Berkolaborasi agar status
8. Frekwensi makan membaik dan jenis nutrient gizi pasien terpenuhi
13. Identifikasi perlunya
penggunaan selang
nasogastrik
14. Monitor asupan makanan
15. Monitor berat badan
16. Monitor hasil pemeriksaan

28
laboratorium
Terapeutik
8. Lakukan oral hygiene
sebelum makan, jika perlu
9. Fasilitasi menentukan
pedoman diet (mis. Piramida
makanan)
10. Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang
sesuai
11. Berikan makan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
12. Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
13. Berikan suplemen makanan,
jika perlu
14. Hentikan pemberian makan
melalui selang nasigastrik
jika asupan oral dapat

29
ditoleransi
Edukasi
3. Anjurkan posisi duduk, jika
mampu
4. Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
3. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(mis. Pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
4. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu
4. Defisit Pengetahuan Setelah dilakukan asuhan Edukasi Kesehatan SIKI 1. Mengetahui lebih lanjut
berhubungan dengan kurang keperawatan 4 x 4 jam (I.12383 hal; 65) kesiapan yang di rasakan
terpaparnya informasi diharapkan masalah defisit Observasi oleh orang tua klien
pengetahuan dapat teratasi, 1. Identifikasi kesiapan dan 2. Mengetahui faktor sebab

30
dengan kriteria hasil : kemampuan menerima akibat
1. Perilaku sesuai anjuran informasi 3. Materi yang di sampaikan
meningkat 2. Identifikasi faktor – faktor harus sesuai dengan
2. Kemampuan menjelaskan yang dapat meningkatkan dan kebutuhan, dan
pengetahuan tentang suatu menurunkan motivasi menggunakan media yang
topik meningkat perilaku hidup bersih dan baik dan menarik
3. Perilaku sesuai dengan sehat 4. Menjadwalan dapat
pengetahuan meningkat Terapeutik memudahkan
4. Pertanyaan tentang masalah 1. Sediakan materi dan media terselenggaranya pendidikan
yang di hadapi menurun pendidikan kesehatan kesehatan dengan baik
5. Persepsi yang keliru 2. Jadwalkan pendidikan 5. Agar orang tua klien dapat
terhadap masalah menurun kesehatan sesuai kesepakatan mendapatkan pengetahuan
6. Verbalisasi minat dalam 3. Berikan Kesempatan Untuk yang lebih dan dapat menilai
belajar meningkat bertanya kepahaman
Edukasi 6. Menambah pengetahuan
1. Jelaskan faktor risiko yang orang tua klien atau peserta
dapat mempengaruhi pendidikan kesehatan
kesehatan
2. Ajarkan perilaku bersih dan

31
sehat
3. Ajarkan strategi yang dapat
digunakan untuk
meningkatkan perilaku
hidup bersih dan sehat

32
3.4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
Nama Pasien : Tn. G
Ruang Rawat : Gardenia
Tandatangan dan
Hari / Tanggal Jam Implementasi Evaluasi (SOAP)
Nama Perawat
Diagnosa 1 1. Melihat cara pasien batuk S : Pasien mengatakan masih
Senin, 11 April 2022 2. Menghitung frekwensi sesak nafas
13.00 WIB WIB pernapasan pasien O:
Hepi Novita Sari
3. Mengatur posisi semi fowler 1. Pasien tampak lemah
4. Mengajarkan teknik batuk 2. Frekwensi nafas pasien
efektif pada pasien membaik
5. Kolaborasi dalam pemberian 3. Pasien tampak tenang setelah
nebulizer di atur posisi semi fowler
4. Pasien belum mampu
mengikuti cara batuk efektif
5. Setelah diberi tindakan
nebulizer, pasien masih
sesak

33
A : Masalah bersihan jalan nafas
teratasi sebagian

P : Lanjutkan intervensi 4 dan 5


Selasa, 12 April 2022 1. Melihat cara pasien batuk S : Pasien mengatakan sesak
14.00 WIB 2. Menghitung frekwensi nafas sedikit berkurang
pernapasan pasien O:
3. Mengatur posisi semi fowler 1. Pasien tampak lemah
4. Mengajarkan teknik batuk 2. Frekwensi nafas pasien
efektif pada pasien membaik
5. Kolaborasi dalam pemberian 3. Pasien tampak tenang setelah
nebulizer di atur posisi semi fowler
4. Pasien mampu mengikuti
cara batuk efektif
5. Setelah diberi tindakan
nebulizer, pasien sesak
nafasnya sedikit berkurang

A : Masalah bersihan jalan nafas

34
teratasi sebagian

P : Lanjutkan intervensi 5
Diagnosa 1 1. Melihat cara pasien batuk S : Pasien mengatakan sudah
Rabu 13 April 2022 2. Menghitung frekwensi tidak sesak nafas lagi
09.0 WIB pernapasan pasien O:
3. Mengatur posisi semi fowler 6. Pasien tampak lemah
4. Mengajarkan teknik batuk 7. Frekwensi nafas pasien
efektif pada pasien membaik
5. Kolaborasi dalam pemberian 8. Pasien tampak tenang setelah
nebulizer di atur posisi semi fowler
9. Pasien mampu mengikuti
cara batuk efektif
10. Setelah diberi tindakan
nebulizer, pasien tidak sesak
nafas lagi

A : Masalah bersihan jalan nafas


teratasi

35
P : Hentikan Intervensi
Lanjutkan perawatan di rumah
oleh keluarga dan konsumsi
(Obat Anti Tuberkulosis) OAT
selama 6 bulan
Diagnosa 2 1. Menghitung ttv pasien S : Pasien mengatakan sudah
Senin, 11 April 2022 2. Memposisikan pasien semi- bisa mengelurkan dahak saat
13.00 WIB fowlwer batuk dan sesak nafas pasien
3. Mengajarkan teknik batuk berkurang
Hepi Novita Sari
efektif
4. Kolaborasi pemberian obat O : Pasien terbaring di tempat

Nebulizer combivent tidur, rasa sakit tampak sudah


berkurang
1. TTV
RR 24x/mnt
TD 120/80mmHg
N 96/mnt
S 360C

36
2. Pasien tampak tenang setelah
diatur semi fowler
3. Pasien mampu mengikuti
cara batuk efektif
4. Terpasang oksigen 3L/mnt
5. Terpasang Inf NaCl 0,9% 14
tpm di sebelah kiri
6. Setelah dilakukan tindakan
nebulizer sesak nafas pasien
berkurang

A : Masalah teratasi sebagian

P : Lanjutkan intervensi 4
Diagnosa 2 1. Menghitung ttv pasien S : Pasien mengatakan sudah
Selasa, 12 April 2022 2. Memposisikan pasien semi- bisa mengelurkan dahak saat
14.00 fowlwer batuk dan sesak nafas pasien
3. Mengajarkan teknik batuk berkurang
efektif

37
4. Kolaborasi pemberian obat O : Pasien terbaring di tempat
Nebulizer combivent tidur, rasa sakit tampak sudah
berkurang
1. TTV
RR 24x/mnt
TD 120/80mmHg
N 96/mnt
S 360C
2. Pasien tampak tenang setelah
diatur semi fowler
3. Pasien mampu mengikuti
cara batuk efektif
4. Terpasang oksigen 3L/mnt
5. Terpasang Inf NaCl 0,9% 14
tpm di sebelah kiri
6. Setelah dilakukan tindakan
nebulizer sesak nafas pasien
berkurang

38
A : Masalah teratasi sebagian

P : Lanjutkan intervensi 4
Diagnosa 2 1. Menghitung ttv pasien S : Pasien mengatakan tidak
Rabu, 13 April 2022 2. Memposisikan pasien semi- sesak lagi dan batuk hanya
09.00 WIB fowlwer kadang-kadang
3. Mengajarkan teknik batuk O:
efektif 1. TTV
4. Kolaborasi pemberian obat RR 20x/mnt
Nebulizer combivent TD 120/80mmHg
N 96/mnt
S 360C
2. Pasien tampak tenang setelah
di atur posisi semi fowler
3. Pasien mampu mengikuti
cara batuk efektif
4. Setelah diberi tindakan
nebulizer, pasien tidak sesak
nafas lagi

39
A : Masalah teratasi

P : Intervensi dihentikan
Lanjutkan perawatan di rumah
oleh keluarga dan konsumsi
(Obat Anti Tuberkulosis) OAT
selama 6 bulan
Diagnosa 3 1. Menghitung makan yang S : Pasien mengatakan tidak
Senin, 11 April 2022 masuk/ yang dimakan pasien nafsu makan
13.00 WIB sesuai diet atau tidak O:
2. Melakukan oral hygine 1. Makanan yang diberikan
mengurangi terjadinya sudah sesuai dengan diet
infeksi pasien
3. Menjelaskan tentang diet 2. Dengan adanya oral hygine
TKTP yang dijalaninya sebelum makan, pasien
4. Berkolaborasi agar status terbiasa dengan perilaku
gizi pasien terpenuhi hidup sehat
3. Pasien belum mengerti

40
tentang diet yang di
jalaninya
4. Status gizi pasien belum
terpenuhi

A : Masalah Defisit nutrisi


teratasi sebagian

P : Lanjutkan intervensi 3 dan 4

Diagnosa 3 1. Menghitung makan yang S : Pasien mengatakan nafsu


Selasa, 12 April 2022 masuk/ yang dimakan pasien makannya sudah mulai membaik
14.00 WIB sesuai diet atau tidak O:
2. Melakukan oral hygine 1. Makanan yang diberikan
mengurangi terjadinya sudah sesuai dengan diet
infeksi pasien
3. Menjelaskan tentang diet 2. Dengan adanya oral hygine
TKTP yang dijalaninya sebelum makan, pasien
4. Berkolaborasi agar status terbiasa dengan perilaku

41
gizi pasien terpenuhi hidup sehat
3. Pasien mengerti tentang diet
yang di jalaninya
4. Status gizi pasien mulai
terpenuhi

A : Masalah Defisit nutrisi


teratasi sebagian

P : Lanjutkan intervensi 4
Diagnosa 3 1. Menghitung makan yang S : Pasien mengatakan nafsu
Rabu, 13 April 2022 masuk/ yang dimakan pasien makannya sudah membaik
09.0 WIB sesuai diet atau tidak O:
2. Melakukan oral hygine 1. Makanan yang diberikan
mengurangi terjadinya sudah sesuai dengan diet
infeksi pasien
3. Menjelaskan tentang diet 2. Dengan adanya oral hygine
TKTP yang dijalaninya sebelum makan, pasien
4. Berkolaborasi agar status terbiasa dengan perilaku

42
gizi pasien terpenuhi hidup sehat
3. Pasien mengerti tentang diet
yang di jalaninya
4. Status gizi pasien terpenuhi

A : Masalah Defisit nutrisi


teratasi

P : Hentikan Intervensi
Lanjutkan dengan menjelaskan
ke keluarga agar sama-sama
menjaga dan mengingatkan
pasien menerapkan perilaku
hidup sehat
Diagnosa 4 1. Mengkaji tingkat S:
Senin, 11 April 2022 pengetahuan klien dan - Klien mengatakan sedikit
13.0 WIB keluarga tentang mengetahui apa itu penyakit
penyakitnya. TB Paru
2. Memberikan penjelasan pada - Pasien dan keluarga

43
klien tentang kondisinya mengatakan sedikit
sekarang mengetahui dan sedikit
3. Meminta klien dan keluarga paham dengan TB Paru
mengulang kembali materi - Pasien dan keluarga belum
yang di sampaikan tau cara mencegah penyakit
4. Memberikan informasi TB Paru
tentang penyakit TB Paru O:
1. Klien dan keluarga
kooperatif mendengarkan
2. Klien dan keluarga dapat
menjawab dan mengulang
materi yang disampaikan
3. Keluarga tampak menjaga
kebersihan dilingkungan
pasien agar tetap bersih
A : Masalah deficit pengetahuan
teratasi sebagian

P : Lanjutkan intervensi 1 dam 4

44
Diagnosa 4 1. Mengkaji tingkat S:
Selasa, 12 April 2022 pengetahuan klien dan - Klien mengatakan mulai
14.0 WIB keluarga tentang mengetahui dan memahami
penyakitnya. apa itu penyakit TB Paru
2. Memberikan penjelasan pada - Pasien dan keluarga
klien tentang kondisinya mengatakan mulai
sekarang mengetahui dan sedikit
3. Meminta klien dan keluarga paham dengan TB Paru
mengulang kembali materi - Pasien dan keluarga mulai
yang di sampaikan memahami cara mencegah
4. Memberikan informasi penyakit TB Paru
tentang penyakit TB Paru O:
4. Klien dan keluarga
kooperatif mendengarkan
5. Klien dan keluarga dapat
menjawab dan mengulang
materi yang disampaikan
6. Keluarga tampak menjaga
kebersihan dilingkungan

45
pasien agar tetap bersih
A : Masalah deficit pengetahuan
teratasi sebagian

P : Lanjutkan intervensi 1 dam 4


Diagnosa 4 1. Mengkaji tingkat S:
Rabu, 13 April 2022 pengetahuan klien dan - Klien mengatakan
mengetahui apa itu penyakit
keluarga tentang
TB Paru
penyakitnya. - Pasien dan keluarga
2. Memberikan penjelasan pada mengatakan mengetahui dan
sedikit paham dengan TB
klien tentang kondisinya
Paru
sekarang - Pasien dan keluarga tau cara
3. Meminta klien dan keluarga mencegah penyakit TB Paru
O:
mengulang kembali materi
1. Klien dan keluarga
yang di sampaikan
kooperatif mendengarkan
4. Memberikan informasi
2. Klien dan keluarga dapat
tentang penyakit TB Paru menjawab dan mengulang
materi yang disampaikan
3. Keluarga tampak menjaga
kebersihan dilingkungan

46
pasien agar tetap bersih

A : Masalah defisit pengetahuan


teratasi

P : Hentikan intervensi
Lanjutkan dengan menjelaskan
ke keluarga agar sama-sama
menjaga dan mengingatkan
pasien menerapkan perilaku
hidup sehat

47
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis yang dapat menyerang pada berbagai organ tubuh mulai dari paru dan
organ di luar paruseperti kulit, tulang, persendian, selaput otak, usus serta ginjal
yang sering disebut dengan ekstrapulmonal TBC. Tuberculosis paru adalah suatu
penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman Mycrobacterium
Tuberculosis. Sebagian bersar kuman tuberculosis menyerang paru tetapi juga
dapat menyerang organ tubuh lainnya. Tuberkulosis adalah suatu penyakit
infeksius yang menyerang paru-paru yang secara khas ditandai oleh pembentukan
granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan. Penyakit ini bersifat menahun dan
dapat menular dari penderita kepada orang lain. Diagnosa yang pertama Ketidak
efektifan bersihan jalan nafas b/d penumpukan secret yang tidak keluar saat batuk.
Sehingga pasien dengan ini sangat membutuh suplai O2 lebih banyak dengan
pemberian oksigenasi.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 7 jam Diagnosa yang pertama
Ketidak efektifan bersihan jalan nafas b/d penumpukan secret yang tidak keluar
saat batuk di tandai dengan dahak susah keluar. Sehingga pasien Pola nafas
teratur, Frekwensi pernafasan membaik, Menunjukan kepatenan jalan nafas,
Pasien mampu menguasai teknik batuk efektif, Keadaan pasen membaik.
4.2 Saran
Sebagai mahasiswa keperawatan diharapkan mampu membuat asuhan
keperawatan dengan baik terhadap penderita penyakit saluran pernapasan
terutama TB Paru. Oleh karena itu, mahasiwa keperawatan juga harus mampu
berperan sebagai pendidik dalam hal ini melakukan penyuluhan ataupun
memberikan edukasi kepada pasien maupun keluarga pasien terutama mengenai
tanda-tanda, penanganan dan pencegahannya.

48
DAFTAR FUSTAKA
Kapita Selekta Penyakit Nurse’s Quick Check. edisi 2, alih bahasa Dwi Widiarti,
2011. Jakarta : EGC
Smeltzer, S.C., 2013. “Keperawatan Medikal Bedah Brunner and Suddarth, edisi
12”. Jakarta : EGC,
Somantri, Irman, 2008. “Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan.” Jakarta: Salemba Medika.
  Wilkinson Judith M, Ahern Nancy R, 2011. “ Buku Saku Diagnosis Keperawatan,
edisi 9,Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC.” Jakarta : EGC
Andarmoyo, Sulistyo. (2012). Kebutuhan Dasar Manusia (Oksigenasi). Yogyakarta :
Graha Ilmu
Bulechek, Gloria M, dkk. (2013). Nursing Interventions Classification (NIC).
Indonesia : Elsevier
Chandra, Budiman. (2013). Kontrol Penyakit Menular pada Manusia. Jakarta : EGC
Fitriana, Mutiara Ayu Rahma, dkk. (2013). Gambaran Perilaku Pencegahan Penularan
TB Paru pada Penderita TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Mayong II
Kabupaten Jepara (online), http://perpusnwu.web.id/karyailmiah
Herdman, T. Heather & Shigemi Kamitsuru. (2016). Diagnosis Keperawatan Definisi
& Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10. Jakarta : EGC
PPNI (2018).Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP.PPNI.
PPNI.(2016).Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta : DPP.PPNI.

49
LAMPIRANG
SATUAN ACARA PENYULUHAN

OLEH :
HEPI NOVITA SARI
NIM : 2019.C.11a.1011

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2021/2022

50
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)
PENULARAN DAN PENCEGAHAN TUBERKULOSIS (TB PARU)

Pokok Bahasan           : Tuberkulosis (TB Paru)


Hari/tanggal                : Senin, 11 April 2022
Jam/waktu                  : 11.00 WIB
Sasaran                       : Keluarga Tn.G
Penyuluh                     : Hepi Nopita Sari
Tempat                        : Palangka Raya
      1. Tujuan Instruksional Umum ( TIU )
Setelah mendapatkan penjelasan tentang nutrisi ibu hamil selama 10 menit,
diharapkan pasien  dapat mengerti dan memahami tentang Tuberkulosis (TB Paru)
      2. Tujuan Instruksional Khusus ( TIK )
Setelah mendapatkan penjelasan tentang nutrisi ibu hamil, diharapkan klien
mampu:
1. Klien dapat memahami jalan penularan Tuberkulosis (TB Paru)
2. Klien dapat mengetahui cara mencegah penyakit Tuberkulosis (TB Paru)
3. Klien dapat meningkatkan kesehatan secara keseluruhan
3. Metode
1. Ceramah
2. Tanya jawab
4. Media dan Alat Peraga
1. Leaflet
5. Proses Kegiatan Penyuluhan

Jam Kegiatan Respon Waktu

51
11.00 sd a) Pendahuluan 5 Menit
11.05 b) Menyampaikan salam Membalas salam
c) Menjelaskan tujuan
d) Kontrak waktu Mendengarkan
e) Tes awal
Memberi respon
Menjawab soal

11.05 Inti Mendengarkan dengan penuh 10 Menit


Sd 11.10 a. Memulai penkes perhatian
b. Menjelaskan pengertian
Tuberculosis (TB Paru)
c. Menjelaskan jalan
penularan Tuberculosis
(TB Paru)
d. Menjelaskan pengaturan
pentalaksanaan mencegah
penyakit Tuberculosis (TB
Paru)

11.15 sd Penutup a. Menanyakan yang belum 5 Menit


11.20 a. Melakukan evaluasi jelas
b. Memberikan kesimpulan b. Aktif bersama
c. Menutup penkes
c. Menyimpulkan
d. Memberikan salam penutup
d. Membalas salam

52
MATERI PENYULUHAN
1. Definisi TB Paru
Tuberkolusis paru adalah penyakit akibat infeksi bakteri Mycobacterium
Tuberculosis yang bersifat sistemik sehingga dapat mengenai hampir semua organ
tubuh, dengan lokasi terbanyak di paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi
primer (Tanto C & Hanifati S, 2014).
Tuberculosis merupakan penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium Tuberculosis, pada umumnya menyerang jaringan parenkim
organ paru. Tuberculosis merupakan penyakit kronis dengan fase kekambuhan-
penyembuhan berulang. Respons imun seluler berperan utama pada pathogenesis
TB, berupa reaksi Delayed type Hipersensitivity (DTH) patologis yang
menimbulkan suatu perkembangan lambat dari lesi granulomatous dengan akibat
kerusakan jaringan yang luas (Mertaniasih ND, Koendhori EB, &
Kusumaningrum D, 2013) bebas dari tuberkulosis, nol kematian, penyakit, dan
penderitaan yang disebabkan oleh TBC. (Infodatin, 2018).
2. Manifestasi Klinis
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus
yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak
terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan
diagnosa secara klinik. Menurut Maesaroh L ( 2016) gejala TBC itu sendiri
adalah:
a. Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam
hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti
influenza dan bersifat hilang timbul.
b. Sesak dan nyeri dada saat menarik nafas
c. Penurunan nafsu makan dan berat badan.
d. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
e. Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
3. Patofisiologi
Menurut Somantri (2008) di dalam Retno Dwi L (2015), infeksi diawali
karena seseorang menghirup basil Mycobacterium tuberculosis. Bakteri menyebar
melalui jalan napas menuju alveoli lalu berkembang biak dan terlihat bertumpuk.

53
Perkembangan Mycobacterium tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke
area lain dari paru-paru (lobus atas). Basil juga menyebar melalui sistem limfe dan
aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang dan korteks serebri) dan area lain
dari paru-paru (lobus atas). Selanjutnya sistem kekebalan tubuh memberikan
respons dengan melakukan reaksi inflamasi.
Neutrofil dan makrofag melakukan aksi fagositosis (menelan bakteri),
sementara limfosit spesifik-tuberkulosis menghancurkan (melisisikan) basil dan
jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan terakumulasinya eksudat
dalam alveoli yang menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya timbul
dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar bakteri. Interaksi antara
Mycobacterium tuberculosis dan sistem kekebalan tubuh pada masa awal infeksi
membentuk sebuah massa jaringan baru yang disebut granuloma.
Granuloma terdiri atas gumpalan basil hidup dan mati yang dikelilingi oleh
makrofag seperti dinding. Granuloma selanjutnya berubah bentuk menjadi massa
jaringan fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut disebut ghon tubercle. Materi
yang terdiri atas makrofag dan bakteri yang menjadi nekrotik yang selanjutnya
membentuk materi yang penampakannya seperti keju (necrotizing caseosa). Hal
ini akan menjadi klasifikasi dan akhirnya membentuk jaringan kolagen, kemudian
bakteri menjadi nonaktif.
4. Jalan Penularan Tuberculosis
Penyakit TB paru ini dapat ditularkan oleh penderita dengan hasil
pemeriksaan BTA positif. Lebih jauh lagi penularan TB paru dapat terjadi di
dalam ruangan yang gelap dan lembab karena kuman M. tuberculosis ini dapat
bertahan lama apabila di kondisi ruangan yang gelap dan lembab tersebut. Dalam
hal ini makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan maka orang itu makin
berpotensi untuk menularkan kuman tersebut. Selain itu faktor yang
memungkinkan seseorang untuk terpapar yaitu seberapa lama menghirup udara
yang sudah terkontaminasi kuman M. tuberculosis tersebut dan konsentrasi
percikan dalam udara itu. (DEPKES RI, 2007).
Sumber penularan adalah penderita Tuberculosis (TB Paru) yang
menyebarkan kuman ke udara pada saat batuk atau bersin dalam bentuk droplet.
Inhalasi merupakan cara terpenting masuknya kuman penyebab Tuberculosis (TB

54
Paru) kedalam saluran pernapasan yaitu bersama udara yang dihirup, disamping
ituterdapat juga cara penularan langsung yaitu melalui percikan droplet yang
dikeluarkan oleh penderita saat batuk, bersin dan berbicara kepada orang di
sekitar penderita, trasmisi langsungdapat juga melalui ciuman,
memegang/menggunakan benda yang telah terkena sekresi saluran pernapasan
penderita (Azwar, 1985).
5. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Tanto C & Hanifati S ( 2014) diagnosis dapat ditegakkan
berdasarkan dari gambaran klinis, pemeriksaan mikrobiologi, dan hasil radiologi:
a. Pemeriksaan bakteriologi Diambil dari specimen: dahak, cairan pleura, cairan
serebrospinal, bilasan bronkus dan lambung, bronchoarveolar lavage, biopsy.
Untuk pengambilan spesemen dahak dilakukan tiga kali yaitu sewaktu
kunjungan, pagi keesokan harinya atau setiap pagi tiga hari berturut-turut.
Proses pengiriman bahan dapat ditaruh di pot dengan mulut lebar, tutup
berulir, penampang 6cm atau dibuat sediaan apus di gelas objek atau
menggunakan kertas saring. Pemeriksaan spesemen ini dilakukan secara
mikroskopis dan biakan. Pewarnaan mikroskopis biasa dengan Ziehl-Nielsen
sedangkan fluoresens dengan auramin-rhodamin. Kultur M.tb dapat
menggunakan metode Lowenstein-jensen. Interpretasi hasil dahak
1) BTA (+) : 3x positif, atau 2x positif, 1x negative
2) BTA (-) : 3x negative
3) Jika hasil 1x positif, 2x negative diulang pemeriksaan BTA 3x lagi
Interpretasi pembacaan dengan mikroskop dengan skala IUATLD
1) Tidak ada BTA dalam 100 lapang pandang, negative
2) Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang
terlihat
3) Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang 1+ 4) Ditemukan 1-10
BTA dalam 1 lapang pandang, 2+ 5) Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang
pandang, 3+
b. Radiologi Foto polos torak PA yang biasa dilakukan. Atas indikasi foto
lateral, top lordotik, oblik, CT scan. Dicurigai lesi TB aktif :

55
1) Bayangan berawan/ nodular di lobus atas paru segmen apical dan posterior,
lobus bawah segmen posterior
2) Kavitas
3) Bercak miler
4) Efusi pleura unilateral Gambaran foto polos torak lainnya
1) Gambaran lesi tidak aktif, fibrotic, klasifikasi, schwarte atau penebalan
pleura
2) Destroyed lung, atelektasos, kavitas multiple, fibrosis di parenkim paru.
3) Lesi minimal: lesi pada satu atau dua paru tidak melebihi sela iga 2 depan,
tidak ada kavitas
4) Lesi luas, jika lebih luas dari lesi minimal
c. Pemeriksaan penunjang lain
1) Analisis cairan pleura- uji rivalta (+), eksudat, limfosi dominan, glukosa
rendah
2) Biopsy, diambil 2 spesimen untuk dikirim ke laboratorium mikrobiologi
dan histology
3) Darah, tidak spesifik, termasuk limfosit yang meningkat, LED jam pertama,
kedua dapat menjadi indicator penyembuhan pasien.
4) MTB/RIF
Penatalaksanaan Terdapat dua fase pengobata TB, yaitu intensif (2-3 bulan)
dan lanjutan (4-7 bulan). Evaluasi pengobata dilakukan setiap dua minggu
sekali selama bulan pertama pengobatan. Selanjutnya satu bulan sekali.
Pengobatan untuk pasien TB selain OAT boleh diberikan pengobatan suportif
lainnya untuk meningkatkan daya tahan tubuh atau untuk mengatasi keluhan
lainnya, contoh : vitamin. Indikasi rawat inap pada pasien TB : hemapto
massif, kondisi umum buruk, pneumotoraks, empiema, efusi pleura, sesak
napas berat, TB millier, meningitis TB. Golongan Obat Obat Golongan 1 lini1
Isoniazid (H), Ethambutol (E), Pirazinamid (Z), Rifampicin (R), Streptomisin
(S) Golongan 2 lini 2 Kanamisin (Km), Amikasin (Am), Capreomicyn (Cm)
Golongan 3 Golongan floroquilonole Ofloxacin (Ofx), Levofloxacin (Lfx),
Moxifloxacin (Mfx) Golongan 4 Obat bakteriostatik lini 2 Etionamid,
Prothionamid, Sikloserin, Paraaminosilisilat, Terizidon Golongan 5 Obat yang

56
belum terbukti Clofazim, Linezolid, Amoksisilinklavulanat, Tioacetazon,
Clarithromycin, efikasinya dan tidak di rekomendasikan oleh WHO Imipenem
6. Pencegahan penyakit Tuberculosis
a. Paham etika batuk efektif
b. Menggunakan masker ketika kontak dengan orang lain
c. Mendesign rumah bersih dan rapi
d. Ventilasi yang cukup
e. Pencahayaan secara langsung
f. Membuang dahak ditempat yang susah di dekati orang lain.

57
Hepi Nopita Sari

58
WASPADA

59

Anda mungkin juga menyukai