TUBERKULOSIS PARU
B. Klasifikasi
Mardiah (2019) mengemukakan bahwa penentuan klasifikasi penyakit
dan tipe pasien tuberkulosis memerlukan Suatu suatu definisi kasus yang
meliputi 4 hal , yaitu :
1. Lokasi atau organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru.
2. Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis): BTA positif
atau BTA negativ.
3. Tingkat keparahan penyakit: ringan atau berat.
4. Riwayat pengobatan TB sebelumnya,baru atau sudah pernah diobati.
C. Etiologi
Agen penyebab penyakit TB paru disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis, penyakit ini menular langsung melalui droplet
orang yang telah terinfeksi. Bakteri penyebab tuberkulosis bisa hidup tahan
lama di ruangan berkondisi gelap, lembab, dingin, dan tidak memiliki
ventilasi yang baik. sehingga rentan terhadap sinar matahari langsung. Tidak
hanya itu bakteri ini bersifat dormant (tidak aktif atau tertidur) di dalam
jaringan tubuh dalam waktu yang sangat lama. TB paru dapat berkembang
cepat di dalam tubuh karena memiliki kemampuan untuk memperbanyak diri
di dalam sel-sel fagosit (Mathofani & Febriyanti, 2020).
D. Patofisiologi
Tuberkulosis disebabkan oleh Kuman Mycobacterium tuberkulosis.
Mycobacterium tuberkulosis cepat mati dengan sinar matahari langsung,
tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab.
Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur lama selama
beberapa tahun Penularan tuberkulosis terjadi karena kuman dibatukkan atau
dibersinkan keluar menjadi droplet (percikan dahak). Droplet yang
mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama
beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam
saluranpernafasan, kuman Mycobacterium tuberkulosis tersebut dapat
menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah,
sistem saluran limfe, saluran nafas, atau penyebaran langsung ke bagian-
bagian tubuh lainnya.
Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya
kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil
pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil
pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut
dianggap tidak menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi Mycobacterium
tuberculosis ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya
menghirup udara tersebut (Mardiah, 2019).
E. Manifestasi Klinis
Menurut Nuriyanto (2018) Bebrapa tanda dan gejala TB Paru antara lain :
1. Penurunan berat badan
2. kehilangan nafsu makan
3. lemas (malaise)
4. Sering berkeringat
5. Batuk disertai lendir atau darah
6. Sesak Nafas
7. Demam di malam hari.
Sedangkan menurut Mardiah (2019) gejala umum dari tuberkulosis yang
harus diketahui secara praktis adalah batuk terus menerus, berdahak atau
bercampur darah dan nyeri dada yang berlansung selama 2 minggu atau
lebih. Gejala lainnya adalah nafsu makan hilang, berat badan menurun,
berkeringat malam tanpa ada kegiatan, demam dan sesak nafas. Gejala-gejala
dari tuberculosis kelenjar adalah timbulnya pembengkakan pada kelenjar
getah bening yang terinfeksi jika mengenai selaput otak (meningen) akan
timbul gejala seperti meningitis yaitu sakit kepala, demam, kejang, kaku
kuduk, dan gangguan mental.
F. Pemeriksaan Penunjang
H. Penatalaksanaan
Menurut Danusantoso (2017) Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan
Obat anti Tuberkulosis (OAT) harus diberikan dalam bentuk kombinasi
beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan
kategori pengobatan..
I. Pencegahan
Menurut Danusantoso (2017) TB pada orang dewasa lebih sering
ditimbulkan oleh reinfeksi endogen (80%) dari pada eksogen (20%). Hamper
semua penduduk dewasa sudah pernah mengalami infeksi oleh basil TB pada
masa mudanya. Sehinga perlu diingat bahwa system pertahanan tubuh
terhadap TB didsarkan atas fungsi imunitas seluler. Dengan demikian, yang
mutlak perlu mencegah TB pada orangd ewasa ialah keadaan optimal dengan
cara menghindari faktor-faktor yang dapat melemahkannya, seperti
kortikoterapi dan kurang gizi.
c. Keluhan sistematis
Biasanya pasien tb paru akan mengalami demam yang bersifat hilang
timbul Subfebris, febris (40-410C). Keluhan lain yang timbul antara
lain : keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan dan malaise.
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan
Keadaan pernapasan (napas pendek), Nyeri dada, Batuk disertai
sputum
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum & Tanda-tanda vital
Hasil pemeriksaan tanda – tanda vital klien biasanya didapatkan
peningkatan suhu tubuh secara signifikan, frekuensi napas meningkat
disertai sesak napas, denyut nadi meningkat seirama dengan
peningkatan suhu tubuh dan frekuensi pernapasan dan tekanan darah.
b. Persistem
1) Kepala
Inspeksi : Biasanya wajah tampak pucat, wajah tampak
meringis, konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik,
hidung tidak sianosis, mukosa bibir kering, biasanya
adanya pergeseran trakea.
6) Leher
Inspeksi : Melihat mbentuk, warna kulit, jejaring parut,
mengamati pembesaran kelenjar tiroid, amati bentuk
leher apakah ada kelainan atau tidak.
Palpasi : Melihat apakah ada pembesaran kelenjar tiroid
dengan cara meraba leher klien, intruksikan pasien
menelan dan merasakan adanya massa atau
pembesaran pada kelenjar tyroid.
a) Dada/Thorax & Jantung
Inpeksi : Kadang terlihat retraksi interkosta dan tarikan
dinding dada, biasanya pasien kesulitan saat inspirasi
Auskultasi : Memahami bunyi nafas, vesikuler, wheezing atau
crecles, pada jantung dengarkan bunyi jantung 1 dan
2
Palpasi : Fremitus paru yang terinfeksi biasanya lemah,
apakah ada nyeri tekan
Perkusi : Biasanya saat diperkusi terdapat suara pekak
b) Abdomen
Inspeksi : Lihat kesimetrisan abdomen, warna sekitar abdomen
dan apakah ada pembengkakan atau tidak
Auskultasi : Mendengarkan bising usus pasien, dengan nilai
normal 10–12x/menit.
Palpasi : Mengidentifikasi massa dan reflek sakit saat ditekan
Perkusi : Biasanya terdapat suara tympani
C. Intervensi
Edukasi
10. Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari
11. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
12. Kolaborasi pemberian obat
2. D0005 Setelah dilakukan Observasi
intervensi
Pola nafas tidak efektif keperawatan 1. Monitor pola nafas (frekuensi,
b.d deformitas dinding diharapkan pola nafas kedalaman, usaha nafas)
dada. Dibuktikan dengan : membaik dengan
2. Monitor bunyi nafas
kriteria hasil :
1. Penggunaan otot bantu tambahan (Gurgling, mengi,
1. Kapasitas vital
pernapasan wheezing, ronki)
membaik
2. Fase ekspirasi 2. Tekanan ekpirasi 3. Auskultasi bunyi nafas
memanjang meningkat
3. Tekanan inspirasi 4. Monitor saturasi oksigen
3. Dispnea meningkat
4. Dyspnea menurun
4. Pola nafas abnormal 5. Penggunaan otot
(takipnea, bradipnea, Teraupetik
bantu nafas
hipoventilasi) menurun 5. Posisikan semi fowler
5. Pernafaan cuping 6. Frekuensi nafas
membaik 6. Lakukan fisioterapi dada
hidung
7. Berikan oksigen, jika perlu
6. Tekanan ekspirasi
menurun
7. Tekanan inspirasi Kolaborasi
menurun
8. Kolaborasi pemberian
bronkodilator
Kolaborasi
9. kolaborasi pemberian cairan
elektrolit
10. Kolaborasikan pemberian
antipiretik
4. D0003 Setelah dilakukan Observasi
Gangguan pertukaran gas intervensi 1. Monitor frekuensi, irama,
b.d ketidakseimbangan keperawatan kedalaman dan upaya nafas
ventilasi-perfusi. diharapkan pertukaran 2. Monitor adanya sumbatan
Dibuktikan dengan : gas meningkat dengan jalan nafas
1. Dispnea kriteria hasil : 3. Auskultasi bunyi nafas
2. Takikardi 1. Dispnea menurun 4. Monitor saturasi oksigen
3. Bunyi nafas tambahan 2. Bunyi nafas 5. Monitor kecepatan oksigen
4. PCO2 tambahan mnurun 6. Monitor kemampuan
meningkat/menurun 3. Pusing menurun melepaskan oksigen saat
5. P02 menurun 4. Penglihatan kabur makan
6. Pusing menurun
7. Penglihatan kabur 5. Gelisah menurun Teraupetik
8. Sianosis 6. Nafas cuping 7. Pertahankan kepatenan jalan
9. Gelisah hidung menurun nafas
10. Nafas cuping hidung 7. PCO2 membaik 8. Berikan oksigen tambahan
11. Pola nafas abnormal 8. PO2 membaik jika perlu
12. Kesadaran menurun 9. Takikardia
membaik Kolaborasi
10. Sianosis membaik 9. Kolaborasi penentuan dosis
11. Pola nafas oksigen
membaik 10. Kolaborasi penggunaan
12. Warna kulit oksigen saat aktivitas dan
membaik tidur
Edukasi
10. Anjurkan posisi duduk
Kolaborasi
11. Kolaborasikan pemberian
medikasi sebelum makan
D. Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan dari rencana asuhan keperawatan
yang telah disusun selama fase perencanaan. Hal ini terdiri dari aktivvitas
perawat dalam membantu pasien mengatasi masalah kesehatannya dan juga
untuk mencapai hasil yang diharapkan dari pasien (Pangkey et al., 2021).
E. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan, di mana pada
dokumentasi ini akan membandingnkan secara sistematis dan terencana
tentang kesehatan pada pasien dengan tujuan yang telah diformulasikan
dengan kenyataan yang dialami oleh pasien dengan melibatkan pasien dan
tenaga Kesehatan lainnya (Pangkey et al., 2021).
PATHWAY
Tumbuh dan
Menyebar ke organ lain (Paru lain, berkembang di
saluran pencernaan, tulang) sitoplasma makrofag
Intoleransi
Distesnsi Abdomen Intake nutrisi kurang
Aktivitas
Mual Muntah
Defisit Nutrisi
DAFTAR PUSTAKA
Alisjahbana, B., Panji Hadisoemarto, Lestari, B. W., Afifah, N., & Fatma, Z. H.
(2020). Diagnosis dan Pengelolaan Tubercolosis (cetakan I). Unpad Press.
https://www.google.co.id/books/edition/Diagnosis_dan_Pengelolaan_Tuberkulo
sis_u/d1crEAAAQBAJ?
hl=id&gbpv=1&dq=pemeriksaan+penunjang+tb+paru&printsec=frontcover
Danusantoso, H. (2017). Buku Ilmu Penyakit Paru (Edisi 3). Penerbit buku
Kedokteran EGC.
Ismaildin, Puspita, S., & Rustanti, E. (2020). Hubungan Pengetahuan Tentang
Penyakit Tb Paru Dengan Kepatuhan Minum Obat Di Puskesmas
Peteronganjombang. Literasi Kesehatan Husada, 4(1), 12–17.
Mardiah, A. (2019). Skrining Tuberkulosis (Tb) Paru Di Kabupaten Banyumas
Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Kedokteran, 4(1), 694.
https://doi.org/10.36679/kedokteran.v4i1.62
Mathofani, P. E., & Febriyanti, R. (2020). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Kejadian Penyakit Tuberkulosis ( TB ) Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Serang
Kota Tahun 2019 The Factors Associated With The Incidence Of Pulmonary
Tuberculosis In The Working Area Of Serang City Health Center 2019. Jurnal
Ilmiah Kesehatan Masyarakat, 12, 1–10.
https://jikm.upnvj.ac.id/index.php/home/article/download/53/45/
Nuriyanto, A. R. (2018). Manifestasi Klinis, Penunjang Diagnosis dan Tatalaksana
Tuberkulosis Paru pada Anak. Jurnal Kedokteran Nanggroe Medika, 1(2), 62–
70. http://jknamed.com/jknamed/article/view/70
Pangkey, B. C. ., Hutapea, A. D., & Stanggang, I. S. Y. F. (2021). Dasar-Dasar
Dokumentasi Keperawatan. Yayasan Kita Menulis.
Pratiwi, R. D. (2020). GAMBARAN KOMPLIKASI PENYAKIT TUBERKULOSIS
BERDASARKAN KODE INTERNATIONAL CLASSIFICATION OF
DISEASE 10. Jurnal Kesehatan Al-Irsyad Vol XIII, XIII(2), 93–101. http://e-
jurnal.stikesalirsyadclp.ac.id/index.php/jka/article/view/136
Ramadhan, N., Hadifah, Z., Manik, U. A., Marissa, N., Nur, A., & Yulidar. (2021).
Perilaku Pencegahan Penularan Tuberkulosis Paru pada Penderita TB di Kota
Banda Aceh dan Aceh Besar. Media Penelitian & Pengembangan Kesehatan,
1(1), 51–62.
Rohmah, N., & Walid, S. (2019). Proses Keperawatan Berbasis KKNI (Kerangka
Kualifikasi Nasional Indonesia) (Edisi I). AR-RUZZ Media.
https://www.google.co.id/books/edition/Proses_Keperawatan_Berbasis_KKNI_
Kerangk/2UXbDwAAQBAJ?hl=id&gbpv=0
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan
Indonesia.Jakarta Selatan.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.Jakarta
Selatan