Anda di halaman 1dari 7

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Tuberkulosis

Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular granulomatosa kronik yang

telah dikenal sejak berabad-abad yang lalu dan paling sering disebabkan oleh kuman

Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman TBC menyerang paru, 85% dari

seluruh kasus TBC adalah TBC paru, sisanya (15%) menyerang organ tubuh lain

mulai dari kulit, tulang, organ-organ dalam seperti ginjal, usus, otak, dan lainnya

(Icksan dan Luhur, 2008).

Berdasarkan hasil pemeriksaan sputum, TBC dibagi dalam: TBC paru BTA

positif: sekurangnya 2 dari 3 spesimen sputum BTA positif, TBC paru BTA negatif:

dari 3 spesimen BTA negatif, foto toraks positif (Rani, 2006). Infeksi pada paru-paru

dan kadang-kadang pada struktur-struktur di sekitarnya, yang disebabkan oleh bakteri

Mycobacterium tuberculosis (Saputra, 2010). Tuberkulosis termasuk juga dalam

golongan penyakit zoonosis karena selain dapat menimbulkan penyakit pada

manusia, basil Mycobacterium juga dapat menimbulkan penyakit pada berbagai

macam hewan misalnya sapi, anjing, babi, unggas, biri-biri dan hewan primata,

bahkan juga ikan (Soedarto, 2007).

B. Penyebab Tuberkulosis

Penyebab penyakit tuberkulosis adalah bakteri Mycobacterium tuberculosis.

Mycobacteria termasuk dalam famili Mycobacteriaceae dan termasuk dalam ordo

Actinomycetales. Mycobacterium tuberculosis meliputi M. bovis, M. africanum, M.


microti, dan M. canettii (Zulkoni, 2010). Mycobacterium tuberculosis merupakan

sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/μm dan tebal 0,3-0,6/μm

(Sudoyo, 2007).

Mycobacterium tuberculosis adalah suatu basil Gram-positif tahan asam

dengan pertumbuhan sangat lamban (Tjay dan Rahardja, 2007).

C. Patofisiologi TBC

Tempat masuknya kuman tuberkulosis adalah saluran

pernapasan, pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Namun kebanyakan infeksi

terjadi melalui udara yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman

basil tuberkel dari orang terinfeksi. Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus

biasanya berada di bagian bawah lobus atas paru-paru atau di bagian atas lobus

bawah dan membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear (PMN)

memfagosit bakteri namun tidak membunuhnya. Selanjutnya leukosit diganti oleh

makrofag, alveoli yang terserang mengalami konsolidasi dan timbul gejala

pneumonia akut. Gejala ini dapat sembuh dengan sendirinya. Proses dapat terus

berlanjut dan bakteri terus difagosit dan  berkembangbiak di dalam sel. Basil

juga menyebar melalui kelenjar limfe regional. Lesi berkembang dan terbentuk

jaringan parut yang mengelilingi tuberkel yang disebut fokus ghon dan gabungan

terserangnya kelenjar limfe regional dengan fokus ghon disebut kompleks ghon.

fokus ghon dapat menjadi nekrotik dan membentuk masa seperti keju, dapat

mengalami kalsifikasi membentuk lapisan protektif sehingga kuman menjadi dorman.

Setelah pemajanan dan infeksi awal, individu dapat mengalami  penyakit


aktif karena gangguan atau respons inadekuat dari sistem imun. Penyakit aktif dapat

juga terjadi akibat infeksi ulang atau aktifasi bakteri dorman. Hanya sekitar 10% yang

awalnya terinfeksi yang mengalami penyakit aktif. Basil 1B dapat bertahan lebih dari

50 tahun dalam keadaan dorman. Penyakit dapat juga menyebar melalui kelenjar

limfe dan pembuluh darah yang dikenal dengan penyebaran limfo hematogen

ke berbagai organ lain seperti usus, ginjal, selaput otak, kulit dan lain-lain.

(C o r w i n , Elizabeth J . 2 0 0 9 . Buku Saku

Patofisiologi.Jakarta:BukuKedokteran EGC ).

D. Cara Penularan

Penyakit TBC ditularkan dari orang ke orang, terutama melalui saluran napas

dengan menghisap atau menelan tetes-tetes ludah/dahak (droplet infection) yang

mengandung basil dan dibatukkan oleh penderita TBC terbuka. Atau juga karena

adanya kontak antara tetes ludah/dahak tersebut dan luka di kulit. Untuk membatasi

penyebaran perlu sekali discreen semua anggota keluarga dekat yang erat

hubungannya dengan penderita (Tjay dan Rahardja, 2007).

Penularan terjadi melalui inhalasi partikel menular di udara yang bertebaran

sebagai aerosol. Lama kontak antara sumber dan calon kasus baru meningkatkan

resiko penularan karena semakin lama periode pemajanan, semakin besar resiko

inhalasi. Mikobakteri memiliki dinding berminyak yang kuat. Dapat terjadi infeksi

tuberkulosis (primer) dengan atau tanpa manifestasi penuh penyakit (infeksi

pascaprimer atau sekunder) (Gould dan Brooker, 2003).


Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam

bentuk droplet (percikan dahak). Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut

terhirup ke dalam saluran pernapasan. Selama kuman TBC masuk ke dalam tubuh

manusia melalui pernapasan, kuman TBC tersebut dapat menyebar dari paru ke

bagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran

napas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. Daya penularan

dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari

parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular

penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka

penderita tersebut dianggap tidak menular (Zulkoni, 2010).

Lingkungan hidup yang sangat padat dan pemukiman di wilayah perkotaan

kemungkinan besar telah mempermudah proses penularan dan berperan sekali atas

peningkatan jumlah kasus TBC (Sudoyo, 2007).

E. Gejala klinik

Pada banyak individu yang terinfeksi tuberkulosis adalah asimptomatis. Pada

individu lainya, gejala berkembang secara bertahap sehingga gejala tersebut tidak

dikenali sampai penyakit telah masuk tahap lanjut. Bagaimanapun, gejala dapat

timbul pada individu yang mengalami imunosupresif dalam beberapa minggu setelah

terpajan oleh basil. Manifestasi klinis yang umum termasuk keletihan, penurunan

berat badan, letargi, anoreksia, kehilangan nafsu makan, dan demam ringan

yang biasanya terjadi pada siang hari. berkeringat malam dan ansietas umums ering

tampak. Dipsnea, nyeri dada, dan hemoptisis adalah juga temuan yang umum. (Asih,
Niluh Gede Yasmin, S.Kp dan Christantie Efendy, S.Kp.2004.Keperawatan Medikal

Bedah.Jakarta:Buku Kedokteran EGC).

F. Pengobatan TBC

1.         Jenis Obat

  Isoniasid

Rifampicin

Pirasinamid

Streptomicin

2.         Prinsip Obat

Obat TB diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam jumlah

cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan,supaya semua kuman dapat dibunuh.

Dosis tahap intensif dan dosis tahap lanjutan ditelan dalam dosis tunggal,sebaiknya

pada saat perut kosong. Apabila paduan obat yangdigunakan tidak adekuat, kuman

TB akan berkembangmenjadi kuman kebal. Pengobatan TB diberikan dalan 2 Tahap

yaitu:

a)         Tahap intensif 

Pada tahap intensif penderita mendapat obat (minum obat) setiap hari selama 2 - 3

bulan.

b)        Tahap lanjutan

Pada tahap lanjutan penderita mendapat obat (minum obat) tiga kali seminggu selama

4 – 5 bulan.

3.    Efek Samping Obat


Beberapa efek samping yang mungkin muncul akibat mengkonsumsi obat TB

bervariasi mulai dari ringan hingga berat. Efek samping ringan dapat berupa

berubahnya warna urine menjadi kemerahan yang diakibatkan oleh rifampisin.

Efek samping lainnya dapat berupa nyeri sendi, tidak ada nafsu makan, mual,

kesemutan dan rasa terbakar di hati, gatal dan kemerahan dikulit gangguan

keseimbangan hingga kekuningan (ikterus). Jika pasien merasakan hal-hal tersebut,

pasien harus segera berkonsultasi dengan dokter untuk memperoleh penanganan lebih

lanjut, fase lanjutan. Dalam beberapa kasus pengobatan bisa berlangsung hingga

delapan bulan. (C o r w i n , Elizabeth J . 2 0 0 9 . Buku Saku

Patofisiologi.Jakarta:BukuKedokteran EGC ).

G. Pemeriksaan Penunjang

Untuk mendeteksi TBC (tuberkulosis), pertama-tama dokter akan

menanyakan keluhan dan penyakit yang pernah diderita. Kemudian dokter akan

melakukan pemeriksaan fisik, terutama dengan mendengarkan suara napas di paru-

paru menggunakan stetoskop. Dokter juga akan memeriksa ada tidaknya pembesaran

kelenjar, bila dicurigai adanya TBC kelenjar.

Jika pasien diduga mengalami TBC, dokter akan meminta pasien melakukan

pemeriksaan dahak yang disebut pemeriksaan BTA. Pemeriksaan BTA juga dapat

dilakukan menggunakan sampel selain dahak, untuk kasus TBC yang terjadi bukan di

paru-paru.
Jika dokter membutuhkan hasil yang lebih spesifik, dokter akan menganjurkan

pemeriksaan kultur BTA, yang juga menggunakan sampel dahak penderita. Tes

kultur BTA dapat mengetahui efektif atau tidaknya obat TBC yang akan digunakan

dalam membunuh kuman. Namun, tes ini memakan waktu yang lebih lama.

Selain pemeriksaan BTA, dokter dapat melakukan serangkaian pemeriksaan lain

sebagai pendukung diagnosis, meliputi:

 Foto Rontgen

 CT scan

 Tes kulit Mantoux atau Tuberculin skin test

 Tes Darah IGRA (interferon gamma release assay).

(Vilcheze, C. Kremer, L. (2017). Acid-Fast Positive and Acid-Fast Negative

Mycobacterium tuberculosis: The Koch Paradox. Microbiol Spectrum 5(2), pp. 1-14)

Anda mungkin juga menyukai