Anda di halaman 1dari 6

A.

Patofisiologi Penyakit Tuberkulosis Paru, Asthma Bronchiale, dan Brochitis


Kronis
1. Penyakit Tuberkulosis Paru
a. Definisi Penyakit Tuberkulosis Paru
Penyakit Tuberkulosis Paru (TB) adalah suatu penyakit yang diakibatkan
karena adanya gangguan mikroba patogen pada tubuh manusia. Mycobacterium
tuberculosis menjadi agen penyebab tuberkulosis yang bertanggung jawab atas
jutaan kematian setiap tahunnya di dunia. M. tuberculosis ialah patogen bakteri
intraseluler Gram positif yang menginfeksi paru paru manusia melalui rute
aerosol.
Penyakit tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronis menular yang
masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia. Indonesia menjadi
salah satu negara yang berkonstribusi besar dalam menyumbang kasus TB di
dunia. Survei prevalensi TB (SPTB) di Indonesia tahun 2013-2014 menemukan
prevalensi TB paru dengan konfirmasi bakteriologis sebesar 759 per 100.000
penduduk indonesia berusia 15 tahun ke atas (Pangaribuan et al., 2020).
b. Etiologi penyakit Tuberkulosis Paru
Menurut Sigalingging et al. (2019), penyakit tuberkulosis disebabkan oleh
bakteri M. tuberculosis yang termasuk famili Mycobacteriaceace yang
berbahaya bagi manusia. bakteri ini mempunyai dinding sel lipoid yang tahan
asam, memerlukan waktu mitosis selama 12-24 jam, rentan terhadap sinar
matahari dan sinar ultraviolet sehingga akan mengalami kematian dalam waktu
yang cepat saat berada di bawah matahari, rentan terhadap panas basah sehingga
dalam waktu 2 menit akan mengalami kematian ketika berada di lingkungan air
yang bersuhu 1000˚C, serta akan mati jika terkena alkohol 70% atau lisol 50%.
Dalam jaringan tubuh, bakteri ini dapat mengalami dorman selama beberapa
tahun sehingga bakteri ini dapat aktif kembali menyebabkan penyakit bagi
penderita.
M. tuberculosis dapat menular ketika penderita tuberkolosis paru BTA
positif berbicara, bersin dan batuk yang secara tidak langsung mengeluarkan
doplet nuklei yang mengandung mikroorganisme M. tuberculosis dan terjatuh
ke lantai, tanah, atau tempat lainnya. Paparan sinar matahari atau suhu udara
yang panas mengenai doplet nuklei tersebut dapat menguap. Menguapnya
droplet bakteri ke udara dibantu dengan pergerakan aliran angin yang
menyebabkan bakteri M. tuberculosis yang terkandung di dalam doplet nuklei
terbang melayang mengikuti aliran udara. Apabila bakteri tersebut terhirup oleh
orang sehat maka orang itu berpotensi terinfeksi bakteri penyebab tuberkulosis
(Kenedyanti & Sulistyorini, 2017).
Tuberkulosis paling banyak menyerang usia produktif usia antara 15 hingga
49 tahun dan penderita tuberkolosis BTA positif dapat menularkan penyakit
tersebut pada segala kelompok usia (Kristini & Hamidah, 2020).
c. Patofisiologi Penyakit Tuberkulosis Paru
Seseorang yang menghirup bakteri M. tuberculosis yang terhirup akan
menyebabkan bakteri tersebut masuk ke alveoli melalui jalan nafas, alveoli
adalah tempat bakteri berkumpul dan berkembang biak. M. tuberculosis juga
dapat masuk ke bagian tubuh lain seperti ginjal, tulang, dan korteks serebri dan
area lain dari Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Alauddin
Makassar 90 paru-paru (lobus atas) melalui sistem limfa dan cairan tubuh.
Sistem imun dan sistem kekebalan tubuh akan merespon dengan cara
melakukan reaksi inflamasi. Fagosit menekan bakteri, dan limfosit spesifik
tuberkulosis menghancurkan (melisiskan) bakteri dan jaringan normal. Reaksi
tersebut menimbulkan penumpukan eksudat di dalam alveoli yang bisa
mengakibatkan bronchopneumonia. Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu
2-10 minggu setelah terpapar bakteri (Kenedyanti & Sulistyorini, 2017).
Interaksi antara M. tuberculosis dengan sistem kekebalan tubuh pada masa
awal infeksi membentuk granuloma. Granuloma terdiri atas gumpalan basil
hidup dan mati yang dikelilingi oleh makrofag. Granulomas diubah menjadi
massa jaringan jaringan fibrosa, Bagian sentral dari massa tersebut disebut ghon
tuberculosis dan menjadi nekrotik membentuk massa seperti keju. Hal ini akan
menjadi klasifikasi dan akhirnya membentuk jaringan kolagen kemudian bakteri
menjadi dorman. Setelah infeksi awal, seseorang dapat mengalami penyakit
aktif karena gangguan atau respon yang inadekuat dari respon sistem imun.
Penyakit dapat juga aktif dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri dorman
dimana bakteri yang sebelumnya tidak aktif kembali menjadi aktif. Pada kasus
ini, ghon tubrcle memecah sehingga menghasilkan necrotizing caseosa di dalam
bronkhus.
Bakteri kemudian menjadi tersebar di udara, mengakibatkan penyebaran
penyakit lebih jauh. Tuberkel yang menyerah menyembuh membentuk jaringan
parut. Paru yang terinfeksi menjadi lebih membengkak, menyebabkan terjadinya
bronkopneumonia lebih lanjut (Sigalingging et al, 2019).
d. Klasifikasi Penyakit Tuberkulosis Paru
Menurut Depkes (2017), klasifikasi Tuberkulosis Paru dibedakan atas :
1) Berdasarkan organ yang terinvasi
a) TB Paru, adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak
termasuk pleura (selaput paru). Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak,
TB Paru dibagi menjadi TB Paru BTA Positif dan TB Paru BTA
Negarif. Disebut TB Paru BTA positif apabila sekurang-kurangnya 2
dari 3 spesimen dahak SPS (sewaktu pagi) hasilnya positif, atau 1
spesimen dahak SPS positif disertai pemeriksaan radiologi paru
menunjukan gambaran TB aktif. Sedangkan disebut TB Paru BTA
Negatif apabila dalam 3 pemeriksaan spesimen dahak SPS BTA negatif
dan pemeriksaan radiologi dada menunjukan gambaran TB aktif. TB
Paru dengan BTA negatif dan gambaran radiologi positif dibagi
berdasarkan tingkat keparahan, bila menunjukkan keparahan yakni
kerusakan luas dianggap berat.
b) TB Ekstra Paru, yaitu tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain
selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium),
kelenjar limfe, tulang persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing dan
alat kelamin. TB ektra paru dibagi berdasarkan tingkat keparahan
penyakitnya yaitu TB ektra Paru ringan dan berat.
2) Berdasarkan tipe penderita
Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya.
Ada beberapa tipe penderita yaitu :
a) Kasus baru, adalah penderita yang belum pernah diobati dengan obat
anti tuberkulosis (OAT) atau yang sudah pernah kurang dari satu bulan.
b) Kambuh (relaps), adalah penderita TB yang sebelumnya pernah
mendapat pengobatan dan telah dinyatakan sembuh, kemudian kembali
berobat dengan hasil pemeriksaan BTA positif.
c) Pindahan (transfer in), yaitu penderita yang sedang mendapat
pengobatan di suatu kabupaten lain kemudian pindah berobat ke
kabupaten ini. Penderita tersebut harus membawa surat rujukan pindah.
d) Kasus berobat setelah lalai, (default/drop out) adalah penderita yang
sudah berobat paling kurang 1 bulan atau lebih dan berhenti 2 bulan atau
lenih, kemudian datang kembali berobat.
e. Manisfestasi Klinis Penyakit Tuberkulosis Paru

2. Asthma Bronchiale
a. Definisi Asthma Bronchiale
Asma Bronchiale yaitu kelainan yang ditandai oleh hipersekresi broncus secara
terus menerus dan empisema, dimana hilangnya jaringan penunjang paru-paru
menyebabkan penyempitan berat saluran pernafasan yang terutama dirasakan
menyolok ketika mengeluarkan nafas (Mustafa R, 2019).
b. Etiologi Asthma Bronchiale
c. Patofisiologi Asthma Bronchiale
d. Klasifikasi Asthma Bronchiale
e. Manifestasi Klinis Asthma Bronchiale

3. Brochitis Kronis
a. Definisi Brochitis Kronis
Menurut (Ikawati, 2016) bronkitis kronis adalah salah satu komponen dari
penyakit paru obstruksi kronis (PPOK). Bronkitis kronis adalah batuk berdahak
yang terjadi selama sedikitnya 3 bulan dalam setahun untuk 2 tahun berturut-
turut. Bronkitis kronis didefinisikan sebagai memburuknya gejala respirasi
seperti: batuk, sekresi dahak yang berlebihan, dan kesulitan bernapas. Bronkitis
Kronis terutama terjadi pada orang dewasa dan lebih sering terjadi pada pria
daripada wanita.
Menurut (Robbins, 2019) bronkitis kronis sering diderita oleh perokok dan
penduduk kota yang penuh dengan kabut dan asap kendaraan atau polusi;
beberapa penilitian menunjukkan bahwa sekitar 20-25% pria pada kelompok
usia 40-65 tahun menderita penyakit ini.
b. Etiologi Brochitis Kronis
Beberapa faktor sering dikaitkan dengan patogenesis bronkitis kronis, tetapi
penyebab persisnya tidak diketahui. Faktor bronkitis kronis adalah merokok,
dan hampir semua pasien dengan bronkitis kronis memiliki riwayat merokok.
Debu, bau-bauan, dan polusi lingkungan juga berkontribusi terhadap terjadinya
bronkitis kronis. Dikenal istilah industrial bronchitis, yaitu bronkitis kronis yang
disebabkan oleh paparan polutan yang berasal dari lingkungan atau tempat kerja
(pabrik, asbes, tambang, dll). Dingin, perubahan iklim yang drastis juga dapat
memicu bronkitis kronis, termasuk hipersekresi mukus pada penderita asma
juga bisa memicu terjadinya bronkitis kronis.
Fakta menunjukkan bahwa infeksi saluran napas kambuhan yang sering
terjadi merupakan faktor presdispoisisi seseorang untuk mengalami bronkitis
kronis. Infeksi virus berperan dalam 7% sampai 64% kejadian bronkitis kronis.
Virus yang paling sering dijumpai pada bronkitis kronis adalah virus influenza
A atau B, parainfluenza, coronavirus, dan rhinovirus. Sedangkan bakteri yang
sering dijumpai adalah: S.pneumonia, S.aureus, H.influenza, H. parainfluenza,
M. catarrhalis, spesies neisseria, dan spesies pseudomonas. (Ikawati, 2016).
c. Patofisiologi Brochitis Kronis
Beberapa abnormalitas fisiologis pada mukosa bronkus dapat menyebabkan
bronkitis kronis. Telah diketahui bahwa pasien bronkitis kronis lebih kerap
mengalami infeksi salauran napas karena terjadinya kegagalan pembersihan
mukosiliar terhadap inhalasi kronis berbagai senyawa iritan. Faktor yang
menyebabkan gagalnya pembersihan mukosiliar adalah adanya proliferasi sel
goblet (sel yang memproduksi mukus) dan pergantian epitel yang bersilia
dengan yang tidak bersilia. Hal ini menyebabkan ketidak mampuan bronkus
pada penderita bronkitis kronis untuk membersihkan dahak yang kental dan
lengket. Perubahan mukosa bronkus lainnya yang menyebabkan kecenderungan
terjadinya infeksi adalah hipertrofi dan dilatasi kelenjer penghasil mukus. Selain
itu, inhalasi iritan toksik dapat menyebabkan obstruksi bronkus karena terjadi
stimulasi aktivitas kolinergik dan peningkatan tonus bronkomotor.
Bakteri yang bertempat di epitelia bronkus (flora nasofaring) juga
cenderung menyebabkan pasien mengalami bronkitis kronis. Bakteri H.
Influenza dan mikroorganisme lain yang tinggal di epitel bronkus akan menjadi
patogenik jika daya tahan tubuh pasien melemah. Daya tahan tubuh melemah
antara lain jika kemampuan fagositosis bakteria oleh neutrofil berkurang,
aktivitas bakterisidal berkurang, jumlah makrofag berkurang, atau berkurangnya
kadar imunoglobin A (Ikawati,2016).
d. Klasifikasi Brochitis Kronis
e. Manifestasi Klinis Brochitis Kronis
B. Langkah Penapisan/Screening Awal Penyakit Tuberkulosis Paru, Asthma
Bronchiale, dan Brochitis Kronis

Anda mungkin juga menyukai