Disusun oleh:
BUDI VEBRIYONO
NIM 1932000075
A. PENGERTIAN
Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksius yang menyerang paru-paru yang
secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan.
Penyakit ini bersifat menahun dan dapat menular dari penderita kepada orang lain (Santa,
dkk, 2011).
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Myobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat
juga mengenai organ tubuh lainnya. (Depkes RI, 2010).
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim
paru Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termasuk meningens,
ginjal, tulang, dan nodus limfe. (Suzanne C. Smeltzer & Brenda G. Bare, 2002 ).
B. KLASIFIKASI PENYAKIT DAN TIPE PASIEN
Menurut Depkes (2010), klasifikasi penyakit TB dan tipe pasien digolongkan:
1. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang
jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain
paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe,
tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
2. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB Paru:
a. Tuberkulosis paru BTA positif.
1) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
2) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan
gambaran tuberkulosis.
3) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
4) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS
pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan
setelah pemberian antibiotika non OAT.
b. Tuberkulosis paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.
Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
1) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
2) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
3) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
4) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
3. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit
a. TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks
memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses “far
advanced”), dan atau keadaan umum pasien buruk.
b. TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:
1) TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa
unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
2) TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis, peritonitis,
pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih
dan alat kelamin.
4. Tipe Pasien
Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa
tipe pasien yaitu:
a. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
b. Kasus kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis
kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
c. Kasus setelah putus berobat (Default )
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan
BTA positif.
d. Kasus setelah gagal (failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
e. Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk
melanjutkan pengobatannya.
f. Kasus lain :
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini
termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif
setelah selesai pengobatan ulangan.
C. ETIOLOGI
Penyebab tuberkulosis adalah Myobacterium tuberculosae, sejenis kuman
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/Um dan tebal 0,3-0,6/Um. Tergolong dalam
kuman Myobacterium tuberculosae complex adalah :
1. M. Tuberculosae
2. Varian Asian
3. Varian African I
4. Varian African II
5. M. bovis.
Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat
kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam
(BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat tahan
hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun
dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman bersifat dormant, tertidur lama selama
bertahun-tahun dan dapat bangkit kembali menjadikan tuberkulosis aktif lagi. Di dalam
jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam sitoplasma makrofag.
Makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian disenanginya karena banyak
mengandung lipid (Asril Bahar,2010).
Cara penularan TB (Depkes, 2010)
1. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.
2. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000
percikan dahak.
3. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam
waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar
matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa
jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.
4. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan
dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin
menular pasien tersebut.
5. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi
percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
D. PATOFISIOLOGI
Tempat masuk kuman M.tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran
pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberkulosis terjadi melalui
udara (airborne), yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil
tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. Saluran pencernaan merupakan tempat
masuk utama jenis bovin, yang penyebarannya melalui susu yang terkontaminasi.
Tuberkulosis adalh penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara
sel. Sel efektornya adalah makrofag, sedangkan limfosit (biasanya sel T) adalah sel
imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini biasanya lokal, melibatkan makrofag yang
diaktifkan di tempat infeksi oleh limfosit dan limfokinnya. Respon ini disebut sebagai
reaksi hipersensitivitas (lambat)
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti
keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa
dan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast,
menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk
jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru-paru dinamakan fokus Gohn dan gabungan terserangnya kelenjar getah
bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks Gohn respon lain yang dapat
terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkus
dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan
masuk ke dalam percabangan trakeobronkhial. Proses ini dapat akan terulang kembali ke
bagian lain dari paru-paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau
usus. Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan
jaringan parut bila peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh
jaringan parut yang terdapat dekat perbatasan rongga bronkus. Bahan perkejuan dapat
mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas
penuh dengan bahan perkejuan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas
keadaan ini dapat menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan
dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif. Penyakit dapat menyebar melalui
getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan
mencapai aliran darah dalam jumlah kecil dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ
lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran limfohematogen, yang biasanya
sembuh sendiri. Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya
menyebabkan tuberkulosis milier. Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh
darah sehingga banyak organisme masuk kedalam sistem vaskular dan tersebar ke organ-
organ tubuh.
Pathway TBC (Tuberkulosis)
E. MANIFESTASI KLINIS
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau
lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk
darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise,
berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan
(Depkes, 2010).
Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam atau malah
banyak pasien ditemikan Tb paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan
kesehatan. Gejala tambahan yang sering dijumpai (Asril Bahar. 2010):
1. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang dapat
mencapai 40-41°C. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi
kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya sehingga pasien merasa tidak
pernah terbebas dari demam influenza ini.
2. Batuk/Batuk Darah
Terjadi karena iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-
produk radang keluar. Keterlibatan bronkus pada tiap penyakit tidaklah sama, maka
mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni
setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula. Keadaan yang
adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan
batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada
ulkus dinding bronkus.
3. Sesak Napas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas. Sesak napas
akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi
setengah bagian paru-paru.
4. Nyeri Dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah
sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura
sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.
5. Malaise
Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan berupa anoreksia (tidak ada nafsu makan), badan makin kurus (berat
badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, dan keringat pada malam hari tanpa
aktivitas. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara
tidak teratur.
F. KOMPLIKASI
Komplikasi pada penderita tuberkulosis stadium lanjut (Depkes RI, 2011) :
1. Hemoptosis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan
kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.
2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
3. Bronkiektasis ( pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat
pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
4. Pneumotorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps spontan karena
kerusakan jaringan paru.
5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, ginjal dan sebagainya.
6. insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency)
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Diagnosis TB menurut Depkes (2010):
1. Diagnosis TB paru
a. Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu -
pagi - sewaktu (SPS).
b. Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB
(BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak
mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks,
biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang
sesuai dengan indikasinya.
c. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks
saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru,
sehingga sering terjadi overdiagnosis.
d. Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit.
e. Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru.
2. Diagnosis TB ekstra paru.
a. Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada
Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe
superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada
spondilitis TB dan lainlainnya.
b. Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat ditegakkan
berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan menyingkirkan
kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis tergantung pada metode
pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya uji
mikrobiologi, patologi anatomi, serologi, foto toraks dan lain-lain.
H. PENATALAKSANAAN
1. Tujuan Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,
mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya
resistensi kuman terhadap OAT.
2. Prinsip pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah
cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT
tunggal (monoterapi) . Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT – KDT)
lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
b. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung
(DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat
(PMO).
c. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
1) Tahap awal (intensif)
a) Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi
secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
b) Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya
pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
c) Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam
2 bulan.
2) Tahap Lanjutan
a) Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangka waktu yang lebih lama
b) Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan
3. Jenis, sifat dan dosis OAT
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan napas.
(D.0001, hal 18)
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus-kapiler.
(D.0003, hal 22)
3. Defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan dan anoreksia.
(D.0019, hal 56)
4. Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (misal : proses inflamasi).
(D.0077, hal 172)
5. Hipertemia berhubungan dengan proses penyakit/infeksi Myobacterium
tuberculosae. (D.0130, hal 284)
6. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional dan kurang terpapar informasi.
(D.0080, hal 180)
K. RENCANA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan napas.
(D.0001, hal 18)
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan jalan napas
klien menjadi bersih dan efektif.
Kriteria Hasil : (L.01001, hal 18)
a. Batuk efektif : Meningkat
b. Produksi sputum : Menurun
c. Mengi : Menurun
d. Wheezing : Menurun
e. Dyspnea : Menurun
f. Pola napas : Membaik
Intervensi Keperawatan : Manajemen Jalan Napas (1.01011, hal 187)
Observasi
a. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman dan usaha napas)
b. Monitor bunyi napas tambahan (mis. gurgling, mengi, wheezing, ronkhi
kering)
c. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
Terapeutik
a. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift (jaw-thrust
jika curiga trauma servikal)
b. Posisikan semi-fowler atau fowler
c. Beri minum hangat
d. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
e. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
a. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi
b. Ajarkan tekhnik batuk efektif
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukoliti, jika perlu
2. Defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan dan anoreksia.
(D.0019, hal 56)
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan status
nutrisi klien akan kembali normal/membaik
Kriteria Hasil : (L.03030, hal 121)
a. Porsi makan yang dihabiskan : Meningkat
b. Verbalisasi keinginan untuk meningkatkan nutrisi : Meningkat
c. Frekuensi makan : Membaik
d. Nafsu makan : Membaik
e. Membrane mukosa : Membaik
Intervensi Keperawatan : Manajemen Nutrisi (1.03119, hal 200)
Observasi
a. Identifikasi status nutrisi
b. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
c. Monitor asupan makanan
d. Monitor berat badan
Terapeutik
a. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
b. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
c. Berikan suplemen makanan, jika perlu
Edukasi
a. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
b. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan
b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient
yang dibutuhkan, jika perlu
3. Hipertemia berhubungan dengan proses penyakit/infeksi Myobacterium tuberculosae.
(D.0130, hal 284)
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan suhu tubuh
klien dalam keadaan normal/membaik.
Kriteria Hasil : (L.14134, hal 129)
a. Menggigil : Menurun
b. Takikardia : Menurun
c. Suhu tubuh : Membaik
d. Ventilasi : Membaik
e. Tekanan darah : Membaik
Intervensi Keperawatan :
Observasi
a. Identifikasi penyebab hipertermia
b. Monitor suhu tubuh
c. Monitor haluaran urine
Terapeutik
a. Basahi dan kipasi permukaan tubuh
b. Berikan cairan oral
c. Lakukan pendinginan eksternal (mis. kompres dingin pada dahi, leher, dada,
abdomen, aksila)
Edukasi
a. Anjurkan tirah baring
b. Jelaskan cara pencegahan hipotermi
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu
b. Kolaborasi pemberian antipiretik, jika perlu
4. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional dan kurang terpapar informasi.
(D.0080, hal 180)
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 3 x 24 jam, diharapkan
klien tidak mengalami kecemasan lagi
Kriteria Hasil : (L.09093, hal 132)
a. Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi : Menurun
b. Perilaku gelisah : Menurun
c. Keluhan pusing : Menurun
d. Anoreksia : Menurun
e. Pola tidur : Membaik
Intervensi Keperawatan : Reduksi Ansietas (1.09314, hal 387)
Observasi
a. Identifikasi saat tingkat ansietas berubah
b. Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
c. Monitor tanda-tanda ansietas
Terapeutik
a. Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan
b. Pahami situasi yang membuat ansietas dengarkan dengan penuh perhatian
c. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
d. Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
Edukasi
a. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami
b. Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu
c. Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
d. Latih tekhnik relaksasi
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.
PPNI., 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, edisi I cetakan III., Jakarta : DPP
PPNI.
PPNI., 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, edisi I cetakan II., Jakarta : DPP
PPNI.
PPNI., 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia, edisi I cetakan II., Jakarta : DPP
PPNI.