Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN

TUBERCULOSIS PARU

Dosen Pembimbing:
Sumrahadi, MKM

Disusun Oleh:

Irmania Yunita

Tingkat/NIM:

3A/18024

AKADEMI KEPERAWATAN KERIS HUSADA


JL.YOS SUDARSO KOMPLEK MARINIR CILANDAK
JAKARTA SELATAN
TAHUN AJARAN 2019/2020
LAPORAN PENDAHULUAN
TB PARU

1. Definisi TB Paru
Menurut (Niluh Gede Yasmin Asih, 2003), tuberkulosis adalah infeksi penyakit
menular yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis, suatu basil aerobik tahan
asam, yang ditularkan melalui udara (airbone). Menurut (Imran Somantri, 2007)
tuberkulosis paru – paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru –
paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberkulosis. Penyakit ini juga dapat
menyebar ke bagian tubuh lain seperti meningen, ginjal, tulang, dan nodus linfe.
Menurut (Elizabeth J Corwin, 2009) tuberkulosis (TB) merupakan contoh lain
infeksi saluran napas bawah. Penyakit ini disebabkan oleh mikroorganisme
Mycobacterium tuberkulosis, yang biasanya ditularkan melalui inhalasi percikan ludah
(droplet), dari satu individu ke individu lainnya dan membentuk kolonisasi di bronkiolus
atau alveolus, kuman juga dapat masuk ketubuh melalui saluran cerna, melalui ingesti
susu tercemar yang tidak dipasteurisasi, atau kadang-kadang melaui lesi kulit.
Menurut (Chris Brooker, 2009) tuberkulosis adalah infeksi granulomatosa kronik
yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberkulosis (tipe manusia), suatu basil tahan asam
(BTA). Jenis lainnya meliputi M. Bovis (sapi) dan mikobakterium altipis misalnya M.
Avium intracellulare dan M. Kansasii.
Menurut (Diane C. Baughman, 2000) tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang
terutama disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosi.

2. Klasifikasi
a. Pembagian secara patologis :
• Tuberkulosis primer ( Child hood tuberculosis ).
• Tuberkulosis post primer ( Adult tuberculosis ).
b. Berdasarkan pemeriksaan dahak, TB Paru dibagi menjadi 2 yaitu :
• Tuberkulosis Paru BTA positif.
• Tuberkulosis Paru BTA negative
c. Pembagian secara aktifitas radiologis :
• Tuberkulosis paru (Koch pulmonal) aktif.
• Tuberkulosis non aktif .
• Tuberkulosis quiesent (batuk aktif yang mulai sembuh)
d. Pembagian secara radiologis ( Luas lesi )
• Tuberculosis minimal, yaitu terdapatnya sebagian kecil infiltrat non kapitas pada
satu paru maupun kedua paru, tapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.
• Moderateli advanced tuberculosis, yaitu, adanya kapitas dengan diameter tidak
lebih dari 4 cm, jumlah infiltrat bayangan halus tidak lebih dari satu bagian paru.
Bila bayangannya kasar tidak lebih dari satu pertiga bagian satu paru.
• For advanced tuberculosis, yaitu terdapatnya infiltrat dan kapitas yang melebihi
keadaan pada moderateli advanced tuberculosis.
e. Berdasarkan aspek kesehatan masyarakat pada tahun 1974 American Thorasic
Society memberikan klasifikasi baru:
• Kategori O, yaitu tidak pernah terpajan dan tidak terinfeksi, riwayat kontak tidak
pernah, tes tuberculin negatif.
• Kategori I, yaitu terpajan tuberculosis tetapi tidak tebukti adanya infeksi, disini
riwayat kontak positif, tes tuberkulin negatif.
• Kategori II, yaitu terinfeksi tuberculosis tapi tidak sakit.
• Kategori III, yaitu terinfeksi tuberculosis dan sakit.
f. Berdasarkan terapi WHO membagi tuberculosis menjadi 4 kategori :
• Kategori I : ditujukan terhadap kasus baru dengan sputum positif dan kasus baru
dengan batuk TB berat.
• Kategori II : ditujukan terhadap kasus kamb uh dan kasus gagal dengan sputum
BTA positf.
• Kategori III : ditujukan terhadap kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang
tidak luas dan kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori I.
• Kategori IV : ditujukan terhadap TB kronik.

3. Etiologi
Mycobacterium tuberkulosis merupakan jenis kuman berbentuk batang berukuran
panjang 1 – 4 mm dengan tebal 0,3 – 0,6 mm. Sebagian besar komponen M.
Tuberkulosis adalah berupa lemak / lipid sehingga kuman mampu tahan terhadap asam
serta sangat tahan terhadap zat kimia dan faktor fisik. Mikroorganisme ini adalah bersifat
aerob yakni menyukai daerah yang banyak oksigen. Oleh karena itu, M. Tuberkulosis
senang tinggal di daerah apeks paru – paru yang kandungan oksigennya tinggi. Daerah
tersebut menjadi tempat yang kondusif untuk penyakit tuberkulosis.
Saluran pernafasan dari hidung sampai ke bronchiolus dilapisi oleh membran
mukosa bersilia, ketika udara masuk melalui rongga hidung, maka dari itu; disaring,
dihangatkan, dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa
respirasi yang terdiri dari epitel toraks bertingkat, bersilia, dan bersel goblet. Permukaan
epitel dilapisi oleh lapisan mukus yang disekresi oleh sel goblek dan kelenjar serosa.
Partikel-partikel debu yang kasar dapat disaring oleh rambut-rambut yang terdapat dalam
lubang hidung, sedangkan partikel yang halus akan terjerat dalam lapisan mukus.
Gerakan silia mendorong lapisan mukus ke posterior di dalam rongga hidung, dan ke
superior dalam sistem pernapasan bagian bawah menuju ke faring. Dari sinilah lapisan
mukus akan tertelan atau di batukkan keluar. Air untuk kelembaban diberikan untuk
lapisan mukus, sedangkan panas yang disuplay ke udara inspirasi berasal dari jaringan di
bawahnya yang kaya akan pembuluh darah. Jadi udara inspirasi telah disesuaikan
sedimikian rupa sehingga bila udara mencapai faring hampir bebas debu, bersuhu
mendekati suhu tubuh, dan kelembabannya mencapai 100%. Udara mengalir dari faring
menuju laring atau kotak suara. Larynx merupakan rangkaian cincin tulang rawan yang
dihubungkan untuk otot dan mengandung pita suara. Di antara pita suara terdapat ruang
berbentuk segitiga yang bermuara ke dalam trachea dan dinamakan glotis. Glotis
merupakan pemisah antara saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian
bawah.
Meskipun laring merupakan dianggap berhubungan fungsi, tetapi fungsinya sebagai
organ pelindung jauh lebih penting. Pada waktu menelan, gerakan laring ke atas,
penutupan glotis dan fungsi seperti pintu pada aditus laring dan epiglotis yang berbentuk
daun, berperan untuk mengarahkan makanan dan cairan masuk ke dalam esofagus.
Namun jika benda asing masih mampu masuk melalui glotis, maka larynx yang
mempunyai fungsi batuk akan membantu menghalau benda asing dan sekret keluar dari
saluran pernapasan bagian bawah. Trachea disokong oleh cincin tulang rawan yang
berbentu seperti sepatu  5 inchi. Struktur kuda yang panjangnya  trachea dan bronchus
dianalogkan dengan sebuah pohon, dan oleh karena itu dinamakan pohon tracheal
bronchial. Tempat percabangan trachea menjadi cabang utama bronchus kiri dan cabang
utama bronchus kanan dinamakan Karina. Karena banyak mengandung saraf dan dapat
menimbulkan broncho spasme hebat dan batuk, kalau saraf-saraf terangsang. Cabang
utama bronchus kanan dan kiri tidak simetris. Bronchus kanan lebih pendek lebih besar
dan merupakan lanjutan trachea, yang arahnya hampir vertikal. Baliknya bronchus kiri
lebih panjang, lebih sempit dan merupakan lanjutan trachea yang dengan sudut yang
lebih paten, yang mudah masuk ke cabang utama bronchus kanan kalau udara tidak
tertahan pada mulut atau hidung. Kalau udara salah jalan, maka tidak masuk ke dalam
paru-paru kiri, sehingga paru-paru akan kolaps.
Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang-cabang lagi menjadi segumen
bronchus. Percabangan ini terus menerus sampai pada cabang terkecil yang dinamakan
bronchioulus terminalis yang merupakan cabang saluran udara terkecil yang
mengandung alveolus.Semua saluran udara di bawah tingkat bronchiolus terminalis
disbut saluran penghantar udara ke tempat pertukaran gas-gas di luar bronchiolus
terminalis. Terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paru-paru tempat pertukaran
gas. Asinus terdiri dari bronchiulus respiratorius yang kadang-kadang memiliki kantong
udara kecil atau alveoli yang berhasil dari dinding mereka, puletus alviolaris yang
seluruhnya dibatasi oleh alveolus dan saccus alveolus hanya mempunyai satu lapisan sel
saja yang tebal garis tengahnya lebih kecil dibandingkan dengan tebal garis tengah sel
darah merah. Dalam setiap paru-paru terdapat sekitar 300 juta alveolus dengan luas
permukaan seluas lapangan tenis. Tetapi alveolus dilapisi oleh zat lipoprotein yang
dinamakan surfakton, yang dapat mengurangi tegangan permukaan dan mengurangi
resistensi terhadap pengembangan inspirasi, mencegah kolaps pada alveolus pada waktu
ekspirasi.
Paru-paru merupakan organ elastis berbentuk kerucut yang terletak di dalam rongga
thoraks. Setiap paru-paru mempunyai apex dan basic. Pembuluh darah paru-paru dan
bronchial, syaraf dan pembuluh limfe memasuki tiap paru-paru pada bagian hilus dan
membentuk akar paru-paru. Diantara pleura parietal dan pleura viceral, terdapat cairan
pleura seperti selaput tipis yang memungkinkan kedua permukaan tersebut bergesekan
satu sama lain selama respirasi, dan mencegah pemisahan thoraks dan paru-paru. Paru-
paru mempunyai 2 sumber suplay darah yaitu
1.) Arteri bronkhialis.
2.) Arteri pulmonalis.

4. Manifestasi Klinis
Pada banyak individu yang terinfeksi tuberkulosis adalah asimtomatis. Pada individu
lainnya, gejala berkembang secara bertahap sehingga gejala tersebut tidak dikenali
sampai penyakit telah masuk tahap lanjut. Bagaimanapun gejala dapat timbul pada
individu yang mengalami imunosupresif dalam beberapa minggu setelah terpajan oleh
basil.
Menurut Jhon Crofton (2002) gejala klinis yang timbul pada pasien Tuberculosis
berdasarkan adanya keluhan penderita adalah :
a. Batuk lebih dari 3 minggu
Batuk adalah reflek paru untuk mengeluarkan sekret dan hasil proses destruksi
paru. Mengingat Tuberculosis Paru adalah penyakit menahun, keluhan ini dirasakan
dengan kecenderungan progresif walau agak lambat. Batuk pada Tuberculosis paru
dapat kering pada permulaan penyakit, karena sekret masih sedikit, tapi kemudian
menjadi produktif.
b. Dahak (sputum)
Dahak awalnya bersifat mukoid dan keluar dalam jumlah sedikit, kemudian
berubah menjadi mukopurulen atau kuning, sampai purulen (kuning hijau) dan
menjadi kental bila sudah terjadi pengejuan.
c. Batuk Darah
Batuk darah yang terdapat dalam sputum dapat berupa titik darah sampai
berupa sejumlah besar darah yang keluar pada waktu batuk. Penyebabnya adalah
akibat peradangan pada pembuluh darah paru dan bronchus sehingga pecahnya
pembuluh darah.
d. Sesak Napas
Sesak napas berkaitan dengan penyakit yang luas di dalam paru. Merupakan
proses lanjut akibat retraksi dan obstruksi saluran pernapasan.
e. Nyeri dada
Rasa nyeri dada pada waktu mengambil napas dimana terjadi gesekan pada
dinding pleura dan paru. Rasa nyeri berkaitan dengan pleuritis dan tegangan otot
pada saat batuk.
f. Wheezing
Wheezing terjadi karena penyempitan lumen bronkus yang disebabkan oleh
sekret, peradangan jaringan granulasi dan ulserasi.
g. Demam dan Menggigil
Peningkatan suhu tubuh pada saat malam, terjadi sebagai suatu reaksi umum
dari proses infeksi.
h. Penurunan Berat Badan
Penurunan berat badan merupakan manisfestasi toksemia yang timbul
belakangan dan lebih sering dikeluhkan bila proses progresif.
i. Rasa lelah dan lemah
Gejala ini disebabkan oleh kurang tidur akibat batuk.
j. Berkeringat Banyak Terutama Malam Hari
Keringat malam bukanlah gejala yang patogenesis untuk penyakit
Tuberculosis paru. Keringat malam umumnya baru timbul bila proses telah lanjut.
Gambaran klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu  :
1. Gejala respiratorik, meliputi :
a. Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering
dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan
bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
b. Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa
garis atau bercak-bercak darah, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah
sangat banyak. Batuk darah terjadi karena pecahnya pembuluh darah.
c. Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena
ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorakx, anemia dan
lain-lain.
d. Nyeri dada
Nyeri dada pada tuberkulosis paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan.
Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena.
2. Gejala Sistemik, meliputi :
a. Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan
malam hari mirip dengan influenza, hilang timbul dan makin lama makin
panjang serangannya sedang masa bebas serangan makin pendek.
b. Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lain adalah keringat malam, anoreksia, penurunan berat
badan serta malaise.

5. Patofisiologi
Individu rentan yang menghirup basil tuberkulosis dan menjadi terinfeksi. Bakteri
dipindahkan melalui jalan napas ke alveoli, tempat dimana mereka terkumpul dan mulai
untuk memperbanyak diri. Basil juga dipindahkan melalui sistem limfe dan aliran darah
ke bagaian tubuh lainnya (ginjal, tulang, korteks serebri), dan area paru – paru lainnya
(lobus atas).
Sistem imun tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit (neutrofil
dan makrofag) menelan banyak bakteri, limposit spesifik tuborkulosis melisis
(menghancurkan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan
penumpukan eksudat dalam alveoli, menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi awal
biasanya terjadi dua sampai sepuluh minggu setelah pemajanan.
Masa jaringan baru, yang disebut granulomas, yang merupakan gumpalan basil yang
masih hidup dan yang sudah mati di kelilingi oleh makrofag yang membentuk dinding
protektif granulomas diubah menjadi masa jaringan fibrosa. Bagian sentral dari masa
fibrosa ini di sebut tuberkel ghon. Bahan (bakteri dan makropag) menjadi nekrotik,
membentuk masa seperti keju. Masa ini dapat mengalami kalsifikasi, membentuk sekar
kolagenosa. Bakteri menjadi dorman tanpa perkembangan penyakit aktif.
Setelah pemajanan dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit aktif karena
gangguan atau respon yang inadekuat dari respon sistem imun. Penyakit aktif dapat juga
terjadi dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri dorman. Bakteri kemudian menjadi
tersebar diudara, mengakibatkan penyebaran penyakit lebih jauh tuberkel yang
memecah, membentuk jaringan parut. Paru – paru yang terinfeksi lebih membengkak
mengakibatkan terjadinya bronkopneumonia lebih lanjut.
Kecuali proses tersebut dapat dihentikan, penyebarannya dengan lambat mengarah
kebawah ke hilum paru-paru dan kemudian meluas ke lobus yang berdekatan. Proses
mungkin berkepanjangan dan ditandai oleh remisi lama ketika penyakit dihentikan,
hanya supaya diikuti dengan periode aktivitas yang diperbaharui. Hanya sekitar 10 %
individu yang awalnya terinfeksi mengalami penyakit aktif.

6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
• Kultur Sputum : Positif untuk Mycobacterium tuberculosis pada tahap aktif
penyakit
• Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan
darah) : Positif untuk basil asam-cepat.
• Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer) : Reaksi positif (area indurasi 10 mm
atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intradcrmal antigen)
menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi tidak secara berarti
menunjukkan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang secara klinik
sakit berani bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi disebabkan
oleh mikobakterium yang berbeda.
• Histologi atau kultur jaringan (termasuk pembersihan gaster; urine dan cairan
serebrospinal, biopsi kulit): Positif untuk Mycobacterium tuberculosis.
• Biopsi jarum pada jaringan paru: Positif untuk granuloma TB; adanya sel
raksasa menunjukkan nekrosis.
• Elektrolit : Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya infeksi;
contoh hiponatremia disebabkan oleh tak normalnya retensi air dapat
ditemukan pada TB paru kronis luas.
• Pemeriksaan fungsi paru : Penurunan kapasitas vital, peningkatan rasio udara
residu dan kapasitas paru total, dan penurunan saturasi oksigen sekunder
terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit
pleural (Tuberkulosis paru kronis luas).
b. Pemeriksaan Radiologis
Foto thorak: Dapat menunjukkan infiltrasi lesi awal pada area paru atas, simpanan
kalsium lesi sembuh primer, atau effusi cairan. Perubahan menunjukkan lebih luas
TB dapat termasuk rongga, area fibrosa.

7. Pathway
Invasi bakteri tuberculosis

sembuh
Infeksi primer

Sembuh dengan focus ghon

Infeksi pasca primer


(reaktivitas)fibrotik
Bakteri dorman
Bakteri muncul berapa sembuh dengan
tahun kemudian fibrotik

Reaksi infeksi/inflamsi, kavitas


dan merusak parenkim paru

- Produksi secret Reaksi sistematis Ansietas

- Batuk produktif - Kurang tidur


Anoreksia, mual, BB Lemah - Tidak bisa tidur

Ketidakefektifan
Intoleransi Gangguan
bersihan jalan Ketidakseimbangan
aktifitas pola tidur
nafas nutrisi kurang dari
kebutuhan

8. Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan TBC adalah harus kombinasi, tidak boleh terputus-putus dan
jangka waktu yang lama. Di samping itu maka perkembangan ekonomi tersebut dikenal
2 (dua) macam alternatif pengobatan.
• Paduan obat jangka panjang dengan lama pengobatan 18 – 24 bulan, obat relatif
murah.
• Pengobatan intensif : setiap hari 1 – 3 bulan INH +, Rifampicin + Streptomicyn
dan diteruskan dengan.
• Pengobatan intermitten dua kali seminggu sampai satu tahun : INH +
Rifampicin atau Ethambutol.
• Paduan obat jangka pendek dengan lama pengobatan 6 – 9 bulan obat relatif murah.
• Pengobtan intensif: tiap hari selama 1 – 2 bulan INH + Rifampicin +
Streptomicyn atau Pirazinamid, dan diteruskan dengan
• Pengobatan intermitten 2 – 3 kali seminggu selama 4 – 7 bulan : INH +
Rifampicin atau Ethambutol atau Streptomycin.
9. Komplikasi
Komplikasi pada penderita tuberkulosis stadium lanjut (Depkes RI, 2005) :
1. Hemoptosis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan
nafas.
2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
3. Bronkiektasis ( pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
4. Pneumotorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps spontan
karena kerusakan jaringan paru.
5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, ginjal dan sebagainya.
6. insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency)

10. Pemeriksaan Diagnostik


Diagnosis TB  menurut Depkes (2006):
1. Diagnosis TB paru
 Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari,
yaitu sewaktu - pagi - sewaktu (SPS).
 Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya
kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui
pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan
lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai
penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.
 Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto
toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada
TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.
 Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas
penyakit.
 Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru.
2. Diagnosis TB ekstra paru.
 Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk
pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran
kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang
belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lainlainnya.
 Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat
ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan
menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis
tergantung pada metode pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan
alat-alat diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi,
foto toraks dan lain-lain.
11. Penatalaksanaan
1. Tujuan Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,
mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya
resistensi kuman terhadap OAT.
2. Prinsip pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
a) OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan
gunakan OAT tunggal (monoterapi) . Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis
Tetap (OAT – KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
b) Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan
langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas
Menelan Obat (PMO).
c) Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
1) Tahap awal (intensif)
 Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi
secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
 Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien
menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
 Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam
2 bulan.
2) Tahap Lanjutan
 Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangka waktu yang lebih lama
 Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan
3. Jenis, sifat dan dosis OAT

4. Paduan OAT yang digunakan di Indonesia


 Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis di Indonesia:
 Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HARI)3.
 Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)
 Kategori Anak: 2HRZ/4HR
 Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk
paket berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan
kategori anak sementara ini disediakan dalam bentuk OAT
kombipak.
 Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat
dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien.
Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
 Paket Kombipak.Terdiri dari obat lepas yang dikemas dalam satu
paket, yaitu Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol.
Paduan OAT ini disediakan program untuk mengatasi pasien yang
mengalami efek samping OAT KDT. Paduan OAT ini disediakan
dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk memudahkan pemberian
obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai
selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa
pengobatan.
 KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB:
1. Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga
menjamin efektifitas obat dan mengurangi efek samping.
2. Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan
resiko terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi
kesalahan penulisan resep
3. Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga
pemberian obat menjadi sederhana dan meningkatkan
kepatuhan pasien

12. Pengkajian Keperawatan


1. Pengumpulan data
Dalam pengumpulan data ada urutan – urutan kegiatan yang dilakukan yaitu :
a. Identitas klien
Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat
tinggal (alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah
kebawah dan satitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya
penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita TB patu yang
lain.
b. Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di
rasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat
malam, nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat mendorong
penderita untuk mencari pengonbatan.
c. Riwayat penyakit dahulu
Keadaan atau penyakit – penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang
mungkin sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA efusi pleura
serta tuberkulosis paru yang kembali aktif.
d. Riwayat penyakit keluarga
Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang menderita
penyakit tersebut sehingga sehingga diteruskan penularannya.
e. Riwayat psikososial
Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan sanitasi
kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah
punya riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis paru yang lain
f. Pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang berdesak –
desakan, kurang cahaya matahari, kurang ventilasi udara dan tinggal
dirumah yang sumpek.
2) Pola nutrisi dan metabolik
Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu makan
menurun.
3) Pola eliminasi
Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam miksi
maupun defekasi
4) Pola aktivitas dan latihan
Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu
aktivitas
5) Pola tidur dan istirahat
Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB paru
mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat.
6) Pola hubungan dan peran
Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena penyakit
menular.
7) Pola sensori dan kognitif
Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan
pendengaran) tidak ada gangguan.
8) Pola persepsi dan konsep diri
Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan emosi dan rasa
kawatir klien tentang penyakitnya.
9) Pola reproduksi dan seksual
Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan berubah
karena kelemahan dan nyeri dada.
10) Pola penanggulangan stress
Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan mengakibatkan
stress pada penderita yang bisa mengkibatkan penolakan terhadap
pengobatan.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan terganggunya
aktifitas ibadah klien.
g. Pemeriksaan fisik
Berdasarkan sistem – sistem tubuh
1) Sistem integumen
Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun
2) Sistem pernapasan
Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai
 inspeksi :  adanya tanda – tanda penarikan paru, diafragma,
pergerakan napas yang tertinggal, suara napas melemah.
 Palpasi   : Fremitus suara meningkat.
 Perkusi      : Suara ketok redup.
 Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah,
kasar dan yang nyaring.
3) Sistem pengindraan
Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan
4) Sistem kordiovaskuler
Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 syang mengeras.
5) Sistem gastrointestinal
Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun.
6) Sistem muskuloskeletal
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan keadaan
sehari – hari yang kurang meyenangkan.
7) Sistem neurologis
Kesadaran penderita yaitu komposments dengan GCS : 456
8) Sistem genetalia
Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia

13. Diagnosa Keperawatan


a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret kental
atau sekret darah
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveoler-
kapiler
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia
d. Nyeri Akut berhubungan dengan nyeri dada pleuritis
e. Hipertemia berhubungan dengan proses inflamasi

14. Rencana Tindakan Keperawatan

TUJUAN DAN
DIAGNOSA INTERVENSI
NO KRITERIA HASIL
KEPERAWATAN (NIC)
(NOC)

1 Bersihan Jalan Nafas tidak NOC : NIC :


Efektif
  Respiratory status : Airway suction
Definisi : Ketidakmampuan Ventilation
untuk membersihkan sekresi   Pastikan kebutuhan oral
atau obstruksi dari saluran  Respiratory status : / tracheal suctioning
pernafasan untuk Airway patency
   Auskultasi suara nafas
mempertahankan kebersihan
  Aspiration Control sebelum dan sesudah
jalan nafas.
suctioning.
Batasan Karakteristik :
  Informasikan pada klien
Kriteria Hasil : dan keluarga tentang
- Dispneu, Penurunan suara
nafas suctioning
 Mendemonstrasikan
batuk efektif dan suara   Minta klien nafas dalam
-         Orthopneu
nafas yang bersih, tidak sebelum suction
-         Cyanosis ada sianosis dan dilakukan.
dyspneu (mampu
-         Kelainan suara nafas mengeluarkan sputum,   Berikan O2 dengan
(rales, wheezing) mampu bernafas dengan menggunakan nasal untuk
mudah, tidak ada pursed memfasilitasi suksion
-         Kesulitan berbicara lips) nasotrakeal
-         Batuk, tidak efekotif atau  Menunjukkan jalan   Gunakan alat yang steril
tidak ada nafas yang paten (klien sitiap melakukan tindakan
tidak merasa tercekik,
-         Mata melebar   Anjurkan pasien untuk
irama nafas, frekuensi
pernafasan dalam istirahat dan napas dalam
-         Produksi sputum
rentang normal, tidak setelah kateter
-         Gelisah ada suara nafas dikeluarkan dari
abnormal) nasotrakeal
-         Perubahan frekuensi dan
irama nafas  Mampu   Monitor status oksigen
mengidentifikasikan dan pasien
mencegah factor yang
  Ajarkan keluarga
Faktor-faktor yang dapat menghambat jalan bagaimana cara
berhubungan: nafas melakukan suksion
-         Lingkungan : merokok,   Hentikan suksion dan
menghirup asap rokok, berikan oksigen apabila
perokok pasif-POK, infeksi pasien menunjukkan
bradikardi, peningkatan
-         Fisiologis : disfungsi saturasi O2, dll.
neuromuskular, hiperplasia
dinding bronkus, alergi jalan
nafas, asma.
Airway Management
-         Obstruksi jalan nafas :
spasme jalan nafas, sekresi          Buka jalan nafas,
tertahan, banyaknya mukus, guanakan teknik chin lift
adanya jalan nafas buatan, atau jaw thrust bila perlu
sekresi bronkus, adanya
eksudat di alveolus, adanya          Posisikan pasien
benda asing di jalan nafas. untuk memaksimalkan
ventilasi

         Identifikasi pasien
perlunya pemasangan alat
jalan nafas buatan

         Pasang mayo bila


perlu

         Lakukan fisioterapi
dada jika perlu

         Keluarkan sekret
dengan batuk atau suction

         Auskultasi suara
nafas, catat adanya suara
tambahan

         Lakukan suction
pada mayo

         Berikan
bronkodilator bila perlu

         Berikan pelembab
udara Kassa basah NaCl
Lembab

         Atur intake untuk


cairan mengoptimalkan
keseimbangan.

         Monitor respirasi dan


status O2

2. Gangguan Pertukaran gas NOC : NIC :


  Respiratory Status : Gas Airway Management
exchange
Definisi : Kelebihan atau          Buka jalan nafas,
  Respiratory Status : guanakan teknik chin lift
kekurangan dalam oksigenasi
dan atau pengeluaran ventilation atau jaw thrust bila perlu
karbondioksida di dalam
membran kapiler alveoli   Vital Sign Status          Posisikan pasien
untuk memaksimalkan
Kriteria Hasil : ventilasi
Batasan karakteristik :   Mendemonstrasikan
         Identifikasi pasien
peningkatan ventilasi
perlunya pemasangan alat
 Gangguan penglihatan dan oksigenasi yang
jalan nafas buatan
adekuat
 Penurunan CO2
         Pasang mayo bila
  Memelihara
 Takikardi perlu
kebersihan paru paru
dan bebas dari tanda          Lakukan fisioterapi
 Hiperkapnia
tanda distress pernafasan dada jika perlu
 Keletihan
   Mendemonstrasikan          Keluarkan sekret
 somnolen batuk efektif dan suara dengan batuk atau suction
nafas yang bersih, tidak
 Iritabilitas ada sianosis dan          Auskultasi suara
dyspneu (mampu nafas, catat adanya suara
 Hypoxia mengeluarkan sputum, tambahan
 kebingungan mampu bernafas dengan
mudah, tidak ada pursed          Lakukan suction
 Dyspnoe lips) pada mayo

 nasal faring    Tanda tanda vital          Berika bronkodilator


dalam rentang normal bial perlu
 AGD Normal
         Barikan pelembab
 sianosis udara
 warna kulit abnormal          Atur intake untuk
(pucat, kehitaman) cairan mengoptimalkan
 Hipoksemia keseimbangan.

 hiperkarbia          Monitor respirasi


dan status O2
 sakit kepala ketika
bangun
frekuensi dan kedalaman Respiratory Monitoring
nafas abnormal
  Monitor rata – rata,
kedalaman, irama dan
usaha respirasi
Faktor faktor yang
berhubungan :   Catat pergerakan
dada,amati kesimetrisan,
 ketidakseimbangan penggunaan otot
perfusi ventilasi tambahan, retraksi otot
 perubahan membran supraclavicular dan
kapiler-alveolar intercostal

         Monitor suara nafas,


seperti dengkur

         Monitor pola nafas :


bradipena, takipenia,
kussmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes, biot

         Catat lokasi trakea

         Monitor kelelahan
otot diagfragma (gerakan
paradoksis)

         Auskultasi suara
nafas, catat area
penurunan / tidak adanya
ventilasi dan suara
tambahan

         Tentukan kebutuhan
suction dengan
mengauskultasi crakles
dan ronkhi pada jalan
napas utama

         auskultasi suara paru


setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya

3. Ketidakseimbangan nutrisi NOC : NIC :


kurang dari kebutuhan tubuh
  Nutritional Status : food Nutrition Management
and Fluid Intake
  Kaji adanya alergi
Definisi : Intake nutrisi tidak Kriteria Hasil : makanan
cukup untuk keperluan
metabolisme tubuh.   Adanya peningkatan   Kolaborasi dengan ahli
berat badan sesuai gizi untuk menentukan
dengan tujuan jumlah kalori dan nutrisi
Batasan karakteristik :   Berat badan ideal yang dibutuhkan pasien.
sesuai dengan tinggi
-    Berat badan 20 % atau badan   Anjurkan pasien untuk
lebih di bawah ideal meningkatkan intake Fe
  Mampu
-    Dilaporkan adanya intake mengidentifikasi   Anjurkan pasien untuk
makanan yang kurang dari kebutuhan nutrisi meningkatkan protein dan
RDA (Recomended Daily vitamin C
Allowance)   Tidak ada tanda tanda
malnutrisi   Berikan substansi gula
-    Membran mukosa dan
konjungtiva pucat   Tidak terjadi   Yakinkan diet yang
penurunan berat badan dimakan mengandung
-    Kelemahan otot yang yang berarti tinggi serat untuk
digunakan untuk mencegah konstipasi
menelan/mengunyah
  Berikan makanan yang
-    Luka, inflamasi pada terpilih ( sudah
rongga mulut dikonsultasikan dengan
ahli gizi)
-    Mudah merasa kenyang,
sesaat setelah mengunyah   Ajarkan pasien
makanan bagaimana membuat
catatan makanan harian.
-    Dilaporkan atau fakta
adanya kekurangan makanan   Monitor jumlah nutrisi
dan kandungan kalori
-    Dilaporkan adanya
perubahan sensasi rasa   Berikan informasi
tentang kebutuhan nutrisi
-    Perasaan ketidakmampuan
untuk mengunyah makanan   Kaji kemampuan pasien
untuk mendapatkan
-    Miskonsepsi nutrisi yang dibutuhkan
-    Kehilangan BB dengan
makanan cukup
Nutrition Monitoring
-    Keengganan untuk makan
  BB pasien dalam batas
-    Kram pada abdomen normal
-    Tonus otot jelek   Monitor adanya
penurunan berat badan
-    Nyeri abdominal dengan
atau tanpa patologi   Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang biasa
-    Kurang berminat terhadap
dilakukan
makanan
  Monitor interaksi anak
-    Pembuluh darah kapiler
atau orangtua selama
mulai rapuh
makan
-    Diare dan atau steatorrhea
  Monitor lingkungan
-    Kehilangan rambut yang selama makan
cukup banyak (rontok)
  Jadwalkan pengobatan 
-    Suara usus hiperaktif dan tindakan tidak selama
jam makan
-    Kurangnya informasi,
misinformasi   Monitor kulit kering
dan perubahan pigmentasi
  Monitor turgor kulit
Faktor-faktor yang
berhubungan :   Monitor kekeringan,
rambut kusam, dan
Ketidakmampuan pemasukan mudah patah
atau mencerna makanan atau
mengabsorpsi zat-zat gizi   Monitor mual dan
berhubungan dengan faktor muntah
biologis, psikologis atau
ekonomi.   Monitor kadar albumin,
total protein, Hb, dan
kadar Ht
  Monitor makanan
kesukaan
  Monitor pertumbuhan
dan perkembangan
  Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
  Monitor kalori dan
intake nuntrisi
  Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik
papila lidah dan cavitas
oral.
  Catat jika lidah
berwarna magenta, scarlet
4. Hipertermia NOC : NIC :
Thermoregulation Fever treatment
Definisi : suhu tubuh naik Kriteria Hasil :   Monitor suhu sesering
diatas rentang normal mungkin
  Suhu tubuh dalam
rentang normal   Monitor IWL
Batasan Karakteristik:   Nadi dan RR dalam   Monitor warna dan
rentang normal suhu kulit
         kenaikan suhu tubuh diatas
rentang normal   Tidak ada perubahan   Monitor tekanan darah,
warna kulit dan tidak nadi dan RR
         serangan atau konvulsi ada pusing, merasa
(kejang) nyaman   Monitor penurunan
tingkat kesadaran
         kulit kemerahan
  Monitor WBC, Hb, dan
         pertambahan RR Hct

         takikardi   Monitor intake dan


output
         saat disentuh tangan terasa
hangat   Berikan anti piretik
  Berikan pengobatan
untuk mengatasi
Faktor faktor yang penyebab demam
berhubungan :
  Selimuti pasien
-          penyakit/ trauma
  Lakukan tapid sponge
-          peningkatan metabolisme
  Berikan cairan
-          aktivitas yang berlebih intravena
-          pengaruh   Kompres pasien pada
medikasi/anastesi lipat paha dan aksila
-         ketidakmampuan/penuruna   Tingkatkan sirkulasi
n kemampuan untuk udara
berkeringat
  Berikan pengobatan
-          terpapar dilingkungan untuk mencegah
panas terjadinya menggigil
-          dehidrasi
-          pakaian yang tidak tepat

Temperature
regulation
  Monitor suhu minimal
tiap 2 jam
  Rencanakan
monitoring suhu secara
kontinyu
  Monitor TD, nadi, dan
RR
  Monitor warna dan
suhu kulit
  Monitor tanda-tanda
hipertermi dan hipotermi
  Tingkatkan intake
cairan dan nutrisi
  Selimuti pasien untuk
mencegah hilangnya
kehangatan tubuh
  Ajarkan pada pasien
cara mencegah keletihan
akibat panas
  Diskusikan tentang
pentingnya pengaturan
suhu dan kemungkinan
efek negatif dari
kedinginan
  Beritahukan tentang
indikasi terjadinya
keletihan dan
penanganan emergency
yang diperlukan
  Ajarkan indikasi dari
hipotermi dan
penanganan yang
diperlukan
  Berikan anti piretik
jika perlu

Vital sign Monitoring


 Monitor TD,
nadi, suhu, dan RR
 Catat adanya
fluktuasi tekanan darah
 Monitor VS saat
pasien berbaring, duduk,
atau berdiri
 Auskultasi TD
pada kedua lengan dan
bandingkan
 Monitor TD,
nadi, RR, sebelum,
selama, dan setelah
aktivitas
 Monitor kualitas
dari nadi
 Monitor
frekuensi dan irama
pernapasan
 Monitor suara
paru
 Monitor pola
pernapasan abnormal
 Monitor suhu,
warna, dan kelembaban
kulit
 Monitor sianosis
perifer
 Monitor adanya
cushing triad (tekanan
nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan
sistolik)
 Identifikasi
penyebab dari perubahan
vital sign

5. Nyeri NOC : NIC :


  Pain Level, Pain Management
Definisi :   Pain control,   Lakukan pengkajian
nyeri secara
Sensori yang tidak   Comfort level komprehensif termasuk
menyenangkan dan lokasi, karakteristik,
pengalaman emosional yang Kriteria Hasil :
durasi, frekuensi,
muncul secara aktual atau
  Mampu mengontrol kualitas dan faktor
potensial kerusakan jaringan
nyeri (tahu penyebab presipitasi
atau menggambarkan adanya
kerusakan (Asosiasi Studi nyeri, mampu   Observasi reaksi
Nyeri Internasional): serangan menggunakan tehnik nonverbal dari
mendadak atau pelan nonfarmakologi untuk ketidaknyamanan
intensitasnya dari ringan mengurangi nyeri,
sampai berat yang dapat mencari bantuan)   Gunakan teknik
diantisipasi dengan akhir yang komunikasi terapeutik
dapat diprediksi dan dengan   Melaporkan bahwa untuk mengetahui
durasi kurang dari 6 bulan. nyeri berkurang dengan pengalaman nyeri pasien
menggunakan
manajemen nyeri   Kaji kultur yang
mempengaruhi respon
Batasan karakteristik :   Mampu mengenali nyeri
nyeri (skala, intensitas,
-          Laporan secara verbal atau frekuensi dan tanda   Evaluasi pengalaman
non verbal nyeri) nyeri masa lampau
-          Fakta dari observasi   Menyatakan rasa   Evaluasi bersama
nyaman setelah nyeri pasien dan tim kesehatan
-          Posisi antalgic untuk lain tentang
berkurang
menghindari nyeri ketidakefektifan kontrol
  Tanda vital dalam nyeri masa lampau
-          Gerakan melindungi
rentang normal
  Bantu pasien dan
-          Tingkah laku berhati-hati
keluarga untuk mencari
-          Muka topeng dan menemukan
dukungan
-          Gangguan tidur (mata
sayu, tampak capek, sulit atau   Kontrol lingkungan
gerakan kacau, menyeringai) yang dapat
mempengaruhi nyeri
-          Terfokus pada diri sendiri seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan
-          Fokus menyempit kebisingan
(penurunan persepsi waktu,
kerusakan proses berpikir,   Kurangi faktor
penurunan interaksi dengan presipitasi nyeri
orang dan lingkungan)
  Pilih dan lakukan
-          Tingkah laku distraksi, penanganan nyeri
contoh : jalan-jalan, menemui (farmakologi, non
orang lain dan/atau aktivitas, farmakologi dan inter
aktivitas berulang-ulang) personal)
-          Respon autonom (seperti   Kaji tipe dan sumber
diaphoresis, perubahan tekanan nyeri untuk menentukan
darah, perubahan nafas, nadi intervensi
dan dilatasi pupil)
  Ajarkan tentang teknik
-          Perubahan autonomic non farmakologi
dalam tonus otot (mungkin
dalam rentang dari lemah ke   Berikan analgetik
kaku) untuk mengurangi nyeri
-          Tingkah laku ekspresif   Evaluasi keefektifan
(contoh : gelisah, merintih, kontrol nyeri
menangis, waspada, iritabel,
nafas panjang/berkeluh kesah)   Tingkatkan istirahat

-          Perubahan dalam nafsu   Kolaborasikan dengan


makan dan minum dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak
berhasil
Faktor yang berhubungan :   Monitor penerimaan
pasien tentang
Agen injuri (biologi, kimia, manajemen nyeri
fisik, psikologis)

Analgesic
Administration
  Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas,
dan derajat nyeri
sebelum pemberian obat
  Cek instruksi dokter
tentang jenis obat, dosis,
dan frekuensi
  Cek riwayat alergi
  Pilih analgesik yang
diperlukan atau
kombinasi dari analgesik
ketika pemberian lebih
dari satu
  Tentukan pilihan
analgesik tergantung tipe
dan beratnya nyeri
  Tentukan analgesik
pilihan, rute pemberian,
dan dosis optimal
  Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara
teratur
  Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
  Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat
nyeri hebat
  Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan
gejala (efek samping)
DAFTAR PUSTAKA

Asih, Niluh Gede Yasmin. 2003. Keperawatan Medikal Bedah : Klien dengan Gangguan
Sistem Pernafasan. Jakarta : EGC
Baughman, Diane C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah : Buku Saku dari Brunner dan
Suddart.  Jakarta : EGC
Brooker Chris. 2009. Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta : EGC
Brunner & Suddarth, (2002), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Volume 1 &
2. Jakarta : Penerbit buku kedokteran : EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi : Buku Saku. Jakarta : EGC
Crofton, John. 2002. Pedoman penanggulangan Tuberkulosis, Widya Medika : Jakarta.
Departeman Kesehatan. Republik Indonesia. 2002. Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis. Jakarta.
Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita selekta kedokteran edisi ketiga jilid 1. Jakarta : FKUI.
Price, S., & Wilson. 2003. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit, Edisi.2.
Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai