OLEH:
ENDAH WIJININGSIH
195140037
A. Pengertian
B. Etiologi
C. Anatomi Fisiologi
D. Patofisiologi
E. Pathway
F. Tanda Gejala
G. Pemeriksaan Penunjang
H. Kompilasi
I. Penatalaksanaan Medis
J. Penkajian Keperawatan
K. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Timbul
L. Intervensi Keperawata
INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA)
A. PENGERTIAN
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah radang akut saluran pernafasan
atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri, virus,
maupun reketsia tanpa atau disertai dengan radang parenkim paru. ISPA adalah
masuknya miroorganisme (bakteri, virus dan riketsia) ke dalam saluran pernafasan
yang menimbulkan gejala penyakit yang dapat berlangsung sampai 14 hari
(Wijayaningsih, 2013). ISPA merupakan salah satu penyakit menular yang dapat
ditularkan melalui udara. Infeksi saluran pernafasan akut disebabkan oleh virus atau
bakteri. Penyakit ini diawali dengan panas disertai salah satu atau lebih gejala berupa
tenggorokan sakit atau nyeri telan, pilek, batuk kering atau batuk berdahak (Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013).
Penyakit ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas,
saluran pernafasan bagian bawah (termasuk paru-paru) dan organ aksesoris saluran
pernafasan. Berdasarkan batasan tersebut jaringan paru termasuk dalam saluran
pernafasan (respiratory tract). Program pemberantasan penyakit (P2) ISPA dalam 2
golongan yaitu (Cahyaningrum, 2012):
a. ISPA Non-Pneumonia
Merupakan penyakit yang banyak dikenal masyarakat dengan istilah batuk dan
pilek (common cold).
b. ISPA Pneumonia
Pengertian pneumonia sendiri merupakan proses infeksi akut yang mengenai
jaringan paru-paru (alveoli) biasanya disebabkan oleh invasi kuman bakteri, yang
ditandai oleh gejala klinik batuk, disertai adanya nafas cepat ataupun tarikan
dinding dada bagian bawah.
Berdasarkan kelompok umur program-programpemberantasan ISPA (P2 ISPA)
mengklasifikasikan ISPA(Cahyaningrum, 2012) sebagai berikut:
1. Kelompok umur kurang dari 2 bulan, diklasifikasikan atas:
a. Pneumonia berat
Apabila dalam pemeriksaan ditemukan adanya penarikan yang kuat pada
dinding dada bagian bawah ke dalam dan adanya nafas cepat, frekuensi
nafas 60 kali per menit atau lebih.
b. Bukan pneumonia (batuk pilek biasa)
Bila tidak ditemukan tanda tarikan yang kuat dinding dada bagian bawah
ke dalam dan tidak ada nafas cepat, frekuensi kurang dari 60 menit.
2. Kelompok umur 2 bulan -<5 tahun diklasifikasikan atas:
a. Pneumonia berat
Apabila dalam pemeriksaan ditemukan adanya tarikan dinding dada dan
bagian bawah ke dalam.
b. Pneumonia
Tidak ada tarikan dada bagian bawah ke dalam, adanya nafas cepat,
frekuensi nafas 50 kali atau lebih pada umur 2 - <12 bulan dan 40 kali per
menit atau lebih pada umur 12 bulan - <5 tahun.
c. Bukan pneumonia
Tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam, tidak ada nafas
cepat, frekuensi kurang dari 50 kali per menit pada anak umur 2- <12
bulan dan kurang dari 40 permenit 12 bulan - <5 tahun.
B. ETIOLOGI
Etiologi ISPA lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan jamur. Bakteri
penyebabnya antara lain genus streptokokus, stafilokokus, pneumokokus, hemofilus,
bordetella, dan korinebacterium. Virus penyebabnya antara lain golongan mikovirus,
adenovirus, koronavirus, pikornavirus, mikoplasma, herpes virus. Bakteri dan virus
yang paling sering menjadi penyebab ISPA diantaranya bakteri stafilokokus dan
streptokokus serta virus influenza yang di udara bebas akan masuk dan menempel
pada saluran pernafasan bagian atas yaitu tenggorokan dan hidung (Wijayaningsih,
2013).
Biasanya bakteri dan virus tersebut menyerang anak-anak usia di bawah 2
tahun yang kekebalan tubuhnya lemah atau belum sempurna. Peralihan musim
kemarau ke musim hujan juga menimbulkan resiko serangan ISPA.Beberapa faktor
lain yang diperkirakan berkontribusi terhadap kejadian ISPA pada anak adalah
rendahnya asupan antioksidan, status gizi kurang, dan buruknya sanitasi lingkungan
(Wijayaningsih, 2013).
C. ANATOMI FISIOLOGI
1. Anatomi
Bagian – bagian dari saluran pernafasan :
Hidung
Hidung adalah bengunan berongga yang terbagi oleh sebuah sekat di
tengah menjadi rongga hidung kiri dan kanan. Masing–masing rongga di
bagian depan berhubungan keluar melalui nares (cuping hidung) anterior dan
di belakang berhubungan dengan bagian farings (nasofarings). Masing–
masing rongga hidung dibagi menjadi bagian vestibulum, yaitu bagian lebih
lebar tepat di belakang nares anterior dan bagian respirasi.
Farings
Farings dapat dibagi menjadi nasofarings, terletak di bawah dasar
tenggorokan, belakang dan atas palatum molle; orofarings, di belakang
rongga mulut dan permukaan belakang lidah dan laringofarings, di belakang
larings. Tuba Eustaschii bermuara pada nasofarings. Tuba ini berfungsi
menyeimbangkan tekanan udara pada kedua sisi membran timpani. Bila tidak
sama, telinga terasa sakit. Misalnya naik pesawat terbang. Untuk membuka
tuba ini, orang harus menelan.
Larings
Laring (kotak suara) bukan hanya jalan udara dari farings ke saluran
napas lainnya, namun juga menghasilkan besar suara yang dipakai berbicara
dan bernyanyi. Larings dutunjang oleh tulang-tulang rawan, diantaranya yang
terpenting adalah tulang rawan tiroid, yang khas pada pria, namun kurang
jelas pada wanita. Di bawahnya terdapat tulang rawan krikoid, yang
berhubungan dengan trakea.
Trakea
Trakea adalah tabung terbuka berdiameter 2,5 cm dan panjang 10–12
cm, meluas dari laring sampai ke puncak paru, tempat bercabang menjadi
bronkus kiri dan kanan. Tetap terbukanya trakea disebabkan tunjangan
sederetan tulang rawan (16-20 buah) yang terbentuk tapal kuda, dengan
bagian terbuka mengarah ke posterior (esofagus). Trakea dilapis epitel
bertingkat dengan silia dan sel goblet. Sel goblet menghasilkan mukus dan
silia berfungsi menyapu partikel yang berhasil lolos dari saringan di hidung,
ke arah faring untuk kemudian ditelan atau diludahkan atau dibatukkan.
Potongan melintang trakea khas berbentuk huruf D.
Cabang Tenggorokan
Merupakan lanjutan dari trakea ada 2 buah yang terdapat pada
ketinggian vertebra torakalis ke IV dan ke V. Mempunyai struktur yang sama
dengan trakea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu
berjalan kebawah dan ke samping ke arah tampuk paru – paru.
Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar dari bronkus kiri, terdiri
dari 6-8 cincin mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih
ramping dari pada bronkus kanan, terdiri dari 9-12 cincin mempunyai 2
cabang. Bronkus bercabang-cabang, cabang yang lebih kecil disebut
bronkiolus (bronkhioli). Pada bronkhioli tidak terdapat cincin lagi dan pada
ujung bronkhioli terdapat gelembung paru, gelambung hawa atau alveoli.
Paru – paru
Paru – paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri
dari gelembung – gelembung (gelembung hawa+alveoli), gelembung hawa
alveoli ini terdiri dari sel – sel epitel dan endotel, jika dibentangkan luar
permukaannya (Gibson 1995).
2. Fisiologi
Pernafasan/respirasi adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang
mengandung oksigen ke dalam tubuh serta menghembuskann udara yang banyak
mengandung karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh.
Penghisapan udara disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi.
Oksigen diambil melalui mulut dan hidung pada waktu bernafas dimana
oksigen masuk melalui trakea sampai ke alveoli berhubungan dengan darah dalam
kapiler pulmonar, alveoli memisahkan oksigen dari darah, oksigen menembus
membran, di ambil oleh sel darah merah di bawa ke jantung dan dari jantung di
pompakan ke seluruh tubuh.
Di paru-paru karbondioksida merupakan hasil buangan menembus membran
alveoli dan kapiler darah di keluarkan melalui pipa bronkus berakhir sampai pada
mulut dan hidung.
D. PATOFISIOLOGI
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan
tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia yang
terdapat pada permukaan saluran pernafasan bergerak ke atas mendorong virus ke
arah faring atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh laring. Jika refleks
tersebut gagal maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran
pernafasan(Colman, 1992). Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan
timbulnya batuk kering.
Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan kenaikan
aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran pernafasan,
sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi normal. Rangsangan
cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk. Sehingga pada tahap awal
gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk (Colman, 1992). Adanya infeksi
virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri. Akibat infeksi virus
tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang merupakan mekanisme
perlindungan pada saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga memudahkan
bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti
streptococcus pneumonia, haemophylus influenza dan staphylococcus menyerang
mukosa yang rusak tersebut. Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mukus
bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran pernafasan sehingga timbul sesak
nafas dan juga menyebabkan batuk yang produktif. Invasi bakteri ini dipermudah
dengan adanya fakor-faktor seperti kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan
penelitian menyebutkan bahwa dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada
saluran pernafasan dapat menimbulkan gangguan gizi akut pada bayi dan anak. Virus
yang menyerang saluran pernafasan atas dapat menyebar ke tempat-tempat yang lain
dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga menyebar ke
saluran pernafasan bawah.
Dampak infeksi sekunder bakteri pun menyerang saluran pernafasan bawah,
sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernafasan
atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga
menyebabkan pneumonia bakteri (Colman, 1992). Penanganan penyakit saluran
pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek imunologis saluran pernafasan
terutama dalam hal bahwa sistem imun di saluran pernafasan yang sebagian besar
terdiri dari mukosa, tidak sama dengan sistem imun sistemik pada umumnya. Sistem
imun saluran pernafasan yang terdiri dari folikel dan jaringan limfoid yang tersebar,
merupakan ciri khas sistem imun mukosa.Ciri khas berikutnya adalah bahwa
imunoglobulin A (IgA) memegang peranan pada saluran pernafasan atas sedangkan
imunoglobulin G (IgG) pada saluran pernafasan bawah. Diketahui pula bahwa
sekretori IgA sangat berperan dalam mempertahankan integritas mukosa saluran
pernafasan(Colman, 1992). Dari uraian diatas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini
dapat dibagi menjadi empat tahap,yaitu:
a. Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belummenunjukkan
reaksi apa-apa.
b. Tahap inkubasi,virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa.Tubuh
menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya
memang sudah rendah.
c. Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit.Timbul gejala
demam dan batuk.
d. Tahap lanjut penyakit,dibagi menjadi empat,yaitu dapat sembuh
sempurna,sembuh dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat meninggal
akibat pneumonia.
E. Pathway
F. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala ISPA pada anak antara lain (Wijayaningsih, 2013):
a. Pilek biasa
b. Keluar sekret cair dan jernih atau mukus dari hidung
c. Kadang bersin-bersin
d. Sakit tenggorokan
e. Nafas cepat
f. Batuk
g. Sakit kepala
h. Sekret menjadi kental
i. Demam
j. Nausea
k. Muntah
l. Anoreksia
m. Diare
n. Nyeri abdomen
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah pemeriksaan kultur/
biakan kuman (swab): hasil yang didapatkan adalah biakan kuman positif sesuai
dengan jenis kuman, pemeriksaan hitung darah (diferential count): laju endap darah
meningkat disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya
thrombositopenia dan pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan.
H. KOMPLIKASI
Jika infeksi terjadi di paru-paru dan tidak ditangani dengan baik, dapat terjadi
komplikasi yang serius dan dapat berakibat fatal. Komplikasi yang sering terjadi
akibat ISPA adalah gagal napas akibat paru-paru berhenti berfungsi, peningkatan
kadar karbon dioksida dalam darah, serta gagal jantung.
I. PENATALAKSAAN MEDIS
1. Upaya pencegahan
Menurut Wijayaningsih tahun 2013, hal-hal yang dapat dilakukan untuk
mencegah terjadinya penyakit ISPA pada anak antara lain:
a. Mengusahakan agar anak memperoleh gizi yang baik diantaranya dengan cara
memberikan makanan kepada anak yang mengandung cukup gizi.
b. Memberikan imunisasi yang lengkap kepada anak agar daya tahan tubuh
terhadap penyakit baik.
c. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan agar tetap bersih.
d. Mencegah anak berhubungan dengan klien ISPA.
2. Upaya perawatan
Prinsip perawatan ISPA antara lain(Purba, 2003):
a. Meningkakan istirahat minimal 8 jam per hari
b. Meningkatkan makanan bergizi
c. Bila demam beri kompres dan banyak minum
d. Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung
e. Bila demam gunakan pakaian yang cukup tipis dan tidak terlalu ketat
f. Bila anak terserang ISPA tetap berikan makanan dan ASI
3. Penatalaksaan medis : pemberian antibiotik sesuai jenis kuman penyebab.
J. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Fokus utama pada pengkajian pernafasan ini adalah pola, kedalaman, usaha serta
irama dari pernafasan.
a. Pola, cepat (tachynea) atau normal.
b. Kedalaman, nafas normal, dangkal atau terlalu dalam yang biasanya dapat kita
amati melalui pergerakan rongga dada dan pergerakan abdomen.
c. Usaha, kontinyu, terputus-putus, atau tiba-tiba berhenti disertai dengan adanya
bersin.
d. Irama pernafasan, bervariasi tergantung pada pola dan kedalaman pernafasan.
Observasi lainya adalah terjadinya infeksi yang biasanya ditandai dengan peningkatan
suhu tubuh, adanya batuk, suara nafas wheezing. Bisa juga didapati adanya cyanosis,
nyeri pada rongga dada dan peningkatan produksi dari sputum (Whaley and Wong;
1991).