Anda di halaman 1dari 14

Pembimbing Akademik : Ns.Ridha Hidayat, M.

Kep

LAPORAN PENDAHULUAN
INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA)

NAMA : ELVIDA
JUNITA
NIM :
1614201050

UNIVERSITAS PAHLAWAN TUANKU TAMBUSAI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN PRODI NERS
2020
LAPORAN PENDAHULUAN ISPA

A. Konsep Dasar ISPA


1. Pengertian

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah infeksi yang terutama mengenai
struktur saluran pernafasan di atas laring, tetapi kebanyakan penyakit ini mengenai
bagian saluran atas dan bawah secara simultan atau berurutan (Behrman, 2000 : 885).
ISPA adalah penyakit yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran
pernafasan mulai dari hidung hingga alveoli, termasuk sinus, rongga telinga tengah
dan pleura (Nelson, 2003:725).

Dapat disimpulkan bahwa ISPA adalah infeksi saluran pernafasan yang


menyerang organ seperti tenggorokan, hidung, dan paru-paru yang disebabkan oleh
bakteri dan virus.

Common Cold

Istilah common cold/selesma biasanya digunakan untuk menunjukkan gejala-


gejala infeksi saluran napas atas. Ditandai oleh kongesti nasal, sakit tenggorok, dan
batuk. Selesma sangat menular karena pasien mengandung virus selama sekitar 2 hari
sebelum timbul gejala dan selama bagian pertama fase gejala (Smeltzer & Bare, 2002
: 545)

2. Etiologi

Etiologi ISPA terdiri dari lebih 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri
penyebab ISPA antara lain dari genus streptokokus, stafilikokus, pneumokokus,
hemorillus, bordetele, adenovirus, korinobakterium. Virus penyebab ISPA antara lain
adalah golongan miksovirus, adenovirus, koronavirus, pikornavirus, mikoplasma,
herpes virus dan lain-lain. Virus merupakan penyebab tersering infeksi saluran
pernafasan, mereka menginfeksi mukosa hidung trachea dan bronkus. Infeksi virus
primer pertama kali ini akan menyebabkan mukosa membengkak dan menghasilkan
banyak mucus lendir dan terjadilah akumulasi sputum di jalan nafas.

3. Patofisiologi

Virus masuk melalui udara/droplet dan melalui tangan sehingga virus


mengfiltrasi epitel dan epitel terkikis, menyebabkan peradangan hingga terjadi
peradangan menyebabkan suhu tubuh meningkat yang berakibat tubuh menjadi lemah
dan hipertermi, dari keadaan ini didapatkan diagnosa intoleransi aktivitas. Nyeri
tenggorokan, produksi sekret dan terjadi pembengkakan mengakibatkan pasien sulit
bernapas, RR meningkat, menggunakan otot bantu pernapasan dan tidak
menggunakan retraksi dinding dada sehingga didapatkan diagnosa pola napas tidak
efektif, ketidaktahuan orang tua akan kondisi anak dan cemas (Rasmaliah, 2004 :
paragraf 5).
4. Manisfestasi klinik

Kongesti nasal, sakit tenggorok, bersin-bersin, malaise, demam, menggigil,


dan sering sakit kepala serta sakit otot. Dengan berkembangnya selesma, biasanya
timbul batuk. Secara lebih spesifik, istilah cold mengacu pada afebris, infeksius,
inflamasi akut membran mukosa rongga nasal. Lebih luas lagi, istilah tersebut
mengacu pada infeksi saluran napas, sementara istilah seperti rinitis, faringitis,
laringitis, dan chest cold membedakan letak gejala utamanya.

Gejala berlangsung 5 hari sampai 2 minggu. Jika terdapat demam yang


signifikan atau gejala pernapasan sistemik yang lebih berat, maka gejala ini bukan
lagi merupakan gejala common cold tetapi merupakan salah satu gejala infeksi
saluran pernapasan atas akut. Lebih dari 200 virus yang berbeda, dikelomppokan
kedalam lima kelompok utama, diketahui menyebabkan common cold: pikornavirus,
koronavirus, miksovirus, dan para virus, dan adenovirus. Rhinovirus, “the classic
head cold,” dan anggota dari kelompok pikornavirus, bertanggung jawab terhadap
30% sampai 40% dari semua selesma. Kondisi alergik juga dapat menyerang hidung
dan menyerupai gejala selesma (Smeltzer & Bare, 2002 : 545).

Cold lebih berat pada anak kecil dari pada anak yang lebih tua atau dewasa.
Pada umunya, anak yang berumur 3 bulan sampai 5 tahun menderita demam pada
awal perjalanan infeksi, kadang-kadang beberapa jam sebelum tanda-tanda yang
berlokalisasi muncul. Bayi yang lebih muda biasanya tidak demam, dan anak yang
lebih tua dapat menderita demam ringan, komplikasi purulen terjadi lebih sering dan
parah pada umur-umur yang lebih muda. Sinusitis persisten dapat terjadi pada semua
umur.

Pada awal bayi yang umurnya lebih dari 3 bulan adalah demam yang timbul
mendadak, iritabilitas, gelisah, dan bersin. Ingus hidung mulai keluar dalam beberapa
jam, segera menyebabkan obstruksi hidung, yang dapat menggangu pada saat
menyusu, pada bayi kecil yang mempunyai ketergantungan lebih besar pada
pernapasan hidung, tanda-tanda kegawatan pernapasan sedang dapat terjadi. Selama
2-3 hari pertama membrana timpani biasanya mengalami kongesti, dan cairan dapat
ditemukan di belakang membrana tersebut, yang selanjutnya dapat terjadi otitis media
purulenta atau tidak. Sebagian kecil bayi mungkin muntah, dan beberapa penderita
menderita diare. Fase demam berakhir dari beberapa jam sampai 3 hari, demam dapat
berulang dengan komplikasi purulen dan infeksi faring. Pada anak yang tua gejala
awalnya adalah kekeringan dan iritsi dalam hidung dan tidak jarang, di dalam faring.
Gejala ini dalam beberapa jam diserti dengan bersin, rasa menggigil, nyeri otot, ingus
hidung yang encer, dan kadang-kadang batuk. Nyeri kepala, lesu, anoreksia, dan
demam ringan mungkin ada. Dalam 1 hari sekresi biasanya menjadi lebih kental dan
akhirnya menjadi purulen. Obstruksi hidung menyebabkan pernapasan mulut, dan hal
ini, melalui pengeringan membrana mukosa tenggorokan, menambah rasa nyeri. Pada
kebanyakan kasus, fase Akut berakhir selama 2-4 hari (Nelson, 2003: 1456).
5. Komplikasi

Komplikasi yang sering terjadi adalah otitis media, yang ditemukan pada
bayi-bayi kecil sampai sebanyak 25% nya. Walaupun komplikasi ini dapat terjadi
awal pada perjalanan cold, ia biasanya muncul sesudah fase Akut nasofaringitis.
Dengan demikian otitis media harus dicurigai jika memang berulang. Kebanyakan
ISPA juga melibatkan saluran pernapasan bawah. Dan banyak kasus, fungsi paru
menurun walaupun gejala pernapasan bawah tidak mencolok atau tidak ada.
Sebaliknya, laringotrakheobronkitis, bronkiolitis, atau pneumoni dapat berkembang
selama perjalanan nasofaringitis akut. Nasofaringitis virus juga sering merupakan
pemicu gejala asma pada anak dengan saluran pernapasan reaktif (Nelson, 2003:
1457).

6. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang ISPA menurut Catzel & Roberts (2000 : 452).

1. Pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah


biakan kuman (+) sesuai dengan jenis kuman.
2. Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah meningkat
disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya
thrombositopenia
3. Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan.
7. Penatalaksanaan Medis
Tidak ada pengobatan yang spesifik terhadap ISPA. Penatalaksanaan
ISPA terdiri atas terapi simptomatik. Beberapa tindakan dapat mencakup pemberian
cairan yang adekuat, istirahat, pencegahan menggigil, dekongestan nasal aqueous,
vitamin C, dan ekspektoran sesuai kebutuhan. Kumur air garam hangat dapat
melegakan sakit tenggorokan, dan aspirin atau asetominofen meredakan gejala
konstitusional umum. Antibiotik tidak mempengaruhi virus atau mengurangi insiden
komplikasi bakteri, namun demikian, antibiotik mungkin digunakan sebagai profilatik
bagi pasien yang berisiko tinggi terhadap kondisi pernapasan (Smeltzer & Bare,
2002 : 545).
8. Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan ISPA menurut Smeltzer & Bare (2002 : 545)
a. Penyuluhan kepada keluarga tentang cara memutuskan infeksi
b. Pendidikan pasien berupa :
1. Mencuci tangan untuk mencegah penyebaran organisme
2. Menghindari kerumunan orang banyak
3. Menutup mulut ketika batuk
4. Meningkatkan masukan cairan
5. Mengintruksikan pada pasien untuk meningkatkan drainase seperti
inhalasi uap
9. Pencegahan

Vaksin yang efektif belum ada. Gamma glubulin atau vitamin C tidak
mengurangi frekuensi keparahan infeksi dan penggunaan tidak dianjurkan. Karena
selesma cold terdapat dimana-mana, maka tidak mungkin mengisolasi anak dari
keadaan ini. Namun karena komplikasi pada bayi yang amat muda dapat relatif
serius, maka harus dilakukan beberapa upaya untuk melindungi bayi dari kontak
dengan orang-orang yang berpotensi terinfeksi. Penyebaran infeksi adalah dengan
aerosol (bersin, batuk) atau kontak langsung dengan bahan yang terinfeksi (tangan)
(Berhman, 2000 : 1457).

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Data dasar: Usia

Diderita oleh usia bayi dan usia dewasa. Pada usia bayi kebanyakan diderita
dengan usia 0-5 tahun, pada usia dewasa diderita pada umur 18-30 tahun.
b. Jenis kelamin

Jenis kelamin perempuan mayoritas yang terkena penyakit ini karena


kekebalan tubuh perempuan lebih rendah dibanding laki-laki.

c. Riwayat penyakit sekarang

Timbulnya ISPA disebabkan karena riwayat keluarga dan lingkungan terjadi pada
anak-anak dengan adanya pernapasan dalam dan dangkal, retraksi dinding dada,
pernapasan cuping hidung, sianosis pada mulut dan hidung, suhu tubuh meningkat
39-40oC. Penyakit ISPA membuat aktivitas klien berkurang, timbulnya ISPA sering
terjadi pada anak-anak dan lingkungan.

d. Riwayat keluarga

Penyakit ini bukan penyakit keturunan karena penyebabnya virus, bakteri.

e. Aktivitas dan istirahat

Kelemahan, kelelahan, malaise dan gelisah.

f. Sirkulasi

Denyut jantung menjadi cepat, sianosis, suhu tubuh meningkat 39-40oC dan
membran mukosa lembab.

g. Integritas ego

Cemas, rewel, dan gelisah.

h. Makanan dan cairan

Mual, muntah, penurunan berat badan.

i. Neurosensori
Kesadaran apatis.

j. Interaksi sosial

Anaknya menjadi pendiam.

k. Keamanan

Peningkatan suhu tubuh dan peningkatan frekuensi napas.

Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang muncul pada penyakit ISPA :

a. Pola nafas tidak efektif b.d proses inflamasi

Intervensi :

1. Periksa posisi anak dengan sering untuk memastikan bahwa anak tidak
merosot\
2. Hindari pakaian dan bedong yang ketat
3. Berikan bantal dan bantuan untuk mempertahankan jalan nafas
4. Beri peningkatan kelembapan dan oksigen
5. Tingkatkan istirahat dan tidur dengan menjadwalkan aktivitas dan periode
istirahat yang tepat
6. Anjurkan teknik relaksasi
7. Ajarkan pada anak dan keluarga tindakan untuk mengurangi upaya
pernapasan

Rasional

1. Untuk menghindari penekanan diagpragma


2. Untuk membuka jalan nafas
3. Agar anak bisa bernafas dengan lega
4. Untuk mengetahui gangguan nafas
5. Mengurangi kerja paru
6. Membuat pasien lebih nyaman
7. Mengurangi sesak dan kerja paru

b. Cemas b.d kesulitan bernafas, prosedur dan lingkungan yang tidak


dikenal

Intervensi :

1. Ciptakan hubungan anak dan orang tua


2. Tetap bersama anak selama prosedur
3. Berikan objek kedekatan (misalnya: mainan, keluarga, selimut)
4. Anjurkan perawatan yang berpusat pada keluarga dengan kehadiran orang tua.

Rasional :

1. Anak lebih dekat dengan orang tua


2. Untuk mengurangi kecemasan anak
3. Anak lebih senang dengan objek misalnya mainan.
4. Orang tua salah satu peran yang dekat dengan orang tua

c. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d inflamasi, peningkatan sekresi

Intervensi :

1. Posisikan anak pada kesejajaran tubuh yang tepat


2. Lakukan pengisapan sekret dari jalan napas sesuai kebutuhan
3. Beri posisi terlentang dengan kepada pada posisi menarik napas dan leher
sedikit ekstensi serta hidung menghadap langit-langit
4. Lakukan fisioterapi dada
5. Hindari pemeriksaan dan kultur tenggorokan pada pasien
6. Bantu anak menahan area insisi/cidera
7. Pastikan asupan cairan yang adekuat
8. Ciptakan suasana yang lembab
9. Lakukan perkusi, vibrasi, dan drainase postural

Rasional :

1. Untuk memungkinkan ekspansi paru yang lebih baik


2. Untuk memungkinkan reoksigenasi
3. Memudahkan klien dalam bernapas
4. Membantu klien dalam mengeluarkan secret
5. Karena dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas
6. Untuk memaksimalkan efek batuk dan fisioterapi dada
7. Untuk mengencerkan secret
8. Untuk mencegah pembentukan krusta dari sekret hidung dan pengeringan
membran mukosa
9. Untuk memfasilitasi drainase sekresi

d. Resiko infeksi b.d adanya organisme infektif, tak adekuatnya pertahanan


sekunder

Intervensi:

1. Isolasi anak sesuai indikasi


2. Beri antibiotik sesuai ketentuan
3. Berikan diit bergizi sesuai kesukaan anak
4. Ajarkan pada anak dan keluarga yang sakit metode-metode protektif
5. Batasi jumlah pngunjung/anggota keluarga/saudara kandung dan skrining
adanya penyakit lain pada pengungjung

Rasional :
1. Untuk mencegah penyebaran infeksi nosokimial
2. Untuk mencegah atau mengatasi infeksi
3. Untuk mendukung pertahanan tubuh alami
4. Untuk mencegah penyebaran infeksi
5. Untuk mencegah penyebaran infeksi dari luar
e. Intoleransi aktivitas b.d proses inflamasi, ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen.

Intervensi :

1. Bantu aktivitas hidup sehari-hari yang mungkin melebihi toleransi


2. Beri aktivitas bermain
3. Instruksikan anak untuk beristirahat bila lelah
4. Anjurkan keluarga untuk tidak melakukan prosedur yang tidak penting
5. Atur jadwal kunjungan

Rasional :

1. Untuk mencegah terjadinya kelemahan


2. Agar anak mampu melakukan aktivitas
3. Untuk mencegah terjadinya kelemahan
4. Untuk memaksimalkan istirahat anak
5. Agar anak dapat beristirahat dengan cukup
DAFTAR PUSTAKA

Andaners. (2009). Prevalensi ispa pada anak. Rertrived 18 Juni 2014. From
(http://prevalensi repository child.usu.ac.id/bitstream)

Berhman. (2000). Ilmu kesehatan anak. (Edisi ke lima belas). Jakarta: EGC

Nelson. (2003). Ilmu kesehatan anak. (Edisi ke lima belas). Jakarta: EGC

Nursalam. (2005). Buku pengkajian keperawatan. Jakarta: EGC

Rasmaliah. (2004). Patofisiologi ispa. Rertrived 18 Juni 2014. From


(http://Patofisiologi epository.usu.ac.id/bitstream
Smeltzer, S. C, Bare, B. G. (2002). Keperawatan Medikal Bedah. (Edisi ke delapan).
Jakarta: EGC.

Wong, D. L. (2009). Buku ajar keperawatan pediatrik. (Edisi 6). Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai