Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

BRONKHIOLITIS

OLEH :
VERALIN POLLY
19J10108

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
2019

A. Definisi
Bronkiolitis adalah suatu kondisi terjadi terutama pada umur kurang dari 6 bulan
dan didahului dengan gejala pilek yang diikuti oleh batuk iritatif serak, sukar bernafas,
dan tidak mau makan. Bronkiolitis akut adalah suatu sindrom obstruksi bronkiolus yang
sering diderita bayi atau anak berumur kurang dari 2 tahun, paling sering pada usia 6
bulan. Bronkiolitis akut adalah penyakit obstruktif akibat inflamasi akut pada saluran
nafas kecil (bronkiolus), terjadai pada anak berusia kurang dari 2 tahun dengan insidens
tertinggi sekitar usia 6 bulan (Samer Qarah, 2017).
Bronkhioltis akut adalah radang pada bronchus yang biasanya mengenai trachea dan
laring, sehingga sering dinamai juga dengan laringotracheobronchitis. Radang ini dapat
timbul sebagai kelainan jalan napas tersendiri atau sebagai bagian dari penyakit
sistemik misalnya pada morbili, pertusis, difteri, dan tipus abdominalis. Bronkitis
adalah suatu peradangan pada saluran bronkial atau bronki. Peradangan tersebut
disebabkan oleh virus, bakteri, merokok, atau polusi udara (Samer Qarah, 2017).
Walaupun demikian, seiring dengan waktu, dapat ditemukan periode akut pada
penyakit bronchitis kronis. Hal tersebut menunjukkan adanya serangan bakteri pada
dinding bronchus yang tidak normal. Infeksi sekunder oleh bakteri dapat menimbulkan
kerusakan yang lebih banyak sehingga akan meperburuk keadaan.

B. Etiologi
Ada 3 faktor utama yang mempengaruhi timbulnya bronkhitis yaitu rokok, infeksi
dan polusi. Selain itu terdapat pula hubungan dengan faktor keturunan dan status sosial.
1. Rokok
Menurut buku Report of the WHO Expert Comite on Smoking Control, rokok
adalah penyebab utama timbulnya bronkhitis. Terdapat hubungan yang erat antara
merokok dan penurunan VEP (volume ekspirasi paksa) 1 detik. Secara patologis
rokok berhubungan dengan hiperplasia kelenjar mukus bronkus dan metaplasia
skuamus epitel saluran pernafasan juga dapat menyebabkan bronkostriksi akut.

2. Infeksi
Eksaserbasi bronkhitis disangka paling sering diawali dengan infeksi virus yang
kemudian menyebabkan infeksi sekunder bakteri. Bakteri yang diisolasi paling
banyak adalah Hemophilus influenza dan streptococcus pneumonie.
3. Polusi
Polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab, tetapi bila
ditambah merokok resiko akan lebih tinggi. Zat – zat kimia dapat juga
menyebabkan bronchitis adalah zat – zat pereduksi seperti O2, zat – zat pengoksida
seperti N2O, hidrokarbon, aldehid, ozon.
4. Keturunan
Belum diketahui secara jelas apakah faktor keturunan berperan atau tidak,
kecuali pada penderita defisiensi alfa – 1 – antitripsin yang merupakan suatu
problem, dimana kelainan ini diturunkan secara autosom resesif. Kerja enzim ini
menetralisir enzim proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan dan
merusak jaringan, termasuk jaringan paru.
5. Faktor sosial ekonomi
Kematian pada bronkhitis ternyata lebih banyak pada golongan sosial ekonomi
rendah, mungkin disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi yang lebih jelek.
Bronkhitis akut dapat merupakan komplikasi kelainan patologik pada beberapa
alat tubuh, yaitu:
1. Penyakit jantung menahun, yang disebabkan oleh kelainan patologik pada
katup maupun miokardia. Kongesti menahun pada dinding bronchus
melemahkan daya tahan sehingga infeksi bakteri mudah terjadi.
2. Infeksi sinus paranasalis dan rongga mulut, area infeksi merupakan sumber
bakteri yang dapat menyerang dinding bronchus.
3. Dilatasi bronkus (bronkhiektasi), menyebabkan gangguan susunan dan
fungsi dinding bronkus sehingga infeksi bakterinmudah terjadi.
4. Rokok dapat menimbulkan kelumpuhan bulu getar selaput lendir bronchus
sehingga drainase lendir terganggu. Kempulan lendir tersebut merupakan
media yang baik untuk pertumbuhan bakteri.
C. Patofisiologi
Serangan bronkhitis akut dapat timbul dalam serangan tunggal atau dapat timbul
kembali sebagai eksaserbasi akut dari bronkhitis kronis. Pada umumnya virus
merupakan awal dari serangan bronkhitis akut pada infeksi saluran napas bagian atas.
Dokter akan mendiagnosis bronkhitis kronis jika pasien mengalami batuk atau
mengalami produksi sputum selama kurang lebih tiga bulan dalam satu tahun atau
paling sedikit dalam dua tahun berturut-turut.
Serangan bronchitis disebbabkan karena tubuh terpapar agen infeksi maupun
noninfeksi (terurtama rokok). Iritan (zat yang menyebabkan iritasi) akan menyebabkan
timbulnya respon inflamasi yang akan menyebabkan vasodilatasi, kongesti, edema
mukosa, dan bronkopasme. Tidak seperti emfisema, bronkhitis lebih memengaruhi jalan
napas kecil dan besar dibandingkan alveoli. Dalam keadaan bronkhitis, aliran udara
masih memungkinkan tidak mengalami hambatan.
Pasien dengan bronchitis kronis akan mengalami:
1. Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mucus pada bronchus besar sehingga
meningkatkan produksi mucus.
2. Mucus lebih kental
3. Kerusakan fungsi siliari yang dapat menurunkan mekanisme pembersihan
mucus.
Pada keadaan normal, paru-paru memiliki kemampuan yang disebut ‘mucocilliary
defence’, yaitu system penjagaan paru-paru yang dilakukan oleh mucus dan siliari. Pada
pasien dengan bronchitis akut, system mucocilliary sefence paru-paru mengalami
kerusakan sehingga lebih mudah terserang infeksi. Ketika infeksi timbul, kelenjar
mucus akan menjadi hipertropi dan hyperplasia (ukuran membesar dan jumlah
bertambah) sehingga produksi mucus akan meningkat. Infeksi juga menyebabkan
dinding bronchial meradang, menebal (sering kali sampai dua kali ketebalan normal),
dan mengeluarkan mucus kental. Adanya mucus kental dari dinding bronchial dan
mucus yang dihasilkan kelenjar mucus dalam jumlah banyak akan menghambat
beberapa aliran udara kecil dan mempersempit saluran udara besar. Bronchitis kronis
mula-mula hanya memengaruhi bronchus besar, namun lambat laun akan memengaruhi
seluruh saluran napas.
Mucus yang kental dan pembesaran bronchus akan mengobtruksi jalan napas
terutama selama ekspirasi. Jalan napas selanjutnya mengalami kolaps dan udara
terperangkap pada bagian distal dari paru-paru. Obstruksi ini menyebabkan penurunan
ventilasi alveolus, hipoksia dan asidosis. Pasien mengalami kekurangan O2, jaringan
dan ratio ventilasi perfusi abnormal timbul, di mana terjadi penurunan PO2. Kerusakan
ventilasi juga dapat meningkatkan nilai PCO2 sehingga pasien terlihat sianosis.
Sebagian kompensasi dari hipoksemia, maka terjadi polisitemia (produksi eritrosit
berlebihan). Virus : (penyebab tersering infeksi) - Masuk saluran pernapasan - Sel
mukosa dan sel silia - Berlanjut - Masuk saluran pernapasan(lanjutan) - Menginfeksi
saluran pernapasan - Bronkitis - Mukosa membengkak dan menghasilkan lendir - Pilek
3 – 4 hari - Batuk (mula-mula kering kemudian berdahak) - Riak jernih - Purulent -
Encer - Hilang - Batuk - Keluar - Suara ronchi basah atau suara napas kasar - Nyeri
subsernal - Sesak napas - Jika tidak hilang setelah tiga minggu - Kolaps paru segmental
atau infeksi paru sekunder (pertahanan utama).
Pada saat penyakit bertambah parah, sering ditemukan produksi sejumlah sputum
yang hitam, biasanya karena infeksi pulmonary. Selama infeksi, pasien mengalami
reduksi pada FEV dengan peningkatan pada RV dan FRC. Jika masalah tersebut tidak
ditanggulangi, hipoksemia akan timbul yang akhirnya menuju penyakit cor pulmonal
dan CHF (Congestive Heart Failure).

D. Manifestasi Klinis
Tanda-tanda dan gejala infeksi biasanya kelihatan pada empat hingga enam hari
setelah terjadi paparan terhadap infeksi virus. Pada orang dewasa dan anak-anak yang
berusia lebih dari 3 tahun, biasanya menyebabkan terjadinya tanda-tanda seperti
selesma ringan dan gejala yang mirip dengan gejala yang ada pada infeksi saluran
pernapasan atas. Tanda-tanda ini adalah :
1. Hidung mampet atau berlendir
2. Batuk kering
3. Demam dengan suhu yang tidak terlalu tinggi
4. Sakit leher
5. Sakit kepala ringan
6. Rasa tidak nyaman dan gelisah (malaise)
Pada anak-anak berusia kurang lebih dari 3 tahun, dapat menyebabkan timbulnya
penyakit pada saluran pernapasan bagian bawah seperti radang paru atau bronchiolitis-
peradangan pada saluran udara yang kecil-kecil pada paru-paru. Gejala dan tanda-
tandanya adalah :
1. Demam dengan suhu tinggi
2. Batuk yang parah
3. Tersengal-sengal – ada suara ngik yang biasanya terdengar saat menghembuskan
napas
4. Napasnya cepat atau sulit untuk bernapas, yang mungkin akan menyebabkan anak
lebih memilih untuk duduk daripada berbaring
5. Warna kebiruan pada kulit yang disebabkan oleh kekurangan oksigen
Akibat paling parah akibat infeksi akan diderita oleh bayi dan balita. Pada bayi dan
balita yang menderita infeksi, tanda-tandanya akan terlihat jelas saat mereka menarik
otot dada dan kulit di sekitar tulang iga, yang menandakan bahwa mereka mengalami
kesulitan bernapas, dan napas mereka mungkin pendek, dangkal dan cepat. Atau mereka
mungkin tidak menunjukkan adanya infeksi saluran napas, tapi mereka tidak mau
makan dan biasanya lemas dan rewel.

E. Penatalaksanaan
Pengobatan utama ditujukan untuk mencegah, mengontrol infeksi, dan meningkatkan
drainase bronchial menjadi jernih. Pengobatan yang diberikan adalah sebagai berikut:
1. Antimicrobial
2. Postural drainase
3. Bronchodilator
4. Aerosolized Nebulizer
5. Surgical Intervention
Penggunaan antibiotik, yang diresepkan oleh dokter untuk mengobati infeksi bakteri
disebabkan oleh infeksi virus. Meskipun demikian, dokter anda mungkin akan tetap
memberikan antibiotic bila terjadi komplikasi bakteri, seperti infeksi di telinga bagian
tengah, atau radang paru karena bakteri. Bila tidak ada komplikasi, maka dokter anda
mungkin akan merekomendasikan obat-obatan yang dapat dibeli secara bebas seperti
asetaminofen (Tylenol, dll) atau ibuprofen (Advil, Motrin, dll), yang dapat mengurangi
demam tapi tidak dapat mengobati infeksi tersebut sembuh lebih cepat.
Pada kasus infeksi berat, penderita mungkin perlu dirawat di rumah sakit agar dapat
diberikan cairan melalui vena (infus) dan oksigen. Bayi dan anak-anak yang dirawat di
rumah sakit mungkin perlu menggunakan ventilasi mekanik-sebuah alat Bantu
pernapasan- agar dapat memudahkan mereka untuk bernapas.
Pada kasus-kasus infeksi yang parah, bronkodilator untuk nebulasi seperti albuterol
(Proventil, Ventolin) dapat digunakan untuk melegakan napas. Pengobatan ini
dilakukan untuk membuka saluran pernapasan di paru-paru. Nebulasi maksudnya obat
diberikan dalam bentuk uap yang dapat dihirup. Kadang-kadang, ribavirin (Rebetol)
dalam bentuk nebulasi, sebagai obat antivirus, mungkin dapat diberikan. Dokter anda
juga mungkin merekomendasikan suntikan epinephrine atau bentuk lain dari
epinephrine yang dapat diinhalasi dengan alat nebulasi (racenic epinephrine) untuk
mengurangi gejala yang timbul.

F. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnosis


Dokter akan mencurigai adanya infeksi berdasarkan pemeriksaan fisik dan
pertimbangan waktu saat infeksi ini mungkin terjadi. Selama pemeriksaan, mungkin
akan mendengarkan suara di paru-paru dengan stetoskop untuk memeriksa adanya suara
ngik atau adanya suara-suara yang abnormal, yang dapat membantu untuk menentukan
adanya kesulitan untuk bernapas. Dokter juga akan melakukan tes darah untuk
memeriksa hitungan sel darah putih atau untuk melihat adanya virus, bakteri atau
organisme lainnya. Pemeriksaan rongga dada dengan sinar X mungkin akan dilakukan
untuk memeriksa adanya radang paru (pneumonia).
1. Sinar x dada: Dapat menyatakan hiperinflasi paru – paru, mendatarnya
diafragma, peningkatan area udara retrosternal, hasil normal selama periode
remisi.
2. Tes fungsi paru: Untuk menentukan penyebab dispnoe, melihat obstruksi,
memperkirakan derajat disfungsi.
3. TLC: Meningkat
4. Volume residu: Meningkat.
5. FEV1/FVC: Rasio volume meningkat.
6. GDA: PaO2 dan PaCO2 menurun, pH Normal.
7. Bronchogram: Menunjukkan di latasi silinder bronchus saat inspirasi,
pembesaran duktus mukosa.
8. Sputum : Kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi
patogen.
9. EKG : Disritmia atrial, peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF.
10. Analisa gas darah memperlihatkan penurunan oksigen arteri dan
peningkatan karbon dioksida arteri.
11. Polisetemia (peningkatan konsentrasi sel darah merah) terjadi akibat
hipoksia kronik yang disertai sianosis, menyebabkan kulit berwarna
kebiruan.

ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
a) Aktivitas/istirahat
Gejala : Keletihan, kelelahan, malaise, Ketidakmampuan melakukan
aktivitas sehari – hari, Ketidakmampuan untuk tidur, Dispnoe
pada saat istirahat.
Tanda : Keletihan, Gelisah, insomnia, Kelemahan umum/kehilangan
massa otot.
b) Sirkulasi
Gejala : Pembengkakan pada ekstremitas bawah.
Tanda : Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi
jantung/takikardia berat, Distensi vena leher, Edema dependent,
Bunyi jantung redup, Warna kulit/membran mukosa
normal/cyanosis, Pucat, dapat menunjukkan anemi.
d) Makanan/cairan
Gejala : Mual/muntah, nafsu makan buruk/anoreksia, ketidakmampuan
untuk makan, penurunan berat badan, peningkatan berat badan.
Tanda : Turgor kulit buruk, edema dependen, berkeringat, penurunan
berat badan, palpitasi abdomen.
e) Hygiene
Gejala : Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan
Tanda : Kebersihan buruk, bau badan.
f) Pernafasan
Gejala : Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari selama
minimun 3 bulan berturut – turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun,
episode batuk hilang timbul.
Tanda : Pernafasan biasa cepat, penggunaan otot bantu pernafasan,
bentuk barel chest, gerakan diafragma minimal, bunyi nafas
ronchi, perkusi hyperresonan pada area paru, warna pucat
dengan cyanosis bibir dan dasar kuku, abu – abu keseluruhan.
g) Keamanan
Gejala : Riwayat reaksi alergi terhadap zat/faktor lingkungan, adanya /
berulangnya infeksi.
h) Seksualitas
Gejala : Penurunan libido
i) Interaksi social
Gejala : Hubungan ketergantungan, kegagalan dukungan/terhadap
pasangan/orang dekat, penyakit lama/ketidakmampuan membaik
Tanda : Ketidakmampuan untuk mempertahankan suara karena distress
pernafasan. Keterbatasan mobilitas fisik, kelalaian hubungan
dengan anggota keluarga lain.

b. Pemeriksaan Fisik
Pada stadium ini tidak ditemukan kelainan fisis. Hanya kadang – kadang terdengar
ronchi pada waktu ekspirasi dalam. Bila sudah ada keluhan sesak, akan terdengar ronchi
pada waktu ekspirasi maupun inspirasi disertai bising mengi. Juga didapatkan tanda –
tanda overinflasi paru seperti barrel chest, kifosis, pada perkusi terdengar hipersonor,
peranjakan hati mengecil, batas paru hati lebih ke bawah, pekak jantung berkurang,
suara nafas dan suara jantung lemah, kadang – kadang disertai kontraksi otot – otot
pernafasan tambahan.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon aktual/potensial
terhadap masalah kesehatan / proses kehidupan. Dari pengkajian yang dilakukan maka
didapatkan diagnosa keperawatan menurut (Doengoes, 2000 dan Lynda Juall, 2000).
1. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan edema dan meningkatnya produksi
lendir.
2. Bersihan jalan nafas tak efektif, berhubungan dengan meningkatnya sekresi sekret.
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan hilangnya cairan yang tanpa
disadari (IWL) secara berlebihan melalui ekhalasi dan menurunnya intake.
4. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan meningkatnya
metabolisme anoreksia.
6. Ansietass orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan keluarga tentang
kesehatan anak.
7. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi mengenai
perawatan anaknya.

C. Perencanaan Keperawatan
Rencana perawatan adalah penetapan intervensi untuk mengurangi menghilangkan
dan mencegah masalah Keperawatan. Rencana keperawatan dibuat berdasarkan
diagnosa keperawatan (Doenges, 2000)
1. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan edema dan meningkatnya
produksi lendir.
a) Auskultasi area paru
Rasional : penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi
dengan cairan.
b) Auskultasi bunyi nafas (frekuensi dan kedalaman pernafasan,
penggunaan otot bantu dan pergerakan otot.
Rasional : Takipnea, pernafasan dangkal, dispnea dan gerakan dada
tidak simetris sering terjadi karena ketidaknyamanan
dinding dan cairan paru.
c) Observasi keabu-abuan menyeluruh dan cyanosis pada jaringan hangat
seperti daun telinga, bibir, lidah dan membran lidah.
Rasional : menunjukkan hipoksemia sistemik
d) Beri posisi semi fowler/tinggikan kepala tempat tidur sesuai kebutuhan
toleransi pasien.
Rasional : Meningkatnya ekspansi dada maksimal membuat mudah
bernafas yang meningkatnya kenyamanan pasien.
e) Kaji toleransi aktivitas
Rasional : Hipoksemia menurunkan kemampuan untuk
berpartisipasi dalam aktivitas tanpa dispnea berat,
takikardia dan disritmia.
f) Observasi Vital sign terutama nadi
Rasional : Takikardi takipnea dan perubahan pada tekanan darah
terjadi dengan beratnya hipoksemia dan asidosis.
g) Kolaborasi, awasi seri GDA/Nadi Oksimetri
Rasional : Hipoksemia ada berbagai derajat, tergantung pada jumlah
obstruksi jalan nafas, fungsi kardiopulmonal dan ada /
tidaknya syok.
h) Kolaborasi Pemberian oksigen
Rasional : memaksimalkan sediaan oksigen untuk pertukaran gas.

2. Bersihan Jalan Nafas tak efektif berhubungan dengan meningkatnya sekresi


skret/lendir.
Tujuan : jalan nafas efektif
Intervensi :
a). Auskultasi area paru
Rasional : Penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi
dengan cairan.
b). Auskultasi bunyi nafas kaji frekuensi / kedalaman pernafasan dan
pergerakan dada.
Rasional : Takipnea, pernafasan dangkal dan gerakan dada tidak
simetris, sering terjadi karena ketidaknyamanan dinding
dada dan cairan paru.
c). Observasi vital sign terutama respirasi tiap 4 jam.
Rasional : membantu mengetahui perkembangan pasien
d). Beri posisi fowler / semi fowler sesuai kebutuhan toleransi pasien
Rasional : memungkinkan upaya nafas lebih dalam dan kuat serta
menurunkan ketidaknyamanan dada.
e) Kolaborasi dalam pemeriksaan DL tiap hari
Rasional : mengetahui perkembangan kondisi pasien
f) Berikan minuman air hangat
Rasional : air hangat memobilisasi dan mengeluarkan sekret.
g) Delegatif atau kolaboratif dalam pemberian obat bronkodilator sesuai
indikasi
Rasional : Alat untuk menurunkan spasme bronkus dengan
memobilisasi sekret.

3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan hilangnya cairan yang tanpa


disadari (IWL) secara berlebihan melalui ekhalasi dan menurunnya intake.
Tujuan : cairan adekuat
Intervensi :
a). Kaji perubahan vital
Rasional : peningkatan suhu/memanjangnya demam meningkatkan
laju metabolik dan kehilangan cairan melalui evaporasi.
b). Observasi tanda-tanda dihidrasi yaitu tugor kulit, kelembaban membran
mukosa.
Rasional : indikator langsung keadekuatan volume cairan.
c). Memonitor intake dan output cairan
Rasional : memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan
dan kebutuhan penggantian.
d). Berikan cairan parenteral
Rasional : pemenuhan kebutuhan dasar cairan menurunkan resiko
dehidrasi.
4. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
Tujuan : temperatur tubuh dalam batas normal (36-37oC)
Intevensi :
a) Memonitori suhu tubuh tiap 6 jam.
Rasional : peningkatan suhu/memanjangnya demam meningkatkan
laju metabolik.
b) Tingkatan intake cairan supaya adekuat
Rasional : peningkatan pemberian cairan menurunkan peningkatan
suhu tubuh.
c) Beri kompres hangat
Rasional : menurunkan suhu tubuh lewat vasodilatasi dan pemindahan
panas dari tubuh keluar tubuh.
d) Kolaborasi pemberian antipiretik sesuai program
Rasional : digunakan sebagai alat penurun panas.

5. Perubahan Nutrisi berhubungan dengan anoreksia sekunder terhadap infeksi.


Tujuan : Nutrisi anak adekuat
Intervensi :
a). Identifikasi penyebab anoreksia
Rasional : pilihan intervensi tergantung penyebab masalah.
b). Beri makanan sedikit tapi sering dan dalam keadaan hangat
Rasional : meningkatkan masukan meskipun nafsu makan mungkin
lambat untuk kembali
c). Kaji kemampuan anak untuk makan
Rasional : mengetahui kemampuan anak dalam menghabiskan
makanan yang diberikan.
d). Observasi masukan makanan tiap hari
Rasional : mengetahui masukan kalori atau kualitas kekurangan
asupan makanan.
Rasional : membantu dalam mengidentifikasi mal nukomsumsi
makanan
e). Delegatif dalam pemberian cairan IVFD
Rasional : Diharapkan dapat memenuhi kebutuhan nutrisi pasien.

6. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan keluarga tentang kesehatan


anak
Tujuan : cemas berkurang
Intervensi :
a). Kaji tingkat kecemasan dan pengetahuan orang tua tentang penyakit dan
perawatan anaknya.
Rasional : Mempengaruhi kemampuan keluarga untuk menggunakan
pengetahuan.
b). Beri HE tentang keadaan dan cara perawatan anaknya.
Rasional : memberi informasi untuk menambah pengetahuan keluarga
dan dapat memahami keadaan anaknya.
c). Beri motivasi atau dorongan pada keluarga
Rasional : Meningkatkan proses belajar, meningkatkan pengambilan
keputusan dan mencegah ansietas berhubungan dengan ketidaktahuan
d). Libatkan keluaraga dalam perawatan pasien
Rasional : Kelurga mengetahui cara perawatan pasien serta keluarga
kooperatif.

7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai


perawatan anaknya
Tujuan : keluarga tahu tentang penyakit anaknya
Intervensi :
a) Kaji tingkat pengetahuan orang tua, tentang penyakit dan perawatan
anak.
Rasional : mengetahui sejauh mana tingkat pengetahuan orang tua
mengenai penyakit dan perawatan anak.
b) Beri HE tentang keadaan cara perawatan pasien
Rasional : memberi informasi untuk menambah pengetahuan keluarga
dan dapat memahami keadaan anaknya.
c) Beri kesempatan pada keluarga untuk bertanya tentang hal-hal yang
belum diketahui.
Rasional : keluarga bisa memperoleh informasi yang lebih jelas.
d) Lakukan evaluasi setelah memberi penjelasan pada keluarga.
Rasional : mengetahui apakah keluarga sudah benar-benar mengerti
tentang penjelasan yang diberikan.

D. Pelaksanaan Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah tindakan keperawatan disesuaikan dengan
rencana tindakan keperawatan. Implementasi adalah tahap ketiga dari proses
keperawatan dimana rencana keperwatan dilaksanakan, melaksanakan / aktivitas yang
lebih ditentukan.

E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah : proses berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan pada klien. Setelah melaksanakan tindakan keperawatan maka
hasil yang diharapkan adalah sesuai dengan rencana tujuan yaitu :
1. Pertukaran gas adekuat
2. Jalan nafas efektif
3. Cairan adekuat
4. Suhu tubuh dalam batas normal (36,5 – 37,5 oC)
5. Kebutuhan nutrisi terpenuhi
6. Ansietas berkurang / hilang
7. Orang tua paham tentang perawatan anaknya.

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. (2019). Bronchiolitis. Diperoleh Tanggal 25 Juni 2019, dari http :// id.
Wikipedia.org/wiki/Bronchilitis.

Astawa, G.S. (2008) .Keperawatan Anak [Diktat kuliah] .Denpasar : STIKES BALI.

Carpenito, L. J. (2010). Diagnosa Keperawatan. (Edisi 6). Jakarta : EGC.

Dongoes, M. E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. (Edisi 3). Jakarta : EGC.

Hidayat, A. (2016). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak.Jakarta: Salemba Medika.

Insley, J.( 2010). Vade – mecum pediatric . Jakarta : EGC.

Mansjoer, A. (2010). Kapita Selekta Kedokteran. (Edisi 3). Jakarta : Media Aesculapius.

Ngastiyah. (2005). Keperawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC


Wartonah. (2016).Kebutuhan Dasar manusia.Jakarta : Salemba Medika.

WOC

Rokok Infeksi Polusi Keturunan Status sosial ekonomi

Respiratory Syncytial Virus (RSU)


menyerang / menginfeksi saluran pernafasan atas
menimbulkan edema dan akumulasi skret/lendir

Peradangan Obstruksi

- Batuk - Anoreksia
- Pilek - Penurunan BB
Suhu tubuh Kontriksi pada - Sesak
meningkat bronkiolus selama - Rhonci
ekspirasi - Wheezing
Perubahan
nutrisi kurang
Hipertermi
Hiperinflasi pada Bersihan jalan dari kebutuhan
paru nafas tidak tubuh
efektif
Kekurangan
asupan cairan dan Atelektasis
Cairan tubuh Hb
Orang tua timbul
mengalami rasa cemas pada PCT
penguapan kondisi anak
Kerusakan Hematokrit
pertukaran gas Selalu bertanya
Kekurangan Kurang
tentang
Ansietas kondisi
volume cairan pengetahuan
anaknya Resiko Infeksi

Anda mungkin juga menyukai