Anda di halaman 1dari 34

Konsep dan Asuhan Keperawatan

Gangguan Pencernaan Anak (Labiopalatoskizis)

OLEH
KELOMPOK 5 :
Debi Sambak C12115005
Inggrid Aprilianty Rowa C12115308
Deka Khusnul Ainiyah C12115508
Andi Febrina Sosiawati C12115517
Mariani Afandy C12115013
Nurlaila Sari C12115040
Nurlia Rahma C12115326
Putri Yani C12115021
Ririn Andilolo C12115317
Sumita Rianti Bahris C12115031
Yunisa C12113025

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2017

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas berkat
dan rahmatnya sehingga makalah tentang “Askep Gangguan Pencernaan Anak
Labiopalatoskizis” untuk mata kuliah system pencernaan dapat terselesaikan. Adapun
tujuan dari pembuatan makalah ini ialah untuk menyelesaikan tugas yang diberikan
oleh dosen yang bersangkutan kepada kami kelompok 5 sebagai mahasiswa program
studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Hasnuddin.

Makalah ini berisi materi tentang gangguan pencernaan pada anak mengenai
Askep Gangguan Pencernaan Anak Labiopalatoskizis. Makalah ini dibuat untuk
mengetahui materi tentang Askep Gangguan Pencernaan Anak Labiopalatoskizis.
Dengan makalah ini, diharapkan dapat memudahkan kita dalam mempelajari materi
system pencernaan khususnya mengenai Askep Gangguan Pencernaan Anak
Labiopalatoskizis. Kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan baik dari cara
penulisan maupun isi dari makalah ini, karenanya kami siap menerima baik kritik
maupun saran dari dosen pembimbing dan pembaca demi tercapainya kesempurnaan
dalam pembuatan berikutnya.

Kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan


makalah ini, kami sampaikan penghargaan dan terima kasih. Semoga Tuhan yang
Maha Esa senantiasa melimpahkan berkat dan bimbingannya kepada kita semua.

Makassar, 17 September 2017

Penyusun

Kelompok 5

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................2
DAFTAR ISI.................................................................................................................3
BAB I.............................................................................................................................4
PENDAHULUAN.........................................................................................................4
A. Latar Belakang...................................................................................................4
B. Rumusan Masalah..............................................................................................5
C. Tujuan................................................................................................................5
BAB II...........................................................................................................................7
PEMBAHASAN............................................................................................................7
A. Pengertian Labioschisis.....................................................................................7
B. Etiologi Labioschisis.........................................................................................9
C. Manifestasi Klinis Labioschisis.........................................................................9
D. Komplikasi.......................................................................................................10
E. Patofisiologi.....................................................................................................10
F. Evaluasi Diagnostik.........................................................................................11
G. Penatalaksanaan terapeutik..............................................................................11
H. Pertimbangan Keperawatan.............................................................................13
I. Asuhan Keperawatan pada anak Labiopalatoskizis..........................................20
J.Kasus………………………………………………………………………… 29
BAB III........................................................................................................................33
PENUTUP...................................................................................................................33
A. Kesimpulan......................................................................................................33
B. Saran................................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................34

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Insiden labioskizis dengan atau tanpa palatoskizis lebih-kurang 1
dalam 800 kelahiran hidup. Insiden palatoskizis saja 1 dalam 2000 kelahiran
hidup. Labioskizis dengan atau tanpa palatoskizis lebih sering dijumpai pada
laki-laki, dan palatoskizis saja lebih sering pada wanita. Defek ini tampaknya
lebih sering terdapat pada orang Asia dan suku-suku tertentu penduduk asli
Amerika dibandingkan pada orang kulit putih, pada orang kulit hitam, defek
tersebut lebih jarang ditemukan.
Insidens celah bibir (sumbing) dengan atau tanpa adanya celah pada
palatum, kira-kira terdapat pada 1 : 600 kelahiran; insidens celah palatum saja
sekitar 1 : 1.000 kelahiran. Bibir sumbing lebih lazim terjadi pada laki-laki.
Kemungkinan penyebabnya meliputi ibu yang terpajan obat, kompleks
sindrom malformasi, murni tak diketahui, atau genetic. Faktor genetic pada
bibir sumbing , dengan atau tanpa celah palatum, lebih penting daripada celah
palatum saja.Namun keduanya dapat terjadi secara sporadic; insidens tertinggi
kelainan ini terdapat pada orang Asia dan terendah pada kulit hitam. Insidens
yang terkait malformasi congenital dan gangguan dalam proses perkembangan
meningkat pada anak-anak dengan cacat celah, terutama pada mereka yang
menderita cacat celah palatum saja. Penemuan ini sebagian terjelaskan oleh
adanya kenaikan insidens gangguan pendengaran konduktif pada anak yang
menderita celah palatum, sebagian disebabkan karena infeksi berulang pada
telinga tengah, juga oleh frekuensi cacat celah pada anak-anak yang
mempunyai kelainan kromosom.
Derajat deformitas bibir dan palatum Sumbing biasanya dibagi dalam
tiga kelompok. : Sumbing pra-alveolar, di mana melibatkan bagian bibir atau

4
bibi dan hidung (merupakan derajat keempat), sumbing alveolar, di mana
sumbing mengenai bibir, tonjolan alveolar, dan biasanya palatum ( derajat
ketiga), sumbing pascaalveolar, di mana sumbing pada derajat ini hanya
melibatkan palatum (derajat pertama dan kedua).

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Labiopalatoskizis?
2. Bagaimana etiologi labiopalatoskizis ?
3. Bagaimana manifestasi klinis labiopalatoskizis?
4. Bagaimana komplikasi labiopalatoskizis?
5. Bagaimana patofisiologi labiopalatoskizis ?
6. Bagaimana evaluasi diagnostik labiopalatoskizis ?
7. Bagaimana penatalaksanaan terapeutik labiopalatoskizis ?
8. Bagaimana pertimbangan keperawatan labiopalatoskizis ?
9. Bagaimana perawatan prabedah labiopalatoskizis ?
10. Bagaimana asuhan keperawatan pada anak labiopalatoskizis ?

C. Tujuan
1. Mahasiswa mampu mengetahui pengertian labiopalatoskizis
2. Mahasiswa mampu mengetahui etiologi labiopalatoskizis
3. Mahasiswa mampu mengetahui manifestasi klinis labiopalatoskizis
4. Mahasiswa mampu mengetahui komplikasi labiopalatoskizis
5. Mahasiswa mampu mengetahui patofisiologi labiopalatoskizis
6. Mahasiswa mampu mengetahui evaluasi diagnostik labiopalatoskizis
7. Mahasiswa mampu mengetahui penatalaksanaan terapeutik
labiopalatoskizis
8. Mahasiswa mampu mengetahui pertimbangan keperawatan
labiopalatoskizis

5
9. Mahasiswa mampu mengetahui perawatan prabedah labiopalatoskizis
10. Mahasiswa mampu mengetahui asuhan keperawatan pada anak
labiopalatoskizis

6
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Labiopalatoskizis
Bibir sumbing (SB)
adalah malformasi yang
disebabkan oleh gagalnya
prosesus nasal dan maksilaris
untuk menyatu selama
perkembangan embriotik,
sedangkan palatum sumbing
(PS) adalah fisura garis tengah
pada palatum yang terjadi
karena kegagalan dua sisi
menyatu selama perkembangan embrionik.

Labioskizis (celah bibir)


dan palatoskizis (celah langit-
langit mulut/ palatum)
merupakan malformasi facial
yang terjadi dalam
perkembangan embrio. Keadaan
ini sering dijumpai pada semua
populasi dan dapat menjadi disabilitas yang berat pada orang yang terkena.
Keduaya dapat terjadi secara terpisah atau yang lebih sering lagi, secara
bersamaan. Labiozkizis terjadi karena kegagalan pada penyatuan kedua prosesus

7
nasalis maksilaris dan mediana. Palatoskizis merupakan fisura pada gais tengah
palatum akibat kegagalan penyatuan kedua sisinya.

Labioskiizis dapat bervariasi dari lubang yang kecil hingga celah lengkap
pada bibir atas yang membentang kedalam dasar hidung (GBR 24-3). Celah
tersebut bisa unilateral atau bilateral. Deformitas struktur dental menyertai
labioskizis. Palatoskizis saja terjadi pada garis tengah dan dapat mengenai
palatum mole maupun durum (langit-langit lunak maupun keras). Bila disertai
dengan labioskizis, cacat ini dapat mengenai garis tengah dan meluaas hingga
palatum mole pada salah satu atau kedua sisinya.
Celah bibir dapat terjadi dalam berbagi variasi, mulai dari takik kecil pada
batas yang merah terang sampai celah sempurna yang meluas ke dasar hidung.
Cela ini mungkin unilateral ( lebih sering pada sisi kiri) atau bilateral, dan
biasanya melibatkan rigi-rigi alveolus. Biasanya disertai dengan gigi yang cacat
dan salah bentuk, gigi tambahan, atau bahkan tidak tumbuh gigi. Cela kartilag,
cuping hidung, dan bibir sering kali disertai dengan defisiensi sekat hidumg dan
panjang vomer, menghasilkan tonjolan keluar bagian anterior celah prosesus
maksilaris.
Cela palatum murni terjadi pada linea mediana dan dapat melibatkan
hanya uvula, atau dapat meluas ke dalam atau melalui palatum molle dan
palatum durum sampai ke foramen insisivus. Apabila celah palatum ini terjadi
bersamaan dengan cela bibir (sumbing), cacat ini dapat melibatkan linea madiana
palatum molle dan meluas sampai ke palatum durum pada satu atau kedua sisi,
memaparkan satu atau kedua rongga hidung sebagai cela palatum unilateral atau
bilateral. Dapat terjadi berbagai derajat malformasi dimulai dari taktik yang
ringan pada bagian tepi bibir di kanan atau kiri garis tengah. Sampai sumbing
yang lengkap berjalan hingga sampai ke hidung. Terdapat variasi lanjutan dari
cacat yang melibatkan palatum.

8
B. Etiologi Labiopalatoskizis
Mayoritas kasus tampaknya konsisten dengan konsep pewarisan multifaktor
sebagimana terbukti melalui peningkatan insiden pada kerabat dan kesesuaian
yang lebih tinggi pada kembar monozigot dibandingkan kemabr dizigot. Banyak
sindrom yang dikenal meliputi defek ini sebagai gambaran klinis dan merupakan
akibat dari abnormalitaas kromosom serta faaktor lingkungan atau teratogen
yang mungkin bertanggung jawab atas terjadinya skizis (sumbing) pada suatu
titik menentukan dalam perkembangan embrio. Perlu dicacat bahwa perbuatan
merokok yang dilakukan ibu hamil dalam trisemester pertama diyakini
merupakaan penyebab 11 % hingga 12 % dari semua kasus labioskizis dan/atau
palatoslizis[ CITATION Won08 \l 1033 ]

C. Manifestasi Klinis Labiopalatoskizis


Labioschisis dengan manifestasi klinis berupa distorsi hidung, tampak
sebagaian atau kedua-duanya, dan adanya celah dibibir; sedangkan pada
palatoshisis tampak ada cela pada tekak atau uvula, palato lunak dan keras, serta
atau foramen incisivus, adaya rongga pada hidung, distorsi hidung, teraba ada cela
atau terbukanya langi-langit pada waktu diperiksa, dan mengalami kesukaran
dalam mengisap atau makan [ CITATION Ren05 \l 1033 ].
Celah bibir dapat terjadi dalam berbagai variasi, mulai dari takik kecil pada
batas yang merah terang sampai celah sempurna yang meluas ke dasar hidung.
Celah ini mungkin unilateral atau bilateral, dan biasanya melibatkan rigi-rigi
alveolus. Biasanya disertai dengan gigi yang cacat bentuk, gigi tambahan atau
bahkan tidak tumbuh gigi. Celah kartilago cuping hidung- bibir seringkali disertai
dengan defisiensi sekat hidung dan pemanjangan vomer, menghasilkan tonjolan
keluar bagian anterior celah prosesus maksilaris.

9
Celah palatum murni terjaid pada linea mediana dan dapat melibatkan hanya
uvula saja, atau dapat meluas ke dalam atau melalui palatum molle dan palatum
durum sampai ke foramen insisivus. Apabila celah palatum ini terjadi bersamaan
dengan celah bibir, cacat ini dapat melibatkan linea mediana palatum molle dan
meluas sampai ke palatum durum pada satu atau kedua sisi, memaparkan satu
atau kedua rongga hidung sebagai celah palatum unilateral atau
bilateral[ CITATION Ren05 \l 1033 ].

D. Komplikasi Labiopalatoskizis
Otitis media berulang dan ketulian sering terjadi. Jarang dijumpai kasus
karies gigi yang berlebihan,. Koreksi ortodontik dibutuhkan apabila terdapat
kesalahan dalam penempatan arkus maksilaris dan letak gigi-geligi. Cacat bicara
bisa ada atau menetap meskipun penutupan palatum secara anatomic telah
dilakukan dengan baik. Cacat viwicara yang demikian ditandai dengan
pengeluaran udara melalui hidung dan ditandai dengan kualitas hipernasal jika
membuat suara tertentu. Baik sebelum maupun sesudah operasi palatum, cacat
wicara disebabkan oleh fungsi otot-otot palatum dan faring yang tidak adekuat.
Selama proses menelan dan pada saat mengeluarkan suara tertentu, otot-otot
palatum molle dan dinding lateral serta posterior nasofaring membentuk suatu
katup yang memisahkan nasofaring dengan orofaring. Jika katup tersebut tidak
berfungsi secara adekuat, orang itu sukar untuk menciptakan tekanan yang cukup
dalam mulutnya untuk membuat suara-suara ledakan seperti p,b,d,t,h,y atau untuk
bunyi berdesis s, sh, dan ch ; sehingga kata-kata sperti “cats”, “boats”, dan
“sisters” menjadi tidak jelas. Kemungkinan, terapi wicara diperlukan setelah suatu
operasi atau pemasukan alat bantu wicara [ CITATION Beh02 \l 1033 ]

E. Patofisiologi Labiopalatoskizis
Labio/palatoskizis terjadi karena kegagalan penyatuan prosesus maksilaris
dan premaksilaris selama awal usia embrio. Labioskizis dan palatoskizis

10
merupakan malformasi yang berbeda secara embrional dan terjadi pada waktu
yang berbeda selama proses perkembangan embrio. Penyatuan bibir atas pada
garis tengah selesai dilakukan pada kehamilan antara minggu ketujuh dan
kedelapan. Fusi palatum sekunder (palatum durum dan mole) terjadi kemudian
dalam proses perkembangan, yaitu pada kehamilan antara minggu ketujuh dan
kedua belas. Dalam proses migrasi ke posisi horizontal, palatumm tersebut
dipisahkan oleh lidah dalam waktu yanag singkat. Jika terjadi kelambatan dalam
porses migrasi atau pemindahan ini, atau bila lidah tidak berhasil turun dalam
waktu yang cukup singkat, bagian lain proses perkembangan tersebut akan terus
berlanjut namun palatum tidak bernah menyatu[ CITATION Won08 \l 1033 ].

F. Evaluasi Diagnostik Labiopalatoskizis


Labioskizis dengan atau tanpa palatoskizis dapat terlihat dengan mudah
pada saat lahir dan merupakan defek pada bayi yang menimbulkan reaksi
emosional yang berat bagi orangtuannya. Palatoskizis dapat terjadi sebagai defek
yang terpisah atau menyertai plabioskizis. Palatoskizis mungkin tidak dapat
dideteksi jika tidak dilakukan pemeriksaan yang cermat unutk menilai rongga
mulut bayi. Deformitas dapat dikenali dengan meletakkan langsung jari tangan
pemeriksa pada palatum. Celah pada palatum durum membentuk lubang yang
kontinu antara mulut dan kavum nasi. Instensitas palatoskizis akan memberikan
dampak pada proses penyusu. Bayi tidak mampu menghasilkan tekanan negatif
dalam kavum oral yang memeberikan kepadanya kemampuan mengisap air susu.
Pada kebanyakan kasus kemampuan bayi untuk menelan masih normal
[ CITATION Sol11 \l 1033 ].

G. Penatalaksanaan Terapeutik Labiopalatoskizis


Penanganan anak yang menderita palaktoskizis berupa pembedahan dan
biasanya tindakan ini meliputi intervensi jangka panjang kecuali mungkin oprasi

11
perbaikan jaringan perutnya. Walaupun demikian, penatalaksanaan
palaktitoskizis meliputi upaya –upaya prabedah dari tim pelayanan kesehatan
multidisiplin, termasuk dokter spesialis anak, bedah plastik, ortodontik, THT
(otorinolaringologi), patologi bicara/bahasa, audiologi, keperawatan, dan
pekerjaan sosial untuk memberikan hasil yang optimal. Penatalaksanaan medis
ditunjukan kepada penutupan celah, pencegahan komplikasi dan percepatan
tumbuh-kembang anak yang normal
 Koreksi Dengan Pembedahan : Labioskizis
Penutupan defek pada bibir mendahului proses penutupan
defek pada palatum yang biasanya terjadi pada usia embrio 6 hingga 12
minggu. Koreksi dengan pembedahan dilakukan ketika bayi tidak
menderita infeksi oral, respiratori ataupun sistemik. Metode perbaikan
labioskizis meliputi satu dari beberapa jahitan putus-putus(Z-plasty)
untuk meminimalkan pembentukan tonjolan pada bibir akibat rektraksi
jaringan parut.
Segera setelah pembedahan, garis jahitan dilindungi terhadap
tarikan/regangan dan trauma oleh logam yang tipis serta berbentuk
melengkung(logan bow) yang direkatkan pada pipi dengan plaster atau
oleh plaster penahan berbentuk kupu-kupu; kedua lengan bayi difiksasi
pada sendi sikunya agar bayitidak menggaruk luka insisi dengan kedua
belah tangannya. Dalam kondisi tanapa infeksi atau trauma, kesembuhan
berlangsung dengan sedikit pembentukan jaringan parut.

 Koreksi Dengan Pembedahan: Palatoskizis.


Umumnya koreksi palatoskizis ditunda sampai bayi berusia 12
hingga 18 bulan untuk mendapatkan manfaat dari perubahan palatum
yang berlangsung pada pertumbuhan normal. Kebanyakan dokter bedah
menyukai penutupan celah pada usia ini sebelum anak mengalami
penyimpangan pada kebiasaannya berbicara.

12
Prognosis

Kendati sudah dilakukan penutupan anatomi yang baik, mayoritas anak


yang menderita labio/ palatoskizis anak memiliki gangguan bicara dalam
derajat tertentu yang memerlukan terapi wicara. Masalah fisik timbul
karena infisiensi fungsi otot pada palatum mole serta nasofaring,
kesejajaran gigi yang tidak baik, dan gangguan pendengaran dengan
derajat yang bervariasi. Drainase telinga tengah yang tidak sempurna
akibat inefisiensi fungsi tuba eustachii turut memberikan kontribusi untuk
terjadinya otitis media yang rekuren dengan pembentukan jaringan perut
pada membran timpani yang pada banyak anak dengan palatoskizis
menyebabkan gangguan pendengaran. Infeksi respiratori atas
memerluksn perhatian segera serta penuh, dengan perawatan
ortodontikserta prostodontik yang ekstensif mungkin diperlukan untuk
mengoreksi problem malposisi gigi serta arkus maksilaris.

Beberapa masalah jangka-panjang yang lebih rumit


berhubungan dengan penyesuaian anak terhadap lingkungan sosialnya.
Semakin baik perawatan fisiknya, semakin besar kemungkinan
terbentuknya penyesuaian emosional dan sosial kendati keberadaan defek
serta derajat disabilitas yang tersisa tidak selalu berhubungan langsung
dengan penyesuaian yang memuaskan. Defek fisik merupakan ancaman
bagi citra diri, dan kualitas bicara yang abnormalmenjadi kendala yang
menghalangin ekspresi sosial penyandangnya.

H. Pertimbangan Keperawatan
 Pengkajian
Karena cacar bibir terlihat terlihat dengan jelas pada saat bayi tersebut
lahir, maka pengkajiannya terdiri atas uraian mengenai lokasi serta luas
cacatnya dan keberadaan palatoskizis. Palatoskizis tanpa labiokizis dapat

13
ditemukan dengan cara palpasi memakai jari tangan pada saat bayi baru
lahir.
 Diagnose keperawatan
Diagnose keperawatan yang dapat muncul pada penyakit labioskizis /
palatoskizis pada anak :
a. Perawatan Prabedah
 Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d cacat fisik
 Risiko perubahan perilaku orang tua b.d cacat fisik yang sanat
nyata pada bayinya

b. Perawatan pascabedah
 Risiko trauma pada tempat pembedahan b.d prosedur bedah,
gangguan fungsi menelan
 Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d kesulitan
makan setelah prosedur pembedahan
 Nyeri b.d prosedur pembedahan
 Perubahan proses keluarga b.d cacat fisik pada anak, perawatan
dirumah sakit
 Perencanaan
Tujuan utama perawatan bagi bayi yang menderita labiokizis dan
palatoskizis dan keluarga meliputi :
a. Perawatan Prabedah
 Keluarga dapat mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh bayi
dengan defek
 Bayi mendapatkan gizi yang optimal
 Bayi disiapkan untuk menjalani pembedahan
b. Perawatan Pascabedah
 Bayi tidak mengalami trauma dan nyeri

14
 Bayi mendapatkan gizi yang optimal
 Bayi tidak mengalami komplikasi
 Bayi dan keluarganya mendapatkan dukungan yang memadai
 Keluarga disiapkan untuk mampu melaksanakan perawatan
dirumah dan memenuhi kebutuhan jangka panjang yang
diperlukan oleh seorang anak dengan palatoskizis

 Implementasi
Masalah yang akan segera dihadapi dalam perawatan bayi
dengan deformitas labio/palatoskizis berkaitan dengan pemberian
makan pada bayi dan reaksi orang tua terhadap defek yang dialami
oleh bayi tersebut. Deformitas fasial merupakan cacat yang sungguh
mengganggu bagi orang tua. Khususnya labioskizis merupakan cacat
yang merusak bentuk wajah dan tampak dengan jelas sehingga
menciptakan respon negative bagi orang tua. Selama fase awal
sesudah kelahiran bayu labioskizis dan/atau palatoskizis, perawat
harus menekankan menekankan perhatiannya bukan hanya pada
kebutuhan fisi bayi tetapi juga pada kebutuhan emosional orang tua
bayi, terutama ibunya.
Pemberian makan ; Pemberian makanan pada bayi penderita
labio/palatoskizis ini menjadi tantangan sendiri bagi perawat maupun
orang tua. Celah bibir / palatum akan mengurangi kemampuan bayi
untuk mengisap sehingga menyulitkan untuk pemberian ASI atau susu
botol. Putting susu normal tidak cocok pada bayi penderita
labio/palatoskizi. Olehnya, itu dibutuhkan dot khusus atau alat khusus
untuk memberikan susu. Pemberian susu sebaiknya dilakukan dengan
menegakkan kepala bayi yang bisa dilakukan dengan meletakkannya
pada lengan ibu atau dengan memeluknya.

15
Richard (1991) dalam [ CITATION Won08 \l 1033 ] telah
menciptakan teknik pemberian susu yang dinamakan ESSR [Enlarge
nipple (memperlebar celah atau lubang pada dot) ; Stimulate suck
reflex(merangsang reflex pengisap); Swallow fluid
appropriately(menelan cairan dengan tepat); Rest when the infant
signals with facial expression(memberikan kesempatan pada bayi
melalui sinyal lewat ekspresi wajahnya].
Penggunaan tipe dot ini untuk pemberian susu juga membawa
manfaat lain yaitu membantu memenuhi kebutuhan mengisap yang
diperlukan oleh bayi. Dot diletakkan pada posisi tertentu sehingga
dapat ditekan oleh lidah bayi dan palatum yang ada. Jika digunakan
dot dengan celah tunggal, celah tersebut harus vertical agar bayi dapat
menghasilkan dan menghentikan aliran susu dengan membuka dan
menutup lubang tersebut secara bergantian.

A. Perawatan Prabedah
Dalam mempersiapkan operasi koreksi, kerap kali orang tua untuk
membiasakan bayinya terhadap kebutuhan pada awal periode pascabedah,
khususnya jika pembedahan ditunda sampai beberapa bulan. Bayi harus
ditempatkan dalam posisi berbaring pada punggung atau sisi tubuhnya sesudah
pembedahan. Sebagian besar bayi menoleransi posisi tersebut dengan baik karena
mereka terbiasa berbaring terlentang pada waktu tidur. Bayi juga dapat ditidurkan
pada lengan ibu secara periodik sebelum dan sesudah masuk rumah sakit untuk
memberikan susu dengan semprit Asepto berujung karet atau alat lain dengan cara
yang akan digunakan pasca bedah.
1. Perawatan Pascabedah : Labioskizis
Upaya yang utama dalam periode pascabedah ditunjukkan untuk
melindungi luka operasi. Sesudah dilakukan koreksi labioskizis, alat dari
logam atau lembaran pester dipasang dengan kuat dan ppi untuk

16
melonggarkan tempat operasi dan mencegah regangan pada garis jahitan yang
bias timbul ketika bayi menangis atau menggerakkan otot wajahnya. Fiksasi
siku bayi diperlukan untuk mencegah bayi menggaruk atau mengganggu
jahitan luk, dan biasanya jahitan ini dilakukan segera sesudah pembedahan.
Alat fiksasi sebaiknya dipenitikan pada pakaian bayi agar alat tersebut tetap
berada pada tempatnya. Bayi besar yang dapat menggulingkan tubuhnya
memerlukan alat fiksasi dalam bentuk jaket disamping alat yang dapat
menahan gerakan lengan, alat ini juga akan mencegah bayi bergerak
menelungkup dan menggosokkan wajahnya pada seprei, khususnya jika
operasi yang dilakukan pada bibir. Alat fiksasi harus dilepas secara periodic
untuk memberikan kesempatan lengan bergerak atau exercise, melancarkan
aliran darah yang tertahan karena tekanan alat fiksasi, dan mengamati kulit
guna menemukan tanda iritasi. Dianjurkan alat fiksasi dilepaskan secara
bergiliran, khususnya pada bayi yang gerakannya sangat kuat dan aktif.
Tindakan melepaskan alat fiksasi juga memberikan kesempatan kepada bayi
untuk digendong dan disentuh. Dengan mendudukkan bayi pada tempat duduk
khusus bayi, penggantian posisi dapat dilakukan dan perspektif lingkungan
yang berbeda akan tercipta . terapi anagelsia yang adekuat dianjurkan untuk
mengurangi rasa nyeri pascabedah, kadang-kadang diperlukan sedasi bagi
bayi yang cemas dan tampak sangat gelisah.
Minuman cair yang jernih dapat diberikan setelah bayi sadar
sepenuhnya dari proses pembiusan, dan pemberian susu biasanya dimulai
kembali sesudah terdapat toleransi pada bayi. Air susu atau secret
serosanguineus dari luka operasi yang melekat pada tempat jahitan
dibersihkan secara hati-hati dengan lidi kapas yang dicelupkan kedalam
larutan salin. Salep anibiotik yang dioleskan tipis-tipis dapat dilakukan pada
jahitan luka sesudah luka tersebut dibersihkan. Perawatan jahitan luka yang
cermat merupakan tanggung jawab keperawatan karena inflamasi atau infeksi

17
akan mengganggu proses kesembuhan yang optimal dan efek kosmetik akhir
dari operasi koreksi.
Aspirasi secret dari dalam mulut dan nasofaring yang dilakukan
dengan hati-hati mungkin dilakukan untuk mencegah aspirasi dan komplikasi
respiratori. Posisi bayi yang tegak atau yang didudukan pada kursi khusus
bayi sangat membantunya dalam periode segera sesudah pembedahan, posisi
ini juga sangat membantu pada bayi yang memiliki kesulitan dalam
penanganan sekretnya.
2. Perawatan Pascabedah : Palatoskizis
Anak yang menjalani koreksi palatoskizis dibiarkan berbaring
telungkup, khususnya dalam periode segera sesudah operasi. Pemberian
susu kepada anak tersebut dapat diteruskan lewat botol, paudara atau
cangkir segera sesudah pembedahan.
Tampon oral dapat dipasang pada palatum sesudah operasi
palatoplasti, biasanya tampon ini dilepas sesudah 2-3 hari. Kadang-kadang
bayi menghadapi kesulitan bernapas sesudah pembedahan karena sering
diperlukan perubahan dari pola pernapasan yang sudah mapan dan
penyesuaian menjadi pernapasan lewat hidung. Keadaan ini menimbulkan
frustasi namun kadang-kadang membutuhkan lebih dari sekedar
pengaturan posisi dan dukungan. Imobilisasi siku bayi mungkin dilakukan
agar kedua tangan anak jauh dari mulutnya, dan orang tua diminta untuk
mempertahankan tindakan penjagaan ini dirumah sampai terjadi
kesembuhan luka pada palatum yang biasanya berlangsung dalam waktu
4-6 minggu. Orangtua diintruksikan agar melepas alat penahan tangan
(biasanya satu per satu secara bergiliran) dengan interval yang frekuen
untuk memberikan kesempatan kepada anak menggerakkan tangannya.
Keadaan bayi harus dinilai untuk menentukan rasa nyeri pascabedah.
Preparat opioid mungkin diperlukan sebagai tindakan awal namun
kemudian asetaminofen dapat diberikan sebagaimana diperlukan. Bayi

18
yang lebih besar dapat dipulangkan dengan diet makanan saring atau
lunak. Orangtua diintruksikan unuk melanjutkan diet ini sampai ada
intruksi lebih lanjut daro dokter bedah. Mereka harus berhati-hati agar
anak tidak sampai memakan makanan yang keras seperti roti bakar, kue
kering, keripik kentang karena makanan ini dapat merusak palatum yang
baru diperbaiki itu.

3. Perawatan Jangka Panjang


Anak-anak yang menyandang labio/palatoskizis sering memerukan
berbagai pelayanan selama proses kesembuhannya. Keluarga yang
memiliki anak ini memerlukan dukungan serta dorongan yang diberikan
oleh professional kesehatan dan bimbingan dalam berbagai aktivitas yang
akan memfasilitasi hasil akhir yang paling normal bagi anak-anak mereka.
Secara khusus, kerapkali kondisi keungan disebut sebgaai masalah yang
sulit diatasi oleh orangtua. Yang memiliki anak dengan anomaly
kraniofasial. Dengan gabungan upaya dari pihak keluarga dan tim
kesehatan, mayoritas anak penyandang cacat ini akan mencapai hasil yang
memuaskan. Banyak anak yang menyandang labio/palatoskizis berhasil
menjalani operasi koreksi untuk menghasilkan bibir yang mendekati
keadaan normal dan memungkinkan kerja bibi yang baik. Orangtua perlu
memahami fungsi terapi tersebut dan tujuan serta perawatan setiap alat
disamping mengerti tentang pentingnya perawatan mulut yang baik dan
kebiasaan menyikat gigi yang bena.
Sepanjang perkembangan anak, tujuan penting yang ingin dicapai
adalah perkembangan kepribadian yang sehat dan sikap menghargai diri
sendiri, pada banyak wilayah stempat di Amerika serikat terdapat
kelompok orangtua yang anaknya menyandang labio/palatoskizis.

19
 Perawatan Prabedah :
- Mengamati dan mewawancarai anggota keluarga mengenai
pemahaman, perasaan serta kekawatiran mereka
- Mengamati bayi selama pemberian susunya
- Menyelesaiakan pembuatan daftar isian prabedah
 Perawatan pascabedah
- Melakukan inspeksi luka operasi, termasuk alat pelindungnya
- Mengamati indikator perilaku dan fisiologik rasa snyeri serta
responnya terhadap terapi analgesia
- Mengamati bayi selama pemberian susunya, mengukur asupan serta
haluaran cairan dan menimbang berat badan setiap hari
- Mengamati luka operasi untuk menemukan bukti adanya infeksi,
perdarahan, pengelupasan jaringan atau iritasi
- Mengamati dan mewawancarai keluarga mengenai pemahaman dan
kekhawatiran mereka terhadap bayinya termasuk kebutuhannya
untuk jangka waktu yang lama

I. Asuhan Keperawatan pada anak Labiopalatoskizis


 Pengkajian Keperawatan
 Lakukan pengkajian fisik
 Inspeksi pallatum, secara visual dengan menempatkan secara
langsung diatas pallatum.
 Observassi perilaku makan
 Observasi interaksi bayi dengan keluarga.

 Diagnosis Dan Intervensi Keperawatan

PERAWATAN PRAOPERASI

20
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d defek fisik
Sasaran Hasil yang diharapkan Intervensi
Bayi mengonsumsi  Bayi mengonsumsi  Beri diet sesusai
nutrisi yang jumlah nutrisi yang usia. Bantu ibu
adekuat adekuat menyusui, bila ini
 Bayi menunjukkan adalah keinginan
penambahan berat ibu, karena bayi
badan yang tepat baru lahir dengan
defek ini masih
dapat menyusu.
 Posisikan dan
stabilkan puting
dekat dengan baik
salam rongga mulut
sehingga kerja
lidah
mempermudah
pemerasan susu.
 Stimulasi refleks
ejeksi ASI secara
manal atau dengan
pompa payudara
sebelum menyusui
karena pengisapan
diperlakukan untuk
menstimulasi susu
yang pada awalnya
mungkin tidak ada.
 Modifikasi teknik
pemberian ASI
untuk
menyesuaikan
dengan defek.
Gendong bayi
dalam posisi tegak
(duduk) jika
kemampuan bayi
untuk mengisap
kurang.
 Gunakan alat
makan khusus yang
mengompensasi

21
kesulitan makan
bayi.
 Cobalah untuk
menyusui bayi
dengan puting
untuk memenuhi
kebutuhan bayi
mengisap dan
meningkatkan
perkembangan otot
berbicara.

22
 Posisikan puting
diantara lidah bayi
dan palatum untuk
memudahkan
kompresi puting
 Apabila
menggunakan alat
tanpa puting
(seperti, dot breck,
spuit aseptol),
letakkan formula
dibelakang lidah
dan atur aliran
penelanan bayi.
 Sendawakan
dengan sering bayi
karena bayi
cenderaung untuk
menelan udara.
 Dorong ibu untuk
memulai menyusui
bayi sesegera
mungkin, agar
,mengenla teknik
menyusui bayi
sebelum pulang.
 Pantau BB untuk
mengkaji
keadekuatan
masukan.

2. Resiko tinggi perubahan menjadi orang tua b.d bayi dengan defek fisik
yang sangat terlihat.
Sasaran Hasil yang Intervensi
diharapkan
Keluarga  Keluarga  Berikan kesempatan
menunjukkan mendikusikan untuk
penerimaan perasaan dan mengekspresikan
terhadap bayi kekhawatiran perasaannya untuk
mengenai defek pada mendorong koping

23
bayi, perbaikannya, keluarga.
dan prospek masa  Tunjukkan sikap
depan. penerimaan terhadap
 Keluarga bayi dan keluarga
menunjukkan sikap karena orang tua
penerimaan terhadap sensitif terhadap
bayi. sikap sensitif orang
 Keluarga menerima lain.
informed consent.  Tunjukkan dengan
 Keluarga perilaku bahwa anak
menandatangani adalah manusia yang
dokumen yang tepat berharga untuk
mendorong
penerimaan terhadap
bayi.
 Gambarkan hasil
perbaikan bedah
terhadap defek.
 Gunakan foto hasil
yanng memuaskan
untuk mendorong
adanya pengharapan.
 Atur pertemuan
dengan orang tua
lain yang
mempunyai
pengalaman serupa
dan dapat
mengahadapinya
dengan baik.
PERAWATAN PASCAOPERASI

3. Resiko tinggi trauma sisi pembedahan berhubungan dengan prosedur


pembedahan, disfungsi menelan.
Sasaran Hasil yang diharapkan intervensi
Anak dan  Sisi operasi teteap tidak  Berikan posisi
keluarga tidak rusak. telentang atau miring
mengalami  Anak mengatasi sekresi atau duduk untuk
trauma sisi dan formula tanpa adanya mencegah trauma
operasi, pasien aspirasi. pada sisi operasi.
tidak  Pertahankan alat

24
menunjukkan pelindung bibir
bukti-bukti untuk melindungi
aspirasi garis jahitan.
 Gunakan teknik
pemberian makanan
nontraumatik untuk
meminimalkan
resiko trauma.
 Restrain siku untuk
mencegah akses ke
sisi operasi.
 Gunakan jaket
restrain pada bayi
yang lebih besar
untuk mencegah
agar tidak berguling
dan menggaruk
wajah.
 Hindari
menempatkan objek
didalam mulut
setelah perbaikan
(kateter pengisap,
spatel lidah, sedotan,
dot, sendok kecil)
untuk mencegah
trauma pada operasi.
 Jaga agar anak tidak
menangis dengan
keras dan terus-
menerus, karena
dapat menyebabkan
tegangan pada
jahitan.
 Bersihkakn garis
jahitan dengan
perlahan setelah
memberi makan, jika
perlu sesuai instruksi
dokter, karena
inflamasi atau
infeksi akan

25
mempengaruhi
pnyembuhan dan
efek kosmetik dari
perbaikan
pembedahan.
 Ajari tentang
pembersihan dan
prosedur restrain,
khususnya bila anak
akan dipulangkan
sebelum jahitan
dilepas untuk
meminimalkan
komplikasi setelah
pulang.
4. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d kesulitan makan
prosedur pembedahan
Sasaran Hasil yang diharapkan Intervensi
Anak  Anak mengkonsumsi  Pantau cairan
mengkonsumsi jumlah nutrisi yang intravena (bila
nutrisi yang adekuat diresepkan). Beri
adekuat  Keluarga diet sesuai usia dan
mendemonstrasikan ketentuan selama
kemamppuan periode
menjalankan perawatan pascaoperasi.
pascaoperasi  Libatkan keluarga
 Anak menunjukkan dalam menentukan
penambahan berat badan metode pemberian
yang adekuat makan yang terbaik
karena keluarga
memegang tanggung
jawab pemeberian
makan dirumah.
 Ubah teknik
pemberian makan
untuk menyesuaikan
diri terhadap efek
dan perbaikan
pembedahan.
 Beri makan dalam
posisi duduk untuk

26
meminimalkan
aspirasi.
 Gunakan alat-alat
khusus yang
mengompensasi
kesulitan pemberian
makan tanpa
menyebabkan
trauma pada sisi
operasi.
 Sendawakan dengan
sering karena
kecenderungan pada
anak/bayi untuk
menelan banyak
udara.
 Bantu dalam
menyusui, bila
metode ini dipilih.
 Ajarkan teknik
pemberian makan
dan pengisapan pada
keluarga untuk
menjamin perawatan
dirumah optimal.
5. Nyeri b.d prosedur pembedahan

Sasaran Hasil yang diharapkan Intervensi

Anak mengalami Anak tampak nyaman dan  Kaji perilaku TTV


tingkat istirahat dengan tenang. untuk adanya bukti
kenyamanan yang nyeri.
optimal  Berikan analgesik
dan/atau sedatif sesuai
instruksi.
 Lepaskan restrain
secara periodik sambil
diawasi untuk latihan
lengan, memberikan
pelepasan dari
pembatasan dan

27
observasi kulit untuk
adanya tanda-tanda
iritasi.
 Beri stimulasi belaian
dan taktil.
 Libatkan orang tua
dalam perawatan anak
untuk memberikan
rasa aman dan
nyaman.
 Terapkan intervensi
perkembangan yang
sesuai dengan tingkat
dan toleransi anak.
6. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak dengan defek
hospitalisasi
Sasaran Hasil yang diharapkan Intervensi

Anak dan keluarga Tidak spesifik  Lihat kembali rencana


mendapat asuhan keperawatan
dukungan yang keluarga dari anak sait
adekuat atau dihospitalisasi.
 Rujuk keluarga pada
lembaga-lembaga dan
kelompok pendukung.
 Lihat kembali rencana
asuhan keperawatan
anak dengan penyakit
kronis dan menahun.

28
KASUS

Seorang bayi L berjenis kelamin laki-laki yang baru saja di lahirkan 2 jam yang
lalu di rumah sakit dengan kondisi celah pada bibir dan langit-langit mulut, tampak
kesulitan menyusu. Diagnosa medis yaitu labiopalatoschizis, hasil pemeriksaan fisik
di temukan lingkar perut bayi 45 cm, BBL 2500 gram, adapun RR 46 x/menit, HR
120 X/menit, Suhu 37,80 C. Hasil pemeriksaan penunjang leukosit 11.000 mg/dl,
eritrosit 3.500 mg/dl, trombosit 270.000 mg/dl, HB 16 Mg/dl, HT 30, kalium 4,8 mEq
dan natrium 138 mEq (Miliekiuvalen). Dokter merencanakan tindakan bedah
korektif setelah BB mencukupi. Ibu tampak sedih melihat kondisi anaknya, bingung
bagaimana cara menyusui anaknya dan berkata tidak tahu apa yang harus dilakukan
setelah anak dibawa pulang rumah. Ibu berusaha menutup-nutupi wajah anaknya dari
orang lain. Ibu berkata malu akan kondisi anaknya, berkata “ apa salahku sampai
anakku begini ?”.

1. Identitas Pasien
 Nama : an. L
 Usia : 2 jam
 JK : Laki-laki
 Diagnosis medis : labiopalatoschizis
2. Keluhan utama
 Setelah lahir terdapat celah pada bibir dan langit-langit mulut dan tampak
sulit menyusui
3. Pemeriksaan Fisik
 lingkar perut bayi 45 cm,
 BBL 2500 gram,
 RR 46 x/menit,
 HR 120 X/menit,
 Suhu 37,80 C.

29
 Inspeksi terdapat celah pada bagian bibir dan langit-langit mulut.
4. Pemeriksaan penunjang
 Leukosit 11.000 mg/dl
 Eritrosit 3.500 mg/dl
 Trombosit 270 mg/dl
 HB 16 Mg/dl
 HT 30
 Kalium 4,8 mEq
 Natrium 138 mEq

5. Analisa Data

No. DO DS Masalah
Keperawatan
1.  Setelah lahir terdapat  Bingung bagaimana Ketidakefektifan
celah pada bibir dan cara menyusui pola makan bayi
(Herdman &
langit-langit mulut dan anaknya Kamitsuru , 2015)
tampak sulit menyusui

2. -  Ibu tampak sedih Difisiensi


melihat kondisi penegetahuan b.d
anaknya, dan berkata kurang sumber
tidak tahu apa yang pengetahuan.
harus dilakukan
setelah anak dibawa
pulang rumah.

30
Diagnosa Keperawatan : Ketidakefektifan pola makan bayi

NOC : Ketidakefektifan pola makan bayi


1. Pemberian makan mlalui cangkir : bayi
 Menempatkan lidah pada cangkir cukup adekuat
 Memberikan bayi kesempatan untuk menjilat ASI
 Bayi terdengar menelan
 Toleransi makanan cukup adekuat
 Mendapatkan nutrisi perhari cukup adekuat
 Kepuasan setelah makan
 Urin output sesui dengan usia
 Peningktan berat badan sesuai usia (Moorhead, Johnson, Mass, & Swanson,
2013)

NIC : pemberian makan melalui botol

 Monitor mekanisme asupan bayi baru lahir


 Monitor aliran susu
 Monitor tanda-tanda kesiapan bayi baru laahir
 Monitor Bayi baru lahir yang dibedong dengan tegak atau semitegak sambil
menyongkok bagian belakang (punggung) bayi baru lahir , leher dan kepala
 Tentukan keadaan bayi baru lahir sebelum memulai makan
 Gunakan gelas bersih tanpa tutup, moncong atau bibir
 Sentuhkan cangkir hingga susun menyentuh bibir bayi baru lahir
 Hindari menuakan susu dengan terlalu cepat
 Hentikan memberi makan jika ada tanda-tanda kesulitan pada bayi baru lahir
atau tanda bayi kekenyangan
 Ukur asupan susu bayi baru lahir lebih dari 24 jam
 Intruksikan mengenai prosedur pemberian mkan dengan cangkir
 Intruksikan orang tua mengenai persiapan makan kesulitan dan tanda-tanda
perlu di hentikan kegiatan makan(Bulechek , Butcher, Dochterman, &
Wagner, 2013).

Diagnosa Keperawatan : Difisiensi penegetahuan b.d kurang sumber pengetahuan.

NOC : defisiensi pengetahuan

31
1. Pengetahuan proses penyakit
Setelah dilakukan intervemmsi selama 2 x 24 jam Keluarga memiliki
pengetahuan tentang
 karakter spesifik penyakit
 faktor-faktor penyebab dan faktor yang berkonstribusi
 tanda dan gejala penyakit
 efek spikososial penyakit pada individu dan keluarga
 manfaat management penyakit
 sumber-sumber informasi penyakit spesifik yang terpercaya

NIC : Defisiensi pengetahuan : pengajaran proses penyakit

 Kaji tingkat pengetahuan keluarga terkait dengan proses penyakit yang


spesifik
 Jelaskan tanda dan gejala yang umum dari penyakit, sesuai kebutuhan
 Jelaskan mengenai proses penyakit, sesuai kebutuhan
 Berikan informasi kepada orang tua pasien mengenai perkembangan pasien,
sesuai kebutuhan
 Jelaskan komplikasi yang mungkin ada, sesuai kebutuhan
 Jelaskan alasan dibalik manajemen/terapi/penanganan yang direkomendasikan
 Edukasi pasien menegenai tindakan untuk mengontrol atau meminimalkan
gejala, sesuai kebutuhan

32
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Labioskizis (celah bibir) dan palatoskizis (celah langit-langit mulut/
palatum) merupakan malformasi facial yang terjadi dalam perkembangan
embrio. Keadaan ini sering dijumpai pada semua populasi dan dapat menjadi
disabilitas yang berat pada orang yang terkena. Labioschisis dengan manifestasi
klinis berupa distorsi hidung, tampak sebagaian atau kedua-duanya, dan adanya
celah dibibir. Labioskiizis dapat bervariasi dari lubang yang kecil hingga celah
lengkap pada bibir atas yang membentang kedalam dasar hidung (GBR 24-3).
Celah tersebut bisa unilateral atau bilateral.

B. Saran
Mengingat labioskizis merupakan suatu hal yang menghambat bagi
keberlangsungan hidup bayi/anak-anak maka penanganan ini diupayakan secara
maksimal dengan peningkatan mutu pelayanan kesehatan baik melalui tenaga
kesehatan,  prasarana dan sarana kesehatan dalam menangani labioskizis pada
anak.

33
DAFTAR PUSTAKA

Behrman, K. A. (2002). Ilmu Kesehatan Anak Nelson . Jakarta : EGC.

Bulechek , G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2013).


Nursing Interventions Classification (NIC). Singapore : ELSEVIER.

Herdman, T. H., & Kamitsuru , S. (2015). Diagnosis Keperawatan Defenisi &


Klasifikasi. Jakarta: EGC.

Moorhead, S., Johnson, M., Mass, M. L., & Swanson, E. (2013). Nursing Outcome
Classification (NOC). Singapore: ELSEVIER.

Rendle, J., Gray, O., & Dodge, J. (2005). Sinopsis Pediatri. Tanggerang : Binarupa
Aksara .

Solidikin. (2011). Asuhan Keperawatan Anaak Gangguan SIstem Gastrointestinal


dan Hepatobilier. Jakarta: Salemba Medika .

Wong , D. L., Wilson, D., Winkelstein, M. L., Eaton, M. H., & Schwartz, P. (2008).
Wong Buku Ajar Keperawatan Pediatrik . Jakarta : EGC.

34

Anda mungkin juga menyukai