OLEH
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas berkat
dan rahmatnya sehingga makalah tentang “Askep Gangguan Pencernaan Anak
Labiopalatoskizis” untuk mata kuliah system pencernaan dapat terselesaikan.
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini ialah untuk menyelesaikan tugas yang
diberikan oleh dosen yang bersangkutan kepada kami kelompok 5 sebagai
mahasiswa program studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas
Hasnuddin.
Makalah ini berisi materi tentang gangguan pencernaan pada anak mengenai
Askep Gangguan Pencernaan Anak Labiopalatoskizis. Makalah ini dibuat untuk
mengetahui materi tentang Askep Gangguan Pencernaan Anak Labiopalatoskizis.
Dengan makalah ini, diharapkan dapat memudahkan kita dalam mempelajari materi
system pencernaan khususnya mengenai Askep Gangguan Pencernaan Anak
Labiopalatoskizis. Kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan baik dari cara
penulisan maupun isi dari makalah ini, karenanya kami siap menerima baik kritik
maupun saran dari dosen pembimbing dan pembaca demi tercapainya kesempurnaan
dalam pembuatan berikutnya.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................. 2
DAFTAR ISI ................................................................................................................. 3
BAB I ............................................................................................................................ 4
PENDAHULUAN ........................................................................................................ 4
A. Latar Belakang .................................................................................................. 4
B. Rumusan Masalah ............................................................................................. 5
C. Tujuan ............................................................................................................... 5
BAB II ........................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN ........................................................................................................... 6
A. Pengertian Labioschisis ..................................................................................... 6
B. Etiologi Labioschisis ......................................................................................... 7
C. Manifestasi Klinis Labioschisis ........................................................................ 8
D. Komplikasi ........................................................................................................ 8
E. Patofisiologi ...................................................................................................... 9
F. Evaluasi Diagnostik .......................................................................................... 9
G. Penatalaksanaan terapeutik ............................................................................. 10
H.Pertimbangan Keperawatan..........................................................................................
I.Asuhan keperawatan pada anak dengan Labiopalatoskizis............................................
BAB III ....................................................................................................................... 19
PENUTUP ................................................................................................................... 19
A. Kesimpulan ..................................................................................................... 19
B. Saran ................................................................................................................ 19
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 20
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Insiden labioskizis dengan atau tanpa palatoskizis lebih-kurang 1
dalam 800 kelahiran hidup. Insiden palatoskizis saja 1 dalam 2000 kelahiran
hidup. Labioskizis dengan atau tanpa palatoskizis lebih sering dijumpai pada
laki-laki, dan palatoskizis saja lebih sering pada wanita. Defek ini tampaknya
lebih sering terdapat pada orang Asia dan suku-suku tertentu penduduk asli
Amerika dibandingkan pada orang kulit putih, pada orang kulit hitam, defek
tersebut lebih jarang ditemukan.
Insidens celah bibir (sumbing) dengan atau tanpa adanya celah pada
palatum, kira-kira terdapat pada 1 : 600 kelahiran; insidens celah palatum
saja sekitar 1 : 1.000 kelahiran. Bibir sumbing lebih lazim terjadi pada laki-
laki. Kemungkinan penyebabnya meliputi ibu yang terpajan obat, kompleks
sindrom malformasi, murni tak diketahui, atau genetic. Faktor genetic pada
bibir sumbing , dengan atau tanpa celah palatum, lebih penting daripada
celah palatum saja.Namun keduanya dapat terjadi secara sporadic; insidens
tertinggi kelainan ini terdapat pada orang Asia dan terendah pada kulit hitam.
Insidens yang terkait malformasi congenital dan gangguan dalam proses
perkembangan meningkat pada anak-anak dengan cacat celah, terutama pada
mereka yang menderita cacat celah palatum saja. Penemuan ini sebagian
terjelaskan oleh adanya kenaikan insidens gangguan pendengaran konduktif
pada anak yang menderita celah palatum, sebagian disebabkan karena infeksi
berulang pada telinga tengah, juga oleh frekuensi cacat celah pada anak-anak
yang mempunyai kelainan kromosom.
Derajat deformitas bibir dan palatum Sumbing biasanya dibagi dalam
tiga kelompok. : Sumbing pra-alveolar, di mana melibatkan bagian bibir atau
bibi dan hidung (merupakan derajat keempat), sumbing alveolar, di mana
sumbing mengenai bibir, tonjolan alveolar, dan biasanya palatum ( derajat
4
ketiga), sumbing pascaalveolar, di mana sumbing pada derajat ini hanya
melibatkan palatum (derajat pertama dan kedua).
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Labiopalatoskizis?
2. Bagaimana etiologi labiopalatoskizis ?
3. Bagaimana manifestasi klinis labiopalatoskizis?
4. Bagaimana komplikasi labiopalatoskizis?
5. Bagaimana patofisiologi labiopalatoskizis ?
6. Bagaimana evaluasi diagnostik labiopalatoskizis ?
7. Bagaimana penatalaksanaan terapeutik labiopalatoskizis ?
8. Bagaimana pertimbangan keperawatan labiopalatoskizis ?
9. Bagaimana perawatan prabedah labiopalatoskizis ?
10. Bagaimana asuhan keperawatan pada anak labiopalatoskizis ?
C. Tujuan
1. Mahasiswa mampu mengetahui pengertian labiopalatoskizis
2. Mahasiswa mampu mengetahui etiologi labiopalatoskizis
3. Mahasiswa mampu mengetahui manifestasi klinis labiopalatoskizis
4. Mahasiswa mampu mengetahui komplikasi labiopalatoskizis
5. Mahasiswa mampu mengetahui patofisiologi labiopalatoskizis
6. Mahasiswa mampu mengetahui evaluasi diagnostik labiopalatoskizis
7. Mahasiswa mampu mengetahui penatalaksanaan terapeutik
labiopalatoskizis
8. Mahasiswa mampu mengetahui pertimbangan keperawatan
labiopalatoskizis
9. Mahasiswa mampu mengetahui perawatan prabedah labiopalatoskizis
10. Mahasiswa mampu mengetahui asuhan keperawatan pada anak
labiopalatoski
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Labiopalatoskizis
Bibir sumbing (SB) adalah
malformasi yang disebabkan oleh
gagalnya prosesus nasal dan
maksilaris untuk menyatu selama
perkembangan embriotik,
sedangkan palatum sumbing (PS)
adalah fisura garis tengah pada
palatum yang terjadi karena
kegagalan dua sisi menyatu selama
perkembangan embrionik.
Labioskiizis dapat bervariasi dari lubang yang kecil hingga celah lengkap
pada bibir atas yang membentang kedalam dasar hidung (GBR 24-3). Celah
tersebut bisa unilateral atau bilateral. Deformitas struktur dental menyertai
6
labioskizis. Palatoskizis saja terjadi pada garis tengah dan dapat mengenai
palatum mole maupun durum (langit-langit lunak maupun keras). Bila disertai
dengan labioskizis, cacat ini dapat mengenai garis tengah dan meluaas hingga
palatum mole pada salah satu atau kedua sisinya.
Celah bibir dapat terjadi dalam berbagi variasi, mulai dari takik kecil
pada batas yang merah terang sampai celah sempurna yang meluas ke dasar
hidung. Cela ini mungkin unilateral ( lebih sering pada sisi kiri) atau bilateral,
dan biasanya melibatkan rigi-rigi alveolus. Biasanya disertai dengan gigi yang
cacat dan salah bentuk, gigi tambahan, atau bahkan tidak tumbuh gigi. Cela
kartilag, cuping hidung, dan bibir sering kali disertai dengan defisiensi sekat
hidumg dan panjang vomer, menghasilkan tonjolan keluar bagian anterior celah
prosesus maksilaris.
Cela palatum murni terjadi pada linea mediana dan dapat melibatkan
hanya uvula, atau dapat meluas ke dalam atau melalui palatum molle dan
palatum durum sampai ke foramen insisivus. Apabila celah palatum ini terjadi
bersamaan dengan cela bibir (sumbing), cacat ini dapat melibatkan linea
madiana palatum molle dan meluas sampai ke palatum durum pada satu atau
kedua sisi, memaparkan satu atau kedua rongga hidung sebagai cela palatum
unilateral atau bilateral. Dapat terjadi berbagai derajat malformasi dimulai dari
taktik yang ringan pada bagian tepi bibir di kanan atau kiri garis tengah. Sampai
sumbing yang lengkap berjalan hingga sampai ke hidung. Terdapat variasi
lanjutan dari cacat yang melibatkan palatum.
B. Etiologi Labiopalatoskizis
Mayoritas kasus tampaknya konsisten dengan konsep pewarisan
multifaktor sebagimana terbukti melalui peningkatan insiden pada kerabat dan
kesesuaian yang lebih tinggi pada kembar monozigot dibandingkan kemabr
dizigot. Banyak sindrom yang dikenal meliputi defek ini sebagai gambaran
klinis dan merupakan akibat dari abnormalitaas kromosom serta faaktor
lingkungan atau teratogen yang mungkin bertanggung jawab atas terjadinya
skizis (sumbing) pada suatu titik menentukan dalam perkembangan embrio.
7
Perlu dicacat bahwa perbuatan merokok yang dilakukan ibu hamil dalam
trisemester pertama diyakini merupakaan penyebab 11 % hingga 12 % dari
semua kasus labioskizis dan/atau palatoslizis.
D. Komplikasi Labiopalatoskizis
Otitis media berulang dan ketulian sering terjadi. Jarang dijumpai kasus
karies gigi yang berlebihan,. Koreksi ortodontik dibutuhkan apabila terdapat
kesalahan dalam penempatan arkus maksilaris dan letak gigi-geligi. Cacat bicara
bisa ada atau menetap meskipun penutupan palatum secara anatomic telah
dilakukan dengan baik. Cacat viwicara yang demikian ditandai dengan
8
pengeluaran udara melalui hidung dan ditandai dengan kualitas hipernasal jika
membuat suara tertentu. Baik sebelum maupun sesudah operasi palatum, cacat
wicara disebabkan oleh fungsi otot-otot palatum dan faring yang tidak adekuat.
Selama proses menelan dan pada saat mengeluarkan suara tertentu, otot-otot
palatum molle dan dinding lateral serta posterior nasofaring membentuk suatu
katup yang memisahkan nasofaring dengan orofaring. Jika katup tersebut tidak
berfungsi secara adekuat, orang itu sukar untuk menciptakan tekanan yang cukup
dalam mulutnya untuk membuat suara-suara ledakan seperti p,b,d,t,h,y atau
untuk bunyi berdesis s, sh, dan ch ; sehingga kata-kata sperti “cats”, “boats”, dan
“sisters” menjadi tidak jelas. Kemungkinan, terapi wicara diperlukan setelah
suatu operasi atau pemasukan alat bantu wicara .
E. Patofisiologi Labiopalatoskizis
Labio/palatoskizis terjadi karena kegagalan penyatuan prosesus maksilaris
dan premaksilaris selama awal usia embrio. Labioskizis dan palatoskizis
merupakan malformasi yang berbeda secara embrional dan terjadi pada waktu
yang berbeda selama proses perkembangan embrio. Penyatuan bibir atas pada
garis tengah selesai dilakukan pada kehamilan antara minggu ketujuh dan
kedelapan. Fusi palatum sekunder (palatum durum dan mole) terjadi kemudian
dalam proses perkembangan, yaitu pada kehamilan antara minggu ketujuh dan
kedua belas. Dalam proses migrasi ke posisi horizontal, palatumm tersebut
dipisahkan oleh lidah dalam waktu yanag singkat. Jika terjadi kelambatan
dalam porses migrasi atau pemindahan ini, atau bila lidah tidak berhasil turun
dalam waktu yang cukup singkat, bagian lain proses perkembangan tersebut
akan terus berlanjut namun palatum tidak bernah menyatu.
9
defek yang terpisah atau menyertai plabioskizis. Palatoskizis mungkin tidak
dapat dideteksi jika tidak dilakukan pemeriksaan yang cermat unutk menilai
rongga mulut bayi. Deformitas dapat dikenali dengan meletakkan langsung jari
tangan pemeriksa pada palatum. Celah pada palatum durum membentuk lubang
yang kontinu antara mulut dan kavum nasi. Instensitas palatoskizis akan
memberikan dampak pada proses penyusu. Bayi tidak mampu menghasilkan
tekanan negatif dalam kavum oral yang memeberikan kepadanya kemampuan
mengisap air susu. Pada kebanyakan kasus kemampuan bayi untuk menelan
masih normal (Solidikin, 2011).
10
oleh plaster penahan berbentuk kupu-kupu; kedua lengan bayi difiksasi
pada sendi sikunya agar bayitidak menggaruk luka insisi dengan kedua
belah tangannya. Dalam kondisi tanapa infeksi atau trauma, kesembuhan
berlangsung dengan sedikit pembentukan jaringan parut.
Prognosis
11
langsung dengan penyesuaian yang memuaskan. Defek fisik merupakan
ancaman bagi citra diri, dan kualitas bicara yang abnormalmenjadi
kendala yang menghalangin ekspresi sosial penyandangnya.
12
Asuhan Keperawatan Anak dengan Labiopalatoskizis
1.Pengkajian
A.Identitas
Identitas Pasien
Nama : an.L
Usia :2 Jam
Jk :Laki-laki
Nama :Tn.A
Jk :Laki-laki
Agama :Islam
2.Keluhan Utama
Setelah lahir terdapat celah pada bibir dan langit-langit mulut dan tampak
sulit untuk menghisap ASI.
Pengkajian Gordon
1. Pola Persepsi kesehatan
Kurangnya pemahaman orang tua tentang keluhan yang dialami anaknya.
2. Pola Nutrisi Metabolik
Kesulitan pada anak dalam menerima asupan ASI ataupun melalui botol
mengakibatkan kurang terpenuhinya kebutuhan nutrisi anak.
13
3. Pola Eliminasi
Volume urin tidak terlalu banyak,urine encer berwarna pucat dan
kuning,Perubahan dalam feses.
4. Pola aktivitas dan latihan
Orang tua anak mengatakan ada kekawatiran mengenai keadaan anak nya
karena terus menangis dan adanya celah pada bibir anak.
9.Pola Seksualitas-Reproduksi
14
2.Pemeriksaan head to tue
1.Kepala
Bentuk kepala simetris,bersih rambut hitam lebat,tidak ada lesi,tidak ada nyeri
tekan.
2.Kulit
3.Mata
4.Hidung
5.Telinga
6.Mulut
7.Leher
8.Dada
9.Abdomen
15
3.Diagnosa keperawatan pre-operasi
Keperawatan Prioritas
Ketidakefektifan pola menyusu bayi.
Intervensi:
2.Dilakukan tindakan monitor cairan bayi guna mengetahui keadaan dan situasi bayi
dari faktor cairan.
4Dilakukan rujukan ke tingkat Rumah Sakit yang lebih tinggi guna mendapatkan
penanganan atau solusi dari kelainana bayi tersebut.
16
Kriteria hasil:
2.Bayi dapat mendapatkan Berat Badan yang tepat sesuai dengan usia bayi dan
tumbuh kembang bayi.
3.agar bayi tidak tampak pucat,turgor kulit bayi membaik an kotoran dalam tuuh
bayi keluar dari tubuh.
4.agar bayi mendapatkan tindakan atau penyelesaian dari masalah atau dari keluhan
bayi supaya hidup dengan sehat dan lebih baik.
17
4.Diagnosa Keperawatan post operasi
Keperawatan Prioritas
Intervensi:
Kriteria Hasil:
18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Labioskizis (celah bibir) dan palatoskizis (celah langit-langit mulut/
palatum) merupakan malformasi facial yang terjadi dalam perkembangan
embrio. Keadaan ini sering dijumpai pada semua populasi dan dapat menjadi
disabilitas yang berat pada orang yang terkena. Labioschisis dengan manifestasi
klinis berupa distorsi hidung, tampak sebagaian atau kedua-duanya, dan adanya
celah dibibir. Labioskiizis dapat bervariasi dari lubang yang kecil hingga celah
lengkap pada bibir atas yang membentang kedalam dasar hidung (GBR 24-3).
Celah tersebut bisa unilateral atau bilateral.
B. Saran
Mengingat labioskizis merupakan suatu hal yang menghambat bagi
keberlangsungan hidup bayi/anak-anak maka penanganan ini diupayakan secara
maksimal dengan peningkatan mutu pelayanan kesehatan baik melalui tenaga
kesehatan, prasarana dan sarana kesehatan dalam menangani labioskizis pada
anak.
19
DAFTAR PUSTAKA
Bulechek,G.M.,Butcher,H.K.,Dochterman,J.M.,&Wagner,C.M(2013).
Nursing interventions classification (NIC).Singapore:ELSEVIER.
Herdman,T.H.,&Kamitsuru,S.(2015).Diagnosis keperawatan Defenisi
&Klasifikasi.Jakarta:EGC.
Moorhead,S.,Johnson,M.,Mass,M.L.,&Swanson.,E.(2013).Nursing Outcome
Classification (NOC),Singapore:ELSEVIER.
Solidikin.(2011).Asuhan Keperawatan Anak Gangguan Sistem Gastrointestinal dan
Hepatobilier,Jakarta:Salemba Medika.
20