Anda di halaman 1dari 19

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Organ kelamin wanita terdiri atas organ genitalia interna dan organ genitalia eksterna.
Kedua bagian besar organ ini sering mengalami gangguan, salah satunya adalah infeksi,
infeksi dapat mengenai organ genitalia interna maupun eksterna dengan berbagai macam
manifestasi dan akibatnya. Tidak terkecuali pada glandula vestibularis major atau dikenal
dengan kelenjar bartolini. Kelenjar bartolini merupakan kelenjar yang terdapat pada
bagian bawah introitus vagina. Jika kelenjar ini mengalami infeksi yang berlangsung
lama dapat menyebabkan terjadinya kista bartolini, kista bartolini adalah salah satu
bentuk tumor jinak pada vulva. Kista bartolini merupakan kista yang terbentuk akibat
adanya sumbatan pada duktus kelenjar bartolini, yang menyebabkan retensi dan dilatasi
kistik. Dimana isi di dalam kista ini dapat berupa nanah yang dapat keluar melalui duktus
atau bila tersumbat dapat dapat mengumpul di dalam menjadi abses.
Kista bartolini ini merupakan masalah pada wanita usia subur, kebanyakan kasus
terjadi pada usia 20 sampai 30 tahun dengan sekitar 1 dalam 50 wanita akan mengalami
kista bartolini atau abses dalam hidup mereka, sehingga hal ini merupakan masalah yang
perlu untuk dicermati. Kista bartolini bisa tumbuh dari ukuran seperti kacang polong
menjadi besar dengan ukuran seperti telur. Kista bartolini tidak menular secara seksual,
meskipun penyakit menular seksual seperti Gonore adalah penyebab paling umum
terjadinya infeksi pada kelenjar bartolini yang berujung pada terbentuknya kista dan
abses, sifilis ataupun infeksi bakteri lainnya juga dianggap menjadi penyebab terjadinya
infeksi pada kelenjar ini.
Dua persen wanita mengalami kista Bartolini atau abses kelenjar pada suatu saat
dalam kehidupannya. Abses umumnya hampir terjadi tiga kali lebih banyak daripada
kista. Salah satu penelitian kasus kontrol menemukan bahwa wanita berkulit putih dan
hitam yang lebih cenderung untuk mengalami kista bartolini atau abses bartolini daripada
wanita hispanik, dan bahwa perempuan dengan paritas yang tinggi memiliki risiko
terendah. Kista Bartolini, yang paling umum terjadi pada labia majora. Involusi bertahap
dari kelenjar Bartolini dapat terjadi pada saat seorang wanita mencapai usia 30 tahun.
Hal ini mungkin menjelaskan lebih seringnya terjadi kista Bartolini dan abses selama
usia reproduksi. Biopsi eksisional mungkin diperlukan lebih dini karena massa pada
wanita pascamenopause dapat berkembang menjadi kanker. Beberapa penelitiantelah
menyarankan bahwa eksisi pembedahan tidak diperlukan karena rendahnya risiko kanker
kelenjar Bartholin (0,114 kanker per 100.000 wanita-tahun).Namun, jika diagnosis
kanker tertunda, prognosis dapat menjadi lebih buruk. Sekitar 1 dalam 50 wanita akan
mengalami kista Bartolini atau abses di dalam hidup mereka. Jadi, hal ini adalah masalah
yang perlu dicermati.Kebanyakan kasus terjadi pada wanita usia antara 20 sampai 30
tahun. Namun, tidak menutup kemungkinan dapat terjadi pada wanita yang lebih tua atau
lebih muda.

B. Tujuan
1. Mengetahui apa kista bartholini
2. Mengetahui Anatomi dan fisiologi kista bartholini
3. Mengetahui tanda dan gejala kista bartholini
4. Mengetahui patofisiologi kista bartholini
5. Mengetahui pemeriksaan fisik kista bartholini
6. Mengetahui terapi kista bartholini
7. Mengetahui asuhan keperawatan operatif pada pasien kista bartholini
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Kista Bartholini


Kista adalah kantung yang berisi cairan atau bahan semisolid yang terbentuk di bawah
kulit atau di suatu tempat di dalam tubuh. Kista kelenjar Bartholin terjadi ketika kelenjar
ini menjadi tersumbat. Kelenjar Bartholini bisa tersumbat karena berbagai alasan, seperti
infeksi, peradangan atau iritasi jangka panjang. Apabila saluran kelenjar ini mengalami
infeksi maka saluran kelenjar ini akan melekat satu sama lain dan menyebabkan
timbulnya sumbatan. Cairan yang dihasilkan oleh kelenjar ini kemudian terakumulasi,
menyebabkan kelenjar membengkak dan membentuk suatu kista. Suatu abses terjadi bila
kista menjadi terinfeksi.
Kista bartholini adalah suatu pembesaran berisi cairan yang terjadi akibat sumbatan
pada salah satu duktus sehingga mucus yang dihasilkan tidak dapat disekresi. Kista dapat
berkembang pada kelenjar itu sendiri atau pada duktus bartholini (Amiruddin, 2004)
Kista Bartholini adalah tumor kistik jinak yang ditimbulkan akibat saluran kelenjar
Bartholini yang mengalami sumbatan yang biasanya disebabkan oleh infeksi kuman
Neisseria gonorrhoeae (Widjanarko, 2009).
Kista bartholin adalah kista yang terdapat pada kelenjar barholini. Kelenjar bartholin
merupakan salah satu organ genitalia eksterna yang berfungsi untuk membasahi atau
melicinkan permukaan vagina pada saat terjadi hubungan seksual. Kadang-kadang
lubang kelenjar ini menjadi terhambat, menyebabkan cairan masuk kembali ke dalam
kelenjar sehingga menimbulkan kista. Umumnya kista bartholin tidak menimbulkan
nyeri namun kadang –kadang cairan dalam kista dapat terinfeksi sehingga menimbulkan
nanah yang dikelilingi oleh jaringan yang meradang.
B. Anatomi Fisiologi Kelenjar Bartholin

1. Anatomi
Kelenjar bartholini merupakan salah satu organ genetalia eksterna, kelenjar
bartholini atau glandula vestibularis mayor, kelenjar ini biasanya berukuran sebesar
kacang dan ukurannya jarang melebihi satu cm. Kelenjar ini tidak teraba kecuali pada
keadaan penyakit atau infeksi. Saluran keluar dari kelenjar ini bermuara pada celah
yang terdapat diantara labium minus pudendi dan tepi himen. Glandula ini homolog
dengan glandula bulbourethralis pada pria. Kelenjar ini tertekan pada waktu coitus
dan mengeluarkan sekresinya untuk membasahi atau melicinkan permukaan vagina
(Mast, 2010).
Kelenjar bartholini terletak posterolateral dari vestibulum arah jam 4 & 8,
mukosa kelenjar dilapisi oleh sel-sel epitel kubus, panjang saluran pembuangannya
sekitar 2,5cm dan dilapisi oleh sel-sel epitel transisional. Saluran pembuangan ini
berakhir diantara labia minor dan hymen serta dilapisi sel epitel skuamus.

Gambar 2.1 Anatomi Kista Bartholini (Setyadeg, 2011).

2. Fisiologi
Pada introitus vagina terdapat kelenjar bartholini yang berfungsi untuk
membasahi mengeluarkan lendir untuk memberikan pelumas vagina saat melakukan
hubungan seksual, kira-kira spertiga dari introitus vagina kanan dan kiri yang terletak
posterolateral. Dalam keadaan normal kelenjar ini tidak teraba pada palpasi.

Gambar 2.2 Anatomi Kelenjar bartholini (Setyadeg, 2011).

C. Etiologi
Dinata (2011) menyebutkan infeksi pada kelenjar ini dapat terjadi akibat adanya
infeksi microorganisme seperti:
1. Virus : Herpes, klamidia trakomatis
2. Jamur: Kandida albikan, asinomises
3. Bakteri: Neisseria gonorrhoeae, stafilokokus dan E.coli
Mikroorganisme tersebut menyumbat saluran lubrikasi pada vagina yang
mengakibatkan tidak keluarnya cairan lubrikasi yang mestinya keluar (perempuan yang
belum 40 tahun). Cairan yang telah diproduksi namun tidak dapat dikeluarkan atau
terperangkap, akan menumpuk pada kelenjar bartolini dan mudah berubah menjadi
serupa dengan nanah. Penumpukan cairan ini, akan membentuk benjolan yang semakin
membesar. Kista Bartolini berkembang ketika saluran keluar dari kelenjar Bartolini
tersumbat. Cairan yang dihasilkan oleh kelenjar kemudian terakumulasi, menyebabkan
kelenjar membengkak dan membentuk suatu kista.
Infeksi kelenjar bartholini terjadi oleh infeksi gonokokus, pada bartholinitis kelenjar
ini akan membesar, merah, dam nyeri kemudian isinya akan menjadi nanah dam keluar
pada duktusnya, karena adanya cairan tersebut maka dapat terjadi sumbatan pada salah
satu duktus yang dihasilkan oleh kelenjar dan terakumulasi, menyebabkan kelenjar
membengkak dan menbentuk suatu kista. Suatu abses terjadi bila kista menjadi
terinfeksi. Abses bartholini dapat disebabkan oleh sejumlah bakteri. Ini termasuk
orgasme yang menyebabkan penyakit menular seksual seperti Klamidia dan Gonoreserta.
Umumnya abses ini melibatkan lebih dari lebih dari satu jenis organisme. Obstruksi
distal saluran bartolini bisa mengakibatkan retensi cairan, dengan dihasilkannya dilatasi
dari duktus dan pembentukan kista. Kista dapat terinfeksi, dan abses dapat berkembang
dalam kelenjar. Kista bartolini tidak selalu harus terjadi sebelum abses kalenjar
(Setyadeng, 2010).

D. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala yang dapat dilihat pada penderita kista bartolini adalah:
1. Pada vulva : perubahan warna kulit,membengkak, timbunan nanah dalam kelenjar,
nyeri tekan.
2. Pada Kelenjar bartolin: membengkak, terasa nyeri sekali bila penderia berjalan atau
duduk,juga dapat disertai demam. Kebanyakkan wanita penderita kista bartolini,
datang ke rumah sakit dengan keluhan keputihan dan gatal, rasa sakit saat
berhubungan dengan pasangannya, rasa sakit saat buang air kecil, atau ada benjolan
di sekitar alat kelamin dan yang terparah adalah terdapat abses pada daerah kelamin.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan cairan mukoid berbau dan bercampur dengan
darah.
Tanda kista Bartholini yang tidak terinfeksi berupa penonjolan yang tidak nyeri pada
salah satu sisi vulva disertai kemerahan atau pembengkakan pada daerah vulva.
Keluhan pasien pada umumnya adalah benjolan, nyeri, dan dispareunia. Penyakit ini
cukup sering rekurens. Bartholinitis sering kali timbul pada gonorrea, akan tetapi dapat
pula mempunyai sebab lain, misalnya treptokokus. Pada Bartholinitis akuta kelenjar
membesar, merah, nyeri, dan lebih panas dari daerah sekitarnya. Isinya cepat menjadi
nanah yang dapat keluar melalui duktusnya, atau jika duktusnya tersumbat, mengumpul
di dalamnya dan menjadi abses yang kadang-kadang dapat menjadi sebesar telur bebek.
Jika belum menjadi abses, keadaan bisa di atasi dengan antibiotika, jika sudah bernanah
harus dikeluarkan dengan sayatan. Adapun jika kista terinfeksi maka dapat berkembang
menjadi abses Bartholini dengan gejala klinik berupa :
1. Nyeri saat berjalan, duduk, beraktifitas fisik, atau berhubungan seksual.
2. Umumnya tidak disertai demam, kecuali jika terinfeksi dengan mikroorganisme
yang ditularkan melalui hubungan seksual atau ditandai dengan adanya perabaan
kelenjar limfe pada inguinal.
3. Pembengkakan area vulva selama 2-4 hari.
4. Biasanya ada sekret di vagina, kira-kira 4 sampai 5 hari pasca pembengkakan,
terutama jika infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang ditularkan melalui
hubungan seksual.
5. Dapat terjadi ruptur spontan.
6. Teraba massa unilateral pada labia mayor sebesar telur ayam, lembut, dan
berfluktuasi, atau terkadang tegang dan keras.
Radang pada landula Bartolini dapat terjadi berulang-ulang dan akhirnya
dapat menjadi menahun dalam bentuk kista Bartholini. Kista tidak selalu
menyebabkan keluhan, tapi dapat terasa berat dan mengganggu koitus. Jika kistanya
tidak besar dan tidak menimbulkan gangguan, tidak perlu dilakukan tindakan apa-apa;
dalam hal lain perlu dilakukan pembedahan

E. Patofisiologi
Kista bartholini terjadi karena adanya sumbatan pada salah satu duktus sehingga
mucus yang dihasilkan tidak dapat disekresi. Sumbatan dapat disebabkan oleh mucus
yang mengental, infeksi, trauma atau gangguan congenital. Jika terjadi infeksi pada kista
bartholini maka kista ini berubah menjadi abses yang ukurannya dapat meningkat setiap
hari dan terasa nyeri (Amiruddin, 2004)
Tersumbatnya bagian distal dari duktus Bartholin dapat menyebabkan retensi dari
sekresi, dengan akibat berupa pelebaran duktus dan pembentukan kista. Kista tersebut
dapat menjadi terinfeksi, dan abses bisa berkembang dalam kelenjar. Kelenjar BartholiIn
sangat sering terinfeksi dan dapat membentuk kista atau abses pada wanita usia
reproduksi. Kista dan abses bartholin seringkali dibedakan secara klinis. Kista Bartholin
terbentuk ketika ostium dari duktus tersumbat, sehingga menyebabkan distensi dari
kelenjar dan tuba yang berisi cairan. Sumbatan ini biasanya merupakan akibat sekunder
dari peradangan nonspesifik atau trauma. Kista bartholin dengan diameter 1-3 cm
seringkali asimptomatik. Sedangkan kista yang berukuran lebih besar, kadang
menyebabkan nyeri dan dispareunia. Abses Bartholin merupakan akibat dari infeksi
primer dari kelenjar, atau kista yang terinfeksi. Pasien dengan abses Bartholin umumnya
mengeluhkan nyeri vulva yang akut dan bertambah secara cepat dan progresif. Abses
kelenjar Bartholin disebakan oleh polymicrobial (Amiruddin, 2004)
F. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Fisik pada Kista Bartholini: Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi Pada vulva tampak benjolan yaitu pertumbuhan Kista Bartholini, bentuknya
bundar menyerupai kelereng, berwarna kemerahan (wiknjosastro, 2007).

2. Palpasi Pada vulva teraba benjolan atau pembengkakan pada kelenjar Bartholini
(Wiknjosastro, 2007).
a. Pap smear Untuk mengetahui kemungkinan adanya kanker / kista (Mast, 2010)
b. Hitung darah lengkap Penurunan Hb (Hemaglobin) dapat menunjukkan anemia
kronis sementara penurunan Ht (Hematokrit) menduga kehilangan darah aktif,
peningkatan SDP (Sel darah putih) dapat mengindikasikan proses inflamasi /
infeksi (salim, 2009).
c. CA 125 Titer CA 125 serum sering membantu membedakan antara massa yang
benigna dan maligna. Terutama pada pasien pasca menopause (Widjanarko,
2007)

G. Pemeriksaan Penunjang
Apabila pasien dalam kondisi sehat, afebri, tes laboratorium darah tidak diperlukan
untuk mengevaluasi abses tanpa komplikasi atau kista. Kultur bakteri dapat bermanfaat
dalam menentukan kuman dan pengobatan yang tepat bagi abses Bartholini.

H. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan kista Bartholin bergantung pada gejala pasien. Suatu kista tanpa gejala
mungkin tidak memerlukan pengobatan, kista yang menimbulkan gejala dan abses
kelenjar memerlukan drainase
1. Konservatif
Sejumlah tindakan konservatif dapat dilakukan untuk membantu meringankan
secara sementara rasa nyeri yang berat sehubungan dengan infeksi kelenjar atau
saluran bartholini. Misalnya, anjurkan pasien untuk mencuci vulva engan air hangat
beberapa kali sehari. Berikan obat analgesik jika diperlukan. Setelah mengambil
kultur, pertimbangkan untuk memberikan antibiotik spekttrum luas yang efektif
melawan organisme yang tersering ditemukan pada infeksi ini seperti bakteri
koliform, klamidia dan gonokokus
2. Tindakan Operatif
Beberapa prosedur yang dapat digunakan:
a. Marsupialisasi
Alternatif pengobatans elain penempatan Wordcatheter adalah marsupialisasi
dari kista Bartholin . Prosedur ini tidak boleh dilakukan ketika terdapat tanda-
tanda abses akut.

Gambar 8. Marsupialisasi Kista Bartholin (kiri) Suatu incisi vertikal disebut pada
bagian tengah kista, lalu pisahkan mukosa sekiar; (kanan) Dinding kista dieversi
dan ditempelkan pada tepi mukosa vestibular dengan jahitan interrupted
Setelah dilakukan persiapan yang steril dan pemberian anestesi lokal, dinding
kista dijepit dengan dua hemostat kecil. Lalu dibuat incisivertikal
pada vestibular melewati bagian tengah kista dan bagian luar dari hymenal
ring.Incisi dapat dibuat sepanjang 1.5 hingga 3cm, bergantung pada besarnya
kista. Setelah kista diincisi, isi rongga akan keluar. Rongga ini dapat diirigasi
dengan larutan saline, dan lokulasi dapat dirusak dengan hemostat. Dinding
kista ini lalu dieversikan dan ditempelkan pada dindung vestibular mukosa
dengan jahitan interrupted menggunakan benang absorbable 2 -0.18 Sitz bath
dianjurkan pada hari pertama setelah prosedur dilakukan. Kekambuhan kista
Bartholin setelah prosedur marsupialisasi adalah sekitar 5-10 %.
b. Eksisi (Bartholinectomy)
Eksisi dari kelenjar Bartholin dapat dipertimbangkan pada pasien yang
tidak berespon terhadap drainase, namun prosedur ini harus dilakukan saat tidak
ada infeksi aktif.
Eksisi kista bartholin karena memiliki risiko perdarahan, maka sebaiknya
dilakukan di ruang operasi dengan menggunakan anestesi umum. Pasien
ditempatkan dalam posisi dorsal lithotomy. Lalu dibuat insisi kulit berbentuk
linear yangmemanjang sesuai ukuran kista pada vestibulum dekat ujung medial
labia minora dansekitar 1 cm lateral dan parallel dari hymenal ring. Hati – hati
saat melakukan incisikulit agar tidak mengenai dinding kista.Struktur vaskuler
terbesar yang memberi supply pada kista terletak pada bagian posterosuperior
kista. Karena alasan ini, diseksi harus dimulai dari bagian bawahkista dan
mengarah ke superior. Bagian inferomedial kista dipisahkan secara tumpul dan
tajam dari jaringan sekitar. Alur diseksi harus dibuat dekat dengandinding kista
untuk menghindari perdarahan plexus vena dan vestibular bulb danuntuk
menghindari trauma pada rectum.

Gambar 8. Diseksi Kista


Setelah diseksi pada bagian superior selesai dilakukan, vaskulariasi
utama dari kista dicari dan diklem dengan menggunakan hemostat. Lalu
dipotong dan diligasi dengan benangchromic atau benang delayed absorbable 3-
0.
Gambar 9. Ligasi Pembuluh Darah
Cool packs pada saat 24 jam setelah prosedur dapat mengurangi nyeri,
pembengkakan, dan pembentukan hematoma. Setelah itu, dapat dianjurkan sitz
bath hangat 1-2 kali sehari untuk mengurangi nyeri post operasi dan
kebersihan luka.

3. Pengobatan Medikamentosa
Antibiotik sebagai terapi empirik untuk pengobatan penyakit menular seksual
biasanya digunakan untuk mengobati infeksi gonococcal dan chlamydia.
Idealnya, antibiotik harus segera diberikan sebelum dilakukan insisi dan drainase.
Beberapa antibiotikyang digunakan dalam pengobatan abses bartholin
a. Ceftriaxone
Ceftriaxone adalah sefalosporin generasi ketiga dengan efisiensi broad
spectrum terhadap bakteri gram-negatif, efficacy yang lebih rendah terhadap
bakteri gram-positif, dan efficacy yang lebih tinggi terhadap bakteri resisten.
Dengan mengikat pada satu atau lebih penicillin-binding protein, akan
menghambat sintesis dari dinding sel bakteri dan menghambat pertumbuhan
bakteri. Dosis yang dianjurkan: 125 mg IM sebagai single dose .
b. Ciprofloxacin
Sebuah monoterapi alternatif untuk ceftriaxone. Merupakan antibiotik tipe
bakterisida yang menghambat sintesis DNA bakteri dan, oleh sebab itu akan
menghambat pertumbuhan bakteri dengan menginhibisi DNA-gyrase pada
bakteri.
Dosis yang dianjurkan: 250 mg PO 1 kali sehari
c. Doxycycline
Menghambat sintesis protein dan replikasi bakteri dengan cara
berikatan dengan 30S dan50S subunit ribosom dari bakteri. Diindikasikan untuk
Ctra chomatis.
Dosisyang dianjurkan: 100 mg PO 2 kali sehari selama 7 hari
d. Azitromisin
Digunakan untuk mengobati infeksi ringan sampai sedangyang disebabkan
oleh beberapa strain organisme. Alternatif monoterapi untukC trachohomatis.
Dosisyang dianjurkan: 1 g PO 1x
I. Asuhan Keperawatan Kista Barthiloni
1. Pengkajian
a. Identitas utama
Pada identitas utama dianamnese nama, umur, suku, agama, pendidikan,
pekerjaan, perkawinan yang keberapa, dan alamat.
b. Riwayat keluhan utama
Pada riwayat keluhan utama dapat dianamneses, klien mengeluh adanya rasa
panas, mengeluh gatal, mengeluh adanya benjolan / pembengkakan yang nyeri
pada daerah kemaluan dan ada keputihan.
c. Riwayat kesehatan lalu
Pada riwayat kesehatan lalu dapat dianamnese adanya riwayat penyakit menular
seksual sebelumnya atau dikeluarga klien ada riwayat penyakit kelamin.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan tanda-tanda vital dan fisik dilakukan secara inspeksi, dan palpasi.
Hasil pemeriksaan fisik pada ibu dengan kista bartholini didapatkan :
1) Inspeksi : tampak pembengkakan pada kista pada posisi Jm 5 atau jam 7 pada
labium minus posterior disertai kemerahan dan tampak ada secret (keputihan)
di vagina.
2) Palpasi : teraba penonjolan / pembengkakan yang nyeri saat dipalapasi pada
salah satu sisi vulva.
3. Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan meliputi pemeriksaan laboratorium
untuk membedakan jenis bekteri yang menginfeksi kista kelenjar bartholini,
Pemeriksaan tersebut meliputi :
1) Pemeriksaan gram untuk membedakan bakteri penyebab.
2) Pemeriksaan dengan menggunakan apusa darah tepi untuk melihat ada atau
tidaknya leukositosis.
3) Pemeriksaan kultur jaringan untuk mengidentifikasi bakteri penyebab infeksi.
4) Biopsi dilakukan jika dicurigai terjadi keganasan.
5) Palno tes untuk memastikan klien tidak dalam keadaan hamil.

4. Analisa Data
5. Askep teori
BAB III
TINJAUN KASUS
1. Pengkajian
Hari/tanggal : Kamis, 3 Oktober 2019
Tempat : Ruang Pre Operatif
Jam : 08.40 WIB
Metode : Observasi dan anamnesa
Sumber : Pasien dan Rekam medik
A. Identitas pasien
1. Nama : Ny.R
2. TTL : 15 - 10 - 1981
3. Jenis kelamin : Perempuan
4. Pekerjaan : Pegawai Negri
5. Status : Menikah
6. No. RM : 00985577
7. Tgl. Masuk : 2 Oktober 2019

B. Penanggung Jawab
1. Nama : Tn. R
2. Umur : 38 tahun
3. Hubungan dengan pasien : Suami

C. Riwayat Kesehatan

1. Keluhan utama

Pasien mengeluh demam naik turun tidak menentu sejak lebih kurang 3 hari yang
lalu sebelum masuk RS, pasien mengeluh nyeri daerah kemaluan, pasien
mengeluh ada benjolan didaerah kemaluan sebelah kiri dan terasa panas.
2. Riwayat penyakit sekarang

Pasien mengeluh pasien mengeluh nyeri daerah kemaluan, pasien mengeluh ada
benjolan didaerah kemaluan sebelah kiri dan terasa panas.

3. Riwayat penyakit dahulu

Pasien riwayat barthilinitis dan sedang dalam pengobatan lebih kurang 5 hari

4. Riwayat penyakit keluarga

Pasien mengatakan tidak ada satupun keluarganya yang mengalami penyakit yang
diderita pasien.

D. Pengkajian Pre Operasi


1. Suhu : 36,0 C
2. Nadi : 63 kali/menit
3.Tekanan darah : 105/61 mmHg
4. RR : 20 kali/menit
5. Puasa : 02:00

E. Pemeriksaan fisik
1. KU : Baik
2. Kesadaran : Compos mentis (E4,V5,M6)
F. Pemeriksaan Penunjang

1. Data laboratorim
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Normal

Hematologi
Hemoglobin 13,7 g/dl 11,7-15,5
Leukosit 13,98 /ul 3,6-11
Hematokrit 39 % 35-47
Trombosit 314 /ul 3,8-5,2
Eritrosit 4,95 /ul 150-400
MCV/VER 79 fL 80-100
MCH/HER 28 pg 26-34
MCHC/KHER 35 g/dL 32-36

FALL HEMOSTASIS
Masa Pendarahan (IVY) 1.00 Menit 1.00 – 3.00
Masa Pembekuan L 3.00 menit 4.00 – 6.00

IMUNOSEROLOGI
HEPATITIS
HbsAg (Kualitatif) (-) Negatif (-) Negatif

G. SIGN IN (Tanggal 03 -10- 2019 jam 08.40)

1. Konfirmasi/verifikasi
2. Identitas (nama lengkap, tanggal lahir dan cek gelang identitas pasien)
3. Diagnosa : Bartholinitis
4. Tindakan operasi : Insisi
5. Informen consent : (+)
6. Nama operator : dr.Helmina Sp.Og
7. Menandai daerah operasi : (+)
8. Alergi (- )
9. Asma (-)
10. Puasa : (+) jam 02:00 WIB
11. Jam Sign In : 08.40
12. Analisa Data

Analisa Data Diagnosa


DS: Ansietas
Pasien mengatakan sedikit cemas walau telah
melakukan operasi untuk yang kedua kalinya

DO:
Pasien tampak menarik nafas dalam
Pasien tampak sedikit gelisah

H. TIME OUT (Tanggal 03 -10- 2019 jam 09:10)

1. Anggota tim operasi lengkap


2. Menyebutkan nama dan peran tim operasi
3. Membaca secara verbal (tanggal operasi, nama dan tanggal operasi pasien,
prosedur operasi, tempat insisi dilakukan, informen cosent, membaca doa)
4. Antisipasi keadaan kritis (dokter bedah, dokter anestesi, tim perawat)
5. Analisa Data
Analisa Data Masalah Keperawatan
DS: - Resiko Infeksi
DO:
1. TTV dalam Batas Normal
TD: 98/57
N: 84
P: 20
S: 36
SPO2 : 100
2. Tampak alat yang di gunakan
dalam keadaan steril (indicator
internal & eksternal)
3. Operator dan instrumen tampak
sudah melakukan cuci tangan
bedah
4. Tampak telah memakai jas steril
dan sarung tangan steril sesuai
prosedur
5. Tampak dilakukan teknik aseptic
dan antiseptic
I. SIGN OUT (Tanggal 03 -10- 2019 jam 09.40)
1. Konfirmasi secara verbal (nama tindakan yang dilakukan, kelengkapan instrumen,
kasa dan jarum)
2. Nama tindakan: Hernia plasty mesh
3. Nama jaringan:
4. Nama pasien: Ny.R
5. Kelengkapan instrumen, kasa: Lengkap
6. Analisa Data
Analisa Data Masalah Keperawatan
DS: - Resiko Cidera
DO:
1. Pasien masih dalam pengaruh obat anestesi
2. Tampak terpasang pengaman tempat tidur
3. Brankar pasien tampak stabil
4. Cairan intake : 1000 cc
5. perdarahan 10 cc
6. TTV Dalam Batas normal
TD: 101/60
N: 83
P: 20
S:36
7. Pasien tampak lemah

Anda mungkin juga menyukai