Anda di halaman 1dari 22

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah mata kuliah gynekologi yang
berjudul kelainan kongenital pada sistem reproduksi.
Selama proses penyusunan makalah ini, tidak lepas dari peran dan
dukungan dari berbagai pihak yang telah memberi semangat kepada
penulis untuk menyelesaikan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih


terdapat kekurangan dan keterbatasan, oleh karena itu kritik dan saran
dari para pembaca maupun dosen pembimbing sangat di harapkan demi
perbaikan untuk masa-masa yang akan datang.
Akhir kata penulis ucapkan terima kasih, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, Juli 2015

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang 3
B. Tujuan 3
C. Manfaat 3
BAB II PEMBAHASAN
A. Defenisi 4
B. kelainan kongenital reproduksi 4
C. Penatalaksanaan 17
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan 22
B. Saran 22
DAFTAR PUSTAKA 22

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Derajat kesehatan memiliki arti penting dalam pengembangan


dan pembinaan sumber daya manusia dan sebagai modal pelaksanaan
pembangunan nasional. Seorang perawat memiliki peran yang unik
yang tugasnya saling melengkapi dengan tenaga kesehatan
profesional lainnya di dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak.

B. Tujuan
1. Agar dapat dan mampu mengetahui pengertian kelainan
congenital
2. Agar mampu mengetahui dan memahami jenis dan penyebabnya
3. Agar mampu mengetahui dan memahami pendarahan uterus
abnormal

C. Manfaat
1. Penulis dapat dan mampu mengetahui kelainan congenital
2. Penulis mampu mengetahui dan memahami jenis dan penyebabnya
3. Penulis mampu mengetahui dan memahami pendarahan uterus
abnormal

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Defenisi

Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan


struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel
telur. Kelainan congenital dapat merupakan sebab terjadinya
abortus, lahir mati atau kematian segera lahir. Beberapan factor
etiologi yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya kelainan
congenital, antara lain :
1. Kelainan Genetik dan kromosom

2. Faktor Mekanik

3. Faktor Infeksi

4.Faktor Obat-obatan yang di konsumsi ibu selama hamil

5. Faktor Usia Ibu

6. Faktor Hormonal

7. Faktor Radiasi

8. Faktor Gizi

9. Faktor-faktor lain

B. Kelainan-kelainan kongenital berupa gangguan dalam organogenesis


system reproduksi pada janin yang genetic normal antara lain :
1. Vulva
a. Himen Imferforata
Himen imferforatus ialah selaput darah yang tidak
menunjukkan lubang ( hiatus himenalis ) sama sekali, suatu
kelainan yang ringan dan yang cukup sering dijumpai.
Kemungkinan besar kelainan ini tidak dikenal sebelum
menarshe. Sesudah itu molimina menstruasi dialami setiap
bulan, tetapi darah haid tidak keluar. Darah haid terkumpul
dalam vagina dan menyebabkan hymen tampak kebiru-biruan dan
menonjol keluar. Bila keadaan ini yang dinamakan

4
hematokolpos dibiarkan, maka uterus akan terisi juga dengan
darah haid dan akan membesar (hematometra) , selanjutnya
akan timbul pula pengisian tuba kiri dan kanan
(hematosalpink) yang dapat dirabah dari luar sebagai tumor
kistik dikanan dan kiri atas smpisis.
Sekali-kali pada atresia himenalis ditemukan pada neonates
atau pada gadis kecil vagina terisi oleh suatu airan lendir
(hidokolpos). Apabila timbul tekanan–tekanan dan disertai
dengan radang sekunder, hendaknya hymen dibuka dan dipasang
drain. Selayaknya diberi pula antibiotika.
Bila atresia himenalis ditemukan pada gadis kecil tanpa
menimbulkan gejala-gejala, maka keadaan diawasi saja sampai
anak lebih besar dan situasi anatomi menjadi lebih jelas.
Dengan demikian dapat diketahui apakah benar ada atresia
himenalis atau apakah vagina sama sekali tidak terbentuk
(aplasia vaginae).
1) Etiologi
Kelainan kongenital himen imperforata secara pasti
belum jelas, akan tetapi beberapa peneliti ada yang
menganggap karena adanya gangguan pada gen autosomal
resesif (Jones, 1972), gangguan pada transmitted sex-
linked autosommal dominant (Shohiv, 1978), adanya
hormon antimullerian. Selain itu diduga akibat
produksi faktor regresi Mulleri yang tidak sesuai pada
gonad embrio wanita, tidak adanya atau kurangnya
reseptor estrogen yang terbatas pada saluran Muller
bawah, terhentinya perkembangan saluran Muller oleh
bahan teratogenik.

2) Pemeriksaan
Untuk menegakkan diagnosis himen imperforata dilakukan
beberapa pemeriksaan penunjang. Penelitian di Hong
Kong dari periode 1999 sampai 2007 dilakukan review 23
kasus selaput dara imperforata, untuk menekankan
kemudahan membuat diagnosis selaput dara imperforata
dengan pemeriksaan alat kelamin rutin di masa kanak-
kanak(Jason Yen,2008). Pemeriksaaan dilakukan dengan :

5
a) Anamnesa yang menyeluruh

Tanyakan secara menyeluruh riwakyat kesehatan


keluarga. Keluhan yang paling sering ditemukan
adalah amenorhoe primer dan nyeri abdomen. Pasien
mengalami masa pubertas dengan masa telarche yang
normal. Karena ovarium berfungsi secara normal,
penderita mengalami perubahan-perubahan pada
tubuhnya sesuai dengan siklus menstruasi.

b) Pemeriksaan Fisik
 Pertumbuhan tanda-tanda seksual sekunder
normal dan timbulnya setelah masa pubertas,
sama seperti wanita normal lainnya. Tinggi
badan normal
 Pemeriksaan dengan speculum
 Pada pemeriksaan colok dubur dapat ditentukan
besar dan luas gumpalan darah di alat kelamin
dalam.Menempatkan pasien dalam posisi lutut-
dada bantu pemeriksaan fisik pada kelompok
usia anak. Memiliki berlutut pasien di meja
pemeriksaan dengan sikunya di meja dan
wajahnya beristirahat di tangannya. Perlahan
menyebar pantat dan labia dan memiliki napas
pasien atau pukulan. Jika pemeriksaan masih
sulit, obat penenang atau anestesi mungkin
diperlukan.

c) Pemeriksaan Penunjang
 USG
Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan
diagnosis himen imperforata dapat dilakukan
pemeriksaan USG untuk menentukan ada dan
luasnya perdarahan di uterus, tuba, dan
rongga
 Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI dapat memberikan pencitraan yang terbaik
dari jaringan seperfisial dan jaringan yang
lebih dalam. MRI dapat mengklarifikasi hasil

6
pemeriksaan USG mengenai cavum uterus, dan
dapat memeriksa struktur subperitoneal serta
dapat mendeteksi adanya serviks uteri.
Chin Med Assoc Journal: Tahun:
2007/volume70/edisi(12)/ halaman559–561
Hong Kong . Emerg. Med Journal. Tahun 2009 /
Vol. 17/edisi 5/hal 371 – 373
3) Diagnosis tidak sukar, dan pengobatannya ialah
mengadakan himenektomi, dengan perlindungan
antibiotika, darah tua kental kehitam hitaman keluar.
Sebaiknya sesudah tindakan penderita dibaringkan dalam
letak fowler. Selama 2-3 hari darah tua kental tetap
akan mengalir disertai dengan pengwilan tumor- tumor
tadi.
b. ATRESIA LABIA MINORA
Atresia kedua labium minus kelainan ini disebabkan membrane
urogenatalis yang tidak menghilang dibagian vulva dibelakang
klitoris ada lubang untuk pengeluaran air kencing dan darah
haid. Koitus walaupun sukar masih dapat dilaksanakan.
Malahan dapat terjadi kehamilan. Pada partus hanya
diperlukan sayatan digaris tengah cukup panjang untuk
melahirkan janin.
Kelainan tersebut (atresia lobio minora) dapat terjadi pula
sesudah partus. Dalam hal ini radang menyebabkan kedua
labium minus melekat, dengan masih ada kemungkinan penderita
dapat berkeing.
Pengobatan Terdiri atas melepaskan perlekatan dan menjait
luka-luka yang timbul

c. HYPERTROPI LABIA MINORA


Ini dapat terjadi pada satu atau kedua labium minus.
Pemberian pengertian bahwa keadaan tersebut bukan suatu hal
yang mengkhawatirkan biasanya cukup. Bila penderita tetap
merasa terganggu karenanya, maka pengangkatan jaringan yang
berlebihan dapat dikerjakan.

d. DUPLIKASI VULVA
Sangat jarang ditemukan, bila terjadi biasanya diikuti
dengan kelainan congenital yang lain dan seringkali bersifat
lethal.

7
Etiologi
Kelainan-kelainan kongenital alat-alat genital dapat
disebabkan oleh faktor lingkungan, seperti keadaan
endometrium yang mempengaruhi nutrisi mudigah,
penyakit metabolisme, penyakit virus, akibat obat-
obatan teratogenik, dan lain-lain yang terdapat
dalam masa kehamilan. Sebagian besar dari kelainan
ini tidak mengikutsertakan ovarium atau genetalia
eksterna, sehingga banyak diantaranya tidak
menampakkan diri sebelum menarche atau sebelum
perkawinan.Disamping itu, terdapat kelainan-kelainan
yang berasal dari kelainan kromosom khususnya
kromosom seks dan gangguan hormonal. Kelainan ini
sering kali menimbulkan masalah interseks. Pada
seorang interseks bisa terdapat bahwa jenis gonadnya
tidak sesuai dengan kromosom seksnya atau dengan
morfologi genetalia interna, dan morfologi genetalia
eksterna, khususnya bentuk genetalia eksterna
sedemikian rupa, sehingga jenis kelainan bayi dari
yang bersangkutan tidak dapat ditentukan dengan
segera.
e. HIPOPLASIA VULVA
Hipoplasia vulva ditemukan bersamaan dengan genitalia
interna yang kurang berkembang.Terjadi pada keadaan
hipoestrogenisme, infatilisme. Ciri sex sekunder juga tidak
berkembang. “Vulva mencerminkan keadaan ovarium” Kelainan
Perineum Bayi tidak beranus, anus bermuara ke saluran
genitalia, dan saluran air kencing dan feses pada satu
lubang.
1) Etiologi
Beberapa faktor etiologi yang diduga dapat
mempengaruhi terjadinya kelainan ini antara lain :
 Kelainan genetik dan kromosom
Kelainan genetik pada ayah ibu memungkinkan
besar akan berpengaruh atas kejadian kelainan
ini pada anaknya. Tetapi dapat pula diwarisi
oleh bayi yang bersangkutan sebagai unsur
dominan atau kadang sebagai unsur resesif.
Dengan adanya kemajuan dalam bidang teknologi
kedokteran, maka telah dapat diperiksa

8
kemungkinan adanya kelainan kromosom selama
kehidupan fetal serta telah dapat
dipertimbangkan tindakan-tindakan
selanjutnya.
 Faktor Mekanik
Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan
intrauterin dapat menyebabkan kelainan bentuk
organ tersebut. Faktor predisposisi dalam
pertumbuhan organ itu sendiri akan
mempermudah terjadinya deformitas suatu
organ.
 Faktor Obat
Beberapa jenis obat tertentu yang diminum
wanita hamil pada trimester pertama kehamilan
diduga sangat erat hubungannya dengan
terjadinya kelainan kongenital pada bayinya.
Salah satu jenis obat yang dapat
mengakibatkan terjadinya fokomelia atau
mikromelia. Beberapa jenis jamu-jamuan yang
diminum wanita hamil muda dengan tujuan yang
kurang baik diduga erat pula hubungannya
dengan terjadinya kelainan kongenital.
Walaupun hal ini secara laboratorik belum
banyak diketahui secara pasti.
 Faktor Hormonal
Faktor ini diduga mempunyai hubungan pula
dengan kejadian hipoplasi vulva.
 Faktor Radiasi
Radiasi pada permulaan kehamilan memungkinkan
akan dapat menimbulkan kelainan pada janin.
Adanya riwayat radiasi yang cukup besar pada
orang tua dikhawatirkan akan dapat
mengakibatkan mutasi pada gen yang mungkin
sekali dapat menyebabkan kelainan pada bayi
yang dilahirkan.
 Faktor Gizi
Pada penyelidikan-penyelidikan menunjukkan
bahwa frekuensi kelainan, pada bayi-bayi yang
dilahirkan oleh ibu yang kekurangan makanan

9
lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi-
bayi yang lahir dari ibu yang baik gizinya.
2) Pengobatan kelainan pada vulva
Pembedahan pada kasus kelainan vagina harus selalu
berpegang pada tujuan pembedahan secara umum, yaitu
menghilangkan keluhan penderita, menghilangkan
keadaan patologi, mengembalikan fungsi organ
tersebut, dan memperhatikan estetik.
f. Kelainan perineum
Pada kloaka persisten karena septum urogenital tidak tumbuh,
bayi tidak mempunyai lubang anus, atau anus bermuara dalam
sinus urogenitalis., dan terdapat satu lubang dari mana
keluar air kencing dan feses.
2. Vagina
a. SEPTUM VAGINA
Sekat sagital di vagina dapat ditemukan dibagian atas
vagina. Tidak jarang hal ini ditemukan dengan kelainan pada
uterus, oleh karena ada gangguan dalam fusi atau kanalisasi
kedua duktus muleri.
Pada umum kelainan ini tidak menimbulkan keluhan pada yang
bersangkutan, dan baru ditemukan pada pemeriksaan
ginekologik. Darah haid juga keluar secara normal.
Disperuani dapat timbul, meskipun biasanya septum itu tidak
dapat mengganggu koitus.
Pada persalinan septum tersebut dapat robek spontan atau
perlu disayat dan diikat. Tindakan tersebut dilakukan pula
bila ada dispareuni.

b. APLASIA DAN ATRESIA VAGINA


Pada alpasia vagina kedua duktus mulleri mengadakan fusi,
akan tetapi tidak berkembang dan tidak mengadakan
kanalisasi, sehingga bila ditemukan jaringan yang tebal
saja. Pada umumnya bila dijumpai alpasia vagina maka sering
pula ditemukan uterus yang rudimeter(mengecil).
Pada alpasia vagina tidak ada vagina. Dan tempatnya
introitus vagina hanya terdapat cekungan yang dangkal atau
yang agak dalam.
Disini terapi terdiri atas pembutan vagina baru. Beberapa
metode telah dikembangkan untuk keperluan itu. Ini sebabnya
pada saat wanita yang bersangkutan akan menikah. Dengan

10
demikian vagina baru dapat digunakan dan dapat dicegah bahwa
vagina buatan akan meyempit.
Pada atresia vagina terdapat gangguan dalam kanalisasi,
sehingga terbentuk suatu septum yang horisontal, septum itu
dapat ditemukan pada bagian proksimal vagina, akan tetapi
bisa juga pada bagan bawah, diatas hymen (atresia
retrohinalis).
Bila penutupan vagina itu menyeluruh, menstruasi timbul
tetapi darah haid tidak keluar. Terjadilah hematokolpos yang
dapat mengakibatkan hematometra dan hematosalpink.
Penanganan hemotokolpos sudah bibahas dalam pembiaraan
tentang atresia himenalis.
Bila penutupan vagina tidak menyeluruh, tidak akan timbul
kesulitan, kecuali mungkin pada partus kala dua.

c. KISTA VAGINA
1) Pengetian
Kista vagina adalah suatu kantong tertutup pada
dinding atau bagian bawah dinding vagina yang berisi
cairan atau bahan semi padat. Kista terjadi akibat
tersumbatnya kelenjar atau salurannya sehingga cairan
terkumpul di dalamnya. Kista di vagina biasanya tidak
nyeri. Ukurannya bervariasi mulai dari seukuran
kacang sampai seukuran buah plum. Sedangkan Kista
inklusi terjadi akibat trauma seperti akibat tindakan
operasi. Kista Gartner merupakan salah satu kista di
vagina. Kista ini berasal dari sisa saluran saat
janin dalam perkembangan yang awalnya membesar
kemudian menghilang. Tetapi kadang-kadang kista ini
lumayan membesar sehingga terlihat dari luar vagina.
Kista vagina biasanya tidak bergejala. Jika
bergejala, maka gejalanya hanya berupa pembengkakan
kecil di dinding vagina, massa tumor keluar dari
liang vagina atau nyeri saat melakukan hubungan
seksual.
Kista vagina kadang hilang dengan sendirinya. Jika
tidak hilang, maka perlu dilakukan tindakan operasi
untuk membuangnya. Setelah operasi maka kista
biasanya tidak akan kambuh. Kista ini sering
ditemukan secara tidak sengaja saat dilakukan

11
pemeriksaan panggul, dimana terlihat atau teraba
adanya tumor di dinding vagina. Biasanya dilakukan
biopsi untuk menentukan apakah tumor jinak atau
ganas. Justru jika lokasi kista dekat dengan kandung
kemih atau salurannya, maka dilakukan pemeriksaan
rontgen untuk memastikan kedua organ tersebut tidak
terkena.

2) Klasifikasi Kista Vagina


a) Kista Inklusi
Ditemukan di vulva, vagina atau perineum
 Definisi :
Suatu kantong tertutup pada dinding atau bagian
bawah dinding vagina yang berisi cairan atau bahan
semi padat. Kista terjadi akibat tersumbatnya
kelenjar atau salurannya sehingga cairan terkumpul
didalamnya.
 Etiologi :
Merupakan salah satu jenis kista yang biasanya
terjadi di bagian vagina dan biasanya terjadi
akibat trauma seperti akibat tindakan operasi.
 Gejala :
Gejalanya hanya berupa pembengkakan kecil di
dinding vagina, massa tumor keluar dari liang
vagina atau nyeri pada saat melakukan hubungan
seksual.
 Pemeriksaan :
 Jika gejala-gejala yang timbul tidak
hilang maka lakukan operasi.
 Setelah operasi simak kista biasanya tidak
akan kambuh.
 Dilakukan pemeriksaan panggul.
 Raba adanya tumor di dinding vagina.
 Dilakukan biopsi untuk menentukan apakah
tumor jinak atau ganas.
 Jika lokasi kista dekat dengan kandung
kemih atau salurannya maka dilakukan
pemeriksaan rontgen untuk memestikan ke
dua organ tidak terkena.

12
b) Kista Duktus Gartner
 Definisi
Kista yang terletak di dinding vagina (duktus
gartner) yang berisi cairan atau bahan semi
solid.
 Etiologi
Kista gartner berkembang di daerah duktus
gartner, biasanya di dinding vagina. Duktus
ini aktif saat perkembangan janin namun
biasanya menghilang setelah lahir. Pada
beberapa kasus, sebagian duktus ini terisi
cairan yang berkembang menjadi kista.
 Gejala
Ganjalan di dinding vagina dan rasa tidak
nyaman saat berhubungan seksual.
 Pemeriksaan
 Pada saat pemeriksaan pelvis dapat
dirasakan adanya tonjolan atau masa di
dinding vagina.
 Biopsy kadang dilakukan untuk
menyingkirkan kemungkinan kanker vagina,
terutama jika teraba keras.
 Jika kista berlokasi dibawah uretra atau
vesika urinaria, pemeriksaan radiologi
mungkin dilakukan untuk memastikan dan
menyakinkan bahwa kista tidak melibatkan
struktur-struktur ini.
3) Penyebab Kista Vagina
a) Riwayat kista vagina terdahulu
b) Siklus haid tidak teratur
c) Menstruasi di usia dini (11 tahun atau lebih
muda)
d) Kista vagina terjadi akibat tersumbatnya kelenjar
atau salurannya sehingga cairan terkumpul di
dalamnya.
4) Patofisiologi Kista Vagina

13
Tumor ini berasal dari epitel permukaan ovarium
invaginasi yang sederhana dari epitel germinal sampai
ke invaginasi disertai permukaan ruangan kista yang
luas terjadi pembentukan papil-papil kearah dalam
tumor kistik.
5) Etiologi Kista Vagina
a) Faktor yang menyebabkan gajala kista meliputi;
1. Gaya hidup tidak sehat.
2. Konsumsi makanan yang tinggi lemak dan kurang
serat
3. Zat tambahan pada makanan
4. Kurang olah raga
5. Merokok dan konsumsi alcohol
6. Terpapar dengan polusi dan agen infeksius
7. Sering stress
8. Faktor Genetik
6) Penanganan
Yaitu pengangkatan kista dengan pengupasan kulitnya

3. UTERUS DAN TUBA FALOPPI


Kelainan yang timbul pada uterus dan tuba adalah kelainan yang
timbul pada pertumbuhan duktus Mulleri berupa tidak
terbentuknya satu atau kedua duktus, gangguan dalam kedua
duktus, dan ganggun dalam kanalisasi setelah fusi. Sering
disertai kelainan traktus urinarius, tapi ovum normal.
a. Gagal dalam pembentukan :
Apabila satu duktus Mulleri tdk terbentuk → uterus unikornis
(vagina dan serviks normal tapi uterus hanya mempunyai 1
tanduk serta 1 tuba. Biasanya hanya terdapat 1ovarium dan 1
ginjal). Jika kedua duktus Mulleri tidak terbentuk → uterus
dan vagina tidak ada (kecuali 1/3 bgn bawah), tuba tidak
terbentuk atau rudimenter.
b. Gagal dalam mengadakan fungsi
kegagalan untuk bersatu seluruhnya atau sebagian dari kedua
duktus Mulleri. Dapat dijumpai kelainan sbb :
1) Uterus terdiri dari 2 bagian yang simetris :
a) Uterus Septus
b) Uterus subseptus
c) Uterus bikornis unikollis
d) Uterus bikornis bikollis (Uetrus di delphy s)

14
e) Uterus aquartus

2) Uterus terdiri atas 2 bagian yang tidak simestris :


Disini 1 duktus Mulleri berkembang normal, akan tetapi
yang lain mengalami keterlambatan dalam pertumbuhannya.
a) Ovarium
Tidak adanya kedua atau satu ovarium merupakan Hal
yang jarang terjadi. Biasanya tuba tidak ada juga dan
kadang-kadang didapatkn ovarium tambahan namun ovarium
ini kecil dan terletak jauh dari ovarium yang normal.
b) Sistem genitalia dan sistem traktus urinarium
Dua sistem ini dalam pertumbuhannya mempunyai hubungan
yang dekat, sehingga dapat terjadi kelainan dalam
pertumbuhan yang mengenai kedua sistem
tersebut.termasuk dalam hal ini kloaka persistens
apabila tidak terbentuk septum urorektale; ekstrofi
kandung kencing dengan vagina terdorong kedepan
didaerah suprapublik, dan klitoris terbagi 2 karena
dinding perut bagian bawah tidak terbentuk.

C. Kelainan pada sistem reproduksi karena keadaan tidak normal atau


karena pengaruh hormonal
1. Kelainan karena kromosom yang abnormal
a. Sindrom Turner (Disgenesis Gonad) dimana tidak ditemukan
sel-sel kelamin primordial, dan tdk ada pertumbuhan korteks
atau medulla pada gonad.
b. Ciri-cirinya pendek (< 150 cm), amenorea primer dan nevus di
kulit cukup banyak. Kelamin sekunder tidak tumbuh, genitalia
eksterna kurang tumbuh tapi kecerdasan normal. Susunan
kromosom : 44 otosom dan I kromosom X (seks) → 45-XO
c. Superfemale ; terjadi 1 diantara 1000 kelahiran bayi wanita
dan disebabkan karena non-dysjunction. Ciri-cirinya perwakan
seperti wanita biasa, perkembangan seks normal, tidak
infertil, hanya kecerdasannya seringkali rendah.
Kariotipenya 47-XXX
d. Sindroma Kleinefelter ; sindrom ini ditemukan pada penderita
dengan fenotipe pria. Pada masa pubertas tumbuh ginekomasti.
Genitalia eksterna tumbuh dengan baik, ereksi dan koitus
umumnya dapat berjalan dengan baik. Testis dalam keadaan

15
atrofi, terdapat azoospermi. Keluhn ginekomasti dapat
diterapi dengan tindakan operasi.
e. Hermafrodistismus ; jarang dijumpai. Terdapat jaringan
testis pada sisi yang satu dan jaringan ovarium pada sisi yg
lain. Sebagian besar dari penderita menunjukkan kromatin
seks dan gambaran kariotipe wanita. Kariotipe antara lain
46-XX atau 46-XY
f. Sindroma Down (Trisomi 21) ; ditemukan 1 per 670 janin lahir
hidup akibat kromosom otosom yg abnormal. Kejadian makin
meningkat dengan makin tuanya ibu. Disebabkan karena adanya
translokasi pada kromosom 21. Ciri-cirinya menunjukkan
kecerdasan yang rendah, seringkali mulut terbuka dengan
lidah yang menonjol, oksiput dan muka gepeng.
g. Sindrom Edwards (Trisomi 18) : ciri-cirinya pertumbahan anak
lambat, kepalanya memanjangdgn kelainan pada kepala, sering
ada kelainan jantung dan dada dgn sternum pendek.
h. Sindrom Patau (Trisomi 13) : Ciri-cirinya BBLR,
pertumbuhannya lambat, palatoskisis dan labioskisis,
mikrosefali dan polidaktili. Sering pula ditemukan kelainan
jantung.

2. Kelainan karena pengaruh hormonal


a. Maskulinisasi pada wanita dgn kromosom dan gonad wanita
Sering disebut sebagai sindrom adrogenital kongenital
(congenital adrenal hiperplasia). Disebabkan pengaruh
virilisasi oleh androgen yang dibuat sebagai hasil gangguan
dari metabolisme pada glandula adrenal. Karena gangguan itu
androgen dibuat berlebihan pada janin.
Ciri-cirinya : pada bayi ditemukan lipatan labium mayus
kanan dan kiri menjadi satu dan klitoris membesar. Di dalam
lipatan yg menyerupai skrotum tidak ditemukan kelenjar
kelamin. Uterus, tuba dan ovarium tampak normal. Androgen
tdk mempengaruhi tumbuhnya alat genitalia janin wanita
b. Sindrom feminisasi Testikuler
c. Suatu kelainan pada seseorang dgn genotipe pria dan fenotipe
wanita, dan dengan genitalia eksterna seperti pada wanita.
Penyebabnya → gangguan metabolisme endokrin pada janin,
dimana tidak ada kepekaan jaringan alat-alat genital
terhadap androgen yg dihasilkan secara normal oleh testis
janin.

16
Ciri-cirinya : mempunyai ciri-ciri khas wanita tetapi tidak
mempunyai genitalia interna wanita, dan terdapat testis yang
tidak berkembang ditemukan di rongga abdomen, kanalis
inguinalis atau di labium mayus. Testis tidak menunjukkan
spermatogenesis. Sebagian besar berwajah wanita, tinggi ,
pertumbuhan pannukulus adiposus normal dan pertumbuhan
mammae baik. Rambut pubis kurang atau tidak ada demikian
pula rambut ketiak, vagina pendek dan menutup. Kelenjar
kelamin hanya mengandung jaringan testis yang rudimenter dan
kemungkinan akan menimbulkan neoplasma oleh sebab itu harus
diangkat jika sudah dewasa.

D. Penatalaksanaan kelainan sistem reproduksi


a. Penatalaksanaan meliputi :
1. Anamnesa dan Pemeriksaan
a) Anamnesa
Anamnese : Secara rutin ditanyakan : umur penderita,
sudah menikah atau belum, paritas, siklus haid, penyakit
yang pernah diderita, terutama kelainan ginekologik serta
pengobatannya, dan operasi yang pernah dialami.
b) Gejala-gejala penyakit ginekologi yang paling sering
adalah :
1) Perdarahan
2) Rasa Nyeri
3) Pembengkakan
c) Dalam anamnese yang perlu ditanyakan :
1) Riyawat penyakit umum
2) Riwayat obstetric
3) Riwayat ginekologik
4) Riwayat haid
5) Keluhan sekarang
6) Perdarahan yaitu Lamanya, banyaknya, hubungan dengan
haid? Menoragia, hipermenore, hipomenore oligomenore,
polimenore,metroragia.
d) Perdarahan setelah haid terlambat :
1) Abortus
2) Mola hidatidosa
3) Kehamilan ektopik
e) Perdarahan setelah Coitus :
1) Karsinoma Serviks

17
2) Polip Serviks
3) Erosi porsio
4) Perlukaan hymen, forniks posterior
f) Perdarahan pada masa Menopause
1) Karsinoma endometrium
2) Karunkula uretralis
3) Vaginitis / endometritis senilis
4) Pemakaian pessarium yang lama
5) Polip serviks
6) Erosi porsio
7) Pengobatan hormonal
8) Fluor albus (leukorea)
 Lama, terus menerus/waktu tertentu, banyaknya,
baunya, disertai gatal atau nyeri ?
 Normal : kehamilan, menjelang / setelah haid, waktu
ovulasi, rangsangan seksual
 Patologik : mengganggu, ganti celana berkali kali
disertai gatal atau nyeri, berbau.
 Dismenore, nyeri diperut bagian bawah / pinggang,
mules, ngilu, ditusuk tusuk
 Mengganggu pekerjaan sehari hari, hilang dgn obat ?
Menjelang, sewaktu atau setelah haid ?
g) Rasa nyeri ; dismenorea, dispareunia, nyeri perut, nyeri
pinggang
 Dispareunia kel.organik atau psikologik ? Organik :
vagina sempit, peradangan/ luka, adneksitis,
parametritis, endometriosis
 Nyeri perut : kel.Letak uterus, neoplasma,
peradangan akut / kronik, ruptur tuba, abortus tuba
torsi kista ovarium, putaran tangkai mioma
subserosum, KET.
 Nyeri pinggang : parametritis fibrosis ligamentum
Kardinale dan ligamentum Sakrouterinum,
kel.ortopedik, persalinan lama dan keletihan otot –
otot panggul
h) Miksi (keluhan BAK)
 Apakah disertai nyeri, sering kencing, retensi
urin, kencing tidak lancar, kencing tidak tertahan

18
ii. Disuri : nyeri waktu kencing, nyeri Suprapubis,
kencing sering

16

 Retensi urin : retrofleksio, uteri gravid, mioma


uteri, kista ovarium, sistokel, post partum, post
op daerah vagina / perineum / rektal.
 Inkontinensia urin / stress incontinence :
 Penderita dapat menahan air kencing => jika tekanan
Intrabdominal meningkat (batuk, bersin, tertawa
keras, mengangkat barang berat) maka urin menetes
yang tak dapat ditahan => sistokel, ofisium
urethrae internum yang lebar.
i) Defekasi (keluhan BAB)
 Apakah ada nyeri defekasi
 Feses encer + lendir, nanah, darah
 Fistula rektovaginalis , feses dari kemaluan
 Ruptur perineum tk.III , tidak dapat menahan
keluarnya feses è M. Sfingter ani eks.putus

2. Pemeriksaan :
a. Pemeriksaan Umum
1) Pemeriksaan umum ; tanda vital, bentuk tubuh (gemuk
atau kurus), keadaan jiwa penderita, mata (anemis),
kelenjar gondok (struma), jantung, paru dll
2) Pemeriksaan payudara ; kelainan endokrin, gravid dan
karsinoma mammae
3) Pemeriksaan perut ; Inspeksi, palpasi, Perkusi dan
Auskultasi
b. Pemeriksan abdominal
1) Pasien posisi supinasi
2) Relaks, bantal kepala
3) Abdomen tidak tegang
4) Inspeksi abdomen : massa, pembesaran organ, asites,
5) Palpasi : 4 kuadran => menurut arah jarum jam
6) Massa : ukuran/besarnya, batas, permukaan, konsistensi
7) Ukuran dan bentuk hepar, limpa, “omental cake”
8) Perkusi : nyeri ketok ?
9) Pasien : inspirasi/ekspirasi pada pem. Hepar
19
10) Auskultasi : bising usus

c. Pemeriksaan Ginekologik
Hasil dari pemeriksaan yang dilakukan dibuat dalam
catatan-catatan khusus yg disebut status ginekologis
Ginecologycal investigations Noninvasive
1) Cytology
2) Biochemistry (e.g. tumor markers)
3) Microbiology
4) Colposcopy
5) Hormonal assay
6) Ultrasound
7) Radiology

Invasive

1) Dilatation and curettage


2) Biposy (punch, cone, endometrial)
3) Hysterosalpingography
4) Laparoscopy
5) Hysteroscopy
6) Laparotomy

d. Pemeriksaan dalam Vagina (bimanual)


1) Jari telunjuk dan jari tengah dimasukkan ke dalam
vagina di daerah forniks posterior, tangan lain di
luar, di bawah umbilicus
2) Vagina, forniks dan serviks dipalpasi
3) Pemeriksaan bimanual nilai uterus : besar, ukuran,
bentuk, posisi, konsistensi
4) Adneksa kiri, kanan : pembesaran besar, ukuran,
bentuk, konsistensi, mobilitas, sensitivita
5) Pemeriksaan rektal rutin pada wanita menopause
6) Nilai : sfingter ani, mukosa usus, massa hemoroid

e. Pemeriksaan Penunjang
1) Hemoglobin (Hb) (Mioma uteri, karsinoma serviks, KET,
Anemia)
2) Jumlah lekosit/led : peradangan atau neoplasma
3) Plano tes

20
4) Gula darah, fungsi ginjal, fungsi hati
5) Pap’s Smear
6) Foto thoraks
7) USG

21
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur
bayi yang timbul sejak kehidupan hasil kosepsi sel telur.
Kelainan kongenital dapat merupakan sebab terjadinya abortus,
lahir mati atau kematian segera lahir.
Beberapa faktor etiologi yang diduga dapat mempengaruhi
terjadinya kelainan kongenital, antara lain:
a.kelainan genetik dan kromosom
b.faktor mekanik
c.faktor infeksi
d.faktor obat
e.faktor umur ibu
f.faktor hormonal
g.faktor radiasi
h.faktor gizi dan lain – lain.
Kelainan Kongenital Organ Reproduksi dapat terjadi pada vulva,
vagina, perineum, uterus dan ovarium.

B. Saran
Berdasarkan simpulan dari isi makalah ini jika terdapat
kekurangan dalam hal penyajian makalah ini dan dalam hal
penyusunan kata-kata yang kurang efektif penulis mohon kritik dan
saran yang berguna bagi penulisan makalah selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA
Wiknjosastro, Hanifa. Dkk., 2008. Ilmu Kandungan. Edisi Kedua Cetakan.
Keenam. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Manuaba,Ida Bagus Gde.1999.Memahami Kesehatan Reproduksi
wanita.Jakarta: Arcan

22

Anda mungkin juga menyukai