SISTEM REPRODUKSI
Diposkan pada 15 Februari 2015 oleh sindycarlozahandayani
DISUSUN OLEH :
NAMA : SINDY CARLOZA HANDAYANI
NIM : 13211378
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang 1
1.2 Tujuan 1
1.3 Manfaat 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Defenisi 2
2.2 Macam-macam kelainan kongenital reproduksi 2
2.3 Penatalaksanaan 15
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan 20
3.2 Saran 20
DAFTAR PUSTAKA 21
ii
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Defenisi
Kelainan kongenital merupakan kelainan dlm pertumbuhan struktur bayi yang timbul
sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur. Kelainan kongenital dpt merupakan sebab
terjadinya aborus, lahir mati atauematian segera lahir.
Beberapa faktor etiologi yang diduga dapat mempengaruhi terjaadinya kelainan
kongenital, antara lain:
1. kelainan genetik dan kromosom
2. faktor mekanik
3. faktor infeksi
4. faktor obat
5. faktor umur ibu
6. faktor hormonal
7. faktor radiasi
8. faktor gizi
9. faktor-faktor lain
2.2 Kelainan-kelainan kongenital berupa gangguan dalam organogenesis sistem
reproduksi pada janin yang genetik normal antara lain :
1. Vulva
a. Hymen inferforata
Himen imperforatus ialah selaput darah yang tidak menunjukkan lubang ( hiatus
himenalis ) sama sekali, suatu kelainan yang ringan dan yang cukup sering dijumpai.
Kemungkinan besar kelainan ini tidak dikenal sebelum menarshe. Sesudah itu
molimina menstruasi dialami setiap bulan, tetapi darah haid tidak keluar. Darah haid
terkumpul dalam vagina dan menyebabkan hymen tampak kebiru-biruan dan
menonjol keluar. Bila keadaan ini yang dinamakan hematokolpos dibiarkan, maka
uterus akan terisi juga dengan darah haid dan akan membesar (hematometra) ,
selanjutnya akan timbul pula pengisian tuba kiri dan kanan (hematosalpink) yang
dapat dirabah dari luar sebagai tumor kistik dikanan dan kiri atas smpisis.
2
Sekali-kali pada atresia himenalis ditemukan pada neonates atau pada gadis kecil
vagina terisi oleh suatu airan lendir (hidokolpos). Apabila timbul tekanan–tekanan dan
disertai dengan radang sekunder, hendaknya hymen dibuka dan dipasang drain.
Selayaknya diberi pula antibiotika.
Bila atresia himenalis ditemukan pada gadis kecil tanpa menimbulkan gejala-gejala,
maka keadaan diawasi saja sampai anak lebih besar dan situasi anatomi menjadi lebih
jelas. Dengan demikian dapat diketahui apakah benar ada atresia himenalis atau
apakah vagina sama sekali tidak terbentuk (aplasia vaginae).
1) Etiologi
Kelainan kongenital himen imperforata secara pasti belum jelas, akan tetapi beberapa
peneliti ada yang menganggap karena adanya gangguan pada gen autosomal resesif
(Jones, 1972), gangguan pada transmitted sex-linked autosommal dominant (Shohiv,
1978), adanya hormon antimullerian. Selain itu diduga akibat produksi faktor regresi
Mulleri yang tidak sesuai pada gonad embrio wanita, tidak adanya atau kurangnya
reseptor estrogen yang terbatas pada saluran Muller bawah, terhentinya perkembangan
saluran Muller oleh bahan teratogenik.
2) Pemeriksaan
Untuk menegakkan diagnosis himen imperforata dilakukan beberapa pemeriksaan
penunjang. Penelitian di Hong Kong dari periode 1999 sampai 2007 dilakukan review
23 kasus selaput dara imperforata, untuk menekankan kemudahan membuat diagnosis
selaput dara imperforata dengan pemeriksaan alat kelamin rutin di masa kanak-
kanak(Jason Yen,2008). Pemeriksaaan dilakukan dengan :
a) Anamnesa yang menyeluruh
Tanyakan secara menyeluruh riwakyat kesehatan keluarga. Keluhan yang paling
sering ditemukan adalah amenorhoe primer dan nyeri abdomen. Pasien mengalami
masa pubertas dengan masa telarche yang normal. Karena ovarium berfungsi secara
normal, penderita mengalami perubahan-perubahan pada tubuhnya sesuai dengan
siklus menstruasi.
b) Pemeriksaan fisik
a. Pertumbuhan tanda-tanda seksual sekunder normal dan timbulnya setelah masa
pubertas, sama seperti wanita normal lainnya. Tinggi badan normal
b. Pemeriksaan dengan spekulum
c. Pada pemeriksaan colok dubur dapat ditentukan besar dan luas gumpalan darah di
alat kelamin dalam.
d. Menempatkan pasien dalam posisi lutut-dada bantu pemeriksaan fisik pada
kelompok usia anak. Memiliki berlutut pasien di meja pemeriksaan dengan sikunya di
meja dan wajahnya beristirahat di tangannya. Perlahan menyebar pantat dan labia dan
memiliki napas pasien atau pukulan. Jika pemeriksaan masih sulit, obat penenang atau
anestesi mungkin diperlukan.
c) Pemeriksaan Penunjang
a. USG
Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis himen imperforata dapat
dilakukan pemeriksaan USG untuk menentukan ada dan luasnya perdarahan di uterus,
tuba, dan rongga perut.
b. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI dapat memberikan pencitraan yang terbaik dari jaringan seperfisial dan jaringan
yang lebih dalam. MRI dapat mengklarifikasi hasil pemeriksaan USG mengenai
cavum uterus, dan dapat memeriksa struktur subperitoneal serta dapat mendeteksi
adanya serviks uteri.
Chin Med Assoc Journal: Tahun: 2007/volume70/edisi(12)/ halaman559–561
Hong Kong . Emerg. Med Journal. Tahun 2009 / Vol. 17/edisi 5/hal 371 – 373
e. Hipoplasi vulva
Hipoplasia vulva ditemukan bersamaan dengan genitalia interna yang kurang
berkembang.Terjadi pada keadaan hipoestrogenisme, infatilisme. Ciri sex sekunder
juga tidak berkembang. “Vulva mencerminkan keadaan ovarium” Kelainan Perineum
Bayi tidak beranus, anus bermuara ke saluran genitalia, dan saluran air kencing dan
feses pada satu lubang .
1) etiologi
Beberapa faktor etiologi yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya kelainan ini
antara lain :
a) Kelainan genetik dan kromosom
Kelainan genetik pada ayah ibu memungkinkan besar akan berpengaruh atas kejadian
kelainan ini pada anaknya. Tetapi dapat pula diwarisi oleh bayi yang bersangkutan
sebagai unsur dominan atau kadang sebagai unsur resesif.
Dengan adanya kemajuan dalam bidang teknologi kedokteran, maka telah dapat
diperiksa kemungkinan adanya kelainan kromosom selama kehidupan fetal serta telah
dapat dipertimbangkan tindakan-tindakan selanjutnya.
b) Faktor Mekanik
Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan intrauterin dapat menyebabkan
kelainan bentuk organ tersebut. Faktor predisposisi dalam pertumbuhan organ itu
sendiri akan mempermudah terjadinya deformitas suatu organ.
6
c) Faktor Obat
Beberapa jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil pada trimester pertama
kehamilan diduga sangat erat hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital
pada bayinya. Salah satu jenis obat yang dapat mengakibatkan terjadinya fokomelia
atau mikromelia. Beberapa jenis jamu-jamuan yang diminum wanita hamil muda
dengan tujuan yang kurang baik diduga erat pula hubungannya dengan terjadinya
kelainan kongenital. Walaupun hal ini secara laboratorik belum banyak diketahui
secara pasti.
d) Faktor Hormonal
Faktor ini diduga mempunyai hubungan pula dengan kejadian hipoplasi vulva.
e) Faktor Radiasi
Radiasi pada permulaan kehamilan memungkinkan akan dapat menimbulkan kelainan
pada janin. Adanya riwayat radiasi yang cukup besar pada orang tua dikhawatirkan
akan dapat mengakibatkan mutasi pada gen yang mungkin sekali dapat menyebabkan
kelainan pada bayi yang dilahirkan.
f) Faktor Gizi
Pada penyelidikan-penyelidikan menunjukkan bahwa frekuensi kelainan, pada bayi-
bayi yang dilahirkan oleh ibu yang kekurangan makanan lebih tinggi bila
dibandingkan dengan bayi-bayi yang lahir dari ibu yang baik gizinya.
2) Pengobatan kelainan pada vulva
Pembedahan pada kasus kelainan vagina harus selalu berpegang pada tujuan
pembedahan secara umum, yaitu menghilangkan keluhan penderita, menghilangkan
keadaan patologi, mengembalikan fungsi organ tersebut, dan memperhatikan estetik.
f. Kelainan perineum
Pada kloaka persisten karena septum urogenital tidak tumbuh, bayi tidak mempunyai
lubang anus, atau anus bermuara dalam sinus urogenitalis., dan terdapat satu lubang
dari mana keluar air kencing dan feses.
2. Vagina
a. Septum vagina
Sekat sagital di vagina dapat ditemukan dibagian atas vagina. Tidak jarang hal ini
ditemukan dengan kelainan pada uterus, oleh karena ada gangguan dalam fusi atau
kanalisasi kedua duktus muleri.
Pada umum kelainan ini tidak menimbulkan keluhan pada yang bersangkutan, dan
baru ditemukan pada pemeriksaan ginekologik. Darah haid juga keluar secara normal.
Disperuani dapat timbul, meskipun biasanya septum itu tidak dapat mengganggu
koitus.
Pada persalinan septum tersebut dapat robek spontan atau perlu disayat dan diikat.
Tindakan tersebut dilakukan pula bila ada dispareuni.
b. Aplasia dan atresia vagina
Pada alpasia vagina kedua duktus mulleri mengadakan fusi, akan tetapi tidak
berkembang dan tidak mengadakan kanalisasi, sehingga bila ditemukan jaringan yang
tebal saja. Pada umumnya bila dijumpai alpasia vagina maka sering pula ditemukan
uterus yang rudimeter(mengecil).
Pada alpasia vagina tidak ada vagina. Dan tempatnya introitus vagina hanya terdapat
cekungan yang dangkal atau yang agak dalam.
Disini terapi terdiri atas pembutan vagina baru. Beberapa metode telah dikembangkan
untuk keperluan itu. Ini sebabnya pada saat wanita yang bersangkutan akan menikah.
Dengan demikian vagina baru dapat digunakan dan dapat dicegah bahwa vagina
buatan akan meyempit.
Pada atresia vagina terdapat gangguan dalam kanalisasi, sehingga terbentuk suatu
septum yang horisontal, septum itu dapat ditemukan pada bagian proksimal vagina,
akan tetapi bisa juga pada bagan bawah, diatas hymen (atresia retrohinalis).
Bila penutupan vagina itu menyeluruh, menstruasi timbul tetapi darah haid tidak
keluar. Terjadilah hematokolpos yang dapat mengakibatkan hematometra dan
hematosalpink. Penanganan hemotokolpos sudah bibahas dalam pembiaraan tentang
atresia himenalis.
Bila penutupan vagina tidak menyeluruh, tidak akan timbul kesulitan, kecuali
mungkin pada partus kala dua.
c. Kista vagina
1) Pengertian
Kista vagina adalah suatu kantong tertutup pada dinding atau bagian bawah dinding
vagina yang berisi cairan atau bahan semi padat. Kista terjadi akibat tersumbatnya
kelenjar atau salurannya sehingga cairan terkumpul di dalamnya. Kista di vagina
biasanya tidak nyeri. Ukurannya bervariasi mulai dari seukuran kacang sampai
seukuran buah plum. Sedangkan Kista inklusi terjadi akibat trauma seperti akibat
tindakan operasi. Kista Gartner merupakan salah satu kista di vagina. Kista ini berasal
dari sisa saluran saat janin dalam perkembangan yang awalnya membesar kemudian
menghilang. Tetapi kadang-kadang kista ini lumayan membesar sehingga terlihat dari
luar vagina. Kista vagina biasanya tidak bergejala. Jika bergejala, maka gejalanya
hanya berupa pembengkakan kecil di dinding vagina, massa tumor keluar dari liang
vagina atau nyeri saat melakukan hubungan seksual.
Kista vagina kadang hilang dengan sendirinya. Jika tidak hilang, maka perlu
dilakukan tindakan operasi untuk membuangnya. Setelah operasi maka kista biasanya
tidak akan kambuh. Kista ini sering ditemukan secara tidak sengaja saat dilakukan
pemeriksaan panggul, dimana terlihat atau teraba adanya tumor di dinding vagina.
Biasanya dilakukan biopsi untuk menentukan apakah tumor jinak atau ganas. Justru
jika lokasi kista dekat dengan kandung kemih atau salurannya, maka dilakukan
pemeriksaan rontgen untuk memastikan kedua organ tersebut tidak terkena.
2) klasifikasi Kista Vagina
a) Kista Inklusi
Ditemukan di vulva, vagina atau perineum
I. Definisi
Suatu kantong tertutup pada dinding atau bagian bawah dinding vagina yang berisi
cairan atau bahan semi padat. Kista terjadi akibat tersumbatnya kelenjar atau
salurannya sehingga cairan terkumpul didalamnya.
II. Etiologi
Merupakan salah satu jenis kista yang biasanya terjadi di bagian vagina dan biasanya
terjadi akibat trauma seperti akibat tindakan operasi.
III. Gejala
Gejalanya hanya berupa pembengkakan kecil di dinding vagina, massa tumor keluar
dari liang vagina atau nyeri pada saat melakukan hubungan seksual.
IV. Pemeriksaan
a. Jika gejala-gejala yang timbul tidak hilang maka lakukan operasi.
b. Setelah operasi simak kista biasanya tidak akan kambuh.
c. Dilakukan pemeriksaan panggul.
d. Raba adanya tumor di dinding vagina.
b. Dilakukan biopsi untuk menentukan apakah tumor jinak atau ganas.
c. Jika lokasi kista dekat dengan kandung kemih atau salurannya maka dilakukan
pemeriksaan rontgen untuk memestikan ke dua organ tidak terkena.
b) Kista Duktus Gardner
I. Definisi
Kista yang terletak di dinding vagina (duktus gartner) yang berisi cairan atau bahan
semi solid.
II. Etiologi
Kista gartner berkembang di daerah duktus gartner, biasanya di dinding vagina.
Duktus ini aktif saat perkembangan janin namun biasanya menghilang setelah lahir.
Pada beberapa kasus, sebagian duktus ini terisi cairan yang berkembang menjadi
kista.
III. Gejala
Ganjalan di dinding vagina dan rasa tidak nyaman saat berhubungan seksual.
IV. Pemeriksaan
a. Pada saat pemeriksaan pelvis dapat dirasakan adanya tonjolan atau masa di dinding
vagina.
10
11
12
Kelainan pada sistem reproduksi karena keadaan tidak normal atau karena pengaruh
hormonal
1. Kelainan karena kromosom yang abnormal
a. Sindrom Turner (Disgenesis Gonad) dimana tidak ditemukan sel-sel kelamin
primordial, dan tdk ada pertumbuhan korteks atau medulla pada gonad.
b. Ciri-cirinya pendek (< 150 cm), amenorea primer dan nevus di kulit cukup banyak.
Kelamin sekunder tidak tumbuh, genitalia eksterna kurang tumbuh tapi kecerdasan
normal. Susunan kromosom : 44 otosom dan I kromosom X (seks) → 45-XO
c. Superfemale ; terjadi 1 diantara 1000 kelahiran bayi wanita dan disebabkan karena
non-dysjunction. Ciri-cirinya perwakan seperti wanita biasa, perkembangan seks
normal, tidak infertil, hanya kecerdasannya seringkali rendah. Kariotipenya 47-XXX
d. Sindroma Kleinefelter ; sindrom ini ditemukan pada penderita dengan fenotipe pria.
Pada masa pubertas tumbuh ginekomasti. Genitalia eksterna tumbuh dengan baik,
ereksi dan koitus umumnya dapat berjalan dengan baik. Testis dalam keadaan atrofi,
terdapat azoospermi. Keluhn ginekomasti dapat diterapi dengan tindakan operasi.
e. Hermafrodistismus ; jarang dijumpai. Terdapat jaringan testis pada sisi yang satu
dan jaringan ovarium pada sisi yg lain. Sebagian besar dari penderita menunjukkan
kromatin seks dan gambaran kariotipe wanita. Kariotipe antara lain 46-XX atau 46-
XY
f. Sindroma Down (Trisomi 21) ; ditemukan 1 per 670 janin lahir hidup akibat
kromosom otosom yg abnormal. Kejadian makin meningkat dengan makin tuanya ibu.
Disebabkan karena adanya translokasi pada kromosom 21. Ciri-cirinya menunjukkan
kecerdasan yang rendah, seringkali mulut terbuka dengan lidah yang menonjol,
oksiput dan muka gepeng.
g. Sindrom Edwards (Trisomi 18) : ciri-cirinya pertumbahan anak lambat, kepalanya
memanjangdgn kelainan pada kepala, sering ada kelainan jantung dan dada dgn
sternum pendek.
13
14
15
f) perdarahan pada masa menopause
1. Karsinoma endometrium
2. Karunkula uretralis
3. Vaginitis / endometritis senilis
4. Pemakaian pessarium yang lama
5. Polip serviks
6. Erosi porsio
7. Pengobatan hormonal
8. Fluor albus (leukorea)
i. Lama, terus menerus/waktu tertentu, banyaknya, baunya, disertai gatal atau nyeri ?
ii. Normal : kehamilan, menjelang / setelah haid, waktu ovulasi, rangsangan seksual
iii. Patologik : mengganggu, ganti celana berkali kali disertai gatal atau nyeri, berbau.
iv. Dismenore, nyeri diperut bagian bawah / pinggang, mules, ngilu, ditusuk tusuk
v. Mengganggu pekerjaan sehari hari, hilang dgn obat ? Menjelang, sewaktu atau
setelah haid ?
g) Rasa nyeri ; dismenorea, dispareunia, nyeri perut, nyeri pinggang
i. Dispareunia kel.organik atau psikologik ? Organik : vagina sempit, peradangan/
luka, adneksitis, parametritis, endometriosis
ii. Nyeri perut : kel.Letak uterus, neoplasma, peradangan akut / kronik, ruptur tuba,
abortus tuba torsi kista ovarium, putaran tangkai mioma subserosum, KET.
iii. Nyeri pinggang : parametritis fibrosis ligamentum Kardinale dan ligamentum
Sakrouterinum, kel.ortopedik, persalinan lama dan keletihan otot – otot panggul
h) Miksi (keluhan BAK)
i. Apakah disertai nyeri, sering kencing, retensi urin, kencing tidak lancar, kencing
tidak tertahan
ii. Disuri : nyeri waktu kencing, nyeri Suprapubis, kencing sering
16
iii. Retensi urin : retrofleksio, uteri gravid, mioma uteri, kista ovarium, sistokel, post
partum, post op daerah vagina / perineum / rektal.
iv. Inkontinensia urin / stress incontinence :
v. Penderita dapat menahan air kencing => jika tekanan Intrabdominal meningkat
(batuk, bersin, tertawa keras, mengangkat barang berat) maka urin menetes yang tak
dapat ditahan => sistokel, ofisium urethrae internum yang lebar.
i) Defekasi (keluhan BAB)
i. Apakah ada nyeri defekasi
ii. Feses encer + lendir, nanah, darah
iii. Fistula rektovaginalis , feses dari kemaluan
iv. Ruptur perineum tk.III , tidak dapat menahan keluarnya feses è M. Sfingter
ani eks.putus
2. Pemeriksaan :
a. Pemeriksaan umum ; tanda vital, bentuk tubuh (gemuk atau kurus), keadaan jiwa
penderita, mata (anemis), kelenjar gondok (struma), jantung, paru dll
b. Pemeriksaan payudara ; kelainan endokrin, gravid dan karsinoma mammae
c. Pemeriksaan perut ; Inspeksi, palpasi, Perkusi dan Auskultasi
d. Pemeriksan abdominal
i. Pasien posisi supinasi
ii. Relaks, bantal kepala
iii. Abdomen tidak tegang
iv. Inspeksi abdomen : massa, pembesaran organ, asites,
v. Palpasi : 4 kuadran => menurut arah jarum jam
vi. Massa : ukuran/besarnya, batas, permukaan, konsistensi
vii. Ukuran dan bentuk hepar, limpa, “omental cake”
viii. Perkusi : nyeri ketok ?
ix. Pasien : inspirasi/ekspirasi pada pem. Hepar
x. Auskultasi : bising usus
17
e. Pemeriksaan Ginekologik :
Hasil dari pemeriksaan yang dilakukan dibuat dalam catatan-catatan khusus yg
disebut status ginekologis
Ginecologycal investigations
Noninvasive
i. Cytology
ii. Biochemistry (e.g. tumor markers)
iii. Microbiology
iv. Colposcopy
v. Hormonal assay
vi. Ultrasound
vii. Radiology
Invasive
i. Dilatation and curretage
ii. Biposy (punch, cone, endometrial)
iii. Hysterosalpingography
iv. Laparoscopy
v. Hysteroscopy
vi. Laparotomy
f. Periksa dalam vagina (bimanual)
i. Jari telunjuk dan jari tengah dimasukkan ke dalam vagina di daerah forniks
posterior, tangan lain di luar, di bawah umbilikus
ii. Vagina, forniks dan serviks dipalpasi
iii. Pemeriksaan bimanual nilai uterus : besar, ukuran, bentuk, posisi, konsistensi
iv. Adneksa kiri, kanan : pembesaran besar, ukuran, bentuk, konsistensi, mobilitas,
sensitivitas
v. Pemeriksaan rektal rutin pada wanita menopause
vi. Nilai : sfingter ani, mukosa usus, massa hemoroid
18
g. Pemeriksaan penunjang/pre-op
Pemeriksaan laboratorium ;
a. Hemoglobin (Hb) (Mioma uteri, karsinoma serviks, KET, Anemia)
b. Jumlah lekosit/led : peradangan atau neoplasma
c. Plano tes
d. Gula darah, fungsi ginjal, fungsi hati
e. Pap’s Smear
f. Foto thoraks
g. USG
19
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang
timbul sejak kehidupan hasil kosepsi sel telur. Kelainan kongenital dapat merupakan
sebab terjadinya abortus, lahir mati atau kematian segera lahir.
Beberapa faktor etiologi yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya kelainan
kongenital, antara lain:
a.kelainan genetik dan kromosom
b.faktor mekanik
c.faktor infeksi
d.faktor obat
e.faktor umur ibu
f.faktor hormonal
g.faktor radiasi
h.faktor gizi dan lain – lain.
Kelainan Kongenital Organ Reproduksi dapat terjadi pada vulva, vagina, perineum,
uterus dan ovarium.
3.2 Saran
Berdasarkan simpulan dari isi makalah ini jika terdapat kekurangan dalam hal
penyajian makalah ini dan dalam hal penyusunan kata-kata yang kurang efektif
penulis mohon kritik dan saran yang berguna bagi penulisan makalah selanjutnya.
20
DAFTAR PUSTAKA
Wiknjosastro, Hanifa. Dkk., 2008. Ilmu Kandungan. Edisi Kedua Cetakan. Keenam.
Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Manuaba,Ida Bagus Gde.1999.Memahami Kesehatan Reproduksi wanita.Jakarta:
Arcan