Anda di halaman 1dari 17

 

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN MOLA


HIDATIDOSA

OLEH

ROSWITA ULE
NIM : 60302820

PROGRAM PROVESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MARANATHA
KUPANG
2020
BAB 1

KONSEP MOLA HIDATIDOSA

1.1. Pengertian

Mola Hidatidosa adalah jonjot-jonjot korion (chorionic villi) yang


tumbuh bergandang berupa gelembung-gelembung kecil yang
mengandung banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur, atau mata
ikan karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan. Kelainan ini
merupakan neoplasma trofoblas yang jinak (benigna) (Mochtar, 2013).

1.2. Klasifikasi

Prawirohardjo 2013 Sesuai dengan derajatnya, mola hidatidosa klasifikasikan


menjadi 2 jenis, yaitu mola komplit dan mola parsialis.

1.        Mola Komplit


Kehamilan mola komplit yaitu kehamilan mola tanpa adanya janin. Pada
pemeriksaan kandungan dijumpai pembesaran rahim tetapi tidak teraba bagian
tubuh janin. Hal ini disebabkan 1 sperma membuahi sel telur dengan gen yang
sudah tidak aktif, kemudian kromosom paternal berkembang menjadi kromosom
46 XX atau 46 XY yang sepenuhnya merupakan kromosom sang ayah, sehingga
didapati perkembangan plasenta tanpa adanya janin.
2.        Mola Parsialis
Kehamilan mola parsialis, adalah kehamilan yang terdapat perkembangan
abnormal dari plasenta tetapi masih didapati janin. Kehamilan mola parsialis
biasanya disebabkan karena 2 sperma membuahi 1 sel telur. Hal ini
menyebabkan terjadi nya kehamilan triploidi (69 XXX atau 69 XXY), sehingga
selain terjadinya perkembangan plasenta yang abnormal juga disertai
perkembangan janin yang abnormal pula. Janin pada kehamilan mola parsialis
biasanya juga meninggal di dalam rahim karena memiliki kelainan kromosom
dan kelainan kongenital seperti bibir sumbing dan syndactily. Selain itu mola
parsialis juga dapat disebabkan adanya pembuahan sel telur yang haploid oleh
sperma diploid 46 XY yang belum tereduksi.
Secara epidemiologi mola komplit dapat meningkat bila wanita kekurangan
carotene dan defisiensi vitamin A. Sedangkan mola parsialis lebih sering tejadi
pada wanita dengan tingkat pendidikan tinggi, menstruasi yang tidak teratur dan
wanita perokok

1.3.     Etiologi

Menurut (Mochtar, 2013) Penyebab   mola   hidatidosa   tidak  


diketahui,   faktor-faktor   yang menyebabkannya antara lain:

1.        Faktor ovum  :  Ovum memang sudah patologik sehingga mati, tapi
terlambat dikeluarkan.
2.        Imunoselektif dari trofoblas
3.        Kekurangan Vitamin A
4.        Kekurangan Protein
5.        Keadaan sosio ekonomi yang rendah.
6.        Infeksi virus dan kromosom yang belum jelas.

1.4    Manifestasi Klinis

( Menurut Himawan, 2015 )Pada stadium awal, tanda dan gejal mola
hidatidosa tidak dapat dibedakan dari kehamilan normal, kemudian
perdarahan pervagina terjadi pada hampir setiap kasus. Pengeluaran
pervagina mungkin berwarna coklat tua (menyerupai juice prune) atau
merah terang, jumlahnya sedikit-sedikit atau banyak, itu berlangsung
hanya beberapa hari atau terus-menerus untuk beberapa minggu. Pada
awal kehamilan beberapa wanita mempunyai uterus lebih besar dari pada
perkiraan menstruasi berakhir, kira-kira 25% wanita akan mempunyai
uterus lebih kecil dari perkiraan menstruasi terakhir.
Pada penderita mola dapat ditemukan beberapa gejala-gejala sebagai
berikut:
1.        Terdapat gejala - gejala hamil muda yang kadang - kadang lebih nyata
dari kehamilan biasa dan amenore
2.        Terdapat perdarahan per vaginam yang sedikit atau banyak, tidak teratur,
warna tungguli tua atau kecoklatan seperti bumbu rujak.
3.        Pembesaran uterus tidak sesuai ( lebih besar ) dengan tua kehamilan
seharusnya.
4.        Tidak teraba bagian - bagian janin dan balotemen, juga gerakan janin serta
tidak terdengar bunyi denyut jantung janin.

1.  5  Komplikasi

(Menurut Mochtar, Rustam. 2014).Pada penderita mola yang lanjut dapat


terjadi beberapa komplikasi sebagai berikut:

   1.   Anemia
2.        Syok
3.        Preeklampsi atau Eklampsia
4.        Tirotoksikosis
5.        Infeksi sekunder.
6. karena keganasan dan karena tindakan.
7.        Menjadi ganas ( PTG ) pada kira - kira 18-20% kasus, akan menjadi
mola destruens atau koriokarsinoma.

1.6   Patofisiologi

Jonjot-jonjot korion tumbuh berganda dan mengandung cairan merupakan


kista-kista kecil seperti anggur. Biasanya di dalamnya tidak berisi embrio.
Secara histo patologic kadang-kadang ditemukan jaringan mola pada plasenta
dengan bayi normal. Bisa juga terjadi kehamilan ganda mola adalah : satu
janin tumbuh dan yang satu menjadi mola hidatidosa. Gelembung mola
besarnya bervariasi, mulai dari yang kecil sampai berdiameter lebih dari 1 cm.
mola parsialis adalah bila dijumpai janin dan gelembung – gelembung mola.
Secara mikroskopik terlihat trias :

1. Proliferasi dari trofoblas


2. Degenerasi hidropik dari stroma villi dan kesembaban

3. Terlambat atau hilangnya pembuluh darah dan stroma

Sel – sel Langhans tampak seperti sel polidral dengan inti terang dengan
adanya sel sinsisial giantik ( Syncytial Giant Cells). Pada kasus mola banyak
kita jumpai ovarium dengan kista lutein ganda berdiameter 10 cm atau iebih
( 25-60%). Kista lutein akan berangsur – angsur mengecil dan kemudian
hilang setelah mola hidatidosa sembuh.

1.7 Pemeriksaan penunjang

Menurut (Wikajosastro ,2016 ) Untuk mengetahui secara pasti adanya


molahidatidosa, maka pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu :

1.  Reaksi kehamilan : karena kadar HCG yang tinggi maka uji biologik dan
uji imunologik ( galli mainini  dan planotest  )  akan  positif setelah
pengenceran (titrasi):

a.   Galli mainini 1/300 (+), maka suspek mola hidatidosa.

b.   Galli mainini 1/200 (+), maka kemungkinan mola hidatidosa atau
hamil kembar.Bahkan pada mola atau koriokarsinoma, uji biologik atau
imunologik cairan serebrospinal dapat menjadi positif.

2.  Pemeriksaan dalam

Pastikan besarnya rahim, rahim terasa lembek, tidak ada bagian-bagian


janin, terdapat perdarahan dan jaringan dalam kanalis servikalis dan vagina,
serta evaluasi keadaan servik.

1. Uji sonde : Sonde ( penduga rahim ) dimasukkan pelan – pelan dan


hati –hati ke dalam kanalis servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada
tahanan,sonde  diputar  setelah  ditarik  sedikit,   bila tetap  tidak  ada
tahanankemungkinan mola ( cara Acosta- Sison).
2. Foto rongent abdomen : tidak terlihat tulang – tulang janin ( pada
kehamilan 3-4 bulan).

3. Arteriogram khusus pelvis Ultrasonografi : pada mola akan kelihatan


bayangan badai salju dan tidak terlihat janin.

1.8 Penatalaksanaan

(Farrer, Helen, 2011) ada beberapa penatalaksanaan yang harus di lakukan yaitu
sebagai berikut.

1.   Terapi

a.   Kalau perdarahan banyak dan keluar jaringan mola, atasi syok dan
perbaiki  keadaan umum penderita dengan pemberian  cairan dan transfusi
darah. Tindakan pertama adalah melakukan manual digital untuk pengeluaran
sebanyak mungkin jaringan dan bekuan darah; barulah dengan tenang dan hati
– hati evaluasi  sisanya dengan kuretase.

b.   Jika pembukaan kanalis servikalis masih kecil:

1). Pasang beberapa gagang laminaria untuk memperlebar pembukaan selama


12 jam.

2). Setelah pasang infus Dectrosa 5 % yang berisi 50 satuan oksitosin ( pitosin
atau sintosinon ); cabut laminaria, kemudian setelah itu lakukan evakuasi isi
kavum uteri dengan hati – hati. Pakailah cunam ovum yang agak besar atau
kuret besar : ambillah dulu bagian tengah baru bagian – bagian lainnya pada
kavum uteri. Pada kuretase pertama ini keluarkanlah jaringan sebanyak
mungkin, tak usah terlalu bersih.
3). Kalau perdarahan banyak, berikan tranfusi darah dan lakukan tampon utero
– vaginal selama 24 jam.

c.   Bahan jaringan dikirim untuk pemeriksaan histo – patologik dalam 2 porsi:

1). Porsi 1 : yang dikeluarkan dengan cunam ovum.

2). Porsi 2 : dikeluarkan dengan kuretase.

d.   Berikan obat – obatan, antibiotika, uterustonika dan perbaikan keadaan


umum penderita.

e.   7-10 hari sesudah kerokan pertama, dilakukan kerokan ke 2 untuk


membersihkan  sisa-sisa jaringan,   dan  kirim  lagi   hasilnya  untuk
pemeriksaan laboratorium.

f.    Kalau mola terlalu besar dan takut perforasi bila dilakukan kerokan,
ada    beberapa    institut    yang    melakukan    histerotomia    untuk
mengeluarkan isi rahim ( mola).

g..  Histerektomi total dilakukan pada mola resiko tinggi ( high risk mola)
: usia lebih dari 30 tahun, paritas 4 atau lebih, dan uterus yang sangat
besar (mola besar) yaitu setinggi pusat atau lebih.

2.   Periksa ulang ( follow-up )

Ibu dianjurkan jangan hamil dulu dan dianjurkan memakai kontrasepsi pil.
Kehamilan, dimana reaksi kehamilan menjadi positif akan menyulitkan
observasi. Juga dinasehatkan untuk mematuhi jadwal periksa ulang selama 2-3
tahun:

a.   Setiap minggu pada triwulan pertama

b.   Setiap 2 minggu pada triwulan kedua.


c.   Setiap bulan pada 6 bulan berikutnya

d.   Setiap 2 bula pada tahun berikutnya, dan selanjutnya setiap 3 bulan.

Setiap perikas ulang penting diperhatikan :

1). Gejala klinis : perdarahan, keadaan umum dll

2). Lakukan pemeriksaan dalam dan pemeriksaan in spekulo : tentang keadaan


servik, uterus cepat bertambah kecil atau tidak, kista lutein bertambah kecil
atau tidak dll.

3). Reaksi biologis atau imonologis air seni :

a). Satu kali seminggu sampai hasil negatif

b). Satu kali 2 minggu selama triwulan selanjutnya

c). Satu kali sebulan dalam 6 bulan selanjutnya

d). Satu kali 3 bulan selama tahun berikutnya

Kalau reaksi titer tetap (+), maka harus dicurigai adanya keganasan.
Keganasan masih dapat timbul setelah 3 tahun pasca terkenanya mola
hidatidosa. Menurut Harahap (1970) tumor timbul 34,5 % dalam 6 minggu, :
62,1% dalam 12 minggu dan 79,4% dalam 24 minggu serta 97,2 % dalam 1
tahun setelah mola keluar.

3.   Sitostatika profilaksis pada mola hidatidosa

Beberapa institut telah memberikan methotrexate ( MTX) pada penderita


mola dengan tujuan sebagai profilaksis terhadap keganasan. Para ahli lain
tidak setuju pemberian ini, karena disatu pihak obat ini tentu mencegah
keganasan, dan dipihak lain obat ini tidak luput dari efek samping dan
penyulit yang berta.
Beberapa penulis menganjurkan pemberian MTX bila :

a. Pengamatan lanjutan sukar dilakukan

b. Apabila 4 minggu setelah evakuasi mola, uji kehamilan biasa tetap


positif

c. Pada high risk mola.


1.9 . PATWAY
Mengalami  Faktor ovum
 kkhhkke
Kematian ovum keterlambatan dalam  Akibat infeksi
di dala tubuh pengeluaran
 Paritas tinggi

Mengalami Jenggot jenggot korion  Defisiensi


degenerasi yang tumbuh berganda protein
dan mengandung cairan
Kista kista
kecil seperti
anggur
Tindakan infasif curatage
Mola
hidatidosa

Tindakan pembedahan Pengaruh anastesi


histerektomi

Kekurangan volume
cairan Motalitas usus

pendarahan
Terputusnya Distensi
jaringan saraf abdomen
Penurunan TD:
anemis
Nyeri luka
operasi Mual muntah

Kurangnya suplai darah


Nyeri akut ke otak dan suplai nutrisi
ke jaringan
Nafsu makan
Adanya luka menurun
operasi ,kurang
pengetahuan
Pusing dan
rawat luka Ketidakseimbangan
kelemahan fisik
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Infaksi
mikroorganisme Intoleran
aktifitas
Ketidakseimbanga
Risiko infeksi n nutrisi kurang
dari kebutuhan
tubuh
BAB 11

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 PENGKAJIAN

Menurut (Marylin,E 2012)Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk


mengumpulkan data dan menganalisanya sehingga dapat diketahui
masalah dan kebutuhan perawatan bagi klien. Adapun hal-hal yang perlu
dikaji adalah :
1          Biodata, mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi: nama,
umur, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan,
perkawinan ke- , lamanya perkawinan dan alamat
2          Keluhan utama, Kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya
perdarahan pervaginam berulang.
3          Riwayat kesehatan, yang terdiri atas :
a)        Riwayat kesehatan sekarang yaitu keluhan sampai saat klien pergi ke
Rumah Sakit atau pada saat pengkajian seperti perdarahan pervaginam di
luar siklus haid, pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
b)        Riwayat kesehatan masa lalu
4          Riwayat pembedahan, Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh
klien, jenis pembedahan , kapan , oleh siapa dan di mana tindakan tersebut
berlangsung.
5          Riwayat penyakit yang pernah dialami, Kaji adanya penyakit yang pernah
dialami oleh klien misalnya, DM , jantung , hipertensi , masalah
ginekologi/urinary , penyakit endokrin , dan penyakit-penyakit lainnya.
6          Riwayat kesehatan keluarga, Yang dapat dikaji melalui genogram dan
dari genogram tersebut dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan
penyakit menular yang terdapat dalam keluarga.
7          Riwayat kesehatan reproduksi, Kaji tentang mennorhoe, siklus
menstruasi, lamanya, banyaknya, sifat darah, bau, warna dan adanya
dismenorhoe serta kaji kapan menopause terjadi, gejala serta keluahan
yang menyertainya
8          Riwayat kehamilan persalinan dan nifas, Kaji bagaimana keadaan anak
klien mulai dari dalam kandungan hingga saat ini, bagaimana keadaan
kesehatan anaknya.
9          Riwayat seksual, Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi
yang digunakan serta keluahn yang menyertainya.
10      Riwayat pemakaian obat, Kaji riwayat pemakaian obat-obatan kontrasepsi
oral, obat digitalis dan jenis obat lainnya.
11      Pola aktivitas sehari-hari, Kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit,
eliminasi (BAB dan BAK), istirahat tidur, hygiene, ketergantungan, baik
sebelum dan saat sakit.
12. Aktifitas / iistraht
Gejala: insomnia, sensitifitas, otot lemah , gangguan koordinasi,
kelelahan berat
Tands: Atrofiotot dan tremor
13
2.2 PEMERIKSAAN FISIK

1          Inspeksi adalah proses observasi yang sistematis yang tidak hanya
terbatas pada penglihatan tetapi juga meliputi indera pendengaran dan
penghidung. Hal yang diinspeksi antara lain : mengobservasi kulit terhadap
warna, perubahan warna, laserasi, lesi terhadap drainase, pola pernafasan
terhadap kedalaman dan kesimetrisan, bahasa tubuh, pergerakan dan postur,
penggunaan ekstremitas, adanya keterbatasan fifik, dan seterusnya.

2          Palpasi adalah menyentuh atau menekan permukaan luar tubuh dengan
jari. Sentuhan : merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu, derajat
kelembaban dan tekstur kulit atau menentukan kekuatan kontraksi uterus.
Tekanan : menentukan karakter nadi, mengevaluasi edema, memperhatikan
posisi janin atau mencubit kulit untuk mengamati turgor. Pemeriksaan
dalam : menentukan tegangan/tonus otot atau respon nyeri yang abnormal
3          Perkusi adalah melakukan ketukan langsung atau tidak langsung pada
permukaan tubuh tertentu untuk memastikan informasi tentang organ atau
jaringan yang ada dibawahnya.
Menggunakan jari : ketuk lutut dan dada dan dengarkan bunyi yang
menunjukkan ada tidaknya cairan, massa atau konsolidasi.
Menggunakan palu kontraksi dinding perut atau tidak perkusi : ketuk lutut
dan amati ada tidaknya refleks/gerakan pada kaki bawah, memeriksa refleks
kulit perut apakah ada
4          Auskultasi adalah mendengarkan bunyi dalam tubuh dengan bantuan
stetoskop dengan menggambarkan dan menginterpretasikan bunyi yang
terdengar. Mendengar : mendengarkan di ruang antekubiti untuk tekanan
darah, dada untuk bunyi jantung/paru abdomen untuk bising usus atau denyut
jantung janin. (Johnson & Taylor, 2013)

2.3 DIAGNOSA KEPERAWATA

1.        Nyeri akut berhubungan dengan luka post operasi

2.        Nyeri berhubungan dengan uterus sekunder terhadap pengeluaran


maternal menyerupai buah anggur.

2.4 INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa SLKI SIKI

Keperawatan

Nyeri akut Setelah di lakukan Manajemen nyeri


berhubungan tindakan keperawatan
dengan luka 1× 24 jam akan Observasi :
post operasi membaik dengan  Observasi lokasi
ditanai dengan kriteria hasil: ,karakteristik,durasi,frekuensi
kondisi kualitas intensitas nyeri
pembedahan  Melaporkan
nyeri terkontrol  Idetifikasi skala nyeri
meningkat
 Identifikasi respons nyeri non
 Kemampuan ferbal
mengenali onset
nyeri meningkat  Identifikasi faktor yang
memperberat dan
 Kemampuan memperingan nyeri
mengenali
penyebab nyeri  Mengidentifikasi
meningkat pengetahuan tentang nyeri

 Kemampuan  Mengidentifikasi pengaruh


menggunakan budaya terhadap respon nyeri
teknik  Mengidentifikasi pengaruh
nonfarmakologis nyeri terhadap kualitas hidup
meningkat
 Monitor keberhasilan terapi
 Dukungan orang komplementer yang sudah di
terdekat berikan
meningkat
 Monitor efek samping
penggunaan analgetik

TERAPEUTIK

 Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

(mis, TENS,hipnosis,
akupresus,terapi musik ,terapi
pijat,aromatherapi, teknik
imajinasi terbimbing,
kompres hangan /dingin
,terapi bermain )

 Kontrol lingkungan yang


memperberat rasa nyeri
(mis,Suhu
ruangan,pencahayaan,kebisin
gan)

 Fasilitas istrahat dan tidur

 Pertimbangkan jenis dan


sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan
nyeri

EDUKASI

 Jelaskan penyebab ,periode,


dan pemicu nyeri

 Jelaskan strateki meredakan


nyeri

 Anjurkan meredakan
menggunakan analgetik
secara tepat

 Ajarkan teknik non


farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

KOLABORASI

 Kolaborasi pemberian
analgetik jika perlu

2.5 IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

No Diagnosa Implementasi Evaluasi Ttd


keperawatan

 Mengidentifikasi skala nyeri S : keluarga Itha


menyatakan
 Mengidentifikasi respons psien
nyeri non ferbal mampu
mengontrol
 Mengidentifikas faktor yang
nyeri
memperberat dan
memperingan nyeri O :Pasien
masih
 Mengidentifikasi
terlihat
pengetahuan tentang nyeri
meringis
 Mengidentifikasi pengaruh kesakitan
budaya terhadap respon
A : Masalah
nyeri
belum
 Mengidentifikasi pengaruh teratasi
nyeri terhadap kualitas hidup P:
lanjutkan
 Monitor keberhasilan terapi intervensi
komplementer yang sudah di
berikan

 Monitor efek samping


penggunaan analgetik

 Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

(mis, TENS,hipnosis,
akupresus,terapi musik ,terapi
pijat,aromatherapi, teknik
imajinasi terbimbing,
kompres hangan /dingin
,terapi bermain )

 Kontrol lingkungan yang


memperberat rasa nyeri
(mis,Suhu
ruangan,pencahayaan,kebisin
gan)

 Fasilitas istrahat dan tidur

 Pertimbangkan jenis dan


sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan
nyeri

 Jelaskan penyebab ,periode,


dan pemicu nyeri

 Jelaskan strateki meredakan


nyeri

 Anjurkan meredakan
menggunakan analgetik
secara tepat

 Ajarkan teknik non


farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Anda mungkin juga menyukai