Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

“IBU HAMIL DENGAN KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

PERIODE 18-30 APRIL 2022

DI RUMAH SAKIT AURA SYIFA KABUPATEN KEDIRI”

DISUSUN OLEH:

NISA SHABRINAFI AMALIA

NIM. P17312215062

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG

JURUSAN KEBIDANAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN

2022
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan Stase Kegawatdaruratan Maternal Neonatal dan Kolaborasi pada


Kasus Patologi dan Komplikasi dengan Judul “Ibu Hamil dengan Kehamilan Ektopik
Terganggu di Rumh Sakit Aura Syifa Kediri”

Telah disetujui pada tanggal……………………….

Persepti,

(Nisa Shabrinafi Amalia)


NIM. P17312215062

Menyetujui,

Perseptor Akademik,

(Eny Sendra, S.Kep,Ns., M.Kes)


NIP. 19640414 198802 2 001

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Komprehensif Penilaian Pertumbuhan
dan Perkembangan Pada Anak “A” Usia 36 Bulan, yang diajukan untuk memenuhi salah
satu tugas Stase VII Asuhan Kebidanan Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah.

Dalam hal ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, karena
itu pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Budi Susatia, S.Kp.,M.Kes, selaku Direktur Politeknik Kesehatan Kementerian


Kesehatan Malang.
2. Herawati Mansur, SST.,M.Pd.,M.Psi, selaku Ketua Jurusan Kebidanan Politeknik
Kesehatan Kemenkes Malang dan Pembimbing
3. Ika Yudianti, SST.,M.Keb, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Profesi Bidan
Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang.
4. Eny Sendra, S.Kep, Ns., M.Kes, selaku Pembimbing Akademik
5. Seluruh pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan sehingga laporan ini
dapat terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan ini masih ada banyak kekurangan,
oleh karena itu kritik dan saran yang membangun diharapkan untuk menyempurnakan.
Semoga Laporan Asuhan Kebidanan ini berguna bagi semua pihak yang memanfaatkan

Kediri, ……………...

Penulis
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN...............................................................................................1

KATA PENGANTAR.......................................................................................................2

DAFTAR ISI......................................................................................................................3

KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

A. Pengertian Kehamilan Ektopik Terganggu....................................................................4


B. Etiologi Kehamilan Ektopik Terganggu........................................................................4
C. Tanda dan gejala Kehamilan Ektopik Terganggu.........................................................5
D. Patofisiologi Kehamilan Ektopik Terganggu ...............................................................7
E. Diagnosis Kehamilan Ektopik Terganggu ....................................................................8
F. Klasifikasi Kehamilan Ektopik Tertanggu....................................................................10
G. Penatalaksanaan Kehamilan Ektopik Terganggu ........................................................11
H. Prognosis Kehamilan Ektopik Terganggu ....................................................................13

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................15


KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

A. Pengertian Kehamilan Ektopik Terganggu


Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi diluar rongga
uterus, tuba fallopi merupakan tempat tersering untuk terjadinya implantasi
kehamilan ektopik, sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba, jarang
terjadi implantasi pada ovarium, rongga perut, kanalis servikalis uteri, tanduk uterus
yang rudimenter dan divertikel pada uterus. Sebagian besar wanita yang mengalami
kehamilan ektopik berumur antara 20 – 40 tahun dengan umur rata – rata 30 tahun,
frekuensi kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan berkisar antara 0% - 14,6%.
(Prawirohardjo, 2011). Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang terjadi dan berada
di luar batas endometrium yang normal (Manuaba, 2007). Berdasarkan
implantasinya, terdapat beberapa jenis kehamilan ektopik, yaitu servikal, ovarial,
tuba, intraligamenter, dan abdominal (Lisnawati, 2013).
Kebanyakan kehamilan ektopik terjadi di dalam tuba. Angka kejadian
kehamilan tuba ialah 1 diantara 150 ppersalinan (Amerika). Angka kehamilan
ektopik cenderung meningkat, dan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti:
- Peningkatan prevalensi penyakit tuba – Penyakit menular seksual (PMS)
menyebabkan oklusi parsial tuba.
- Salpingitis, terutama radang endosalping, akan menyempitkan lumen tuba dan
mengurangi silia mukosa tuba akibat infeksi, sehingga memudahkan implantasi
zigot didalam tuba.
- Adhesi peritubal – Pasca infeksi apendisitis atau endometriosis. Dapat terjadi
penekukan tuba atau penyempitan lumen menyempit.
- Riwayat kehamilan ektopik – resiko ini kemungkinan meningkat juga karena
riwayat salpingitis sebelumnya (Nurul Azizah & Rosyidah, 2019).
B. Etiologi Kehamilan Ektopik Terganggu
Faktor-faktor penyebab kehamilan ektopik:
1. Faktor mekanik
Faktor mekanik mungkin mencegah atau menahan perjalanan ovum yang sudah
dibuahi menuju ke dalam rongga uterus.
a. Salpingitis {terutama endosalpingitis yang menyebabkan aglutinasi lipatan
– lipatan mukosa tuba menyerupai pohon (arborescent) disertai
penyempitan lumen atau pembentukan kantong – kantong buntu}
b. Adhesi perituba {setelah infeksi pascaabortus atau nifas, apendisitis, atau
endometriosis, menyebabkan tuba terlipat dan lumen menyempit}
c. Kelainan perkembangan {tuba, terutama di vertikulum, ostium aksesoris,
dan hipoplasia}
d. Riwayat kehamilan ektopik {setelah satu kali kehamilan ektopik, insiden
kehamilan ektopik selanjutnya adalah 7-15%. Peningkatan risiko ini
mungkin disebabkan oleh salpingitis sebelumnya}
e. Riwayat operasi {pada tuba untuk memulihkan kepatenan atau kadang –
kadang kegagalan sterilisasi}
f. Riwayat berulang kali menjalani induksi abortus{meningkatkan resiko
kehamilan ektopik. Resiko ini tidak berubah setelah satu kali induksi
abortus, tetapi menjadi dua kali lipat setelah dua kali atau lebih mungkin
akibat peningkatan insiden salpingitis yang ke il, nqmun bermakna}
g. Tumor {penyebab distorsi tuba, misalnya mioma uteri dan massa adneksa}
h. Kehamilan tuba yang tidak meningkatbpada embrio yang abnormal.
i. Penggunaan alat kontrasepsi dalam Rahim (AKDR)
2. Faktor fungsional
Faktor yang memperlambat perjalanan ovum yang sudah dibuahi ke dalam
rongga uterus. Gangguan motilitas tuba dapat disebabkan oleh perubahan kadar
esterogen dan progesterone dalam serum yang mungkin disebabkan oleh
perubahan jumlah dan afinitas reseptor adrenergic di otot polos tuba dan uterus.
Terjadi peningkatan insiden kehamilan ektopik pada perempuan pengguna
kontrasepsi oral progestin yang pada waktu masih janin terpajan
dietilstillbestrol.
Migrasi eksternal ovum mungkin bukan merupakan factor penting, kecuali
pada kasus – kasus kelainan perkembangan duktus paramesonefros yang
menyebabkan terbentuknya hemiuterus dengan tanduk uterus rudimenter
nonkomunikans. Refluks darah haid diperkirakan menjadi penyebabnya.
3. Faktor mukosa tuba
Peningkatan reseptivitas mukosa tuba terhadap ovum yang sudah dibuahi
meningkatkan kemungkinan kehamilan tuba. Elemen endometrium ektopik
dapat meningkatkan implantasi di tuba.
(Norman, 2010)
C. Tanda dan gejala Kehamilan Ektopik Terganggu
Tanda dan gejala dari kehamilan ektopik meliputi:
Kehamilan Ektopik Kehamilan Ektopik Terganggu
 Gejala kehamilan awal (flek atau  Kolaps dan kelelahan.
perdarahan yang irregular, mual,  Denyut nadi cepat dan lemah
pembesaran payudara, perubahan (110x/menit atau lebih).
warna pada vagina dan serviks,  Hipotensi
perlunakan serviks, pembesaran  Hipovolemia
uterus, frekuensi buang air kecil  Abdomen akut dan nyeri pelvis.
yang meningkat.
 Distensi abdomen (distensi abdomen
 Nyeri pada abdomen dan pelvis. dengan shifting dullness merupakan
petunjuk adanya darah bebas).
 Nyeri lepas.
 Pucat.
(Saifuddin, 2014)

Kehamilan ektopik biasanya baru memberikan gejala-gejala yang jelas dank has
kalau sudah terganggu. Kehamilan ektopik yang muda dan masih utuh, gejala-
gejalanya sama dengan kehamilan muda intrauterine. Gejala-gejala terpenting dari
kehamilan ektopik terganggu ialah:
1. Nyeri perut
Gejala ini paling sering dijumpai dan terdapat pada hamper semua penderita.
Nyeri perut ini dating setelah mengangkat benda yang berat, buang air besar tapi
kadang-kadang juga saat pasien sedang beristirahat.
2. Amenore
Walaupun amenore sering dikemukakan dalam anamnesa, tidak boleh menarik
kesimpulan bahwa kehamilan tuba tidak mungkin kalau gejala ini tidak ada.
Lebih-lebih pada wanita Indonesia, yang kurang memperhatikan haidnya,
perdarahan patologis yang disebabkan oleh kehamilan ektopik dianggap haid
biasa.
3. Perdarahan pervaginam
Dengan matinya telur desidua mengalami degenerasi dan nekrosis dan
dikelurkan dengan perdarahan. Perdarahan ini pada umumnya sedikit,
perdarahan yang banyak dari vagina harus mengarahkan pikiran kita ke abortus
biasa.
4. Syok hipovolemia
Tanda syok lebih jelas jika pasien duduk, juga terdapat oliguria. Kedua gejala ini
dapat dicari sebelum pasien memperlihatkan tanda gejala syok yang jelas.
5. Nyeri bahu dan leher (iritasi diafragma).
6. Nyeri pada palpasi
Perut penderita biasanya agak tegang dan kembung.
7. Nyeri pada toucher
Terutama apabila serviks digerakkan atau pada perabaan kavum Douglass (nyeri
goyang).
8. Pembesaran uterus
Pada kehamilan ektopik uterus membesar juga karena pengaruh hormone-
hormon kehamilan tapi pada umumnya sedikit lebih kecil dibandingkan dengan
uterus dengan kehamilan intrauterine yang sama umurnya.
9. Tumor dalam rongga panggul
Dalam rongga panggul teraba tumor lunak kenyal yang disebabkan kumpulan
darah dituba dan sekitarnya.
10. Gangguan kencing
Kadang-kadang terdapat gejala sering kencing karena perangsangan peritoneum
oleh darah didalam rongga perut.
11. Perubahan darah
Dapat diduga bahwa kadar hemoglobin turun pada kehamilan tuba yang
terganggu, karena perdarahan yang banyak ke dalam rongga perut.
(Sastrawinata, 1984).
D. Patofisiologi Kehamilan Ektopik Terganggu
Karena tuba bukan tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi tidak mungkin janin
tumbuh secara utuh seperti dalam uterus. Sebagian besar kehamilan tuba terganggu
pada umur kehamilan antara 6-10 minggu. Mengenai nasib kehamilan tuba terdapat
beberapa kemungkinan yaitu:
a. Hasil kosepsi mati dan diresorbsi padaimplantasi secara kolumner, ovum yang
dibuahi cepat mati karena vaskularisasi kurang dan dengan mudah terjadi
resorbsi total dalam keadaan ini penderita tidak mengeluh apa-apa hanya
haidnya terlambat untuk beberapa hari.
b. Abortus ke dalam lumen tuba
Perdarahan yang terjadi karena pembukaanpembuluh darah oleh villi koriales
pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan mudigah dari dinding
tersebut sama-sama dengan robeknya pseudokapsularis. Pelepasan ini dapat
terjadi sebagian atau seluruhnya tergantung pada derajat perdarahan perdarahan
yang timbul.
c. Rupture dinding tuba
Rupture tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya
ada kehamilan muda, sebaiknya rupture pada pars interstisialis terjadi pada
kehamilan yang lebih lanjut factor utama yang menyebabkan rupture ialah
penembusan villi koriales ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke perineum.
Rupture dapat terjadi secara spontan atau karena trauma ringan seperti coitus
dan pemeriksaan vaginal (Prawirohardjo, 2011).
E. Diagnosis Kehamilan Ektopik Terganggu
Diagnosis banding tersering untuk kehamilan ektopik adalah abortus
imminens. Diagnosis banding lainnya adalah penyakit radang panggul baik akut
maupum kronis, kista ovarium (terpuntir atau rupture), dan apendisitis akut. Jika
tersedia, ultrasonografi dapat digunakan untuk membedakan abortus imminens atau
kista ovarium terpuntir dengan kehamilan ektopik (Saifuddin, 2014).
Diagnosis kehamilan ektopik terganggu pada jenis mendadak (akut) biasanya
tidak sulit. Keluhan yang sering disampaikan adalah haid yang terlambat untuk
beberapa waktu atau terjadi gangguan siklus haid disertai nyeri perut bagian bawah
dan tanesmus. Dapat terjadi perdarahan pervaginam. Yang menonjol ialah penderita
tampak kesakitan, pucat dan pada pemeriksaan ditemukan tanda-tanda syok serta
perdarahan dalam rongga perut. Pada pemeriksaan ginekologik ditemukan serviks
yang nyeri bila digerakkan dan kavum Douglas yang menonjol dan nyeri raba.
Kesulitan diagnosis biasanya terjadi pada kehamilan ektopik terganggu jenis atipik
atau menahun. Kelambatan haid tidak jelas, demikian pula nyeri perut tidak nyata
dan sering penderita tampak tidak terlalu pucat. Hal ini dapat terjadi apabila
perdarahan pada kehamilan ektopik yang terganggu berlangsung lambat. Dalam
keadaan demikian, alat bantu diagnostic amat diperlukan untuk memastikan
diagnosis.
Diagnosis kehamilan ektopik ada tiga komponen atau bentuk:

1. Kehamilan ektopik intak


Diagnosis didasarkan pada kombinasi:
a. Pemeriksaan hormone:
- Progesterone dan human chorionic gonadotrophine
b. Ultrasonografi vaginal
c. Laparoskopi untuk:
- Konfirmasi diagnostik
- Terapi
2. Kehamilan ektopik subakut
Diagnosis didasarkan atas:
a. Gejala kliniknya:
- Nyeri perut : 90-100%
- Amenore : 75-95%
- Perdarahan pervaginam : 50-80%
- Gejala hamil muda : 25-35%
- Pengeluaran massa : 5-10%
b. Hasil pemeriksaan:
- Nyeri-tegang abdomen : 80-95%
- Ketegangan adneksa : 75-90%
- Terdapat massa adneksa : 50%
- Pembesaran uterus : 20-30%
- Perubahan orthostatic : 10-15%
- Badan panas-dehidrasi : 5-10%
c. Konfirmasi diagnosis:
- Fungsi kavum Douglass, terdapat darah encer dan tanpa bekuan
darah
- Laparoskopi diagnostik:
 Terdapat darah dalam kavum abdomen
 Dijumpai letak kehamilan ektopik
Gejala hamil ektopik subakut sebagaian besar dijumpai pada kehamilam
istmus sehingga perdarahannya positif akan terjadi:
- Kenaikan nadi 20-25 denyut per menit
- Terjadi penurunan diastolic sekitar 15 mmHg
- Artinya tubuh sudah melakukam kompensasi terhadap hilangnya
darah dan sirkulasi sistemik ke dalam kavum peritonii, sebagai
perubahan hemodinamik
3. Rupture kehamilan ektopik akut
Rupture hamil ektopik dengan cepat menyebabkan kehilangan cukup banyak
darah menuju kavum abdomen sehingga secara total mengubah hemodinamik
sirkulasi sistemik dan menimbulkan kolaps yang disertai syok.
Dasar diagnosisnya:
a. Penderita tampak anemis, sakit, mungkin sudah disertai gangguan
pernapasan dispneu
b. Tensi turun, akral dingin dan nadi meningkat
c. Pemeriksaan dijumpai:
- Tanda cairan atau darah bebas di dalam abdomen
- Abdomen nyeri dan tegang
d. Pemeriksaan dalam:
- Nyeri goyang pada serviks
- Teraba-massa pada adneksa
- Kavum Douglaa menonjol
Karena gejala klinisnya sudah sangat jelas, sebenarnya tidak perlu
dilakukan konfirmasi diagnosis dengan melakukan pungsi kavum
Douglass (Manuaba, 2007).
F. Klasifikasi Kehamilan Ektopik Terganggu
1. Kehamilan Abdominal
Kehamilan abdominal dapat terjadi akibat implantasi langsung hasil
konsepsi di dalam kavum abdomen yang disebut sebagai kehamilan abdominal
primer, atau awalnya dari kehamilan tuba yang rupture dan hasil konsepsi yang
terlepas selanjutnya melakukan implantasi di kavum abdomen yang disebut
sebagai kehamilan abdominal sekunder.
Efek kehamilan tuba yang rupture terhadap kelangsungan kehamilan
bervariasi, tergantung pada luasnya kerusakan plasenta. Janin akan mati bila
plasentanya rusak cukup luas. Akan tetapi, jika sebagian besar plasenta tertahan
ditempat perlekatannya di tuba, perkembangan lanjut bisa terjadi. Selain itu,
plasenta dapat pula terlepas dari tuba dan mengadakan implantasi pada struktur
panggul, termasuk uterus, usus, ataupun dinding panggul.
Keluhan yang sering ditemukan adalah nyeri abdomen, nausea, muntah,
malaise, dan nyeri saat janin bergerak. Gambaran klinik yang paling sering
ditemukan adalah nyeri tekan abdomen, presentasi janin abnormal, dan lokasi
serviks uteri berubah. USG merupakan metode pemeriksaan yang akurat untuk
menegakkan diagnosis, tetapi yang dapat didiagnosis sebelum terjadi perdarahan
intraabdominal kurang dari setengah kasus. Pilihan penanganan adalah segera
melakukan pembedahan, kecuali pada beberapa kasus tertentu, seperti usia
kehamilan mendekati viable. Jika memmungkinkan jaringan plasenta sebaiknya
dikeluarkan, jika tidak, dapat dilakukan pemberian metotreksat.
2. Kehamilan ovarial
Gejala klinik hampir sama dengan kehamilan tuba. Kenyataannya,
kehamilan ovarian sering kali dikacaukan dengan perdarahan korpus luteum saat
pembedahan, diagnosis sering kali dibuat setelah pemeriksaan histopatologi.
Kehamilan ovarial dapat terjadi apabila spermatozoa memasuki folikel de Graaf
yang baru pecah dan membuahi sel telur yang masih tinggal dalam folikel, atau
apabila sel telur yang dibuahi bernidasi di daerah endometriosis di ovarium.
3. Kehamilan Servikal
Riwayat dilatasi dan kuret merupakan faktor predisposisi kehamilan
servikal. Selain itu, tindakan in vitro fertilization (IVF) dan riwayat seksio
sesarea sebelumnya juga meningkatkan risiko. Gejala yang umum ditemukan
adalah perdarahan pervaginam tanpa disertai nyeri. Pada umumnya serviks
membesar, hiperemesis, atau sianosis. Seringkali diagnosis ditegakkan hanya
secara kebetulan saat melakukan pemeriksaan USG rutin atau saat kuret karena
dugaan abortus inkomplit. Diagnosis awal ditegakkan dengan observasi kantong
kehamilan di sekittar serviks saat melakukan pemeriksaan USG. Bila kondisi
hemodinamik stabil penanganan konservatif untuk mempertahankan uterus
merupakan pilihan. Pemberian mototreksat dengan cara local dan atau sistemik
menunjukkan keberhasilan sekitar 80%. Histerektomi dianjurkan jika kehamilan
telah memasuki trimester kedua akhir ataupun ketiga (Prawirohardjo, 2011).
G. Penatalaksanaan Kehamilan Ektopik Terganggu
Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparatomi dalam
tindakan demikian beberapa hal harus diperhatikan dan dipertimbangkan yaitu:
kondisi penderita pada saat itu, keinginan penderita akan fungsi reproduksinya,
lokasi kehamilan ektopik, kondisi anatomic organ pelvik, kemampuan teknologi
fertilisasi invitro setempat hasil pertimbangan ini menentukan apakah perlu
dilakukan salpingektomi pada kehamilan tuba, atau dapat dilakukan tuba, atau dapat
dilakukan pembedahan konservatif dalam arti hanya dilakukan salpingingostomi.
Apabila keadaan penderita buruk, misalnya dalam keadaan syok, lebih baik
dilakukan salpingektomi. Pada kasus kehamilan ektopik di pars ampuralis tuba yang
belum pecah pernah dicoba ditangani dengan menggunakan kemoterapi untuk
menghindari tindakan pembedahan. Kriteria khusus yang diobati dengan cara ini
adalah:
1. Kehamilan di pars ampullaris tuba belum pecah
2. Factor tuba, yaitu salpingitis, perlekatan tuba, kelainan konginetal tuba,
pembedahan sebelumnya, endometriosis, tumor yang mengubah bentuk
tuba dan kehimilan ektopik sebelumnya.
3. Kelainan zigot, yaitu kelainan kromosomdan malformasi
4. Factor ovarium, yaitu migrasi luar ovum dan pembasaran ovarium
5. Penggunaan hormone eksogen
6. Factor lain, antara lain aborsi tuba dan pemakaian IUD.
(Mochtar, 2000)

Penanganan awal yang dapat dilakukan antara lain:

1. Jika fasilitas memungkinkan, segera lakukan uji silang darah dan


laparotomi. Jangan menunggu darah sebelum melakukan pembedahan.
2. Jika fasilitas tidak memungkinkan, segera rujuk ke fasilitas lebih lengkap
dengan memperhatikan hal-hal yang diuraikan pada bagian awal/
3. Pada laparotomi, eksplorasi kedua ovaria dan tuba falopi:
- Jika terjadi kerusakan berat pada tuba, lakukan salpingektomi
(tuba yang berdarah dan hasil konsepsi dieksisi bersama-sama).
Ini merupakan terapi pilihan pada sebagian besar kasus.
- Jika kerusakan pada tuba kecil, lakukan salpingostomi (hasil
konsepsi dikeluarkan, tuba dipertahankan). Hal ini hanya
dilakukan jika konservasi kesuburan merupakan hal yang penting
untuk ibu tersebut, karena risiko kehamilan ektopik berikutnya
cukup tinggi.
4. Jika terjadi perdarahan banyak dapat dilakukan auto-transfusi jika darah
intraabdominal masih segar dan tidak terinfeksi atau terkontaminasi (pada
akhir kehamilan, darah dapat terkontaminasi dengan air ketuban, dan lain-
lain sehingga sebaiknya tidak digunakan untuk auto-tranfusi). Darah dapat
dikumpulkan sebelum pembedahan atau setelah abdomen dibuka:
a. Sewaktu ibu tersebut berbaring di atas meja operasi sebelum operasi
dan abdomen tampak tegang akibat terkumpulnya darah, saat itu
memungkinkan untuk memasukkan jarum melalui dinding abdomen
dan darah dikumpulkan di set donor.
b. Cara lain, bukalah abdomen:
- Ambil darah ke dalam suatu tempat dan saringlah darah
menggunakan kassa untuk memisahkan bekuan darah.
- Bersihkan bagian atas dari kantong donor darah dengan cairan
antiseptic dan bukalah dengan pisau steril.
- Tuangkan darah ibu tersebut ke dalam kantong dan masukkan
Kembali melalui set penyaring dengan cara biasa.
- Jika tidak tersedia kantong donor dengan antikoagulan,
tambahkan sodium sitrat 10 ml untuk setiap 90 ml darah.

Pengangan selanjutnya:

1. Sebelum memperbolehkan ibu pulang, lakukan konseling dan nasihat


mengenai prognosis kesuburannya. Mengingat meningkatnya risiko akan
kehamilan ektopik selanjutnya, konseling metode kontrasepsi dan
penyediaan metode kontrasepsi, jika diinginkan, merupakan hal yang
penting.
2. Perbaiki anemia dengan sulfas ferrosus 600 mg/hati per oral selama 2
minggu.
3. Jadwalkan kunjungan berikutnya untuk pemantauan dalam waktu 4 minggu
(Saifuddin, 2014)
H. Prognosis Kehamilan Ektopik Terganggu
Hipotesis menimbulkan pertanyaan baru mengenai prognosis kehamilan ektopik
pada gangguan fungsional kronis pada alat reproduksi wanita. Sistem ini berkaitan
dengan kasus-kasus di mana kehamilan ektopik berkembang sebagai akibat dari
pelanggaran kontrol otot oleh zat bioaktif dan/atau disfungsi jaringan tuba.
Intensitas kontraksi ritmik dari uterus mencerminkan tuba fallopi.
Pertama, dalam embriogenesis, saluran tuba dan rahim memiliki asal yang sama:
keduanya berkembang dari duktus Müller (Müllerian) di mesoderm. Kedua, sekitar
ovulasi tuba fallopi distal adalah zona pemicu, dari mana gelombang peristaltik
merambat ke proksimal, menempati rahim dan leher rahim. Ketiga, kontraktilitas
uterus yang memadai dapat memfasilitasi keberhasilan implantasi intrauterin,
sementara yang tidak memadai dapat menyebabkan ektopik kehamilan. Telah
terbukti bahwa gelombang dari fundus ke serviks adalah paling menonjol pada fase
periovulasi. Setelah ovulasi, rahim mengalami relaksasi progresif, yang mencapai
maksimum selama fase mid-luteal yang dapat membantu implantasi embrio normal.
Kuantifikasi kontraksi uterus: amplitudo, durasi, dan frekuensi selama fase
praovulasi dan selama fase midluteal fase siklus menstruasi seperti yang telah
diusulkan sebelumnya harus diambil sebagai norma standar dan digunakan dalam
praktik klinis untuk wanita dengan peningkatan risiko kehamilan ektopik, yaitu
untuk mereka yang memiliki kehamilan ektopik sebelumnya, ekstirpasi salah satu
tabung, infeksi Chlamydia, operasi adneksa, usus buntu, dan penggunaan perangkat
intrauterin. Kontraktilitas uterus menurun selama preovulasi fase dibandingkan
dengan norma menunjukkan tuba / kehamilan perut. Peningkatan kontraktilitas
uterus selama fase ini dan/atau fase mid-luteal dibandingkan dengan norma
menunjuk ke masa depan kehamilan serviks. Sepanjang abad ke-20, kontraktilitas
uterus pada wanita yang tidak hamil wanita telah dinilai menggunakan berbagai
metode dan dijelaskan. Elektrohisterografi transabdominal non-invasif (EHG),
mengukur aktivitas listrik dari otot rahim dan kontraksinya. Tanpa memiliki sendiri
pengalaman, mengandalkan dokter untuk memilih metode yang optimal (atau
kombinasi metode) untuk merekam aktivitas uterus (Pavlova, 2019).
Operasi pasca sederhana pada 97,8% kasus dalam penelitian (Moussa et al.,
2022), mencatat 4 kasus anemia pasca operasi dikoreksi dengan transfusi dengan
hasil yang menguntungkan.Kami melihat kematian ibu (1,26% kasus). Kematian
akibat kehamilan ektopik luar biasa di negara maju.
DAFTAR PUSTAKA

Lisnawati, L. (2013). Asuhan Kebidanan Terkini Kegawatdaruratan Maternal dan


Neonatal. TIM.

Manuaba, I. B. (2007). Pengantar Kuliah Obstetri. EGC.

Mochtar, R. (2000). Sinopsis Obstetri. EGC.

Moussa, B., Serge, T. A. E., David, L., Adama, D., & Issa, O. (2022). Ectopic
Pregnancy: Epidemiological, Clinical, Therapeutical, Anatomopathological
Aspects and Prognosis at the Department of Obstetrics and Gynecology of the
Teaching Hospital Souro Sanou of Bobo-Dioulasso: About 79 Cases and
Literature Review. Open Journal of Obstetrics and Gynecology, 12(01), 1–10.
https://doi.org/10.4236/ojog.2022.121001

Norman, F. G. (2010). Dasar-dasar Ginekologi. EGC.

Nurul Azizah, & Rosyidah, R. (2019). Buku Ajar Mata Kuliah Obstetri Pathologi
(Pathologi Dalam Kehamilan). Umsida Press.
https://doi.org/10.21070/2019/978-602-5914-88-1

Pavlova, G. A. (2019). Tubal muscles determine embryo implantation site; prognosis of


ectopic pregnancy at chronic functional disorders. Medical Hypotheses, 132,
109332. https://doi.org/10.1016/j.mehy.2019.109332

Prawirohardjo, S. (2011). Ilmu Kandungan. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Saifuddin, A. B. (2014). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan


Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Sastrawinata, S. (1984). Obstetri Patologi. Universitas Padjajaran Bandung.

Anda mungkin juga menyukai