Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN

KEPERAWATAN MATERNITAS
NY. H DENGAN PARTUS PREMATURUS IMINENS (PPI)
DIRUANG ANNISA RS GRAHA MEDIKA BANYUWANGI

Oleh :

DAVID BAGUS PRANOTO

NIM : 202104174

PROGRAM STUDI PROFESI KEPERAWATAN NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

BANYUWANGI

2022

1
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN

PARTUS PREMATURUS IMINENS (PPI)

DIRUANG ANNISA RS GRAHA MEDIKA

BANYUWANGI

Disusun Oleh :

Nama : David Bagus Pranoto

NIM : 202104174

Prodi : Profesi Ners

Sebagai salah satu syarat dalam pemenuhan tugas praktik Profesi


Keperawatan Ners Departemen Keperawatan Maternitas, yang dilaksanakan pada
tanggal 28 Maret 2022 – 2 April 2022.

Telah Mendapatkan Persetujuan Oleh Pembimbing Klinik, Pembimbing


Institusi dan Kepala Ruang Annisa Pada :

Hari : Selasa

Tanggal : 29 Maret 2022

Pembimbing Klinik, Pembimbing Institusi,

Ida Agustina, AMd.Keb Ns. Nur Hidayatin, S.Kep

Kepala Ruang Annisa,

Ida Agustina, AMd.Keb

KONSEP PENYAKIT

2
A. Definisi

Menurut Oxorn (2010), partus prematurus atau persalinan prematur

dapat diartikan sebagai dimulainya kontraksi uterus yang teratur yang

disertai pendataran dan atau dilatasi servix serta turunnya bayi pada wanita

hamil yang lama kehamilannya kurang dari 37 minggu (kurang dari 259

hari) sejak hari pertama haid terakhir. Menurut Nugroho (2010) persalinan

preterm atau partus prematur adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan

kurang dari 37 minggu (antara 20-37 minggu) atau dengan berat janin

kurang dari 2500 gram. Partus preterm adalah kelahiran setelah 20 minggu

dan sebelum kehamilan 37 minggu dari hari pertama menstruasi terakhir

(Benson, 2012).

Menurut Rukiyah (2010), partus preterm adalah persalinan pada umur

kehamilan kurang dari 37 minggu atau berat badan lahir antara 500-2499

gram. Berdasarkan beberapa teori diatas dapat disimpulkan yaitu Partus

Prematurus Iminens (PPI) adalah adanya suatu ancaman pada kehamilan

dimana timbulnya tanda-tanda persalinan pada usia kehamilan yang belum

aterm (20 minggu-37 minggu) dan berat badan lahir bayi kurang dari 2500

gram.

B. Etiologi

Faktor resiko PPI menurut Wiknjosastro (2010) yaitu :

1. Janin dan plasenta : perdarahan trimester awal, perdarahan antepartum,

KPD, pertumbuhan janin terhambat, cacat bawaan janin, gemeli,

polihidramnion

2. Ibu : DM, pre eklampsia, HT, ISK, infeksi dengan demam, kelainan

bentuk uterus, riwayat partus preterm atau abortus berulang,

inkompetensi serviks, pemakaian obat narkotik, trauma, perokok berat,

kelainan imun/resus.

3
Namun menurut Nugroho (2010) ada beberapa resiko yang dapat

menyebabkan partus prematurus yaitu :

1. Faktor resiko mayor : Kehamilan multiple, hidramnion, anomali uterus,

serviks terbuka lebih dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, serviks

mendatar/memendek kurang dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu,

riwayat abortus pada trimester II lebih dari 1 kali, riwayat persalinan

pretem sebelumnya, operasi abdominal pada kehamilan preterm,

riwayat operasi konisasi, dan iritabilitas uterus.

2. Faktor resiko minor : Penyakit yang disertai demam, perdarahan

pervaginam setelah kehamilan 12 minggu, riwayat pielonefritis,

merokok lebih dari 10 batang perhari, riwayat abortus pada trimester II,

riwayat abortus pada trimester I lebih dari 2 kali.

Sedangkan menurut Manuaba (2009), faktor predisposisi partus prematurus

adalah sebagai berikut:

1. Faktor ibu : Gizi saat hamil kurang, umur kurang dari 20 tahun atau

diatas 35 tahun, jarak hamil dan bersalin terlalu dekat, penyakit

menahun ibu seperti; hipertensi, jantung, ganguan pembuluh darah

(perokok), faktor pekerjaan yang terlalu berat

2. Faktor kehamilan : Hamil dengan hidramnion, hamil ganda, perdarahan

antepartum, komplikasi hamil seperti pre eklampsi dan eklampsi,

ketuban pecah dini

3. Faktor janin : Cacat bawaan, infeksi dalam Rahim.

C. Patofisiologi

Persalinan prematur menunjukkan adanya kegagalan mekanisme yang

bertanggung jawab untuk mempertahankan kondisi tenang uterus selama

kehamilan atau adanya gangguan yang menyebabkan singkatnya kehamilan

atau membebani jalur persalinanan normal sehingga memicu dimulainya

4
proses persalinan secara dini. Empat jalur terpisah, yaitu stress, infeksi,

regangan dan perdarahan (Norwintz, 2007).

Enzim sitokinin dan prostaglandin, ruptur membran, ketuban pecah,

aliran darah ke plasenta yang berkurang mengakibatkan nyeri dan

intoleransi aktifitas yang menimbulkan kontraksi uterus, sehingga

menyebabkan persalinan prematur.

Akibat dari persalinan prematur berdampak pada janin dan pada ibu.

Pada janin, menyebabkan kelahiran yang belum pada waktunya sehingga

terjailah imaturitas jaringan pada janin. Salah satu dampaknya terjdilah

maturitas paru yang menyebabkan resiko cidera pada janin. Sedangkan pada

ibu, resiko tinggi pada kesehatan yang menyebabkan ansietas dan

kurangnya informasi tentang kehamilan mengakibatkan kurangnya

pengetahuan untuk merawat dan menjaga kesehatan saat kehamilan.

5
D. Pathway

- Faktor Ibu - Faktor Mayor


- Faktor Janin dan Plasenta - Faktor Minor

Kehamilan < 37 Minggu

Persalinan Prematur Imminens Bayi Prematur

Pembentukan membrane
Rangsangan pada hialin surfaktan paru belum
Krisis situasional
uterus sempurna

MK: Ansietas Idiopatic Respiratory


Kontraksi uterus
(D.0080) Disstres Syndrome
cv meningkat

MK: Defisit Gangguan Ventilasi


His Asli His Palsu Pengetahuan Pulmonal
(D.0111)

Hipoksia Peningkatan
Prostaglandin Pulmonary vascular
meningkat resistance
Janin tidak dapat
menjaga rongga paru
Dilatasi serviks tetap mengembang MK : Gangguan
Pertukaran Gas
Usaha Inspirasi yang (D.0003)
MK: Nyeri
lebih kuat
Melahirkan
(D.0079)
MK : Pola Napas Tidak
Kehilangan
Efektif (D.0005)
energy berlebihan

MK: Intoleransi Aktivitas


(D. 0056)

6
E. Manifestasi Klinis

Partus prematurus iminen ditandai dengan :

1. Kontraksi uterus dengan atau tanpa rasa sakit

2. Rasa berat dipanggul

3. Kejang uterus yang mirip dengan dismenorea

4. Keluarnya cairan pervaginam

5. Nyeri punggung

Gejala diatas sangat mirip dengan kondisi normal yang sering lolos dari

kewaspadaan tenaga medis.

Menurut Manuaba (2009), jika proses persalinan berkelanjutan akan

terjadi tanda klinik sebagai berikut :

1. Kontraksi berlangsung sekitar 4 kali per 20 menit atau 8 kali dalam satu

jam

2. Terjadi perubahan progresif serviks seperti pembukaan lebih dari 1 cm,

perlunakan sekitar 75-80 % bahkan terjadi penipisan servik.

F. Komplikasi

Menurut Nugroho (2010), komplikasi partus prematurus iminens yang

terjadi pada ibu adalah terjadinya persalinan prematur yang dapat

menyebabkan infeksi endometrium sehingga mengakibatkan sepsis dan

lambatnya penyembuhan luka episiotomi. Sedangkan pada bayi prematur

memiliki resiko infeksi neonatal lebih tinggi seperti resiko distress

pernafasan, sepsis neonatal, necrotizing enterocolitis dan perdarahan

intraventikuler. Menurut Benson (2012), terdapat paling sedikit enam

bahaya utama yang mengancam neonatus prematur, yaitu gangguan

respirasi, gagal jantungkongestif, perdarahan intraventrikel dan kelainan

neurologik, hiperilirubinemia, sepsis dan kesulitan makan.

Sedangkan menurut Oxorn (2010), prognosis yang dapat terjadi pada

persalinan prematuritas adalah :

7
1. Anoksia 12 kali lebih sering terjadi pada bayi prematur

2. Gangguan respirasi

3. Rentan terhadap kompresi kepala karena lunaknya tulang tengkorak dan

immaturitas jaringan otak

4. Perdarahan intracranial 5 kali lebih sering pada bayi prematur dibanding

bayi aterm

5. Cerebral palsy

6. Terdapat insidensi kerusakan organik otak yang lebih tinggi pada bayi

prematur (meskipun banyak orang–orang jenius yang dilahirkan sebelum

aterm).

G. Pemeriksaan Penunjang

1. Ultrasonografi : Pengkajian getasi (dengan berat badan janin 500 sampai

2500 gram)

2. Tes nitrazin : menentukan KPD

3. Jumlah sel darah putih : Jika mengalami peningkatan, maka itu

menandakan adanya infeksi amniosentesis yaitu radio lesitin terhadap

sfingomielin (L/S) mendeteksi fofatidigliserol (PG) untuk maturitas paru

janin, atau infeksi amniotic

4. Pemantauan elektronik : memfalidasi aktifitas uterus/status janin.

H. Penatalaksanaan

Beberapa langkah yang dapat dilakukan pada PPI, terutama untuk

mencegah morbiditas dan mortalitas neonatus preterm ialah:

1. Istirahat baring

Terdapat berbagai penelitian yang menunjukkan bahwa istirahat

baring bermanfaat baik dalam pencegahan maupun membantu

penghentian partus yang telah berlangsung disertai dengan obat–obatan.

Hidrasi intravena sering dianjurkan sebagai bentuk awal intervensi,

sebelum mulai dengan obat-obat farmakologik.

8
2. Menghambat proses persalinan preterm dengan pemberian tokolitik,

yaitu :

a. Kalsium antagonis: nifedipin 10 mg/oral diulang 2-3 kali/jam,

dilanjutkan tiap 8 jam sampai kontraksi hilang. Obat dapat diberikan

lagi jika timbul kontaksi berulang. dosis maintenance 3x10 mg.

b. Obat ß-mimetik: seperti terbutalin, ritrodin, isoksuprin, dan

salbutamol dapat digunakan, tetapi nifedipin mempunyai efek

samping yang lebih kecil. Salbutamol, dengan dosis per infus: 20-50

µg/menit, sedangkan per oral: 4 mg, 2-4 kali/hari (maintenance) atau

terbutalin, dengan dosis per infus: 10-15 µg/menit, subkutan: 250 µg

setiap 6 jam sedangkan dosis per oral: 5-7.5 mg setiap 8 jam

(maintenance). Efek samping dari golongan obat ini ialah:

hiperglikemia, hipokalemia, hipotensi, takikardia, iskemi miokardial,

edema paru.

c. Sulfas magnesikus: dosis perinteral sulfas magnesikus ialah 4-6 gr/iv,

secara bolus selama 20-30 menit, dan infus 2-4gr/jam (maintenance).

Namun obat ini jarang digunakan karena efek samping yang dapat

ditimbulkannya pada ibu ataupun janin. Beberapa efek sampingnya

ialah edema paru, letargi, nyeri dada, dan depresi pernafasan (pada ibu

dan bayi).

d. Penghambat produksi prostaglandin: indometasin, sulindac,

nimesulide dapat menghambat produksi prostaglandin dengan

menghambat cyclooxygenases (COXs) yang dibutuhkan untuk

produksi prostaglandin. Indometasin merupakan penghambat COX

yang cukup kuat, namun menimbulkan risiko kardiovaskular pada

janin. Sulindac memiliki efek samping yang lebih kecil daripada

indometasin. Sedangkan nimesulide saat ini hanya tersedia dalam

konteks percobaan klinis.

9
Untuk menghambat proses PPI, selain tokolisis, pasien juga perlu

membatasi aktivitas atau tirah baring serta menghindari aktivitas seksual.

Kontraindikasi relatif penggunaan tokolisis ialah ketika lingkungan

intrauterine terbukti tidak baik, seperti:

a. Oligohidramnion

b. Korioamnionitis berat pada ketuban pecah dini

c. Preeklamsia berat

d. Hasil nonstrees test tidak reaktif

e. Hasil contraction stress test positif

f. Perdarahan pervaginam dengan abrupsi plasenta, kecuali keadaan

pasien stabil dan kesejahteraan janin baik

g. Kematian janin atau anomali janin yang mematikan h. Terjadinya efek

samping yang serius selama penggunaan beta-mimetik.

3. Akselerasi pematangan fungsi paru janin dengan kortikosteroid,

Pemberian terapi kortikosteroid dimaksudkan untuk pematangan

surfaktan paru janin, menurunkan risiko respiratory distress syndrome

(RDS), mencegah perdarahan intraventrikular, necrotising enterocolitis,

dan duktus arteriosus, yang akhirnya menurunkan kematian neonatus.

Kortikosteroid perlu diberikan bilamana usia kehamilan kurang dari 35

minggu.

Obat yang diberikan ialah deksametason atau betametason.

Pemberian steroid ini tidak diulang karena risiko pertumbuhan janin

terhambat. Pemberian siklus tunggal kortikosteroid ialah:

a. Betametason 2 x 12 mg i.m. dengan jarak pemberian 24 jam.

b. Deksametason 4 x 6 mg i.m. dengan jarak pemberian 12 jam.

Selain yang disebutkan di atas, juga dapat diberikan Thyrotropin

releasing hormone 400 ug iv, yang akan meningkatkan kadar

triiodothyronine yang kemudian dapat meningkatkan produksi surfaktan.

10
Ataupun pemberian suplemen inositol, karena inositol merupakan

komponen membran fosfolipid yang berperan dalam pembentukan

surfaktan.

4. Pencegahan terhadap infeksi dengan menggunakan antibiotik. Mercer

dan Arheart (1995) menunjukkan, bahwa pemberian antibiotika yang

tepat dapat menurunkan angka kejadian korioamnionitis dan sepsis

neonatorum. Antibiotika hanya diberikan bilamana kehamilan

mengandung risiko terjadinya infeksi, seperti pada kasus KPD. Obat

diberikan per oral, yang dianjurkan ialah eritromisin 3 x 500 mg selama 3

hari. Obat pilihan lainnya ialah ampisilin 3 x 500 mg selama 3 hari, atau

dapat menggunakan antibiotika lain seperti klindamisin. Tidak

dianjurkan pemberian ko-amoksiklaf karena risiko necrotising

enterocolitis.

11
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Pengkajian keperawatan adalah tahap awal dari proses keperawatan

dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari

berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status

kesehatan klien. Pengkajian keperawatan merupakan dasar pemikiran dalam

memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan klien.

Pengkajian yang lengkap, dan sistematis sesuai dengan fakta atau kondisi

yang ada pada klien sangat penting untuk merumuskan suatu diagnose

keperawatan dan dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan

respon individu ( Olfah & Ghofur, 2016 ).

Dalam pengkajian keperawatan maternitas obtetri meliputi biodata

pasien, biodata penanggung jawab, keluhan utama saat MRS, dan keluhan

saat pengkajian sesuai PQRST, Riwayat penyakit sekarang, riwayat

kebidanan masa lalu (menarche, siklus menstruarsi, lama menstruasi,

volume darah, keluhan saat menstruasi, HPHT dan HPL), Riwayat

penggunaan KB, Pemeriksaan vital sign, pemeriksaan ANC dan

pemeriksaan Head to Toe.

B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons

klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya

baik berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosa keperawatan bertujuan

untuk mengidentifikasi respons klien individu, keluarga dan komunitas

terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan. Diagnosa keperawatan

pada kasus PPI yang dapat muncul adalah sebagai berikut :

1. Nyeri Melahirkan (D.0079)

2. Ansietas (D.0080)

12
C. Intervensi

Menurut PPNI (2018) Intervensi keperawatan adalah segala treatment

yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan

penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang diharapkan PPNI

(2019). Adapun intervensi yang sesuai dengan penyakit diare adalah sebagai

berikut :

1. Nyeri Melahirkan (D.0079)

No Diagnosis Keperawatan Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi


(SLKI)
(SIKI)
(1) (2) (3) (4)
1 Nyeri Melahirkan Setelah diberikan Intervensi Utama
berhubungan dengan asuhan keperawatan 1. Manajemen Nyeri
dilatasi uterus selama …×24 jam a. Observasi
1) Monitor tanda-tanda vital
ditandai dengan diharapkan tingkat nyeri 2) Identifikasi karakteristik,
mengeluh nyeri, dan kontrol nyeri
durasi, frekuensi,
perineum terasa meningkat, dengan intensitas nyeri
tertekan, mual, nafsu kriteria hasil: 3) Identifikasi faktor yang
1. Tingkat nyeri memperberat dan
makan
a Keluhan nyeri memperingan nyeri
menurun/meningkat, 4) Monitor denyut jantung
meningkat
ekspresi wajah janin, his, vagina toucher
b Meringis meningkat
meringis, berposisi (VT), status portio,
2. Kontrol nyeri
meringankan nyeri, warna air ketuban
Dengan kriteria b. Terapeutik
uterus terasa
hasil: 1) Berikan teknik
membulat, tekanan nonfarmakologis untuk
a. Melaporkan nyeri
darah meningkat, mengurangi rasa nyeri
terkontrol
frekuensi nadi 2) Kontrol lingkungan yang
meningkat
meningkat, memperberat rasa nyeri
c Kemampuan (mis. Suhu ruangan,
ketegangan otot mengenali onset pencahayaan,
meningkat, pola tidur nyeri meningkat kebisingan)
berubah, kondisi d Kemampuan 3) Fasilitasi istirahat dan
berkemih berubah, mengenali penyebab tidur
diaphoresis, nyeri meningkat c. Edukasi
1) Jelaskan penyebab,
gangguan perilaku, e Kemampuan
periode dan pemicu
perilaku ekspresif, menggunakan teknik nyeri.
muntah, pupil non farmakologis d. Kolaborasi
dilatasi, focus pada meningkat 1) Kolaborasi pemberian
diri sendiri. analgetik, jika perlu
(Sumber :Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018, Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2018)

13
2. Ansietas (D.0080)

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi


(SLKI) (SIKI)

1. Ansietas Luaran Utama : Terapi Relaksasi


Definisi : Kondisi emosi Tingkat ansietas Observasi
dan pengalaman Luaran Tambahan : 1. Identifikasi
subyektif individu 1. Dukungan sosial penurunan tingkat
terhadap objek yang 2. Harga diri energy,
tidak jelas dan spesifik 3. Kesadaran diri ketidakmampuan
akibat antisipasi bahaya 4. Kontrol diri berkonsentrasi,
yang memungkinkan 5. Proses informasi atau gejala lain
individu melakukan 6. Status kognitif mengganggu
tindakan untuk 7. Tingkat agitasi kemampuan
menghadapi ancaman. 8. Tingkat kognitif
Penyebab : pengetahuan 2. Identifikasi teknik
Krisis situasional relaksasi yang
Kebutuhan tidak terpenuhi Setelah dilakuan pernah efektif
Krisis maturasional intervensi keperawatan digunakan
Ancaman terhadap selama ….. x 24 jam 3. Identifikasi
konsep diri maka ansietas menurun kesediaan,
Ancaman terhadap dengan kriteria hasil : kemampuan, dan
kematian 1. Verbalisasi penggunaan teknik
Kekhawatiran kebingungan sebelumnya
mengalami menurun 4. Periksa ketegangan
kegagalan 2. Verbalisasi otot, frekkuensi
Disfmgsi sistem khawatir akibat nadi, tekanan
keluarga kondisi yang darah, dan suhu
Hubungan orang tua anak- dihadapi menurun sebelum dan
anak tidak memuaskan 3. Perilaku gelisah sesudah latihan
Faktor keturunan menurun 5. Monitor respons
(tempramen, mudah 4. Perilaku tegang terhadap terapi
teragitasi sejak lahir) menurun relaksasi
10. Penyalahgunaan zat 5. Keluhan pusing Terapeutik
11. Terpapar bahaya menurun 1. Ciptakan
lingkungan (mis. Toksin, 6. Anoreksia menurun lingkungan tenang
polutan, dan lain-lain) 7. Palpitasi menurun dan tanpa
12. Kurang terpapar informasi 8. Diaforesis menurun gangguan dengan
9. Tremor menurun pencahayaan dan
Gejala dan 10. Pucat menurun suhu ruang
Tanda 11. Konsentrasi nyaman, jika
Mayor membaik memungkinkan
Subjektif 12. Pola tidur membaik 2. Berikan informasi
Merasa bingung 13. Frekuensi tertulis tentang
Merasa khawatir dengan pernapasan persiapan dan
akibat dari kondisiyang membaik prosedur teknik
dihadapi 14. Frekeunsi relaksasi
Sulit bekonsentrasi nadi membaik 3. Gunakan pakaian
Objektif 15. Tekanan longgar
Tampak gelisah darah membaik 4. Gunakan nada suara
Tampak tegang 16. Kontak lembut
Sulit tidur mata membaik dengan irama
17. Pola lambat dan
berkemih membaik berirama
18. Orientasi membaik

14
5. Gunakan relaksasi
Gejala dan Tanda Mayor sebagai strategi
penunjang dengan
Subjektif analgetik atau
Mengeluh pusing tindakan medis lain,
Anoreksia jika sesuai
Palpitasi Edukasi
Merasa tidak berdaya 1. Jelaskan tujuan,
Objektif manfaat, batasan,
Frekuensi napas meningkat dan jenis relaksasi yang
Frekuensi tersedia (mis, music,
Tekanan darah meningkat meditasi, napas
Diaforesis relaksasi
Tremor otot progresif)
Muka tampak pucat 2. Jelaskan secara rinci
Suara bergetar intervensi relaksasi
Kontak mata buruk yang dipilih
Sering berkemih 3. Anjurkan
10. Berorientasi pada mengambil posisi
nyaman
Kondisi klinis yang 4. Anjurkan sering
terkait : mengulangi atau
Penyakit kronis progresif melatih teknik yang
mis, kanker, penyakit dipilih
autoimun) 5. Demonstrasikan dan
Penyakit akut latih
Hospitalisasi teknik
Rencana operasi relaksasi (mis,
Kondisi diagnosis penyakit napas dalam,
belum jelas peregangan, atau
Penyakit neurologis imajinasi terbimbing)
Tahap tumbuh kembang
(Sumber :Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018, Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2018)

D. Implementasi

Pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan


yang telah di tetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi
pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan
sesudah pelaksaan tindakan, serta menilai data yang baru. Faktor-faktor
yang mempengaruhi pelaksanaan keperawatan antara lain:
a. Kemampuan intelektual, teknikal, dan interpersonal.
b. Kemampuan menilai data baru.
c. Kreativitas dan inovasi dalam membuat modifikasi rencana tindakan.
d. Penyesuaian selama berinteraksi dengan klien.
e. Kemampuan mengambil keputusan dalam memodifikasi pelaksanaan.
f. Kemampuan untuk menjamin kenyamanan dan keamanan serta
efektivitas tindakan.

15
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses
keperawatan yang berguna apakah tujuan dari tindakan keperawatan yang
telah dilakukan tercapai atau perlu pendekatan lain.
Evaluasi keperawatan mengukur keberhasilan dari rencana dan
pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi
kebutuhan klien. Penilaian adalah tahap yang menentukan apakah tujuan
tercapai. Evaluasi selalu berkaitan dengan tujuan yaitu pada komponen
kognitif, afektif, psikomotor, perubahan fungsi dan tanda gejala yang
spesifik ( Olfah & Ghofur, 2016).
F. Daftar Pustaka

Benson, Ralph C dan Pernoll, Martin L. (2012). Buku Saku Obstetri dan
Ginekologi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Manuba (2009). Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita Edisi 2. Jakarta :
EGC
Nugroho, Taufan. (2010) Kesehatan Wanita Gender dan Permasalahannya.
Yogyakarta : Nuha Medika
Oxorn Harry, dkk. (2010). Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi
Persalinan (Human Labor and Birth). Yogyakarta : YEM
Rukiyah, Ai Yeyeh, dkk. (2010). Asuhan Kebidanan Patologi. Jakarta :
Trans Info Media
Saifuddin, A.B. (2002). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Wiknjosastro, H. (2010). Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo

16
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN MATERNITAS

NY. H DENGAN PARTUS PREMATURUS IMINENS (PPI)

DIRUANG ANNISA RS GRAHA MEDIKA

BANYUWANGI

Disusun Oleh :

Nama : David Bagus Pranoto

NIM : 202104174

Prodi : Profesi Ners

Sebagai salah satu syarat dalam pemenuhan tugas praktik Profesi


Keperawatan Ners Departemen Keperawatan Maternitas, yang dilaksanakan pada
tanggal 28 Maret 2022 – 2 April 2022.

Telah Mendapatkan Persetujuan Oleh Pembimbing Klinik, Pembimbing


Institusi dan Kepala Ruang Annisa Pada :

Hari : Jum’at

Tanggal : 1 April 2022

Pembimbing Klinik, Pembimbing Institusi,

Ida Agustina, AMd.Keb Ns. Nur Hidayatin, S.Kep

Kepala Ruang Annisa,

Ida Agustina, AMd.Keb

17

Anda mungkin juga menyukai