Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah pada Stase Keperawatan
Anak Program Profesi Ners XLIV
Ruang:
Kemuning 3
Dosen Pembimbing:
220112220003
2
2.1 Definisi Hipospadia
Hipospadia merupakan kelainan kongenital urologi yang melibatkan
uretra, korpus spongiosum, kospus kavernosum, glans dan prepusium.
Kelain kongenital merupakan kelainan bawaan yang disebabkan oleh
kegagalan dalam proses pembentukan organ saat fase organogenesis
dikehamilan ibu trimester pertama (Djojodimedjo, & Sigumonrong, 2016).
Kondisi hipospadia merupakan kondisi kelainan bawaan sejak lahir pada alat
kelamin laki – laki, menurut Anisa (2022) menyebutkan bahwa Kata
Hipospadia berasal dari bahasa Yunani yaitu Hypo, yang berarti dibawah dan
Spadon, yang berarti lubang.
3
9. Pada kasus yang berat skrotum bisa terbelah dua dan bertemu di
penoskrotal/ skrotal bifid
10. Pada hipospadia berat dijumpai pembesaran utrikulus prostat.
2.2 Klasifikasi
Menurut Anisa (2022) hipospadia dapat dikategorikan menjadi
beberapa jenis berdasarkan lokasi meatus uretra seperti sebagai berikut:
4
pada area perineum. Adapun letak meatus uretra pada penderita
hipospadia dapat dilihat seperti gambar berikut.
2.3 Etiologi
Menurut Krisna & Maulana (2017) terdapat beberapa faktor yang dapat
menyebabkan terjadinya hipospodia pada anak diantaranya yaitu:
1. Hormonal
Adanya defek pada produksi testosterone oleh testis dan kelenjar
adrenal, kegagalan konversi dari testosteron ke dihidrotestoteron, defisiensi
reseptor androgen di penis, maupun penurunan ikatan antara
dihidrostestoteron dengan reseptor androgen dapat menyebabkan
hipospadia. Selain itu, adanya paparan estrogen atau progestin pada ibu
hamil di awal kehamilan dicurigai dapat meningkatkan resiko terjadinya
hipospadia. Lingkungan yang tinggi terhadap aktivitas estrogen sering
ditemukan pada pestisida di sayuran dan buah, susu sapi, beberapa
tanaman, dan obat-obatan.
1. Genetik/Embrional
Genetik merupakan faktor risiko yang diduga kuat mempengaruhi
proses terjadinya hipospadia. Selama masa embrional, kegagalan dalam
pembentukan genital folds dan penyatuanya diatas sinus urogenital juga
5
dapat menyebabkan terjadinya hipospadia. Biasanya semakin berat derajat
hipospadia ini, semakin besar terdapat kelainan yang mendasari. Kelainan
kromosom dan ambigu genitalia seperti hermafrodit maupun
pseudohermafrodit merupakan kelainan yang kerap kali ditemukan
bersamaan dengan hipospadia (Anisa, 2022).
2. Lingkungan
Faktor lingkungan dicurigai sebagai salah satu faktor penyebab
hipospadia seperti terdapat paparan estrogen atau progestin pada ibu hamil
di awal kehamilan, paparan estrogen tersebut biasanya terdapat pada
pestisida yang menempel pada buah, sayuran, tanaman, dan obat obatan
yang dikonsumsi oleh ibu hamil. Pada ibu hamil yang mengkonsumsi
obat-obatan anti epilepsi seperti asam valporat juga diduga meningkatkan
resiko hipospadia tetapi untuk pil kontrasepsi yang mengandung hormon
estrogen dan progestin diketahui tidak menyebabkan hipospadia (Krisna &
Maulana, 2017). Selain itu, terpapar polutan atau asap rokok juga dapat
menjadi faktor resiko terjadinya hipospadia pada anak.
6
2.5 Patofisiologis
7
2.6 Penatalaksanaan
1. Tindakan Pembedahan
Terapi hipospadia hingga saat ini dapat dilakukaan dengan cara
pembedahan. Usia ideal untuk operasi hipospadia adalah saat berusia 6 – 12
bulan. Hal tersebut dilakukan agar semakin mudah perawatan paska operasi,
termasuk dalam masalah higienitas, pemakaian kateter, kebutuhan analgesik,
dan perubahan emosi paska operasi. Teknik yang dipilih untuk perbaikan
hipospadia tergantung pada saat operasi. Pada penelitian ini ditemukan
semua penderita hipospadia diberikan terapi berupa urethroplasty dan
chordectomy (Nugroho,dkk, 2018).
Penatalaksanaan dilakukannya pembedahan pada penderita hipospadia
yaitu untuk membuat penis tegak lurus kembali sehingga dapat digunakan
untuk berhubungan seksual, reposisi muara urethra ke ujung penis agar
memungkinkan pasien berkemih sambil berdiri, membuat neourethra yang
adekuat dan lurus, merekonstruksi penis menjadi terlihat normal serta
menurunkan resiko terjadinya komplikasi seminimal mungkin. Terdapat
beberapa tahap operasi perlu dilakukan seperti orthoplasty (Chordectomy)
yaitu melakukan koreksi chorde sehingga penis dapat tegak lurus kembali,
lalu urethroplasty yaitu membuat urethra baru yang sesuai dengan lokasi
seharusnya, serta Glansplasty yaitu pembentukan glans penis kembali.
Glansplasty sering diikuti dengan prepucioplasty (Krisna & Maulana, 2017).
2. MAGPI (Meatal Advancement and Glanuloplasty)
Teknik MAGPI ini dapat dilakukan pada penderita hipospadia glanular
dan subcornal, pada teknik ini dilakukan sayatan atau pemberian luka insisi
pada sekeliling subcornal sekitar proksimal ke meatus uretra (Desy, 2017).
3. TIP (Tubularized Incised Plate)
Teknik TIP merupakan teknik modifikasi yang digunakan untuk
mengoreksi hipospadia yang muara uretranya ada di midshaft atau di daerah
sekitar distal. Pada teknik ini dilakukan sayatan ditengah sampai ke urethral
plate sehingga dapat membuat suatu neourethra (Desy, 2017).
8
4. Onlay Island Flap
Teknik ini dilakukan dengan membuat diseksi jaringan subkutan kulit
penis dan plikasi garis tengah pada bagian dorsal (Desy, 2017).
2.7 Komplikasi
Bila kondisi hipospadia tidak ditangani, maka komplikasi yang akan
terjadi yaitu dapat menimbulkan masalah berkemih pada anak, serta dapat
mengganggu aktivitas seksualnya saat ia dewasa. Anak dengan hipospadia
yang tidak ditangani dapat mengalami komplikasi berupa kesulitan
berkemih, kelainan bentuk penis, serta gangguan ejakulasi. Kelainan bentuk
penis dan gangguan ejakulasi ini akan membuat penderita hipospadia
kesulitan untuk memiliki anak.
9
juga dapat ditelusuri dengan retrograde urethrography pada kasus
hipospadia proksimal.
4. Pemeriksaan Laboratorium
Hipospadia yang terjadi bersamaan dengan undesensus testis
baik unilateral maupun bilateral harus diwaspadai sebagai DSD,
terutama pada kasus hipospadia proksimal. Untuk itu diperlukan
rujukan ke ahli endokrin untuk evaluasi genetik dan hormon secara
menyeluruh.
10
hipospadia yaitu kesulitan berkemih, bentuk penis yang tidak
normal serta posisi meatus uretra yang tidka normal.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat kesehatan sekarang merupakan rincian dari keluhan
utama yang berisi tentang riwayat perjalanan pasien selama
mengalami keluhan secara lengkap. Misalnya pasien mulai terasa
nyeri saat berkemih.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya trauma pada jaringan tubuh seperti ada bekas luka
operasi yang menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan dan iritasi
secara langsung pada reseptor sehingga mengganggu rasa nyaman
klien karena adanya nyeri pada luka tersebut (Dahlan, 2017).
d. Riwayat kesehatan keluarga
Perlu diketahui apakah ada anggota keluarga lainnya yang
menderita sakit yang sama seperti klien, dikaji pula mengenai adanya
penyakit keturunan yang menular dalam keluarga (Putri, 2020).
Riwayat kesehatan keluarga juga dapat menyebabkan gangguan rasa
aman dan nyaman. Karena adanya riwayat penyakit maka klien akan
beresiko terkena penyakit tersebut sehingga menimbulkan rasa tidak
nyaman seperti nyeri (Murtiono & Ngurah, 2020).
e. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk
menilai proses emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons
atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam
keluarga maupun dalam masyarakat (Amal et al., 2021).
f. Pengkajian Persistem
Inspeksi mencari lokasi muara meatus eksterna dilakukan pada
glans, shaft, skrotum dan perineum. Meatus biasanya paten dan
ukuran dapat sebesar lubang jarum (pinhole-sized). Jelaskan lokasi
11
secara spesifik, bisa terletak di distal / anterior penis (granular,
koronal, subkoronal), di medial penis (distal, midshaft, proksimal),
atau di proksimal / posterior penis (penoskrotal, skrotal, perineal).
g. Pengkajian Nyeri
Pengkajian nyeri ini harus dilakukan secara komprehensif agar
data yang terkumpul bisa dijadikan sebagai acuan dalam menentukan
manajemen nyeri yang tepat. Pengkajian nyeri ini bisa menggunakan
skala ukur untuk menentukan nyeri dan menggunakan PQRST
(Ka’arayeno, 2020). Saat mengkaji nyeri, perawat harus memberikan
pasien kesempatan klien untuk mengungkapkan apa yang
dirasakannya dan cara pandang klien terhadap nyeri dan situasi
tersebut dengan cara atau kata-kata mereka sendiri, hal ini juga bisa
membantu perawat memahami makna nyeri yang dirasakan pasien
(Putri, 2020).
a. P (provokatif atau paliatif) merupakan data dari penyebab atau
sumber nyeri pertanyaan yang ditujukan pada pasien berupa:
- Apa yang menyebabkan gejala nyeri?
- Apa saja yang mampu mengurangi ataupun memperberat
nyeri?
- Apa yang anda lakukan ketika nyeri pertama kali
dirasakan?
b. Q (kualitas atau kuantitas) merupakan data yang menyebutkan
seperti apa nyeri yang dirasakan pasien, pertanyaan yang
ditujukan kepada pasien dapat berupa:
- Dari segi kualitas, bagaimana gejala nyeri yang dirasakan?
- Dari segi kuantitas, sejauh mana nyeri yang di rasakan
pasien sekarang dengan nyeri yang dirasakan sebelumnya.
Apakah nyeri hingga mengganggu aktifitas?
c. R (regional atau area yang terpapar nyeri atau radiasi)
merupakan data mengenai dimana lokasi nyeri yang dirasakan
12
pasien. Selain dalam bentuk pertanyaan perawat juga bisa
memberikan bantuan dengan gambar tubuh pada pasien agar bisa
menandai bagian mana yang dirasakan nyeri. Beberapa
pertanyaan yang ditujukan pada pasien dapat berupa :
- Dimana gejala nyeri terasa?
- Apakah nyeri dirasakan menyebar atau merambat?
d. S (skala) merupakan data mengenai seberapa parah nyeri yang
dirasakan pasien, pertanyaan yang ditujukan pada pasien dapat
berupa: seberapa parah nyeri yang dirasakan pasien jika diberi
rentang angka 1-10?
e. (timing atau waktu ) merupakan data mengenai kapan nyeri
dirasakan, pertanyaan yang ditujukan kepada pasien dapat
berupa:
- Kapan gejala nyeri mulai dirasakan?Seberapa sering nyeri
terasa, apakah tiba-tiba atau bertahap?
- Berapa lama nyeri berlangsung?
- Apakah terjadi kekambuhan atau nyeri secara bertahap.
2. Diagnose, Luara dan Invervensi Keperawatan
No Diagnosa Luaran Intervensi
Keperawatan
1. D.0074 Gangguan L. 08064 Status I.09326 Terapi Relaksasi
Rasa Nyaman Kenyamanan Observasi
13
minor Subjektif : a. Keluhan tidak relaksasi yang pernah
- mengeluh sulit nyaman menurun efektif digunakan
14
- Bersikap nyeri menurun dan b. Identifikasi skala
protektif kontrol nyeri nyeri
(waspada dan meningkat dengan c. Identifikasi respons
posisi kriteria hasil : nyeri non verbal
menghindari a.Nyeri terkontrol d. Identifikasi faktor
nyeri) b.Mampu yang memperberat
mengenali onset dan memperingan
nyeri nyeri
c. Mampu Terapeutik
mengenali a. Berikan teknik
penyebab nyeri nonfarmakologis
Mampu untuk mengurangi
menggunakan rasa nyeri (mis.
teknik non TENS, hypnosis,
farmakologi akupresur, terapi
musik, biofeedback,
terapi pijat,
aromaterapi, teknik
imajinasi
terbimbing,
kompres
hangat/dingin, terapi
bermain)
b. Kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri (mis.
suhu ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
15
c. Fasilitasi istirahat
dan tidur
d. Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi meredakan
nyeri.
3. D.0055 Gangguan Pola tidur Dukungan Tidur
pola tidur (L.05045) (I.09265)
Subjektif: Setelah dilakukan Observsi
- Mengeluh sulit asuhan 1. Identifikasi pola
tidur keperawatan aktivitas dan tidur
- Mengeluh diharapkan 2. Identifikasi faktor
sering terjaga gangguan pola penganggu tidur
- Mengeluh tidak tidur dapat teratasi, Teraupetik
puas tidur dengan kriteria 1. Modifikasi lingkungan
- Mengeluh pola hasil: (misal: pencahayaan,
tidur berubah 1. Keluhan sulit kebisingan, suhu,
- Mengeluh tidur membaik matras dan tempat
istirahat tidak 2. Keluhan pola tidur)
cukup tidur membaik 2. Lakukan prosedur
3. Istirahat cukup untuk meningkatkan
meningkat kenyamanan
Edukasi
Jelaskan pentingnya tidur
cukup selama sakit.
16
17
DAFTAR PUSTAKA
PPNI, P. I. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. In academia.edu.
https://www.academia.edu/download/64914656/adoc.pub_standar_diagnosis_
keperawatan_ indonesia.pdf
Desy,P. (2017). “Hubungan Tipe Hipospadia, Usia dan Teknik Operasi Terhadap
Komplikasi Fistula Uretrokutaneus Pada Kasus Hipospadia Anak”.
Universitas Jember
Nur Khasanah, Annisa (2022) Asuhan Keperawatan An.R Dengan Hipospadia Post
Operasi Uretroplasty Di Ruang Cendana 4 Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta.
skripsi thesis, Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.
18