OLEH :
KELOMPOK 13 KELAS B13-B
A. Pengertian
Atresia berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari kata a artinya tidak
ada, dan trepis artinya nutrisi atau makanan. Dalam istilah kedokteran, atresia
itu sendiri adalah keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal
atau organ tubular secara kongenital disebut juga clausura. Dengan kata lain
tidak adanya lubang di tempat yang seharusnya berlubang atau buntunya saluran
atau rongga tubuh. Hal ini bisa terjadi karena bawaan sejak lahir atau terjadi
kemudian karena proses penyakit yang mengenai saluran itu. Atresia dapat
terjadi pada seluruh saluran tubuh, misalnya atresia ani.
Atresia ani disebut juga anorektal anomali atau imperforata anus.
Merupakan kelainan kongenital dimana terjadi perkembangan abnormal pada
anorektal di saluran gastrointestinal. Atresia ani atau anus imperporata adalah
malformasi kongenital dimana rektum tidak mempunyai lubang ke luar (Wong,
2004). Atresia ani atau atresia rekti adalah ketiadaan atau tertutupnya rektal
secara kongenital (Dorland, 1998). Atresia ani adalah kelainan kongenital yang
dikenal sebagai anus imperforate meliputi anus, rektum atau keduanya (Betz. Ed
3 tahun 2002). Atresia ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak
adanya lubang atau saluran anus (Donna, 2003). Atresia ani adalah tidak
lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus atau tertutupnya anus
secara abnormal (Suradi, 2001). Atresia ani atau anus imperforata adalah tidak
terjadinya perforasi membran yang memisahkan bagian endoterm
mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak
rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak
berhubungan langsung dengan rektum (Purwanto, 2001).
Gambar 1 Golongan Anus Imperforata menurut Ladd & Gross
Menurut Ladd dan Gross (1966) anus imperforata dalam 4 golongan, yaitu:
1. Stenosis rektum yang lebih rendah atau pada anus
2. Membran anus yang menetap
3. Anus imperforata dan ujung rektum yang buntu terletak pada bermacam-
macam jarak dari peritoneum
4. Lubang anus yang terpisah dengan ujung.
B. Penyebab (Etiologi)
Penyebab kelainan ini belum diketahui secara pasti. Dalam beberapa
kasus, atresia ani kemungkinan disebabkan oleh faktor genetik dan faktor
lingkungan (seperti penggunaan obat-obatan dan konsumsi alkohol selama masa
kehamilan) namun hal ini masih belum jelas (Bobak, 2005).
Kelainan genetik atau bawaan (autosomal) anus disebabkan oleh gangguan
pertumbuhan, fusi dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Pada
minggu kelima sampai ketujuh pada usia kehamilan, terjadi gangguan
pemisahan kloaka menjadi rektum dan sinus urogenital, biasanya karena
gangguan perkembangan septum urogenital.
C. Patofisiologi
Pada usia gestasi minggu ke-5, kloaka berkembang menjadi saluran
urinari, genital dan rektum. Usia gestasi minggu ke-6, septum urorektal
membagi kloaka menjadi sinus urogenital anterior dan intestinal posterior. Usia
gestasi minggu ke-7, terjadi pemisahan segmen rektal dan urinari secara
sempurna. Pada usia gestasi minggu ke-9, bagian urogenital sudah mempunyai
lubang eksterna dan bagian anus tertutup oleh membrane. Atresia ani muncul
ketika terdapat gangguan pada proses tersebut.
Selama pergerakan usus, mekonium melewati usus besar ke rektum dan
kemudian menuju anus. Persarafan di anal kanal membantu sensasi keinginan
untuk buang air besar (BAB) dan juga menstimulasi aktivitas otot. Otot tersebut
membantu mengontrol pengeluaran feses saat buang air. Pada bayi dengan
malformasi anorektal (atresia ani) terjadi beberapa kondisi abnormal sebagai
berikut: lubang anus sempit atau salah letak di depan tempat semestinya, terdapat
membrane pada saat pembukaan anal, rectum tidak terhubung dengan anus,
rectum terhubung dengan saluran kemih atau sistem reproduksi melalui fistula,
dan tidak terdapat pembukaan anus.
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada klien dengan atresia ani antara lain mekonium tidak
keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran atau keluar melalui saluran urin,
vagina atau fistula. Pada bayi baru lahir tidak dapat dilakukan pengukuran suhu
secara fekal. Distensi abdomen dapat terjadi bertahap dalam 8-24 jam pertama.
Pemeriksaan fisik ditemukan adanya tanda-tanda obstruksi usus dan adanya
konstipasi. Muntah pada bayi umur 24-48 jam atau bila bayi diberi makan juga perlu
diperhatikan. Pembukaan anal terbatas atau adanya misplaced pembukaan anal.
Lebih dari 50% klien dengan atresia ani mempunyai kelainan kongenital lain.
E. Penetapan Diagnosis
Penetapan diagnosis untuk atresia ani dapat dilakukan dengan
pemeriksaan fisik dan diagnostik. Pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan
penampilan fisik anus, dan pembukaan anus. Pemeriksaan diagnostik yang
dilakukan untuk menetapkan diagnosis atresia ani antara lain urinalisis,
abdominal X-Ray, pyelogram intravena, USG abdomen, CT-Scan, MRI,
kolonogram distal, aspirasi jarum, dan radiografi invertogram.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan diagnostik yang
umum dilakukan pada gangguan ini.
2. Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel epitel
mekonium.
3. Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi (teknik wangensteen-rice) dapat
menunjukkan adanya kumpulan udara dalam ujung rectum yang buntu pada
mekonium yang mencegah udara sampai keujung kantong rectal.
4. Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak rectal kantong.
5. Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan menusukan jarum
tersebut sampai melakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar pada saat
jarum sudah masuk 1,5 cm Derek tersebut dianggap defek tingkat tinggi.
6. Pemeriksaan radiologis dapat ditemukan:
a. Udara dalam usus berhenti tiba-tiba yang menandakan obstruksi di daerah
tersebut.
b. Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bagian baru lahir dan
gambaran ini harus dipikirkan kemungkinan atresia reftil/anus
impoefartus, pada bayi dengan anus impoefartus. Udara berhenti tiba-tiba
di daerah sigmoid, kolon/rectum.
c. Dibuat foto anterpisterior (AP) dan lateral. Bayi diangkat dengan kepala
dibawah dan kaki diatas pada anus benda bang radio-opak, sehingga pada
foto daerah antara benda radio-opak dengan dengan bayangan udara
tertinggi dapat diukur.
G. Penatalaksanaan Medis
1. Kolostomi
Bayi laki-laki maupun perempuan yang didiagnosa mengalami
malformasi anorektal (atresia ani) tanpa fistula membutuhkan satu atau
beberapa kali operasi untuk memperbaikinya. Kolostomi adalah bentuk
operasi yang pertama dan biasa dilakukan. Kolostomi dilakukan untuk
anomali jenis kelainan tinggi (High Anomaly), rektovaginal fistula,
rektovestibular fistula, rektouretral fistula, atresia rektum, dan jika hasil jarak
udara di ujung distal rektum ke tanda timah atau logam di perineum pada
radiologi invertogram > 1 cm. Tempat yang dianjurkan ada 2 : transverso
kolostomi dan sigmoidostomi. Bentuk kolostomi yang aman adalah stoma
laras ganda.
Kolostomi merupakan perlindungan sementara (4-8 minggu) sebelum
dilakukan pembedahan. Pemasangan kolostomi dilanjutkan 6-8 minggu
setelah anoplasty atau bedah laparoskopi. Kolostomi ditutup 2-3 bulan setelah
dilatasi rektal/anal postoperatif anoplasty. Kolostomi dilakukan pada periode
perinatal dan diperbaiki pada usia 12-15 bulan.
2. Dilatasi Anal (secara digital atau manual)
Dilatasi anal dilakukan pertama oleh dokter, kemudian dilanjutkan
oleh perawat. Setelah itu prosedur ini diajarkan kepada orang tua kemudian
dilakukan mandiri. Klien dengan anal stenosis, dilatasi anal dilakukan 3x
sehari selama 10-14 hari. Dilatasi anal dilakukan dengan posisi lutut fleksi
dekat ke dada. Dilator anal dioleskan cairan/minyak pelumas dan dimasukkan
3-4 cm ke dalam rektal.
Pada perawatan postoperatif anoplasty, dilatasi anal dilakukan beberapa
minggu (umumnya 1-2 minggu) setelah pembedahan. Dilatasi anal dilakukan
dua kali sehari selama 30 detik setiap hari dengan menggunakan Hegar
Dilator. Ukuran dilator harus diganti setiap minggu ke ukuran yang lebih
besar. Ketika seluruh ukuran dilator dapat dicapai, kolostomi dapat ditutup,
namun dilatasi tetap dilanjutkan dengan mengurangi frekuensi.
3. Anoplasty
Anoplasty dilakukan selama periode neonatal jika bayi cukup umur dan
tanpa kerusakan lain. Operasi ditunda paling lama sampai usia 3 bulan jika
tidak mengalami konstipasi. Anoplasty digunakan untuk kelainan
rektoperineal fistula, rektovaginal fistula, rektovestibular fistula, rektouretral
fistula, atresia rektum.
4. Bedah Laparoskopik/Bedah Terbuka Tradisional
Pembedahan ini dilakukan dengan menarik rectum ke pembukaan anus.
H. Penatalaksanaan Non Medis
1. Toilet Training
Toilet training dimulai pada usia 2-3 tahun. Menggunakan strategi yang
sama dengan anak normal,misalnya pemilihan tempat duduk berlubang untuk
eliminasi dan atau penggunaan toilet. Tempat duduk berlubang untuk
eliminasi yang tidak ditopang oleh benda lain memungkinkan anak merasa
aman. Menjejakkan kaki le lantai juga memfasilitasi defekasi (Stark, 1994
dalam Hockenberry, 2009).
2. Bowel Management
Meliputi enema/irigasi kolon satu kali sehari untuk membersihkan
kolon.
3. Diet Konstipasi
Makanan disediakan hangat atau pada suhu ruangan, jangan terlalu
panas/dingin. Sayuran dimasak dengan benar. Menghindari buah-buahan dan
sayuran mentah. Menghindari makanan yang memproduksi
gas/menyebabkan kram, seperti minuman karbonat, permen karet, buncis,
kol, makanan pedas, pemakaian sedotan.
4. Diet Laksatif/Tinggi Serat
Diet laksatif/tinggi serat antara lain dengan mengkonsumsi makanan
seperti ASI, buah-buahan, sayuran, jus apel dan apricot, buah kering,
makanan tinggi lemak, coklat, dan kafein.
Pathway
Atresia ani
Dysuria
D.0080 Operasi mual, muntah
Ansietas pada anoplasti
colostomy
orang tua D. 0076
D. 0077 D. 0142 D. 0040
Nausea Risiko Infeksi
Nyeri Gangguan
Perubahan Akut Eliminasi
defekasi Urin
Pengeluaran
tidak terkontrol
Trauma jaringan
D. 0041
Inkontinensia
Fekal D. 0077 Perawatan tidak adekuat
Nyeri Akut
D. 0142
Risiko
Infeksi
I. Konsep Asuhan Keperawatan Anak dengan Atresia Ani
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan awal dari proses keperawatan, dimana perawat
akan mendapatkan data dari pasien. Pengkajian keperawatan pada anak
dengan atresia ani yaitu:
a. Identitas, keluhan utama, riwayat kehamilan dan kelahiran, riwayat
kesehatan dahulu, riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan tingkat
perkembangan anak.
b. Pola Kesehatan Fungsional
Adapun fokus pengkajian yang dilakukan terhadap anak dengan
atresia ani sesuai dengan pola kesehatan fungsional:
1) Pola Persepsi Kesehatan
Mengkaji kemampuan pasien dan keluarga melanjutkan perawatan di
rumah.
2) Pola Nutrisi dan Metabolik
Mengkaji adanya anoreksia, penurunan BB dan malnutrisi yang
umumnya terjadi pada pasien dengan atresia ani post tutup kolostomi.
Keinginan pasien untuk makan mungkin terganggu oleh mual dan
muntah dampak dari anastesi.
3) Pola Eliminasi
Dengan pengeluaran melalui saluran kencing, usus, kulit dan paru
maka tubuh dibersihkan dari bahan-bahan yang melebihi kebutuhan
dan dari produk buangan. Oleh karena itu pada pasien atresia ani tidak
terdapatnya lubang pada anus, sehingga pasien akan mengalami
kesulitan dalam defekasi.
4) Pola Aktivitas dan Latihan
Pola latihan dan aktivitas dipertahankan untuk menghindari
kelemahan otot.
5) Pola Persepsi Kognitif
Menjelaskan tentang fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman
dan daya ingatan masa lalu dan ketanggapan dalam menjawab
pertanyaan.
6) Pola Tidur dan Istirahat
Pada pasien mungkin pola istirahat dan tidur terganggu karena nyeri
pada luka insisi.
7) Pola Konsep Diri dan Persepsi Diri
Menjelaskan konsep diri dan persepsi diri misalnya body image, body
comfort. Tidak terjadi perilaku distraksi, gelisah, penolakan karena
dampak luka jahitan operasi.
8) Pola Peran dan Pola Hubungan
Bertujuan untuk mengetahui peran dan hubungan sebelum dan
sesudah sakit. Perubahan pola biasa dalam tanggung jawab atau
perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran.
9) Pola Reproduksi dan Seksual
Pola ini bertujuan untuk menjelaskan fungsi sosial sebagai alat
reproduksi.
10) Pola Pertahanan Diri, Stress dan Toleransi
Adanya faktor stress lama, efek hospitalisasi, masalah keuangan, dan
rumah.
11) Pola Keyakinan
Untuk menerapkan sikap, keyakinan klien dalam melaksanakan
agama yang dipeluk dan konsekuensinya dalam keseharian. Dengan
ini diharapkan perawat memberikan motivasi dan pendekatan
terhadap klien dalam upaya pelaksanaan ibadah.
c. Pemeriksaan Fisik
Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani
biasanya anus tampak merah, usus melebar, termometer yang dimasukkan
melalui anus tertahan oleh jaringan, pada auskultasi terdengar
hiperperistaltik, tanpa mekonium dalam waktu 24 jam setelah bayi lahir, tinja
dalam urine dan vagina.
2. Diagnosis Keperawatan
Sesuai dengan SDKI, adapun diagnosis keperawatan yang dapat
muncul pada pasien atresia ani yaitu:
a. Pre Operasi:
(1) Nyeri akut (D. 0077) berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
(infeksi akibat mikroorganisme masuk lewat uretra)
(2) Risiko infeksi (D. 0142) dibuktikan dengan peningkatan paparan
mikroorganisme
(3) Gangguan eliminasi urine (D. 0040) berhubungan dengan outlet
kandung kemih tidak lengkap
(4) Nausea (D. 0076) berhubungan dengan peningkatan tekanan
intraabdominal
(5) Ansietas orang tua (D. 0080) berhubungan dengan kurang terpapar
informasi
b. Post Operasi:
(1) Inkontinensia fekal (D. 0041) berhubungan dengan penutupan
kolostomi
(2) Nyeri Akut (D. 0077) berhubungan dengan agen pencedera fisik
(tindakan invasif)
(3) Risiko Infeksi (D. 0142) dibuktikan dengan efek prosedur invasif
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosis Tujuan dan
Intervensi
No. Keperawatan Kriteria Hasil
(SIKI)
(SDKI) (SLKI)
1. Nyeri akut (D. Setelah dilakukan intervensi Manajamen Nyeri
0077) keperawatan selama .... (I. 08238)
berhubungan maka tingkat nyeri menurun 1. Observasi
dengan agen dengan kriteria hasil: a. Identifikasi lokasi,
pencedera Tingkat Nyeri (L. 08066) karakteristik, durasi,
fisiologis 1. Keluhan nyeri menurun frekuensi, kualitas,
(infeksi akibat 2. Meringis menurun intensitas nyeri
mikroorganism 3. Sikap protektif b. Identifikasi respon
masuk lewat menurun non verbal
uretra) atau 4. Gelisah menurun 2. Terapeutik
agen 5. Kesulitan tidur a. Berikan teknik
pencedera fisik menurun nonfarmakologis
(tindakan 6. Frekuensi nadi untuk mengurangi
invasif) membaik rasa nyeri (mis. terapi
bermain, terapi
musik, nafas dalam)
b. Kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan, cahaya,
kebisingan)
3. Edukasi
a. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
2. Risiko infeksi Setelah dilakukan intervensi Pencegahan Infeksi
(D. 0142) keperawatan selama .... (I. 14539)
dibuktikan maka tingkat infeksi 1. Observasi
dengan menurun dengan kriteria a. Monitor tanda dan
peningkatan hasil: gejala infeksi lokal
paparan Tingkat Infeksi (L. 14137) dan sistemik
mikroorganism 1. Demam menurun 2. Terapeutik
atau efek 2. Kemerahan menurun b. Batasi jumlah
prosedur 3. Nyeri menurun pengunjung
invasif 4. Bengkak menurun c. Berikan perawatan
5. Keberadaan vesikel kulit pada area edema
menurun d. Cuci tangan sebelum
6. Keberadaan cairan dan sesudah kontak
berbau busuk menurun dengan pasien dan
7. Kebersihan badan lingkungan pasien
meningkat e. Pertahankan teknik
8. Nafsu makan aseptik pada pasien
meningkat berisiko tinggi
9. Kadar sel darah putih 3. Edukasi
membaik a. Jelaskan tanda dan
10. Kultur urine membaik gejala infeksi
11. Kultur area luka b. Ajarkan cara mencuci
membaik tangan dengan benar
12. Kultur feses membaik c. Ajarkan etika batuk
d. Ajarkan cara
memeriksa kondisi
luka atau luka operasi
e. Ajarkan
mengingkatkan
asupan nutrisi
f. Ajarkan
meningkatkan asupan
cairan
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu
3. Gangguan Setelah dilakukan intervensi Manajemen Eliminasi
eliminasi urine keperawatan selama .... Urine (I.04152)
(D. 0040) maka eliminasi urin 1. Observasi
berhubungan membaik dengan kriteria a. Identifkasi tanda dan
dengan outlet hasil: gejala retensi atau
kandung Eliminasi Urine (L. 04034) inkontinensia urine
kemih tidak 1. Sensasi berkemih b. Identifikasi faktor
lengkap meningkat yang menyebabkan
2. Distensi kandung retensi atau
kemih menurun inkontinensia urine
3. Volume residu urin c. Monitor eliminasi
menurun urine (mis.
frekuensi,
konsistensi, aroma,
volume, dan warna)
2. Terapeutik
a. Catat waktu-waktu
dan haluaran
berkemih
b. Batasi asupan
cairan, jika perlu
c. Ambil sampel urine
tengah (midstream)
atau kultur
3. Edukasi
a. Ajarkan tanda dan
gejala infeksi
saluran kemih
b. Ajarkan mengukur
asupan cairan dan
haluaran urine
c. Anjurkan
mengambil
specimen urine
midstream
d. Ajarkan mengenali
tanda berkemih dan
waktu yang tepat
untuk berkemih
e. Ajarkan terapi
modalitas penguatan
otot-otot
pinggul/berkemihan
f. Anjurkan minum
yang cukup, jika
tidak ada
kontraindikasi
g. Anjurkan
mengurangi minum
menjelang tidur
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi
pemberian obat
suposituria uretra
jika perlu
4. Nausea Setelah dilakukan intervensi Manajemen Mual
(D. 0076) keperawatan selama … (I. 03117)
berhubungan maka tingkat nausea 1. Observasi
dengan menurun dengan kriteria a. Identifikasi
peningkatan hasil : pengalaman mual
tekanan Tingkat Nausea (L. 08065) b. Identifikasi
intraabdominal 1. Nafsu makan meningkat persyaratan
2. Keluhan mual menurun nonverbal ketidak
3. Perasaan ingin muntah nyamanan (mis.
menurun bayi, anak-anak, dan
mereka yang tidak
dapat berkomunikasi
secara efektif)
c. Identifikasi dampak
mual terhadap
kualitas hidup (mis.
Nafsu makan,
aktivitas, kinerja,
tanggung jawab
peran, dan tidur)
d. Identifikasi faktor
penyebab mual (mis.
Pengobatan dan
prosedur)
e. Identifikasi
antiemetik untuk
mencegah mual
(kecuali mual pada
kehamilan)
f. Monitor mual (mis.
Frekuensi, durasi,
dan tingkat
keparahan)
g. Pantau asupan
nutrisi dan kalori
2. Terapeutik
a. Kendalikan faktor
lingkungan
penyebab mual (mis.
Bau tak sedap,
suara, dan
rangsangan visual
yang tidak
menyenangkan)
b. Kurangi atau
hilangkan keadaan
penyebab mual (mis.
Kecemasan,
ketakutan, korban)
c. Berikan makan
dalam jumlah kecil
dan menarik
d. Berikan makanan
dingin, cairan
bening, tidak ada
yang tidak
berwarna, jika perlu
3. Edukasi
a. Anjurkan istirahat
dan tidur yang
cukup
b. Anjurkan sering
membersihkan
mulut, kecuali jika
merangsang
c. Anjurkan makanan
tinggi karbohidrat
dan rendah lemak
d. Ajarkan penggunaan
teknik
nonfarmakologis
untuk mengatasi
mual (mis.
Biofeedback,
hipnosis, relaksasi,
terapi musik,
akupresur)
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi
pemberian
antiemetik, jika
perlu
5. Ansietas pada Setelah dilakukan intervensi Reduksi Ansietas
orang tua keperawatan selama … (I.09314)
(D. 0080) maka tingkat ansietas 1. Observasi
berhubungan menurun dengan kriteria a. Identifikasi saat
dengan kurang hasil : tingkat ansietas
terpapar Tingkat Ansietas berubah (mis. kondisi,
informasi (L.09093) waktu, stressor)
1. Perilaku khawatir akibat 2. Terapeutik
kondisi menurun
2. Perilaku gelisah menurun
3. Pola tidur membaik a. Monitor tanda-tanda
ansietas (verbal dan
nonverbal)
b. Ciptakan suasana
terapeutik untuk
menumbuhkan
kepercayaan
c. Pahami situasi yang
membuat ansietas
d. Gunakan pendekatan
yang tenang dan
meyakinkan
3. Edukasi
a. Anjurkan keluarga
untuk tetap bersama
pasien
b. Latih kegiatan
pengalihan untuk
mengurangi
ketegangan
6. Inkontinensia Setelah dilakukan intervensi Latihan Eliminasi
fekal (D. 0041) keperawatan selama … Fekal
berhubungan maka kontinensia fekal (I. 04150)
dengan membaik dengan kriteria 1. Observasi:
penutupan hasil : a. Monitor peristaltic
kolostomi 1. Pengontrolan usus
pengeluaran feses 2. Terapeutik
meningkat a. Anjurkan waktu yang
2. Frekuensi buang air konsisten untuk
besar membaik buang air besar
3. Defekasi membaik
b. Berikan privasi,
kenyamanan dan
posisi yang
meningkatkan proses
defekasi
c. Gunakan enema
rendah, jika perlu
d. Anjurkan dilatasi
rektal digital, jika
perlu
e. Ubah program
laitihan eliminasi
fekal, jika perlu
3. Edukasi:
a. Anjurkan
mengkonsumsi
makanan tertentu,
sesuai program atau
hasil konsultasi
b. Anjurkan asupan
cairan yang adekuat
sesuai kebutuhan
c. Anjurkan olah raga
sesuai toleransi
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi
penggunaan
supositoria, jika perlu
4. Implementasi Keperawatan
Tindakan keperawatan (implementasi keperawatan) merupakan
perilaku atau aktivitas spesifik yang dikerjakan oleh perawat untuk
mengimplementasikan intervensi keperawatan. Tindakan-tindakan pada
intervensi keperawatan terdiri atas observasi, terapeutik, edukasi, dan
kolaborasi (PPNI, 2018).
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah mengkaji respon klien setelah dilakukan
intervensi keperawatan dan mengkaji ulang asuhan keperawatan yang telah
diberikan (Deswani, 2009).
DAFTAR PUSTAKA
Betz, Cealy L. & Linda A. Sowden. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik.
Edisike-3. Jakarta : EGC.
Carpenito, Lynda Juall. 1997. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi ke-6.
Jakarta : EGC.
PPNI, Tim Pokja SIKI DPP. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
PPNI, Tim Pokja SLKI DPP. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta: DPP PPNI.
I. IDENTITAS
A. Anak
1. Nama : An. I
2. Anak yang ke : Lima
3. Tanggal lahir/umur: 10 Februari 2020 (8 bulan 7 hari)
4. Jenis kelamin : Laki-laki
5. Agama : Hindu
6. Tanggal MRS : 17 Oktober 2020
B. Orang tua
1. Ayah
a. Nama : Tn. B (kandung/tiri)
b. Umur : 48 tahun
c. Pekerjaan : Buruh
d. Pendidikan : SD
e. Agama : Hindu
f. Alamat : Jl. Plawa, Denpasar
2. Ibu
a. Nama : Ny. K (kandung/tiri)
b. Umur : 44 tahun
c. Pekerjaan : Ibu rumah tangga
d. Pendidikan : SD
e. Agama : Hindu
f. Alamat : Jl. Plawa, Denpasar
II. GENOGRAM
Tn J Ny S
An.A
Keterangan:
: perempuan : Meninggal
Pasien merupakan anak bungsu dari lima bersaudara. Kakak pertama pasien telah
menikah. Ibu pasien merupakan anak keempat dari enam bersaudara. Kakek dan
nenek dari pihak ibu telah meninggal.
X. PEMERIKSAAN FISIK
A. Kesan umum: pasien tampak lemah
Kebersihan: pasien tampak bersih
Pergerakan: baik
Penampilan/postur/bentuk tubuh: tegak
Status gizi: Baik
B. Warna kulit: Normal, warna sawo matang
C. Suara waktu menangis : Keras dan pendek
D. Tonus otot : 5/5/5/5
E. Turgor kulit : Kulit pasien kering, turgor kulit baik.
F. Udema : tidak ada
G. Kepala
Bentuk normal, simetris, tidak ada luka, UUB belum tertutup. Rambut
warna hitam, lurus, tipis, bersih.
H. Mata :
Bentuk normal, pergerakan mata normal, pupil dilatasi, konjungtiva
anemis, sclera anikterik.
I. Hidung :
Bentuk simetris, hidung bersih, tidak ada polip, tidak ada epistaksis,
tidak terpasang O2.
J. Telinga
Simetris, tidak ada sekret, An. I dapat mengikuti arah suara yang di
dengar.
K. Mulut:
Mukosa bibir An. I kering, gigi pasien 4: atas dan bawah 2.
L. Leher dan tenggorokan:
Tidak ada pembesaran pada tonsil, tidak ada benjolan pada leher.
M. Thoraks:
Bentuk ada normal simetris, tidak ada penggunaan otot bantu
pernafasan dan tidak ada suara napas tambahan.
N. Jantung :
Bunyi detak jantung normal, tidak ada pembesaran jantung.
O. Persarafan :
Normal, gerak refleks spontan.
P. Abdomen :
Terdapat luka tutup kolostomi, luka bersih, ada jahitan 9 di abdomen
sebelah kiri. Terdengar udara di dalam usus. Saat abdomen sebelah kiri
ditekan, pasien tampak menangis.
Q. Ekstremitas :
Ekstremitas atas dan bawah pasien bisa digerakkan sebagai mestinya,
pasien terpasang infus di tangan sebelah kanan.
R. Alat kelamin :
Tidak ada luka, kebersihan cukup, tidak terpasang kateter.
S. Anus :
Sudah terdapat lubang anus
T. Antropometri (ukuran pertumbuhan)
1. BB = 7,5 kg
2. TB = 70 cm
3. Lingkar kepala = 40 cm
4. Lingkar dada = 53 cm
5. Lingkar lengan = 14 cm
O. Gejala kardinal :
1. Suhu = 37,40c
2. Nadi = 100 x/menit
3. Pernafasan = 32 x/menit
4. Tekanan darah = tidak terkaji
Terapi:
1. Infus 2A ½ NS + KCL 10 cc 15 tpm
2. Benutrion 5 cc / jam
3. Fobet 3 x 125 mg
4. Toramin 3 x 5 mg
5. Netromycin 2 x 50 mg
6. Tricodazole 3 x 50 mg
Tanggal
No. Diagnosa Keperawatan (SDKI)
Muncul
1. 17 Oktober Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (post
2020 tutup kolostomi) dibuktikan dengan ibu pasien mengatakan
anaknya terus menangis sambil tangannya meraih perutnya,
pasien tampak lemah, pasien tampak menangis saat
abdomen sebelah kiri ditekan, terdapat bekas luka jahit
tutup kolostomi (jumlah jahitan= 9)
Tujuan &
No. Nama/
Tanggal Kriteria Hasil Intervensi (SIKI)
Dx TTD
(SLKI)
1. 17 Setelah dilakukan Manajamen Nyeri
Oktober intervensi (I. 08238)
2020 keperawatan selama 3 1. Identifikasi lokasi,
x 24 jam maka tingkat karakteristik, durasi,
nyeri menurun dengan frekuensi, kualitas,
kriteria hasil: intensitas nyeri
Tingkat Nyeri (L. 2. Identifikasi respon non
08066) verbal
1. Keluhan nyeri 3. Berikan teknik
menurun nonfarmakologis untuk
2. Meringis menurun mengurangi rasa nyeri
3. Sikap protektif (terapi bermain)
menurun 4. Jelaskan strategi
4. Gelisah menurun meredakan nyeri
5. Kesulitan tidur 5. Kolaborasi pemberian
menurun analgetik, jika perlu
6. Frekuensi nadi
membaik