OLEH : KELOMPOK 11
KELAS : B13 B
1
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
DENGAN RETINOBLASTOMA
2
2. Epidemiologi Retinoblastoma
Retinoblastoma adalah tumor intraokular paling sering ditemui
pada anak-anak, terjadi kira-kira 1 dalam 15,000 kelahiran hidup di
Amerika Serikat dan 1 dalam 16,600 kelahiran hidup di Eropa Utara.
Terdapat 250-300 kasus baru yang dilaporkan di Amerika Serikat setiap
tahun. Antara tahun 2005 hingga 2009, insidens tahunan retinoblastoma di
Amerika Serikat pada anak usia bawah 15 tahun adalah 4.1 juta orang.
Usia median diagnosis adalah 2 tahun dan kira-kira 95%
terdiagnosis sebelum mencapai usia 5 tahun. Namun pernah ada kasus
yang baru terdiagnosis sewaktu berumur hingga 18 tahun dan pernah juga
terdiagnosis pada usia dewasa. Kira-kira 25% dari kasus retinoblastoma
adalah kasus bilateral. Insidens retinoblastoma tidak ada perbedaan
kelamin maupun antara kulit putih atau hitam.
Di seluruh dunia, insidens retinoblastoma adalah merata dan tidak
jauh berbeda. Beberapa faktor seperti status sosial ekonomi, kemiskinan,
tingkat pendidikan, kepercayaan dan akses pelayanan kesehatan
berpengaruh pada keterlambatan diagnosis hingga menyebabkan prevalens
yang lebih tinggi di negara maju. Keterlambatan pengobatan dan frekuensi
penyakit metastase mengakibatkan prognosis yang buruk di negara
berkembang.
3. Etiologi Retinoblastoma
Retinoblastoma disebabkan oleh mutasi gen RB1, yang terletak
pada lengan panjang kromosom 13 pada locus 14 (13q14) dan kode
protein pRB, yang berfungsi supresor pembentukan tumor. pRB adalah
nukleoprotein yang terikat padaDNA (Deoxiribo Nucleid Acid) dan
mengontrol siklus sel pada transisi dari fase S. Jadi mengakibatkan
perubahan keganasan dari sel retina primitif sebelum berakhir (Skuta et al.
2011) .
Gen retinoblastoma normal yang terdapat pada semua orang adalah
suatu gen supresor atau anti-onkogen. Individu dengan penyakit yang
herediter memiliki satu alel yang terganggu di setiap sel tubuhnya; apabila
3
alel pasangannya di sel retina yang sedang tumbuh mengalami mutasi
spontan, terbentuklah tumor. Pada bentuk penyakit yang nonherediter,
kedua alel gen retinoblastoma normal di sel retina yang sedang tumbuh
diinaktifkan oleh mutasi spontan (Yanoff, 2009). Terjadi karena
kehilangan kedua kromosom dari satu pasang alel dominant protektif yang
berada dalam pita kromosom 13q14. Bisa karena mutasi atau diturunkan.
Penyebabnya adalah tidak terdapatnya gen penekan tumor, yang sifatnya
cenderung diturunkan. Kanker bisa menyerang salah satu mata yang
bersifat somatic maupun kedua mata yang merupakan kelainan yang
diturunkan secara autosom dominant. Kanker bisa menyebar ke kantung
mata dan ke otak (melalu saraf penglihatan/nervus optikus).
4. Manifestasi Klinis
Gejala retinoblastoma dapat menyerupai penyakit lain dimata. Bila
letak tumor dimakula, dapat terlihat gejala awal strabismus. Massa tumor
yang semakin membesar akan memperlihatkan gejala leukokoria, tanda-
tanda peradangan di vitreus (Vitreous seeding) yang menyerupai
endoftalmitis. Bila sel-sel tumor terlepas dan masuk ke segmen anterior
mata , akan menyebabkan glaucoma atau tanda-tanda peradangan berupa
hipopion atau hifema. Pertumbuhan tumor ini dapat menyebabkan
metastasis dengan invasi tumor melalui nervus optikus ke otak, melalui
sclera ke jaringan orbita dan sinus paranasal, dan metastasis jauh ke
sumsum tulang melalui pembuluh darah. Pada fundus terlihat bercak
kuning mengkilat, dapat menonjol kebadan kaca. Di permukaan terdapat
neovaskularisasi dan perdarahan. Warna iris tidak normal. Penyebaran
secara limfogen, ke kelenjar limfe preaurikular dan submandibula dan,
hematogen, ke sumsum tulang dan visera, terutama hati. (Mansjoer,
2008:75)
Gambaran klinis Retinoblastoma umumnya terlihat pada usia 2
sampai dengan 3 tahun, sedangkan pada kasus yang diturunkan melalui
genetik gejala klinis dapat muncul lebih awal.
4
a. Leukokoria
Merupakan gejala klinis yang paling sering ditemukan pada
retinoblastoma intra okular yang dapat mengenai satu atau kedua
mata. Gejala ini sering disebut seperti “mata kucing”. Hal ini
disebabkan refleksi cahaya dari tumor yang berwarna putih disekitar
retina. Warna putih mungkin terlihat pada saat anak melirik atau
dengan pencahayaan pada waktu pupil dalam keadaan semi midriasis.
b. Strabismus
Merupakan gejala dini yang sering ditemukan setelah leukokoria.
Strabismus ini muncul bila lokasi tumor pada daerah makula sehingga
mata tidak dapat terfiksasi. Strabismus dapat juga terjadi apabila
tumornya berada diluar makula tetapi massa tumor sudah cukup besar.
c. Mata merah
Mata merah ini sering berhubungan dengan glaukoma sekunder yang
terjadi akibat retinoblastoma. Apabila sudah terjadi glaukoma maka
dapat diprediksi sudah terjadi invasi ke nervus optikus. Selain
glaukoma, penyebab mata merah ini dapat pula akibat gejala inflamasi
okuler atau periokuler yang tampak sebagai selulitis preseptal atau
endoftalmitis. Inflamasi ini disebabkan oleh adanya tumor yang
nekrosis
d. Buftalmus
Merupakan gejala klinis yang berhubungan dengan peningkatan
tekanan intra okular akibat tumor yang bertambah besar.
e. Pupil midriasis
Terjadi karena tumor telah mengganggu saraf parasimpatik
f. Proptosis
Bola mata menonjol kearah luar akibat pembesaran tumor intra dan
ekstra okular.
g. Nyeri.
h. Visus menurun
5
5. Klasifikasi
a. Golongan I : Tumor soliter/multiple kurang dari 4 diameter papil.
Terdapat pada atau dibelakang ekuator, prognosis sangat baik
b. Golongan II : Satu atau beberapa tumor berukuran 4-10 diameter papil,
prognosis baik.
c. Golongan III : Tumor ada didepan ekuator atau tumor soliter
berukuran >10 diameter papil, prognosis meragukan
d. Golongan IV : Tumor multiple sampai ora serata, prognisis tidak baik.
e. Golongan V : Setengah retina terkena benih di badan kaca, prognosis
buruk.
6. Stadium Retinoblastoma
Tumor mata ini terbagi atas IV stadium, antara lain:
a. Stadium I: menunjukkan tumor masih terbatas pada retina (stadium
tenang)
b. Stadium II: tumor terbatas pada bola mata.
c. Stadium III: terdapat perluasan ekstra okuler regional, baik yang
melampaui ujung nervus optikus yang dipotong saat enuklasi.
d. Stadium IV: ditemukan metastase jauh ke dalam otak.
Pada beberapa kasus terjadi penyembuhan secara spontan, sering
terjadi perubahan degeneratif, diikuti nekrosis dan klasifikasi. Pasien yang
selamat memiliki kemungkinan 50 % menurunkan anak dengan
retinoblastoma.
6
7. Patofisiologi Retinoblastoma
Retinoblastoma terjadi karena adanya mutasi pada gen RB1 yang
terletak pada kromosom 13q14 (kromosom nomor 13 sequence ke 14) baik
terjadi karena faktor hereditas maupun karena faktor lingkungan seperti
virus, zat kimia, dan radiasi. Gen RB1 ini merupakan gen suppresor tumor
bersifat alel dominan protektif, dan merupakan pengkode protein RB1 (P-
RB) yang merupakan protein yang berperan dalam regulasi suatu
pertumbuhan sel (Anwar, 2010:1). Apabila terjadi mutasi seperti kesalahan
transkripsi, tranlokasi, maupun delesi informasi genetic, maka gen RB1
(P-RB) menjadi inactive sehingga protein RB1 (P-RB) juga inactive atau
tidak diproduksi sehingga memicu pertumbuahan sel kanker (Tomlinson,
2006:62).
Retinoblastoma dapat tumbuh keluar (eksofitik) atau kedalam
(endofitik). Retinoblastoma endofitik kemudian meluas ke dalam korpus
vitreum. Kedua jenis secara bertahap akhirnya mengisi mata dan meluas
melalui saraf optikus ke otak dan sepanjang saraf dan pembuluh-pembuluh
emisari di sclera ke jaringan orbita lainnya. Secra mikroskopis, sebagian
besar retinoblastoma terdiri dari sel-sel kecil, tersusun rapat bundar atau
poligonal dengan inti besar berwarna gelap dan sedikit sitoplasma. Sel-sel
ini kadang-kadang membentuk “rosette Flexner – Wintersteiner” yang
khas, yang merupakan indikasi diferensiasi fotoreseptor. Kelainan-
kelainan degeneratif sering dijumpai, disertai oleh nekrosis dan klasifikasi.
7
8. Pathway Retinoblastoma
8
9. Tanda dan Gejala Retinoblastoma
a. Tanda
Funduskopi dengan pupil yang dilebarkan memperlihatkan
massa merah muda keputihan yang menonjol keluar dari retina ke
dalam ruang vitreous. Bila sel-sel tumor terlepas dan masuk ke
segmen anterior mata, akan menyebabkan glukoma atau tanda-tanda
peradangan berupa hipopion atau hifema. Pertumbuhan tumor ini
dapat menyebabkan metastasis dengan invasi tumor melalui nervus
optikus ke otak melalui sklera ke jarinngan orbita dan sinus pranasal,
metastasis jauh kes sumsum tulang melalui pembuluh darah. Pada
fundus terlihat bercak kuning mengkilat, dapat menonjol kedalam
badan kaca. Dipermukaan terdapt neovaskularisasi dan perdarahan.
Warna iris tidak normal. Tanda Retinoblastoma pada pasien umur < 5
tahun Leukokoria (54 – 62 %), Strabismus (18%-22%), Hypopion ,
Hyphema, Heterochromia, Spontaneous globe perforation, Proptosis,
Katarak, Glaukoma, Nystagmus, Tearing, Anisocoria dan pada pasien
umur > 5 tahun, Leukokoria (35%), Penurunan visus (35%),
Strabismus (15%) , Inflamasi (2%-10%), Floater (4%), Nyeri (4%).
b. Gejala
1) Gejala retinoblastoma dapat menyerupai penyakit lain dimata.
2) Strabismus karena penurunan penglihatan dan apabila letak tumor
di makula.
3) Kadang mata merah yang nyeri.
4) Massa tumor yang makin membesar akan memperlihatkan
leukokoria
5) Mundurnya visus sampai buta
6) Mata Juling
7) Bila mata kena sinar akan memantul seperti mata kucing yang
disebut “amurotic cat”s eye.
9
kontraindikasi, maka untuk menegakkan diagnosis digunakan bebrapa
pemeriksaan sebagai sarana penunjang :
a. Fundus Okuli : Ditemukan adanya massa yang menonjol dari retina
disertai pembuluh darah pada permukaan ataupun didalam massa
tumor tersebut dan berbatas kabur.
b. X Ray : Hampir 60 – 70 % penderita retinoblastoma menunjukkan
klasifikasi. Bila tumor mengadakan infiltrasi ke saraf optik foramen :
Optikum melebar.
c. USG : Adanya massa intraokuler
d. Lactate Dehydrogenase (LDH) : Dengan membandingkan LDH aqous
humor dan serum darah, bila rasio lebih besar dari 1,5 dicurigai
kemungkinan adanya retinoblastoma intraokuler (Normal rasio Kurang
dari 1).
e. Ultrasonografi dan tomografi komputer dilakukan terutama untuk
pasien dengan metastasis ke luar, misalnya dengan gejala proptosis
bola mata.
f. CT-scan dan MRI
CT-scan dan MRI orbita dan kepala, sangat berguna untuk
mengevaluasi seluruh komponen mata, dan keterlibatan SSP. CT-scan
dapat mendeteksi klasifikasi sedangkan MRI tidak bisa. MRI lebih
berguna dalam evaluasi nervus. optikus, deteksi Rb trilateral dan Rb
ekstraokular.
g. Aspirasi dan biopsi sumsum tulang
Aspirasi dan biopsi serta lumbal fungsi sangat disarankan untuk
pemeriksaan sitologi apabila ada penyebaran ekstraokuler.
10
Harus dilakukan pemantauan teratur pada anak yang menderita
retinoblastoma dan keturunan berikutnya. Konseling genetik harus
ditawarkan dan anak dengan orang tua yang pernah mengalami
retinoblastoma harus diawasi sejak bayi (James dkk, 2005).
Bila tumor masih terbatas intraokular, pengobatan dini mempunyai
prognosis yang baik. Tergantung dari letak, besar, dan tebal, pada tumor
yang masih intraokular dapat dilakukan krioterapi, fotokoagulasi laser,
atau kombinasi sitostatik dan fotokoagulasi laser untuk mempertahankan
visus. Pada tumor intraokular yang sudah mencapai seluruh vitreus dan
visus nol, dilakukan enukleasi. Bila tumor telah keluar bulbus okuli, tapi
masih terbatas dirongga orbita, dilakukan kombinasi eksentrasi,
radioterapi, dan kemoterapi. Pasien harus terus dievaluasi seumur hidup
karena 20-90% pasien retinoblastoma bilateral akan menderita tumor
ganas primer, terutama osteosarkoma (mansjoer, 2005).
a. Terapi
Beberapa cara terapi adalah :
1) Enukleasi bulbi : mengangkat bola mata dan diganti dengan bola
mata prothese (buatan).Dilakukan apabila tumor sudah memenuhi
segmen posterior bola mata. Apabila tumor telah berinervasi ke
jaringan sekitar bola mata maka dilakukan eksenterasi.
2) Penyinaran bola mata. Retino blastoma bersifat radiosensitif,
sehingga terapi ini sangat efektip. Bahayanya jaringan sekitarnya
dapat rusak akibat penyinaran.
3) Photocoagulation : fotokoagulasi laser sangat bermanfaat untuk
retinoblastoma stadium sangat dini. Dengan melakukan
fotokoagulasi laser diharapkan pembuluh darah yang menuju ke
tumor tertutup, sehingga sel tumor akan menjadi mati.
Keberhasilan cara ini dapat dinilai dengan adanya regresi tumor
dan terbentuknya jaringan sikatrik korioretina. Cara ini baik untuk
tumor yang diameternya 4,5 mm dan ketebalah 2,5 mm tanpa
adanya vitreous seeding. Yang paling sering dipakai adalah Argon
11
atau Diode laser yang dilakukan sebanya 2 sampai 3 kali dengan
interval masing-masingnya 1 bulan.
4) Cryotherapy : terapi dengan cara pendinginan (pembekuan) pada
kanker ukuran kecil.Dapat dipergunakan untuk tumor yang
diameternya 3,5 mm dengan ketebalan 3 mm tanpa adanya vitreous
seeding, dapat juga digabungkan dengan fotokoagulasi laser.
Keberhasilan cara ini akan terlihat adanya tanda-tanda sikatrik
korioretina. Cara ini akan berhasil jika dilakukan sebanyak 3 kali
dengan interval masing-masing 1 bulan.
5) Chemotherapy : Indikasinya adalah pada tumor yang sudah
dilakukan enukleasi bulbi yang pada pemeriksaan patologi anatomi
terdapat tumor pada koroid dan atau mengenai nervus optikus.
Kemoterapi juga diberikan pada pasien yang sudah dilakukan
eksentrasi dan dengan metastase regional atau metastase jauh.
Kemoterapi juga diberikan pada tumor ukuran kecil dan sedang
untuk menganjurkan penggunaan Carboplastin, Vincristine sulfat,
dan Etopozide phosphate. Beberapa peneliti juga menambahkan
Cyclosporine atau dikombinasi dengan regimen kemoterapi
carboplastin, vincristine, etopozide phosphate. Tehnik lain yang
dapat digabungkan dengan metode kemoterapi ini adalah :
a) Kemoterapi, dimana setelah dilakukan kemoreduksi
dilanjutkan dengan termoterapi. Cara ini paling baik untuk
tumor-tumor yang berada pada fovea dan nervus optikus
dimana jika dilakukan radiasi atau fotokoagulasi laser dapat
berakibat terjadinya penurunan visus.
b) Kemoradioterapi, adalah kombinasi antara kemoterapu dan
radioterapi yang dapat dipergunakan untuk tumor-tumor lokal
dan sistemik.
b. Pembedahan
1) Enukleasi : Dilakukan pada tumor yang masih terbatas pada
itraokuler ialah dengan mengangkat seluruh bola mata dan
meotong saraf optik sepanjang mungkin.
12
2) Eksentrasi Orbita : Dilakukan pada tumor yang sudah ekstensi ke
jaringan orbita ialah dgn mengangkat seluruh isi orbita dengan
jaringan periostnya
3) Sesudah operasi diberikan therapi radiasi untuk membunuh sisa–
sisa sel tumor.
13
syaraf optik, penyempitan lapang pandang dan penurunan tajam
pengelihatan.
f. Kebutaan
g. Kematian
14
e. Pengawasan Kesehatan
f. Penyakit Yang Pernah Diderita
g. Kesehatan Lingkungan
h. Perkembangan Anak
i. Pemeriksaan Fisik
j. Pemeriksaan Penunjang
k. Hasil Observasi
2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan
retinoblastoma menurut SDKI (2016), antara lain:
1) (D.0085) Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan
pengelihatan.
2) (D.0077) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
(neoplasma)
3) (D.0083) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan fungsi
tubuh.
4) (D.0136) Risiko cedera berhubungan dengan perubahan fungsi
psikomotor.
5) (D.0080) Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi dan
ancaman kematian.
15
3. Perencanaan Keperawatan
No Diagnosis Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
1. (D.0085) Setelah dilakukan intervensi Minimalisasi Rangsangan (I.08241) Minimalisasi Rangsangan
Gangguan keperawatan selama .... x 24 jam Observasi : Observasi :
persepsi diharapkan persepsi sensori membaik 1. Periksa status mental, status sensori dan 1. Status mental pasien serta tingkat
sensori (L.09083) dengan kriteria hasil : tingkat kenyamanan (mis. nyeri, kenyamanan dapat menjadi hal prioritas
1. Verbalisasi melihat bayangan kelelahan) yang harus dikaji sebelum melakukan
menurun tindakan keperawatan selanjutnya
2. Distorsi sensori menurun Terapeutik : Terapeutik :
3. Perilaku halusinasi menurun 1. Diskusikan tingkat toleransi terhadap 1. Tingkat toleransis terhadap sensori dapat
4. Respon stimulus membaik beban sensori (mis. bising, terlalu terang) membantu dalam proses peminimalan
rangsangan
2. Batasi stimulus lingkungan (mis. cahaya, 2. Stimulus lingkungan yang berlebih dapat
suara, aktifitas) memperburuk kondisi yang dialami
3. Jadwalkan aktifitas harian dan waktu 3. Penentuan waktu istirahat dapat membantu
istirahat meningkatkan kenyamanan
4. Kombinasikan prosedur/tindakan dalam 4. Kombinasi tindakan bertujuna untuk
satu waktu, sesuai kebutuhan mengefisienkan waktu dalam pemberian
16
terapi
Edukasi : Edukasi :
1. Anjurkan cara meminimalkan stimulus 1. Memandirikan pasien serta melibatkan
(mis. mengatur pencahayaan ruangan, pasien untuk pengobatan lanjutan
mengurangi kebisingan, membatasi
kunjungan)
Kolaborasi : Kolaborasi :
1. Kolaborasi dalam meminimalkan 1. Untuk meningkatkan status kesehatan
prosedur/tindakan pasien
2. (D.0077) Setelah dilakukan intervensi Manejemen Nyeri (I. 08238) Manejemen Nyeri
Nyeri keperawatan selama ...... x 24 jam Observasi : Observasi :
akut diharapkan tingkat nyeri menurun 1. Lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, 1. Pemeriksaan nyeri yang dilakukan harus
(L.08066) dengan kriteria hasil : kualitas, intensitas nyeri lengkap untuk menentukan terapi dan
1. Kemampuan menuntaskan pengobatan yang harus diberikan
aktivitas menigkat 2. Identifikasi skala nyeri 2. Penentuan skala nyeri dapat membantu
2. Keluhan nyeri menurun mengetahui tingkat persepsi pasien
3. Meringis menurun terhadap nyeri yang dirasakan
4. Sikap protektif menurun 3. Identifikasi respon nyeri non verbal 3. Respon nyeri noverbal dapat membantu
5. Gelisah menurun dalam proses pengobatan nyeri
17
Terapeutik : Terapeutik :
1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk 1. Teknik nonfarmakologis dapat membantu
mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, mengurangi nyeri yang dirasakan pasien
hypnosis, akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat, aroma terapi,
teknik imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
2. Kontrol lingkungan yang memperberat 2. Kondisi lingkungan yang nyaman dapat
rasa nyeri (mis. Suhu ruangan, membantu proses penyembuhan
pencahayaan, kebisingan)
Edukasi : Edukasi :
1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu 1. Mengetahui faktor pencetus nyeri dapat
nyeri membantu untuk meminimalkan nyeri
yang terjadi
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri 2. Strategi meredakan nyeri dapat
mempercepat proses penyembuhan nyeri
Kolaborasi : Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu 1. Membantu proses penyembuhan
18
3. (D.0083) Setelah dilakukan intervensi Promosi Citra Tubuh ( I.09305) Promosi Citra Tubuh
Gangguan keperawatan selama .... x 24 jam Observasi : Observasi :
citra diharapkan citra tubuh meningkat 1. Identifikasi harapan citra tubuh 1. Mengetahui harapan pasien dapat
tubuh (L.09067) dengan kriteria hasil : berdasarkan tahap perkembangan membantu meningkatkan citra tubuh
1. Melihat baian tubuh meningkat pasien
2. Menyentuh bagian tubuh 2. Monitor frekuensi pernyataan kritik 2. Frekuensi kritik terhadap diri sendiri dapat
meningkat tehadap diri sendiri mengetahui sejauh mana pasien mampu
3. Verbalisasi perasaan negatif untuk meningkatkan citra tubuhnya
tentang perubaan tubuh menurun Terapeutik : Terapeutik :
4. Respon nonverbal pada 1. Diskusikan perubahan tubuh dan 1. Melakukan diskusi dapat membantu
perubahan tubuh membaik fungsinya pasien menerima dan memahami
perubahan dan fungsi tubuh yang dialami
2. Diskusikan kondisi stres yang 2. Mengetahui stress yang dialami pasien
mempengaruhi citra tubuh (mis.luka, dapat membantu pasien untuk melakukan
penyakit, pembedahan) manajemen stress
Edukasi : Edukasi :
1. Jelaskan kepada keluarga tentang 1. Melakukan perawatan pada bagian tubuh
perawatan perubahan citra tubuh yang mengalami perubahan dapat
membantu untuk meningktkan citra tubuh
19
2. Latih fungsi tubuh yang dimiliki 2. Memaksimalkan fungsi tubuh
4. (D.0136) Setelah dilakukan intervensi Manajemen Keselamatan Lingkungan Manajemen Keselamatan Lingkungan
Risiko keperawatan selama .... x 24 jam (I.14513)
cedera diharapkan tingkat cedera menurun Observasi : Observasi :
(L.14136) dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi kebutuhan keselamatan (mis. 1. Kebutuhan keselamatan menjadi priritas
1. Toleransi aktivitas meningkat Kondisi fisik, fungsi kognitif dan riwayat untuk menurunkan risiko cedera
2. Nafsu makan meningkat perilaku)
3. Toleransi makanan 2. Monitor perubahan status keselamatan 2. Perubahan status keselamatan lingkungan
4. Kejadian cedera menurun lingkungan dapat mempengaruhi tingkat risiko cedera
5. Luka/lecet menurun Terapeutik :
1. Hilangkan bahaya keselamatan lingkungan Terapeutik :
(mis. fisik, biologi dan kimia), jika 1. Meminimalkan risiko cedera
memungkinkan
2. Modifikasi lingkungan untuk 2. Lingkungan yang aman dapat membuat
meminimalkan bahaya dan risiko pasien terhindar dari cedera
Edukasi : Edukasi :
1. Ajarkan individu, keluarga dan kelompok 1. Memberikan pemahaman kepada pasien
risiko tinggi bahaya lingkungan dan keluarga serta pengunjung terkait
1. bahaya lingkungan
20
2.
21
diagnosis, pengobatan, dan prognosis mengurangi rasa cemas
3. Anjurkan keluarga untuk tetap bersama 3. Agar pasien merasa tenang dan nyaman
pasien saat berada di dekat orangtua
Kolaborasi : Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian obat antiansietas 1. Untuk meningkatkan status kesehatan
pasien
22
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan dilaksanakan sesuai dengan intervensi
untuk mencapai tujun yang spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah
rencana intervensi disusun dan ditunjukkan pada nursing order untuk
membantu pasien mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan dari
implementasi adalah membantu pasien dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan yang mencangkup peningkatan kesehatan, pencegahan
penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping (Nursalam,
2017)
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah tahap terakhir dari proses keperawatan.
Evaluasi keperawatan ialah evaluasi yang dicatat disesuaikan dengan
setiap diagnosis keperawatan. Evaluasi keperawatan terdiri dari dua
tingkat yaitu evaluasi sumatif dan evaluasi formatif. Evaluasi sumatif yaitu
evaluasi respons (jangka panjang) terhadap tujuan, dengan kata lain,
bagaimana penilaian terhadap perkembangan kemajuan ke arah tujuan atau
hasil akhir yang diharapkan. Evaluasi formatif atau disebut juga dengan
evaluasi proses, yaitu evaluasi terhadap respon yang segera timbul setelah
intervensi keperawatan di lakukan. Evaluasi asuhan keperawatan
didokumentasikan dalam bentuk SOAP (subjektif, objektif, assesment,
planing). Adapun komponen SOAP yaitu S (Subjektif) dimana perawat
menemukan keluhan pasien yang masih dirasakan setelah diakukan
tindakan keperawatan, O (Objektif) merupakan data yang berdasarkan
hasil pengukuran atau observasi perawat secara langsung pada pasien dan
yang dirasakan pasien setelah tindakan keperawatan, A (Assesment)
merupakan interprestasi dari data subjektif dan objektif, P (Planing) adalah
perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan, dihentikan, dimodifikasi,
atau ditambah dari rencana tindakan keperawatan yang telah ditentukan
sebelumnya (Tarwoto & Wartonah, 2015).
23
DAFTAR PUSTAKA
24
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK PADA PASIEN An. JM
DENGAN RETINOBLASTOMA DIRUANG BELIBIS RSUD
WANGAYA TANGGAL 09 S/D 12 OKTOBER 2020
I. IDENTITAS
A. Anak
1. Nama : An. JM
2. Umur : 4 tahun 4 bulan
3. Jenis kelamin : Laki-laki
4. Agama : Kristen
5. Alamat : Jl Pulau Buton no X, Denpasar
B. Orang Tua
1. Ayah
a. Nama : Tn. RM
b. Umur : 29 tahun
c. Agama : Kristen
d. Pekerjaan : Wiraswasta
e. Hubungan dengan pasien : Ayah kandung
f. Alamat : Jl Pulau Buton no X, Denpasar
2. Ibu
a. Nama : Ny. A
b. Umur : 25 tahun
c. Agama : Kristen
d. Pekerjaan : IRT
e. Hubungan dengan pasien : Ibu kandung
f. Alamat : Jl Pulau Buton no X, Denpasar
4 TH
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Ikatan Perkawinan
: Hubungan Keluarga
: Tinggal serumah
: Px
1. Prenatal
Selama hamil ibu klien memeriksa kehamilannya secara teratur
sebanyak 15 kali, ibu mendapat multivitamin zat besi, imunisasi TT 1x
dan selama kehamilan tidak ada keluhan.
2. Neonatal
Anak lahir pada umur kehamilan cukup bulan, lahir di puskesmas
stempat secra spontan, prevagina letak sungsang lahir langsung menangis
BBL 3000gram dan PB 51 cm dan kondisi saat lahir sehat
3. Post Natal
Pemeriksaan bayi dan masa nifas dilakukan di RS dan Puskesmas
setempat, kondisi klien pada masa itu sehat.
Tambahan / anjuran - - - -
VII. PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA
Lingkungan rumah :
1. Luas rumah 4 x 7 m
2. Ventilasi cukup, penerangan cukup
3. Air PDAM
4. Jarak rumah dengan rumah tetangga tidak terlalu jauh kira-kira 200m
a. Keadaan umum
1) Tingkat kesadaran: Compos mentis E4V5E6
2) Tanda-tanda vital: Nadi: 105x/mnt, Suhu: 37oC, Respirasi: 20
kali/mnt
3) Respon nyeri: terasa nyeri pada mata kanan dengan skala nyeri 6
4) BB: 18kg, TB: 97 cm
b. Kulit
Inspeksi : Tidak terdapat ruam, tidak ada kemerahan, ikterik (-),
sianosis (-)
Palpasi : Turgor kulit elastis, tidak ada edema
c. Kepala
Inspeksi : Tidak tampak lesi, tidak tampak benjolan, penyebaran
rambut merata warna hitam, keadaan rambut bersih
Palpasi : Tidak ada benjolan tidak ada nyeri tekan
d. Mata
Inspeksi : Terdapat bintik putih dan di tengah mata pada mata kanan,
terdapat strabismus
Palpasi : Terdapat nyeri tekan pada mata kiri
e. Telinga
Inspeksi : Bentuk simetris, kebersihan telinga cukup baik, tidak
terdapat serumen
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
f. Hidung
Inspeksi : Bentuk simetris, rongga hidung tidak tampak sekret, tidak
ada lesi, tidak ada kemerahan
Palpasi : Tidak ada bengkok dan nyeri tekan
g. Mulut
Inspeksi : Mukosa mulut lembab, tidak ada stomatitis, dan lesi,
keadaan gigi lengkap, tidak ada perdarahan gusi, lidah
simetris warna merah muda, langit-langit utuh
Palpasi : Tidak terdapat edema dan nyeri tekan
h. Leher
Inspeksi : Tidak tampak bendungan vena jugularis, tidak ada lesi
Palpasi : Tidak teraba pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada nyeri
tekan
i. Dada
Inspeksi : Dada simetris, pergerakan dada simetris, tidak tampak
pembengkakan, tidak ada lesi
Palpasi : Tidak teraba benjolan, pergerakan simetris, tidak ada nyeri
tekan
j. Paru-paru
Inspeksi : Tanda-tanda trauma thorak (-), simetris
Palpasi : Gerak nafas simetris
Perkusi : Sonor (+/+)
Auskultasi: Ventrikular (+/+)
k. Jantung
Inspeksi : Tidak ada bendungan vena jugularis
Palpasi : Teraba nadi karotis normal. Tidak teraba benjolan
Perkusi : Suara resonan
Auskultasi: Terdengar bunyi jantung S1 dan S2 lub dub tidak ada suara
tambahan
l. Abdomen
Inspeksi : Tidak ada lesi, tidak ada ikterik, tidak ada kelainan
umbilikus, tidak tampak distensi
Auskultasi : Suara peristaltik 12 kali/menit
Perkusi : Terdengar timpani
Palpasi : Pada semua kuadran tidak teraba benjolan, tidak ada nyeri
tekan
m. Genetalia
Inspeksi : Kebersihan genetalia baik, tidak nada benjolan, tidak
terdapat kelainan pada genetalia
Palpasi : Tidak teraba benjolan
5555 5555
5555 5555
keterangan:
0: otot tak mampu bergerak (lumpuh)
1: ada kontraksi
2: dapat melawan gravitasi
3: dapat menahan tahanan ringan
4: dapat menahan tahanan berat
5: bebas melakukan gerakan
Kurang pengetahuan
tentang penyakit
Stressor psikologis
Ansietas
Tanggal Tanggal
No Diagnosis Keperawatan TTD
Muncul Teratasi
1 10 Oktober Gangguan persepsi sensori 12 Oktober
2020
2020 berhubungan dengan gangguan
pengelihatan ditandai ibu pasien
mengatakan anaknya juga
mengalami pandangan kabur,
terlihat pembesaran mata disebelah
kanan, refleks pengelihatan
menurun, strabismus, TIO :
25mmHg, visus : 1/60
Hari/ No
No Jam Implementasi Evaluasi TTD
Tanggal Dx
1 Sabtu, 14.00 2,3 − Mengukur TTV, S. Ibu pasien mengatakan
10 − Mengidentifikasi lokasi, anaknya nyeri saat
Oktober karakteristik, durasi, frekuensi, berkedip, dengan skala 6
2020 kualitas, intensitas nyeri, skala menggunakan
nyeri pengukuran menurut
− Mengidentifikasi saat tingkat Wong baker face
ansietas berubah O. S : 37oC
RR : 20 kali/menit
N : 105 kali/menit
Anak tampak meringis
dan gelisah
Hari/ No
No. Evaluasi TTD
Tanggal Diagnosis
1 Senin, 12 1 S. -Ibu pasien mengatakan anaknya masih kesulitan
Oktober 2020 berjalan sendiri (masih perlu bantuan)
19.00 -Ibu mengatakan penglihatan anaknya masih kabur pada
mata kanannya
O. Terdapat strabismus dan tonjolan pada mata kanan anak,
reflek pengelihatan masih kurang, TIO 25mmHg, visus
1/60
A. Masalah belum teratasi
P. Lanjutkan intervensi
− Periksa status mental, tingkat kenyamanan, status
sensori
− Diskusikan tingkat toleransi terhadap beban sensori
(mis. Bising, terlalu terang)
− Batasi stimulus lingkungan (mis. cahaya, suara,
aktivitas)
− Jadwalkan aktivitas harian dan waktu istirahat
− Kolaborasi dengan dokter dalam prosedur dan
Tindakan selanjutnya