Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH KDK II

BERPIKIR KRITIS DALAM KEPERAWATAN

Disusun oleh :
KELOMPOK 6 (B13-B)

I KOMANG BUDI MAHENDRA 203221169


NI KETUT SRI ASTUTI 203221170
NI KETUT TRISNA ANDYANI 203221171
RISCHA AVIVAH ZUHROH 203221172
NI MADE DWI ARTINI 203221173
NI LUH YOSIN SUPIAWATI 203221174
I GUSTI AYU PUTU ANGGRENI FEBRIANTI 203221175

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


STIKES WIRA MEDIKA PPNI BALI
2020
PEMBAHASAN

1.1 Berpikir Kritis Dalam Keperawatan

1.1.1 Berpikir Dan Belajar

1. Taksonomi

Taksonomi Bloom merujuk pada taksonomi yang dibuat untuk


tujuan pendidikan. Taksonomi ini pertama kali disoleh Benjamin S.
Bloom pada tahun 1956. Dalam hal ini, tujuan pendidikan dibagi
menjadi beberapa domain (ranah, kawasan) dan setiap domain
tersebut dibagi kembali ke dalam pembagian yang lebih rinci
berdasarkan hierarkinya.Tujuan pendidikan dibagi ke dalam tiga
domain, yaitu:

Cognitive Domain (Ranah Kognitif), yang berisi perilaku-


perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan,
pengertian, dan keterampilan berpikir.

Affective Domain (Ranah Afektif) berisi perilaku-perilaku yang


menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi,
dan cara penyesuaian diri.

Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor) berisi perilaku-


perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan
tangan, mengetik, berenang, dan mengoperasikan mesin.

2. Tahapan Proses Belajar

a. Menurut Jerome S. Bruner

Belajar itu merupakan aktivitas yang berproses, sudah tentu


didalamnya terjadi perubahan-perubahan yang bertahap.
Perubahan-perubahan tersebut timbul melalui tahap-tahap yang
antara satu dengan lainnya bertalian secara berurutan dan
fungsional. Menurut Burner, salah seorang penentang teori S-R
Bond yang terbilang vokal (Barlow, 1985), dalam proses
pembelajaran siswa menempuh tiga episode/ tahap, yaitu: 1) tahap
informasi (tahap penerimaan materi); 2) tahap transformasi (tahap
pengubahan materi); 3) tahap evaluasi (tahap penialain meteri)

Dalam tahap informasi, seorang siswa yang sedang belajar


memperoleh sejumlah keterangan mengenai materi yang sedang
dipelajari. Di antara informasi yang diperoleh itu ada yang sama
sekali baru dan berdiri sendiri, ada pula yang berfungsi menambah,
memperhalus, dan memperdalam pengeahuan yang sebelumnya
telah dimiliki. Dalam tahap transformasi, informasi yang telah
diperoleh itu dianalisis, diubah, atau ditransformasikan menjadi
bentuk yang abstrak atau konseptual supaya kelak pada gilirannya
dapat dimanfaatkan bagi hal-hal yang lebih luas. Bagi siswa
pemula, tahap ini akan berlangsung sulit apabila tidak disertai
dengan bimbingan anda selaku guru yang diharapkan kompeten
dalam mentransfer strategi kognitif yang tepat untuk melakukan
pembelajaran tertentu. Dalam tahap evaluasi, seorang siswa menilai
sendiri sampai sejauh mana informasi yang telah ditransfornasikan
tadi dapat dimanfaatkan untuk memahami gejala atau memecahkan
masalah yang dihadapi. Tak ada penjelasan rinci mengenai sara
evaluasi ini, tetapi agaknya analogdengan peristiwa retrieval untuk
merespons lngkungan yang sedang dihadapi.

b. Menurut Arno F Wittig

Menurut Wittig (1981) dalam bukunya Psychology of


learning, setiap proses belajar selalu berlangsung dalam tiga
tahapan yaitu: 1) acquisition (tahap perolehan/penerimaan
informasi); 2) storage (tahap penyimpanan informasi); 3) retrieval
(tahap mendapatkan kembali informasi) Pada tingkatan acquisition
seorang siswa mulai menerima informasi sebagai stimulus dan
melakukan respons terhadapnya, sehingga menimbulkan
pemahaman dan perilaku baru. Pada tahap ini terjadi pila asimilasi
antara pemahaman dengan perilaku baru dalam keseluruhan
perilakunya. Proses acquisition dalam belajar merupakan tahap
paling mendasar. Kegagalan dalam tahap ini akan mengakibatkan
kegagalan pada tahap-tahap berikutnya. Pada tingkatan storage
seorang siswa secara otomatis akan mengalami proses
penyimpanan pemahaman dan perilaku baru yang ia proleh ketika
menjalani proses acquitision. Peristiwa ini sudah tentu melibatkan
fungsi short term dan long term memori. Pada tingkatan retrieval
seorang siwa akan mengaktifkan kembai fungsi-fungsi sistem
memorinya, misalnya ketika ia menjawab pertanyaan atau
memecahkan masalah. Proses retrieval pada dasarnya adalah upaya
atau peristiwa mental dalam mengungkapkan dan memproduksi
kembali apa-apa yang tersimpan dalam memori berupa informasi,
simbol, pemahaman, dan perilaku tertentu sebagai respons atau
stimulus yang sedang dihadapi.

3. Proses Internalisasi Belajar

Internalisasi adalah perubahan dalam masyarakat. Jadi jika tidak


adanya Internalisasi dan Sosialisasi didalam lingkungan masyarakat.
Maka tidak akan ada perubahan dilingkungan itu.

a. Secara epistimologi Internalisasi berasal dari kata intern atau kata


internal yang berarti bagian dalam atau di dalam. Sedangkan
internalisasi berarti penghayatan (Peter and Yeni, 1991: 576).
b. Internalisasi adalah penghayatan terhadap suatu ajaran, doktrin
atau nilai sehingga merupakan keyakinan dan kesadaran akan
kebenaran doktrin atau nilai yang diwujudkan dalam sikap dan
perilaku (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002: 439).
c. Internalisasi adalah pengaturan kedalam fikiran atau kepribadian,
perbuatan nilai-nilai, patokan-patokan ide atau praktek-praktek
dari orang-orang lain menjadi bagian dari diri sendiri

4. Pengolahan Informasi
Pengertian teori proses pengolahan informasi menurut para tokoh
a. Pandangan Robert M Gagne
Menurut Robert M Gagne, belajar dipandang sebagai
proses pengolahan informasi. Robert M Gagne adalah seorang
psikolog pendidikan berkebangsaan Amerika yang terkenal
dengan penemuannya berupa condition of learning. Teori informasi
psikologi muncul dari temuan dan modifikasi dari teori
matematika, yang disusun oleh para peneliti untuk menilai dan
meninngkatkan pengiriman pesan. Pembelajaran di kelas
merupakan teori proses informasi yang berkaitan secara langsung
dengan proses kognitif. Teori informasi memberikan perspektif
baru pada pengolahan pembelajaran yang akan menghasilkan
belajar yang efektif. Dalam teori pengolahan informasi terdapat
persepsi, pengkodean, dan penyimpanan di dalam memori jangka
panjang. Teori ini mengajarkan kepada siswa siasat untuk
memecahkan masalah.
Edgar Dale dan James Finn merupakan dua tokoh yang
berjasa dalam pengembangan Teknologi Pembelajaran Modern.
Edgar Dale mengemukakan tentang Kerucut Pengalaman (Cone of
Experience). Kolaborasi Robert Gagne dengan Leslie Briggs telah
menggabungkan keahlian psikologi pembelajaran menjadi semakin
hidup.
Robert M Gagne merupakan salah satu tokoh pencetus teori
ini. Teori ini memandang bahwa belajar adalah proses memperoleh
informasi, mengolah informasi, serta mengingat Kembali informasi
yang dikontrol oleh otak. Asumsu yang mendasari teori
pemrosesan informasi. Robert M Gagne menyebutkan bahwa
pembelajaran merupakan factor yang sangat penting dalam
perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari
pembelajaran. Menurut Gagne bahwa pembelajaran terjadi proses
penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga
menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam
pemrosesaninformasi terjadi interaksi antara kondisi-kondisi
internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal
yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai
hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu.
Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan
yang memengaruhi individu dalam proses pembelajaran. Menurut
Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase, yaitu :
1) motivasi;
2) pemahaman;
3) pemerolehan;
4) penyimpanan;
5) ingatan kembali;
6) generalisasi;
7) perlakuan;
8) umpan balik.
5. Pandangan Slavin
Teori pemrosesan informasi adalah teori kognitif tentang
belajar yang menjelaskan pemrosesan, penyimpanan, dan
pemanggilan kembali pengetahuan dari otak (Slavin, 2000: 175).
Teori ini menjelaskan bagaimana seseorang memperoleh sejumlah
informasi dan dapat diingat dalam waktu yang cukup lama. Oleh
karena itu perlu menerapkan suatu strategi belajar tertentu yang
dapat memudahkan semua informasi diproses di dalam otak
melalui beberapa indera. Komponen pertama dari sistem memori
yang dijumpai oleh informasi yang masuk adalah registrasi
penginderaan. Registrasi penginderaan menerima sejumlah besar
informasi dari indera dan menyimpannya dalam waktu yang sangat
singkat, tidak lebih dari dua detik. Bila tidak terjadi suatu proses
terhadap informasi yang disimpan dalam register penginderaan,
maka dengan cepat informasi itu akan hilang. Keberadaan register
penginderaan mempunyai dua implikasi penting dalam pendidikan.
Pertama, orang harus menaruh perhatian pada suatu
informasi bila informasi itu harus diingat. Kedua, seseorang
memerlukan waktu untuk membawa semua informasi yang dilihat
dalam waktu singkat masuk ke dalam kesadaran, (Slavin, 2000:
176). Interpretasi seseorang terhadap rangsangan dikatakan sebagai
persepsi. Persepsi dari stimulus tidak langsung seperti penerimaan
stimulus, karena persepsi dipengaruhi status mental, pengalaman
masa lalu, pengetahuan, motivasi, dan banyak faktor lain. Informasi
yang dipersepsi seseorang dan mendapat perhatian, akan ditransfer
ke komponen kedua dari sistem memori, yaitu memori jangka
pendek. Memori jangka pendek adalah sistem penyimpanan
informasi dalam jumlah terbatas hanya dalam beberapa detik. Satu
cara untuk menyimpan informasi dalam memori jangka pendek
adalah memikirkan tentang informasi itu atau mengungkapkannya
berkali-kali. Memori jangka panjang merupakan bagian dari sistem
memori tempat menyimpan informasi untuk periode panjang.
6. Pandangan Tulving
Tulving dalam (Slavin, 2000: 181) membagi memori jangka
panjang menjadi tiga bagian:
a. Memori episodik, yaitu bagian memori jangka panjang yang
menyimpan gambaran dari pengalaman-pangalaman pribadi
kita.
b. Memori semantik, yaitu suatu bagian dari memori jangka
panjang yang menyimpan fakta dan pengetahuan umum.
c. Memori prosedural adalah memori yang menyimpan informasi
tentang bagaimana melakukan sesuatu.
7. Pandangan Ausubel
Ausubel mengemukakan bahwa perolehan pengetahuan baru
merupakan fungsi srtuktur kognitif yang telah dimiliki individu.
Reigeluth dan Stein (1983) mengatakan pengetahuan ditata di
dalam struktur kognitif secara hirarkhis. Ini berarti pengetahuan
yang lebih umum dan abstrak yang diperoleh lebih dulu oleh
individu dapat mempermudah perolehan pengetahuan baru yang
rinci. Proses pengolahan informasi dalam ingatan dimulai dari
proses penyandian informasi (encoding), diikuti dengan
penyimpanan informasi (storage), dan diakhiri dengan
mengungkapkan kembali informasi-informasi yang telah disimpan
dalam ingatan (retrieval). Ingatan terdiri dari struktur informasi
yang terorganisasi dan proses penelusuran bergerak secara
hirarkhis, dari informasi yang paling umum dan inklusif ke
informasi yang paling umum dan rinci, sampai informasi yang
diinginkan diperoleh. Teori belajar pemrosesan informasi
mendeskripsikan tindakan belajar merupakan proses internal yang
mencakup beberapa tahapan. Sembilan tahapan dalam peristiwa
pembelajaran sebagai cara-cara eksternal yang berpotensi
mendukung proses-proses internal dalam kegiatan belajar adalah:
a. Menarik perhatian
b. Memberitahukan tujuan pembelajaran kepada siswa
c. Merangsang ingatan pada pra syarat belajar
d. Menyajikan bahan peransang
e. Memberikan bimbingan belajar
f. Mendorong unjuk kerja
g. Memberikan balikan informative
h. Menilai unjuk kerja
i. Meningkatkan retensi dan alih belajar
Keunggulan strategi pembelajaran yang berpijak pada teori
pemrosesan informasi:
a. Cara berpikir yang berorientasi pada proses lebih menonjol;
b. Penyajian pengetahuan memenuhi aspek;
c. Kapabilitas belajar dapat disajikan lebih lengkap;
d. Adanya keterarahan seluruh kegiatan belajar kepada tujuan
yang ingin dicapai;
e. Adanya transfer belajar pada lingkungan kehidupan yang
sesungguhnya;
f. Kontrol belajar memungkinkan belajar sesuai irama masing-
masing individu;
g. Balikan informativ memberikan rambu-rambu yang jelas
tentang tingkat unjuk kerja yang telah dicapai dibandingkan
dengan unjuk kerja yang diharapkan.

8. Pandangan Zigler dan STevenso


Teori pemrosesan informasi didasarkan atas tiga asumsi
umum, pertama pikiran dipandang sebagai suatu system
penyimpanan dan pengembalian informasi. Kedua individu-
individu memproses informasi dari lingkungannya, dan yang ketiga
terdapat keterbatasan pada kapasitas memproses informasi dari
seorang individu.
Berdasarkan asumsi itu dapat dipahami bahwa teori
pemrosesan informasi lebih menekankan kepada bagaimana
individu memproses informasi tentang dunia mereka, bagaimana
informasi itu masuk kedalam fikiran dan bagaimana informasi
disimpan dan disebarkan dan bagaimana asumsi diambil kembali
untuk melaksanakan aktifitas-aktifitas yang komplek seperti
memecahkan masalah dan berfikir. Jadi inti dari pendekatan
pemrosesan informasi adalah proses memori dan proses berfikir.
Menurut pendekatan ini anak didik secara bertahap
mengembangkan kapasitan memperoleh informasi dan secara
bertahap pula mereka mereka mendapatkan pengetahuan dan
keahlian yang komplek.
DIAGRAM PEMROSESAN INFORMASI
Teori belajar kognitif memandang belajar sebagai proses
pemfungsian unsur-unsur kognisi, terutama unsur pikiran, untuk
dapat mengenal dan memahami stimulus yang datang dari luar.
Aktivitas belajar pada diri manusia ditekankan pada proses internal
berfikir, yakni proses pengolahan informasi.
Teori belajar yang cocok serta dapat menjawab dua
pertanyaan didepan adalah suatu teori belajar yang oleh Gagne
(1988) disebut dengan ‘Information Processing Learning Theory’.
Teori ini merupakan gambaran atau model dari kegiatan di dalam
otak manusia di saat memroses suatu informasi. Karenanya teori
belajar tadi disebut juga ‘Information-Processing Model’ oleh
Lefrancois atau ‘Model Pemrosesan Informasi’. Beberapa model
telah dikembangkan di antaranya oleh Gagne (1984), Gage dan
Berliner (1988) serta Lefrancois, yang terdiri atas tiga macam
ingatan yaitu: sensory memory atau Memori Inderawi (MI),
Memori Jangka Pendek (MJPd) atau short-term/working memory,
serta Memori Jangka Panjang (MJPj) atau long-term memory.
Berdasar ketiga model tersebut dapat dikembangkan diagram
pemrosesan informasi berikut ini:

Gambar tersebut menunjukkan informasi diproses dan


disimpan dalam tiga tahap. Menunjukkan titik awal dan akhir dari
peristiwa pengolahan informasi. Garis putus-putus menunjukkan
batas antara kognitif internal dan dunia eksternal. Dalam model
tersebut tampak bahwa stimulus fisik seperti cahaya, panas,
tekanan udara, ataupun suara ditangkap oleh seseorang dan
disimpan secara cepat di dalam sistem penampungan penginderaan
jangka pendek. Apabila informasi itu diperhatikan, maka informasi
itu disampaikan ke memori jangka pendek dan sistem
penampungan memori kerja. Apabila informasi di dalam kedua
penampungan tersebut diulang-ulang atau disandikan, maka dapat
dimasukkan ke dalam memori jangka panjang.
Kebanyakan, peristiwa lupa terjadi karena informasi di
dalam memori jangka pendek tidak pernah ditransfer ke memori
jangka panjang. Tapi bisa juga terjadi karena seseorang kehilangan
kemampuannya dalam mengingat informasi yang telah ada di
dalam  memori jangka panjang. Bisa juga karena interferensi, yaitu
terjadi apabila informasi bercampur dengan atau tergeser oleh
informasi lain.
Ada dua bentuk pelancaran dalam membangkitkan ingatan, yaitu:
a. Pelancaran proaktif : Seseorang mengingat informasi
sebelumnya apabila informasi yang baru dipelajari memiliki
karakter yang sama.
b. Pelancaran retroaktif : Seseorang mempelajari informasi baru
akan memantapkan ingatan informasi yang telah dipelajari.

1.2 Peta Informasi ( Siklus, Rantai, Spider)


1. Pengertian Peta Informasi
Menurut Hudojo, et al (2002) peta konsep adalah saling keterkaitan
antara konsep dan prinsip yang direpresentasikan bagai jaringan konsep
yang perlu dikonstruksi dan jaringan konsep hasil konstruksi inilah yang
disebut peta konsep. Sedangkan menurut Suparno (dalam Basuki, 2000,
h.9) peta konsep merupakan suatu bagan skematik untuk menggambarkan
suatu pengertian konseptual seseorang dalam suatu rangkaian pernyataan.
Peta konsep bukan hanya menggambarkan konsep-konsep yang penting,
melainkan juga menghubungkan antara konsep-konsep itu. Dalam
menghubungkan konsep-konsep tersebut dapat digunakan dua prinsip
yaitu prinsip diferensial progresif dan prinsip penyesuaian integratif.
2. Ciri- ciri Peta Konsep

Dahar (1989) mengemukakan ciri-ciri peta konsep sebagai berikut :


a. Penyajian peta konsep adalah suatu cara untuk memperlihatkan
konsep-konsep dan proposisi-proposisi dalam suatu topik pada
bidang studi.
b. Peta konsep merupakan gambar yang menunjukkan hubungan
konsep-konsep dari suatu topik pada bidang studi.
c. Bila dua konsep atau lebih digambarkan dibawah suatu konsep
lainnya, maka terbentuklah suatu hirarki pada peta konsep itu.
Martin (dalam Basuki, 2000) mengungkapkan bahwa peta konsep
merupakan petunjuk bagi guru, untuk menunjukkan hubungan antara ide-
ide yang penting dengan rencana pembelajaran. Sedangkan menurut
Arends (dalam Basuki, 2000) menuliskan bahwa penyajian peta konsep
merupakan suatu cara yang baik bagi mahasiswa untuk memahami dan
mengingat sejumlah informasi baru. Dengan penyajian peta konsep yang
baik maka mahasiswa dapat mengingat suatu materi dengan lebih lama
lagi.

3. Jenis- jenis Peta Informasi

Menurut Nur (2000) (dalam Erman 2003: 24) peta konsep ada
empat macam yaitu: pohon jaringan (network tree), rantai kejadian (events
chain), peta konsep siklus (cycle concept map), dan peta konsep laba-laba
(spider concept map).

a. Pohon Jaringan
Ide-ide pokok dibuat dalam persegi empat, sedangkan beberapa kata
lain dihubungkan oleh garis penghubung. Kata-kata pada garis
penghubung memberikan hubungan antara konsep-konsep. Pada saat
mengkonstruksi suatu pohon jaringan, tulislah topik itu dan daftar
konsep-konsep utama yang berkaitan dengan topik itu. Daftar dan
mulailah dengan menempatkan ide-ide atau konsep-konsep dalam
suatu susunan dari umum ke khusus. Cabangkan konsep-konsep yang
berkaitan itu dari konsep utama dan berikan hubungannya pada garis-
garis itu (Nur dalam Erman 2003: 25)
Pohon jaringan cocok digunakan untuk memvisualisasikan hal-hal:
1) Menunjukan informasi sebab-akibat
2) Suatu hirarki
3) Prosedur yang bercabang
b. Rantai Kejadian
Nur (dalam Erman 2003:26) mengemukakan bahwa peta konsep rantai
kejadian dapat digunakan untuk memberikan suatu urutan kejadian,
langkah-langkah dalam suatu prosedur, atau tahap-tahap dalam suatu
proses. Misalnya dalam melakukan eksperimen. Rantai kejadian
cocok digunakan untuk memvisualisasikan hal-hal:
1) Memerikan tahap-tahap suatu proses
2) Langkah-langkah dalam suatu prosedur
3) Suatu urutan kejadian
c. Peta Konsep Siklus
Dalam peta konsep siklus, rangkaian kejadian tidak menghasilkan
suatu hasil akhir. Kejadian akhir pada rantai itu menghubungkan
kembali ke kejadian awal. Seterusnya kejadian akhir itu
menghubungkan kembali ke kejadian awal siklus itu berulang dengan
sendirinya dan tidak ada akhirnya. Peta konsep siklus cocok
diterapkan untuk menunjukan hubungan bagaimana suatu rangkaian
kejadian berinteraksi untuk menghasilkan suatu kelompok hasil yang
berulang-ulang.
d. Peta Konsep Laba-laba
Peta konsep laba-laba dapat digunakan untuk curah pendapat. Dalam
melakukan curah pendapat ide-ide berasal dari suatu ide sentral,
sehingga dapat memperoleh sejumlah besar ide yang bercampur aduk.
Banyak dari ide-ide tersebut berkaitan dengan ide sentral namun
belum tentu jelas hubungannya satu sama lain. Kita dapat memulainya
dengan memisah-misahkan dan mengelompokkan istilah-istilah
menurut kaitan tertentu sehingga istilah itu menjadi lebih berguna
dengan menuliskannya di luar konsep utama. Peta konsep laba-laba
cocok digunakan untuk memvisualisasikan hal-hal:
1) Tidak menurut hirarki, kecuali berada dalam suatu kategori
2) Kategori yang tidak parallel
3) Hasil curah pendapat.

1.3 Berpikir Kritis


1. Pengertian
Berpikir kritis merupakan suatu proses yang berjalan secara
berkesinambungan mencangkup interaksi dari suatu rangkaian pikiran dan
persepsi, sedangkan berpikir kritis merupakan konsep dasar yang terdiri
dari konsep yang berhubungan dengan proses belajar dan kritis itu sendiri
berbagai sudut pandang, sebagai seorang perawat yang merupakan bagian
dari pemberi layanan kesehatan,yaitu memberi layanan asuhan
keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan akan selalu
dituntut untuk berpikir kritis dalam berbagai situasi. Penerapan berpikir
kritis dalam proses keperawatan dengan kasus yang nyata akan
memberikan gambaran kepada perawat tentang pemberian asuhan
keperawatan yang komprensif dan bermutu(Budiono dan Sumirah, 2017).
2. Unsur-Unsur dan Kualitas

Isi suatu kualitas dari kegiatan berfikir mengandung unsur-unsur seperti


ini:

a. Sistematik dan senantiasa menggunakan kriteria yang tinggi (terbaik)


dari sudut intelektual untuk hasil berfikir yang ingin di capai.
b. Individu bertanggung jawab sepenuhnya atas peruses kegiatan
berfikir.
c. Selalu menggunakan criteria berdasar standar yang telah di tentukan
dalam memantau proses berfikir.
d. Melakukan evaluasi terhadap efektivitas kegiatan berfikir yang
ditinjauh dari pencapaian tujuan yang telah di tetapkan.
3. Aspek Prilaku dan Keterampilan Berpikir Kritis
a. Aspek Perilaku Berpikir Kritis
Kegiatan berpikir kritis dapat dilakukan dengan melihat penampilan
dari beberapa perilaku selama proses berpikir kritis itu berlangsung.
perilaku berpikir kritis itu dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu:
1) Relevance, relevansi (keterkaitan) dari pernyataan yang
dikemukakan.
2) Importance, penting tidaknya isu-isu atau pokok-pokok pikiran
yang dikemukakan.
3) Novelty, kebaruan dari isi pikiran baik dalam membawa ide-ide
atau informasi baru maupun dalam sikap menerima adanya ide-
ide baru dari orang lain.
4) Outside material, menggunakan pengalamannya sendiriatau
bahan yang diterima pada perkuliahan.
5) Ambiguity clarified, mencari penjelasan atau informasi lebih
lanjut.
6) Linking ideas, senantiasa menghubungkan fakta, ide atau
pandangan baru.
7) Justification, memberi bukti, contoh atau penilaian terhadap
situasi atau solusi.
8) Critical assesment, melakukan evaluasi terhadap
kontribusi/masukan yang datang dari dalam diri maupun dari luar
dirinya.
9) Practical utility, ide-ide baru yang dikemukakan selalu dilihat
dari sudut kepraktisan dalam penerapan.
10) Width of understanding,  diskusi yang dilaksanakan senantiasa
bersifat memuaskan isi atau materi diskusi.

b. Keterampilan Berpikir Kritis


Keterampilan dimanifestasikan dalam bentuk perbuatan.
Seseorang dengan keterampilan yang baik cenderung mampu
memperlihatkan sedikit kesalahan dalam mengerjakan tugas-tugas
sedangkan orang yang kurang terampil membuat kesalahan yang lebih
banyak bila diberikan sejumlah tugas yang sama (Facione et al.,
2000).
Dalam model yang diadaptasi dari Triandis (1979, dalam Rickets
dan Rudd, 2005), keterampilan berpikir kritis merupakan perilaku
yang dipengaruhi oleh karakter berpikir kritis dan sejumlah faktor
pendukung. Berikut merupakan skema faktor-faktor  yang
mempengaruhi keterampilan berpikir kritis (Triandis,
1979 dalam Rickets dan Rudd, 2005).

Sementara itu, sebuah penelitian korelasi yang dilaksanakan


untuk mengetahui hubungan Grade Point Average (GPA)  terhadap
keterampilan berpikir kritis  menghasilkan temuan korelasi yang
rendah sebesar 0,20 (Facione et al., 2000). Juga penelitian yang
dilakukan kepada mahasiswa fakultas pertanian menunjukkan bahwa
terdapat korelasi sebesar 0,23 antara GPA dengan kemampuan
menganalisis. Selain itu korelasi sebesar 0,19 terjadi
antara GPA dengan kemampuan inferensi, dan korelasi sebesar 0,10
antara GPA dan kemampuan mengevaluasi (Ricketts dan Rudd,
2005).
4. Model Berpikir Kritis Dan Tingkatannya
Model berfikir kritis oleh Rubenfeld Scheffer(2006) merupakan model
THINK dalam proses keperawatan, yaitu :
a. Total Rectal (T)berarti mengingat fakta atau mengingat dimana dan
bagaimana untuk mendapatkan fakta/data ketika diperlukan
b. Habit/Kebiasaan (H) merupakan pendekatan berfikir ditinjau dari
tindakan diulang berkali-kali sehingga menjadi kebiasaan yang alami
c. Inquiry/penyelidikan (I) merupakan latihan mempelajari suatu
masalah secara mendalam dan mengajukan pertanyaan yang
mendekati kenyataan .
d. New Ideas and Creativity (N) merupakan ide baru dan kreatifitas
terdiri dari model berfikir unik dan bervariasi yang khusus bagi
individu.
e. Knowing How You Think (K) berarti berfikir tentang apa yang kita
pikirkan.

1.4 Komponen Berpikir Kritis Dalam Keperawatan


Komponen berpikir kritis meliputi pengetahuan dasar yang spesifik,
pengalaman, dan kompetensi.
1. Pengetahuan Dasar Spesifik
Komponen pertama dari model berpikir kritis adalah pengetahuan dasar
perawat yang spesifik dalam keperawatan yang mana pengetahuan dasar
tersebut meliputi suatu teori atau informasi dari suatu ilmu pengetahuan
yang meliputi kemanusiaan, dan ilmu-ilmu keperawatan dasar.
Pengetahuan ini didapatkan mahasiswa keperawatan melalui jenjang
pendidikan yang diikuti. Dengan mencari ilmu, secara otomatis akan
terbuka pengalaman dan pelajaran yang diberikan. Semakin banyak
pengetahuan yang dimiliki, semakin banyak pilihan ketika menghadapi
situasi yang menantang.
2. Pengalaman
Kompenen kedua dari model berpikir kritis yaitu pengalaman. Pengalaman
seorang mahasiswa disaat dinas di rumah sakit dari pengalaman tersebut
mahasiswa dapat memperbaiki kedepannya agar model dari berpikir kritis
lebih diterapkan. Pengalaman ini juga merupakan hasil interaksi antara
individu melalui alat indranya dan stimulus yang berasal dari berbagai
sumber belajar.
3. Kompetensi
Menurut Kepmendiknas No. 045/U/2002, kompetensi adalah seperangkat
tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki mahasiswa
sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam
melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu. Kompetensi
merupakan kemampuan yang dimiliki seorang perawat untuk melakukan
tindakan sangat penting, oleh katerana itu mahasiswa harus bisa berpikir
kritis dan menerapkan model dari berpikir kritis tersebut.

1.5 Sikap dan Standar Berpikir Kritis


1. Sikap dalam berpikir kritis
Komponen sikap di anggap sebagai aspek sentral dari seorang pemikir
yang kritis sikap-sikap yang termasuk kepercayaan diri, kemandirian,
integritas, pengambilan resiko, kreativitas, keadilan, kerendahan hati, dan
keberanian, (Craven & Hirnle, 2009). Perawat yang pemikir kritis akan
mempunyai sikap-sikap tersebut beserta aplikasi keperawatannya, yaitu :
a. Berpikir mandiri
Mengingat berbagai ide sebelum membuat kesimpulan sendiri dengan
mencari literature keperawatan, terutama ketika ada pandangan yang
berbeda pada subjek yang sama. Berbicara dan berdiskusi dengan
perawat lain dan berbagi ide tentang intervensi keperawatan yang
akan dilakukan (Potter & Perry, 2009).
b. Ketekunan
Keinginan untuk mencari wawasan dan kebenaran lebih jauh
meskipun sulit. Banyak waktu dan energy akan dibutuhkan untuk
mendapatkan dan mempertimbangkan informasi baru dan membentuk
wawasan baru (Craven & Hirnle, 2009). Jika mendapatkan informasi
yang tidak lengkap atau hilang tentang pasien perawat harus
mengklarifikasi atau langsung menanyakan pada pasien secara
langsung. Mencoba berbagai pendekatan dan mencari sumber
informasi sampai mendapatkan solusi yang tepat (Potter & Perry,
2009).
c. Curiosity
Menjadi termotivasi untuk mencapai dan bertanya “mengapa”. Sebuah
tanda klinis atau gejala sering menunjukkan berbagai masalah (Craven
& Hirnle, 2009). Mengeksplorasi dan belajar lebih banyak tentang
pasien sehingga membuat penilaian klinis yang tepat (Potter & Perry,
2009).
d. Kreativitas
Menciptakan ide-ide baru dan pendekatan alternative atau pendekatan
yang berbeda jika intervensi tidak bekerja untuk pasien (Craven &
Hirnle, 2009). Implementasi keperawatan pasien yang nyeri mungkin
membutuhkan posisi yang berbeda atau teknik distraksi, perawat dapat
melakukan pendekatan yang melibatkan keluarga pasien untuk
diterapkan di rumah (Potter & Perry, 2009).
e. Kepercayaan
Merasa yakin dalam kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan
belajar bagaimana untuk memperkenalkan diri kepada pasien,
berbicara dengan keyakinan ketika mulai melakukan tindakan dengan
sesuai prosedur (Craven & Hirnle, 2009). Seorang pasien berpikir
bahwa seorang perawat dapat melakukan tindakan keperawatan, selalu
dipersiapkan dengan baik sebelum melakukan aktivitas keperawatan
dan mendorong pasien untuk mengajukan pertanyaan (Potter & Perry,
2009).
f. Keadilan
Keinginan untuk menelaah sudut pandang orang lain dengan standar
intelektual yang sama, dan tidak dipengaruhi oleh kepentingan atau
keuntungan diri sendiri atau orang lain. Mendengarkan kedua belah
pihak dalam diskusi apapun (Craven & Hirnle, 2009). Jika seorang
pasien atau anggota keluarga mengeluh tentang seorang pekerja. Maka
kemudian mencari penyelesaian yang adil dan terbuka dengan
keinginan untuk memenuhi kebutuhan pasien (Potter & Perry, 2009).
g. Kerendahan hati
Pemikir kritis mengerti kapan harus membutuhkan informasi lebih
lanjut untuk membuat keputusan (Craven & Hirnle, 2009). Meminta
orientasi kepada perawat yang lebih mengetahui. Meminta daftar
perawat secara teratur untuk mengetahui tindakan yang akan
dilakukan dengan pendekatan keperawatan (Potter & Perry, 2009).
h. Integritas
Keinginan untuk menerapkan standar bukti intelektual yang baku dan
sama terhadap pengetahuan yang dimiliki oleh orang lain. Hal ini
membutuhkan kejujuran untuk menelaah dan mengakui kesalahan dan
ketidakkonsistenan pikiran, penilaian dan tindakan (Craven & Hirnle,
2009). Menjadi jujur dan bersedia untuk mematuhi prinsipprinsip
dalam menghadapi kesulitan, tidak ada kompromi untuk standar
keperawatan atau kejujuran dalam memberikan asuhan keperawatan
(Potter & Perry, 2009).
2. Standar berpikir kritis
a. Standar Intelektual :
1) Rasional dan memiliki alasan yang tepat, berpikir kritis dilakukan
oleh seseorang karena ada alasan dan rasional yang tepat dari
suatu keadaan, bukan berdasarkan dugaan.
2) Reflektif, memfokuskan masalah dan mengumpulkan data serta
fakta sesuai dengan permasalahan secara lengkap sebelum
mengambil keputusan.
3) Menyelidiki, selalu mengkaji permasalahan lebih dalam lagi
sampai permasalahan yang ada terlihat secara jelas dengan
banyak pertanyaan.
4) Otonomi berpikir, dilakukan seseorang tanpa pengaruh dari orang
lain, hanya berdasarkan hasil analisis, dan pengambilan keputusan
dilakukan oleh dirinya sendiri.
5) Kreatif, harus memiliki kemampuan untuk menggunakan suatu
konsep ataupun teori pada suatu keadaan yang berbeda.
6) Terbuka, dilakukan dengan mengkaji kembali alasan-alasan yang
telah digunakan seseorang dalam mengambil keputusan secara
terbuka.
7) Mengevaluasi, dilakukan untuk mengevaluasi kembali pendapat
serta keputusan terhadap tindakan, sikap, teknik, keterampilan
yang telah diambil oleh seseorang terhadap suatu permasalahan.
b. Standar Profesional. Patokan yang dipakai pada suatu profesi yang
memerlukan kepandaian khusus untuk menjalaninya. Dalam hal ini,
keperawatan memiliki kode etik keperawatan dan standar praktik
asuhan keperawatan.

1.6 Kompetensi Berpikir Kritis dan Sintesa Pemikiran Kritis


1. Kompetensi Berpikir Kritis
Kompetensi berpikir kritis dalam keperawatan menggunakan
metode ilmiah yang dimana merupakan cara pendekatan sistematis dan
bertingkat yang digunakan untuk mengumpulkan data dan memecahkan
masalah dengan menggunakan alasan yang kuat serta dengan metode
ilimiah ini perawat bisa mencari kebenaran atau mengkonfirmasi suatu
data. Metode ilmiah ini digunakan oleh para akademisi seperti kedokteran,
keperawatan, dan berbagai disiplin ilmu lainnya. Metode ilmiah ini
memiliki 5 tingkatan yaitu : Identifikasi masalah, pengumpulan data,
pembentukan pertanyaan penelitian atau hipotesis, uji hipotesis, dan
evaluasi hasil penelitian. Pemecahan masalah merupakan suatu keadaan
dimana seseorang dihadapkan kepada persoalan yang mendesak dan di
perlukan suatu pemikiran untuk menyelesaikan suatu masalah. Dengan
cara mengevaluasi secara terus menerus terhadap cara memecahkan
masalah tersebut dan untuk memastikan apakah hal tersebut efektif. Jika
masalah tersebut timbul kembali, maka seorang perawat perlu untuk
memecahkan masalah dengan menggunakan pilihan lain. Setelah perawat
menemukan informasi tentang masalah dari pasien, maka selanjutnya
perawat memberikan solusi pemecahan masalah yang efektif. Dengan
memecahkan masalah pada suatu situasi atau keadaan akan menambah
pengalaman serta pengetahuan seorang perawat yang nantinya bisa
diterapkannya pada pasien lainnya.
2. Sintesa Pemikiran Kritis
Secara umum, berdasarkan definisi di atas maka dapatlah disatukan
pemahaman tentang pemikiran kritis, yaitu usaha berfikir yang dilakukan
untuk diri sendiri ( thinking of oneself) (Eugene da James, 1991).
Kepahaman ini boleh di satukan berdasarkan beberapa elemen teras yaitu :
a. Berfikir dengan menggunakan dimensi otak kiri.
b. Berfikir menggunakan urutan dan hukum logic.
c. Berfikir untuk membuat pertimbangan dan keputusan.
d. Berfikir dengan sikap yang berhati-hati dan mengambil kira risiko dan
kesan.

Usaha berfikir yang dilakukan untuk didi sendiri ( thinking of


oneself ) bermaksud setiap individu harus memiiki sesuatu isu/ masalah
yang telah, sedang dan akan berlaku berdasarkan pemikiran sendiri, tanpa
dipengaruhi oleh pemikiran orang lain. Pemikiran kritis mengajak kita
agar berfikir dengan lebih bersistem dan terarah dalam membuat sesuatu
keputusan. Dengan kata lain, keputusan yang kita buat bukan berdasarkan
pemikiran orang lain.
DAFTAR PUSTAKA

Basuki, Teguh. 2000. Pembelajaran Matematika Disertai Penyusunan Peta


Konsep. Tesis UPI (tidak dipublikasikan)

Bloom, B. S. ed. et al. (1956). Taxonomy of Educational Objectives: Handbook 1,


Cognitive Domain. https://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi_Bloom. New
York: David McKay. Diakses tanggal 1 Oktober 2020

Budiono & Budi.(2015). Konsep dasar keperawatan. Jakarta: Bumi medika

Craven, R. F., & Hirnle, C. J., (2009). Fundamentals of nursing : human health
and function (6th ed.). Philadelphia : wolters kluer health/lippincot
Williams & wilkins
Dahar, Ratna W. 1989. Teori-Teori Belajar. Erlangga. Jakarta

Deswani. 2009. Proses Keperawatan dan Berpikir Kritis. Jakarta: Salemba


Medika.

Erman Suherman, dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontenporer.


Bandung: JICA Universitas Pendidikan IndonesiaHudojo, H., et al. 2002.

Peta Konsep. Jakarta: Makalah Disajikan Dalam Forum Diskusi Pusat Perbukuan
Depdiknas

Maryam, R.Siti, S.Kep.,Ns. Santun Setiawati, S.Kep,. Ns. Mia Fatma Ekasari,
S.Kep.,2008. Buku Ajar Berpikir Kritis dalam Proses Keperawatan.Jakarta
; EGC.
Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Nursalam. 2009. Proses dan Dokumentasi Keperawatan: Konsep dan Praktik.

Potter, P. A., & Perry, A. G. (2005) Buku Ajar Fundamental Keperawatan:


Konsep, Proses dan Praktek (edisi 4). Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC

Anda mungkin juga menyukai