DISUSUN OLEH :
KELAS B13-B
KELOMPOK 7
Om Swastyastu
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah
memberikan kekuatan dan kemampuan sehingga makalah ini bisa selesai tepat
pada waktunya. Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas Mata Kuliah tentang Keperawatan Gawat Darurat.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dan mendukung dalam penyusunan makalah ini.
Penulis sadar makalah ini belum sempurna dan memerlukan berbagai
perbaikan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan semua
pihak.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................3
2.4 Pathway............................................................................................................................5
3.1 Simpulan.........................................................................................................................20
3.2 Saran...............................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................21
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari gigitan ular ?
2. Apa etiologi dari gigitan ular ?
3. Bagaimana patofisiologi gigitan ular ?
4. Bagaimana tanda dan gejala gigitan ular ?
5. Apa saja pemeriksaan diagnostik pada gigitan ular ?
6. Bagaimana penatalaksanaan gigitan ular ?
7. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan gigitan ular ?
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
2. Bisa Ular Yang Bersifat Saraf (Neurotoxic)
Yaitu bisa ular yang merusak dan melumpuhkan jaringan-jaringan sel saraf tersebut mati
dengan tanda-tanda kulit sekitar luka gigitan tampak kebiru-biruan dan hitam
(Nekrotis). Penyebaran peracunan selanjutnya mempengaruhi susunan saraf dengan
jalan melumpuhkan susunan saraf pusat, seperti saraf pernafasan dan jantung.
Penyebaran bisa ular keseluruh tubuh, ialah melalui pembuluh limpa.
3. Bisa Ular Yang Bersifat Myotoksin
Mengakibatkan rabdomiolisis yang sering berhubungan dengan maemotoksin.
Myoglobinuria yang menyebabkan kerusakan ginjal dan hiperkalemia akibat
kerusakan sel-sel otot.
4. Bisa Ular Yang Bersifat Kardiotoksin
Merusak serat-serat otot jantung yang menimbulkan kerusakan otot jantung.
5. Bisa Ular Yang Bersifat Cytotoksin
Dengan melepaskan histamin dan zat vasoaktifamin lainnya berakibat terganggunya
kardiovaskuler.
6. Bisa Ular Yang Bersifat Cytolitik
Zat ini yang aktif menyebabkan peradangan dan nekrose di jaringan pada tempat
gigitan. (Deddyrin. 2009).
4
meningkatkan konsentrasi asam laktat sekunder terhadap perubahan status volume dan
membutuhkan peningkatan minute ventilasi. Efek blokade neuromuskuler dapat
menyebabkan perburukan pergerakan diafragma. Gagal jantung dapat disebabkan oleh
asidosis dan hipotensi. Myonekrosis disebabkan oleh myoglobinuria dan gangguan
ginjal (Daley, Brian James MD, 2010)
2.4 Pathway
Ansietas
Resiko
Nyeri akut
Infeksi
Hipertermia
Nyeri akut
Pola Napas Tidak Efektif
5
Terdapat sebuah tanda bekas gigitan/taring, serta edem lokal, tidak disertai gejala
sistemik dan koagulopati.
3. Derajat 3 = gejala berkembang pada daerah regional (severe)
Terdapat sebuah tanda bekas gigitan/taring, disertai edem regional 2 segmen dari
ekstremitas, terdapat nyeri yang tidak dapat diatasi dengan obat analgesik, tidak ada
gejala sistemik dan koagulopati.
4. Derajat 4 = gejala sistemik (major)
Terdapat sebuah tanda bekas gigitan/taring, disertai edem yang cukup luas dan terdapat
tanda sistemik (mual, muntah, pusing, nyeri kepala, sakit pada perut, dan dada syok),
serta trombosis sistemik.
Pada umumnya gigitan ular ini terjadi pada derajat 2 (moderate) dan derajat 4
(major). Pada derajat 2 = gejala lokal (moderate) biasanya terjadi pada luka bekas gigitan
ular berbisa berubah warna menjadi kemerahan, bengkak, terdapat pendarahan, terasa
seperti terbakar, nyeri,ekimosis dan kesemutan. Sedangkan di derajat 4 = gejala sistemik
(major) ini yang harus diwaspadai antara lain seperti gangguan pengelihatan (kabur atau
buram), gejala neurologis (sakit kepala, pusing), gejala pada kardiovaskuler (berdetak
kencang atau keras, hipotensi), gejala sistem pencernaan (terasa mual-mual, muntah-
muntah), dan gejala lainnya yang muncul seperti kelemahan otot, hipersallivasi, serta
demam.
d. Pemeriksaan Darah Kimia : ureum, kreatinin, serum meningkat pada gagal ginjal
6
akut.
e. Anlisis Gas Darah : menunjukkan gagal nafas pada neurotosisitas dan aseidemia
akibat asidosis metabolik atau respiratorik.
2. Pemeriksaan Urinalis : untuk mendeteksi myoglubinuria (hematuria, gilkosuria,
proteinuria).
3. Pemeriksaan Radiologi :
a. Rontgen thoraks : mendeteksi edema pulmonal, perdarahan paru, red cell casts,
efusi pleura, pneumonia sekunder.
b. USG : menilai area lokalis ada tidaknya thrombosis vena, mendeteksi efusi pleura
dan pericardial, mendeteksi perdarahan pada rongga-rongga tubuh
(intraabdominal, intratorakal, retroperitoneal).
c. ECG (Electrocardiogram) : perubahan dan abnormalitas EKG termasuk
takiaritmia, bradikardia, perubahan segmen ST, blok AV dan tanda hiperkalemia.
d. Echokardiografi : mendeteksi penurunan fraksi ejeksi pada pasien dengan
hipotensi dan syok.
7
Balut tekan pada kaki :
1. Istirahatkan (immobilisasikan) Korban.
2. Keringkan sekitar luka gigitan.
3. Gunakan pembalut elastis.
4. Jaga luka lebih rendah dari jantung.
5. Sesegera mungkin, lakukan pembalutan dari bawah pangkal jari kaki naik ke atas.
6. Biarkan jari kaki jangan dibalut.
7. Jangan melepas celana atau baju korban.
8. Balut dengan cara melingkar cukup kencang namun jangan sampai menghambat
aliran darah (dapat dilihat dengan warna jari kaki yang tetap pink).
9. Beri papan/pengalas keras sepanjang kaki.
8
a. 10-50LD50 bisa Ankystrodon
b. 25-50LD50 bisa Bungarus
c. 25-51LD50 bisa Nayasputarix .
Teknik pemberian : 2 vial @ 5ml intravena dalam 500 ml NaCl 0,9% atau Dextrose
5% dengan kecapatan 30-40 tetes/menit. SABU maksimal 100 ml (20 vial).
Infiltrasi lokal pada luka tidak dianjurkan.
7. Heparin 20.000 unit per 24 jam
8. Monitor diathese hemorhagi setelah 2 jam, bila tidak membaik, tambah 2 flacon
SABU lagi. SABU maksimal diberikan 300 cc (1 flacon = 10 cc).
9. Bila ada tanda-tanda laryngospasme, bronchospasme, urtikaria atau hipotensi berikan
adrenalin 0,5 mg/IM, hydrocortisone 100 mg IV.
10. Observasi pasien minimal 1 x 24 jam.
11. Catatan: Jika terjadi syok anafilatik karena SABU, SABU harus dimasukkan secara
cepat sambil diberi adrenalin.
12. Penanganan daerah gigitan ular
Untuk mengantisipasi terjadinya infeksi bakteri pada luka gigitan ular dapat diberikan
bakteri sekunder maka dapat diberikan profilaksis tetanus (Nia & Latief Abdul,
2003).
9
2.8 Konsep Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gigitan Ular
1. Pengkajian Keperawatan
a. Data Umum
1) Identitas Pasien meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
status pernikahan, agama, no RM, diagnosa medis, tanggal masuk rumah
sakit dan alamat.
2) Identitas Penanggun Jawab meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan,
hubungan dengan pasien dan alamat.
b. Keluhan utama : Nyeri di sertai demam, mual, muntah, merah dan oedem pada
daerah gigitan, gatal-gatal, sesak nafas.
c. Pengkajian Primer (A,B,C,D & E)
1) Airway : Tidak ada sumbatan benda asing, tidak ada sputum, tidak ada
darah, tidak ada lendir.
2) Breathing : klien mengalami sesak nafas, penggunaan otot bantu
pernapasan, RR = 32 x/menit, pemgembangan dada simetris, suara nafas
vesikuler.
3) Circulation : ada perdarahan ditungkai kiri karena gigitan ular, N=
52x/menit, CRT > 3 detik, akral hangat, sianosis, Bunyi jantung : normal S1
dan S2.
4) Disability : Penurunan kesadaran komposmentis (E4V5M5), Pupil : isokor
(2mm)
5) Exposure : terdapat perdarahan pada luka gigitan ular, adanya edema pada
luka, memar.
d. Pengkajian Sekunder
Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Kesadaran : komposmentis, GCS : 14
TTV = TD : Normal (n: 120/80 mmHg), Suhu : 36,0 oC - 37,0oC, Nadi : 60-100
x/mnt, RR : Normal (n : 16-20 x/mnt), Berat Badan : Tinggi Badan :
a) Riwayat Penyakit Sekarang : kaji apakah klien sebelum masuk rumah
10
sakit memiliki riwayat penyakit yang sama ketika klien masuk rumah
sakit
b) Riwayat Penyakit Dahulu : Kaji apakah klien pernah menderita penyakit
ini sebelumnya.
c) Riwayat Penyakit Keluarga : kaji apakah adanya keluarga yang
menderita penyakit yang sama.
2) Keadaan khusus :
Lakukan pemeriksaan fisik head to toe dengan menggunakan teknik IAPP
3) Pemeriksaan laboratorium
1. Penghitungan jumlah sel darah
2. Pro trombine time dan activated partial tromboplastin time
3. Fibrinogen dan produk pemisahan darah
4. Tipe dan jenis golongan darah
5. Kimia darah, termasuk elektrolit, BUN dan Kreatinin
6. Urinalisis untuk myoglobinuria
7. Analisis gas darah untuk pasien dengan gejala sistemik
4) Pemeriksaan penunjang lainnya
a. EKG
b. Thorax photo untuk pasien dengan edema pulmonum
c. Radiografi untuk mencari taring ular yang tertinggal
2. Diagnosis Keperawatan
a. (D.0080) Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap kematian ditandai
dengan merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi, tampak
gelisah dan tampak tegang
b. (D.0142) Resiko infeksi berhubungan dengan statis cairan tubuh
c. (D.0130) Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan suhu
tubuh diatas nilai normal, kulit merah, kejang, takikardi, takipnea, dan kulit terasa
hangat
d. (D.0077) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik ditandai dengan
mengeluh nyeri, tampak meringis, gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur,
dan pola napas berubah
e. (D.0005) Pola napas tidak efektif berhubugan dengan deformitas dinding dada
ditandai dengan dispnea, penggunaan otot bantu pernapasan, pola napas abnormal
11
(mis. takipnea, bradipnea, hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stokes), dan ekskursi
dada berubah
3. Intervensi Keperawatan
Tujuan dan
Diagnosis Intervensi Keperawatan
No Kriteria Hasil Rasional
Keperawatan (SIKI)
(SLKI)
1 Anseitas Setelah dilakukan Reduksi Ansietas (I.09314)
(D.0080) Tindakan Observasi : Observasi:
keperawatan 1. Identifikasi saat tingkat 1. Mengidentifikasi
selama, ……x….. ansietas berubah penyebab terjadinya
jam, diharapkan misalnya kondisi, waktu, perubahan tingkat
Anseitas menurun stresor ansietas pada pasien
dengan kriteria 2. Monitor tanda tanda 2. Untuk mengetahui tanda
hasil: ansietas (verbal dan tanda ansietas pasien
Tingkat Anseitas nonverbal)
(L.09093)
1. Verbalisasi Terapeutik: Terapeutik:
kebingunganmenuru 1. Ciptakan suasanya 1. Meberikan lingkungan
n terapeutik untuk yang nyaman kepada
2. Verbalisasi menumbuhkan pasien dan
khawatir akibat kepercayaan menumbuhkan rasa
kondisi yang nyaman anatara pasien
dihadapi menurun dan perawat
3. Perilaku 2. Temani pasien untuk 2. Membatu pasien dalam
gelisah menurun mengurangi kecemasan mengurangi ansietasnya
4. Perilaku 3. Pahami situasi yang 3. Untuk meberikan
tegang menurun menbuat ansietas suasana terapeutik
5. Konsentrasi kepada pasien
membaik
12
6. Pola tidur Edukasi : Edukasi :
membaik 1. Informasikan secara 1. Memberikan informasi
factual mengenai kepada pasien agar
diagnosis, pengoatan, pasien mengerti dengan
dan prognosis masalah kesehatan, cara
pengeobatan
Kolaborasi Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian 1. Untuk mengurangi tigkat
obat antiansietas jika ansietas yang di rasanya
perlu pasien
13
menurun (5) 4. Pertahankan teknik 4. Mengontrol dan
7. Kadar sel darah aseptik pada pasien mengurangi faktor
putih membaik berisiko tinggi pencetus infeksi
(5) Edukasi : Edukasi :
8. Kultur urine 1. Jelaskan tanda dan 1. Pencegahan infeksi
membaik (5) gejala infeksi dapat dilakukan
9. Kultur area dengan mendeteksi
luka membaik tanda dan gejala
(5) infeksi lebih awal
2. Ajarkan cara mencuci 2. Mencuci tangan yang
tangan yang benar baik dan benar dapat
menurunkan risiko
infeksi
Kolaborasi : Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian 1. Imunisasi dapat
imunisasi, jika perlu meningkatkan sistem
kekebalan tubuh terhadap
infeksi
3 Hipertermia Setelah dilakukan Manajemen Hipertermia
(D.0130) Tindakan (I.15506)
keperawatan Observasi : Observasi:
selama, ……x….. 1. Identifikasi penyebab 1. Mengidentifikasi
jam, diharapkan hipertermia (misalnya, penyebab terjad
hipertermia dehidrasi, terpapar hipertermia pada pasien
menurun dengan lingkungan panas,
kriteria hasil : penggunaan incubator)
Termoregulasi 2. Monitor suhu tubuh 2. Untuk mengetahui suhu
(L.14134) tubuh pasien
1. Menggigil 3. Monitor kadar elektrolit 3. Untuk mengetahui kadar
menurun elektrolit dalam tubuh
2. Kulit merah pasien
menurun 4. Monitor komplikasi 4. Mengetahui factor yang
3. Suhu tubuh akibat hipertermia dapat memperberat
membaik masalah pasien
14
4. Suhu kulit
membaik Terapeutik : Terapeutik :
1. Sediakan lingkungan 1. Meberikan lingkungan
yang dingin yang nyaman kepada
pasien
2. Berikan cairan oral 2. Untuk memenuhi
kebutuhan cairan dalam
tubuh pasien
3. Lakukan pendinginan 3. Menurunkan suhu tubuh
eksternal misalnya pasien
kompres dingin pada
dahi, leher dada,
abdomen, aksila
Edukasi : Edukasi :
1. Anjurkan tirah baring 1. Memberikan informasi
kepada pasien agar
melakukan tirah baring
agar lebih nyaman dan
mepermudah penurunan
suhu tubuh pasien
Kolaborasi : Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian 1. Menurunkan suhu tubuh
cairan dan elektrolit pasien dan memenuhi
intravena jika perlu kebutuhan cairan dan
elektrolit
4 Nyeri Akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri (I.08238)
(D.0077) Tindakan Observasi : Observasi:
keperawatan 1. Identifikasi lokasi, 1. Mengidentifikasi lokasi,
selama, ……x….. karakteristik, durasi, karakteristik, durasi,
jam, diharapkan frekuensi, kualitas, frekuensi, kualitas,
tingkat nyeri intensitas nyeri intensitas nyeri
menurun dengan 2. Identifikasi skala nyeri 2. Untuk mengetahui
15
kriteria hasil : tingkat nyeri
Tingkat Nyeri 3. Identifikasi respon nyeri 3. Untuk mengetahui
(L.08066) non verbal respon nyeri non verbal
1. Keluhan nyeri 4. Identifikasi factor yang 4. Mengetahui factor yang
menurun memperberat dan memperberat dan
2. Meringis memperingan nyeri memperingankan nyeri
menurun pasien
3. Gelisah
menurun Terapeutik : Terapeutik :
4. Kesulitan tidur 1. Berikan Teknik 1. Mengalihkan perhatian
menurun nonfarmakologis untuk terhadap nyeri,
mengurangi rasa nyeri meningkatkan control
(mis. Tehnik nafas terhadap nyeri yang
dalam, kompres mungkin berlangsung
hangat/dingin) lama
2. Kontrol lingkungn yang 2. Memberikan ketenangan
memperberat rasa nyeri kepada pasien dan
menurunkan nyeri
3. Fasilitasi istirahat dan 3. Mengoptimalkan
tidur istirahat pasien dan
menurunkan rasa nyeri
Edukasi : Edukasi :
1. Jelaskan penyebab, 1. Memberikan informasi
periode, dan pemicu kepada pasien mengenai
nyeri penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi 2. Memudahkan pasien
meredakan nyeri dalam menurunkan nyeri
Kolaborasi : Kolaborasi :
1. Kolaborasi dalam 1. Menurunkan nyeri melalui
pemberian analgetic mekanisme penghambat
(jika perlu) rangsang nyeri baik secara
16
sentral maupun perifer
17
10. Pernafasan endotrakeal
pursed lip 7. Keluarkan sumbatan 7. Agar memudahkan
menurun benda padat dengan megeluarkan sumbatan
11. Pernafasan forsep McGill beda padat dengan forsep
cuping hidung McGill
menurun 8. Berikan oksigen jika 8. Untuk memenuhi kadar
12. Frekuensi nafas perlu oksigen dalam tubuh
membaik
13. Kedalaman Edukasi : Edukasi :
nafas membaik 1. Anjurkan asupan cairan 1. Memenuhi kebutuhan
14. Ekskursi dada 200 ml/hari, jika tidak cairan
membaik kontraindikasi
2. Ajarkan teknik batuk 2. Dapat memudahkan
efektif pengeluaran secret yang
melekat dijalan napas
Kolaborasi : Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian 1. Pemberian bronkodilator,
bronkodilator, ekspektoran, dan
ekspektoran, mukolitik, mukolitik agar
jika perlu memudahkan secret lepas
dari perlengketan jalan
napas
4. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan/implementasi merupakan tahap keempat dalam proses keperawatan
dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang
telah direncanakan. Dalam tahap ini perawat harus mengetahui berbagai hal,
diantaranya bahaya fisik dan perlindungan kepada pasien, teknik komunikasi,
kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman tentang hak-hak pasien tingkat
perkembangan pasien. Dalam tahap pelaksanaan terdapat dua tindakan yaitu tindakan
mandiri dan tindakan kolaborasi. (Aziz Alimul. 2009. Pengantar Kebutuhan Dasar
Manusia, Buku 1 : 111).
18
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang bertujuan untuk
menilai keberhasilan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Setelah
dilaksanakan tindakan keperawatan maka hasil yang diharapkan adalah sesuai dengan
rencana tujuan yaitu :
a. Ansietas menurun
b. Resiko infeksi menurun
c. Hipertermia menurun
d. Nyeri akut menurun
e. Pola napas tidak efektif membaik
19
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Keracunan adalah keadaan sakit yang ditimbulkan oleh racun. Bahan racunyang
masuk ke dalam tubuh dapat langsung mengganggu organ tubuh tertentu. Salah satu
penyebab keracunan adalah gigitan ular.Gejala- gejala awal terdiri dari satuatau lebih
tanda bekas gigitan ular,rasa terbakar, nyeri ringan, dan pembengkakan lokal yang
progresif. Bisa ular bersifat stabil dan resisten terhadap perubahan temperatur, sementara
komplikasi yang dapat timbul, yaitu syok hipovolemi,edema paru, gagal napas, bahkan
kematian. Untuk mengatasi hal tersebut maka untuk pertolongan pertama, jangan
menunda pengiriman kerumah sakit, lakukan evaluasi klinis lengkap. Kecepatan
pertolongan sangat mempengaruhi keselamatan jiwa klien,maka dari itu sebagai tenaga
kesehatan kita hendaklah bersikap cepat tanggap terhadap kasus-kasus kegawatdaruratan.
3.2 Saran
Sebagai mahasiswa keperawatan diharapkan dapat memahami
keperawatan gawat darurat sehingga dapat mengaplikasikannya dengan baik pada
saat berada dirumah sakit maupun di masyarakat.
20
DAFTAR PUSTAKA
Adiwinata, R., dan Nelwan, E. J. 2015. Snake Bite in Indonesia. Acta Medica Indonesiana -
The Indonesian Journal of Internal Medicine, 47(April), 358– 365.
Brunner and Suddarth, (2002). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. Edisi 8. Volume 1.
Jakarta : ECG
Bush, S. P. 2004. Snakebite Suction Devices Don’t Remove Venom: They Just Suck. Annals
of Emergency Medicine, 43(2), 187–188.
https://doi.org/10.1016/j.annemergmed.2003.10.031
Setyohadi, B., dkk. 2011. Kegawat Daruratan Penyakit Dalam (Edisi 2). Jakarta pusat:
Interna Publishing.
Warrell, D. a. 2005. Guidelines for the Clinical Management of Snake-Bites in the south-
East Asia Region. World Health Organization, Regional Office for South East Asia,
New Delhi, 1–77.
https://www.academia.edu/16663854/MAKALAH_GIGITAN_ULAR_BAB_I_IV
http://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/92874/Denny%20Dwi%20Kurnia
%20Putra%20-%20172310101224.pdf?sequence=1&isAllowed=y
21