Anda di halaman 1dari 24

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


PADA PASIEN GIGITAN BINATANG BERBISA

DISUSUN OLEH :
KELAS B13-B
KELOMPOK 7

SANG AYU RISKA DWI CAHYADI (203221176)


NI PUTU YENI ARMAYANTI (203221177)
KADEK RIDWAN SANGGRA WIGUNA (203221178)
NI PUTU YESIKA ELVIANASARI (203221179)
I NYOMAN JANUARIANA (203221180)
I DEWA GEDE FATHU RAMA (203221181)
AYU LAKSMI AGUSTINI (203221182)

PROGRAM STUDI S1 ILMU


KEPERAWATAN STIKES WIRA
MEDIKA PPNI BALI
2021
KATA PENGANTAR

Om Swastyastu

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah
memberikan kekuatan dan kemampuan sehingga makalah ini bisa selesai tepat
pada waktunya. Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas Mata Kuliah tentang Keperawatan Gawat Darurat.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dan mendukung dalam penyusunan makalah ini.
Penulis sadar makalah ini belum sempurna dan memerlukan berbagai
perbaikan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan semua
pihak.

Om Santih, Santih, Santih Om

Denpasar, 26 April 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii

DAFTAR ISI...........................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1

1.1 Latar Belakang..................................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................2

1.3 Tujuan Penulisan..............................................................................................................2

1.4 Manfaat Penulisan............................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................3

2.1 Pengertian Gigitan Ular....................................................................................................3

2.2 Etiologi Gigitan Ular........................................................................................................3

2.3 Patofisiologi Gigitan Ular.................................................................................................4

2.4 Pathway............................................................................................................................5

2.5 Tanda dan Gejala Gigitan Ular.........................................................................................5

2.6 Pemeriksaan Diagnostik Pada Gigitan Ular.....................................................................6

2.7 Penatalaksanaan Gigitan ular...........................................................................................7

2.8 Konsep Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gigitan Ular...................................10

BAB III PENUTUP................................................................................................................20

3.1 Simpulan.........................................................................................................................20

3.2 Saran...............................................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................21

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ular merupakan jenis hewan melata yang banyak terdapat di Indonesia. Spesies
ular dapat dibedakan atas ular berbisa dan ular tidak berbisa. Ular berbisa memiliki
sepasang taring pada bagian rahang atas. Pada taring tersebut terdapat saluran bisa untuk
menginjeksikan bisa ke dalam tubuh mangsanya secara subkutan atau intramuskular. Bisa
adalah suatu zat atau substansi yang berfungsi untuk melumpuhkan mangsa dan sekaligus
juga berperan pada sistem pertahanan diri ( Ifan, 2010 ). Sedangkan menurut (Sudoyo,
2006). Racun ular adalah racun hewani yang terdapat pada ular berbisa.
Gigitan ular merupakan suatu keadaan gawat darurat yang apabila tidak segera
ditangani dapat menyebabkan kematian. Resiko infeksi gigitan lebih besar dari luka biasa
karena toksik / racun mengakibatkan infeksi yang lebih parah. Tidak semua ular berbisa
tetapi karena hidup pasien tergantung ketepatan diagnosa maka pada keadaan yang
meragukan ambil sikap menganggap semua gigitan ular berbisa. Pada kasus gigitan ular
11 % kemungkinan meninggal karena racun ular bersifat Hematotoksik, Neurotoksik, dan
Hitaminik (Arif Mansyoer, 2006).
Snake Bite ( gigitan ular ) merupakan suatu keadaan gawat darurat yang apabila
tidak segera ditangani dapat menyebabkan kematian. Resiko infeksi gigitan lebih besar
dari luka biasa karena toksik / racun mengakibatkan infeksi yang lebih. Oleh karena itu,
peran perawat untuk melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan Snake Bite
secara tepat dan benar selama pasien dirawat. Kasus kematian maupun keracunan akibat
gigitan ular merupakan masalah kesehatan yang penting. Di beberapa lokasi, penderita
gigitan ular mengalami morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi karena akses
terhadap pelayanan kesehatan yang buruk, kurang optimal dan pada waktu tertentu
mengalami kesulitan dalam persediaan anti-bisa merupakan satu-satunya terapi fisik
(Medikanto dkk, 2017).

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari gigitan ular ?
2. Apa etiologi dari gigitan ular ?
3. Bagaimana patofisiologi gigitan ular ?
4. Bagaimana tanda dan gejala gigitan ular ?
5. Apa saja pemeriksaan diagnostik pada gigitan ular ?
6. Bagaimana penatalaksanaan gigitan ular ?
7. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan gigitan ular ?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Agar mahasiswa mengetahui pengertian dari gigitan ular
2. Agar mahasiswa mengetahui etiologi dari gigitan ular
3. Agar mahasiswa mengetahui patofisiologi gigitan ular
4. Agar mahasiswa mengetahui tanda dan gejala gigitan ular
5. Agar mahasiswa mengetahui pemeriksaan diagnostik pada gigitan ular
6. Agar mahasiswa mengetahui penatalaksanaan pada gigitan ular
7. Agar mahasiswa mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan gigitan ular

1.4 Manfaat Penulisan


1. Manfaat Teoritis
Hasil dari penyusunan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada semua
pihak, khususnya kepada mahasiswa keperawatan untuk menambah pengetahuan dan
wawasan mengenai keperawatan gawat darurat tentang manajemen asuhan
keperawatan gawat darurat pada pasien gigitan binatang berbisa.
2. Manfaat Praktis
Hasil dari penyusunan makalah ini diharapkan dapat dijadikan sebagai suatu
pembelajaran bagi mahasiswa keperawatan yang nantinya ilmu tersebut dapat
dipahami dan di aplikasikan praktek keperawatan

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Gigitan Ular


Gigitan ular adalah sebuah penyakit lingkungan yang di akibatkan oleh sebuah
gigitan ular yang sangat berbisa yang bisa menimbulkan kematian pada semua makhluk
hidup atau manusia. Di karenakan ular yang berbisa kaya akan racun peptida dan protein
yang dapat mematikan reseptor jaringan pada daerah yang tergigit tersebut (D. A.
Warrell, 2010).
Gigitan ular merupakan suatu luka yang ditimbulkan oleh gigitan ular yang
berasal dari dua buah taringnya yg sangat tajam dan berbisa. Gigitan ular sering terjadi
umunya di bagian tangan dan kaki manusia, jika salah dalam mengantisipasi gigitan ular
dapat mengancam jiwa dan menimbulkan kematian (Bawaskar dan Bawaskar, 2015).
Gigitan ular adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh gigitan ular berbisa. Bisa
ular adalah kumpulan dari terutama protein yang mempunyai efek fisiologik yang luas
atau bervariasi. Yang mempengaruhi sistem multiorgan, terutama neurologik,
kardiovaskuler dan pernapasan (Suzanne Smaltzer dan Brenda G. Bare, 2001).

2.2 Etiologi Gigitan Ular


Karena gigitan ular yang berbisa, terdapat 3 famili ular yang berbisa yaitu :
Elipidae, Viperidae dan Hidrophidae. Bisa ular dapat menyebabkan perubahan lokal
seperti edema dan perdarahan. Banyak bisa yang menimbulkan perubahan lokal, tetapi
tetap dilokasi pada anggota badan yang tergigit. Sedangkan beberapa bisa Elipidae tidak
terdapat lagi dilokasi gigitan dalam waktu 8 jam.
Daya toksik bisa ular yang telah diketahui ada beberapa macam :
1. Bisa Ular Yang Bersifat Racun Terhadap Darah (Hematoxic)
Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah yaitu bisa ular yang menyerang dan
merusak (menghancurkan) sel-sel darah merah dengan jalan menghancurkan stroma
lecethine (dinding sel darah merah), sehingga sel darah merah menjadi hancur dan
larut (hemolysin) dan keluar menembus pembuluh-pembuluh darah, mengakibatkan
timbulnya perdarahan pada selaput tipis (lendir) pada mulut, hidung, tenggorokan
dan lain-lain.

3
2. Bisa Ular Yang Bersifat Saraf (Neurotoxic)
Yaitu bisa ular yang merusak dan melumpuhkan jaringan-jaringan sel saraf tersebut mati
dengan tanda-tanda kulit sekitar luka gigitan tampak kebiru-biruan dan hitam
(Nekrotis). Penyebaran peracunan selanjutnya mempengaruhi susunan saraf dengan
jalan melumpuhkan susunan saraf pusat, seperti saraf pernafasan dan jantung.
Penyebaran bisa ular keseluruh tubuh, ialah melalui pembuluh limpa.
3. Bisa Ular Yang Bersifat Myotoksin
Mengakibatkan rabdomiolisis yang sering berhubungan dengan maemotoksin.
Myoglobinuria yang menyebabkan kerusakan ginjal dan hiperkalemia akibat
kerusakan sel-sel otot.
4. Bisa Ular Yang Bersifat Kardiotoksin
Merusak serat-serat otot jantung yang menimbulkan kerusakan otot jantung.
5. Bisa Ular Yang Bersifat Cytotoksin
Dengan melepaskan histamin dan zat vasoaktifamin lainnya berakibat terganggunya
kardiovaskuler.
6. Bisa Ular Yang Bersifat Cytolitik
Zat ini yang aktif menyebabkan peradangan dan nekrose di jaringan pada tempat
gigitan. (Deddyrin. 2009).

2.3 Patofisiologi Gigitan Ular


Bisa ular diproduksi dan disimpan dalam sepasang kelenjar yang berada dibawah
mata. Bisa dikeluarkan dari taring berongga yang terletak di rahang atasnya. Taring ular
dapat tumbuh hingga 20 mm pada rattlesnake besar. Dosis bisa ular tiap gigitan
bergantung pada waktu yang terlewati sejak gigitan pertama, derajat ancaman yang
diterima ular, serta ukuran mangsanya. Lubang hidung merespon terhadap emisi panas
dari mangsa, yang dapat memungkinkan ular untuk mengubah jumlah bisa yang
dikeluarkan. Bisa biasanya berupa cairan. Protein enzimatik pada bisa menyalurkan
bahan-bahan penghancurnya. Protease, kolagenase, dan arginin ester hidrolase telah di
identifikasi pada bisa pit viper. Efek lokal dari bisa ular merupakan penanda potensia
untuk kerusakan sistemik dari fungsi sistem organ. Salah satu efeknya adalah perdarahan
lokal, koagulopati biasanya tidak terjadi saat venomasi. Efek lainnya, berupa edema
lokal, meningkatkan kebocoran kapiler dan cairan interstitial di paru-paru. Mekanisme
pulmoner dapat berubah secara signifikan. Efek akhirnya berupa kematian sel yang dapat

4
meningkatkan konsentrasi asam laktat sekunder terhadap perubahan status volume dan
membutuhkan peningkatan minute ventilasi. Efek blokade neuromuskuler dapat
menyebabkan perburukan pergerakan diafragma. Gagal jantung dapat disebabkan oleh
asidosis dan hipotensi. Myonekrosis disebabkan oleh myoglobinuria dan gangguan
ginjal (Daley, Brian James MD, 2010)

2.4 Pathway

Ansietas

Resiko
Nyeri akut
Infeksi

Hipertermia

Nyeri akut
Pola Napas Tidak Efektif

2.5 Tanda dan Gejala Gigitan Ular


Penelitian Gilang dan Oktafany (2017), menjelaskan tanda dan gejala pada
gigitan ular dapat di bagi kedalam 4 skala berdasarkan derajat berat pada sebuah gigitan
ular berbisa yaitu:
1. Derajat 1 = tidak ada gejala (minor)
Terdapat sebuah tanda bekas gigitan/taring, tidak terdapat adanya edem, tidak terasa
nyeri, tidak ada koagulopati, serta tidak didapati gejala sistemik.
2. Derajat 2 = gejala lokal (moderate)

5
Terdapat sebuah tanda bekas gigitan/taring, serta edem lokal, tidak disertai gejala
sistemik dan koagulopati.
3. Derajat 3 = gejala berkembang pada daerah regional (severe)
Terdapat sebuah tanda bekas gigitan/taring, disertai edem regional 2 segmen dari
ekstremitas, terdapat nyeri yang tidak dapat diatasi dengan obat analgesik, tidak ada
gejala sistemik dan koagulopati.
4. Derajat 4 = gejala sistemik (major)
Terdapat sebuah tanda bekas gigitan/taring, disertai edem yang cukup luas dan terdapat
tanda sistemik (mual, muntah, pusing, nyeri kepala, sakit pada perut, dan dada syok),
serta trombosis sistemik.
Pada umumnya gigitan ular ini terjadi pada derajat 2 (moderate) dan derajat 4
(major). Pada derajat 2 = gejala lokal (moderate) biasanya terjadi pada luka bekas gigitan
ular berbisa berubah warna menjadi kemerahan, bengkak, terdapat pendarahan, terasa
seperti terbakar, nyeri,ekimosis dan kesemutan. Sedangkan di derajat 4 = gejala sistemik
(major) ini yang harus diwaspadai antara lain seperti gangguan pengelihatan (kabur atau
buram), gejala neurologis (sakit kepala, pusing), gejala pada kardiovaskuler (berdetak
kencang atau keras, hipotensi), gejala sistem pencernaan (terasa mual-mual, muntah-
muntah), dan gejala lainnya yang muncul seperti kelemahan otot, hipersallivasi, serta
demam.

2.6 Pemeriksaan Diagnostik pada Gigitan Ular


1. Pemeriksaan Laboratorium Darah :
a. 20 Minute Whole Bloot Clotting Test : pemerikasaan sensitif untuk mendeteksi
gangguan koagulasi darah. Darah vena dimasukkan kedalam botol kaca murni
yang belum pernah di gunakan, didiamkan selama 20 menit, jika darah tidak
membeku berarti terjadi gangguan koagulasi darah akibat bisa ular.
b. Pemeriksaan koagulasi darah lainnya: Prothrombin time, Activated Partial
Thromboplastin Time, International Normalized Ratio dapat memanjang. Produk
degradasi fibrinogen seperti D-dimer dapat meningkat.
c. Pemeriksaan darah lainnya meliputi leukosit, trombosit, Hemoglobin, hematokrit
dan hitung jenis leukosit. Faal Hemostasis Cross Match, Serum elektrolit, Faal
ginjal

d. Pemeriksaan Darah Kimia : ureum, kreatinin, serum meningkat pada gagal ginjal

6
akut.
e. Anlisis Gas Darah : menunjukkan gagal nafas pada neurotosisitas dan aseidemia
akibat asidosis metabolik atau respiratorik.
2. Pemeriksaan Urinalis : untuk mendeteksi myoglubinuria (hematuria, gilkosuria,
proteinuria).
3. Pemeriksaan Radiologi :
a. Rontgen thoraks : mendeteksi edema pulmonal, perdarahan paru, red cell casts,
efusi pleura, pneumonia sekunder.
b. USG : menilai area lokalis ada tidaknya thrombosis vena, mendeteksi efusi pleura
dan pericardial, mendeteksi perdarahan pada rongga-rongga tubuh
(intraabdominal, intratorakal, retroperitoneal).
c. ECG (Electrocardiogram) : perubahan dan abnormalitas EKG termasuk
takiaritmia, bradikardia, perubahan segmen ST, blok AV dan tanda hiperkalemia.
d. Echokardiografi : mendeteksi penurunan fraksi ejeksi pada pasien dengan
hipotensi dan syok.

2.7 Penatalaksanaan Gigitan Ular


Prinsip Penanganan Pada Korban Gigitan Ular
1. Menghalangi atau memperlambat absorbsi bisa ular.
2. Menetralkan bisa ular yang masuk kedalam sirkulasi darah
3. Mengobati atau mengatasi efek lokal dan sistemik. (Sudoyo, 2006).
4. Pertolongan pertama, pastikan dan sekitar aman dan ular telah pergi secara
pertolongan medis jangan tinggalkan korban selanjutnya lakukan prinsip RIGT
yaitu:
R (Reassure) : yakinkan kondisi korban, tenangkan dan istrihatkan korban dalam posisi
horizontal terhadap luka gigitan, kepanikan akan menaikan tekanan darah dan nadi
sehingga racun akan lebih cepat menyebar ke tubuh. Terkadang pasien pingsan/
panik karena kaget.
I (Immobilisation) : jangan menggerakan korban, untuk tidak berjalan atau lari. Jika
dalam waktu 30 menit pertolongan medis tidak datang, lakukan tehnik balut tekan
(pressure immobilisation) pada daerah sekitar gigitan (tanggan atau kaki) lihat
prossure immobilisation (balut tekan), tujuannya adalah untuk menahan aliran limfe,
bukan menahan aliran arteri atau vena.
Prosedur Pressure Immobilization (balut tekan) :

7
Balut tekan pada kaki :
1. Istirahatkan (immobilisasikan) Korban.
2. Keringkan sekitar luka gigitan.
3. Gunakan pembalut elastis.
4. Jaga luka lebih rendah dari jantung.
5. Sesegera mungkin, lakukan pembalutan dari bawah pangkal jari kaki naik ke atas.
6. Biarkan jari kaki jangan dibalut.
7. Jangan melepas celana atau baju korban.
8. Balut dengan cara melingkar cukup kencang namun jangan sampai menghambat
aliran darah (dapat dilihat dengan warna jari kaki yang tetap pink).
9. Beri papan/pengalas keras sepanjang kaki.

Balut tekan pada tangan:


1. Balut dari telapak tangan naik keatas. ( jari tangan tidak dibalut)
2. Balut siku & lengan dengan posisi ditekuk 90 derajat.
3. Lanjutkan balutan ke lengan sampai pangkal lengan.
4. Pasang papan sebagai fiksasi.
5. Gunakan mitela untuk menggendong tangan.

G (Get) : bawah korban kerumah sakit sesegera dan seaman mungkin.


T (Tell to Doctor) : informasikan ke dokter tanda dan gejala yang muncul pada
korban.
Penatalaksanaan Selanjutnya di Rumah Sakit :
1. Di bawah ke Emergency Room, dan melakukan ABC (penatalaksanaan Airway,
Breathing dan Circulation).
2. Berikan pertolongan pertama pada luka gigitan (verban ketat dan luas di atas luka,
imobilisasi (dengan bidai bila perlu).
3. Insisi luka pada 1 jam pertama setelah digigit akan mengurangi toksin 50%
4. Pada penatalaksanaan sirkulasi, berikan IVFD RL 16-20 tpm.
5. Sampel (5-10 ml) darah untuk pemeriksaan : waktu protrombin, APTT, INR,
fibrinogen dan Hb, leukosit, trombosit, kreatinin, BUN, elektrolit (terutama K).
Periksa waktu pembekuan darah, jika > 10 menit, maka menunjukkan kemungkinan
adanya koagulopati.
6. Berikan SABU (Serum Anti Bisa Ular, pivalen 1 ml berisi :

8
a. 10-50LD50 bisa Ankystrodon
b. 25-50LD50 bisa Bungarus
c. 25-51LD50 bisa Nayasputarix .
Teknik pemberian : 2 vial @ 5ml intravena dalam 500 ml NaCl 0,9% atau Dextrose
5% dengan kecapatan 30-40 tetes/menit. SABU maksimal 100 ml (20 vial).
Infiltrasi lokal pada luka tidak dianjurkan.
7. Heparin 20.000 unit per 24 jam
8. Monitor diathese hemorhagi setelah 2 jam, bila tidak membaik, tambah 2 flacon
SABU lagi. SABU maksimal diberikan 300 cc (1 flacon = 10 cc).
9. Bila ada tanda-tanda laryngospasme, bronchospasme, urtikaria atau hipotensi berikan
adrenalin 0,5 mg/IM, hydrocortisone 100 mg IV.
10. Observasi pasien minimal 1 x 24 jam.
11. Catatan: Jika terjadi syok anafilatik karena SABU, SABU harus dimasukkan secara
cepat sambil diberi adrenalin.
12. Penanganan daerah gigitan ular

Untuk mengantisipasi terjadinya infeksi bakteri pada luka gigitan ular dapat diberikan

antibiotik spektrum luas seperti amoksisilin, sefalosporin yang ditambah dosis

tunggal gentamisin dan ditambah metronidazol, bila di jumpai adanya infeksi

bakteri sekunder maka dapat diberikan profilaksis tetanus (Nia & Latief Abdul,

2003).

9
2.8 Konsep Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gigitan Ular
1. Pengkajian Keperawatan
a. Data Umum
1)    Identitas Pasien meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
status pernikahan, agama, no RM, diagnosa medis, tanggal masuk rumah
sakit dan alamat.
2)    Identitas Penanggun Jawab meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan,
hubungan dengan pasien dan alamat.
b.      Keluhan utama : Nyeri di sertai demam,  mual, muntah, merah dan oedem pada
daerah gigitan, gatal-gatal, sesak nafas.
c.       Pengkajian Primer (A,B,C,D & E)
1)      Airway : Tidak ada sumbatan benda asing, tidak ada sputum, tidak ada
darah, tidak ada lendir.
2)      Breathing :  klien mengalami sesak nafas, penggunaan otot bantu
pernapasan, RR = 32 x/menit, pemgembangan dada simetris, suara nafas
vesikuler.
3)      Circulation :   ada perdarahan ditungkai kiri karena gigitan ular, N=
52x/menit, CRT > 3 detik, akral hangat, sianosis, Bunyi jantung : normal S1
dan S2.
4)      Disability : Penurunan kesadaran komposmentis (E4V5M5), Pupil : isokor
(2mm)
5)      Exposure : terdapat perdarahan pada luka gigitan ular, adanya edema pada
luka, memar.
d.      Pengkajian Sekunder
Pemeriksaan Fisik
1)     Keadaan Umum
Kesadaran : komposmentis, GCS : 14
TTV = TD : Normal (n: 120/80 mmHg), Suhu : 36,0 oC -  37,0oC, Nadi : 60-100
x/mnt, RR : Normal (n : 16-20 x/mnt), Berat Badan :     Tinggi Badan :
a)      Riwayat Penyakit Sekarang : kaji apakah klien sebelum masuk rumah

10
sakit memiliki riwayat penyakit yang sama ketika klien masuk rumah
sakit
b)      Riwayat Penyakit Dahulu : Kaji apakah klien pernah menderita penyakit
ini sebelumnya.
c)      Riwayat Penyakit Keluarga : kaji apakah adanya keluarga yang
menderita penyakit yang sama.
2)      Keadaan khusus :
Lakukan pemeriksaan fisik head to toe dengan menggunakan teknik IAPP
3) Pemeriksaan laboratorium
1. Penghitungan jumlah sel darah
2. Pro trombine time dan activated partial tromboplastin time
3. Fibrinogen dan produk pemisahan darah
4. Tipe dan jenis golongan darah
5. Kimia darah, termasuk elektrolit, BUN dan Kreatinin
6. Urinalisis untuk myoglobinuria
7. Analisis gas darah untuk pasien dengan gejala sistemik
4) Pemeriksaan penunjang lainnya
a. EKG
b. Thorax photo untuk pasien dengan edema pulmonum
c. Radiografi untuk mencari taring ular yang tertinggal

2. Diagnosis Keperawatan
a. (D.0080) Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap kematian ditandai
dengan merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi, tampak
gelisah dan tampak tegang
b. (D.0142) Resiko infeksi berhubungan dengan statis cairan tubuh
c. (D.0130) Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan suhu
tubuh diatas nilai normal, kulit merah, kejang, takikardi, takipnea, dan kulit terasa
hangat
d. (D.0077) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik ditandai dengan
mengeluh nyeri, tampak meringis, gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur,
dan pola napas berubah
e. (D.0005) Pola napas tidak efektif berhubugan dengan deformitas dinding dada
ditandai dengan dispnea, penggunaan otot bantu pernapasan, pola napas abnormal

11
(mis. takipnea, bradipnea, hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stokes), dan ekskursi
dada berubah

3. Intervensi Keperawatan

Tujuan dan
Diagnosis Intervensi Keperawatan
No Kriteria Hasil Rasional
Keperawatan (SIKI)
(SLKI)
1 Anseitas Setelah dilakukan Reduksi Ansietas (I.09314)
(D.0080) Tindakan Observasi : Observasi:
keperawatan 1. Identifikasi saat tingkat 1. Mengidentifikasi
selama, ……x….. ansietas berubah penyebab terjadinya
jam, diharapkan misalnya kondisi, waktu, perubahan tingkat
Anseitas menurun stresor ansietas pada pasien
dengan kriteria 2. Monitor tanda tanda 2. Untuk mengetahui tanda
hasil: ansietas (verbal dan tanda ansietas pasien
Tingkat Anseitas nonverbal)
(L.09093)
1. Verbalisasi Terapeutik: Terapeutik:
kebingunganmenuru 1. Ciptakan suasanya 1. Meberikan lingkungan
n terapeutik untuk yang nyaman kepada
2. Verbalisasi menumbuhkan pasien dan
khawatir akibat kepercayaan menumbuhkan rasa
kondisi yang nyaman anatara pasien
dihadapi menurun dan perawat
3. Perilaku 2. Temani pasien untuk 2. Membatu pasien dalam
gelisah menurun mengurangi kecemasan mengurangi ansietasnya
4. Perilaku 3. Pahami situasi yang 3. Untuk meberikan
tegang menurun menbuat ansietas suasana terapeutik
5. Konsentrasi kepada pasien
membaik

12
6. Pola tidur Edukasi : Edukasi :
membaik 1. Informasikan secara 1. Memberikan informasi
factual mengenai kepada pasien agar
diagnosis, pengoatan, pasien mengerti dengan
dan prognosis masalah kesehatan, cara
pengeobatan

Kolaborasi Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian 1. Untuk mengurangi tigkat
obat antiansietas jika ansietas yang di rasanya
perlu pasien

2 Risiko Infeksi Setelah Pencegahan Infeksi


(D.0142) dilaksanakan (I.14539)
tindakan Observasi : Observasi :
keperawatan selama 1. Monitor tanda dan gejala 1. Memonitor tanda dan
..... x ...... jam, infeksi lokal dan gejala infeksi sangat
diharapkan tingkat sistemik penting dalam
infeksi menurun penanganan infeksi
(L.14137), dengan
kriteria hasil : Terapeutik : Terapeutik :
1. Kebersihan 1. Batasi jumlah 1. Semakin sedikit jumlah
tangan pengunjung pengunjung, maka risiko
meningkat (5) infeksi semakin kecil
2. Kebersihan
badan 2. Berikan perawatan kulit 2. Perawatan kulit
meningkat (5) pada area edema bertujuan mencegah
3. Demam kerusakan integritas
menurun (5) kulit dan mengurangi
4. Kemerahan infeksi
menurun (5) 3. Cuci tangan sebelum 3. Mencuci tangan dapat
5. Nyeri menurun dan sesudah kontak merunkan risiko
(5) dengan pasien dan terjadinya infeksi
6. Bengkak lingkungan pasien nosokomial

13
menurun (5) 4. Pertahankan teknik 4. Mengontrol dan
7. Kadar sel darah aseptik pada pasien mengurangi faktor
putih membaik berisiko tinggi pencetus infeksi
(5) Edukasi : Edukasi :
8. Kultur urine 1. Jelaskan tanda dan 1. Pencegahan infeksi
membaik (5) gejala infeksi dapat dilakukan
9. Kultur area dengan mendeteksi
luka membaik tanda dan gejala
(5) infeksi lebih awal
2. Ajarkan cara mencuci 2. Mencuci tangan yang
tangan yang benar baik dan benar dapat
menurunkan risiko
infeksi
Kolaborasi : Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian 1. Imunisasi dapat
imunisasi, jika perlu meningkatkan sistem
kekebalan tubuh terhadap
infeksi
3 Hipertermia Setelah dilakukan Manajemen Hipertermia
(D.0130) Tindakan (I.15506)
keperawatan Observasi : Observasi:
selama, ……x….. 1. Identifikasi penyebab 1. Mengidentifikasi
jam, diharapkan hipertermia (misalnya, penyebab terjad
hipertermia dehidrasi, terpapar hipertermia pada pasien
menurun dengan lingkungan panas,
kriteria hasil : penggunaan incubator)
Termoregulasi 2. Monitor suhu tubuh 2. Untuk mengetahui suhu
(L.14134) tubuh pasien
1. Menggigil 3. Monitor kadar elektrolit 3. Untuk mengetahui kadar
menurun elektrolit dalam tubuh
2. Kulit merah pasien
menurun 4. Monitor komplikasi 4. Mengetahui factor yang
3. Suhu tubuh akibat hipertermia dapat memperberat
membaik masalah pasien

14
4. Suhu kulit
membaik Terapeutik : Terapeutik :
1. Sediakan lingkungan 1. Meberikan lingkungan
yang dingin yang nyaman kepada
pasien
2. Berikan cairan oral 2. Untuk memenuhi
kebutuhan cairan dalam
tubuh pasien
3. Lakukan pendinginan 3. Menurunkan suhu tubuh
eksternal misalnya pasien
kompres dingin pada
dahi, leher dada,
abdomen, aksila

Edukasi : Edukasi :
1. Anjurkan tirah baring 1. Memberikan informasi
kepada pasien agar
melakukan tirah baring
agar lebih nyaman dan
mepermudah penurunan
suhu tubuh pasien

Kolaborasi : Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian 1. Menurunkan suhu tubuh
cairan dan elektrolit pasien dan memenuhi
intravena jika perlu kebutuhan cairan dan
elektrolit
4 Nyeri Akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri (I.08238)
(D.0077) Tindakan Observasi : Observasi:
keperawatan 1. Identifikasi lokasi, 1. Mengidentifikasi lokasi,
selama, ……x….. karakteristik, durasi, karakteristik, durasi,
jam, diharapkan frekuensi, kualitas, frekuensi, kualitas,
tingkat nyeri intensitas nyeri intensitas nyeri
menurun dengan 2. Identifikasi skala nyeri 2. Untuk mengetahui

15
kriteria hasil : tingkat nyeri
Tingkat Nyeri 3. Identifikasi respon nyeri 3. Untuk mengetahui
(L.08066) non verbal respon nyeri non verbal
1. Keluhan nyeri 4. Identifikasi factor yang 4. Mengetahui factor yang
menurun memperberat dan memperberat dan
2. Meringis memperingan nyeri memperingankan nyeri
menurun pasien
3. Gelisah
menurun Terapeutik : Terapeutik :
4. Kesulitan tidur 1. Berikan Teknik 1. Mengalihkan perhatian
menurun nonfarmakologis untuk terhadap nyeri,
mengurangi rasa nyeri meningkatkan control
(mis. Tehnik nafas terhadap nyeri yang
dalam, kompres mungkin berlangsung
hangat/dingin) lama
2. Kontrol lingkungn yang 2. Memberikan ketenangan
memperberat rasa nyeri kepada pasien dan
menurunkan nyeri
3. Fasilitasi istirahat dan 3. Mengoptimalkan
tidur istirahat pasien dan
menurunkan rasa nyeri

Edukasi : Edukasi :
1. Jelaskan penyebab, 1. Memberikan informasi
periode, dan pemicu kepada pasien mengenai
nyeri penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi 2. Memudahkan pasien
meredakan nyeri dalam menurunkan nyeri

Kolaborasi : Kolaborasi :
1. Kolaborasi dalam 1. Menurunkan nyeri melalui
pemberian analgetic mekanisme penghambat
(jika perlu) rangsang nyeri baik secara

16
sentral maupun perifer

5 Pola Nafas Setelah diberikan Manajemen Jalan Nafas


Tidak Efektif asuhan keperawatan (I.01011)
(D.0005) selama …x… jam Observasi : Observasi :
diharapkan pola 1. Monitor pola nafas 1. Untuk mengetahui retraksi
nafas membaik (frekuensi, kedalaman, dinding dada
(L.01004) dengan usaha nafas)
kriteria hasil : 2. Monitor bunyi nafas 2. Untuk megetahui adanya
1. Ventilasi tambahan (mis. Gurgling, atau tidak kelainan pada
semenit mengi, wheezing, ronkhi) suara napas
meningkat 3. Monitor sputum (jumlah, 3. Mengetahui jumlah,
2. Kapasitas vital warna, aroma) warna, aroma sputum
meningkat
3. Diameter Terapeutik : Terapeutik :
thoraks anterior- 1. Pertahankan kepatenan 1. Agar pasien dapat
posterior jalan nafas dengan head bernapas dengan mudah
meningkat tilt chin lift (jaw thrust
4. Tekanan jika curiga trauma
ekspirasi servikal)
meningkat 2. Posisikan 2. Agar membuka jala nafas
5. Tekanan semifowler/fowler
inspirasi 3. Berikan minuman hangat 3. Agar merasa tenang dan
meningkat nyaman
6. Dispnea 4. Lakukan fisioterapi dada 4. Meminimalkan dan
menurun jika perlu mencegah
7. Penggunaan sumbatan/obstruksi
otot bantu nafas saluran pernapasan
menurun 5. Lakukan pengisapan 5. Pengisapan lendir tidak
8. Pemanjangan lendir kurang dari 15 selalu rutin dan waktu
fase ekspirasi detik harus dibatasi untuk
menurun mencegah hipoksia
9. Ortopnea 6. Lakukan hiperoksigenasi 6. Untuk menstabilkan KU
menurun sebelum penghisapan pasien

17
10. Pernafasan endotrakeal
pursed lip 7. Keluarkan sumbatan 7. Agar memudahkan
menurun benda padat dengan megeluarkan sumbatan
11. Pernafasan forsep McGill beda padat dengan forsep
cuping hidung McGill
menurun 8. Berikan oksigen jika 8. Untuk memenuhi kadar
12. Frekuensi nafas perlu oksigen dalam tubuh
membaik
13. Kedalaman Edukasi : Edukasi :
nafas membaik 1. Anjurkan asupan cairan 1. Memenuhi kebutuhan
14. Ekskursi dada 200 ml/hari, jika tidak cairan
membaik kontraindikasi
2. Ajarkan teknik batuk 2. Dapat memudahkan
efektif pengeluaran secret yang
melekat dijalan napas

Kolaborasi : Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian 1. Pemberian bronkodilator,
bronkodilator, ekspektoran, dan
ekspektoran, mukolitik, mukolitik agar
jika perlu memudahkan secret lepas
dari perlengketan jalan
napas

4. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan/implementasi merupakan tahap keempat dalam proses keperawatan
dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang
telah direncanakan. Dalam tahap ini perawat harus mengetahui berbagai hal,
diantaranya bahaya fisik dan perlindungan kepada pasien, teknik komunikasi,
kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman tentang hak-hak pasien tingkat
perkembangan pasien. Dalam tahap pelaksanaan terdapat dua tindakan yaitu tindakan
mandiri dan tindakan kolaborasi. (Aziz Alimul. 2009. Pengantar Kebutuhan Dasar
Manusia, Buku 1 : 111).

18
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang bertujuan untuk
menilai keberhasilan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Setelah
dilaksanakan tindakan keperawatan maka hasil yang diharapkan adalah sesuai dengan
rencana tujuan yaitu :
a. Ansietas menurun
b. Resiko infeksi menurun
c. Hipertermia menurun
d. Nyeri akut menurun
e. Pola napas tidak efektif membaik

19
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Keracunan adalah keadaan sakit yang ditimbulkan oleh racun. Bahan racunyang
masuk ke dalam tubuh dapat langsung mengganggu organ tubuh tertentu. Salah satu
penyebab keracunan adalah gigitan ular.Gejala- gejala awal terdiri dari satuatau lebih
tanda bekas gigitan ular,rasa terbakar, nyeri ringan, dan pembengkakan lokal yang
progresif. Bisa ular bersifat stabil dan resisten terhadap perubahan temperatur, sementara
komplikasi yang dapat timbul, yaitu syok hipovolemi,edema paru, gagal napas, bahkan
kematian. Untuk mengatasi hal tersebut maka untuk pertolongan pertama, jangan
menunda pengiriman kerumah sakit, lakukan evaluasi klinis lengkap. Kecepatan
pertolongan sangat mempengaruhi keselamatan jiwa klien,maka dari itu sebagai tenaga
kesehatan kita hendaklah bersikap cepat tanggap terhadap kasus-kasus kegawatdaruratan.

3.2 Saran
Sebagai mahasiswa keperawatan diharapkan dapat memahami
keperawatan gawat darurat sehingga dapat mengaplikasikannya dengan baik pada
saat berada dirumah sakit maupun di masyarakat.

20
DAFTAR PUSTAKA

Adiwinata, R., dan Nelwan, E. J. 2015. Snake Bite in Indonesia. Acta Medica Indonesiana -
The Indonesian Journal of Internal Medicine, 47(April), 358– 365.

Brunner and Suddarth, (2002). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. Edisi 8. Volume 1.
Jakarta : ECG

Bush, S. P. 2004. Snakebite Suction Devices Don’t Remove Venom: They Just Suck. Annals
of Emergency Medicine, 43(2), 187–188.
https://doi.org/10.1016/j.annemergmed.2003.10.031

Corwin. J. Elizabeth, (2001). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC

Mansjoer. Arif. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta : EGC.

Setyohadi, B., dkk. 2011. Kegawat Daruratan Penyakit Dalam (Edisi 2). Jakarta pusat:
Interna Publishing.

Warrell, D. a. 2005. Guidelines for the Clinical Management of Snake-Bites in the south-
East Asia Region. World Health Organization, Regional Office for South East Asia,
New Delhi, 1–77.

Warrell, D. A. 2010. Snake Bite. The Lancet, 375(9708), 77–88.


https://doi.org/10.1016/S0140-6736(09)61754-2

https://www.academia.edu/16663854/MAKALAH_GIGITAN_ULAR_BAB_I_IV
http://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/92874/Denny%20Dwi%20Kurnia
%20Putra%20-%20172310101224.pdf?sequence=1&isAllowed=y

21

Anda mungkin juga menyukai