Disusun Oleh :
Kelompok 6 3D4
Cindy Shafira Azzahra (P21335120008)
Devina Auliya Fazrin (P21335120010)
Fadillah Aprilia Kurniawan (P21335120014)
Nabilah Kurnia Putri (P21335120026)
Nur Rokhmat Hendro Prasetyo (P21335120029)
i
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Peranan Vektor dan
Binatang Penggangu (tikus) sebagai penularan penyakit” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen
pada mata kuliah PVBP-B . Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah PVBP-B yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan
bidang studi yang kami tekuni.
Kami menyadari, makalah yang ditulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Jakarta, 2022
Kelompok 6
ii
Daftar Isi
COVER........................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Karakteristik Binatang Penganggu (tikus)................................................. 2
2.2 Jenis-jenis Penularan Vektor Penyakit....................................................... 5
2.3 Penularan Vektor sebagai Penularan Penyakit......................................... 5
2.4 Penularan Binatang Penganggu (tikus) sebagai Penularan Penyakit...... 13
2.5 Pengendalian Vektor dan Binatang Pengganggu (tikus)........................... 14
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.................................................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I PENDAHULUAN
Keberadaan vektor dan tikus di lingkungan kehidupan manusia sudah dimulai sejak pertama
kali manusia menciptakan tempat untuk bermukim. Bangunan tempat tinggal manusia
memberikan tempat pula bagi berbagai vektor dan tikus untuk berlindung, memperoleh makanan
dan berkembang biak. Dengan kondisi lingkungan yang relatif tidak ekstrim dan bebas dari musuh-
musuh alaminya serta tercukupinya kebutuhan makanan, maka populasi vektor dan tikus di
permukiman dapat terus meningkat sedemikian rupa sehingga menimbulkan masalah bagi
kesehatan manusia. Vektor dan tikus dapat merugikan kesehatan manusia, merusak lingkungan
hidup manusia dan pada gilirannya akan mengganggu kesejahteraan hidup manusia, oleh karena
itu keberadaan vektor dan tikus tersebut harus dikendalikan. Pengendalian vektor dan tikus adalah
suatu upaya untuk mengurangi atau menurunkan populasi vektor dan tikus tersebut ke suatu tingkat
yang tidak mengganggu ataupun membahayakan kehidupan manusia. Masalah umum yang
dihadapi dalam bidang kesehatan adalah jumlah penduduk yang besar dengan angka pertumbuhan
yang cukup tinggi dan penyebaran penduduk yang belum merata, tingkat pendidikan dan sosial
ekonomi yang masih rendah.Keadan ini dapat menyebabkan lingkungan fisik dan biologis yang
tidak memadai sehingga memungkinkan berkembang biaknya vektor penyakit. Dalam menuju
Indonesia sehat tahun 2011 dan untuk mewujudkan kualitas dan kuantitas lingkungan yang bersih
dan sehat serta untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal sebagai salah satu
unsur kesepakatan umum dari tujuan nasional, sangat diperlukan pengendalian vektor penyakit.
Pembangunan bidang kesehatan saat ini diarahkan untuk menekan angka kematian yang
disebabkan oleh berbagai penyakit yang jumlahnya semakin meningkat. Masalah umum yang
dihadapi dalam bidang kesehatan adalah jumlah penduduk yang besar dengan angka pertumbuhan
yang cukup tinggi dan penyebaran penduduk yang belum merata, tingkat pendidikan dan sosial
ekonomi yang masih rendah. Keadaan ini dapat menyebabkan lingkungan fisik dan biologis yang
tidak memadai sehingga memungkinkan berkembang biaknya vektor penyakit (Menkes, 2010).
Makhluk hidup terutama manusia dapat tertular penyakit melalui vektor yang membawa agent
penyakit, misalnya dengan menggigit dan menghisap darah dari orang yang sakit lalu kepada orang
yang rentan, sehingga ia pun dapat tertular dan menjadi sakit. Vektor penyakit merupakan serangga
1
yang menjadi penular agent penyakit tertentu, misalnya vektor penyakit DBD yaitu nyamuk Aedes
aegypti betina dan vektor penyakit diare yaitu Periplaneta Americana (kecoa) dan Musca
domestica (lalat rumah). Jadi suatu vektor penyakit sudah lebih spesifik mengenai apa penyakit
yang ditularkan oleh vektor tersebut. Jumlah populasi vektor di lingkungan sekitar terkadang dapat
mengalami peningkatan karena dipengaruhi beberapa faktor, misalnya perubahan musim,
pencahayaan ruangan, kebersihan lingkungan, dan lain sebagainya, sehingga jumlah orang sakit
karena tertular pun akan meningkat pula.
Maka dari itu perlu dilakukan pengendalian terhadap vektor penyakit. Menurut PERMENKES
RI Nomor 374/Menkes/Per/III/2010 tentang Pengendalian Vektor, pengendalian vektor adalah
semua kegiatan atau tindakan yang ditujukan untuk menurunkan populasi vektor serendah
mungkin sehingga keberadaannya tidak lagi berisiko untuk terjadinya penularan penyakit oleh
vektor di suatu wilayah atau menghindari kontak masyarakat dengan vektor sehingga penularaan
penyakit dapat di cegah. Upaya pengendalian vektor dan tikus selama ini berevolusi selaras dengan
perkembangan peradaban manusia berikut penguasaan teknologinya, sehingga tercipta metoda,
teknik, alat, serta adanya senyawa-senyawa kimia yang efektif untuk mengendalikan vektor dan
tikus.
2
BAB II PEMBAHASAN
a. Klasifikasi
Tikus dan mencit termasuk familia Muridae dari kelompok mamalia (hewan menyusui). Para ahli
zoologi (ilmu hewan) sepakat untuk menggolongkannya kedalam ordo Rodensia (hewan yang
mengerat), subordo Myomorpha,famili Muridae, dan sub famili Murinae. Untuk lebih jelasnya,
tikus dapat diklasifikasikan sbb :
Dunia : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mammalia
Subklas : Theria
Ordo : Rodentia
Famili : Muridae
2. Biologi
Anggota Muridae ini dominan disebagian kawasan didunia. Potensi reproduksi tikus dan mencit
sangat tinggi dan ciri yang menarik adalah gigi serinya beradaptasi untuk mengerat (mengerat +
menggigit benda-benda yang keras). Gigi seri ini terdapat pada rahang atas dan bawah, masing-
masing sepasang. Gigi seri ini secara tepat akan tumbuh memanjang sehingga merupakan alat
potong yang sangat efektif. Tidak mempunyai taring dan graham (premolar). Karakteristik lainnya
3
adalah cara berjalannya dan perilaku hidupnya. Semua rodensia komensal berjalan dengan telapak
kakinya. Beberapa jenis Rodensia adalahRattus norvegicus, Rattus rattus diardi, Mus musculus
yang perbandingan bentuk tubuhnya seperti terlihat pada gambar 1. Rattus norvegicus (tikus got)
berperilaku menggali lubang ditanah dan hidup dilibang tersebut. Sebaliknya Rattus rattus diardii
(tikus rumah) tidak tinggal ditanah tetapi disemak-semak dan atau diatap bangunan. Bantalan
telapak kaki jenis tikus ini disesuaikan untuk kekuatan menarik dan memegang yang sangat baik.
Hal ini karena pada bantalan telapak kaki terdapat guratan-guratan beralur, sedang pada rodensia
penggali bantalan telapak kakinya halus (Gambar 2). Mus musculus (mencit) selalu berada di
dalam bangunan, sarangnya bisa ditemui di dalam dinding, lapisan atap (eternit), kotak
penyimpanan atau laci.
Gambar 1. Beberapa jenis rodensia (tikus dan mencit) berdasarkan ukuran bentuk tubuhnya
3. Morfologi
Karakteristik morfologi dari R. norvegicus, R. ratus diardii dan M. musculus dapat diihat pada
tabel 1. Tabel : 1 Kunci Identifikasi Melalui Ciri Morfologi Tikus Rumah
4
4. Reproduksi
Tikus dan mencit mencapai umur dewasa sangat cepat, masa kebuntingannya sangat pendek dan
berulang-ulang dengan jumlah anak yang banyak pada setiap kebuntingan. Keadaan semacam ini
dapat dilihat pada tabel 2 dan Gambar 3.
5
Gambar 3. Siklus hidup tikus
Tikus dikenal sebagai binatang kosmopolitan yaitu menempati hampir di semua habitat (Lampiran
1). Habitat dan kebiasaan jenis tikus yang dekat hubungnnya dengan manusia adalah sebagai
berikut :
a. R. norvegicus
Menggali lubang, berenang dan menyelam, menggigit bendabenda keras seperti kayu bangunan,
aluminium dsb. Hidup dalam rumah, toko makanan dan gudang, diluar rumah, gudang bawah
tanah, dok dan saluran dalam tanah/riol/got.
b. R. ratus diardii
Sangat pandai memanjat, biasanya disebut sebagai pemanjat yang ulung, menggigit benda-benda
yang keras. Hidup dilobang pohon, tanaman yang menjalar. Hidup dalam rumah tergantung pada
cuaca.
c. M. musculus
Termasuk rondensia pemanjat, kadang-kadang menggali lobang, menggigit hidup didalam dan
diluar rumah.
6
Rodensia termasuk binatang nokturnal, keluar sarangnya dan aktif pada malam hari untuk mencari
makan. Untuk itu diperlukan suatu kemampuan yang khusus agar bebas mencari makanan dan
menyelamatkan diri dari predator (pemangsa) pada suasana gelap.
1) Mencium
Rodensia mempunyai daya cium yang tajam, sebelum aktif/keluar sarangnya ia akan mencium-
cium dengan menggerakkan kepala kekiri dan kekanan. Mengeluarkan jejak bau selama orientasi
sekitar sarangnya sebelum meninggalkannya. Urin dan sekresi genital yang memberikan jejak bau
yang selanjutnya akan dideteksi dan diikuti oleh tikus lainnya. Bau penting untuk Rodensia karena
dari bau ini dapat membedakan antara tikus sefamili atau tikus asing. Bau juga memberikan tanda
akan bahaya yang telah dialami.
2) Menyentuh
Rasa menyentuh sangat berkembang dikalangan rodensia komensal, ini untuk membantu
pergerakannya sepanjang jejak dimalam hari. Sentuhan badan dan kibasan ekor akan tetap
digunakan selama menjelajah, kontak dengan lantai, dinding dan benda lain yang dekat sangat
membantu dalam orientasi dan kewaspadaan binatang ini terhadap ada atau tidaknya rintangan
didepannya.
3) Mendengar
Rodensia sangat sensitif terhadap suara yang mendadak. Disamping itu rondesia dapat mendengar
suara ultra. Mengirim suara ultrapun dapat.
4) Melihat
Mata tikus khusus untuk melihat pada malam hari, Tikus dapat mendekteksi gerakan pada jarak
lebih dari 10 meter dan dapat membedakan antara pola benda yang sederhana dengan obyek yang
ukurannya berbeda-beda. Mampu melakukan persepsi/perkiraan pada jarak lebih 1 meter,
perkiraan yang tepat ini sebagai usaha untuk meloncat bila diperlukan.
5) Mengecap
7
Rasa mengecap pada tikus berkembang sangat baik. Tikus dan mencit dapat mendekteksi dan
menolak air minum yang mengandung phenylthiocarbamide 3 ppm,.
b. Kemampuan fisik
1) Menggali
R. norvegicus adalah binatang penggali lubang. Lubang digali untuk tempat perlindungan dan
sarangnya. Kemampuan menggali dapat mencapai 2-3 meter tanpa kesulitan.
2) Memanjat.
R. komensal adalah pemanjat yang ulung. Tikus atap atau tikus rumah yang bentuk tubuhnya lebih
kecil dan langsing lebih beradaptasi untuk memanjat dibandingkan dengan tikus riol/got. Namun
demikian kedua spesies tersebut dapat memanjat kayu dan bangunan yang permukaannya kasar.
Tikus riol/got dap memanjat pipa baik di dalam maupun di luar.
R.norvegicus dewasa dapat meloncat 77 cm lebih (vertikal). Dari keadaan berhenti tikus got dapat
melompat sejauh 1,2 meter. M. musculus meloncat arah vertikal setinggi 25 cm.
4) Menggerogoti.
Tikus menggerogoti bahan bangunan/kayu, lembaran almunium maupun campuran pasir, kapur
dan semen yang mutunya rendah.
Baik R. norvegicus, R. rattus dan M. musculus adalah perenang yang baik. Tikus yang dusebut
pertama adalah perenang dan penyelam yang ulung, perilaku yang semi akuatik, hidup disaluran
air bawah tanah, sungai dan areal lain yang basah.
8
2.2 Jenis-jenis Vektor Penular Penyakit
Jenis Lalat Vektor Penyakit
a. Lalat Rumah (Musca domestica)
Ini jenis lalat yang paling banyak terdapat diantara jenis-jenis lalat rumah. Karena
fungsinya sebagai vektor tranmisi mekanis dari berbagai bibit penyakit disertai jumlahnya
yang banyak dan hubungannya yang erat dengan lingkungan hidup manusia, maka jenis lalat
Musca domestica ini merupakan jenis lalat yang terpenting ditinjau dari sudut Kesehatan manusia.
Lalat dewasa bisa kawin setiap saat setelah ia bisa terbang dan bertelur dalam waktu 4-20 hari
setelah keluar dari pupa. Jangka waktu minimum untuk satu siklus hidup lengkap 8 hari pada
kondisi yang menguntungkan. Lalat dewasa hidup 2-4 minggu pada musim panas dan lebih lama
pada musim dingin, mereka paling aktif pada suhu 32,5°C dan akan mati pada suhu 45°C. Mereka
melampaui musim dingin (over wintering) sebagai lalat dewasa, dan berkembang biak di tempat-
tempat yang relatif terlindung seperti kandang ternak dan gudang-gudang
b. Lalat kecil (Fannia canicularis)
Lalat rumah kecil ini menyerupai lalat rumah biasa, tetapi ukuran mereka jauh lebih kecil. Mereka
membiak di kotoran manusia dan hewan dan juga dibagian- bagian tumbuhan yang membusuk,
misalnya di tumpukan rumput yang membusuk.
c. Lalat kandang (Stomaxys calaitrans)
Mereka menyerupai lalat rumah biasa, tetapi mereka mempunyai kebiasaan untuk menggigit.
Tempat pembiakan hanya di tumbuhan-tumbuhan yang membusuk. Siklus hidupnya 21-25 hari.
Jenis lalat ini tidak penting untuk tranmisi penyakit manusia tetapi mereka bisa memindahkan
penyakit-penyakit pada binatang.
d. Lalat hijau (Lucilia sertica)
Jenis-jenis ini meletakkan telur-telur mereka pada daging. Jenis-jenis lalat ini lebih jarang masuk
dalam rumah-rumah dan restoran-restoran daripada lalat rumah biasa, karena itu mereka dianggap
tidak terlalu penting sebagai vektor penyakit manusia.
e. Lalat daging (Sarcophaga)
Jenis-jenis lalat ini termasuk dalam genus Sarcophaga, artinya pemakan daging. Ukuran mereka
besar dan terdapat bintik meraka pada ujung badan mereka. Larva dari banyak jenis-jenis lalat ini
hidup dalam daging, tetapi pembiakan bisa juga terjadi dalam kotoran binatang. Beberapa jenis
tidak bertelur tetapi mengeluarkan larva. Mereka jarang masuk dalam rumah-rumah dan restoran-
9
restoran dan karena itu mereka tidak penting sebagai vektor mekanis penyakit manusia. Tetapi
mereka bisa menyebabkan myasis pada manusia.
10
Tikus got ini mempunyai panjang ujung kepala sampai ekor 300-400 mm, Panjang ekornya 170-
230 mm, kaki belakang 42-47 mm, telinga 18-22 mm dan mempunyai rumus mamae (putting susu)
adalah 3+3=12. Warna rambut bagian atas coklat kelabu, rambut bagian perut kelabu. Tikus ini
banyak dijumpai diseluruh air/roil/got di daerah kota dan pasar.
c. Tikus Sawah (Rattus Argentiveter)
Tikus sawah (Rattus argentiventer) merupakan hama yang dapat menimbulkan kerugian bagi
tanaman pertanian, yang dapat menyerang tanaman padi, jagung, kedelai, kacang tanah dan ubi-
ubian. Panjang tikus sawah dari ujung kepala sampai ujung ekor 270-370 mm, panjang ekor 130-
192 mm, dan panjang kaki belakang 32-39 mm, telinga 18-21 mm sedangkan rumus mamae
(putting susu) adalah 3+3=12. Warna rambut badan atas coklat muda berbintik-bintik putih,
rambut bagian perut putih atau coklat pucat. Tikus jenis ini banyak ditemukan di sawah dan padang
alang-alang
d. Mencit (Mus musculus)
Mencit adalah binatang asli Asia, India, dan Eropa Barat. Mencit (Mus musculus) adalah anggota
Muridae (tikus-tikusan) yang berukuran kecil. Mencit mudah dijumpai di rumah- rumah dan
dikenal sebagai hewan pengganggu karena kebiasaannya menggigiti mebel dan barang-barang
kecil lainnya, serta bersarang di sudut-sudut lemari. Mencit percobaan (laboratorium)
dikembangkan dari mencit, melalui proses seleksi. Sekarang mencit juga dikembangkan sebagai
hewan peliharaan.
11
badan. Bila dilihat dengan kaca pembesar tampak di median punggungnya ada garis putih. Waktu
menggigitnya pun sama dengan Aedes aegypti, yaitu di pagi dan sore hari. Bertelurnya di air
tergenang, misalnya pada kaleng-kaleng bekas yang menampung air hujan di halaman rumah. Pada
musim penghujan, nyamuk ini banyak terdapat di kebun atau halaman rumah karena di situ
terdapat banyak tempat yang terisi air.
c. Nyamuk Anopheles
Sering orang mengenalnya sebagai salah satu jenis nyamuk yang menyebabkan penyakit malaria.
Nyamuk malaria banyak terdapat di rawa-rawa, saluran-saluran air, dan permukaan air yang
terekspos sinar matahari. Ia bertelur di permukaan air. Nyamuk ini hinggap dengan posisi menukik
atau membentuk sudut. Sering hinggap di dinding rumah atau kandang. Warnanya bermacam-
macam, ada yang hitam, ada pula yang kakinya berbercak- bercak putih. Waktu menggigit
biasanya dilakukan malam hari. Banyak jenis nyamuk Anopheles yang bisa menyebabkan penyakit
malaria.
d. Nyamuk Culex fatiqans
Nyamuk rumah ini menggigit di malam hari. Hinggapnya di mana saja, entah itu di pakaian yang
tergantung maupun di dinding rumah. Warna nyamuknya bermacam-macam, ada yang hitam, ada
juga yang cokelat. Telurnya mengelompok, seperti membentuk rakit. Jentiknya menggantung di
air. Ciri nyamuk ini, saat hinggap posisi tubuhnya tidak menukik tapi mendatar. Ia lebih banyak
ditemui di air keruh atau tempat yang banyak mengandung material organik atau bahan makanan,
seperti di got. Nyamuk ini bisa menjadi perantara penyakit kaki gajah atau filariasis.
e. Nyamuk Mansonia sp
Keragaman vektor filariasis di Indonesia untuk vektor Brugia terdiri atas enam spesies Mansonia
yaitu Ma. bonneae, Ma. dives, Ma. annulata, Ma. indiana, Ma. uniformis, Ma. annulifera dan An.
barbirostris (Direktorat PPBB, 2004). Penyebab filariasis di Provinsi Jambi adalah cacing filaria
dengan spesies Brugia malayi dengan vektornya adalah nyamuk Ma. uniformis, Ma. Indiana dan
Ma. anulifera.
12
2.3 Peranan Vektor sebagai Penularan Penyakit
Arthropoda sebagai vektor yang mampu menularkan penyakit dapat berperan sebagai vektor
penular dan sebagai intermediate host (Slamet, 1994).
1. Arthropoda Sebagai Vektor Penular
Arthropoda sebagai penular berarti arthropoda sebagai media yang membawa agent penyakit
dan menularkannya kepada inang (host). Vektor dikategorikan atas 2 yaitu :
a. Vektor Mekanik
Vektor mekanik merupakan vektor yang membawa agent penyakit dan menularkannya
kepada inang melalui kaki-kakinya ataupun seluruh bagian luar tubuhnya dimana agent
penyakitnya tidak mengalami perubahan bentuk maupun jumlah dalam tubuh vektor. Arthropoda
yang termasuk ke dalam vektor mekanik antara lain kecoa dan lalat.
b. Vektor Biologi
Vektor biologi merupakan vektor yang membawa agent penyakit dimana agent
penyakitnya mengalami perubahan bentuk dan jumlah dalam tubuh vektor. Vektor Biologi terbagi
atas 3 berdasarkan perubahan agent dalam tubuh vektor, yaitu :
- Cyclo Propagative, yaitu dimana infeksius agent mengalami perubahan bentuk dan
pertambahan jumlah dalam tubuh vektor maupun dalam tubuh host. Misalnya, plasmodium
dalam tubuh nyamuk anopheles betina.
- Cyclo Development, yaitu dimana infeksius agent mengalami perubahan bentuk namun
tidak terjadi pertambahan jumlah dalam tubuh vektor maupun dalam tubuh host. Misalnya,
microfilaria dalam tubuh manusia.
- Propagative, yaitu dimana infeksius agent tidak mengalami perubahan bentuk namun
terjadi pertambahan jumlah dalam tubuh vektor maupun dalam tubuh host. Misalnya,
Pasteurella pestis dalam tubuh xenopsila cheopis
2. Transmisi Arthropoda Borne Diseases
Masuknya agen penyakit kedalam tubuh manusia sampai terjadi atau timbulnya gejala penyakit
disebut masa inkubasi atau incubation period, khusus pada arthropods borne diseases ada dua
periode masa inkubasi yaitu pada tubuh vektor dan pada manusia.
a. Inokulasi (Inoculation)
Masuknya agen penyakit atau bibit yang berasal dari arthropoda kedalam tubuh manusia
melalui gigitan pada kulit atau deposit pada membran mukosa disebut sebagai inokulasi.
13
b. Infestasi (Infestation)
Masuknya arthropoda pada permukaan tubuh manusia kemudian berkembang biak disebut
sebagai infestasi, sebagai contoh scabies.
c. Extrinsic Incubation Period dan Intrinsic Incubation Period
Waktu yang diperlukan untuk perkembangan agen penyakit dalam tubuh vektor Disebut
sebagai masa inkubasi ektrinsik, sebagai contoh parasit malaria dalam tubuh nyamuk anopheles
berkisar antara 10 – 14 hari tergantung dengan temperatur lingkungan dan masa inkubasi intrinsik
dalam tubuh manusia berkisar antara 12 – 30 hari tergantung dengan jenis plasmodium malaria.
d. Definitive Host dan Intermediate Host
Disebut sebagai host definitif atau intermediate tergantung dari apakah dalam tubuh vektor
atau manusia terjadi perkembangan siklus seksual atau siklus aseksual pada tubuh vektor atau
manusia, apabila terjadi siklus sexual maka disebut sebagai host definitif, sebagai contoh parasit
malaria mengalami siklus seksual dalam tubuh nyamuk, maka nyamuk anopheles adalah host
definitive dan manusia adalah host intermediate.
e. Propagative, Cyclo – Propagative dan Cyclo – Developmental
Pada transmisi biologik dikenal ada 3 tipe perubahan agen penyakit dalam tubuh vektor
yaitu propagative, cyclo – propagative dan cyclo – developmental, bila agen penyakit atau parasit
tidak mengalami perubahan siklus dan hanya multifikasi dalam tubuh vektor disebut propagative
seperti plague bacilli pada kutu tikus, dengue (DBD) bila agen penyakit mengalami perubahan
siklus dan multifikasi dalam tubuh vektor disebut cyclo – propagative seperti parasit malaria dalam
tubuh nyamuk anopheles dan terakhir bila agen penyakit mengalami perubahan siklus tetapi tidak
mengalami proses multifikasi dalam tubuh vektor seperti parasit filarial dalam tubuh nyamuk
culex.
14
penyakit. Penyakit yang ditularkan dapat disebabkan oleh infeksi berbagai agen penyakit dari
kelompok virus, rickettsia, bakteri, protozoa dan cacing. Penyakit tersebut dapat ditularkan kepada
manusia secara langsung oleh ludah, urin dan fesesnya atau melalui gigitan ektoparasitnya (kutu,
pinjal, caplak dan tungau). Hewan mengerat ini menimbulkan kerugian ekonomi yang tidak
sedikit, merusak bahan pangan, bangunan, instalasi listrik, peralatan kantor seperti kabel-kabel,
mesin-mesin komputer, perlengkapan laboratorium, dokumen/file dan lain-lain, serta dapat
menimbulkan penyakit.
Sebanyak 153 spesies dari genus yang termasuk dalam subfamili Murinae (tikus) telah
berhasil diidentifikasi di Indonesia.Tikus dikenal sebagai reservoir penyakit sejak tahun 1320
sebelum Masehi. Penyakit di dunia yang bersumber dari tikus 31 jenis disebabkan oleh cacing, 28
jenis disebabkan oleh virus, 26 jenis disebabkan oleh bakteri, 14 jenis disebabkan oleh protozoa,
8 jenis disebabkan oleh ricketsia, dan 4 jenis disebabkan cacing. Salah satu penyakit yang
berpotensi ditularkan dari tikus ke manusia atau hewan peliharaan lain diantaranya adalah
leptospirosis.
Tikus memiliki peran yang penting dalam penularan berbagai penyakit. Beberapa
diantaranya diakibatkan oleh adanya kelompok cacing, yaitu Schistosoma japonicum, Capillaria
hepatica, Hymenolepis spp. dan Trichinella spiralis.2 Penularan infeksi dapat terjadi melalui
kontak langsung dengan feses tikus infektif atau melalui vektor yang berupa pinjal ataupun tungau,
maupun melalui keong perantara untuk schistosomiasis.3
Beberapa penyakit penting yang dapat ditularkan ke manusia antara lain, pes, salmonelosis,
leptospirosis, murin typhus. Ditinjau dari nilai estetika, keberadaan tikus akan menggambarkan
lingkungan yang tidak terawat, kotor, kumuh, lembab, kurang pencahayaan serta adanya indikasi
penatalaksanaan/manajemen kebersihan lingkungan yang kurang baik.
15
2) Penendalian vektor dan binatang pengganggu tidak menimbulkan kerusakan atau gangguan
ekologis terhadap tata lingkungan hidup.
3) Pengendalian vektor dan binatang pengganggu mampu mencegah perindukan vektor dan
binatang pengganggu. Sebagai konsekuensi dari prinsip dasar pengendalian vektor dan binatang
pengganggu tersebut, kita dituntut untuk memiliki kemampuan-kemampuan yang khas agar dapat
mengendalikan vektor dan binatang pengganggu dengan tepat, aman, dan terarah. Di samping itu
kita pun dituntut untuk menguasai dengan baik metode-metode pengendalian vektor dan binatang
pengganggu.
A. Pengendalian dengan Cara Kimiawi
Pengendalian dengan cara kimia ini disebut juga pengendalian dengan menggunkan
pestisida. Pestisida adalah zat kimia yang dapat membunuh vektor dan binatang pengganggu.
Disamping pengendalian secara langsung terhadap vektor, pengendalian secara kimiawi ini juga
bisa dilakukan terhadap tanaman yang menunjang kehidupan vektor dan binatang pengganggu
dengan menggunakan herbisida. Penggunaan pestisida untuk mengendalikan vektor dan binatang
pengganggu memang sangat efektif, namun bisa menimbulkan masalah yang serius karena dapat
merugikan manusia dan lingkungannya, sehingga dalam penggunaan pestisida harus hati-hati dan
selalu menggunakan prosedur yang sudah direkomendasikan oleh komisi pestisida.
B. Pengendalian dengan Cara Mekanik
Pengendalian dengan cara fisika-mekanik ini menitik beratkan pada penggunaan dan
pemamfaatan faktor-faktor iklim, kelembaban, suhu dan caraa-cara mekanis. Pengendalian dengan
cara ini misalnya :
1) Pemanfaatan kondisi panas atau dingin untuk membunuh vektor dan binatang pengganggu.
2) Pemasangan kelambu dan kasa nyamuk untuk menangkal nyamuk.
3) Pemasangan perangkap tikus.
4) Rekayasa konstruksi bangunan yang rat proofing dan fly proofing.
5) Pemamfaatan cahaya untuk menarik atau menolak vektor dan binatang pengganggu.
6) Membunuh vektor dan bbinatang pengganggu dengan cara memukul, memijat atau
menginjaknya.
7) Pemamfaatan arus listrik untuk membunuh vektor dan bbinatang pengganggu dikawasan
perumahan.
16
C. Pengendalian Cara Fisiologi
Pengendalian cara fisiologi adalah suatu cara pengendalian vektor dan binatang
penggganggu dengan memanipulasi bahan-bahan penarik atau penolak vektor dan binatang
pengganggu. Disamping itu juga dipergunakan hormon dengan tujuan yang sama dalam
pengendalian secara fisiologi ini.
D. Pengendalian Cara Biologi
Pengendalian vektor dan binatang pengganggu secara biologi dapat dilakukan dengan cara
memanfaatkan tumbuh-tumbuhan atau hewan, parasit, predator, maupun kuman pathogen
terhadap vektor dan binatang pengganggu yang menjadi sasaran.
E. Pengendalian dengan Cara Pengelolaan Lingkungan
Dalam pengendalian dengan cara pengelolaan lingkungan dikenal dua cara yaitu :
1. Perubahan lingkungan (Environmental modivication), sehingga vektor dan binatang
pengganggu tidak mungkin hidup. Kegiatan ini antara lain dapat berupa penimbunan (filling) dan
pengeringan (draining)
2. Manipulasi lingkungan (Environment Manipulation) sehingga tidak memungkinkan vektor
dan binatang pengganggu berkembang dengan baik. Kegiatan ini misalnya dengan merubah kadar
garam (solinity), pembersihan tanaman air atau lumut dan penanaman pohon bakau pada pantai
tempat perindukan nyamuk sehingga tempat itu tidak dapat sinar matahari. Kalau ditinjau dari
usaha-usaha pengendaliannya, maka usaha-usaha pengendalian vektor dan binatang pengganggu,
secara garis besar dapat dikelompokkan sebagai berikut :
a. Usaha pencegahan (Prevention) Usaha pencegahan ini dimaksudkan agar dapat menjaga
populasi vektor dan binatang pengganggu tetap pada suatu tingkat tertentu yang tidak
menimbulkan masalah.
b. Penekanan (Suppression) Usaha pengenddalian vektor dan binatang pengganggu dengan tujuan
menekan atau mengurangi tingkat populasinya sehingga mencapai batas yang tidak
membahayakan.
c. Pembasmian (Eredication) Pengendalian vektor dan binatang pengganggu dengan maksud
membasmi atau memusnahkan vektor dan binatang pengganggu yang menyerang suatu daerah
atau wilayah tertentu secara keseluruhan. Namun demikian, tujuan pengendalian ini sangat sukar
untuk dicapai.
17
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tikus dan mencit termasuk familia Muridae dari kelompok mamalia (hewan menyusui).
Anggota Muridae ini dominan disebagian kawasan didunia. Potensi reproduksi tikus dan mencit
sangat tinggi dan ciri yang menarik adalah gigi serinya beradaptasi untuk mengerat (mengerat +
menggigit benda-benda yang keras). Karakteristik morfologi dari R. norvegicus yaitu memiliki
ekor yang lebih pendek dari kepala + badan, sedangkan R. rattus diardii dan M. musculus
mempunyai ekor lebih panjang dari kepala + badan atau sama. Tikus dan mencit mencapai umur
dewasa sangat cepat, masa kebuntingannya sangat pendek dan berulang-ulang dengan jumlah anak
yang banyak pada setiap kebuntingan. Habitat dan kebiasaan R. norvegicus menggali lubang,
berenang dan menyelam, menggigit bendabenda keras seperti kayu bangunan, aluminium dsb.
Habitat dan kebiasaan R. ratus diardii sangat pandai memanjat, biasanya disebut sebagai pemanjat
yang ulung, menggigit benda-benda yang keras. Habitat dan kebiasaan M. musculus termasuk
rondensia pemanjat, kadang-kadang menggali lobang, menggigit hidup didalam dan diluar rumah.
Kemampuan alat indera tikus yaitu mencium, menyentuh, mendengar, melihat, dan mengecap.
Kemampuan fisik tikus yaitu menggali, memanjat, meloncat, melompat menggerogoti, berenang
dan menyelam. Tikus Rumah (Rattus rattus diardi) mempunyai panjang ujung kepala sampai
ujung ekor 220-370 mm, ekor 101- 180 mm, kaki belakang 20-39 mm, ukuran telinga 13- 23 mm,
sedangkan rumus mamae (putting susu) adalah 2+3=10. Tikus Got (Rattus norvegicus)
mempunyai panjang ujung kepala sampai ekor 300-400 mm, Panjang ekornya 170-230 mm, kaki
belakang 42-47 mm, telinga 18-22 mm dan mempunyai rumus mamae (putting susu) adalah
3+3=12. Tikus sawah (Rattus argentiventer) merupakan hama yang dapat menimbulkan kerugian
bagi tanaman pertanian, yang dapat menyerang tanaman padi, jagung, kedelai, kacang tanah dan
ubi-ubian. Mencit adalah binatang asli Asia, India, dan Eropa Barat. Mencit (Mus musculus)
adalah anggota Muridae (tikus-tikusan) yang berukuran kecil. Tikus memiliki peran yang penting
dalam penularan berbagai penyakit. Beberapa diantaranya diakibatkan oleh adanya kelompok
cacing, yaitu Schistosoma japonicum, Capillaria hepatica, Hymenolepis spp. dan Trichinella
spiralis. Beberapa penyakit penting yang dapat ditularkan ke manusia antara lain, pes,
salmonelosis, leptospirosis, murin typhus. Pengendalian tikus dengan cara kimia disebut juga
pengendalian dengan menggunkan pestisida. Pengendalian dengan cara mekanik misalnya : 1)
Pemanfaatan kondisi panas atau dingin untuk membunuh vektor dan binatang pengganggu, 2)
18
Pemasangan kelambu dan kasa nyamuk untuk menangkal nyamuk, 3) Pemasangan perangkap
tikus, dll.
19
DAFTAR PUSTAKA
https://winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul-Bahan-Ajar-PVBP-B.pdf
Kuat, P., & Syamsuddin. 2019. Pengendalian Vektor dan Tikus. Jakarta
https://publikasiilmiah.ums.ac.id/xmlui/bitstream/handle/11617/11291/p.47%20-
%2052.pdf?sequence=1&isAllowed=y
20