Anda di halaman 1dari 21

MATA KULIAH SANITASI RUMAH SAKIT

MAKALAH PENYELENGGARAAN KESEHATAN LINGKUNGAN DALAM


PENGAWASAN PROSES PENGENDALIAN VEKTOR DAN BINATANG
PEMBAWA PENYAKIT

Dosen Pengajar :

Fitri Rochmalia, SST, M.KL

Dr. Ir . Iva Rustanti EW, MT

Disusun Oleh :
Kelompok 2
Berlinda Rekta Putri Januarista ( P27833319007 )
Fitria Dwi Yuliatiningsih Sumartin ( P27833319012 )
Imanatus Sa’adah ( P27833319014 )
Rahmadhani Isna Rustanti ( P27833319029 )
Rista Aisya Dewi ( P27833319031 )
Silvia Retna Ningtyias ( P27833319032 )
Tengku Hendrawan Al Ubaidah ( P27833319034 )

D4 Semester 6

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES SURABAYA
JURUSAN KESEHATAN LIUNGKUNGAN
PRODI SANITASI LINGKUNGAN PROGRAM SARJANA TERAPAN
TAHUN AKADEMIK 2022 / 2023
KATA PENGANTAR

Panjatan puji syukur kami ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Sehingga penulis telah
menyelesaikan makalah mata kuliah Sanitasi Rumah Sakit ini dengan tepat waktu.
Salah satu tujuan penulis dalam menulis makalah ini adalah sebagai pembelajaran
dalam mata kuliah Sanitasi Rumah Sakit serta memenuhi tugas dalam mata kuliah ini..
Makalah yang penulis buat ini berdasarkan data-data yang valid yang telah dikumpulkan
dalam berbagai sumber.
Penulis menyampaikan terima kasih pada beberapa pihak yang ikut mendukung proses
pembuatan laporan ini hingga selesai. Yaitu:
1. Ibu Fitri Rochmalia, SST, M.KL selaku penanggung jawab Mata Kuliah Sanitasi
Rumah Sakit
2. Ibu Dr. Ir. Iva Rustanti EW, MT selaku dosen pengajar Mata Kuliah Sanitasi Rumah
Sakit
3. Teman-teman dari kelompok 2 yang telah berpartisipasi mulai dari praktikum hingga
penyusunan laporan.
Penulis menyadari atas ketidaksempurnaan penyusunan makalah ini, namun penulis tetap
berharap makalah ini akan memberikan manfaat bagi para pembaca. Demi kemajuan penulis,
penulis juga mengharapkan adanya masukan berupa kritik atau saran yang berguna. Terima
kasih.

Surabaya , 19 Januari 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................
BAB I.........................................................................................................................................
PENDAHULUAN....................................................................................................................
A. LATAR BELAKANG...................................................................................................4
B. RUMUSAN MASALAH...............................................................................................5
C. TUJUAN.........................................................................................................................5
BAB II.......................................................................................................................................
ISI..............................................................................................................................................
BAB III....................................................................................................................................
PENUTUP...............................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Upaya kesehatan lingkungan bertujuan untuk mewujudkan kualitas
lingkungan yang sehat baik fisik, kimia, biologi maupun sosial agar setiap orang dapat
mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Pemerintah dan masyarakat
menjamin ketersediaan lingkungan yang sehat dan tidak beresiko buruk bagi
kesehatan individu. Penyelenggaraan upaya kesehatan lingkungan mencakup
lingkungan permukiman, tempat kerja, tempat rekreasi serta fasilitas-fasilitas umum.
Lingkungan sehat merupakan lingkungan yang bebas dari unsur-unsur yang
menimbulkan gangguan kesehatan, salah satunya binatang pembawa penyakit atau
vektor penyakit (Undang-Undang, 2009).
Vektor merupakan binatang pembawa bibit penyakit dari binatang atau
manusia kepada binatang atau manusia lainnya. Terdapat berbagai binatang yang
berperan sebagai vektor penyakit pada manusia, salah satunya adalah serangga.
Pengendalian vektor adalah upaya untuk menurunkan populasi vektor serendah
mungkin sehingga penularan penyakit oleh vektor dapat dicegah. Diantara banyaknya
vektor dan binatang pengganggu, lalat termasuk vektor yang umum keberadaannya di
lingkungan (Menteri Kesehatan, 2010).
Penyakit menular bersumber vektor yang masih berjangkit di masyarakat
diantaranya penyakit yang ditularkan oleh nyamuk, lalat dan kecoa yang umumnya
berkembang pada lingkungan dengan sanitasi yang buruk (Amalia, 2010). “Penyakit
yang ditularkan melalui vektor masih menjadii penyakit endemis yang dapat
menimbulkan wabah atau kejadian luar biasa serta dapat menimbulkan gangguan
kesehatan masyarakat sehingga perlu dilakukan upaya pengendalian atas penyebaran
vektor” (Permenkes R.I No. 374, 2010). Upaya pemberantasan dan pengendalian
penyakit menular seringkali mengalami kesulitan karena banyak faktor yang
mempengaruhi penyebaran penyakit menular tersebut. Lingkungan hidup di daerah
tropis yang lembab dan bersuhu hangat menjadi tempat hidup ideal bagi serangga
yang berkembangbiak. Selain dapat menimbulkan gangguan kesehatan dan vektor
pembawa penyakit, keberadaan serangga juga dapat menimbulkan ketidaknyamanan
dan rasa aman bagi masyarakat (Soedarto, 2009).

B. RUMUSAN MASALAH
a. Apakah pengertian dari pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit?
b. Apasaja jenis penyakit yang ditularkan vektor di Rumah Sakit?
c. Bagaimana upaya pengendalian vektor penyakit
d. Apasaja indikator bebas vektor di Rumah Sakit?

C. TUJUAN
 Umum
Memahami dan mempelajari tentang penyelenggaraan kesehatan lingkungan
dalam pengawasan proses pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit
 Khusus
a. Mengetahui dan mempelajari tentang pengertian pengendalian vektor dan
binatang pembawa penyakit
b. Mengetahui dan mempelajari tentang jenis penyakit yang ditularkan vektor di
Rumah Sakit
c. Mengetahui dan mempelajari tentang upaya pengendalian vektor penyakit
d. Mengetahui dan mempelajari tentang indikator bebas vektor di Rumah Sakit
BAB II
ISI
A. Pengertian Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit
Vektor adalah artropoda yang dapat menularkan, memindahkan, dan/atau menjadi
sumber penular penyakit, binatang Pembawa Penyakit adalah binatang selain artropoda
yang dapat menularkan, memindahkan, dan/atau menjadi sumber penular penyakit.
Bioekologi adalah siklus hidup, morfologi, anatomi, perilaku, kepadatan, habitat
perkembangbiakan, serta musuh alami Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit. Adapun
peraturan yang membahas tentang pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit
yaitu Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 374/Menkes/Per/III/2010 tentang
Pengendalian Vektor perlu disesuaikan dengan kebutuhan program dan perkembangan
hukum.
Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit yang diatur dalam peraturan ini adalah
nyamuk Anopheles sp., nyamuk Aedes, nyamuk Culex sp., nyamuk Mansonia sp., kecoa,
lalat, pinjal, tikus, dan keong Oncomelania hupensis lindoensis.
Pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit adalah upaya pencegahan dan
pengendalian mengenai populasi serangga, tikus, dan binatang pembawa penyakit lainnya
sehingga keberadaannya tidak menjadi media penularan penyakit.
Standar baku mutu dan persyaratan kesehatan vektor dan binatang pembawa penyakit sesuai
dengan ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan yang mengatur mengenai standar baku mutu dan
persyaratan kesehatan vektor dan binatang pembawa penyakit.

Tabel Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan untuk Vektor


No Vektor Parameter Satuan Ukur Nilai
Baku
mutu

1 Nyamuk MBR (Man biting rate) Angka gigitan nyamuk per <0,025
Anopheles sp orang per malam

2 Larva Anopheles Indeks habitat Persentase habitat <1


sp perkembangbiakan yang
positif larva

3 Nyamuk Aedes Angka Istirahat Angka kepadatan nyamuk <0,025


aegypti dan/atau (Resting rate) istirahat (resting) per jam
Aedes albopictus

4 Larva Aedes ABJ (Angka Bebas Persentase rumah/ ≥95


aegypti dan/atau Jentik) bangunan yang negatif
Aedes albopictus larva

4 Nyamuk Culex sp. MHD (Man Hour Angka nyamuk yang <1
Density) hinggap per orang per jam

5 Larva Culex sp. Indeks habitat Persentase habitat <5


perkembangbiakan yang
positif larva

6 Mansonia sp. MHD (Man Hour Angka nyamuk yang <5


Density) hinggap per orang per jam

7 Pinjal Indeks Pinjal Khusus Jumlah pinjal Xenopsylla <1


cheopis dibagi dengan
jumlah tikus yang diperiksa

8 Lalat Indeks Populasi Lalat Angka rata-rata populasi <2


lalat

9 Kecoa Indeks Populasi Kecoa Angka rata-rata populasi <2


kecoa

B. Jenis penyakit yang ditularkan vektor di RS


1. Penyakit Akibat Vektor dan Binatang Pengganggu Secara Umum
a) Penyakit Akibat Vektor Lalat
Lalat merupakan spesies yang paling berperan dalam masalah kesehatan
masyarakat, yaitu sebagai vektor penularan penyakit. Penyakit yang dapat
ditimbulkan oleh lalat disentri, diare, thypoid, kolera, dan kasus kecacingan pada
manusia. Penyakit tersebut disebabkan karena sanitasi lingkungan yang buruk.
Patogen penyakit yang biasanya dibawa oleh lalat berasal dari kotoran manusia,
tempat pembuangan sampah, dan sumber kotoran lainnya. (Sucipto, 2011)
b) Penyakit Akibat Vektor Kecoa
Kecoa merupakan salah satu vektor mekanik yang berperan dalam penularan
penyakit pada manusia yang disebabkan oleh virus, bakteri, protozoa, dan cacing
yang dapat menimbulkan penyakit disentri, diare, demam tifoid dan kolera. Selain
itu, kecoa dapat menyebabkan alergi dengan efek dermatitis kulit, edema kelopak
matan, gatal-gatal dan reaksi alergi lainnya (Harahap, 2016)
c) Penyakit Akibat Vektor Nyamuk
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue yang ditularkan dari orang ke orang melalui gigitan nyamuk Aedes sp.
Vektor nyamuk yang dapat menularkan penyakit DBD adalah nyamuk Aedes
aegypti dan Aedes albopictus. Aedes aegypti merupakan vektor DBD yang paling
efektif dan utama (Ginanjar, 2014)
d) Penyakit Akibat Vektor Tikus
Tikus sebagai hewan pengerat (rodensia), tidak terlepas dari serangan
organisme parasit, baik itu endoparasit maupun ektoparasit. Tikus dan ektoparasit
merupakan jembatan bagi penularan penyakit dari hewan ke hewan maupun
manusia. Penyakit yang dapat ditularkan oleh tikus kepada manusia antara lain
pes, murine thypus dan scrub thypus. (Depkes RI, 2000)
e) Penyakit Akibat Binatang Pengganggu
Salah satu contoh binatang pengganggu adalah kucing. Kucing-kucing liar,
sebagian diantaranya merupakan pembawa parasit Toksoplasma gondii yang
menyebabkan penyakit Toxoplasmosis. (Ratnawati, 2016)

2. Jenis Penyakit yang ditularkan vector di Rumah Sakit


a. DBD

Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi virus yang
ditularkan oleh nyamuk aedes aegypty dan ditandai panas tinggi mendadak
berlangsung selama 2 – 7 hari, tanpa sebab yang jelas kadang-kadang bifasik,
disertai timbulnya gejala tidak ada nafsu makan, mual, muntah, sakit kepala, nyeri
ulu hati dan tanda-tanda perdarahan berupa bintik merah dikulit (petekia),
mimisan, perdarahan pada mukosa, perdarahan gusi atau hematoma pada daerah
suntikan, melena dan hati membengkak.
Pada panas hari ke 3 – 5 merupakan fase kritis dimana pada saat penurunan
suhu dapat terjadi sindrom syok dengue. Panas tinggi mendadak, perdarahan
dengan trombositopenia(trombosit < 100.000/mm3) dan hemokonsentrasi atau
kenaikan hematokrit lebih dari 20 % cukup untuk menegakkan diagnosis klinis
demam berdarah dengue.
Terdapat masa inkubasi ekstrinsik dan masa inkubasi intrinsik. Masa inkubasi
ekstrinsik merupakan periode waktu perkembangbiakan virus dalam kelenjar liur
nyamuk sampai dapat menularkan pada manusia yang berkisar 8 – 10 hari. Masa
inkubasi intrinsik merupakan periode waktu perkembangbiakan virus di dalam
tubuh manusia sejak masuk sampai timbulnya gejala penyakit yang berkisar 4 - 6
hari.

b. Diare

Diare didefinisikan sebagai buang air besar yang frekuensinya lebih dari 3 kali
sehari dengan konsistensi tinja yang encer. Menurut World Health Organization
(WHO), penyakit diare adalah suatu penyakit yang ditandai dengan perubahan
bentuk dan konsistensi tinja yang lembek sampai mencair dan bertambahnya
frekuensi buang air besar yang lebih dari biasa, yaitu 3 kali atau lebih dalam
sehari yang mungkin dapat disertai dengan muntah atau tinja yang berdarah.
Penyebaran bibit penyakit diare dibawa oleh lalat yang berasal dari sampah,
kotoran manusia atau hewan terutama melalui bulu-bulu badannya, kaki dan
bagian tubuh yang lain dari lalat dan bila lalat hinggap pada makanan manusia
maka akan mencemari makanan yang akan dikonsumsi. Selain lalat, kecoa juga
berperan sebagai vektor mekanis penyakit diare dan kecoa dapat memindahkan
mikroorganisme patogen seperti Streptococcus, Salmonella dan lain-lain.
Penularan penyakit dapat terjadi melalui mikroorganisme patogen sebagai bibit
penyakit yang terdapat pada sampah dan sisa makanan dimana mikroorganisme
tersebut terbawa oleh kaki atau bagian tubuh kecoa, kemudian kecoa tersebut
dapat mengkontaminasi makanan yang akan dikonsumsi. Gejala diare ditandai
dengan sakit bagian perut, lemas, nafsu makan berkurang atau tidak ada, dan tinja
akan menjadi cair.

c. Disentri

Disentri adalah diare disertai darah dan/atau dan lendir dalam tinja dapat
disertai dengan adanya tenesmus. Diare berdarah (disentri) dapat disebabkan oleh
penyebab diare, seperti infeksi bakteri, parasit dan alergi protein susu sapi, tetapi
sebagian besar disentri disebabkan oleh infeksi bakteri. Penularannya secara fekal
oral. Infeksi ini menyebar melalui makanan dan air yang terkontaminasi dan
biasanya terjadi pada daerah dengan sanitasi dan hygiene perorangan yang buruk .
Di Indonesia penyebab disentri adalah Shigella, Salmonella, dan Escherichia
coli (E. coli) . Disentri berat umumnya disebakan oleh Shigella dysentriae,
Shigella flexneri, Salmonella dan Entero Invasive E. Coli (EIEC) .
Penegakan diagnosis KLB d i a r e berdasarkan gambaran klinis kasus,
distribusi gejala, gambaran epidemiologi dan hasil pemeriksaan laboratorium :
 Gejala yang ditemukan pada KLB diare karena V. cholerae. Diare
berbentuk cair seperti air beras merupakan tanda khas pada diare kolera
ini. Sebagian besar penderita menunjukkan gejala diare cair dan muntah
yang hebat disertai dehidrasi, shock tanpa tenesmus, terutama terjadi
peningkatan kasus pada golongan umur diatas 5 tahun atau dewasa. Pada
KLB ini sering disertai kematian, terutama pada anak balita. Spesimen
tinja untuk pemeriksaan adanya bakteri .
 Gejala yang ditemukan pada KLB diare menunjukkan karakteristik gejala
diare dengan darah dan atau, lendir disertai tenesmus (mules). Yang
disebabkan oleh shigella dan salmonella non tifosa sering berbau busuk,
diare yang disebabkan amuba berbau amis. Pada pemeriksaan spesimen
tinja ditemukan kuman penyebab diare berdarah (disentri).

d. Demam Tifoid

Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh Salmonella
typhi dan Salmonella paratyphi. Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang
biasanya terdapat pada saluran pencernaan yang memiliki gejala demam lebih dari
satu minggu, menyebabkan gangguan saluran pencernaan hingga penurunan
kesadaran. Higiene makanan dan minuman yang rendah paling berperan pada
penularan tifoid. Contoh: makanan yang dicuci dengan air yang terkontaminasi
(seperti sayur-sayuran dan buah-buahan), sayuran yang dipupuk dengan tinja
manusia, makanan yang tercemar dengan debu, sampah, dihinggapi lalat, air
minum yang tidak masak, dan sebagainya. Gejala demam tifoid adalah demam,
gangguan saluran pencernaan, dan gangguan kesadaran.

e. Myasis

Myasis merupakan infestasi parasit pada jaringan hidup makhluk bertulang


belakang (manusia atau hewan) yang disebabkan oleh larva lalat ordo Diptera
(belatung). Larva ini mengkonsumsi jaringan mati atau jaringan hidup, cairan
tubuh, atau makanan yang tercerna. Salah satu jenis myasis yang paling sering
ditemui adalah wound myasis. Wound myasis terjadi jika lalat meletakkan telurnya
pada luka yang disertai jaringan nekrotik, pus, atau darah. Gejala wound myasis
terdapat luka dengan pus yang berbau busuk disertai sensasi pergerakan dan nyeri.
Kejadian wound myasis di rumah sakit terjadi pada pasien-pasien yang sedang
terluka. Myasis jenis ini terjadi karena di ruang- ruang perawatan rumah sakit
terdapat banyak lalat atau ruangan rumah sakit yang bisa diakses oleh lalat.
Rumah sakit seperti mungkin berada di daerah-daerah pedalaman yang tingkat
kebersihannya rendah.

f. Toxoplasmosis

Kucing-kucing liar di rumah sakit, sebagian diantaranya merupakan pembawa


parasit Toksoplasma gondii yang menyebabkan penyakit Toxoplasmosis. Dari
hasil penelitian, jika parasit ini menginfeksi wanita hamil akan menyebabkan
abortus (keguguran) atau cacat pada janin. Bayi yang lahir hidup dapat menderita
cacat bawaan seperti hidrosefalus, anensefalus dan gangguan mata. Infeksi
toxoplasmosis terjadi apabila secara sengaja menelan ookista toxoplasma gondii
yang terdapat pada sayuran yang tidak dicuci bersih atau daging setengah matang
seperti steak, sate yang dimasak setengah matang.Toxoplasmosis tidak dapat
menular melalui air liur kucing. Sedangkan penularan melalui bulu dapat terjadi,
bila kucing tersebut terinfeksi toxoplasmosis dan ookista yang dikeluarkan
melalui fesesnya kontak atau menempel pada bulunya. Penularan terjadi bila
ookista yang terdapat pada bulu, kemudian kontak dengan tangan kita pada saat
membelai, kemudian bulu tersebut tertelan oleh kita. Namun hal itu bisa dicegah
dengan mencuci tangan kita dengan sabun dan air mengalir (Ratnawati, 2016).
g. Leptospirosis

Leptospirosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri lepstopira.


Manusia dapat terkena penyakit ini melalui luka terbuka dan terkena air yang
terkontaminasi dengan kotoran ataupun kencing tikus. Penularan ini dapat pula
melalui makanan atau minuman yang tercemar, yaitu diantaranya :
1) Air kencing tikus terbawa banjir kemudian masuk ke dalam tubuh manusia
melalui permukaan kulit yang terluka, selaput
2) Melalui makanan atau minuman atau peralatan makan yang terkontaminasi
setitik urine tikus, kemudian dimakan dan diminum manusia.
3) Makanan minuman di gudang, di warung-warung rumah sakit, dan dapur
berpeluang dikencingi tikus.
Penyakit ini ditandai demam menggigil, pegal linu, nyeri kepala, nyeri
tenggorokan, batuk kering, mual, muntah, sampai diare.
Bila semakin parah, gejala yang disebut di atas tidak mereda, maka
muncul nyeri luar biasa pada sejumlah bagian badan, sehingga membuat
penderita tidak sanggup duduk atau berdiri

h. Pes

Pes bersifat akut yang disebabkan oleh bakteri Yersinia pestis melalui gigitan
pinjal tikus atau rodent lain yang dapat mengigit dan menularkan ke binatang
lain/manusia. Pes pada manusia yang pernah dikenal sebagai black death dan
mengakibatkan kematian yang sangat tinggi.
Penderita dengan ditandai gejala klinis yaitu demam, sakit kepala,
bubo/pembesaran kelenjar getah bening di ketiak dan leher, adanya perdarahan
pada kulit,mulut,hidung, urine dan rektum, gangguan pernafasan (batuk dan
sesak nafas), disertai satu atau lebih adanya riwayat kontak tergigit pinjal, kontak
dengan binatang pengerat dalam satu 1 minggu terakhir, kontak dengan penderita
Pes terkonfirmasi dalam 1 minggu terakhir, pernah berkunjung ke wilayah focus
Pes/terancam dalam 1 minggu terakhir, tanpa adanya pemeriksaan laboratorium
penunjang .

C. Upaya Pengendalian Vektor


Pengendalian vektor adalah semua kegiatan atau tindakan yang ditujukan untuk
menurunkan populasi vektor serendah mungkin sehingga keberadaannya tidak lagi
berisiko untuk terjadinya penularan penyakit tular vektor di suatu wilayah atau
menghindari kontak masyarakat dengan vektor sehingga penularan penyakit tular
vektor dapat dicegah. (Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 374 Tahun 2010).
Sedangkan pengendalian serangga vektor, tikus dan binatang pengganggu lainnya di
rumah sakit menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
1204/MENKES/SK/X/2004 adalah upaya untuk menanggulangi populasi serangga,
tikus, dan binatang pengganggu lainnya sebagai keberadaannya tidak menjadi vektor
penularan penyakit.
Secara umum, cara pengendalian vektor yang ada didasari oleh: manajemen
lingkungan, pengendalian secara biologi dan penggunaan bahan kimia. Dengan
pengecualian manajemen lingkungan dan pengendalian secara biologi, memiliki
keterbatasan aplikasi dan demikian halnya juga pada penggunaan bahan-bahan kimia
yang dirasa sebagai metode penting di dalam pengendalian penyakit tular vektor
secara terpadu.
Sebagaimana dalam Kepmenkes RI No. 1204 tahun 2004 pengendalian dengan
cara menajemen lingkungan terhadap beberapa serangga sebagai berikut:
1. Nyamuk
a. Melakuakn Pembersihan Sarang Nyamuk (PSN) dengan Mengubur,
Menguras, dan Menutup (3M).
b. Pengaturan aliran pembuangan air limbah dan saluran dalam keadaan
tertutup.
c. Pembersihan tanaman sekitar rumah sakit secara berkala yang menjadi
tempat perindukan.
d. Pemasangan kawat kasa di seluruh ruangan dan penggunaan kelambu
terutama diruang perawatan anak.

2. Kecoa
a. Menyimpan bahan makanan dan makanan yang siap saji pada tempat
tertutup.
b. Pengelolaan sampah yang memenuhi syarat kesehatan.
c. Menutup lubang-lubang atau celah-celah agar kecoa tidak masuk ke dalam
ruangan.

3. Lalat
Melakukan pengelolaan sampah atau limbah yang memenuhi syarat kesehatan.

4. Tikus
a. Melakukan penutupan saluran terbuka, lubang-lubang di dinding, plafon,
pintu, dan jendela.
b. Melakukan pengelolaan sampah yang memnuhi syarat kesehatan.

5. Binatang penganggu lainnya


Melakukan pengelolaan makanan dan sampah yang memenuhi standar
kesehatan. .Metode pengendalian secara kimia atau biologi terhadap vektor,
tikus dan binatang pengganggu lainnya dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Nyamuk
a. Pemberantasan dilakukan apabila larva atau jentik nyamuk Aedes
sp. > 0 dengan cara abatisasi.
b. Melakukan pemberantasan larva atau jentik dengan menggunakan
predator.
c. Melakukan oiling untuk memeberantas larva atau jentik culex.
d. Bila diduga ada kasus deman berdarah yang tertular di rumah sakit,
maka perlu dilakukan pengasapan (fogging) di rumah sakit.
2. Kecoa
a. Pembersihan telur kecoa dengan cara mekanis, yaitu membersihkan
telur yang terdapat pada celah-celah dinding, lemari, peralatan dan
telur kecoa dimusnahkan dengan dibakar atau dihancurkan.
b. Pemberantasan kecoa

Pemberantasan kecoa dapat dilakukan secara fisik dan kimiawi.


a) Pemberantasan fisik atau mekanik dengan cara
1) Membunuh langsung kecoa dengan alat pemukul
2) Menyiram tempat perindukan dengan air panas
3) Menutup celah-celah dinding
b) Pemberantas kimiawi dengan menggunakan insektisida dengan
pengasapan, bubuk, semprotan, dan umpan.
3. Tikus
Melakukan pengendalian tikus secara fisik dengan pemasangan
perangkap, pemukulan atau sebagai alternatif terakhir dapat dilakukan
secara kimia dengan menggunakan umpan beracun.

4. Lalat
Bila kepadatan lalat disekitar tempat sampah (perindukan) melebihi
2 ekor per block grill maka dilakukan secara kimia dengan
menggunakan umpan beracun.

5. Binatang pengganggu lainnya


Bila terdapat kucing dan anjing, maka perlu dilakukan :
a. Penangkapan, kemudian dibuang jauh dari rumah sakit
b. Bekerjasama dengan Dinas Peternakan setempat untuk menangkap
kucing dan anjing
Metode pengendalian yang lainnya yaitu, dikenal dengan Metode
Pengendalian Vektor Terpadu (PVT). Pengendalian Vektor Terpadu
(PVT) merupakan pendekatan yang menggunakan kombinasi beberapa
metode pengendalian vektor yang dilakukan berdasarkan atas
keamanan, rasionalitas dan efektifitas dalam pelaksanaannya serta
dengan mempertimbangkan kelestarian keberhasilannya. Adapun
beberapa keunggulan dalam melakukan pengendalian vektor terpadu
adalah :
1. Dapat meningkatkan keefektifan dan efisiensi sebagai metode
atau cara pengendalian
2. Dapat meningkatkan program pengendalian terhadap lebih dari
satu penyakit tular vektor
3. Melalui kerjasama lintas sektor, sehingga hasil yang dicapai
lebih optimal dan saling menguntungkan

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 374 Tahun 2010, Upaya


pengendalian vektor secara terpadu (PVT) sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) merupakan pendekatan pengendalian vektor yang dilakukan
berdasarkan pertimbangan keamanan, rasionalitas dan efektivitas
pelaksanaannya serta berkesinambungan. Pengendalian vector dan
binatang pengganggu lainya berprinsif pada REESAA yaitu Rational,
pelaksanaan pemberantasan vektor pada daerah kasus tinggi, daerah
potensial Kejadian Luar Biasa (KLB) atau lokasi tertentu yang
diprioritaskan. Efektif, yaitu kombinasi dua atau lebih metoda dapat
dilakukankan agar mampu menurunkan penularan. Efisien, yaitu biaya
operasionalnya paling murah. Sustainable, yaitu dilaksanakan dengan
berkesinambungan sampai mencapai tingkat penularan yang rendah.
Acceptable yaitu kegiatan pemberantasan vektor harus dapat diterima
oleh masyarakat, hingga masyarakat setempat mendukung dan ikut
berpartisipasi dlm kegiatan tersebut. Affordable, yaitu mampu
melaksanakan kegiatan pemberantasan vektor pada lokasi yang mudah
terjangkau, sarana transportasi relatif baik sehingga bahan dan alat serta
keperluan logistik lainnya dapat dibawa ke lokasi tersebut.

D. Indikator Bebas Vektor di Rumah Sakit

Indikator bebas vektor di rumah sakit, yaitu:


1. Angka kepadatan vektor
a. Nyamuk Anopheles sp. MBR (Man biting rate) <0,025
b. Larva Anopheles sp. indeks habitat <1
c. Nyamuk Aedes aegypti dan/atau Aedes albopictus Angka Istirahat (Resting rate)
<0,025
d. Larva Aedes aegypti dan /atau ABJ (Angka Bebas Jentik) ≥95
e. Larva Aedes aegypti indeks container 0
f. Nyamuk Culex sp. MHD (Man Hour Density) <1
g. Larva Culex sp. indeks habitat <5
h. Mansonia sp., MHD (Man Hour Density) <5
i. Pinjal, Indeks Pinjal Khusus <1
j. Lalat, Indeks Populasi Lalat <2
k. Kecoa, Indeks Populasi Kecoa <2
2. Angka kepadatan untuk binatang pembawa penyakit
a. Tikus Success trapnya <1
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2016. Tikus Jawa, Teknik Survei di Bidang

Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI

Direktorat Jenderal P2&PL, 2008. Pedoman Pengendalian Tikus Khusus di Rumah Sakit,

Jakarta : Departemen Kesehatan RI.

Ginanjar, Genis. 2014. Demam Berdarah A Survival Guide. Yogyakarta: B-First.

Harahap, A, A. 2016. Hubungan Sanitasi Kapal dengan Kepadatan Kecoa pada Kapal

Motor yang Sandar di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Jurnal Kesehatan

Lingkungan Universitas Airlangga. 8 (2). 172-183.

Hiznah, N., & Werdiningsih, I. (2018). Pengaruh Konsentrasi Serbuk Daun Salam (Syzygium

polyanthum) Sebagai Repellent Kecoa (Periplaneta americana) (Doctoral

dissertation, Poltekkes Kemenkes Yogyakarta).

Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1204/MENKES/SK/X/2002. Persyaratan Kesehatan

Lingkungan Rumah Sakit

Menkes RI. (2019). Peraturan Menteri Kesehatan No. 07 Tahun 2019 Tentang Kesehatan

Lingkungan di Rumah Sakit. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Menkes RI. (2017). Peraturan Menteri Kesehatan No. 50 Tahun 2017 Tentang Standar Baku

Mutu Kesehatan Lingkungan Dan Persyaratan Kesehatan Untuk Vektor dan Binatang

Pembawa Penyakit serta Pengendaliannya

Purnama, Sang Gede. 2016. Buku Ajar Penyakit Berbasis Lingkungan. Universitas Udayana.

Sari, Vita Ardiana., Mitoriana Porusia. 2020. Gambaran Keberadaan Vektor Penyakit Dan

Binatang Pengganggu Di Bagian Instalasi Gizi Dan Bangsal Rumah Sakit Tipe C

Kota Surakarta. Skripsi thesis, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Sucipto, C. D, 2011. Vektor Penyakit Tropis. Yogyakarta


Ratnawati, Deby. 2016. Pengendalian vektor penyakit dan binatang pengganggu di RS PKU

Muhammadiyah Surakarta. Surakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas

Maret.

Yolanda, Natharina., Winata, Satyadharma Michael. 2014. Wound Myasis pada Anak. CDK-

219. 41 (8). 601-604.

Anda mungkin juga menyukai