KELOMPOK 2
KETUA :
ALDI SANJAYA PO7133121005
ANGGOTA :
FATIMAH AZZAHRAH PO7133121007
AMRINA ROSADA PO7133121018
WIDYA ANANDA FEBRIANTI PO7133121020
WANDA CITRA PRAMESWARI PO7133121023
DEVIANA ANGGUN PUSPITA DEWI PO7133121025
PUTRI DELIANI PO7133121028
ANGGUN OKTA MOULIA PO7133121029
KELOMPOK 2
KETUA
ALDI SANJAYA PO7133121005
ANGGOTA :
FATIMAH AZZAHRAH PO7133121007
AMRINA ROSADA PO7133121018
Mengetahui,
Mengetahui,
Ketua Jurusan Kesehatan Lingkungan
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan rahmat dan karunianya, sehingga kami dapat menyelesaikan
Laporan Praktik Belajar Lapangan (PBL) mahasiswa program studi DIII Sanitasi
Poltekkes Kemenkes Palembang di Balai Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Baturaja, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Penyusunan
laporan kegiatan PBL ini merupakan salah satu bentuk penjelasan tentang apa
yang dilakukan selama kegiatan Praktik Belajar Lapangan oleh Mahasiswa
Jurusan Kesehatan Lingkungan pada mata kuliah Pengendalian Vektor, Binatang
Pembawa Penyakit, dan Pest Control yang dilaksanakan pada semester III dalam
rangka memenuhi Proses Belajar Mengajar secara teori dan praktik serta
pemenuhan nilai tugas pada mata kuliah tersebut. Laporan ini terwujud atas
bimbingan, pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak yang tidak bisa kami
sebutkan satu persatu.
Akhir kata kami ucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu
atas tersusunya laporan ini, semoga laporan PBL ini bisa memberikan manfaat
bagi mahasiswa pelaksana PBL serta bagi pembaca.
Tim Penyusun
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN............................................................... ii
KATA PENGANTAR........................................................................... iii
DAFTAR ISI ......................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................ vi
DAFTAR TABEL.................................................................................. vi
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................... 1
B. Perumusan Masalah.............................................................. 2
C. Tujuan Penelitian.................................................................. 2
D. Manfaat Penelitian................................................................ 3
K. Morfologi Tikus................................................................... 29
N. Pengenalan Plasmodium...................................................... 49
A. Kesimpulan ......................................................................... 76
B. Saran .................................................................................... 76
LAMPIRAN .......................................................................................... 78
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4. 3 cx.quinquefasciatus............................................................ 70
vi
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
B. Rumusan Masalah
D. Manfaat Kegiatan
1. Bagi Mahasiswa
a. Sebagai sarana latihan dan penerapan ilmu pengetahuan perkuliahan
pada mata kuliah Pengendalian Vektor, Binatang Pembawa Penyakit,
dan Pest Control
b. Meningkatkan kemampuan dan sosialisasi lingkungan kerja.
c. Menambah pengetahuan, pengalaman, dan wawasan di lapangan kerja
mengenai dunia kerja khususnya di Balai Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Baturaja, Kemenkes RI.
2
d. Sebagai sarana untuk memperoleh informasi mengenai keadaan umum
Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Baturaja, Kemenkes
RI.
e. Terciptanya hubungan kerjasama yang saling menguntungkan antara,
kedua belah pihak.
2. Bagi Instansi yang Bersangkutan
a. Merupakan sarana untuk menjembatani antara instansi dengan
lembaga pendidikan untuk bekerja sama lebih lanjut baik bersifat
akademis maupun non akademis.
3. Bagi Lahan Tempat PBL
a. Lahan PKL dapat memanfaatkan tenaga PBL sesuai dengan
kebutuhan di unit kerjanya.
b. Laporan PBL dapat dimanfaatkan sebagai salah satu sumber informasi
mengenai situasi umum di tempat PBL tersebut.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Morfologi adalah ilmu yang mempelajari bentuk dan letak bagian luar
tubuh suatu organisme (makhluk hidup). Ciri-ciri bagian dari tubuh luar yang
merupakan ciri khusus dari setiap spesies perlu dipahami dalam mempelajari
morfologi jentik dan nyamuk. Mengingat tiap spesies jentik dan nyamuk
memiliki ciri yang berbeda maka pengenalan morfologi perlu ditekankan agar
tidak terjadi kesalahan dalam identifikasi jentik dan nyamuk.
Taksonomi
Phylum (Filum) : Arthropoda
Class (Kelas) : Insecta
Order (Ordo) : Diptera
Family (Famili) : Culicidae
Sub Family : Culicinae, Anophelinae,Toxorhynchitinae
Genus (Genus) : Anopheles, Toxorhynchites, Armigeres, Mansonia,
Culex, Aedes.
Species (Spesies) :
Morfologi Nyamuk
4
Secara umum tubuh nyamuk terbagi menjadi 3 (tiga) bagian:
a. Kepala / head
Mata, 1 probosis, sepasang antena, sepasang palpi (pembelai/perasa)
b. Dada / thorax
Sepasang sayap, Sepasang halter, 3 pasang tungkai / kaki
c. Perut / abdomen
Pada dasarnya terdiri dari 10 segmen, namun segmen 9-10
mengalami reduksi, bergabung dengan segmen 8 membentuk cerci
(alat kelamin).
a. Kepala
6
Bentuk
d. Abdomen /Perut
1. Terdiri dari 10 segmen
2. Segmen ke-9 dan 10 bergabung dengan segmen ke-8 membentuk cerci
Gambar 2.5. Abdomen Nyamuk dewasa
e. Sayap Nyamuk
Bentuk :
1. Simetris (seperti duri)
2. Asimetris (seperti sirip hiu)
7
Gambar 2.6. Sayap Nyamuk
f. Kaki Nyamuk
Memiliki 6 tungkai/ kaki (3 pasang)
8
a. Anopheles
Probocsis tidak sama panjang dengan palpi, scutellum
membulat (1 lobi), urat sayap nyamuk tertutup sisik gelap dan
pucat (berbercak), kaki panjang dan langsing serta berbintik/poloh
posisi hinggap menungging.
Gambar 2.8 Nyamuk anopheles
b. Armigeres
Gambar 2.9 Nyamuk armigeres
c. Aedes
Gambar 2.11 Nyamuk Culex
e. Mansonia
10
Gambar 2.12 Nyamuk mansonia
f. Toxorhynchites
Toxorhynchites merupakan nyamuk yang berukuran paling besar,
tidak menghisap darah, bentuk probosisnya setengah distal
membengkok ke bawah dan larvanya bersifat kanibalistik, sebagai
pollinator bunga.
11
h. Larva Nyamuk Culex
Memiliki rambut palmat dan 6x lebih Panjang dari lebar siphon.
panjang shipon 6 kali dari lebar.
13
E. Teknik Survei Entomologi DBD
1. Pengertian Survei DBD
2. Tujuan
3. Metode Survey
a. Survey Telur
b. Ovitrap
14
4. Analisa Hasil Ovitrap
OI = Ovitrap indek
Senter
Kertas Label
Selang karet di (D 1cm, ± 2 M)
Formulir survei
Pipet tetes plastic
Kaca Slide/benda
Botol jentik/ botol vial - GPS
Survei Nyamuk
Menangkap nyamuk yang hinggao di badan (human landing
collection/HLC) dan hinggap di dinding di dalam atau ditempat
lainnya seperti baju yang digantung, kelambu, horden dll.
MHD =
Jumlah nyamuk ( Aedes betina ) yang tertangkap per hari
x 100 %
penanngkap
Jumlah per jam
kolektor
19
5. Setelah 40 menit, selanjutnya dilakukan penangkapan nyamuk yang
hinggap di dinding dalam rumah selama 10’ menit
20
Man hour density (MHD) adalah kepadatan nyamuk menggigit
orang dalam spesies yang sama per jam per orang dihitung dengan
menggunakan rumus :
MHD =
Jumlah nyamuk ( spesies tertentu ) yang tertangkap
Jumlah penangkap x lama penangkapan ( jam ) x waktu penangkapan(menit )
Man Bitting Rate (MBR) adalah angka gigitan nyamuk per orang
per malam, dihitung dengan cara jumlah nyamuk (spesies
tertentu) yang tertangkap dalam satu malam (12 jam) dibagi
dengan jumlah penangkap (kolektor) dikali dengan waktu (jam)
penangkapan yang dihitung dengan menggunkaan rumus :
Tujuan:
Sasaran:
21
- Cidukan/dipper
- Botol kecil/vial
- Pipet kecil/pipet tetes
- Alkohol 70 %
- Kertas label
- Formullir survei
- Mikroskop compound
- pH meter, salinometer
Pelaksanaan kegiatan
Contoh :
10
KJ = = 0,10
100
22
H. PEMETAAN HASIL SURVEI HABITAT PERKEMBANGBIAKAN
PERKEMBANGAN POTENSIAL LARVA ANOPHELES
1. Pengertian Pemetaan
Pemetaan di Indonesia umumnya masih dilakukan dengan alat ukur tanah
theodolit untuk mendapatkan titik-titik koordinat di suatu wilayah. Setiap alat
ukur berpindah tempat, sebanyak itu pula harus dilakukan pengkondisian
agar didapat data yang akurat. Faktor emosi dari operator alat sangat
mempengaruhi akurasi hasil pengukuran yang pada akhirnya mempengaruhi
akurasi peta yang dihasilkan. Disamping itu, waktu pengerjaan hingga
dihasilkan peta pun sangat lama. Saat ini, teknologi GPS sudah menghasilkan
alat penerima data koordinat posisi yang kompak dan cukup murah dengan
akurasi yang memadai. Dengan penerima GPS ini, informasi koordinat
sebuah titik di muka bumi bisa diperoleh dengan cepat dan bisa menjangkau
semua titik di permukaan bumi. Sementara itu, teknologi pengolahan data
berukuran besar juga sudah tersedia berupa produk-produk teknologi
komputer, baik hardware maupun software.
Dengan menggabungkan penerima GPS sebagai alat akuisisi data dan
komputer sebagai pengolah data, bisa diperoleh sistem pemetaan yang cepat
dan akurat untuk berbagai macam keperluan: pariwisata, industri, tata kota,
batas wilayah, dan sebagainya.
2. Pengertian Aplikasi GPS Waypoint
Waypoint adalah sekumpulan koordinat yang mengidentifikasi sebuah
titik di peta. Waypoint digunakan untuk kepentingan navigasi terestrial.
Koordinat-koordinat itu biasanya menyertakan longitude, latitude, dan
kadang altitude untuk keperluan navigasi di udara. Koordinat Waypoint
diformat dengan cara yang berarti sesuatu untuk Anda perangkat navigasi
GPS (Global Positioning System).
23
GPS adalah singkatan dari Global Positioning System. Unsur utama dari
GPS adalah satu set satelit yang mengirimkan sinyal radio, dengan masing-
masing sinyal melaporkan waktu itu dikirim dari satelit. Dengan
membandingkan waktu sinyal perangkat Anda menerima dari masing-masing
empat (atau lebih) satelit, perangkat Anda menghitung seberapa jauh Anda
dari setiap satelit. Hanya ada satu tempat di bumi di mana orang-orang jarak
semua akan bertemu, sehingga perangkat Anda dapat melaporkan persis di
mana itu terletak. Dengan konvensi, waypoints akan diformat dalamlintang
dan bujur. Alih-alih derajat, menit, dan detik seperti yang secara tradisional
ditampilkan pada peta GPS waypoint biasanya diberikan dalam derajat dan
fraksi derajat, atau derajat, menit dan fraksi menit (GPS Waypoint
Koordinat).
Standar bujur dan lintang koordinat yang diberikan dalam derajat, menit
dan detik. Koordinat dalam derajat, menit, dan fraksi menit hanya dengan
cara yang berbeda dari format informasi yang sama. Jadi 35 derajat, 56
menit, 32 detik sama dengan 35 derajat, 56.53 menit, dan itu sama dengan
35,9422 derajat. Kebanyakan perangkat GPS akan membiarkan Anda
memasukkan koordinat dalam bentuk apapun yang nyaman bagi Anda. Bila
Anda melihat angka lebih banyak, seperti 35.942243, masih sesuai dengan
lintang atau bujur, hanya dengan akurasi lebih dari format derajat / menit
standar / detik."Landmark" GPS Waypoints.
Rawa-rawa : Mansonia sp
5. Perilaku Vektor
1) Aktivitas menggigit (biting activity): Siang atau malam hari, di dalam
rumah (endofagik) atau luar rumah (eksofagik), pemilihan hospes
(host preference).
2) Aktivitas istirahat: di dalam atau luar rumah
3) Kebiasaan meletakkan telur: jenis air yang disukai, skip oviposition
4) Jarak terbang (flight range)
6. Kerentanan Vektor terhadap Insektisida
25
Di banyak wilayah dilaporkan telah terjadi resistensi vektor
terhadap insektisida organofosfat seperti malathion dan temefos,
Pengendalian menggunakan insektisida lainnya.
Perlu dilakukan pengujian untuk mengetahui kerentanan vektor
susceptibility tes/uji kerentanan vector
7. Metode Pengendalian Vektor
Pengendalian Secara Fisik/Mekanik
a. Memanipulasi habitat perkembangbiakannya :
mengalirkan air yang tergenang,
Menabur garam pada selokan
Menutup lubang/cekungan dengan tanah membabat habis
tanaman rawa,
Pemberantasan sarang nyamuk : gerakan 3M, Gerakan 1 rumah
1 jumantik
26
e. Metode: Insecticides residual spraying (IRS), Fogging,
LLIN/kelambu insektisida, insektisida Rumah tangga (obat nyamuk
Bakar/semprot/elektrik)
Golongan insektisida sintetik:
- Organokhlorin : ddt, bhc, dieldrin
- Organofosfat : malathion, fenitrothion, temephos
- Karbamat : bendiocarb, propoxur
- pyrethoid : deltamethrin, bifenthrin, permethrin,
alphacymethrin, etofenprox.
Golongan insektisida alami/insektisida nabati:
Pyrethoid, Tanin, Alkaloid, Saponin, Triterpenoid
K. Morfologi Tikus
1. Biologi Tikus
Hewan mamalia pengerat (Rodentia), ekor panjang bersisik
Rat = Tikus (Rattus sp.);
Mouse = Mencit (Mus spp.)(berukuran kecil <180 mm)
Hewan terrestrial, tersebar di seluruh dunia ±1.380 spesies
Bersifat Omnivora
Hidup di tanah (fossorial), diatas pepohonan (arboreal),
semiakuatik
Klasifikasi tikus
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mammalia
Subklas : Theria
Ordo : Rodentia
Family : Muridae
2. Jenis-Jenis Tikus
Di Indonesia sendiri, ada terdapat sekitar 150 – 200 spesies yang tersebar
di seluruh wilayah Indonesia. Namun hanya ada 9 spesies yang resmi
29
dianggap sebagai hama yang mengganggu. Sembilan spesies hama tikus
tersebut adalah:
3. Morfologi Tikus
30
Anus di bawah ekor. Organ reproduksi terletak di sebelah anterior
anus.
Memiliki indera perasa, peraba, pendengaran, penciuman yang baik.
Indera penglihatan buruk
4. Siklus Hidup
31
32
Perbedaan Tikus dengan Curut
6. Perilaku Tikus
33
Kemampuan untuk mengerat bahan-bahan yang keras.
Kemampuan tikus berenang selama 50-72 jam dengan suhu 35 oC,
dengan kecepatan berenang sejauh 1 km/jam sedangkan pada mencit
hanya dapat berenang dengan kecepatan 0,7 km/jam.
Maksimal kemampuan seekor tikus untuk menyelam adalah
selama 30 detik.
Habitat domestik, peridomestik, dan sylvatic
7. Indera Tikus
Indera Penglihatan :
Tidak berkembang dengan baik, hanya mampu melihat 1/3 dari
penglihatan normal dan buta warna.
Indera Sentuhan :
Tikus menggunakan kumis untuk mengetahui jenis permukaan. Hasil
sensor peraba dikirimkan ke otak sehingga menghasilkan bentuk
benda atau jenis permukaan
Indera Penciuman :
Tikus mempunyai indera penciuman yang berkembang sangat baik.
Tikus juga berkomunikasi (status kelompok, perilaku kawin dll)
dengan Pheromones.
Indera Pendengaran :
Tikus mampu mendengar hingga 75.000 Hz sedangkan Mencit
mampu mendengar hingga 90.000 Hz
Indera Perasa / Pengecap :
Berfungsi untuk mengecek kualitas makanan. Tikus mampu
membedakan rasa hingga bagian rasa yang sangat kecil (0,000025%)
34
Sumber pakan dan sanitasi lingkungan
Predator: ular, burung hantu, kucing?
Keanekaragaman tanaman sawah, ladang, pertanian
Faktor abiotik lingkungan: suhu, kelembapan, cahaya
Salmonella
Salah satu jenis keracunan makanan paling umum yang disebabkan
ketika mengkonsumsi makanan atau minuman yang telah
terkontaminasi oleh urin dan kotoran tikus.
Hantavirus
Merupakan penyakit yang mirip dengan flu yang ditularkan oleh tikus
ke manusia melalui kontak dengan urin dan kotoran tikus yang
terinfeksi atau melalui debu yang mengandung partikel infeksius.
Leptospirosis (penyakit weil)
Penyakit yang disebabkan oleh bakteri Leptospira yang menyebar
melalui urin atau darah tikus yang terinfeksi. Manusia umumnya
terkena penyakit ini akibat kontak langsung dengan tanah atau air
yang telah terkontaminasi dengan urin tikus yang terinfeksi.
Demam gigitan tikus atau rat-bite fever
Merupakan infeksi yang disebabkan oleh dua bakteri, yaitu
Streptobacillus moniliformis dan Spirillum minus. Manusia umumnya
terkena penyakit ini ketika tergigit atau tercakar oleh tikus yang
terinfeksi. Namun, penyakit ini juga dapat ditularkan melalui
konsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi dengan
kotoran tikus atau urin.
35
Jenis-Jenis Penyakit diakibatkan Tikus yang sudah dilaporkan
36
Success trap adalah persentase tikus yang tertangkap oleh perangkap,
dihitung dengan cara jumlah tikus yang didapat dibagi dengan jumlah
perangkap dikalikan 100%.
12. Pengendalian
rutin.
Pengendalian kimiawi atau rodentisida dapat dilakukan dengan
pemberian bahan kimia racun yang dapat mematikan ataupun
mengganggu aktivitas tikus dalam makan, minum, kopulasi, dan
reproduksi.
Pengendalian kimia juga dapat menggunakan teknik fumigasi, bahan
kimia penolak, dan pemandul tikus.
37
Menggunakan patogen tikus seperti virus, bakteri, nematoda, cacing
pita, dan protozoa yang dapat menganggu proses fisiologis hingga
membunuh tikus
Pengendalian fisik–mekanis dengan prinsip dasar membunuh,
mengusir, dan melindungi; menggunakan pelindung tanaman atau
bend. a (rodent barrier), alat pengusir (rodent repeller), perangkap
tikus, dan berburu tikus. Pengendalian hayati dengan memanfaatkan
predator tikus, baik dari kelas aves, mamalia, maupun reptil.
Stadium ini merupakan stadium aseksual dalam sel parenkim hati pada
manusia. Stadium ini dimulai pada saat nyamuk Anopheles betina
menggigit manusia dan memasukkan sporozoit yang terdapat dalam air
liurnya ke dalam darah manusia. Setelah 2-1 jam melalui aliran darah
sporozoit akan masuk ke hati dan menginfeksi sel hati. Sporozoit
dalam hati akan mengalami perkembangan secara aseksual (proses
skizogoni) yang menghasilkan ± 10.000-30.000 merozoit, selanjutnya
dikeluarkan dari sel hati dan menginfeksi eritrosit (Nugroho & Wagey.
2000).
4) Stadium Darah
Stadium ini dimulai pada saat skizon matang dalam hati mengeluarkan
merozoit dan menyerang sel darah merah.Waktu minimum mulai dari
infeksi oleh nyamuk sampal ditemukannya merozoit dalam eritrosit
disebut periode prepaten.Periode mulai dari infeksi sampai tampak
40
gejala-gejala dan tanda tanda infeksi yaitu sampai parasitemia
mencapai kepadatan tertentu untuk dapat menimbulkan gejala klinis
disebut periode inkubasi Periode ini biasanya 2 hari setelah periode
prepaten. Setelah merozoit masuk ke dalam eritrosit maka merozoit
berubah bentuknya menjadi membulat dan semua organelnya hilang.
Parasit terus tumbuh membesar dan membentuk sel tunggal yang
disebut tropozoit, kemudian terjadi pembelahan inti beberapa kali dan
berlangsung sampai menjadi tropozoit masak.
41
wilayah. Penderita yang positif malaria langsung diobati sesuai
dengan jenis plasmodium yang ditemukan.
d. Malariometric survey (MS) : Yaitu kegiatan untuk mengukur
endemisitas dan prevalensi malaria di suatu wilayah. Kegiatan ini
digunakan untuk mendapatkan data dasar dan menilai hasil
kegiatan dari program pemberantasan malaria.
e. Mass blood survey (MBS) : Survei jenis ini merupakan kegiatan
yang dilakukan dalam upaya pencarian dan penemuan penderita
malaria melalui survei di daerah endemis malaria tinggi yang
penduduknya tidak lagi menunjukkan gejala spesifik malaria.
f. Surveilans migrasi : Surveilans migrasi merupakan kegiatan
pengambilan sediaan darah pada orang-orang yang menunjukkan
gejala klinis malaria yang datang dari daerah endemis malaria.
Kegiatan ini dilakukan terutama di desa yang reseptif dan
diketahui penduduknya banyak melakukan migrasi ke daerah
endemis malaria.
g. Kontak survey : Kontak survei adalah kegiatan pengambilan
sediaan darah pada orang-orang yang tinggal serumah dengan
penderita positif malaria dan atau orang-orang yang berdiam di
dekat tempat tinggal orang yang menderita malaria (berjarak + 5
rumah di sekitar rumah penderita malaria).
42
AMI = penduduk Jumlah kasus malaria klinis dalam 1 tahun/Jumlah
penduduk x 1000
Low case incidence (LCI) : +AMI < 10/% dan/atau API < 1/‰
Middle case incidence MCI): +AMI 10-50/% dan/ata API 1-5/%
High case incidence (CI) : +AMI > 50/% dan/atau API > 5/‰
1. Wuchereria brancofti
2. Brugia malayi
3. Brugia timori
44
M. Pengenalan Microfilaria
1. Pengertian Filaria
Brugia malayi
Brugia timori
a. Anopheles
b. Aedes
45
c. Culex
d. Mansonia
3. Gejala-gejala
a. Demam berulang-ulang selama 3-5 hari. Demam dapat hilang bila istirahat
dan timbul lagi setelah bekerja berat.
b. Pembengkakkan kelenjar getah bening (tanpa ada luka) di daerah lipatan
paha, ketiak (limfadenitis) yang tampak kemerahan, panas dan sakit.
c. Radang saluran kelenjar getah bening yang terasa panas dan sakit yang
menjalar dari pangkal ke arah ujung kaki atau lengan.
d. Abses filarial terjadi akibat seringnya pembengkakan kelenjar getah
bening, dapat pecah dan mengeluarkan nanah serta darah.
e. Pembesaran tungkai, lengan, buah dada, kantong buah zakar yang terlihat
agak kemerahan dan terasa panas (limfedema dini).
a. Saluran limfe yang pecah lalu limfe dapat masuk dalam cairan urine
penderita sehingga menyebabkan kiluria (chylous urine)
b. Penumpukan cairan limfe di sekitar testis atau bisa disebut dengan
hidrokel
c. Pembesaran yang menetap (elephantiasis) pada tungkai, lengan, buah
dada, buah zakar (elephantiasis skroti).
4. Diagnosis Filariasis
Manifestasi klinis
Diagnosis klinis ditegakkan bila ditemukan gejala dan tanda klinis akut
ataupun kronis.
Pemeriksaan Laboratorium
Dengan pemeriksaan darah jari yang dilakukan pada malam hari (pukul
20.00 s.d 02.00) waktu setempat. Seseorang dinyatakan sebagai penderita
Filariasis, apabila dalam sediaan darah tebal ditemukan mikrofilaria
46
5. Ciri morfologi mikrofilaria digunakan untuk menegakkan diagnosis
Filariasis
6. Pencegahan Filariasis
a. Demam tinggi
b. Sakit kepala
c. Menggigil
d. Nyeri
N. Pengenalan Plasmodium
Ada empat jenis spesies parasit malaria di dunia yang dapat menginfeksi
sel darah merah manusia yaitu :
a. Plasmodium falciparum
b. Plasmodium vivax
c. Plasmodium malariae
d. Plasmodium ovale
Jenis ini jarang sekali dijumpai, umumnya banyak di Afrika dan Pasifik
Barat. Lebih ringan. Seringkali sembuh tanpa pengobatan. Seorang
penderita dapat dihinggapi oleh lebih dari satu jenis Plasmodium (Fitriany
dan Sabig, 2018).
49
BAB III
PELAKSANAAN KEGIATAN
A. Rencana Kegiatan
B. Lokasi Kegiatan
50
C. Waktu Kegiatan
BAB IV
52
a. Meningkatkan prefesionalisme sumber manusia dalam bidang
pengamatan dan pengajian vektor dan dinamika penularan serta
cara pengendalian vektor penyakit: serta
b. Menggalang dan mengembangkan kemitraan lintas program
dan sektor terkait dalam pengamatan dan pengkajian vektor
serta dinamika penularan penyakit.
Misi utama Balai Litbangkes Baturaja adalah melaksanakan
kegiatan penelitian yang bertujuan menghimpun data-data yang
diambil baik dari lapangan maupun laboratorium dalam bentuk
informasi yang selanjutnya dikaji dan dikembangkan bagi kepentingan
para pengelola program didaerah.
3. Tujuan dan Sasaran Balai Litbangkes Baturaja
Tersedianya sumber daya manusia profesional yang didukung oleh
sarana dan prasarana, serta tersedianya informasi IPTEK yang handal
tentang vektor dan dinamika penularan penyakit di seluruh wilayah
endemis dan potensial. Balai penelitian dan pengembangan pengendalian
penyakit bersumber binatang dalam Permenkes
2362/MenKes/Per/X1/2011 tanggal 22 November 2011 tentang
kedudukan Balai Litbangkes adalah unit pelaksana teknis di lingkungan
Kementrian Kesehatan yang berada dibawah dan bertanggung jawab
kepada badan penelitian dan pengembangan kesehatan. Balai Litbangkes
dipimpin oleh Seorang Kepala dalam melaksanakan tugas administratif
dibina oleh sekretariat badan penelitian dan pengembangan kesehatan dan
secara teknis fungsional dibina oleh pusat teknologi intervensi kesehatan
masyarakat. Balai Litbangkes baturaja menyelenggarakan fungsi sebagai
berikut:
1. Penyusunan rencana dan program penelitian dan pengembangan
pengendalian penyakit bersumber binatang.
2. Pelaksanaan kerjasama penelitian dan pengembangan
pengendalian penyakit bersumber binatang.
3. Pelaksanaan monitoring, evaluasi dan penyusunan laporan
penelitian dan pengembangan pengendalian penyakit bersumber
binatang.
53
4. Pelaksanaan penelitian dan pengembangan pengendalian
penyakit sesuai keunggulannya.
5. Penentuan karakteristik epidemiologi penyakit bersumber
binatang.
6. Pengembangan metode dan teknik pengendalian penyakit
bersumber binatang.
7. Pengelolaan sarana penelitian dan pengembangan pengendalian
penyakit bersumber binatang serta pelayanan masyarakat.
8. Pengembangaan jaringan informasi dan ilmu pengetahuan
teknologi kesehatan.
9. Pelaksana diseminasi dan promosi hasil-hasil penelitan dan
pengembangan pengendalian penyakit bersumber binatang.
10. Pelaksaan urusan ketatausahaan dan kerumahtanggaan.
4. Struktur Organisasi
Struktur organisasi Balai Litbangkes Baturaja berdasarkan
peraturan Menteri Kesehatan nomor 65 tahun 2017 tanggal 23 Tahun
2018, yaitu: Dalam melaksanakan tugas sebagaimana tercantum dalam
Peraturan KemenKes RI Nomor 65/MenKes/Per/X1/2017 tentang
organisasi dan tata kerja Balai penelitian dan pengembangan
pengendalian penyakit bersumber binatang sebagai unit pelaksana teknis
di lingkungan Badan Penelitian dan pengembangan Kesehatan
Kementerian Kesehatan yang berada dibawah dan bertanggung jawab
kepada badan penelitian dan pengembangan kesehatan, secara
administratif dibina oleh sekretariat dan pengembangan kesehatan dan
secara teknis fungsional dibina oleh pusat penelitian dan pengembangan
intervensi kesehatan masyarakat.
54
Dalam mewujudkan visi dan misi serta tugas pokok dan fungsi
Balai Litbangkes Baturaja perlu didukung oleh sumber daya manusia
yang memadai dan berkualitas. Pengembangan SDM dilakukan dengan
melakukan on the job Training, magang di berbagai intitusi yang sesuai
dengan tupoksi serta tugas belajar dan ijin belajar. Selain itu setiap bulan
dilakukan diskusi ilmiah untuk refreshing dan meningkatkan kemampuan
para peneliti dan litkayasa. Sampai dengan tahun 2012 total SDM di Loka
Litbang sejumlah 52 orang PNS dan 13 orang tenaga honorer.
Genus Spesies
Gambar Jentik Keterangan
Jentik Jentik
Culex Culex sp Panjang siphon 6:1
Baris comb tidak
beraturan
55
spirakel
Genus Spesies
Gambar Nyamuk Keterangan
Nyamuk Nyamuk
Mansonia Mansonia sp Sisik sayap
asimetris
Proboscis dan
palpi tidak sama
56
Panjang
Terdapat 3 lobus
scutellum
Anopheles Anopheles sp Proboscis dan
palpi hampir sama
Panjang
Scutellum 1 lobus
membulat
sisik sayap
asimetris dengan
gelap dan terang.
57
Toxorhyncites Toxorhyncites Proboscis dan
palpi hampir sama
panjang
Proboscis
membentuk seperti
kail
Nyamuk dewasa
lebih besar dari
nyamuk lainnya.
a. Tujuan
Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu air gula, aspirator,
handuk basah, kapas, kandang nyamuk, kertas kontrol (HVS/kertas
putih), tabung penguji. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu
Alphacypermethrin 0,025% dan nyamuk.
c. Cara Kerja
59
dan dirapatkan menggunakan kawat baja perak, selanjutnya tabung
digabungkan dengan slider.
60
7. Nyamuk dalam tabung holding didiamkan selama 24 jam dan
diletakan dalam kandang nyamuk yang telah dilapisi handuk
lembab.
8. Setelah 24 jam hitung jumlah nyamuk yang mati. Nyamuk
dikatakan masih hidup apabila dapat terbang meskipun sebagian
tungkai telah hilang. Nyamuk yang terkapar dikategorikan
sebagai nyamuk mati.
9. Mortalitas nyamuk dihitung dengan rumus berikut:
Total Nyamuk Mati
Persentase Kematian = x 100 %
Total Nyamuk Uji
10
= x 100 %
20
= 50 %
Mortalitas Kontrol =
(%mortalitas perlakuan−%mortalitas control)
x 100 %
(100−% mortalitas control)
( 50 %−5 % )
= x 100 %
( 100−5 % )
45
= x 100 %
(100−5)
45
= x 100 %
95
= 47,4%
61
10. Kematian nyamuk dihitung atau diamati setelah 24 jam penyimpanan
dengan kriteria kerentanan.
a. Kematian 98 – 100% (rentan)
b. Kematian nyamuk 90-97% (perlu uji tambahan, minimal 2
kali uji)
c. Kematian nyamuk <90% (dikatakan resisten dan tidak perlu
uji tambahan selagi nyamuk yang diuji minimal 100 ekor).
d. Pembahasan
Larva nyamuk instar III sebanyak kurang lebih 600 ekor, yang dibagi
dalam 4 gelas plastik masing-masing gelas plastik terdiri dari 20 ekor larva
dan 1 gelas plastik untuk control yang terdiri 20 ekor untuk masing-masing
gelas plastik tersebut. Perlakuan pada praktikum ini dibagi menjadi dua
kelompok dengan masing masing dua kali pengulangan. Pembagian
Konsentrasi Pada praktikum ini menggunakan temephos dengan konsentrasi
20 ppm, 40 ppm, 60 ppm dan 80 ppm.
c. Cara Kerja
Cara kerja yang dilakukan pada uji bioassay ini yaitu menggunakan
temephos dengan konsentrasi 20 ppm, 40 ppm, 60 ppm dan 80 ppm
64
% Kematian = x 100 %
33
Konsentrasi 20 ppm : = x 100 %=27,5 %
120
102
Konsentrasi 40 ppm : = x 100 %=85 %
120
81
Konsentrasi 60 ppm : = x 100 %=67,5 %
120
88
Konsentrasi 80 ppm : = x 100 %=73,3 %
120
d. Pembahasan
Berdasarkan hasil percobaan yang diperoleh maka hasil yang kami
dapatkan pada 6 cup kontrol tidak ada larva yang mati, jika
dipresentasikan maka hasilnya 0%. Sedangkan pada cup A1-A6 yang
berisi konsentrasi sebanyak 20 ppm ditemukan 33 larva yang mati, jika
dipresentasikan maka hasilnya 27,5%. Pada B1-B6 yang berisi konsentrasi
40 ppm ditemukan 102 larva yang mati, jika dipresentasikan maka
hasilnya 85%. Pada C1-C6 yang berisi konsentrasi 60 ppm ditemukan 81
larva yang mati, jika dipresentasikan maka hasilnya 67,5%. Pada D1-D6
yang berisi konsentrasi 80 ppm ditemukan 88 larva yang mati, jika
dipresentasikan maka hasilnya 73,3%. Dan jentik nyamuk dinyatakan
rentan apabila kematian nyamuk uji ≥98%, resisten moderat apabila
kematian nyamuk uji 90-<98%, dan resisten tinggi apabila kematian
nyamuk uji <90%. Jika hasil uji menunjukkan kematian dibawah 90%
maka dicurigai adanya resisten genetik sehingga perlu dilakukan uji
lanjutan secara genetik/biokimia. Dapat disimpulkan bahwasannya dengan
konsentrasi 40 ppm yang paling banyak mati dengan persentase 85%
dengan alasannya bahwa kemungkinan ada kesalahan prosedur (Human
Error) pada konsentrasi 40 ppm yang menyebabkan persentase kematian
lebih tinggi dari pada konsentrasi 60 ppm dan 80 ppm karena mengalami
dua kali penambahan abate dan otomatis mengalami dua kali pengadukan.
Hasil dari larvasida yang digunakan tidak baik atau tidak memiliki
65
pengaruh terhadap jentik nyamuk karena persentase nilai mortalitasnya
<70%.
Untuk tempat istirahat, ada nyamuk yang lebih mirip dalam rumah
(endofilik), seperti dinding rumah. Namun ada pula nyamuk yang lebih
memilih diluar rumah (eksofilik), misalnya tanaman, kandang binatang,
tempat-tempat dekat tanah, atau di tempat-tempat yang agak tinggi.
Aktivitas menggigit nyamuk juga berbeda. Ada yang menghisap darah
pada waktu malam atau (night bitters), namun ada pula yang siang hari
(day bitters). Ada yang menggigit di dalam rumah (endofagik). ada juga
yang menggigit di luar rumah ( eksofagik). ( kurniawan, 2009 : 81)
66
c. Cara Penangkapan Nyamuk Dewasa
1. Alat dan Bahan
1. Aspirator
2. Paper cup
3. Kertas label
4. Termohygrometer
5. Senter
6. Kain kasa
7. Kapas
8. Form penangkapan
9. Karet gelang
10. Nampan
11. Alat tulis
2. Prosedur Kerja
a. Aedes vexan
b. Armigeres subalbatus
c. Culex quinquefasciatus
68
Gambar 4.1 ae. vexan Gambar 4.2 ar. subalbatus
Gambar 4.3 cx.quinquefasciatus
69
4. Untuk export (menyalin data) hasil survey, klik tanda pada sisi
kiri pojok atas tampilan dashboard GPS Waypoints > pilih
waypoints maka akan muncul semua titik hasil ploting. Selanjutnya
pilih dan klik export all.
5. Maka akan muncul tampilan sebagai berikut > pilih export to KML
> selanjutnya pilih dan klik share > pilih drive sebagai lokasi export
data
6. Atur penamaan file yang akan di export (misalnya titik_survey) >
kemudian pada account pilih atau masukkan alamat email yang aktif
> pada bagian folder atur nama tujuan file yang akan di export
(misalnya PLOTING GEDUNG, dll) > klik Save
7. Download data titik survey dari gdrive dan simpan di komputer
anda
c. Pembahasan
70
1. Latitude -4,162795°, longitude 104,191883°
(0/10) Larva Anopheles
2. Latitude -4,162911°, longitude 104, 191733°
(1/10) Larva Anopheles
3. Latitude -4,164387°, longitude 104,194363°
(0/10 )Larva Anopheles
4. Latitude -4,162643°, longitude 104,191879°
(0/10 )Larva Anopheles
5. Latitude -4,161262°, longitude 104,190411°
(0/10) Larva Anopheles
6. Latitude -4,159799°, longitude 104,188911°
(1/10) Larva Anopheles
71
0,025% yaitu 75% sehingga mortalitas nyamuk yang diberi paparan
Alphacypermethrin 0,025% dapat dikatakan resisten.
Kesimpulan yang diambil dari uji kerentanan yaitu nyamuk yang
diberi paparan Alphacypermethrin 0,025% mengalami kematian mencapai
75% sehingga dapat dikatakan resistensi dan Alphacypermethrin 0,025%
tidak efektif sebagai insektisida nyamuk.
1. Mikroskop
2. Jarum seksi
3. Kaca objek dan kaca preparat
4. Air bersih
5. Nyamuk betina (Aedes sp.)
6. Kloroform
c. Cara kerja :
Gambar 4.4 Nulliparous Gambar 4.5 Parous
74
BAB V
A. Kesimpulan
75
DAFTAR PUSTAKA
Ariyadi, E. 2012. Isolasi dan Uji Bioassay Bakteri Kotoran Cicak yang Berpotensi
Sebagai Pengendali Larva Aedes sp. Seminar Hasil-Hasil Penelitian LPM UNIMUS.
91-96.
Dewi, N. U. 2018. Identifikasi Mikrofilaria Pada Penduduk Di Kepulauan
DoangDoangan Caddi Kabupaten Pangkep. Jurnal Media Analis Kesehatan. (1):
15-25.
Fitriany, J., dan Sabig, A. 2018. Malaria. Jurnal Averrous. 4(2): 1-20.
Hadi, Upik Kesumawati, dan Susi Soviana. Ektoparasit : Pengenalan, Identifikasi, dan
Pengendaliannya. Bogor, IPB Press. 2018
Husna, N, S., Priyono, B., dan Darwi, A. 2012. Efikasi Ekstrak Daun Lengkuas Terhadap
Mortalitas Larva Nyamuk Anopheles aconitus. Journal of Life Science. 1(1): 42-
46.
Ipa, M., Hendri, J., Hakim, L., Dan Muhammad, R. 2017. Status Kerentanan Larva
Aedes aegypti terhadap 'Temefos (Organofosfat) di Tiga Kabupaten/Kota
Provinsi Aceh. Aspirator. M2): 77-84.
Irwan. 2019. Epidemiologi Penyakit Menular. CV. Absolute Media: Yogyakarta.
Kemenkes RI. (2012). Pedoman Penggunaan Insektisida (Pestisida) dalam
Pengendalian Vektor. Jakarta : Kemenkes RI.
Portunasari, W.D., Kusmintarsih, E.S., dan Riwidiharso, E. 2016. Survei Nyamuk Culex
spp. sebagai Vektor Filariasis di Desa Cisayong, Kecamatan Cisayong,
Kabupaten Tasikmalaya. Jurnal Biosfera. 333): 142-148.
Mardiana dan Munif A. 2009. Komposisi Umur Nyamuk Anopheles sp. yang Diduga
Sebagai Vektor di Daerah Pegunungan Kecamatan Lengkong, Kabupaten
Sukabumi. Jurnal Ekologi Kesehatan. 8(2): 946-952.
Moerid,S,M., R.E.P. Mangindaan, P, E, R., dan Losung, F. 2013. Uji Aktivitas Larvasida
Nyamuk Aedes aegypti Dari Beberapa Ekstrak Ascidian. Jurnal Pesisir dan
Laut Tropis. 1): 14-20.
Santoso., Yahya., Suryaningtyas, N. H., dan Rahayu, K. S. 2015. Deteksi Mikrofilaria
Brugia malayi pada Nyamuk Mansonia spp dengan pembedahan dan metode
PCR di KabupatenTanjung Jabur Timur. Jurnal Aspirator. 14): 29-35.
76
DOKUMENTASI
77