Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH PENYEDIAAN AIR

EVALUASI TINGKAT RESIKO PENCEMARAN SARANA


PENYEDIAAN AIR

Disusun oleh

KELOMPOK 6

1. Alisa Zahron (P21345119007)


2. Annisa Nurul Haq (P21345119013)
3. Diffany Sekar Umari (P21345119019)
4. Fynna Dwi Oktaviani (P21345119028)
5. Galang Permana Putra W (P21345119029)

2-D3A KESEHATAN LINGKUNGAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN

JAKARTA II

Jl. Hang Jebat III No.8, RT.4/RW.8, Gunung, Kby. Baru, Kota Jakarta Selatan, Daerah
Khusus

Ibukota Jakarta 12120


PEMBAHASAN

1. Evaluasi Tingkat Risiko Pencemaran Sumur Gali Dan Sumur Pompa


Tangan.
A. Sumur Gali
Tingkat risiko sumur gali adalah kondisi disekeliling sumur gali yang
memungkin terjadinya pencemaran. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan
sumur gali tercemar yaitu, jarak jamban dengan sumur gali <10 m (25 sumur),
jarak sumur gali dengan sumber pencemar lain <10 m (24 sumur), ada genangan
air di sekitar sumur (33 sumur), saluran pembuangan air limbah rusak/tidak ada
(41 sumur), lantai sumur yang radiusnya <1 m (40 sumur), ada genangan air
diatas lantai semen sekeliling sumur ( 43 sumur), keretakan pada lantai semen (45
sumur), ember tidak digantung (16 sumur), bibir sumur yang tidak sempurna (22
sumur), dan dinding sumur dengan kedalaman <3 m tidak diplester cukup
rapat/sempurna (34 sumur).
Kondisi lingkungan disekitar sumur gali juga dapat mempengaruhi risiko
pencemaran sumur gali seperti adanya sampah dan air kotor atau air limbah yang
tergenang disekitar sumur gali, hal ini terjadi karena adanya aktivitas masyarakat
disekitar sumur gali seperti mencuci, dimana sampah yang dihasilkan dibuang
begitu saja serta adanya dedaunan dalam sumur gali yang memungkinkan
terjadinya pencemaran.
Oleh karena itu perlu juga dijaga kebersihan lingkungan sekitar sumur gali,
mempunyai penutup sumur agar air sumur tersebut terlindung dari risiko
pencemaran seperti sampah atau daun yang jatuh dari pohon dan dinding sumur
harus diplester dengan kedalaman 3 meter dari permukaan tanah agar air kotor
atau air limbah dari hasil kegiatan masyarakat disekitar sumur tidak masuk
kedalam sumur dan mencemari air sumur dan dibuat pagar disekitar sumur gali.
Permenkes No. 416/MENKES/PER/1X/1990 menyatakan bahwa jumlah MPN E.
coli yang terdapat dalam air bersih yang bersumber dari sumur gali adalah 0/100
ml sampel. Penelitian (Awuy et al. 2018, h. 6) menunjukan bahwa kandungan
Escherichia coli dalam air sumur gali menandakan bahwa air tersebut telah
terkontaminasi oleh kotoran tinja manusia dan semakin dekat jarak sumber
pencemar (septic tank) maka semakin tnggi jumlah Escherichia coli yang berarti
kualitas airnya semakin rendah. Keberadaan Eschericia coli pada jarak sumur gali
dengan septic tank yang memenuhi syarat (>11 meter) menandakan adanya faktor
lain seperti kontruksi sumur gali yang tidak memenuhi syarat, tidak memiliki
saluran pembuangan air limbah (SPAL), dekat dengan sumber pencemar lain
seperti kandang ternak, kedalaman sumur, topografi tanah seperti masyarakat
sekitar yang tidak menjaga kebersihan sekitar sumur dapat mempengaruhi
kandungan bakteri Escherichia coli pada sumur gali.
Menurut Sumampouw dan Risjani (2014), Escherichia coli merupakan
bakteri indikator terjadinya pencemaran tinja manusia/hewan di lingkungan dan
menjadi agen penyebab penyakit diare khususnya pada balita. Kehadiran
Escherichia coli pada air sumur gali mengindikasikan bahwa kontaminasi air
tanah karena kotoran manusia maupun hewan yang dapat mengandung bakteri,
virus, atau organisme penyebab panyakit lainnya. Air yang terkontaminasi dengan
organisme bakteri ini dapat menyebabkan penyakit yang berhubungan dengan
pencemaran seperti diare, dan kolera.

Kontruksi sumur gali juga mempengeruhi keberadaan bakteri Escherichia


coli maka perlu dilakukan perbaikan kontruksi sumur gali seperti bibir yang retak,
lantai sumur yang lebarnya tidak sampai 1 meter, dinding sumur yang tidak
diplester, adanya genangan sir disekitar sumur, adanya keretakan pada lantai
sumur dan membuat SPAL di setiap sumur gali

Dari semua sumur gali yang kontruksi fisiknya yang belum memenuhi
syarat harus diperbaiki seperti bibir yang retak, lantai sumur yang lebarnya tidak
sampai 1 meter, dinding sumur yang tidak diplester, dan membuat SPAL di setiap
sumur galiKarena dilihat dari jarak sumur gali yang dekat dengan jamban dan
kandang ternak sehingga tidak menutup kemungkinan bahwa kotoran dan tinja
tersebut masuk kedalam air sumur gali dan bisa juga menyebabkan berbagai
penyakit terutama penyakit diare dan penyakit kulit.
Pengetahuan mengenai pola pencemaran air tanah oleh tinja
memberikan informasi yang sangat berguna sehubungan dengan desain dari
fasilitas pembuangan, terutaman mengenai lokasi dalam hubungannya dengan
jarak terhadap sumber air bersih, jarak yang ditempuh oleh bakteri maupun zat
kimia tergantung dari porositas tanah. Penyebaran tinja manusia sebagai sumber
kontaminasi yang berasal dari lubang kakus dengan jarak 11 meter dari sumur gali
agar tidak terjadi pemcemaran oleh tinja.
Faktor yang terpenting dalam penempatan lokasi kakus lubang gali
adalah pada daerah yang lebih rendah atau paling tidak sama dengan lokasi
sumber air. Bila lokasi sumur yang lebih tinggi tidak dapat dicapai maka jarak 15
meter akan dapat mencegah pencemaran bakteri terhadap sumur gali.

Jika dibandingkan dengan teori, sumur gali yang baik harus memenuhi
persyaratan kontruksi dan lokasi (Depkes RI dan Direktorat Penyehatan Air, 1996,
h.6).
a. Bangunan sumur gali terdiri dari dinding sumur, lantai dan bibir sumur yang
terbuat dari bahan yang kuat dan kedap air seperti pasangan batu bata atau batu
kali atau beton yang diplester rata.
b. Dinding sumur sedalam 3 meter diplester dari bahan yang kedap air, dibuat dari
permukaan tanah untuk mencegah merembesnya air kedalam sumur sebab tanah
mengandung bakteri (bakteri hanya dapat hidup dalam tanah, sampai 3 meter
dibawah tanah).
c. Bibir sumur harus setinggi 0,8 meter dari permukaan tanah harus terbuat dari
bahan yang kedap air dan kokoh untuk tidak terjadi merembesnya air ke dalam
sumur dan untuk keselamatan, sebaiknya diberi penutup agar hujan dan
kotorannya tidak dapat masuk ke dalam sumur.
d. Lantai kedap dan mempunyai luas dengan lebar 1 meter dari tepi bibir dengan
tebal 10 cm. Untuk kemiringan dibuat sedemikian rupa sehingga air bekas cucian
dapat mengalir ke saluran pembuangan air limbah (1%-5%).
e. Salurran air limbah minimal 10 meter dari sumur. Peresapan air buangan yang
dibuat dari bahan yang kedap air dan licin dengan kemiringan 2% kearah
pengolahan air buangan.
f. Bangunan sumur dilengkapi dengan sarana untuk mengambil dan menimbah air
seperti timbah dan kerakan timbah dengan galungan. Disamping itu, dasar sumur
sebaiknya diberi kerikil atau pecahan batu untuk menahan lumpur.
2. Kandungan bakteriologis Escherichia Coli Air Sumur Gali.

Kandungan bakteri Escherichia coli pada air sumur gali dapat dilihat dari
kondisi sekitar sumur gali serta keadaan fisik sumur gali yang dapat
memungkinkan terjadinya pencemaran. Salah satu penyebab pencemaran sumur
gali yaitu: kondisi fisik (kontruksi) sumur gali. Pencemaran terhadap air sumur
gali ini merupakan hal yang sangat memprihatinkan dan perlu untuk segera
dikendalikan karena pencemaran bakteri Escherichia coli terhadap air sumur gali
dapat menyebabkan terjadinya penyakit diare. Faktor fisik yang menyebabkan
terjadinya pencemaran terhadap air sumur gali yaitu jarak sumur gali dari sumber
pencemar (kandang ternak, septic tank), genangan air disekitar sumur, tidak
adanya SPAL, terdapat bibir sumur yang pecah-pecah, lantai disekeliling sumur
retak sehingga dapat memungkinkan terjadinya pencemaran.
Kualitas fisik air sumur harus diperhatikan apabila air sumur gali yang
digunakan sudah tercemar baik dari aktivitas manusia akan berdampak bagi
kesehatan. Kondisi lingkungan disekitar sumur gali juga harus terjaga karena ada
beberapa hal yang dapat membuat air sumur tercemar yaitu tidak ada penutup
sumur sehingga kotoran seperti dedauan, debu dan air bekas cucian dapat masuk
kedalam sumur dan mencemari air sumur gali.

Permenkes No. 416/MENKES/PER/1X/1990 tentang persyaratan kualitas air


bersih untuk parameter fisik air dikatakan memenuhi syarat apabila air tersebut
tidak berkeruh, tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa maka hasil yang
didapat adalah memenuhi syarat.
Kualitas fisik air bersih tidak berkeruh, berwarna, berbau dan berasa dan
apabila ada salah satu fisik air yang tidak memenuhi syarat, maka dapat dikatakan
air tersebut tidak memenuhi syarat kesehatan atau telah tercemar dan dapat
berdampak bagi kesehatan seperti diare dan penyakit kulit.
B. Sumur Pompa Tangan
untuk mendapatkan air tanah dapat juga dilakukan dengan cara pengeboran

yang selanjutnya dipasang sebuah pompa tangan. Sesuai dengan kedalaman air

tanah maka sumur pompa dibagi menjadi 2 bagian yaitu :

 Sumur pompa tangan dangkal

Sumur pompa tangan dangkal dalah mengisap air di dalam tanah. Kekuatan/daya

hisap pompa ini sesuai dengan tekanan udara normal yang ada, maka secara

teorotis apabila kondisi selinder yang adaa betul-betul kondisi vacuum adalah

sebesar 10,33 m. Dalam hal SPT maka selinder berada di atas permukaan tanah

sehingga naiknya air adalah akibat hisapan yang dilakukan oleh klep didalam

silinder ini. Agar kondisi pompa dapat tertahan cukup lama maka kedalam air

kurang lebih ± 7 m adalah merupakan kedalaman yang optimal untuk sebuat SPT

dangkal.

 Sumur pompa tangan dalam

Sumur pompa tangan dalam adalah mengisap air dari permukaan tanah, maka SPT

dalam ini adalah mengangkat air yang ada didalam silinder tersebut. Oleh karena

itu silinder SPT dalam berada didalam atau terendam di air yang akan diangkat.

(Sugiharto,dkk,h,261-273).

Contoh :

Sumber air yang berasal dari sumur pompa tangan saat ini menjadi sumber air
konsumsi bagi warga, meskipun telah tertera larangan untuk dikonsumsi. Hal ini
secara ilmu kesehatan tentunya akan membahayakan kesehatan manusia itu
sendiri. Data mutakhir yang diperoleh dari puskesmas suak ribee adalah sebanyak
10 jiwa (April-Agustus) dari 104 jiwa dalam 10 desa wilayah kerja puskesmas
terserang penyakit diare yang kemungkinan besar disebabkan oleh air minum
yang dikonsumsi berasal dari air sumur pompa tangan tersebut. Sebagaimana
yang kita ketahui bahwa salah satu bakteri yang paling berpengaruh dalam
menyebabkan timbulnya diare adalah bakteri E. Coli. Hal ini yang kemudian
dirasa perlu untuk mengetahui berapa kadar/jumlah bakteri E. Coliyang terdapat
pada air yang berasal dari sumur pompa tangan tersebut yang dapat menyebabkan
penyakit diare pada warga desa kampung belakang (Puskesmas Suak Ribee,
2012).

Desa Kampung Belakang terletak di daerah persisir pantai yang memiliki 637
Kepala Keluarga dari 5 dusun di Desa Kampung Belakang Kecamatn Johan
Pahlawan Kabupaten Aceh Barat, Desa Kampung Belakang merupakan lokasi
rawan bencana tsunami. Saat ini sumber air bersih warga adalah sumur
pompatangan dan sumur gali. Sumur pompa tangan merupakan sumber air bersih
yangbanyak dipakai oleh warga, meskipun pada beberapa lokasi yang terdapat air,
secara fisik memeliki tingkat warna yang kurang jernih, berbau dan berasa, karena
mayoritas penduduk Desa Kampung Belakang menggunakan sumber air dangkal.
Saat ini jumlah sumur pompa tangan adalah 150 unit,(Kantor Desa Kampung
Belakang, 2012).

2. Evaluasi Tingkat Resiko Pencemaran Sarana Perlindungan Mata Air

Dirjen PPM dan PLP (1995), menjelaskan bahwa perlindungan mata air (P
MA) merupakan suatu bangunan untuk menampung air dan melindungi sumber
air dari pencemaran. Bentuk dan volume PMA disesuaikan dengan tata letak, si
tuasi sumber, dekat air dan kapasitas air yang dibutuhkan.
a. Bangunan penangkap mata air
Bangunan ini dibuat untuk melindungi mata air dari pengotoran, sehingga
kualitas air terjaga.
b. Bak penampungan yang memenuhi syarat mempunyai bagian- baggian
sebagai berikut :
1). Lubang control
2). Pipa udara
3). Pipa peluap
4). Pipa / kran pengambila air
5). Pipa penguras
6). Alat pengukur debit
7). Tangga
Bangunan penangkap mata air dan bak penampungan dapat dijadikan satu.
Perlindungan mata air juga harus dilengkapi dengan saluran pembuangan air
limbah.

c. Cara penggunaan PMA:


1). Pengambilan air dilakukan melalui pipa / kran yang tersedia pada bak
penampungan bukan melalui lubang control dengan timba.
2). Dalam masa / keadaan tertentu seperti wabah diare, air di dalam bak
penampung harus diberi kaporit untuk membunuh kuman dalam air.
3). Untuk menjaga keutuhan / kelangsungan bangunan perlu ditunjuk
orang/organisasi kelompok pemakai air (POKMAIR) yang bertanggungjawab
memelihara PMA tersebut.
d. Cara pemeliharaan PMA :
1). Sumber air harus dalam keadaan aman dari sumber pencemaran, sebaiknya
disekeliling sumber dibuat pagar pengaman.
2). Kran air harus selalu dalam keadaan bersih.
3). Lantai selalu dalam keadaan bersih dan tidak licin
4). Pipa transmisi dan distribusi dalam keadaan baik dan aman dari benturan ya
ng
menyebabkan kebocoran.
5). Periksa apakah ada penyumbatan air masuk ke bak penampungan maup
un
yang mengalir ke konsumen
6). Perbaiki atau buat saluran baru jika saluran pembuangan air limbah (SP
AL)
tidak berpungsi dengan baik.
Bak penampungan selain digunakan untuk mengambil air dapat juga
digunakan untuk tempat mandi dan cuci. Oleh karena itu PMA harus dilen
gkapi
dengan saluran pembuangan air limbah selain itu perlu juga dibuatkan salu
ran
drainase disekeliling bak untuk mengalirkan air hujan supaya tidak mengot
ori

bak.

3. Evaluasi Tingkat Resiko Pencemaran Sarana Penampungan Air Hujan

Penampungan air hujan (PAH) adalah sarana penyediaan air bersih yang
digunakan untuk menampung air hujan sebagai persediaan air bersih dan
pengadaan air bersih.

Evaluasi yang dilakukan berdasarkan hasil wawancara sensus lapangan,


terdapat beberapa variabel dan indikator yang digunakan terutama terkait 3
komponen pemanenan air hujan, yaitu atap, saluran, dan bak penampungan.

1. Pengumpul/atap

Besar kecilnya air hujan yang tertangkap dalam atap tergantung dari besar
kecilnya luas atap yang digunakan. Upaya evaluasi pada atap yang perlu
dilakukan adalah dengan memperhatikan luasan atap yang digunakan. Apabila air
yang akan diinginkan besar volumenya, maka atap yang digunakan harus
diperluas. Sebagai upaya evaluasi selanjutnya yaitu membenahi jenis atap yang
digunakan dan sistem perawatan atap. Di suatu desa atap rumah yang umum
digunakan penduduk dominan berupa genteng. Genteng yang berbahan tanah liat
lebih aman dari seng jika digunakan dalam jangka waktu lama. Seng akan cepat
berkarat dan berdampak pada kualitas air hujannya. Perawatan selanjutnya yaitu
permukaan atap dalam kurun waktu satu tahun dilakukan pembersihan pada
permukaan atap yang akan digunakan untuk melintasnya air hujan ketika musim
hujan tiba. Contoh penampang atap yang digunakan untuk menangkap air hujan
dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Atas: Dua bagian atap yang digunakan untuk menampung air
hujan terletak RT 06 RW 06 Dusun Banyumeneng I; Bawah: Dua bagian
atap lainnya yang digunakan dengan panjang atap hingga mencapai 11
meter. Sumber: Data lapangan (2014)

b. Saluran/ talang (Conveyor)

Talang merupakan alat penghubung antara atap dan bak penampungan


yang berfungsi untuk menyalurkan air yang berasal dari atap menuju bak
penampungan. Talang utama biasanya menggunakan seng, sedangkan untuk
talang penyalur penduduk di suatu desa bervariasi menggunakan talang, ada yang
berbahan seng, berbahan paralon, dan berbahan PVC. Talang yang berbahan PVC
merupakan pilihan talang yang tepat digunakan karena untuk proses perawatannya
tidak rumit, ketika untuk penggunaannya hanya perlu dibersihkan pada area yang
akan dilalui air. Sebagai evaluasi untuk memperbaiki talang supaya air yang
dihasilkan dipandang dari kuantitas melimpah dan dipandang dari kualitas baik,
maka sambungan talang ditambahkan penyaring. Bak penampungan (Storage).
Contoh talang PVC dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Talang berbahan PVC

c. Bak Penampungan (Storage)

Bak penampungan merupakan komponen Rainwater Harvesting yang


digunakan sebagai alat penyimpanan air untuk pemenuhan kebutuhan air. Hasil
sensus dan survei di lapangan menyebutkan bahwa tipe bak ± 11 meter 165
penampungan ada dua tipe, yaitu tipe balok dan tipe silinder. Bak penampungan
air hujan di suatu desa memiliki umur yang bervariasi, namun secara keseluruhan
kerangka PAH masih kokoh dan utuh. Keutuhan kerangka PAH ini tidak lepas
dari sistem perawatan bak penampungan. Sistem perawatan di desa tersebut
mayoritas dengan dikuras setiap musim hujan datang. Penduduk memilih untuk
menguras setiap enam bulan sekali supaya air hujan yang akan tertampung bersih
dari kotoran di atap. Sistem perawatan bak penampungan sebagian besar sudah
banyak yang mengikuti peraturan dari pemerintah dan mengkombinasikan dengan
sistem perawatan tradisional. Penduduk menambah abate ke dalam bak supaya
menghindari dari tumbuhnya jentik-jentik nyamuk DBD. Selain itu juga
ditambahkan ikan (cara tradisional) sebagai pembersih kotoran sekaligus jentik-
jentik yang kemungkinan hidup di dalam bak. Bak penampungan air yang sistem
perawatan semakin cepat atau setiap saat dikuras akan menghasilkan air yang
kualitasnya lebih baik daripada bak yang dikuras lebih dari itu. Sistem perawatan
yang baik seharusnya dilakukan setiap air di dalam bak habis dan bak penampung
akan diisi lagi. Air di dalam bak akan terjaga kualitasnya apabila mulut bak diberi
penyaring air supaya bak terjaga dari kotoran-kotoran yang akan masuk ke dalam
bak.
DAFTAR PUSTAKA

Adji,T.N., Haryono, E., Widyastuti, M., Tivianton,T.A., Faisal, A., Riesdiyanto,


P. 2007. Neraca Sumberdaya Air Kabupaten Gunung Kidul, Prop. D.I.
Yogyakarta. Yogyakarta: Bappeda Kab. Gunung Kidul Provinsi DIY

http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/375/4/BAB%20II.pdf
Aditya Eka Putra , M. Pramono Hadi ,. Evaluasi Penampungan Air Huj
an (Pah) Untuk Pemenuhan Kebutuhan Air Domestik Di Desa Giriharjo Kecamat
an Panggang Kabupaten Gunungkidul

Anda mungkin juga menyukai