A. Latar Belakang
Penyakit tular vektor dan binatang pembawa penyakit masih
menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara endemis maupun
sebagai penyakit baru yang berpotensi menimbulkan wabah. Oleh
karenya, untuk melaksanakan ketentuan Pasal 26 ayat (1) dan Pasal
51 Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan
Lingkungan, perlu mengatur ketentuan mengenai standar baku
mutu kesehatan lingkungan dan persyaratan kesehatan untuk vektor
dan binatang pembawa penyakit serta pengendaliannya.
Penyakit yang ditularkan melalui vektor dan binatang pengganggu
masih menjadi penyakit endemis di Indonesia bahkan dibeberapa bagian
belahan dunia lainnya. Beberapa diantaranya yang saat ini masih endemis
di Indonesia antara lain adalah penyakit malaria, demam berdarah
dengue, filariasis, pes, kolera, dan lain lain. Penyakit-penyakit tersebut
jika tidak dicegah dapat menjadi wabah atau kejadian luar biasa (KLB)
serta dapat menimbulkan gangguan kesehatan masyarakat hingga
menyebabkan kematian.
Salah satu tujuan MDG’s (millenium development goal’s) adalah
pengendalian penyakit malaria yaitu tujuan ke-6 dan mempengaruhi tujuan
MDG’s lainnya seperti tujuan ke-4 dan ke-5 yaitu penurunan angka
kematian ibu dan anak. Angka kematian ibu dan anak merupakan salah
satu indikator kualitas derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu
pengendalian vektor dan binatang penggangu untuk mencegah penularan
penyakit-penyakit tertentu sangat penting dilakukan sebagai salah satu
upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat termasuk penyakit
yang diakibatkan karena keberadaan Vektor dan Bintang Pengganggu
yang menjadi perantara dan penyebab penyakit seperti DBD, Malaria,
Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan penyakit
lainnya yang kategori penyakit Karantina maupun yang bukan.
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 1
B. Konsep Dasar
1. Pengertian Vektor
Menurut pasal 1, ayat ( 4) Peraturan Menteri Kesehatan RI
Nomor 50 tahun 2017 tentang Standar Baku Mutu Kesehatan
Lingkungan & Persyaratan Kesehatan Untuk Vektor & Binatang
Pembawa Penyakit & Pengendaliannya bahwa “Vektor” merupakan
artropoda yang dapat menularkan, memindahkan, dan/atau menjadi
sumber penular penyakit.
2. Pengertian Binatang Penganggu dan/Atau Pembawa Penyakit
Binatang Pengganggu atau pembawa penyakit adalah
“Binatang selain artropoda yg dapat menularkan, memindahkan,
dan/atau menjadi sumber penular penyakit” (Peraturan Menteri
Kesehatan RI Nomor 50 tahun 2017 tentang Standar Baku Mutu
Kesehatan Lingkungan & Persyaratan Kesehatan Untuk Vektor &
Binatang Pembawa Penyakit & Pengendaliannya).
3. Pengendalian Vektor Dan Binatang Pembawa Penyakit (Pengganggu)
Menurut Pasal 1, ayat (3) bahwa Pengendalian adalah upaya
untuk mengurangi atau melenyapkan faktor risiko penyakit dan/atau
gangguan kesehatan. Berdasarkan pasal tersebut dapat disimpulkan
bahwa “Pengendalian Vektor & Binatang Pembawa Penyakit” adalah
upaya untuk mengurangi atau melenyapkan Vektor dan Binatang
Pembawa Penyakit (Pengganggu) sebagai faktor risiko penyakit
dan/atau gangguan kesehatan atau gangguan lainnya yang merugikan
manusia karena serangan berupa gigitan/sengatan atau kerusakan
harta benda.
Pengendalian vektor dan Binatang Pembawa Penyakit
(Pengganggu) pada Peraturan Menteri Kesehatan sebelaumnya (PMK
No. 374/Menkes/Per/III/2010 tentang Pengendalian Vektor) adalah
semua kegiatan atau tindakan yang ditujukan untuk menurunkan
populasi vektor serendah mungkin sehingga vektor di suatu wilayah
atau menghindari kontak masyarakat dengan vektor sehingga
penularan penyakit tular vektor dapat dicegah. Jadi pada dasarnya
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 2
pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit (pengganggu)
untuk memutuskan rantai penularan antara sumber penyakit dengan
manusia atau mencegah tertularnya suatu penyakit menular kepada
manusia melalui peranan vektor penyakit.
Upaya pengendalian vektor lebih dititikberatkan pada
kebijakan pengendalian vektor terpadu melalui suatu pendekatan
pengendalian vektor dengan menggunakan satu atau kombinasi
beberapa metode pengendalian vektor; Pengendalian Vektor Terpadu
(PVT) merupakan pendekatan yang menggunakan kombinasi
beberapa metode pengendalian vektor yang dilakukan berdasarkan
azas keamanan, rasionalitas dan efektifitas pelaksanaannya serta
dengan mempertimbangkan kelestarian keberhasilannya (Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 tahun 2014 tentang
Kesehatan Lingkungan).
Pengendalian vektor terpadu dilatarbelakangi karena masalah
penggunaan pestisida sintetis yang semakin mahal dan beresiko bagi
manusia dan lingkungan. Pengendalian vektor terpadu
mengintegrasikan semua cara pengendalian hama yang potensial,
ekonomis, efisien dan ekologis untuk mengedalikan serangga (vektor)
pada tingkat yang tidak membahayakan.
Hal-hal yang harus diperhatikan adalah bahwa program
pengendalian vektor terpadu dilaksanakan dalam kurun waktu
tertentu, bukan insidental, populasi vektor (hama) harus dimonitor
secara berkala, tempat perindukan dan perilaku vektor harus dapat
diidentifikasi, strategi, metode serta teknik pengendalian harus
bijaksana dan tepat guna, masyarakat perlu dilibatkan sejauh
mungkin.
Hasil yang diharapkan dalam pengendalian vektor secara
terpadu adalah :
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 3
3. Penggunaan metode non – pestisida dapat ditingkatkan dimana
mungkin diterapkan
4. Keseluruhan program pengendalian itu efektif, efisien, aman, tidak
berbahaya dan diterima masyarakat
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 4
C. Faktor Yang Menentukan Keberhasilan Pengendalian Vektor dan
Binatang Pengganggu.
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 5
a) Perkawinan atau berkembang biak, mencari makan dan lamanya
hidup.
b) Mencari tempat berlindung dan bersarang.
c) Kegiatan diwaktu malam dan siang hari.
d) Pemilihan mangsa yang menjadi sasaran
e) Didalam rumah dan diluar (iklim, suhu, kelembaban, pencahayaan
alami dan non alami, dll)
f) Daya tahan terhadap pestisida
3. Pemilihan metode pengendalian.
4. Pemilihan jenis pestisida yang akan digunakan jika direncanakan
akan menggunakan pestisida.
5. Pemilihan peralatan aplikasi yang tepat.
6. Teknik aplikasi pestisida yang benar.
7. Keterampilan Tenaga Pelaksana (SDM)
D. Ringkasan.
1. Latar Belakang.
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 7
F. Bacaan Lanjutan
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 8
MATERI 2
Pengendalian Vektor Penyakit Malaria
A. Latar Belakang
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 9
Pengendalian Vektor Penyakit Malaria diawali dengan pengenalan
wilayah (Geographical Reconnaisance) yang meliputi pemetaan langsung
penduduk dan survei tambahan untuk menentukan situasi tempat tinggal
penduduk dari suatu daerah yang dicakup oleh program pengendalian
malaria, pemetaan tempat perindukan, dan aplikasi /penerapan metoda
intervensi : penyemprotan rumah dengan insektisida, penggunaan kelambu,
larviciding, penyebaran ikan pemakan larva nyamuk, pengelolaan lingkungan,
pelatihan SDM. Keterangan yg perlu dikumpulkan tentang wilayah adalah:
Dimana suatu objek (bangunan) berada dan bagaimana cara mencapainya,
Keadaan jalan (dapat dilalui kendaraan roda 4 atau tidak), Ukuran jarak dari
suatu objek (bangunan) ke objek yang lain, Sifat topografi (Daerah datar,
Daerah bergunung, Sumber air seperti sungai, danau, rawa-rawa, sumur,
Tempat perindukan vektor). Sedangkan keterangan yang perlu diketahui
tentang rumah adalah : Letak rumah dan nomor urutnya, Jumlah rumah, Tipe
rumah, Bahan bangunan untuk dinding, langit-langit dan atapnya, Rumah
permanen, sementara, rumah panggung, Luas permukaan rumah yang harus
disemprot, Jumlah kandang dan ternaknya, Letak dan jumlah masjid, gereja,
pos kamling, dangau dan bangunan-bangunan yang digunakan untuk
kegiatan malam hari.
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 10
pemukiman penduduk, Batas wilayah desa/dusun, Garis pantai (bila di
kawasan pantai), Keterangan simbol/kode yang dipakai dalam peta, Tanggal
pembuatan peta, Dilampiri dengan Jumlah Tempat Perindukan, Tipe Tempat
Perindukan, dan Luas Tempat Perindukan.
Peta Tempat Perindukan dibuat atau direvisi pada saat Tempat
Perindukan potensial yang diperkirakan dengan : Grafik median data
klinis/kasus positif selama 3-5 tahun terakhir di Puskesmas setempat.
Pemetaan dilakukan 1-2 bulan sebelum puncak grafik tersebut, Grafik median
indeks curah hujan 3 tahun terakhir. Melihat kondisi lingkungan Tempat
Perindukan di pantai antara lain terdapat ganggang / lumut di permukaan air.
Dalam satu wilayah desa/dusun, bila terdapat 2 tipe Tempat Perindukan yang
potensial pada musim berbeda, harus dilakukan 2 kali pemetaan yaitu pada
musim kemarau dan musim hujan.
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 11
Gambar 2. Habitan An. aconitus donitz
KARAKTERISTIK
1. JANGKAUAN LUAS DI SEKITAR KAKI GN. WILIS DAN SEBAGIAN PERSAWAHAN DI JATIM
2. VEKTOR UTAMA PENYAKIT MALARIA DI JATIM.
HABITAT
1. SAWAH TERAS SIRING BERBUKIT & PEMBUANGAN IRIGASI AREA PERSAWAHAN.
2. ALIRAN AIR YANG MENGALIR KE DUSUN KECIL DAN SAWAH
3. PEBIAKAN AIR TERMASUK DENGAN VARIASI ALGAE DAN TANAMAN AIR.
KEBIASAAN
1. MAKAN DI LUAR RUMAH 3 KALI LEBIH TINGGI DARI DLM RUMAH (EXOPHAGIC)
2. WAKTU MAKAN (MENGHISAP DARAH) DI PARUH PERTAMA DIBAWAH PUKUL 22.00.
3. MAYORITAS DITEMUKAN DIKANDANG DI PARUH KEDUA MALAM (ZOOPHILIC)
KEBIASAAN ISTIRAHAT
1. SIANG HARI (BERSIFAT EXOPHILIX), DALAM RUMAH 5 % DAN KANDANG 22 %,
2. DISEPANJANG ALIRAN SUNGAI I DAN PEMBUANGAN IRIGASI
JARAK TERBANG.
JARAK TERBANG 1 – 2 KM DARI PERINDUKAN
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 12
Gambar 3. Habitan An. malculatus
KARAKTERISTIK
1. DITEMUKAN DI TRENGGALEK, SAMBONG PACITAN DAN SEKITAR KAKI GUNUNG WILIS
2. VEKTOR UTAMA MALARIA DI JAWA-BALI DAN SEBAGIAN SUMATRA
HABITAT
1. GENANGAN AIR JERNIH DIDAERAH PENGUNUNGAN DAN LEBIH SUKA BILA ADA TANAMAN AIR
DAN KENA SINAR MATAHARI.
2. BERUPA MATA AIR,KOLAM KECIL,SUNGAI KECIL YANG MENGALIR PERLAHAN, KOBAKAN
KECIL DIDASAR SUNGAI SAAT MUSIM KEMARAU.
KEBIASAAN
1. MENGIGIT DI DALAM ATAU DI LUAR RUMAH
2. LEBIH SUKA DARAH HEWAN TAPI JUGA MANUSIA BILA POPULASI HEWAN SEDIKIT
3. PENGGIGITAN TERJADI DI MALAM HARI MULAI PUKUL 21.00 – 03.00
4. JARANG DITEMUKAN HINGGAP DIDINDING PADA MALAM HARI
KEBIASAAN BERISTIRAHAT
ISTRIRAHAT DI DALAM MAUPUN LUAR RUANGAN
JARAK TERBANG
JARAK TERBANG NYAMUK SEKITAR 2 KM DARI TEMPAT PERINDUKAN
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 13
Gambar 4. Habitan An. sundaicus Rodenwaldt
KARAKTERISTIK
1. TERSEBAR DI SEBAGIAN PANTAI JAWA TIMUR DARI PANTAI TELENG PACITAN SAMPAI
PLENGKUNG BANYUWANGI.
2. DI PANTAI TELENG MENINGKAT PADA BULAN SEPTEMBER – NOPEMBER DAN KEPADATAN
TINGGI DI DAMPAR LUMAJANG
3. VEKTOR UTAMA MALARIA DI DAERAH PESISIR SELATAN JAWA TIMUR ( KOPEM )
HABITAT
1. DI JAWA TIMUR PERINDUKAN DI TAMBAK,DANAU,RAWA,REMBESAN AIR DENGAN ALGAE DAN
GENUS ENTEROMORPHA DAN HETEROMORPHA DAN RERUMPUTAN AIR LAINNYA,
TERUTAMA SPESIES PESISIR,LEBIH MENYUKAI ADANYA SINAR MATAHARI ( PROSES
FOTOSINTESIS )
2. DITAPANULI SELATAN,PEMBIAKAN DI AIR SEGAR KOLAM PEDALAMAN TERDIRI DARI VARIASI
ALGAE DAN TANAMAN AIR.
KEBIASAAN
1. KEBANYAKAN ANHROPOPHILIC, SUKA DARAH MANUSIA DARIPADA HEWAN.
2. MENGIGIT DIDALAM DAN DILUAR RUMAH.
3. MENGIGIT SEPANJANG MALAM DAN PUNCAK GIGITAN SETELAH PUKUL 22.00.
4. HINGGA DIDINDING RUMAH SEBELUM DAN SESUDAH MENGIGIT.
KEBIASAAN BERISTIRAHAT
ISTRIRAHAT DI DALAM DAN LUAR RUANG, TEMPAT PERISTIRAHATAN MUNGKIN MENGALAMI
PERUBAHAN
JARAK TERBANG
JARAK TERBANG NYAMUK LEBIH DARI 2 KM DARI PERINDUKAN
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 14
Gambar 5. Habitan An. subpictus
KARAKTERISTIK
1. TERSEBAR DI SEBAGIAN PANTAI JATIM DARI PANTAI TELENG PACITAN SAMPAI PLENGKUNG
BANYUWANGI.
2. DI PANTAI TULUNGAGUNG KEPADATAN TINGGI DI PANTAI KALIDAWIR,SIDEM DAN POPOH
KEC.BESUKI
3. VEKTOR UTAMA MALARIA DI DAERAH PESISIR SELATAN JAWA TIMUR ( KOPEM )
HABITAT
DI JAWA TIMUR PERINDUKAN DI TAMBAK,RAWA,GENANGAN AIR PAYAU SEPERTI KESUKAAN
An,sundaicus . DAPAT HIDUP DIGENANGAN YANG MENDEKATI TAWAR.
KEBIASAAN
1. KEBANYAKAN SUKA DARAH HEWAN DARIPADA MANUSIA
2. MENGIGIT DIDALAM DAN DILUAR RUMAH.
3. MENGIGIT SEPANJANG MALAM DAN PUNCAK GIGITAN SETELAH PUKUL 22.00.- 23.00
4. HINGGA DIDINDING RUMAH SEBELUM DAN SESUDAH MENGIGIT.
KEBIASAAN BERISTIRAHAT
ISTRIRAHAT DI DALAM MAUPUN LUAR RUANGAN
JARAK TERBANG
JARAK TERBANG NYAMUK LEBIH DARI 2 KM DARI PERINDUKAN
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 15
Gambar 6. Habitan An. barbirostris
KARAKTERISTIK
1. TERSEBAR DI SEPANJANG PANTAI DAN KAKI GUNUNG WILIS JAWA TIMUR
2. VEKTOR SEKUNDER PADA PENULARAN MALARIA ,HASIL PENELTIAN PUSAT JAKARTA.
HABITAT
SAWAH DAN SALURAN IRIGASINYA, KOLAM DAN RAWA-RAWA DENGAN AIR TAWAR.
KEBIASAAN
1. KEBANYAKAN ZOOPHILIC, SUKA DARAH HEWAN DARIPADA MANUSIA.
2. MENGIGIT DIDALAM DAN DILUAR RUMAH.
3. MENGIGIT SEPANJANG MALAM DAN PUNCAK GIGITAN SETELAH PUKUL 23.00 = 05.00
4. HINGGA DIDINDING RUMAH SEBELUM DAN SESUDAH MENGIGIT.
KEBIASAAN BERISTIRAHAT
ISTRIRAHAT DI DALAM MAUPUN LUAR RUANGAN, TEMPAT PERISTIRAHATAN MUNGKIN MENGALAMI
PERUBAHAN
JARAK TERBANG
JARAK TERBANG NYAMUK LEBIH DARI 2 Km DARI PERINDUKAN
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 16
C. Penerapan Metoda Intervensi
Metoda intervensi pada pengendalian vector malaria diantaranya
adalah : penyemprotan rumah dgn insektisida, penggunaan kelambu,
larviciding, penyebaran ikan pemakan larva nyamuk, pengelolaan lingkungan.
1. Penyemprotan Rumah Dengan Insektisida
Penyemprotan rumah dgn effek residual / IRS (indoor residual
spraying) : suatu cara pemberantasan vektor dengan menempelkan racun
serangga tertentu dengan jumlah (dosis) tertentu secara merata pada
permukaan dinding yg disemprot. Cara ini masih dipakai karena paling
cepat & besar manfaatnya untuk memutuskan rantai penularan.
Sasaran penyemprotan meliputi sasaran lokasi dan sasaran
bangunan. Sasaran Lokasi meliputi daerah desa endemis malaria tinggi,
desa dgn angka positif malaria >5 per seribu penduduk, adanya bayi
positif malaria, daerah potensial KLB, Pernah terjadi KLB 2 tahun terakhir,
terjadi perubahan lingkungan hingga memungkinkan adanya tmpat
perindukan, Daerah bencana, Bercampurnya penduduk dari daerah non
endemis dgn daerah endemis, Penanggulangan KLB, Daerah yg terjadi
peningkatan kasus, Adanya kematian karena malaria. Sasaran bangunan
meliputi semua bangunan yg pada malam hari digunakan sbg tempat
menginap atau kegiatan lain (mesjid, gardu ronda), kandang ternak besar
sekitar rumah tinggal.
Penyemprotan rumah efektif bila, penularan terjadi di dalam rumah
(indoor biting, kejadian bayi positif), vektor resting di dinding, penduduk
menerima penyemprotan dan tidak berada di luar rumah malam hari,
penyebaran rumah tidak menyulitkan operasional penyemprotan. Waktu
pelaksanaan penyemprotan harus berdasarkan datas kasus malaria yaitu :
2 bulan sebelum puncak kasus dan data pengamatan vektor yaitu 1 bulan
sebelum puncak kepadatan vektor.
2. Penggunaan Kelambu
Penggunaan kelambu dalam program pengendalian malaria adalah
dalam rangka melindungi pemakai kelambu dari gigitan dan membunuh
nyamuk yang hinggap pada kelambu untuk mencegah terjadinya
penularan (Satu kelambu untuk 2 orang dewasa). Sasaran penggunaan
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 17
kelambu dari aspek lokasi adalah : Daerah atau desa endemis tinggi
malaria, Desa terpencil (remote), Desa / dusun terjadi KLB, Di daerah
yang penyemprotan rumah tidak efektif. Dari aspek penduduk adalah : Ibu
hamil, Bayi dan anak balita, Keluarga miskin.
Agar program ini efektif perlu dipertimbangkan hal berikut:
a. Masyarakat mau menerima pemakaian kelambu.
b. Dari hasil pengamatan entomologi menunjukan adanya kebiasaan
menggigit & istirahat di dalam rumah (endofilik dan endofagik).
c. Daerah tsb memiliki angka malaria tahun terakhir masih tetap tinggi.
d. Pelaksanaan penyemprotan rumah tidak mungkin dilakukan karena
transportasi yg sulit / daerah sulit dijangkau.
e. Konstruksi rumah yg tidak cukup melindungi penghuninya dari gigitan
nyamuk.
f. Kebiasaan tidur masyarakat lebih malam
3. Larvasida
Larvasida adalah aplikasi pestisida untuk larva pada tempat
perindukan potensial vektor guna membunuh / memberantas larva
nyamuk dgn menggunakan bahan kimia seperti Diflubenzuron (Andalin /
Dimilin) atau agen biologis Bacillus thuringiensis H-14 (Bti H-14).
Diflubenzuron adalah suatu zat penghambat pembentukan chitin. Apabila
larva nyamuk terkena dosis yang cukup, maka larva akan mati pada waktu
menjadi pupa atau dapat menetas menjadi nyamuk tidak normal yg tidak
dapat terbang. Sedangkan Bti H-14 adalah sejenis bakteri yang sporanya
bersifat racun / toksin terhadap larva nyamuk. Larva nyamuk akan mati
apabila memakan / menelan toksin ini. Jadi racunnya merupakan racun
perut. Karena itu tidak berpengaruh terhadap larva instar IV akhir dan
pupa yg istirahat makan.
Waktu aplikasi larvaciding ditentukan sebagai berikut:
a. Lagun yang terbentuk dari muara sungai yang tertutup pasir, waktu
aplikasinya adalah : Awal kemarau sampai awal musim hujan atau,
Sejak menutup sampai terbuka kembali karena banjir diwaktu hujan.
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 18
b. Genangan air asin di pantai yang terbentuk oleh air laut pasang, waktu
aplikasi adalah : Sejak awal hingga akhir musim hujan atau, sejak air
mulai menjadi payau.
5. Pengelolaan Lingkungan
Pengelolaan lingkungan dalam pengendalian malaria yang
menyangkut tindakan anti larva meliputi:
a. Modifikasi lingkungan (Penimbunan dan Pengeringan).
b. Manipulasi Lingkungan (Pembuatan saluran penghubung, Pengaturan
pengairan dan penanaman / pencegahan penebangan phon bakau di
tempat perindukan).
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 19
D. Evaluasi.
E. Bacaan Lanjutan
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 20
MATERI 3
A. Latar Belakang
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 21
B. Ciri Marfologi
C. Penyebaran DBD
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 22
sejak Januari sampai pertengahan Maret 2004 sebanyak 455 orang dan
jumlah kasus 35.166. Korban meninggal dunia sebagian besar dibawah
usia 15 tahun yang masuk kategori anak-anak, kebanyakan mereka
meninggal karena terlambat mendapat perawatan.
D. Penularan DBD
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 23
Gambar 7. Mekanisme Penularan Penyakit DBD
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 24
a. Pertolongan pertama yang penting memberi minum sebanyak
mungkin Air masak yang dibubuhi garam oralit atau gula, susu air
kelapa atau air teh.
b. Kompres dengan air es
c. Beri obat turun panas
d. Selanjutnya penderita segera dibawa ke dokter/Puskesmas yang
terdekat untuk diperiksa. Bila diduga terserang Demam Berdarah
akan dikirim ke Rumah Sakit untuk dirawat.
e. Lapor segera ke Puskesmas / Sudin Kesehatan setempat dengan
membawa surat dari Rumah Sakit.
F. Pengendalian Vektor
Cara yang hingga saat ini masih dianggap paling tepat untuk
mengendalikan penyebaran penyakit demam berdarah adalah dengan
mengendalikan populasi dan penyebaran vektor. Program yang sering
dikampanyekan di Indonesia adalah 3M, yaitu menguras, menutup, dan
mengubur.
b. Menutup
c. Mengubur
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 25
2. Kegiatan dengan memeliharan ikan pemangsa (Secara Biologi)
3. Penggunaan Insektisida
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 26
dapat didengar, dilihat, dan dirasakan oleh masyarakat. Hal itu
sekaligus menunjukkan bahwa pemerintah telah melaksanakan
tugasnya dan hal ini dapat menimbulkan "rasa aman" pada masyarakat.
Walaupun kasus masih bermunculan, kepanikan masyarakat untuk
sementara dapat "diredakan", kalaupun petaka akhirnya juga menimpa
keluarga mereka, suratan takdir yang dijadikan rujukan.
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 27
Pengasapan insektisida dengan mesin ULV dilaksanakan
dengan cara menyemprotkan insektisida ke lahan atau bangunan yang
dilewati di sepanjang jalan yang dapat dilalui kendaraan roda empat.
Dengan daya semprotnya yang kuat, diharapkan nyamuk yang berada
di halaman maupun di dalam rumah terpapar dengan insektisida dan
dapat dibasmi ("knock down effect"). Untuk mencapai hasil yang
optimal, maka sepanjang jalan yang dilalui harus dipastikan tidak ada
penghalang antara mesin dan lahan atau bangunan yang akan
dilakukan pengasapan tersebut.
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 28
hidupnya nyamuk betina tersebut hanya terbang dalam jarak 50-100
meter. Tidak seperti pengasapan dengan mesin ULV, pada
pengasapan dengan mesin fog jinjing seluruh pintu atau jendela rumah
malah harus ditutup. Pengasapan dilaksanakan oleh petugas dari
dalam rumah untuk membunuh nyamuk dewasa yang berada di dalam
rumah, seperti halnya kita menyemprot menggunakan obat nyamuk.
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 29
ketersediaan vaksinnya. Upaya ini tercatat merupakan keberhasilan
pertama di dunia melawan penyakit yang ditularkan melalui nyamuk.
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 30
Semua itu menimbulkan bertambahnya tempat-tempat yang dapat dipakai
bersarang dan berkembang biaknya nyamuk Aedes aegypti.
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 31
1. Kegiatan 3 M
G. Evaluasi
1. Jelaskan perlunya pengendlian vektor penyakit DBD ?
F. Bacaan Lanjutan
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 32
4. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 50 tahun 2017 tentang Standar Baku
Mutu Kesehatan Lingkungan & Persyaratan Kesehatan Untuk Vektor &
Binatang Pembawa Penyakit & Pengendaliannya.
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 33
MATERI 4
PENGENDALIAN LALAT
A. Latar Belakang.
Di sebuah peternakan, seperti telah menjadi sebuah tradisi,
suatu saat bahkan setiap saat dapat ditemukan sekawanan lalat,
terlebih lagi saat musim penghujan. Kadang kala keberadaan lalat
diabaikan oleh peternak, namun suatu saat adanya lalat ini membuat
peternak pusing dan kebingungan mengusir maupun mengatasinya.
Bahkan belakangan ini, keberadaan lalat telah berhasil memberikan
“kesan dan pesan” tersendiri.
Lalat sejenis serangga yang selalu dan sering kali kita temukan
berterbangan di dalam kandang. Kita telah tahu bahwa lalat bukan
penyebab penyakit pada ayam karena tidak ada “penyakit lalat”
(seperti penyakit Gumboro yang disebabkan oleh virus Gumboro). Oleh
karenanya kita sering mengabaikan keberadaan lalat ini. Tapi,
benarkan lalat tidak perlu memperoleh “hati’ kita (peternak, red.)?
Sudah benarkah kita mengabaikannya?
B. Mengenal Lalat
1. Karakteristik Lalat
Lalat termasuk dalam kelompok serangga yang berasal dari
subordo Cyclorrapha dan ordo Diptera. Secara morfologi, lalat
mempunyai struktur tubuh berbulu, mempunyai antena yang
berukuran pendek dan mempunyai sepasang sayap asli serta
sepasang sayap kecil (berfungsi menjaga kestabilan saat terbang).
Lalat mampu terbang sejauh 32 km dari tempat
perkembangbiakannya. Meskipun demikian, biasanya lalat hanya
terbang 1,6-3,2 km dari tempat tumbuh dan berkembangnya lalat.
Lalat juga dilengkapi dengan sistem penglihatan yang
sangat canggih, yaitu adanya mata majemuk. Sistem penglihatan
lalat ini terdiri dari ribuan lensa dan sangat peka terhadap gerakan.
Bahkan ada beberapa jenis lalat yang memiliki penglihatan tiga
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 34
dimensi yang akurat. Model penglihatan lalat ini juga menjadi
“ilham” bagi ilmuwan kedokteran untuk menciptakan sebuah alat
pencitraan (scan) baru.
Mata lalat dapat mengindra getaran cahaya 330 kali per
detik. Ditinjau dari sisi ini, mata lalat enam kali lebih peka daripada
mata manusia. Pada saat yang sama, mata lalat juga dapat
mengindra frekuensi-frekuensi ultraviolet pada spektrum cahaya
yang tidak terlihat oleh kita. Perangkat ini memudahkan lalat untuk
menghindar dari musuhnya, terutama di lingkungan gelap.
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 35
pupa yang berwarna coklat ini berubah menjadi seekor lalat
dewasa. Pada kondisi yang optimal (cocok untuk
perkembangbiakan lalat), 1 siklus hidup lalat tersebut (telur
menjadi lalat dewasa) hanya memerlukan waktu sekitar 7-10
hari dan biasanya lalat dewasa memiliki usia hidup selama 15-
25 hari.
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 36
vektor atau agen pembawa atau penular penyakit. Peranan lalat
menularkan penyakit ini didukung dari bentuk anatomi tubuhnya
yang banyak terdapat bulu sehingga bibit penyakit (virus,
bakteri, protozoa) melekat dan tersebar ke ternak/hewan lain.
Selain itu, lalat juga mempunyai cara makan yang unik, yaitu
lalat meludahi makanannya terlebih dahulu sampai makanan
tersebut cair baru disedot ke dalam perutnya. Cara makan inilah
yang ikut disinyalir sebagai cara bibit penyakit masuk ke dalam
tubuh lalat kemudian menulari/menginfeksi ayam. Terlebih lagi
kita tahu dan tak jarang menemukan lalat sedang hinggap di
ransum ayam.
Dari beberapa literatur juga disebutkan setiap kali lalat
hinggap disuatu tempat, maka + 125.000 bibit penyakit
dijatuhkan pada lokasi tersebut (wikimedia, 2007). Sungguh
mengerikan! Prof. Drh. Hastari Wuryastuty, M.Sc, PhD (2005)
peneliti di fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada
(UGM) Yogyakarta menyatakan jika seekor lalat yang memiliki
berat 20 mg mampu membawa bibit penyakit (virus) sebanyak
10% dari berat badannya, yaitu 2 mg maka lalat tersebut dapat
menulari 2.000 ekor ayam. Hal ini disebabkan setiap 1 gram
virus dapat menginfeksi satu juta ekor ayam.
Prof. Drh. Hastari Wuryastuty, M.Sc, PhD bersama
dengan suaminya, yaitu Prof. Drh. R Wasito, M.Sc, PhD
seorang ahli penyakit hewan di fakultas yang sama telah
melakukan penelitian peranan lalat terhadap penularan
penyakit avian influenza (AI). Dari sampel lalat beku yang telah
dikumpulkannya, diperoleh data bahwa lalat yang berasal dari
Makasar dan Karanganyar telah dinyatakan positif mengandung
virus AI. Penelitian tersebut saat ini masih berlanjut, untuk
mengetahui secara pasti pada posisi manakah peranan lalat
tersebut dalam penularan AI. Apakah lalat berperan sebagai
vektor mekanik atau vektor biologik? Kita tunggu hasil penelitian
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 37
berikutnya.
Larva dan lalat dewasa juga menjadi hospes intermediet
atau inang perantara bagi infeksi cacing pita (Raillietina
tetragona dan R. cesticillus) pada ayam. Larva dan lalat dewasa
sering kali termakan oleh ayam sehingga ayam dapat terserang
cacing pita tersebut. Selain itu, lalat juga berperan sebagai
vektor mekanik bagi cacing gilik (Ascaridia galli) maupun bakteri.
Lalat yang hinggap di feses atau litter yang telah tercemar
bakteri kolera maka lalat tersebut sudah berpotensi
menyebarkan kolera pada ayam lainnya.
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 38
C. Pengendalian Lalat
Setelah mengetahui akibat berkembangnya lalat di peternakan
kita, sudah merupakan suatu kebutuhan bahwa kita harus bisa
mengendalikan lalat tersebut. Sudah barang tentu, pengendalian lalat
ini membutuhkan teknik yang tepat. Jika tidak, bukan tidak mungkin
gara-gara lalat ini kita akan mengalami kerugian yang besar bahkan
ditutupnya usaha kita.
Lalat tergolong salah satu insect atau serangga yang “bandel”.
Keberadaannya di kandang sangat mudah ditemui, terlebih lagi saat
musim penghujan.
Beberapa hal yang menjadikan lalat bandel, adalah :
1) Mobilitas lalat sangat tinggi karena dilengkapi dengan sepasang
sayap sejati (asli) dan sepasang sayap kecil (yang menstabilkan
terbang lalat)
2) Lalat mempunyai sistem penglihatan yang sangat baik, yaitu mata
majemuk yang tersusun atas lensa optik yang sangat banyak
sehingga lalat mempunyai sudut pandang yang lebar. Kepekaan
penglihatan lalat ini 6 x lebih besar dibandingkan manusia. Selain
itu, lalat juga dapat mengindra frekuensi-frekuensi ultraviolet pada
spetrum cahaya yang tak terlihat oleh manusia. Dengan dua
kemampuan ini (mobilitas dan penglihatan), lalat dapat dengan
mudah mengubah arah geraknya seketika saat ada bahaya yang
mengancam dirinya.
3) Lalat mempunyai kemampuan berkembang biak yang cepat dan
dalam jumlah yang banyak. Terlebih lagi jika kondisi lingkungan
cocok bagi perkembangbiakan lalat.
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 39
Langkah pengendalian lalat secara garis besar adalah kontrol
manajemen, biologi, mekanik dan kimia, sebagaimana penjelasan
berikut ini.
1. Kontrol manajemen
Penanganan feses dengan baik sehingga feses tetap kering
merupakan teknik pengendalian lalat yang paling efektif. Kita tahu,
feses yang lembab menjadi tempat perkembangbiakan lalat yang
sangat baik (termasuk tempat perkembangbiakan bibit penyakit).
Dalam 0,45 kg feses yang lembab dapat dijadikan tempat
berkembang biak (melangsungkan siklus hidup) 1.000 ekor lalat.
Feses yang baru dikeluarkan oleh ayam yang memiliki kadar air
sebesar 75-80% merupakan kondisi ideal bagi perkembangbiakan
lalat. Feses ini harus segera diturunkan kadar airnya menjadi 30%
atau kurang untuk mencegah perkembangbiakan lalat.
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 40
terutama kandungan protein kasar dan garam. Ransum
dengan kandungan protein kasar dan garam yang tinggi
dapat memicu ayam minum banyak sehingga feses menjadi
encer (basah)
c. Jika perlu tambahkan batu kapur maupun abu
pada litter sehingga dapat membantu mengembalikan
kemampuan tanah menyerap air
d. Hati-hati saat penggantian atau pengisian tempat minum.
Jangan sampai air minum tumpah. Selain itu perhatikan
kondisi tempat minum atau paralon dan segera perbaiki
kondisi genting yang bocor
e. Jika feses akan disimpan, keringkan feses terlebih dahulu
(kadar air < 30%) dengan cara dijemur diterik matahari (jika
memungkinkan). Feses yang disimpan dalam kondisi lembab
bisa mempercepat perkembangbiakan larva lalat
f. Perhatikan sistem sirkulasi udara (ventilasi). Kondisi ventilasi
kandang yang baik dapat mempercepat proses pengeringan
feses
g. Lakukan perbaikan pada atap yang bocor
h. Pastikan intalasi saluran pembuangan air berfungsi baik,
jangan biarkan air mengendap
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 41
Gambar 11. Bangkai Ayam Menjadi Makanan Lalat
b. Segera singkirkan atau jauhkan bangkai (ayam mati) dari
kandang
c. Bersihkan ransum dan feses yang tumpah segera, terlebih lagi
jika kondisinya basah
d. Bersihkan kandang dan peralatan kandang secara rutin
kemudian semprot dengan desinfektan seperti Antisep, Neo
Antisep atau Medisep
2. Kontrol biologi
Terdengar asing ditelinga kita dengan istilah ini. Memang,
karena teknik ini relatif jarang diaplikasikan peternak. Meskipun
demikian, teknik ini terbukti ampuh dalam mengendalikan populasi
lalat. Terbukti, dari sepasang lalat dalam waktu 3-4 hari tidak bisa
menghasilkan lalat sebanyak 191,01 x 1018 ekor karena secara
alami larva lalat telah dibasmi oleh “lawan” lalat. Selain itu,
penggunaan teknik ini akan menjaga keseimbangan ekosistem
kandang.
Parasit lalat biasanya membunuh lalat pada saat fase larva
dan pupa. Spalangia nigroaenea merupakan sejenis tawon (lebah
penyengat) yang menjadi parasit bagi pupa lalat. Mekanismenya
ialah tawon dewasa bertelur pada pupa lalat, yaitu
dibagian puparium (selubung pupa) dan perkembangan dari telur
tawon memangsa pupa lalat (pupa lalat mati). Selain tawon, tungau
(Macrochelis muscaedomesticae danFuscuropoda vegetans) dan
kumbang (Carnicops pumilio, Gnathoncus nanus) juga merupakan
“lawan” lalat.
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 42
Aplikasi dari teknik pengendalian lalat ini memerlukan suatu
menajemen yang relatif sulit. Siklus hidup hewan pemangsa lalat
tersebut juga relatif lebih lama. Selain itu, hewan pemangsa lalat ini
dapat juga menjadi agen penularan penyakit. Meskipun demikian,
keseimbangan ekosistem akan tetap terjaga, terlebih lagi
keberadaan lalat di kandang juga membantu dalam proses
dekomposisi (penguraian) feses atau sampah organik lainnya
sehingga baik jika digunakan sebagai pupuk kompos.
3. Kontrol mekanik
Teknik pengendalian lalat ini relatif banyak diaplikasikan oleh
masyarakat pada umumnya. Di pasaran, juga telah banyak dijual
perangkat alat untuk membasmi lalat, biasanya disebut sebagai
perangkap lalat. Perangkap tersebut bekerja secara elektrikal (aliran
arus listrik) dan dilengkapi dengan bahan yang dapat menarik
perhatian lalat untuk mendekat. Perangkap lalat seringkali diletakkan
di tengah kandang. Di tempat penyimpanan telur sebaiknya juga
diletakkan perangkap lalat ini.
Lalat tidak akan bergerak atau terbang melawan arus atau
arah angin. Oleh karenanya tempatkan fan atau kipas angin dengan
arah aliran angin keluar kandang atau ke arah pintu kandang.
Penggunaan plastik yang berisi air (biasanya di warung makan) juga
bisa digunakan untuk mengusir lalat meskipun mekanisme kerjanya
belum diketahui. Teknik pengendalian lalat ini (kontrol mekanik)
relatif kurang efektif untuk diaplikasikan ji-ka populasi lalat banyak.
4. Kontrol kimiawi
Teknik pengendalian lalat ini, seringkali menjadi andalan bagi
peternak. Sedikit terlihat adanya peningkatan populasi lalat,
peternak segera memberikan obat lalat. Namun, saat populasi lalat
tidak menurun meski telah diberikan obat lalat, maka peternak akan
langsung memberikan klaim maupun komplain ke produsen obat
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 43
lalat tersebut. Kasus ini relatif sering terjadi. Lalu bagian manakah
yang kurang tepat?
Point dasar yang perlu kita pahami bersama, bahwa
pemberian obat lalat (kontrol kimiawi) bukan merupakan inti dari
teknik pengendalian lalat, melainkan menjadi penyempurna dari
teknik pengendalian lalat melalui teknik sanitasi dan desinfeksi
kandang (teknik manajemen). Oleh karenanya, kita tidak bisa
menggantungkan pembasmian lalat hanya dari pemberian obat lalat
dan teknik pemberian obat lalat juga harus dilakukan dengan tepat.
Dari data yang kami peroleh, obat pembasmi lalat yang
beredar di lapangan (Indonesia) dapat diklasifikasikan (berdasarkan
kerja obat lalat pada tahapan siklus hidup lalat) menjadi 2 kelompok,
yaitu obat lalat yang bekerja membunuh larva lalat dan membasmi
lalat dewasa. Agar daya kerja obat lalat bisa optimal, maka
pemilihan jenis obat harus disesuaikan dengan tahapan siklus hidup
lalatnya. Jika tidak maka daya kerja obat tidak akan
optimal. Cyromazine merupakan zat aktif yang digunakan untuk
membunuh larva lalat, sedangkan azamethipos dan cypermethrin
merupakan zat aktif yang bekerja membunuh lalat dewasa.
Penggunaan cyromazine untuk membasmi lalat dewasa tidak akan
memberikan hasil yang optimal (lalat dewasa tidak bisa mati) dan
begitu juga sebaliknya (pemberian cypermethrin tidak akan bisa
membunuh larva lalat).
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 44
sebuah langkah teknik aplikatif yang bagus dalam membasmi
keberadaan lalat.
Larvatox, mematikan lalat saat stadium larva sehingga pupa
dan lalat tidak akan terbentuk. Untuk mendukung hal itu, Medion
telah me-launching sebuah produk dengan kandungan zat aktif
(cyromazine) yang ampuh dan efektif untuk membunuh larva lalat,
yaitu Larvatox. Aplikasi Larvatox juga mudah, yaitu dicampur
dalam ransum. Percobaan potensi dan keamanan Larvatox telah
dilakukan oleh intern Medion maupun bekerja sama dengan
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada (UGM).
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 45
Gambar 12. Hasil Permberian Larvatox
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 46
pemberian Larvatox juga dapat membuat feses lebih kering
(bisa membentuk “gunung”).
Campurkan 100 gram Larvatox dengan 5 kg ransum
secara bertahap, kemudian campurkan dengan 1 ton ransum
sampai homogen. Larvatox diberikan selama 4-6 minggu
berturut-turut kemudian dihentikan selama 4-8 minggu dan
gunakan kembali jika lalat terlihat mulai berkembang biak.
Teknik pemberian Larvatoxtersebut dimaksudkan untuk
memutuskan siklus hidup lalat secara tuntas.
Hal yang perlu diperhatikan ialah jangan menghentikan
pemberian Larvatox sebelum 4-6 minggu meskipun populasi
lalat telah berkurang karena kita tahu fenomena gunung es dari
lalat (lalat yang nampak hanya 20% dari populasi lalat
sesungguhnya). Selain itu, jangan mengurangi dosis Larvatox
karena bisa mengakibatkan potensi obat tidak optimal dan dapat
memicu resistensi obat.
Pengendalian lalat telah menjadi suatu keharusan.
Terlebih lagi jika kita sudah mengerti tentang akibat yang
ditimbulkannya, termasuk kemungkinan penutupan usaha kita.
Agar lalat bisa terbasmi dengan baik, maka teknik
pengendaliannya harus dilakukan secara sinergis dan
komprehensif, yaitu menerapkan manajemen dengan baik
(terutama penanganan feses) sekaligus melaksanakan kontrol
kimiawi (dan atau kontrol biologi dan mekanik) secara tepat.
Akhirnya, lalat pun terbasmi. (Info Medion Edisi Maret 2008
Medion Online, http://info.medion.co.id).
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 47
MATERI 5
PENGENDALIAN KECOAK
A. Latar Belakang
Kecoa termasuk dalam kelompok serangga. Kecoa adalah
kelompok serangga purba, banyak hidup pada zaman karbon (350-270
tahun yang lampau). Kecoa umumnya berada di kawasan tropis, termasuk
serangga malam (nokturnal) dan umumnya berperan sebagai hama
domestik.
Kecoa dianggap sebagai vektor karena dapat mengkontaminasi
makanan dengan bakteri, jamur dan virus sehingga dapat menularkan
secara mekanis berbagai penyakit seperti diare, dysentri, kusta, sampar
dan beberapa penyakit cacing. Makanan yang telah terkontaminasi oleh air
liur kecoa, debu tinja yang kering dan kontak langsung dengan kecoa dapat
memicu reaksi alergi pada manusia. Tinja kecoa juga dilaporkan
mengandung asam xanturenat, asam kinurenat dan asam 8-
hidroksikuinaldat yang ke semua asam tersebut bersifat mutagenic dan
karsinogenik (penyebab kanker).
Kecoa adalah serangga pemakan segala (Coprophagous/Omnivora)
mempunyai kebiasaan aktif pada malam hari (nocturnal) dan terkadang
siang hari apabila merasa tergangu atau telah berkembang dalam populasi
yang besar, serta mempunyai sifat Thigmotatic – istirahat dalam celah-
celah dan retakan untuk waktu yang relatif lama, selalu hidup berkelompok
dan juga bersifat kanibal (pemakan bangkai teman). Kecoa sangat
menyukai makanan yang berkanji dan gula. Selain itu kecoa juga dapat
memakan jilid buku dan sampul buku, darah segar dan kering.
Menurut beberapa penelitian ilmiah dan medis, makhluk yang
menjengkelkan dan menakutkan ini adalah salah satu serangga paling
berbahaya bagi kesehatan seseorang karena membawa alergen yang
memiliki efek internal dan eksternal pada manusia. Kecoak dapat dengan
mudah mencemari makanan dan makanan lainnya, yang berdampak
langsung pada sistem pencernaan kita. Satu dari setiap lima anak di AS
sakit atau mengalami alergi tertentu karena sifat kecoak invasif di rumah.
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 48
Berdasarkan kebiasaan kecoa, kesenangan di tempat kotor,
keberadaan mikronba dalam usus kecoak dan peranannya dalam
penularan penyakit, maka pengendalian kecoak penting untuk kesehatan
masyarakat.
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 49
e. Mereka dapat mentoleransi dosis tinggi zat berbahaya
9. Kecoak menunjukkan pola aktivitas sirkadian berulang di mana mereka
diam dalam cahaya dan menjadi aktif dalam gelap.
10. Mereka tetap tersembunyi selama siang hari.
11. Kecoak lebih suka dan mencari tempat gelap
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 50
dewasa dengan sepasang sayap . Dewasa muda mungkin terlihat hampir
persis seperti nimfa , dengan sayap menjadi salah satu ciri khas yang
mudah menetapkan dua terpisah. Ketika Anda menganggap bahwa kecoa
betina dapat memiliki sebanyak empat puluh telur dalam satu kasus, tidak
mengherankan bahwa kecoa dapat mengambil alih rumah Anda dalam
waktu yang sangat sedikit .
Mengetahui siklus hidup akan membantu Anda mengidentifikasi
berapa banyak generasi kecoak Anda mungkin berurusan dengan di rumah
atau tempat kerja . Tidak hanya harus Anda tahu kecoa siklus umum, Anda
juga harus menyadari apa jenis kecoa yang Anda hadapi karena mereka
semua sedikit berbeda. Perbedaan antara spesies akan membantu Anda
menargetkan jenis kecoa Anda berurusan dengan pada setiap titik dalam
siklus hidup, untuk membuat pemusnahan jauh lebih mudah.
Sementara siklus hidup kecoa tidak semua yang menghibur, itu
adalah sesuatu yang orang-orang yang percaya bahwa mereka mungkin
penuh benar-benar bisa mendapatkan keuntungan dari . Juga , ketika Anda
melihat ke dalam cara kecoa hidup , Anda bisa mendapatkan ke dasar
masalah lebih awal daripada kemudian. Melindungi rumah Anda dari kecoa
bisa menjadi tugas yang sangat besar , tetapi memahami siklus hidup
kecoa adalah awal yang baik.
Telur lipas terdapat dalam kapsul disebut ootheca. Telur ini selalu
dibawa-bawa oleh induknya. Stadium telur selama 15-32 hari, nymph
selama 74-194 hari, dewasa selama 260-440 hari. Peranan dalam
menimbulkan masalah kesehatan tidak begitu tampak, namun mengingat
kehidupannya menyenangi tempat-tempat yang kotor memungkinkan dapat
menularkan bibit penyakit tertentu Misalnya, bakteri, cacing, protozoa,
virus, dan jamur. Banyaknya kecoa di suatu pemukiman menunjukkan
masih rendahnya kualitas higiene lingkungan pemukiman tersebut.
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 51
Gambar 13. Siklus Hidup Kecoak
D. Cara Pengndalian
Sifat pengendalian kecoak ada 2 (dua) bentuk yaitu (Chasan SK,2006) :
1. Pengendalian untuk Pencegahan (preventive measures)
a. Upaya Sanitasi
Yaitu memperhatikan cara penyimpanan makanan serta kebersihan
lingkungan rumah terutama dari sampah organic (makanan).
b. Mencegah masuknya kecoa kedalam rumah dengan selalu
memeriksa barang-barang dan perbekalan makanan.
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 52
c. Menghilangkan tempat persembunyian kecoak, misalnya retakan,
tempat gelap, dsb.
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 53
MATERI 6
PENGENDALIAN TIKUS
A. Latar Belakang
Tikus dan mencit adalah hewan mengerat (rondensia) yang lebih
dikenal sebagai hama tanaman pertanian, perusak barang digudang dan
hewan penggangu yang menjijikan di perumahan. Belum banyak diketahui
dan disadari bahwa kelompok hewan ini juga membawa, menyebarkan dan
menularkan berbagai penyakit kepada manusia, ternak dan hewan
peliharaan. Rodensia komensal yaitu rodensia yang hidup didekat tempat
hidup atau kegiatan manusia ini perlu lebih diperhatikan dalam penularan
penyakit. Penyakit yang ditularkan dapat disebabkan oleh infeksi berbagai agen
penyakit dari kelompok virus, rickettsia, bakteri, protozoa dan cacing. Penyakit
tersebut dapat ditularkan kepada manusia secara langsung oleh ludah, urin
dan fesesnya atau melalui gigitan ektoparasitnya (kutu, pinjal, caplak dan
tungau).
Tikus dan mencit merupakan masalah rutin di mana-mana, karena itu
pengendaliannya harus dilakukan secara rutin. Hewan mengerat ini
menimbulkan kerugian ekonomi yang tidak sedikit, merusak bahan pangan,
instalasi medik, instalasi listrik, peralatan kantor seperti kabel-kabel, mesin-mesin
komputer, perlengkapan laboratorium, dokumen/file dan lain-lain, serta dapat
menimbulkan penyakit. Beberapa penyakit penting yang dapat ditularkan ke
manusia antara lain, pes, salmonelosis, leptospirosis, murin typhus.
Ditinjau dari nilai estetika, keberadaan tikus akan menggambarkan
lingkungan yang tidak terawat, kotor, kumuh, lembab, kurang pencahayaan serta
adanya indikasi penatalaksanaan/ manajemen kebersihan lingkungan Rumah sakit
yang kurang baik.
Mengingat besarnya dampak negatif akibat keberadaan tikus dan
mencit di Rumah Sakit, maka Rumah Sakit harus terbatas dari hewan ini.
Sebagai langkah dalam upaya mencegah kemungkinan timbulnya
penyebaran penyakit serta untuk mencegah timbulnya kerugian sosial dan
ekonomi yang tidak diharapkan, maka perlu disusun pedoman teknis
pengendalian tikus dan mencit di Rumah Sakit.
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 54
B. Pengenalan Tikus dan Mencit Serta Ektoparasitnya
Pengenalan terhadap tikus dan mencit serta ektoparasinya sangat
penting dalam menentukan cara pengendaliannya.
Dunia : Animalia
Filum : Chordata
Sub Filum : Vertebrata
Kelas : Mammalia
Subklas : Theria
Ordo : Rodentia
Sub ordo : Myomorpha
Famili : Muridae
Sub famili : Murinae
Genus : Bandicota, Rattus, dan Mus
2. Biologi
Anggota Muridae ini dominan disebagian kawasan didunia.
Potensi reproduksi tikus dan mencit sangat tinggi dan ciri yang menarik
adalah gigi serinya beradaptasi untuk mengerat (mengerat + menggigit
benda-benda yang keras).
Gigi seri ini terdapat pada rahang atas dan bawah, masing-masing
sepasang. Gigi seri ini secara tepat akan tumbuh memanjang sehingga
merupakan alat potong yang sangat efektif. Tidak mempunyai taring dan
graham (premolar).
Karakteristik lainnya adalah cara berjalannya dan perilaku hidupnya.
Semua rodensia komensal berjalan dengan telapak kakinya. Beberapa jenis
Rodensia adalah Rattus norvegicus, Rattus rattus diardi, Mus musculus
yang perbandingan bentuk tubuhnya seperti terlihat pada gambar 1.
Rattus norvegicus (tikus got) berperilaku menggali lubang ditanah dan hidup
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 55
dilibang tersebut. Sebaliknya Rattus rattus diardii (tikus rumah) tidak
tinggal ditanah tetapi disemak-semak dan atau diatap bangunan.
Bantalan telapak kaki jenis tikus ini disesuaikan untuk kekuatan
menarik dan memegang yang sangat baik. Hal ini karena pada
bantalan telapak kaki terdapat guratan-guratan beralur, sedang pada
rodensia penggali bantalan telapak kakinya halus (Gambar 2). Mus
musculus (mencit) selalu berada di dalam bangunan, sarangnya bisa
ditemui di dalam dinding, lapisan atap (eternit), kotak penyimpanan atau
laci.
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 56
Gambar 1.
Beberapa jenis rodensia (tikus dan mencit)
berdasarkan ukuran bentuk tubuhnya
3. Morfologi
Gambar 2.
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 57
Karakteristik morfologi dari R. norvegicus, R. ratus diardii dan M. musculus
dapat diihat pada tabel 1.
4. Reproduksi
Tikus dan mencit mencapai umur dewasa sangat cepat, masa
kebuntingannya sangat pendek dan berulang-ulang dengan jumlah
anak yang banyak pada setiap kebuntingan. Keadaan semacam ini
dapat dilihat pada tabel 2 dan Gambar 3.
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 58
Gambar 3. Siklus hidup tikus
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 59
Rodensia mempunyai daya cium yang tajam, sebelum aktif/keluar
sarangnya ia akan mencium-cium dengan menggerakkan kepala
kekiri dan kekanan. Mengeluarkan jejak bau selama orientasi
sekitar sarangnya sebelum meninggalkannya. Urin dan sekresi genital
yang memberikan jejak bau yang selanjutnya akan dideteksi dan
diikuti oleh tikus lainnya. Bau penting untuk Rodensia karena dari bau
ini dapat membedakan antara tikus sefamili atau tikus asing. Bau
juga memberikan tanda akan bahaya yang telah dialami.
2) Menyentuh
Rasa menyentuh sangat berkembang dikalangan rodensia
komensal, ini untuk membantu pergerakannya sepanjang jejak
dimalam hari. Sentuhan badan dan kibasan ekor akan tetap
digunakan selama menjelajah, kontak dengan lantai, dinding dan
benda lain yang dekat sangat membantu dalam orientasi dan
kewaspadaan binatang ini terhadap ada atau tidaknya rintangan
didepannya.
3) Mendengar.
Rodensia sangat sensitif terhadap suara yang mendadak.
Disamping itu rondesia dapat mendengar suara ultra. Mengirim suara
ultrapun dapat.
4) Melihat.
Mata tikus khusus untuk melihat pada malam hari, Tikus
dapat mendekteksi gerakan pada jarak lebih dari 10 meter
dan dapat membedakan antara pola benda yang sederhana
dengan obyek yang ukurannya berbeda-beda. Mampu melakukan
persepsi/perkiraan pada jarak lebih 1 meter, perkiraan yang tepat
ini sebagai usaha untuk meloncat bila diperlukan.
5) Mengecap.
Rasa mengecap pada tikus berkembang sangat baik. Tikus dan
mencit dapat mendekteksi dan menolak air minum yang
mengandung phenylthiocarbamide 3 ppm,.
b. Kemampuan fisik.
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 60
1) Menggali
R. norvegicus adalah binatang penggali lubang. Lubang digali
untuk tempat perlindungan dan sarangnya. Kemampuan menggali
dapat mencapai 2-3 meter tanpa kesulitan.
2) Memanjat.
R. komensal adalah pemanjat yang ulung. Tikus atap atau tikus
rumah yang bentuk tubuhnya lebih kecil dan langsing lebih
beradaptasi untuk memanjat dibandingkan dengan tikus riol/got.
Namun demikian kedua spesies tersebut dapat memanjat kayu
dan bangunan yang permukaannya kasar. Tikus riol/got dap
memanjat pipa baik di dalam maupun di luar.
3) Meloncat dan melompat.
R.norvegicus dewasa dapat meloncat 77 cm lebih (vertikal). Dari
keadaan berhenti tikus got dapat melompat sejauh 1,2 meter.
M. musculus meloncat arah vertikal setinggi 25 cm.
4) Menggerogoti.
Tikus menggerogoti bahan bangunan/kayu, lembaran almunium
maupun campuran pasir, kapur dan semen yang mutunya rendah.
1. Pinjal
Pinjal adalah serangga dari ordo Siphonaptera berukuran kecil
(antara 1,5–4 mm), berbentuk pipih dibagian samping (dorso lateral).
Kepala-dada-perut terpisah secara jelas. Pinjal tidak bersayap, berkaki
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 61
panjang terutama kaki belakang, bergerak aktif di antara rambut inang
dan dapat meloncat. Serangga ini berwarna coklat muda atau tua,
ditemukan hampir di seluruh tubuh inang yang ditumbuhi rambut. Pinjal
dewasa bersifat parasitik sedang predewasnya hidup di sarang, tempat
berlindung atau tempat-tempat yang sering dikunjungi tikus ( Gambar 4 ).
2. Kutu
Kutu adalah serangga dari ordo Anoplura yang selama hidupnya
menempel pada rambut inang Tubuh kutu terbagi 3 bagian yaitu kepala-
dada-perut berukuran 0,5 mm – 1 mm. Kutu pipih dibagian perut
(dorso ventral) dan kepala lebih sempit daripada dada, tidak bersayap
dan di ujung kaki kakinya terdapat kuku besar untuk bergantung pada
rambut inang bergerak lambat, berwarna putih dan umum ditemukan
menempel pada rambut punggung dan perut ( Gambar 5).
3. Caplak
Caplak adalah sejenis kutu hewan yang termasuk ke dalam kelompok
labalaba (Arachnida). Caplak dibedakan dari serangga (insekta)
karena kepala- dada-perut bersatu menjadi suatu bentuk yang terlihat
sebagai badannya (Gambar 6). Caplak dibedakan atas keluarga (familia)
yaitu Argasidae (caplak lunak) dan Ixodidae (caplak keras). Pada
caplak keras dibagian depan (anterior) terlihat ada semacam kepala
yang sebenarnya adalah bagian dari mulutnya/capitulum, sedangkan
pada caplak lunak bagian mulutnya tidak terlihat dari arah punggung
(dorsal).
4. Tungau
Tungau adalah Arthropoda yang telah mengalami modifikasi pada
anatominya. Kepala-dada-perut bersatu. Ukuran badan 0,5mm-2mm,
termasuk ordo Acariformes, familia Trombiculidae. Tungau aktif
bergerak dan berwarna putih kekuningan atau kecoklatan. Banyak
ditemukan di seluruh tubuh tikus terutama di badan bagian atas dan
bawah. Larva tungau berukuran tidak lebih dari 0,5mm, berkaki tiga
pasang, bergerak pasif, menempel berkelompok di bagian dalam daun
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 62
telinga atau pangkal ekor rodensia. Larva tungau trombikulid bersifat
parasitik sedang tungau dewasa hidup bebas ( Gambar 7 ).
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 63
E. Bebarapa penyakit bersumber tikus dan mencit
Tabel 3. Jenis -jenis penyakit yang telah dilaporkan secara klinis atau
serologis pada manusia dan hewan rodensia reservoir di Indonesia.
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 64
Salmonelosis Salamonella -
Melalui gigitan tikus atau
pencemaran makanan
Demam gigitan tikus -
Bakteri Spirillum atau
Melalai luka gigitan tikus
Streptobakcillus
Trichinosis Cacing Trichinella - Tidak langsung dengan cara
spiralis memakan hewan pemakan
tikus
Angiostongiliasis Cacing Angiostrongilus -
Dengan cara memakan
sej en is ke ong ya ng
menjadi inang perantata
penyakit ini
Demam berdarah Virus hantavirus -
Korea (Hantavirus), Melalui udara yang tercemar
feses,urin atau ludah tikus
yang infektif
1. Surveylance
a. Tujuan :
Mengamati/memantau secara periodik pada tempat-tempat yang
ditemukan yang merupakan tempat didapatkannya tanda-tanda
adanya tikus. Apabila ditemukan tanda-tanda keberadaan tikus, langkah
selanjutnya adalah melakukan upaya pemberantasan tikus.
b. Tempat
Pertama harus ditetapkan tempat dimana akan dilakukan pengamatan
atau tempat yang merupakan titik-titik pengamatan. Untuk itu
tempat/lingkungan rumah sakit harus dikelompokkan dulu menurut
sifat dan habitat tikus. Selanjutnya pada masingmasing kelompok
tempat tersebut ditentukan tempat-tempat yang merupakan titik-titik
surveilansnya.
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 65
1) Pembagian tempat
a) Bangunan tertutup (Core)
a) Core :
b) Inner Bouund :
c. Titik-titik pengamatan
Dicatat pada formulir titik pengamatan dengan jelas. Tanda-tanda yang
perlu diperhatikan : Lubang tanah, bangkai tikus, kotoran tikus, bekas
keratan.
d. Pelaksanaan pengamatan
1) Core :
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 66
Pemeriksaan secara visual. Yaitu dengan melihat adanya tanda-
tanda keberadaan tikus berupa kotoran tikus (Gambar 8) dan/atau
jejak kaki tikus (Gambar 9). Selain itu harus diperhatikan tanda-tanda
lain seperti : sisa keratan pada pintu/kasa/buku dan kawat kasa
yang berlubang bekas lewat tikus : Pemeriksaan secara nasal
(penciuman), Informasi dari pihak lain.
2) Inner Bound :
e. Waktu pengamatan
1) Saat pengamatan
Secara fisual dilakukan pada pagi hari yaitu pukul 06.00-08.00 wib.
Pengamatan pada malam hari dilakukan antara pukul 22.00-24.00 wib.
2) Lama pengamatan
Pemeriksaan ruangan 5 sampai 10 menit per ruangan per orang
sehingga petugas dapat malakukan pemeriksaan minimum 12
ruangan per orang.
f. Periode pengamatan.
2) Senter
3) Sepatu boot
h. Indikator
Karena lingkungan rumah harus bebas tikus, maka pada setiap titik
pengamatan tidak terdapat tanda-tanda keberadaan tikus. Apabila
pada salah satu titik pengamatan terdapat tanda-tanda keberadaan
tikus, maka harus upaya pemberantasan tikus.
2. Pemberantasan Tikus
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 68
dimana ditemukan tanda-tanda keberadaan tikus, di Inner Bound
perangkap diletakan di pinggir saluran air, taman, kolam, di dalam
semak-semak, sekitar TPS, tumpukan barang bekas. Untuk menentukan
jumlah perangkap dipasang, digunakan rumus sebagai berikut
Perangkap yang belum berisi tikus dibiarkan sampai tiga malam untuk
memberi kesempatan pada tikus yang ada untuk memasuki perangkap
dan diperiksa setiap pagi harinya untuk mengumpulkan hewan yang
tertangkap. Perangkap bekas terisi tikus dan mencit harus dicuci
dengan air dan sabun dan dikeringkan segera. Pemasangan
perangkap dalam upaya pemberantasan ini dilakukan selama tiga
hari berturut-turut.
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 69
5) Kantong kain warna putih
6) Eter
7) Kapas
8) Sabun/deterjen
9) Nampan
10) Tang
11) Kawat pengikat
Perangkap yang berhasil (berisi) tikus dimasukan kedalam kantong
kain. Kemudian kantong kain yang berisi perangkap tadi dimasukan
kedalam kantong plastik berisi kapas yang dibasahi eter. Setelah
beberapa saat tikus/mecit yang telah terbius dikeluarkan dan dilakukan
dislokasi ( = menarik tulang leher sampai mati).
Tindakan selanjunya untuk mengetahui jenis tikus yang
tertangkap diidentifikasi dengan cara sebagai berikut :
a) Ukur panjang badan
b) Ukur panjang ekor
c) Ukur panjang telapak kaki
d) U k u r p a n j a n g t e l i n g a
e) Lihat rumus susu atau testis
f) Lihat warna bulu punggung dan perut
g) Lihat warna ekor bagian atas dan bawah
h) Lihat bulu badan (kasar atau halus), terutama bagian pangkal ekor
i) Berat badan
j) Lihat kunci identifikasi
Untuk mengidentifikasi tikus dan mencit berdasarkan
ukuran dan warna bulu badan dapat diihat juga pada
tabel 5. Pencatatan dilakukan menurut formulir 2.
Tabel 4 Cara pengendalian tikus dan mencit di rumah secara Mekanik/fisik dengan
perangkap
TEMPAT SPESIES
R. diardi R. novergicus M. musculus
Core, Inner *Pemasangan
* Pemasangan perangkap * Pemasangan perangkp
perangkap
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 70
- Snap trap utk di dinding - Snap utk di dinding Snap trap utk di dinding
- Live trap - Live Trap
a. Perangkap bubu di lantai a. Perangkap bubu di lantai a. Perangkap bubu di
lantai
b. Sherman trap (pemasang b. Sherman trap (pemasang b. Sherman trap
di lantai di lantai (pemasang di lantai
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 71
ditemukan. Selain itu racun tikus juga sangat berbahaya bagi manusia
hewan/binatang lainnya. Ada 2 macam racun tikus yang beredar saat ini yaitu
racun akut dan kronis. Racun akut harus diberikan dalam dosis letal, karena kalau
tidak maka tikus tidak mati dan tidak mau lagi memakan umpan yang beracun
sejenis. Sedangkan kalau racun diberikan dalam dosis letal maka tikus akan mati
dalam setengah jam kemudian. Menurut Departemen Pertanian (2001) Pestisida
untuk pengendalian tikus (Rrodentiisida) yang terdaftar dan diizinkan
penggunaannya di Indonesia saat ini dapat dilihat pada tabel 6.
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 72
Tabel 6. Jenis Rodentisida yang terdaftar dan diizinkan penggunaannya di Indonesia
Sumber :
1) Dep. Pertanian (2001). Pestisida untuk Pertanian dan Kehutanan
2) Dep. Pertanian (2001). Pestisida Higiene Lingkungan
3. Pencegahan
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 74
2 Inner Bound - Rodent proof - Rodent proof (anti - Rodent proof (anti
(Lingk. rumah (anti tikus) tikus) tikus)
sakit yang - Cabang pohon yg me- - Pasang kisi-2 pada sal. air - Menutup sela dinding
terbuka) nempel di dinding/atap yang menghubung antara dg kayu atau semen
bangunan dipotong shg luar dan dalam ruangan - Menutup semua
berjarak lebih dari 1,5 seperti saluran buangan Lubang dinding,daun
meter. dapur pintu dan jendela
- Pasang kisi-2 pada sal. - Susun/rapik. barang bekas dg kayu,semen,seng
atau tumpukan batu shg - Tutup ventilasi udara
tidak terdapat rongga-2 Dengan kawat ayam.
yg dpt mjadi sarang tikus
- Menutup sela dinding
dg kayu atau semen
- air yang menghubungi - Sampah dibuang ke - Sampah dibuang ke
antara luar dan dalam tempet pengumpulan tempet pengumpulan
ruangan sepereti sal sampah sementara/ sampah sementara/
buangan dapur kontainer setiap hari kontainer setiap hari
- Susun atau rapikan - Tdk membuang sampah
barang bekas atau terutama sisa makanan - Tdk membuang
tumpukan batu shg di sembarang tempat sampah terutama
tidak terdpt rongga-2 - Halaman taman,tempat sisa mknan di
yg dpt mjd sarang tikus. parkir dibersihkan sembarang tempat
setiap hari.
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 75
MATERI 7
PESTISIDA
A. Pengertian dan Sejarah Perkembangan Pestisida
1. Pengertian Pestisida
a. Pengertian Pestisida berasal dari kata pest yang berarti hama dan sida
berasal dari kata caedo berarti pembunuh. Pestisida dapat diartikan
secara sederhana sebagai pembunuh hama.
b. Menurut Food Agriculture Organization (FAO) 1986 dan peraturan
pemerintah RI No. 7 tahun 1973, Pestisida adalah campuran bahan kimia
yang digunakan untuk mencegah, membasmi dan mengendalikan
hewan/tumbuhan penggangu seperti binatang pengerat, termasuk
serangga penyebar penyakit, dengan tujuan kesejahteraan manusia.
c. Pestisida juga didefinisikan sebagai zat atau senyawa kimia, zat pengatur
tubuh atau perangsang tumbuh, bahan lain, serta mikroorganisme atau
virus yang digunakan untuk perlindungan tanaman (PP RI No.6 tahun
1995).
2. Sejarah Perkembangan Pestisida.
Penggunaan pestisida kimia pertama kali diketahui sekitar 2.500 SM
yaitu pemanfaatan asap sulfur untuk mengendalikan tungau, sedangkan
penggunaan bahan kimia beracun seperti arsenic, mercury dan serbuk timah
diketahui mulai digunakan untuk memberantas serangga pada abad ke-15.
Pada tahun 1874 Othmar Zeidler adalah orang yang pertama kali mensintesis
DDT (Dichloro Diphenyl Trichloroethane), tetapi fungsinya sebagai insektisida
baru ditemukan oleh ahli kimia Swiss, Paul Hermann Muller pada tahun 1939
yang dengan penemuannya ini dia dianugrahi hadiah nobel dalam bidang
Physiology atau Medicine pada tahun 1948 (Nobel Prize.org). Pada tahun
1940-an mulai dilakukan produksi pestisida sintetik dalam jumlah besar dan
diaplikasikan secara luas (Weir, 1998). Penggunaan pestisida terus
meningkat lebih dari 50 kali lipat semenjak tahun 1950, dan sekarang sekitar
2,5 juta ton pestisida ini digunakan setiap tahunnya. Dari seluruh pestisida
yang diproduksi di seluruh dunia saat ini, 75% digunakan di negara-negara
berkembang (Sudarmo, 1987).
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 76
Di Indonesia, pestisida yang paling banyak digunakan sejak tahun
1950-an sampai akhir tahun 1960-an adalah pestisida dari golongan
hidrokarbon berklor seperti DDT, endrin, aldrin, dieldrin, heptaklor dan gamma
BHC. Penggunaan pestisida-pestisida fosfat organik seperti paration pada
masa lampau tidak perlu dikhawatirkan, karena walaupun bahan-bahan ini
sangat beracun (racun akut), akan tetapi pestisida-pestisida tersebut sangat
mudah terurai dan tidak mempunyai efek residu yang menahun. Hal penting
yang masih perlu diperhatikan masa kini ialah dampak penggunaan
hidrokarbon berklor pada masa lampau khususnya terhadap aplikasi derivat-
derivat DDT, endrin dan dieldrin.
B. Formulasi Pestisida
1. Kemasan
a. Technical grade/ active inggredient (AI) adalah bahan active pestisida
b. Dust/ Dustable Powder (DP)
c. Granule (GR)
d. Wettable Powder/Water Dispersible Powder (WP) : DP atau GR +
wetting agent
e. Solution : technical grade + solvent
f. Emulsifiable Concentrate (EC) : Solution + emulsifer
g. Emulsion, oil in water (EW) : EC + water
h. Suspension/ Soluble Concentrate (SL) : WP + water
2. Bahan tambahan :
a. Innert carrier/ diluent : pengencer berbentuk debu (talk, gyps,silica)
b. Wetting agent: bahan yang mempunyai daya larut kuat (alkyl naptaline,
sulfonic acid)
c. Solvent : pelarut untuk memperkecil konsentrasi (xylene,acetone)
d. Emulsifer: cairan yang membuat larutan pekat (triton, tween)
e. Atractance : bahan penarik (gula,susu,ikan)
f. Parfum ; pengharum
g. Adhesive/ stricker : bahan pelekat, sehingga tidak cepat larut oleh air
hujan (gelotin)
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 77
h. Spreading : bahan memperluas permukaan kehidupan larva (triton)
C. Aplikasi/penggunaan pestisida
1. Aerosols/ pengasapan
a. Pressure
b. Cold
c. thermal (hot)
2. Misting/ pengkabutan
3. Spraying/ penyemprotan ( Residual dan space )
4. Dusting/ pengabuan
5. Baits/ umpan
6. Fumigation/ fumigasi
PROFIL-KESLING 4
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 78
D. Bahan asal pestisida
1. Bahan in organik
contoh : belerang, arsen, mercury, flour dll.
2. Bahan organik
a. Natural
contoh : petroleum, alkaloid, ester dll.
b. Sintetik
contoh : Chlorinated hidrocarbon, organo phaspat, carbamate, organo
pyrethroid dll.
G. Toksisitas Pestisida
Toksisitas pestisida sangat bervariasi, dari toksisitas yang tinggi (dieldrin
dan parathion) sampai toksisitas yang relative tidak berbahaya (Abate).
Pencegahan dan dan pengamanan dalam penggunaan pestisida sebaiknya
harus dipahami terlebih dahulu konsep tentang toksisitas dan hazard dari
pestisida.
Toksisitas (Toxicity) pestisida diartikan sebagai kemampuan membunuh
kehidupan biologis, sedangkan hazard lebih diartikan sebagai halnya yang
mungkin timbul akibat pemaparan (exposure) pestisida di lingkungan. Kedua-
duanya sering digunakan secara bergantian untuk menyatakan tingkat bahaya
suatu pestisida.
Konsep toksisitas ini untuk mengukur kekuatan pestisida. Pengukuran
toksisitas dilakuakan pada binatang percobaan, dan sering dinyakan sebagai
Lethal Dosis 50 (LD 50) dalam satuan mg/Kg berat badan. LD 50 adalah dosis
pestisida yang dapat membunuh 50% binatang percobaan yang dinyatakan
dalam satuan mg/Kg berat badan pemberian pestisida melalui dermal atau oral.
LD 50 dapat dipakai sebagai ukuran memilih keampuhan/ toksisitas pestisida.
Berikut ini merupakan kriteria toksisitas Pestisida dan Ketentuan labelnya.
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 80
Tabel 1
KRITERIA TOKSISITAS PESTISIDA DAN KETENTUAN LABELNYA
TOKSISITAS ACUTE ORAL LD50 KATA-KATA TANDA LARANGAN
DAN ANTIDOTANYA
Racun Kuat 0 – 50 mg/Kg - “”Danger” “Poison” dengan tanda
(Highly Toxic) tengkorak dan tulang bersilang
- Pernyataan antidote ada “segera
panggil Dokter” atau “Jauhkan dari
anak-anak”
- “WARNING”
Tabel 2.
HUBUNGAN ANATARA LD50 ORAL AKUT DENGAN JUMLAH
PESTISIDA YANG MENIMBULKAN KEMATIAN PADA MANUSIA
LD50 ORAL AKUT (mg/Kg) Perkiraan Dosis Oral Yang DApat Mematikan
Manusia Dengan Berat Badan 68 Kg (150
Lbs)
5 Beberapa tetes
5 sd/d 50 1 sendok teh
50 s/d 500 1 s/d 2 sendok the
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 81
500 s/d 5000 28,35 gram (1 ouns) s/d 453,59 gram (1 pound)
5000 s/d 13.000 453,59 gram s/d 907,18 gram ( 2 Pound)
Tabel 3.
LD 50 PESTISIDA YANG PENTING
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 82
Pestisida Oral Dermal
B.Rodentisida
Barium carbonate 700
Thallium sulphate 25
Phosphorus 50-100
Zinc phosphide 41
I. Formulasi
1. Membuat suspension/ suspensi dari Wettable powder (WP) dengan air
X=AxBxD
C
X = berat WP dalam Kg
A = konsentrasi suspensi dalam %
B = volume suspensi dalam liter
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 83
C = konsentrasi WP dalam %
D = konstanta ( 1 bila kg/l ; 8,33 bila lb/US gal dan 10 bila lb/UK gal)
X = 1 x 10 x 1 = 0,2 kgWP
50
X= A -1
B
X = sejumlah bagian air dengan 1(satu) bagian insektisida EC atau %
A = konsentrasi EC dalam % (yang tersedia)
B = konsentrasi emulsi dalam % (yang direncanakan)
1 = konstanta
contoh : membuat emulsi 5 % dari insectisida 50 EC (50 %)
50 %
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 84
J. Dampak pestisida terhadap kesehatan manusia
1. Perasaan (feeling) :
Pada dasarnya dirasakan oleh sipenderita sendiri, misalnya pusing, perut
mual, mata berkunang-kunang dan perasaan letih.
2. Tanda-tanda (signs) :
Keadaan yang dapat dilihat orang lain, misalnya muntah, gemetar, muka
pucat, sempoyongan, jalan tidak seimbang dll.
Perlu diketahui bahwa semua jenis pestisida dari golongan yang sama pada
umumnya mempunyai dampak pada manusia dengan gejala-gejala keracunan
yang sama pula.
3. Rodentisida
Rodentisida sebagai anti koagulan jenis Walfarin/ coumarine menyebabkan
terjadi penurunan konsentrasi prothrombine dalam serum darah/ Hypo
prothrombine yang merusak permeabilitas kapiler , sehingga terjadi perdarahan
(haemorrhage), sedangkan jenis Indandione sebelum terjadi penurunan
konsentrasi prothrombine lebih dulu terjadi gangguan neurologis.
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 85
4. Fumigan
Menyebabkan iritasi pada mata, kulit dan saluran pernafasan, mengurangi
lemak, dermatitis dan oedema pulmonum. Kematian disebabkan oedema
pulmonum dan depresi respirasi.
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 86
4. Paparan Melalui Mulut
a. Secara umum pasien tidak direkomendasi untuk muntah.
b. Pada kemasan pestisida, biasanya terdapat petunjuk cara pertolongan Jika
pestisida tertelan dengan dimuntahkan.
c. Jika pasien muntah terus menerus, posisikan wajah pasien lebih rendah
daripada badan dalam masa pemulihan. Hal ini mencegah muntah masuk
ke dalam paru-paru. Jangan biarkan pasien berbaring terlentang.
Bersihkan muntahan dari tubuh pasien.
d. Cari bantuan medis! Karbon aktif direkomendasikan oleh dokter untuk
menyerap pestisida yang tersisa di dalam tubuh.
e. Segera cari bantuan medis.
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 87
yang paling baik kita memerlukan informasi yang lebih lengkap. Hal ini dapat
diperoleh dari sumber-sumber informasi yang dapat dipercaya yaitu: Dinas
Pertanian, Dinas Kesehatan ataupun pihak pabrik dan distributor yang
mempunyai izin pengedar insektisida.
a. Pakailah pakaian pelindung dan peralatan yang baik sesuai dengan jenis
insektisida yang akan kita tangani.
b. Bacalah label yang ditempelkan oleh pabrik dan ikutilah petunjuk-petunjuk
pencampurannya sebelum membuka kontainer.
c. Jangan menyobek kertas tak luput kontainer dengan tangan terbuka, tetapi
pergunakanlah alat pembuka/pisau yang tajam dan khusus untuk tujuan
pembuka kaleng insektisida.
d. Jika mengeluarkan insektisida dari dalam kontainer harus diusahakan agar
tidak memercik ke bagian muka kita dengan cara menuangkan di bawah,
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 88
bagian kepala kita. Demikian juga ketika kita membuang sisa-sisa
insektisida. Bila kita terkena percikan insektisida ketika mencampur atau
menuangkan insektisida maka segeralah:
1) berhenti bekerja.
2) lukailah pakaian kerja yang terkena percikan.
3) cuci segera bagian kulit yang terkena percikan dengan air dan
detergent.
4) bersihkan tumpahan insektisida di lantai bila terjadi luapan/tumpahan.
5) Bila mencampur insektisida, maka harus dilakukan dengan perhitungan
yang tepat dan teliti sesuai dengan dosis/konsentrasi yang ditetapkan.
6) Ketika membongkar/menuangkan insektisida harus berdiri tidak
menentang arah angin agar tercegah dari bahaya keracunan melalui
pernafasan.
7) Untuk menjaga agar tidak terjadi tumpahan maka tutuplah segera
kontainer yang baru diambil insektisidanya atau mengganti tutup
kontainer yang rusak.
Seperti pada keadaan c), maka sekali lagi kita perlu melihat label
insektisidanya untuk meyakinkan diri kita apakah:
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 89
a. perlu pakaian pelindung/pengaman khusus.
b. ada tanda-tanda/peringatan-peringatan dan cara-cara pengarnanan yang
khusus yang harus kita patuhi.
c. jenis pelarut yang tepat untuk insektisida tadi.
d. ada cara-cara pencampuran/peracikan yang diinginkan.
e. Ada ketentuan tentang jumlah/konsentrasi yang ditetapkan untuk jenis
insektisida yang akan kita garap
f. ada cara-cara/tindakan-tindakan pengamanan (antidota dan petunjuk P3K
nya).
g. bila kita pergunakan akan dapat memenuhi toleransi insektisida yang tepat
bagi serangga sasaran.
h. jumlah pemakaiannya yang tepat.
i. Ada insektisida-insektisida khususnya lainnya.
6. Penyimpanan Pestisida.
Pada botol ataunun kaleng pestisida yang asli dari pabrik pasti dilengkapi
dengan label yang memuat cara-cara penyimpanan insektisida tersebut. Bila
insektisida yang kita beli sampai di gudang maka insektisida tersebut harus
segera :
a. Disimpan dalam gudang yang terkunci rapat dan khusus untuk bahan-
bahan beracun.
b. Ditempatkan jauh deri jangkauan anak-anak ataupun orang lain yang tidak
berkepentingan.
7. Persyaratan gudang insektisida adalah sebagai berikut:
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 90
e. Mempunyai cukup insulasi yang dapat mencegah terjadinya pembeku
bahan-bahan kimia ataupun pemuaian bahan-bahan kimia akibat udara
yang terlalu dingin ataupun udara yang terlalu panas. Gudang harus
menjamin keutuhan insektisida agar tetap kering dan tidak terkena
langsung sinar matahari.
f. Pintu gudang harus dilengkapi dengan tanda-tanda bahaya dan kunci
gudang yang kuat.
g. Harus tersedia wastafel atau tempat cuci tangan yang cukup banyak
airnya.
h. Tersedia pemadam kebakaran yang siap dipergunakan bilamana terjadi
bahaya kebakaran.
i. Tersedia alat-alat kebersihan/pemeliharaan gudang.
Dalam hal penyimpanan insektisida yang baik maka kita harus dapat
melakukan hal-hal sebagai berikut :
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 91
8. Pengangkutan Pestisida.
Bila kita bertugas mengangkut insektisida dari suatu tempat ke tempat lain
dengan kendaraan/alat pengangkutan tertentu, misalnya Truk, maka kita
jugalah orang yang bertanggung jawab penuh terhadap keamanan di Jalan
Raya, masyarakat dan pencemaran lingkungan. Oleh karena itu perlu kita
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
Secara pasti, hingga saat ini belum ditemukan cara-cara pembuangan dan
pemusnahan pestisida yang dapat memenuhi standard kwalitas lingkungan
secara sempurna. Baik di negara-negara yang telah maju maupun negara-negara
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 92
yang sedang berkembang, masalah pembuangan dan pemusnahan pestisida dan
kontainernya cukup rumit dan serius. Namuh demikian, para ahli kesehatan
lingkungan tidak pernah berhenti mencari metode-metode yang lebih baik dan
aman. Aman bagi manusia maupun lingkungan hidupnya. Dari sekian banyak
cara-cara pemusnahan pestisida yang telah dilakukan, terdapat 4 cara yang
paling baik dipergunakan, yaitu:
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 94
dalam waktu 3 tahun sejauh 3 s/d 5 mil. (1 mil = 1,61 km).
d. Jarak lokasi pembuangan/pemusnahan pestisida partai besar dengan
lingkungan pemukiman penduduk, tempat-tempat rekreasi anak-anak,
lapangan olah raga maupun tempat penggembalaan ternak terdekat tidak
kurang dari 3000 ft (1 ft = 0,3048 meter).
e. Jangan menempatkan lobang pembuangan/pernusnahan pestisida pada
tanah yang dipersiapkan untuk pertanian rakyat, perluasan kota, dan
pemukiman, tempat-tempat umum dan lain sebagainya. (Perlu data-data
pengembangan dan perluasan kota).
f. Disekeliling tempat pemusnahan harus didirikan pagar dengan radius 3
meter dengan lobang pembuangan/pemusnahan sebagai titik pusat
lingkaran pagar. Pagar terbuat dari bahan yang kuat dan tidak mudah
patah.
g. Demi keamanan dan keselamatan, maka perlu dipasang tanda-tanda
peringatan/pelarangan, antara lain :
h. Papan peringatan yang memuat tanggal, jumlah, nama dan bahan aktif
pestisida yang dibuang/dimusnahkan.
i. Tanda larangan dengan gambar tengkorak, bertuliskan "AWAS RACUN"
dan kata-kata "DILARANG MASUK".
j. Papan peringatan tersebut dibuat dengan bahan yang tahan lama dan
kuat, dengan ukuran 40 cm x 60 cm. Tulisan dam gambar pada butir 2)
harus dengan warna merah, diatas warna dasar putih.
Pelaksanaan pembuangan/pemusnahan pestisida harus dilakukan oleh
petugas yang berwenang dan petunjuk oleh badan pemerintah dibidang
kesehatan lingkungan. Teknis pemusnahannya harus sesuai dengan
petunjuk-petunjuk yang ditetapkan.
a. Reaktifitas pestisidanya.
b. Kelarutan air tanah.
c. Kerentanan (susceptibility) dalam reaksi biokimiawi.
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 96
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 97
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 98
N. Evaluasi
1. Mengapa harus menggunakan pestisida ?
2. Jelaskan mekanisme masuknya pestisidan ke Tubuh Manusia !
3. Jelaskan bedanyanya LD 50 dengan LC 50 !
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 99
Daftar pustaka :
7. WHO, Chemical Methods for the Control of Vector and Pests of Public Health
Importance, WHO/VBC/82.841
MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 100