DOSEN:
N.Budi Santoso,SKM,M.si
Drs.Pangestu,M.kes
M.Ichsan,SKM,M.Epid
Menurut Timmreck (2004), vektor adalah setiap makhluk hidup selain manusia yang
membawa penyakit (carrier) yang menyebarkan dan menjalani proses penularan penyakit,
misalnya lalat, kutu, nyamuk, hewan kecil seperti mencit, tikus, atau hewan pengerat lain.
Vektor menyebarkan agen dari manusia atau hewan yang terinfeksi ke manusia atau hewan
lain yang rentan melalui kotoran, gigitan, dan cairan tubuhnya, atau secara tidak langsung
melalui kontaminasi pada makanan.
Ada dua jenis vektor yaitu vektor biologis dan vektor mekanis. Vektor disebut vektor
biologis jika sebagian siklus hidup parasitnya terjadi dalam tubuh vektor tersebut. Vektor
disebut sebagai vektor mekanis jika sebagian siklus hidup parasitnya tidak terjadi dalam
tubuh vektor tersebut (Natadisastra dan Agoes, 2005). Contohnya lalat sebagai vektor
mekanis dalam penularan penyakit diare, trakoma, keracunan makanan, dan tifoid, sedangkan
nyamuk Anopheles sebagai vektor biologis dalam penularan penyakit malaria (Chandra,
2006).
Pengendalian vektor adalah usaha yang dilakukan untuk mengurangi atau menurunkan
populasi vektor dengan maksud mencegah atau memberantas penyakit yang ditularkan vektor
atau gangguan (nuisance) yang diakibatkan oleh vektor. Berikut ini adalah yang harus
dijadikan pegangan dalam pengendalian vektor :
1. Pengendalian vektor dan binatang pengganggu harus menerapkan bermacam - macam cara
pengendalian agar vektor dan binatang pengganggu tetap berada di bawah garis batas yang
tidak merugikan dan atau membahayakan.
Berikut ini beberapa metode yang diterapkan untuk mengendalikan vektor dan binatang
pengganggu :
1 . Cara Kimia
Cara ini menitikberatkan pada usaha penggunaan dan pemanfaatan faktor - faktor iklim ,
kelembapan , suhu , dan cara - cara mekanis seperti :
B. Pemasangan jaring untuk mencegah masuknya tikus , serangga , dan lain - lain.
C. Pemanfaatan sinar / cahaya untuk menarik dan menolak vektor dan binatang pengganggu (
to attrock and to repel )
D. Pemanfaatan kondisi panas atau dingin untuk membunuh vektor dan binatang
pengganggu.
E. Pemanfaatan suara untuk menolak atau menarik vektor dan binatang pengganggu.
F. Melakukan pembunuhan vektor dan binatang pengganggu dengan cara memukul , memijat
, atau menginjaknya.
H. Pemanfaatan arus listrik untuk membunuh vektor dan binatang pengganggu dikawasan
perumahan.
3. Cara fisiologi
Pengendalian secara fisiologi adalah suatu cara pengendalian vektor dan binatang
pengganggu dengan memanipulasi bahan - bahan penarik atau penolak vektor dan binatang
pengganggu . Disamping itu , dipergunakan juga hormone dengan tujuan yang sama dalam
pengendalian vektor / binatang pengganggu.
Cara ini lazim dipergunakan dalam bidang pertanian . Penanaman padi dan palawija lainnya
harus dikerjakan secara teratur . Dalam hal ini faktor - faktor yang mempengaruhi tata tanam
antara lain adalah waktu penanaman , cara cara menanam, dan tata lahan
5. Cara biologi
Pengendalian vektor dan binatang pengganggu secara biologi dapat dilakukan dengan
memanfaatkan tumbuh - tumbuhan atau hewan , parasite , predator maupun kuman pathogen
terhadap vektor dan binatang pengganggu yang menjadi sasaran.
Pengendalian secara biologis juga dapat dilakukan dengan dua cara, yakni :
a. Memelihara musuh alaminya
Musuh alami insekta dapat berupa pemangsanya ataupun mikroba penyebab
penyakitnya. Untuk ini perlu diteliti lebih lanjut pemangsa dan penyebab penyakit mana yang
paling efektif dan efisien mengurangi populasi insekta. Untuk ni perlu juga dicari bagaimana
caranya untuk melakukan pengendalian pertumbuhan pemangsa dan penyebab penyakit ini
apabila populasi vektor sudah terkendali jumlahnya.
b. Mengurangi fertilitas insekta
Untuk cara kedua ini pernah dilakukan dengan meradiasi insekta jantan sehingga
steril dan menyebarkannya di antara insekta betina. Dengan demikian telur yang dibuahi
tidak dapat menetas. Cara kedua ini masih dianggapa terlalu mahal dan efisiensinya masih
perlu dikaji.
Mengingat keberadaan vektor dipengaruhi oleh lingkungan fisik, biologis dan social budaya,
maka pengendaliannya tidak hanya menjadi tanggung jawab sector kesehatan saja tetapi
memerlukan kerjasama lintas sector dan program. Pengendalian vektor dilakukan dengan
memakai metode pengendalian vektor terpadu yang merupakan suatu pendekatan yang
menggunakan kombinasi beberapa metoda pengendalian vektor yang dilakukan berdasarkan
pertimbangan keamanan, rasionalitas, efektifitas pelaksanaannya serta dengan
mempertimbangkan kesinambungannya.
1. Dapat meningkatkan keefektifan dan efisiensi sebagai metode atau cara pengendalian.
2. Dapat meningkatkan program pengendalian terhadap lebih dari satu penyakit tular vektor.
3. Melalui kerjasama lintas sector hasil yang dicapai lebih optimal dan saling
menguntungkan.
Prinsip pengendalian vektor malaria ditujukan pada pemutusan rantai penularan penyakit
malaria . Usaha usaha yang dapat dilakukan antaranya :
c. Membunuh jentik nyamuk / kegiatan anti larva. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Nurmaulina ( 2016 ) salah satu cara pengendalian vektor yaitu dengan Resistensi Aedes
aegypti terhadap insektisida piretroid . Bioinsektisida dari daun jeruk purut ( Citrus hystrik ) ,
biji karika ( Vasconcellea pubescens ) , dan akar wangi ( Vetiveria zizanoides ) berpotensi
untuk pengendalian A . aegypti
3. Dimana racun serangga ini kan disemprotkan , didalam atau diluar rumah
3. Pengendalian Lalat
Lalat adalah serangga dari Ordo Dipthera serangga yang mempunyai sepasang sayap yang
membentuk membiru. Berikut ini adalah teknik pengendalian lalat
2. Usaha pengendalian secara biologis . Usaha ini dilakukan dengan jalan sterilisasi terhadap
lalat jantan , dengan tujuan agar lalat tersebut bila mengadakan perkawinan akan dihasilkan
telur steril ( cara ini hanya bisa dilakukan di laboratorium )
4. Pengendalian Pinjal
1. Pemberantasan Pinjal pada binatang kesayangan ( anjing dan kucing ). Pengendalian pinjal
pada hewan kesayangan seperti kucing dan anjing dapat digunakan sejumlah insektisida
misalnya DDT , diazinon 2 % , pyrethrum dapat digunakan secara aman untuk membasmi
parasit pada hewan peliharaan / hewan yang digunakan dalam percobaan laboratorium .
Malthion 238 dan carboryl dapat digunakan untuk pengawasan pinjal kucing dan anjing
dalam pelaksanaannya , diusahakan agar insektisida cukup digosokkan dengan tangan pada
bulu - bulu binatang kesayangan tersebut .
2. Pengendalian pinjal pada binatang mengerat . Dalam rangka pencegahan penyakit pinjal
faktor yang terpenting dari Plague ( Sampor ) dan Fleaborne typhus . Cetusan kedua penyakit
tersebut ditanggulangi dengan cara pemberantasan binatang pengerat , membuat sesuatu
bersifat rat - profing , dan perbaikan sanitasi
Pemberantasan kutu kepala secara mekanik dengan cara dicuci dengan air panas , dicukur
serta secara kimia dengan obat
1. Secara mekanis : cuci pakaian dengan air panas dan sabun , dipanasi dengan uap panas dan
kering , dijemur pada sinar matahari , serta setrika dan perhatikan pada lipatan - lipatan
pakaian
2. Secara kimia : pakaian dicelupkan dan larutan DDT 10 % , lindane 1 % , pyeritin dicampur
alistrin ( untuk meminasakan telur - telurnya ) , pemakaian racun dalam bentuk seruk DDT 10
% , lindone 1 % , pemakaian racun bentuk cair ( spraying ) seperti 239 campuran - enzyl -
enzoat 68 % , DDT 6 % , - enzocaine 12 % , tween 12 % .
6. Pengendalian Tikus
b. Penyimpanan barang yang masih berguna. Penyimpanan barang digudang dengan cara
yang benar dapat mengurangi tempat persembunyian dan sumber makanan bagi tikus
c. Pengumpulan sampah . Pengolahan sampah yang baik bergantung pada usaha
pengumpulan sampah yang baik pula . Usaha pengumpulan sampah rumah tangga 2x
seminggu untuk mencegah kelebihan beban pada saran penyimpanan sampah rumah tangga ,
sehingga memungkinkan tikus tidak memperoleh makanan dan tidak menjadi tempat
bersarang bagi lalat.
d. Pembuangan sampah . Tempat sampah yang terbuka dan penumpukan sampah basah di
daerah terbuka akan menjadi sarang utama lalat dan tikus . Cara pembuangan dengan
penimbunan sanitasi ( Sanitasi land fiell ) dapat menghambat populasi tikus.
2. Pembunuhan tikus
a. Pembunuhan tikus merupakan bagian yang terpenting dalam rangka meningkatkan sanitasi
dan faktor lingkungan yang lainnya
tentang
Pasal 5
(1) Untuk mencapai dan memenuhi Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan
Persyaratan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, setiap Penyelenggara wajib
melakukan Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit.
(2) Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi kegiatan: a.pengamatan dan penyelidikan Bioekologi, penentuan status
kevektoran, status resistensi, dan efikasi, serta pemeriksaan sampel; b.Pengendalian Vektor
dan Binatang Pembawa Penyakit dengan metode fisik, biologi, kimia, dan pengelolaan
lingkungan; dan c.Pengendalian terpadu terhadap Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit.
(3) Pengendalian terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dilakukan berdasarkan
asas keamanan, rasionalitas dan efektivitas pelaksanaanya, serta dengan mempertimbangkan
kelestarian keberhasilannya.
(4) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengendalian Vektor
dan Binatang Pembawa Penyakit pada lingkungan dan kondisi tertentu dapat dilakukan oleh
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 6
(1) Dalam melaksanakan Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit harus
dilengkapi dengan: a.pengujian laboratorium; dan b.Manajemen Resistensi.
(2) Pengujian laboratorium sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan oleh
laboratorium yang memiliki kemampuan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(3) Manajemen Resistensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditujukan agar
pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit terarah dan tepat sasaran.
(4) Dalam melaksanakan Manajemen Resistensi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), harus
memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut :
c. pestisida dengan jenis/produk yang berbeda dari golongan yang sama dianggap
sebagai bahan yang sama;
Pasal 7
(2) Pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan paling
sedikit meliputi: a.berbentuk badan usaha; b.memiliki izin penyelenggaraan Pengendalian
Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri
ini; dan c.terdaftar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Tentang
PENGENDALIAN VEKTOR
BAB III
Pasal 4
(2) Upaya pengendalian vektor secara terpadu (PVT) sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan pendekatan pengendalian vektor yang dilakukan berdasarkan pertimbangan
keamanan, rasionalitas dan efektivitas pelaksanaannya serta berkesinambungan
(3) Upaya pengendalian vektor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
berdasarkan data hasil kajian surveilans epidemiologi antara lain informasi tentang vektor
dan dinamika penularan penyakit tular vektor
Pasal 5
(1) Pengendalian vektor dapat dilakukan dengan pengelolaan lingkungan secara fisik atau
mekanis, penggunaan agen biotik, kimiawi, baik terhadap vektor maupun tempat
perkembangbiakannya dan/atau perubahan perilaku masyarakat serta dapat
mempertahankan dan mengembangkan kearifan lokal sebagai alternatif.
Daftar Pustaka
http://pelayanan.jakarta.go.id/download/regulasi/peraturan-menteri-kesehatan-nomor-374-
menkes-per-iii-2010-tentang-pengendalian-vector.pdf
https://www.persi.or.id/images/regulasi/permenkes/pmk502017.pdf
http://www.scribd.com/doc/36951143/PENGENDALIAN-VEKTOR-PENYAKIT
Budiman dan Suyono. 2010. Ilmu Kesehatan Masyarakat dalam Konteks Kesehatan
Lingkungan.Jakarta : EGC
http://files.buku-kedokteran.webnode.com/200000024-3716638102/Vektor%20Penyakit.pdf
di akses pada tanggal 2 Februari 2020
Pinontoan, Odi Roni dan Oksfriani Jufri Sumampouw. 2019. Dasar Kesehatan Lingkungan.
Sleman : Deepublish