Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH PENGERTIAN VEKTOR DAN BINATANG PENGGANGGU

MATA KULIAH PENGENDALIAN VEKTOR & BINATANG PENGGANGGU-A

DOSEN:

N.Budi Santoso,SKM,M.si

Drs.Pangestu,M.kes

M.Ichsan,SKM,M.Epid

DI SUSUN OLEH KELOMPOK 8


Anggun Fortuna Dewi P21335118009
Nadia Sri Wahyuni P21335118041
Pasca Tri Hajnowo P21335118049
Vara Monica Irianto P21335118069
2 D4 B

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAKARTA II


Jl. Hang Jebat III/F3, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan
Jakarta
1.VEKTOR PENYAKIT

A.Pengertian Vektor Penyakit

Vector adalah anthropoda yang dapat menularkan, memindahkan dan/atau menjadi


sumber penular penyakit terhadap manusia. Pengendalian vektor adalah semua kegiatan atau
tindakan yang ditujukan untuk menurunkan populasi vektor serendah mungkin sehingga
keberadaannya tidak lagi beresiko untuk terjadinya penularan penyakit tular vektor di suatu
wilayah atau menghindari kontak masyarakat dengan vektor sehingga penularan penyakit
tular vektor dapat dicegah. ( Permenkes No 347/MENKES/PER/III/2010 ).
Vektor hanya terdiri atas arthropoda, sedangkan tikus, anjing, dan kucing bertindak
sebagai reservoar (Chandra, 2006). Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2011)
menyebutkan bahwa tikus bertindak sebagai reservoar untuk penyakit seperti salmonelosis,
demam gigitan tikus, trichinosis, dan demam berdarah Korea, sedangkan vektornya adalah
pinjal, kutu, caplak, dan tungau yang merupakan arthropoda. Sumber lain menyebutkan
bahwa tikus hanya sebagai binatang pengganggu (Nurmaini, 2001).
Menurut WHO (2005), vektor adalah serangga atau hewan lain yang biasanya
membawa kuman penyakit yang merupakan suatu risiko bagi kesehatan masyarakat.
Menurut Iskandar (1989), vektor adalah anthropoda yang dapat memindahkan/menularkan
suatu infectious agent dari sumber infeksi kepada induk semang yang rentan. Sedangkan
menurut Soemirat (2005), keberadaan vektor penyakit dapat mempermudah penyebaran
agent penyakit. Hal ini menentukan bahwa masuknya agent baru ke dalam suatu lingkungan
akan merugikan kesehatan masyarakat setempat.

Menurut Timmreck (2004), vektor adalah setiap makhluk hidup selain manusia yang
membawa penyakit (carrier) yang menyebarkan dan menjalani proses penularan penyakit,
misalnya lalat, kutu, nyamuk, hewan kecil seperti mencit, tikus, atau hewan pengerat lain.
Vektor menyebarkan agen dari manusia atau hewan yang terinfeksi ke manusia atau hewan
lain yang rentan melalui kotoran, gigitan, dan cairan tubuhnya, atau secara tidak langsung
melalui kontaminasi pada makanan.

Menurut Nurmaini (2001), vektor adalah arthropoda yang dapat


memindahkan/menularkan suatu infectious agent dari sumber infeksi kepada induk semang
yang rentan.
B.Binatang Pengganggu

Binatang pengganggu adalah binatang yang dapat mengganggu, menyerang/


menularkan penyakit kepada manusia, binatang/ tumbuhan. Atau binatang pengganggu
adalah binatang bukan serangga yang menganggu (kenyamanan) hidup manusia.

Ada dua jenis vektor yaitu vektor biologis dan vektor mekanis. Vektor disebut vektor
biologis jika sebagian siklus hidup parasitnya terjadi dalam tubuh vektor tersebut. Vektor
disebut sebagai vektor mekanis jika sebagian siklus hidup parasitnya tidak terjadi dalam
tubuh vektor tersebut (Natadisastra dan Agoes, 2005). Contohnya lalat sebagai vektor
mekanis dalam penularan penyakit diare, trakoma, keracunan makanan, dan tifoid, sedangkan
nyamuk Anopheles sebagai vektor biologis dalam penularan penyakit malaria (Chandra,
2006).

2.Konsep dasar Pengendalian Penyakit

Metode Pengendalian Vektor


Pengendalian vektor dan binatang pengganggu adalah upaya untuk mengurangi atau
menurunkan populasi vektor atau binatang pengganggu dengan maksud pencegahan atau
pemberantasan penyakit yang ditularkan atau gangguan (nuisance) oleh vektor dan binatang
pengganggu tersebut.
Pengendalian vektor adalah semua kegiatan atau tindakan yang ditujukan untuk
menurunkan populasi vektor serendah mungkin sehingga keberadaannya tidak lagi beresiko
untuk terjadinya penularan penyakit tular vektor di suatu wilayah atau menghindari kontak
masyarakat dengan vektor sehingga penularan penyakit tular vektor dapat dicegah. (
Permenkes No 347/MENKES/PER/III/2010 ).
Menurut WHO (Juli Soemirat,2009:180), pengendalian vektor penyakit sangat
diperlukan bagi beberapa macam penyakit karena berbagai alasan :
1. Penyakit tadi belum ada obatnya ataupun vaksinnya, seperti hamper semua penyakit yang
disebabkan oleh virus.
2. Bila ada obat ataupun vaksinnya sudah ada, tetapi kerja obat tadi belum efektif, terutama
untuk penyakit parasiter
3. Berbagai penyakit di dapat pada banyak hewan selain manusia, sehingga sulit
dikendalikan.
4. Sering menimbulkan cacat, seperti filariasis dan malaria.
5. Penyakit cepat menjalar, karena vektornya dapat bergerak cepat seperti insekta yang
bersayap
Berikut ini adalah metode yang digunakan dalam pengendalian vektor dan binatang
pengganggu.

Konsep Dasar Pengendalian Vektor dan Binatang pengganggu

Pengendalian vektor adalah usaha yang dilakukan untuk mengurangi atau menurunkan
populasi vektor dengan maksud mencegah atau memberantas penyakit yang ditularkan vektor
atau gangguan (nuisance) yang diakibatkan oleh vektor. Berikut ini adalah yang harus
dijadikan pegangan dalam pengendalian vektor :

1. Pengendalian vektor dan binatang pengganggu harus menerapkan bermacam - macam cara
pengendalian agar vektor dan binatang pengganggu tetap berada di bawah garis batas yang
tidak merugikan dan atau membahayakan.

2. Pengendalian vektor dan binatang pengganggu tidak menimbulkan kerusakan atau


gangguan ekologis terhadap tata lingkungan hidup.

Berikut ini beberapa metode yang diterapkan untuk mengendalikan vektor dan binatang
pengganggu :

1 . Cara Kimia

Cara kimia ini disebut sebagai pengendalian menggunakan pestisida . Penggunaan


pestisida untuk mengendalikan vektor dan binatang pengganggu memang sangat efektif ,
namun dapat juga masalah yang serius bagi manusia dan lingkungannya Menimbulkan
resistensi dan juga kontaminasi lingkungan. Cara ini lebih mengutamakan penggunaan
pestisida/rodentisida untuk peracunan. Penggunaan racun untuk memberantas vektor lebih
efektif namun berdampak masalah gangguan kesehatan karena penyebaran racun tersebut
menimbulkan keracunan bagi petugas penyemprot maupun masyarakat dan hewan
peliharaan. Sebagai ilustrasi, pada tahun 1960-an yang menjadi titik tolak kegiatan kesehatan
secara nasional (juga merupakan tanggal ditetapkannya Hari Kesehatan Nasional), ditandai
dengan dimulainya kegiatan pemberantasan vektor nyamuk menggunakan bahan kimia DDT
atau Dieldrin untuk seluruh rumah penduduk pedesaan. Hasilnya sangat baik karena terjadi
penurunan densitas nyamuk secara drastis, namun efek sampingnya sungguh luar biasa
karena bukan hanya nyamuk saja yang mati melainkan cicak juga ikut mati keracunan
(karena memakan nyamuk yang keracunan), cecak tersebut dimakan kucing dan ayam,
kemudian kucing dan ayam tersebut keracunan dan mati, bahkan manusia jugs terjadi
keracunan Karena menghirup atau kontak dengan bahan kimia tersebut melalui makanan
tercemar atau makan ayam yang keracunan.
Selain itu penggunaan DDT/Dieldrin ini menimbulkan efek kekebalan tubuh pada
nyamuk sehingga pada penyemprotan selanjutnya tidak banyak artinya. Selanjutnya bahan
kimia tersebut dilarang digunakan. Penggunaan bahan kimia pemberantas serangga tidak lagi
digunakan secara missal, yang masih dgunakan secra individual sampai saat ini adalah jenis
Propoxur (Baygon). Pyrethrin atau dari ekstrak tumbuhan/bunga-bungaan.
Untuk memberantas Nyamuk Aedes secara missal dilakukan fogging bahan kimia
jenis Malathion/Parathion, untuk jentik nyamuk Aedes digunakan bahan larvasida jenis Abate
yang dilarutkan dalam air. Cara kimia untuk membunuh tikus dengan menggunakan bahan
racun arsenic dan asam sianida. Arsenik dicampur dalam umpan sedangkan sianida biasa
dilakukan pada gudang-gudang besar tanpa mencemai makanan atau minuman, juga
dilakukan pada kapal laut yang dikenal dengan istilah fumigasi. Penggunaan kedua jenis
racun ini harus sangat berhati-hati dan harus menggunakan masker karena sangat toksik
terhadap tubuh manusia khususnya melalui saluran pernafasan.
Penggunaan bahan kimia lainnya yang tidak begitu berbahaya adalah bahan attractant
dan repellent. Bahan Attractant adalah bahan kimia umpan untuk menarik serangga atau tikus
masuk dalam perangkap. Sedangkan repellent adalah bahan/cara untuk mengusir serangga
atau tikus tidak untuk membunuh. Contohnya bahan kimia penolak nyamuk yang dioleskan
ke tubuh manusia (Autan, Sari Puspa, dll) atau alat yang menimbulkan getaran ultrasonic
untuk mengusir tikus (fisika).

2 . Cara fisika mekanika

Cara ini menitikberatkan pada usaha penggunaan dan pemanfaatan faktor - faktor iklim ,
kelembapan , suhu , dan cara - cara mekanis seperti :

A. Pemasangan perangkap ( tikus , burung , dan lain - lain )

B. Pemasangan jaring untuk mencegah masuknya tikus , serangga , dan lain - lain.

C. Pemanfaatan sinar / cahaya untuk menarik dan menolak vektor dan binatang pengganggu (
to attrock and to repel )
D. Pemanfaatan kondisi panas atau dingin untuk membunuh vektor dan binatang
pengganggu.

E. Pemanfaatan suara untuk menolak atau menarik vektor dan binatang pengganggu.

F. Melakukan pembunuhan vektor dan binatang pengganggu dengan cara memukul , memijat
, atau menginjaknya.

G. Pembalikan tanah sebelum penanaman dimulai

H. Pemanfaatan arus listrik untuk membunuh vektor dan binatang pengganggu dikawasan
perumahan.

3. Cara fisiologi

Pengendalian secara fisiologi adalah suatu cara pengendalian vektor dan binatang
pengganggu dengan memanipulasi bahan - bahan penarik atau penolak vektor dan binatang
pengganggu . Disamping itu , dipergunakan juga hormone dengan tujuan yang sama dalam
pengendalian vektor / binatang pengganggu.

4. Cara pengaturan tata tanam

Cara ini lazim dipergunakan dalam bidang pertanian . Penanaman padi dan palawija lainnya
harus dikerjakan secara teratur . Dalam hal ini faktor - faktor yang mempengaruhi tata tanam
antara lain adalah waktu penanaman , cara cara menanam, dan tata lahan

5. Cara biologi

Pengendalian vektor dan binatang pengganggu secara biologi dapat dilakukan dengan
memanfaatkan tumbuh - tumbuhan atau hewan , parasite , predator maupun kuman pathogen
terhadap vektor dan binatang pengganggu yang menjadi sasaran.
Pengendalian secara biologis juga dapat dilakukan dengan dua cara, yakni :
a. Memelihara musuh alaminya
Musuh alami insekta dapat berupa pemangsanya ataupun mikroba penyebab
penyakitnya. Untuk ini perlu diteliti lebih lanjut pemangsa dan penyebab penyakit mana yang
paling efektif dan efisien mengurangi populasi insekta. Untuk ni perlu juga dicari bagaimana
caranya untuk melakukan pengendalian pertumbuhan pemangsa dan penyebab penyakit ini
apabila populasi vektor sudah terkendali jumlahnya.
b. Mengurangi fertilitas insekta
Untuk cara kedua ini pernah dilakukan dengan meradiasi insekta jantan sehingga
steril dan menyebarkannya di antara insekta betina. Dengan demikian telur yang dibuahi
tidak dapat menetas. Cara kedua ini masih dianggapa terlalu mahal dan efisiensinya masih
perlu dikaji.

Adapun pengendalian lain yaitu dengan Pengendalian Vektor Terpadu (PVT)

Mengingat keberadaan vektor dipengaruhi oleh lingkungan fisik, biologis dan social budaya,
maka pengendaliannya tidak hanya menjadi tanggung jawab sector kesehatan saja tetapi
memerlukan kerjasama lintas sector dan program. Pengendalian vektor dilakukan dengan
memakai metode pengendalian vektor terpadu yang merupakan suatu pendekatan yang
menggunakan kombinasi beberapa metoda pengendalian vektor yang dilakukan berdasarkan
pertimbangan keamanan, rasionalitas, efektifitas pelaksanaannya serta dengan
mempertimbangkan kesinambungannya.

Keunggulan Pengendalian Vektor Terpadu (PVT) adalah

1. Dapat meningkatkan keefektifan dan efisiensi sebagai metode atau cara pengendalian.

2. Dapat meningkatkan program pengendalian terhadap lebih dari satu penyakit tular vektor.

3. Melalui kerjasama lintas sector hasil yang dicapai lebih optimal dan saling
menguntungkan.

Pengendalian Vektor Terpadu merupakan pendekatan pengendalian vektor menggunakan


prinsip-prinsip dasar management dan pertimbangan terhadap penularan dan pengendalian
peyakit. Pengendalian Vektor Terpadu dirumuskan melalui proses pengambilan keputusan
yang rasional agar sumberdaya yang ada digunakan secara optimal dan kelestarian
lingkungan terjaga.

Selain di atas Beberapa metode pengendalian vektor sebagai berikut:

1. Pengendalian secara alamiah (naturalistic control) yaitu dengan memanfaatkan kondisi


alam yang dapat mempengaruhi kehidupan vector. Ini dapat dilakukan dalam jangka waktu
yang lama.

2. Pengendalian terapan (applied control) yaitu dengan memberikan perlindungan bagi


kesehatan manusia dari gangguan vektor. Ini hanya dapat dilakukan sementara.
3.Jenis - jenis Pengendalian Vektor

Pengendalian Vektor Malaria

A. Mekanisme penularan malaria

Penularan yang tidak alamiah


Malaria Bawaan ( congenital ) , terjadi pada bayi baru dilahirkan karena ibunya
menderita malaria . Penularan ini terjadi melalui tali pusat ( plasenta )
Secara mekanik , terjadi melalui transfusi darah / melalui jarum suntik yang tidak
steril.
Secara oral ( melalui mulut ) . Cara penularan ini pernah dibuktikan pada burung ,
ayam , burung darah , dan monyet
Penularan secara alamiah ( natural infection ) Penularan ini terjadi melalui gigitan
nyamuk Anopheles.

B. Prinsip pengendalian vektor malaria

Prinsip pengendalian vektor malaria ditujukan pada pemutusan rantai penularan penyakit
malaria . Usaha usaha yang dapat dilakukan antaranya :

a. Menghindari / mengurangi kontak gigitan nyamuk Anopheles

Memasang kawat kasa pada setiap lubang pada rumah.


Menggunakan kelambu sewaktu tidur
Memasang obat nyamuk
Menggunakan zat penolak , contoh lotion anti nyamuk.

b. Membunuh nyamuk dewasa

Penyemprotan / pengabutan ( spraying / fogging space praying)


Penggunaan insectisida di dalam atau diluar rumah

c. Membunuh jentik nyamuk / kegiatan anti larva. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Nurmaulina ( 2016 ) salah satu cara pengendalian vektor yaitu dengan Resistensi Aedes
aegypti terhadap insektisida piretroid . Bioinsektisida dari daun jeruk purut ( Citrus hystrik ) ,
biji karika ( Vasconcellea pubescens ) , dan akar wangi ( Vetiveria zizanoides ) berpotensi
untuk pengendalian A . aegypti

2. Pengendalian Vektor Filariasis


Penyebab penyakit filariasis adalah cacing gelang ( nematoda ) , Wuchereria bancrofti Brugia
malayi . Penyebaran ini disebabkan melalui gigitan nyamuk Culex fatigans / Culex
quinquefasciatus Aedes polynesicusis , Anopheles psendosen fellaris , dan spesies dari
Anopheles .

Teknik pengendalian filariasis :

1. Berapa besarnya dosis racun serangga yang akan digunakan.

2. Macam - macam serangga yang akan digunakan

3. Dimana racun serangga ini kan disemprotkan , didalam atau diluar rumah

4. Kapan penyemprotan ini dilaksanakan

5. Perlukah dilakukan tindakan dengan penyemprotan

3. Pengendalian Lalat

Lalat adalah serangga dari Ordo Dipthera serangga yang mempunyai sepasang sayap yang
membentuk membiru. Berikut ini adalah teknik pengendalian lalat

1. Usahakan perbaikan lingkungan , terutama melalui pembuangan sampah yang memenuhi


syarat kesehatan , usaha ini bertujuan untuk mencegah terjadinya sarang - sarang lalat.

2. Usaha pengendalian secara biologis . Usaha ini dilakukan dengan jalan sterilisasi terhadap
lalat jantan , dengan tujuan agar lalat tersebut bila mengadakan perkawinan akan dihasilkan
telur steril ( cara ini hanya bisa dilakukan di laboratorium )

3. Usaha pengendalian dengan menggunakan racun serangga . Racun serangga yang


digunakan dalam pengendalian lalat ada 2 golongan

4. Pengendalian Pinjal

Pengendalian pinjal dapat dibagi menjadi 2 golongan.

1. Pemberantasan Pinjal pada binatang kesayangan ( anjing dan kucing ). Pengendalian pinjal
pada hewan kesayangan seperti kucing dan anjing dapat digunakan sejumlah insektisida
misalnya DDT , diazinon 2 % , pyrethrum dapat digunakan secara aman untuk membasmi
parasit pada hewan peliharaan / hewan yang digunakan dalam percobaan laboratorium .
Malthion 238 dan carboryl dapat digunakan untuk pengawasan pinjal kucing dan anjing
dalam pelaksanaannya , diusahakan agar insektisida cukup digosokkan dengan tangan pada
bulu - bulu binatang kesayangan tersebut .

2. Pengendalian pinjal pada binatang mengerat . Dalam rangka pencegahan penyakit pinjal
faktor yang terpenting dari Plague ( Sampor ) dan Fleaborne typhus . Cetusan kedua penyakit
tersebut ditanggulangi dengan cara pemberantasan binatang pengerat , membuat sesuatu
bersifat rat - profing , dan perbaikan sanitasi

5. Pengendalian Binatang Pengganggu Lainnya

Kutu manusia ( ordo anophelero )

1 . Pedeculus humanus capitus ( Kutu kepala )

Pemberantasan kutu kepala secara mekanik dengan cara dicuci dengan air panas , dicukur
serta secara kimia dengan obat

2. Pedeculus humanus carporis ( Kutu badan )

Berikut ini adalah pemerantasan kutu badan.

1. Secara mekanis : cuci pakaian dengan air panas dan sabun , dipanasi dengan uap panas dan
kering , dijemur pada sinar matahari , serta setrika dan perhatikan pada lipatan - lipatan
pakaian

2. Secara kimia : pakaian dicelupkan dan larutan DDT 10 % , lindane 1 % , pyeritin dicampur
alistrin ( untuk meminasakan telur - telurnya ) , pemakaian racun dalam bentuk seruk DDT 10
% , lindone 1 % , pemakaian racun bentuk cair ( spraying ) seperti 239 campuran - enzyl -
enzoat 68 % , DDT 6 % , - enzocaine 12 % , tween 12 % .

6. Pengendalian Tikus

Berikut ini adalah 3 teknik pengendalian tikus

1. Perbaikan sanitasi lingkungan

a. Penyimpanan sampah sarana penyimpanan sampah hendaknya cukup untuk menampung


seluruh sampah yang dihasilkan selama 1 hari , sehingga tidak menjadi sarang tikus.

b. Penyimpanan barang yang masih berguna. Penyimpanan barang digudang dengan cara
yang benar dapat mengurangi tempat persembunyian dan sumber makanan bagi tikus
c. Pengumpulan sampah . Pengolahan sampah yang baik bergantung pada usaha
pengumpulan sampah yang baik pula . Usaha pengumpulan sampah rumah tangga 2x
seminggu untuk mencegah kelebihan beban pada saran penyimpanan sampah rumah tangga ,
sehingga memungkinkan tikus tidak memperoleh makanan dan tidak menjadi tempat
bersarang bagi lalat.

d. Pembuangan sampah . Tempat sampah yang terbuka dan penumpukan sampah basah di
daerah terbuka akan menjadi sarang utama lalat dan tikus . Cara pembuangan dengan
penimbunan sanitasi ( Sanitasi land fiell ) dapat menghambat populasi tikus.

2. Pembunuhan tikus

a. Pembunuhan tikus merupakan bagian yang terpenting dalam rangka meningkatkan sanitasi
dan faktor lingkungan yang lainnya

b. Cara pembunuhan tikus dapat dilaksanakan dengan berbagai cara

4.Peraturan Perundang Undanagn terkait Pengendalian Vektor

Permenkes RI No.50 tahun 2017

tentang

STANDAR BAKU MUTU KESEHATAN LINGKUNGAN DAN PERSYARATAN


KESEHATAN UNTUK VEKTOR DAN BINATANG PEMBAWA PENYAKIT
SERTA PENGENDALIANNYA

Pasal 5

(1) Untuk mencapai dan memenuhi Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan
Persyaratan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, setiap Penyelenggara wajib
melakukan Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit.

(2) Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi kegiatan: a.pengamatan dan penyelidikan Bioekologi, penentuan status
kevektoran, status resistensi, dan efikasi, serta pemeriksaan sampel; b.Pengendalian Vektor
dan Binatang Pembawa Penyakit dengan metode fisik, biologi, kimia, dan pengelolaan
lingkungan; dan c.Pengendalian terpadu terhadap Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit.
(3) Pengendalian terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dilakukan berdasarkan
asas keamanan, rasionalitas dan efektivitas pelaksanaanya, serta dengan mempertimbangkan
kelestarian keberhasilannya.

(4) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengendalian Vektor
dan Binatang Pembawa Penyakit pada lingkungan dan kondisi tertentu dapat dilakukan oleh
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 6

(1) Dalam melaksanakan Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit harus
dilengkapi dengan: a.pengujian laboratorium; dan b.Manajemen Resistensi.

(2) Pengujian laboratorium sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan oleh
laboratorium yang memiliki kemampuan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

(3) Manajemen Resistensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditujukan agar
pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit terarah dan tepat sasaran.

(4) Dalam melaksanakan Manajemen Resistensi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), harus
memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut :

a. metode penggunaan pestisida merupakan pilihan terakhir;

b. penggunaan pestisida harus sesuai dengan dosis yangtercantum padalabel petunjuk


dari pabrikan;

c. pestisida dengan jenis/produk yang berbeda dari golongan yang sama dianggap
sebagai bahan yang sama;

d. melakukan penggantian golongan pestisida apabila terjadi resistensi di suatu


wilayah; dan menghindari penggunaan satu golongan pestisida untuk target pada pradewasa
dan dewasa

Pasal 7

Dalam melakukan Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit, Penyelenggara


berkoordinasi dengan dinas kesehatan daerah kabupaten/kota atau KKP.
Pasal 8

(1) Dalam penyelenggaraan Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, dapat bekerja sama dengan atau menggunakan jasa
pihak lain yang bergerak di bidang Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit.

(2) Pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan paling
sedikit meliputi: a.berbentuk badan usaha; b.memiliki izin penyelenggaraan Pengendalian
Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri
ini; dan c.terdaftar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Permenkes RI No. 374/Menkes/Per/III/2010

Tentang

PENGENDALIAN VEKTOR

BAB III

PENYELENGGARAAN PENGENDALIAN VEKTOR

Pasal 4

(1) Upaya penyelenggaraan pengendalian vektor dapat dilakukan oleh Pemerintah,


Pemerintah Daerah, dan/atau pihak swasta dengan menggunakan metode pendekatan
pengendalian vektor terpadu (PVT)

(2) Upaya pengendalian vektor secara terpadu (PVT) sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan pendekatan pengendalian vektor yang dilakukan berdasarkan pertimbangan
keamanan, rasionalitas dan efektivitas pelaksanaannya serta berkesinambungan

(3) Upaya pengendalian vektor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
berdasarkan data hasil kajian surveilans epidemiologi antara lain informasi tentang vektor
dan dinamika penularan penyakit tular vektor

Pasal 5

(1) Pengendalian vektor dapat dilakukan dengan pengelolaan lingkungan secara fisik atau
mekanis, penggunaan agen biotik, kimiawi, baik terhadap vektor maupun tempat
perkembangbiakannya dan/atau perubahan perilaku masyarakat serta dapat
mempertahankan dan mengembangkan kearifan lokal sebagai alternatif.
Daftar Pustaka

http://pelayanan.jakarta.go.id/download/regulasi/peraturan-menteri-kesehatan-nomor-374-
menkes-per-iii-2010-tentang-pengendalian-vector.pdf

https://www.persi.or.id/images/regulasi/permenkes/pmk502017.pdf

http://www.scribd.com/doc/36951143/PENGENDALIAN-VEKTOR-PENYAKIT

Budiman dan Suyono. 2010. Ilmu Kesehatan Masyarakat dalam Konteks Kesehatan
Lingkungan.Jakarta : EGC

http://files.buku-kedokteran.webnode.com/200000024-3716638102/Vektor%20Penyakit.pdf
di akses pada tanggal 2 Februari 2020

Pinontoan, Odi Roni dan Oksfriani Jufri Sumampouw. 2019. Dasar Kesehatan Lingkungan.
Sleman : Deepublish

Anda mungkin juga menyukai