Anda di halaman 1dari 83

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa patut dipanjatkan atas

berkat dan rahmat-Nya, sehingga Buku Ajar dengan judul : “Malarialogi” dapat

terselesaikan.

Buku Ajar ini menjelaskan tentang Pengertian Malaria, Epidemiologi

Malaria, Gejala, Diagnosis dan Pengobatan Malaria, Vektor Malaria, Cara

Penularan Malaria dan faktor risiko penularan malaria, Pencegahan dan

Pengendalian Malaria, Penemuan Penderita Malaria, Penilaian Status Malaria,

Surveylan Malaria dan Deteksi Dini KLB Malaria.

Buku ini disusun dengan berpedoman pada Rencana Program

Pembelajaran (RPP) Mata Kuliah Malarialogi, Jurusan Kesehatan Lingkungan

Politeknik Kesehatan Kemenkes Jayapura. Harapan kami dapat digunakan sebagai

Panduan Pembelajaran Mahasiswa tentang Malarialogi.

Kami sadari bahwa Buku ini masih jauh dari kesempurnaan, namun besar

harapan kami kiranya dapat bermanfaat bagi semua yang membutuhkannya.

Jayapura, Maret 2018

Penyusun
DAFTAR ISI

Hal
HALAMAN i
JUDUL ....................................................................................
KATA ii
PENGANTAR .................................................................................
DAFTAR iii
ISI ...............................................................................................

A. Malaria dan 1
Gejalanya ......................................................
1. Pengertian 1
Malaria ...................................................... 1
2. Gejala
Malaria ............................................................
B. Epidemiologi 5
Malaria ........................................................ 5
1. Penyebaran Malaria ................................................... 6
2. Faktor Risiko 30
Malaria ................................................. 34
3. Perilaku Yang Berisiko Terhadap Malaria ................ 34
C. Diagnosa dan 36
Pengobatan .................................................
1. Diagnosa
Malaria ........................................................
2. Pengobatan
Malaria .....................................................
D. Vektor 39
Malaria .................................................................. 39
1. Nyamuk 39
Anopheles ....................................................... 43
a. Bionomik Vektor (Nyamuk) .................................... 47
b. Siklus Hidup 47
Nyamuk .............................................. 63
3. Spesies 63
Anopheles ......................................................... 63
4. Vektor 65
Malaria .............................................................. 65
E. Penularan Malaria dan faktor risiko penularan 66
Malaria .... 69
1. 69
Alamiah ........................................................................ 69
2. Tidak 75
Alamiah ............................................................... 75
F. Pencegahan dan Pengendalian Malaria ............................. 75
1. Pencegahan 76
Malaria ...................................................... 76
2. Pengendalian 76
Malaria .................................................... 82
G. Penemuan Penderita 82
Malaria ............................................. 82
1. Aktif (ACD berupa : Survey : MBS, 83
MFS) ................. 83
2. Pasif 85
(PCD) ...................................................................
H. Penilaian Status
Malaria ....................................................
1. AMI (Annual Malaria
Incidens) ...................................
2. API (Annual Pararite
Incidens) ....................................
3. ABER (Annual Blood Examination Rate) ....................
4. SPR (Slide Positivity Rate) ...........................................
5. PR (Parasite Rate)/Parasit Formula
(PF) ......................
I. Surveilans Malaria dan Deteksi Dini KLB
Malaria ...........
1. Pengertian KLB
Malaria ...............................................
2. Tujuan dan Sasaran
……………...................................
3. Kebijakan
………………………..................................
4. Konsep Surveilans
Epidemiologi ..................................
5. Indikator Pogram Kerja Malaria
……………………...
MALARIA

1. Pengertian Malaria

Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh Protozoa dari

genus Plasmodium. Malaria pada manusia dapat disebabkan oleh P. malariae,

P. vivax, P. falciparum dan P. ovale. Penularan malaria dilakukan oleh

nyamuk Anopheles betina, sehingga terjadi infeksi pada sel darah merah oleh

Plasmodium yang ditularkan dengan cara menghisap darah manusia oleh

nyamuk Anopheles, transfusi darah, dan suntikan dengan jarum yang

sebelumnya telah digunakan oleh penderita malaria. Pada tubuh manusia,

parasit membelah diri dan bertambah banyak di dalam hati dan kemudian

menginfeksi sel darah merah.1,2

Secara umum seseorang yang mengalami penyakit malaria akan

merasakan gejala penyakit seperti demam, pening, lemas, pucat, nyeri otot,

suhu bisa mencapai 400 C terutama pada infeksi Plasmodium falciparum.2,3

Gejala penyakit malaria dapat melalui beberapa tahapan, sebagai berikut :2,3,4

2. Gejala Malaria

a. Tahap demam menggigil atau stadium dingin penderita akan merasakan

dingin menggigil yang amat sangat, nadi cepat dan lemah, bibir dan jari

kebiru-biruan pucat, kulit kering, pucat, kadang muntah. Pada anak-anak


demam bisa menyebabkan kejang. Demam ini berkisar antara 15 menit

hingga 1 jam.

b. Tahap puncak demam Hot stage yang berlangsung 2-6 jam, wajah

memerah, kulit kering, nyeri kepala, denyut nadi keras, haus yang amat

terus-menerus, mual hingga muntah. Pada saat ini sebenarnya merupakan

peristiwa pecahnya schizon matang menjadi merozoit-merozoit yang

beramai-ramai memasuki aliran darah untuk menyerbu sel-sel darah

merah.

c. Stadium berkeringat. Pada stadium ini penderita berkeringat banyak sekali.

Hal seperti ini bisanya berlangsung selama 2 sampai 4 jam.

d. Meskipun demikian, pada dasarnya gejala tersebut tidak dapat dijadikan

rujukan secara mutlak, karena dalam kenyataan gejala sangat bervariasi

antar manusia dan antar Plasmodium.

Epidemiologi malaria adalah ilmu yang mempelajari faktor-faktor

yang menentukan distribusi malaria pada masyarakat dan memanfaatkan

pengetahuan tersebut untuk menanggulangi penyakit tersebut. Terbatasnya

pengetahuan mengenai biologi parasit, vektor, ekologi manusia dan

lingkungan menjadi hambatan untuk menanggulangi malaria. Dalam

epidemiologi malaria ada 3 faktor yang harus selalu diperhatikan dan

diselidiki hubungannya yaitu : Host (manusia), Agent (penyebab penyakit),

dan environment (lingkungan). Manusia disebut host intermedia, dimana

siklus aseksual parasit malaria terjadi, dan nyamuk malaria disebut host

definitif, dimana siklus seksual parasit malaria berlangsung.2,5

1. Masa Inkubasi
Masa inkubasi penyakit malaria dibedakan atas masa inkubasi

ekstrinsik (stadium sporogoni) dan masa inkubasi intrinsik.

a) Masa inkubasi ekstrinsik adalah mulai saat masuknya gametosit ke

dalam tubuh nyamuk sampai terjadinya stadium sporogoni dalam tubuh

nyamuk, yaitu terbentuknya sporozoit yang kemudian masuk ke dalam

kelenjar liur. Menurut Pampana E.A., (1969) masa inkubasi ekstrinsik

dipengaruhi oleh suhu udara sehingga berbeda untuk setiap spesies.6,7

Tabel 2.1. Masa inkubasi ekstrinsik penyakit malaria pada suhu


26,70C

Plasmodium Masa Inkubasi (hari)


Plasmodium falciparum 10 – 12 hari
Plasmodium Vivax 8 – 11 hari
Plasmodium Malariae 14 hari
Plasmodium Ovale 15 hari
Sumber : Gunawan S, 2000

b) Masa inkubasi intrinsik adalah waktu mulai saat masuknya sporozoit

kedalam darah sampai timbulnya gejala klinis/demam atau sampai

pecahnya schizon darah. Masa inkubasi intrinsik berbeda setiap spesies.

Tabel 2.2. Masa inkubasi intrinsik penyakit malaria

Plasmodium Masa Inkubasi (hari)


Plasmodium falciparum 9 – 14 hari ( 12 )
Plasmodium Vivax 12 – 17 hari ( 15 )
Plasmodium Malariae 18 - 40 hari ( 28 )
Plasmodium Ovale 16 - 18 hari ( 17 )
Sumber : Kemenkes RI, 2011

Masa inkubasi intrinsik harus dibedakan dengan masa prepaten

yang menggambarkan jarak waktu antara masuknya sporozoit dan

pemunculan pertama parasit di darah tepi.7


(1) Masa prepaten adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk sampai

parasit dapat dideteksi dalam darah dengan pemeriksaan

mikoskopik.

(2) Masa subpaten adalah suatu keadaan dimana jumlah parasit yang

ada didarah tepi sangat sedikit sehingga belum bisa ditemukan pada

pemeriksaan mikroskopik. Masa ini disebut subpaten parasitemia.

Masa prepaten dan subpaten selanjutnya disusul oleh timbulnya

gejala klinis yang biasanya disertai oleh paten parasitemia (adanya

parasit di darah tepi yang sudah biasa ditemukan pada pemeriksaan

mikroskopik). Serangan pertama ini terdiri dari beberapa

parokisme (yakni serangan demam dengan interval waktu tertentu,

tergantung pada lamanya siklus sizogoni darah setiap spesies). Bila

serangan pertama ini tidak diobati dengan sempurna mungkin

timbul rekrudensi atau rekurensi. Serangan klinis selanjutnya akan

dipengaruhi oleh imunitas penderita yang kemudian timbul.7

(3) Relapse (rekrudensi/rekurensi) tanpa disertai gejala klinis disebut relapse parasit.

Interval waktu antara dua relapse disebut masa/periode laten.7Epidemiologi

Malaria

2. Penyebaran Malaria

Malaria ditemukan hampir di seluruh bagian dunia, terutama di

negara-negara yang beriklim tropis dan subtropis. Penduduk yang berisiko

terhadap malaria berjumlah 2,3 miliar atau 41% dari penduduk dunia.

Setiap tahun kasus malaria berjumlah 300-500 juta dan mengakibatkan 1,5
sampai dengan 2,7 juta kematian, terutama di Afrika Sub-Sahara. WHO

mencatat setiap tahun tidak kurang 1 hingga 2 juta penduduk meninggal

karena penyakit yang disebarluaskan nyamuk Anopheles.4,5

Di Indonesia, malaria masih menjadi masalah utama kesehatan

masyarakat. Rata-rata kasus malaria diperkirakan sebesar 15 juta kasus

klinis pertahun. Penduduk yang terancam malaria adalah penduduk yang

umumnya tinggal di daerah endemik malaria. Diperkirakan sebesar 85,1

juta dengan tingkat endemisitas dari rendah, sedang, dan tinggi.3

Penyakit malaria ini menyebar cukup merata dan yang paling

banyak dijumpai adalah di luar Jawa-Bali, bahkan di beberapa tempat

dapat dikatakan sebagai daerah endemis malaria yang tinggi (High

Incidence Area = HIA). Menurut hasil pemantauan program diperkirakan

sekitar 35% penduduk Indonesia tinggal di derah endemis malaria.4

Perkembangan penyakit malaria beberapa tahun terakhir

cenderung mengalami peningkatan di semua wilayah. Di Jawa-Bali

ditandai dengan meningkatnya kasus insiden malaria dengan indikator API

(Annual Parasite Incidence) sebesar 0,52 per 1000 penduduk pada tahun

1997, meningkat menjadi 0,62 per 1000 penduduk pada tahun 2001.

Begitu juga dengan situasi yang terjadi di luar Jawa-Bali, dimana insiden

malaria berdasarkan gejala klinis tanpa konfirmasi laboratorium cederung

meningkat, yakni 16,1 per 1000 penduduk pada tahun 1997 menjadi 26,2

per 1000 penduduk pada tahun 2001.8

3. Faktor Risiko Penularan Penyakit Malaria


Terjadinya penyakit malaria ditentukan oleh faktor Host, Agent dan

Environment. Malaria terjadi apabila ketiga faktor tersebut saling

mendukung.4,9

a. Host (penjamu) atau Manusia (host intermediate).

Pada dasarnya setiap orang bisa terinfeksi oleh agent atau

penyebab penyakit dan merupakan tempat berkembang biaknya atau

perbanyakan agent (parasit plasmodium). Bagi penjamu ada beberapa

faktor intristik yang dapat mempengaruhi kerentanan penjamu terhadap

Agent. Faktor-faktor tersebut mencakup usia, jenis kelamin, ras, sosial

ekonomi, riwayat penyakit sebelumnya, cara hidup, status gizi dan

tingkat imunitas. Faktor-faktor tersebut sangat penting untuk diketahui

karena akan mempengaruhi risiko untuk terpapar oleh sumber penyakit

malaria. Secara rinci dijelaskan sebagai berikut :10

1) Usia : anak-anak lebih rentan terhadap infeksi parasit malaria.

2) Jenis kelamin : infeksi malaria tidak membedakan jenis kelamin

akan tetapi apabila menginfeksi ibu yang sedang hamil akan

menyebabkan anemia yang lebih berat.

3) Ras : beberapa ras manusia atau kelompok penduduk mempunyai

kekebalan alamiah terhadap malaria. Penduduk yang terdapat

hemoglobin S (Hb S) ternyata lebih tahan terhadap akibat dari

infeksi P. falciparum. Hb S terdapat pada penderita dengan kelainan

darah yang merupakan penyakit turunan/herediter yang disebut

sikcle cell anemia, yaitu suatu kelainan di mana sel darah merah
penderita berubah bentuknya mirip arit apabila terjadi penurunan

tekanan oksigen udara.3,11

4) Riwayat malaria sebelumnya : orang yang pernah terinfeksi malaria

sebelumnya biasanya akan terbentuk imunitas sehingga akan lebih

tahan terhadap infeksi malaria. Contohnya penduduk asli daerah

endemik akan lebih tahan dibandingkan dengan transmigran yang

datang dari daerah non endemis.

5) Cara hidup : cara hidup sangat berpengaruh terhadap penularan

malaria. Misalnya : tidur tidak memakai kelambu dan senang berada

di luar rumah pada malam hari.

6) Sosial ekonomi : keadaan sosial ekonomi masyarakat yang

bertempat tinggal di daerah endemis malaria erat hubungannya

dengan infeksi malaria.

7) Status gizi : masyarakat yang gizinya kurang baik dan tinggal di

daerah endemis lebih rentan terhadap infeksi malaria.

8) Immunitas/imunitas : masyarakat yang tinggal di daerah endemis

malaria biasanya mempunyai immunitas alami sehingga mempunyai

pertahanan alam dari infeksi malaria.

Kekebalan pada penyakit malaria dapat didefinisikan sebagai

adanya kemampuan tubuh manusia untuk menghancurkan plasmodium

yang masuk atau membatasi perkembang-biakannya/jumlahnya.

Kekebalan manusia dapat dibedakan atas :3,10

a) Kekebalan alamiah
Adalah kekebalan yang timbul tanpa memerlukan infeksi

lebih dahulu, misalnya manusia kebal terhadap infeksi dari

plasmodium yang menghinggapi burung atau hewan pengerat.

b) Kekebalan yang didapat

Kekebalan ini dapat dibagi menjadi dua yaitu kekebalan aktif

merupakan penguatan dari mekanisme pertahanan tubuh sebagai

akibat dari infeksi sebelumnya atau akibat dari vaksinasi dan

kekebalan pasif merupakan kekebalan yang didapat melalui

pemindahan anti bodi atau zat-zat yang berfungsi aktif dari ibu

hamil kepada janinnya atau melalui pemberian serum dari seseorang

yang kebal penyakit. Telah banyak bukti nyata tentang adanya

kekebalan bawaan (congenital immunity). Pada bayi yang baru lahir

dari seorang ibu yang kebal terhadap malaria di daerah yang tinggi

tingkat endemitas malarianya. Berdasarkan sifatnya kekebalan

dibagi manjadi 2 yaitu :3,10

(1) Kekebalan humoral, disebabkan oleh adanya antibodi yang

timbul dalam darah yang terdiri dari opsonin, presipitin dan

aglutinin.

(2) Kekebalan selular, ditimbulkan oleh makrofag dan sel-sel yang

dihasilkan oleh sistem retikulo-endotelial dalam limpa, hati dan

sum-sum tulang. Peranan dari kekebalan selular ini ternyata

lebih besar daripada peranan kekebalan humoral.

Sifat dari kekebalan malaria adalah darah mungkin

mengandung parasit malaria, namun hanya aktif terhadap bentuk


eritrosit dari parasit spesifik terhadap spesies tertentu, tidak ada

cross immunity, menjadi lebih kuat dengan adanya infeksi yang

berulang-ulang akan segera menurun dan kemudian menghilang

setelah tidak ada lagi parasit dalam tubuh manusia, umumnya lebih

efektif, lebih cepat dan bertahan lebih lama pada P. vivax dari pada

P. falciparum.

b. Agent (Parasit/Plasmodium)

Hidup di dalam tubuh manusia dan dalam tubuh nyamuk.

Manusia disebut host intermedia (pejamu sementara) dan nyamuk

disebut host definitif (pejamu tetap). Parasit/plasmodium hidup dalam

tubuh nyamuk dalam tahap daur seksual (pembiakan melalui kawin)

dan dalam tubuh manusia pada daur aseksual (pembiakan tidak kawin,

melalui pembelahan diri). 4,9

Agent atau penyebab penyakit adalah semua unsur atau elemen

hidup ataupun tidak hidup dimana dalam kehadirannya, bila diikuti

dengan kontak yang efektif dengan manusia yang rentan akan mejadi

stimulasi untuk memudahkan terjadinya suatu proses penyakit. Agent

penyebab penyakit malaria termasuk agent biologis yaitu protozoa.

Untuk kelangsungan hidupnya, parasit malaria memerlukan dua macam

siklus kehidupan yaitu siklus dalam tubuh manusia dan siklus dalam

tubuh nyamuk, sebagai berikut :3,4,12

1) Siklus (fase) aseksual dalam tubuh manusia

Pada waktu nyamuk Anopheles infektif menghisap darah

manusia, sporozoit yang berada di kelenjar liur nyamuk akan masuk


ke dalam peredaraan darah selama kurang lebih ½ jam. Setelah itu

sporozoit akan masuk ke dalam sel hati dan menjadi tropozoit hati.

Kemudian berkembang menjadi schizon hati yang terdiri dari

10.000-30.000 merozoit hati (tergantung spesiesnya). Siklus ini

disebut ekso-eritrositer yang berlangsung selama kurang lebih dua

minggu. Pada Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale, sebagian

tropozoit hati tidak langsung berkembang menjadi schizon, tetapi

ada yang menjadi bentuk dorman yang disebut hipnozoit. Hipnozoit

tersebut dapat tinggal di dalam sel hati selama berbulan-bulan

sampai bertahun-tahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh

menurun, akan menjadi aktif sehingga dapat menimbulkan relaps

(kambuh).3,13

Merozoit yang berasal dari schizon hati yang pecah akan

masuk ke peredaraan darah dan menginfeksi sel darah merah. Di

dalam sel darah merah, parasit tersebut berkembang dari stadium

tropozoit sampai schizon (8-30 merozoit, tergatung spesiesnya).

Proses perkembangan aseksual ini disebut schizogoni. Selanjutnya

eritrosit yang terinfeksi merozoit menjadi schizon, schizon pecah dan

merozoit yang keluar akan menginfeksi sel darah merah lainnya.

Siklus ini disebut siklus eritrositer. Setelah 2-3 siklus schizogoni,

sebagian merozoit akan menginfeksi sel darah merah dan

membentuk stadium seksual (gametosit) jantan dan betina. 3,4,12

Sikus dalam tubuh manusia disebut siklus aseksual, dan siklus

ini terdiri dari : 3,4,12


a) Siklus (fase) di luar sel darah merah

Siklus di luar sel darah merah berlangsung dalam hati. Pada

Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale ada yang ditemukan

dalam bentuk laten di dalam sel hati yang disebut hipnosoit.

Hipnosoit merupakan suatu fase dari siklus hidup parasit yang

nantinya dapat menyebabkan kumat/kambuh atau rekurensi (long

term relapse). Plasmodium vivax dapat kambuh berkali-kali

bahkan sampai jangka waktu 3 – 4 tahun. Sedangkan untuk

Plasmodium ovale dapat kambuh sampai bertahun-tahun apabila

pengobatannya tidak dilakukan dengan baik. Setelah sel hati

pecah akan keluar merozoit yang masuk ke eritrosit (fase

eritrositer).

Gambar 2.5: Siklus parasit di luar sel darah merah


Sumber : CDC. Life Cycle of the Malaria Parasite.14
b) Siklus (fase) dalam sel darah merah

Fase hidup dalam sel darah merah / eritrositer terbagi dalam : 3,4,12

(1) Fase sisogoni yang menimbulkan demam

(2) Fase gametogoni yang menyebabkan seseorang menjadi

sumber penularan penyakit bagi nyamuk vektor malaria.

Kambuh pada Plasmodium falciparum disebut rekrudensi


(short term relapse), karena siklus di dalam sel darah merah

masih berlangsung sebagai akibat pengobatan yang tidak

teratur.

(3) Merozoit sebagian besar masuk ke eritrosit dan sebagian kecil

siap untuk dihisap oleh nyamuk vektor malaria. Setelah

masuk ke dalam tubuh nyamuk vektor malaria, merozoit akan

mengalami siklus sporogoni yang menghasilkan sporozoit

yaitu bentuk parasit yang siap untuk ditularkan kepada

manusia.

Gambar 2.6: Siklus parasit dalam sel darah merah


Sumber : CDC. Life Cycle of the Malaria Parasite.14
2) Siklus (fase) seksual dalam tubuh nyamuk.3,4,12

Apabila nyamuk Anopheles betina menghisap darah yang

mengandung gametosit, di dalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan

betina melakukan pembuahan menjadi zigot. Zigot berkembang

menjadi ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk.

Pada dinding luar lambung nyamuk ookinet akan menjadi ookista


dan selanjutnya menjadi sporozoit. Sporozoit ini bersifat infektif dan

siap ditularkan ke manusia.

Fase seksual ini biasa juga disebut fase sporogoni karena

menghasilkan sporozoit, yaitu bentuk parasit yang sudah siap untuk

ditularkan oleh nyamuk kepada manusia. Lama dan masa

berlangsungnya fase ini disebut masa inkubasi ekstrinsik, yang

sangat dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban udara.

Prinsip pengendalian malaria, antara lain didasarkan pada fase

ini yaitu dengan mengusahakan umur nyamuk agar lebih pendek dari

masa inkubasi ekstrinsik, sehingga fase sporogoni tidak dapat

berlangsung, dengan demikian rantai penularan akan terputus.

Gambar 2.7: Siklus parasit dalam tubuh nyamuk


Sumber : CDC. Life Cycle of the Malaria Parasite.14

Di Indonesia terdapat 4 spesies Plasmodium, yaitu :15,16

a) Plasmodium vivax, memiliki distribusi geografis terluas,

termasuk wilayah beriklim dingin, subtropik. Demam terjadi

setiap 48 jam atau setiap hari ketiga, pada waktu siang atau sore.

Masa inkubasinya antara 12-17 hari dan salah satu gejala adalah

pembengkakan limpa atau splenomegali.


b) Plasmodium falciparum, merupakan penyebab malaria tropika,

secara klinik berat dan dapat menimbulkan komplikasi berupa

malaria cerebral dan fatal. Masa inkubasi malaria tropika ini

sekitar 12 hari, dengan gejala nyeri kepala, pegal linu, demam

tidak begitu nyata, serta kadang dapat menimbulkan gagal

ginjal.

c) Plasmodium ovale. Masa inkubasi 12 – 17 hari, dengan gejala

demam setiap 48 jam, relatif ringan dan sembuh sendiri.

d) Plasmodium malariae, merupakan penyebab malaria quartana

yang memberikan gejala demam setiap 72 jam. Malaria jenis ini

umumnya terdapat pada daerah gunung, dataran rendah pada

daerah tropik. Biasanya berlangsung tanpa gejala, dan

ditemukan secara tidak sengaja, namun malaria jenis ini sering

kambuh.

c. Environment (lingkungan)

Adalah lingkungan dimana manusia dan nyamuk berada.

Nyamuk berkembang biak dengan baik bila lingkungannya sesuai

dengan keadaan yang dibutuhkan oleh nyamuk untuk berkembang biak,

faktor lingkungan dapat dikelompokkan ke dalam empat kelompok

yaitu :17,18

1. Lingkungan fisik

a) Suhu udara

Suhu udara sangat mempengaruhi panjang pendeknya

siklus sporogoni atau masa inkubasi ekstrinsik. Makin tinggi


suhu (sampai batas tertentu) makin pendek masa inkubasi

ekstrinsik, dan sebaliknya makin rendah suhu makin panjang

masa inkubasi ekstrinsik.

Nyamuk termasuk binatang berdarah dingin dan

karenanya proses-proses metabolisme dan siklus kehidupannya

tergantung pada suhu lingkungannya. Nyamuk tidak dapat

mengatur suhu tubuhnya. Suhu rata-rata optimum untuk

perkembangan nyamuk adalah 25 – 27 0C. Nyamuk dapat

bertahan hidup dalam suhu rendah, tetapi proses

metabolismenya menurun atau bahkan terhenti bila suhu turun

sampai dibawah suhu kritis pada suhu yang sangat tinggi akan

mengalami perubahan proses fisiologinya.18

Umur nyamuk serta pertumbuhan gametosit di dalam

perutnya, dipengaruhi suhu. Suhu lingkungan yang dianggap

kondusif berkisar antara 25 – 30 0C.18

Pertumbuhan nyamuk akan terhenti sama sekali bila

suhu kurang dari 10 0C atau lebih dari 40 0C. Toleransinya

terhadap suhu tergantung pada spesies nyamuknya, tetapi pada

umumnya suatu spesies tidak akan tahan lama bila suhu

lingkungan meninggi 5 - 6 0C, dimana spesies secara normal

dapat beradaptasi. Kecepatan perkembangbiakan nyamuk

tergantung dari kecepatan proses metabolisme, yang sebagian

diatur oleh suhu. Oleh karena kejadian-kejadian biologis

tertentu seperti lamanya masa pradewasa, kecepatan


pencernaan darah yang dihisap, pematangan indung telur,

frekwensi mencari makanan atau menghisap darah, dan

lamanya pertumbuhan parasit di dalam tubuh nyamuk

dipengaruhi oleh suhu.18

Pengaruh suhu ini berbeda bagi setiap spesies, pada suhu

26,7 0C masa inkubasi ekstrinsik adalah 10–12 hari untuk

Plasmodium falciparum dan 8–11 hari untuk Plasmodium

vivax, 14–15 hari untuk Plasmodium malariae dan

Plasmodium ovale.18

Menurut Saputro G., dkk., (2009) suhu udara mempunya

hubungan yang kuat ke arah positif dengan angka kejadian

malaria sebesar 0,886 di desa Dulanpokpok, Kabupaten Fakfak

Papua Barat.19

Menurut Mofu, R. M., dkk (2017) hasil korelasi antara

suhu udara dengan kepadatan vektor menunjukkan nilai p =

0,033 dan r = 0,616. Hal ini menunjukkan bahwa ada

hubungan yang kuat ke arah positif sebesar 0,616 antara suhu

udara dengan kepadatan vektor Anopheles dan hubungan

tersebut berbeda secara nyata pada taraf kesalahan 5 %.

Kepadatan nyamuk meningkat 4,8 ekor/orang/jam pada suhu

udara rata-rata 27,4 0C dan terrendah 3,4 ekor/orang/jam pada

suhu udara 26,2 0C dan 26,7 0C.20

b) Kelembaban udara (relative humidity)


Kelembaban mempengaruhi kecepatan berkembangbiak,

kebiasaan menghisap darah, istirahat dan lain-lain dari

nyamuk.18

Kelembaban yang rendah memperpendek umur nyamuk,

meskipun tidak berpengaruh pada parasit. Sistem pernafasan

pada nyamuk menggunakan pipa udara yang disebut trachea

dengan lubang-lubang pada dinding tubuh nyamuk yang

disebut spiracle. Adanya spiracle yang terbuka tanpa ada

mekanisme pengaturnya, pada waktu kelembaban rendah akan

menyebabkan penguapan air dari dalam tubuh nyamuk yang

dapat mengakibatkan keringnya cairan pada tubuh nyamuk.

Salah satu musuh nyamuk adalah penguapan.18,21

Menurut Saputro G., dkk., (2009) kelembaban udara

mempunya hubungan yang signifikan kuat ke arah negatif

dengan angka kejadian malaria sebesar -0,981 di desa

Dulanpokpok, Kabupaten Fakfak Papua Barat.19

Menurut Mofu R. M., dkk., (2017) Hasil korelasi antara

kelembaban udara dengan kepadatan vektor menunjukkan nilai

p = 0,001 dan r = 0,957. Hal ini menunjukkan ada hubungan

yang kuat ke arah positif sebesar 0,957 antara kelembaban

udara dengan kepadatan vektor Anopheles dan hubungan

tersebut berbeda secara nyata pada taraf kesalahan 5 %.

Kepadatan Anopheles tertinggi (4,8 ekor/orang/jam) terjadi


pada kelembaban udara 80,6 % dan terrendah 3,4

ekor/orang/jam pada kelembaban udara 78,0 % dan 77,4 %.20

Indonesia adalah negara kepulauan yang dikelilingi oleh

lautan (air), dengan ekosistem kepulauan dan kelembaban

yang tinggi. Ekosistem kepulauan menyebabkan nyamuk

beradaptasi pada kelembaban yang tinggi dengan pengaruhnya

pada populasi nyamuk sebagai berikut :21

1) Adaptasi pada kelembaban yang tinggi menyebabkan

nyamuk kurang kuat dan pada waktu kering menyebabkan

kematian yang banyak akibat kekeringan. Dengan demikian

populasi nyamuk tertentu subur dimana iklim mikro dapat

memberikan kelembaban yang diperlukan oleh nyamuk.

2) Adanya spiracle yang terbuka lebar tanpa ada mekanisme

pengaturnya membatasi penyebaran atau jarak terbang

nyamuk. Oleh karena jarak terbangnya terbatas, pola

penyebarannya akan terbentuk cluster (menggerombol tidak

merata), tidak bias memilih mangsa (indiscriminate feeder)

dan menghisap darah sembarang hospes dengan dasar yang

terdekat yang dihisap.

3) Kelembaban yang tinggi juga mempengaruhi nyamuk untuk

mencari tempat yang lembab dan basah diluar rumah

sebagai tempat hinggap istirahat pada siang hari, oleh

karena kelembaban yang tinggi tidak terdapat didalam

rumah kecuali di daerah-daerah tertentu.


4) Pada kelembaban kurang dari 60 % umur nyamuk akan

menjadi pendek sehingga tidak cukup untuk siklus

pertumbuhan parasit di dalam tubuh nyamuk.

c) Curah Hujan

Terdapat hubungan langsung antara hujan dan

perkembangan larva nyamuk menjadi bentuk dewasa. Besar

kecilnya pengaruh tergantung pada jenis hujan, derasnya

hujan, jumlah hari hujan, jenis vektor dan jenis tempat

perindukan (breeding places). Hujan yang diselingi oleh panas

akan memperbesar kemungkinan berkembang biaknya

Anopheles.21

Hujan akan mempengaruhi naiknya kelembaban dan

menambah jumlah tempat perkembangbiakan (breeding

places). Curah hujan yang lebat menyebabkan bersihnya

tempat perkembangbiakan vektor oleh karena jentiknya hanyut

dan mati. Kejadian penyakit yang ditularkan nyamuk biasanya

meninggi beberapa waktu sebelum musim hujan atau setelah

hujan. Pengaruh hujan berbeda-beda menurut banyaknya hujan

dan keadaan fisik daerah. Terlalu banyak hujan akan

menyebabkan banjir, menyebabkan berpindahnya

perkembangbiakan vektor akan berkurang, tetapi keadaan ini

akan segera pulih cukup bila keadaan kembali normal.21


Curah hujan yang cukup dengan jangka waktu lama akan

memperbesar kesempatan nyamuk untuk berkembang biak

secara optimal.

Menurut Saputro G., dkk., (2009) curah hujan

mempunya hubungan yang kuat ke arah negatif dengan angka

kejadian malaria sebesar -0,709 di desa Dulanpokpok,

Kabupaten Fakfak Papua Barat, namun hubungan tersebut

tidak signifikan.19

d) Angin

Kecepatan angin pada saat matahari terbit dan terbenam

yang merupakan saat terbangnya nyamuk ke dalam atau ke

luar rumah, adalah salah satu faktor yang ikut menentukan

jumlah kontak antara manusia dan nyamuk. Jarak terbang

nyamuk (flight range) dapat diperpendek atau diperpanjang

tergantung kepada arah angin.21

Angin dapat berperan secara negatif dan positif terhadap

siklus malaria. Menurut Gilles (1993) dan Pat Dale, dkk (2002)

bahwa nyamuk Anopheles biasanya tidak ditemukan lebih dari

3 km dari tempat berkembangbiaknya, namun angin dapat

memperpanjang jarak terbang nyamuk sampai 30 km atau

lebih. Biasanya, jarak terbang dan penyebaran nyamuk betina

lebih jauh dari laki-laki (Bruce-Chwatt, 1993). Kecapatan

angin cenderung dapat berpengaruh negatif terhadap jarak

terbang dan kebiasaan menghisap darah oleh nyamuk. Menurut


Salju (1980) dan Bidlingmayer, et al (1999), menyimpulkan

bahwa kecepatan angin 1,0-1,2 m/s dapat menghambat jarak

terbang nyamuk untuk menghisap darah.22

Angin sangat mempengaruhi terbang nyamuk. Bila

kecepatan angin 11–14 meter per detik atau 25–31 mil per jam

akan menghambat penerbangan nyamuk. Secara langsung

angin akan mempengaruhi penguapan (evaporasi) air dan suhu

udara (konveksi). Dalam keadaan udara tenang mungkin suhu

nyamuk ada beberapa fraksi atau derajat lebih tinggi dari suhu

lingkungan, bila ada angin evaporasi baik dan juga konveksi

baik maka suhu nyamuk akan turun beberapa fraksi atau

derajat lebih rendah dari suhu lingkungan.3

Pengaruh kecepatan angin terhadap aktivitas terbang

nyamuk dipelajari oleh Miura (1970). Sebuah perangkap

nyamuk yang biasanya dapat mengumpulkan 2.436 sampai

6.832 nyamuk pada malam yang tenang (tidak ada angin),

hanya dapat menangkap 832 sampai 956 nyamuk salama

malam yang berangin. Hampir seluruh nyamuk yang masuk

perangkap adalah pada kecepatan angin kurang dari 5,4 meter

per detik atau 12 mil per jam.

Menurut Mofu R.M., dkk (2017), hasil korelasi antara

kecepatan angin dengan kepadatan vektor Anopheles

menunjukkan nilai p = 0,001 dan r = -0,811. Hal ini

menunjukkan bahwa ada hubungan yang kuat ke arah negatif


sebesar 0,811 antara kecepatan angin dengan kepadatan vektor

Anopheles dan hubungan tersebut berbeda secara nyata pada

taraf kesalahan 5 %. Kepadatan nyamuk tertinggi 4,8

ekor/orang/jam pada kecepatan angin 1,8 m/s dan terrendah

3,4 ekor/orang/jam yaitu pada kecepatan angin 2,4 dan 2,8 m/s.

Semakin tinggi kecepatan angin maka semakin rendah

kepadatan vektor demikian sebaliknya, semakin rendah

kecepatan angin maka semakin tinggi kepadatan vektor.20

e) Ketinggian

Secara umum malaria berkurang pada ketinggian yang

semakin bertambah. Hal ini berkaitan dengan menurunnya

suhu rata-rata. Pada ketinggian di atas 2000 m jarang ada

transmisi malaria. Ketinggian paling tinggi masih

memungkinkan transmisi malaria ialah 2500 m di atas

permukaan laut.9

f) Sinar matahari

Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva

nyamuk berbeda-beda. An. sundaicus lebih suka tempat teduh,

sebaliknya An. hyrcanus spp lebih menyukai tempat yang

terbuka. An. barbirostris dapat hidup baik di tempat yang

teduh maupun di tempat yang terang.9

g) Arus air

An. barbirostris menyukai tempat perindukan yang

airnya statis atau mengalir sedikit. An. minimus menyukai


tempat perindukan yang aliran airnya cukup deras dan An.

letifer di tempat yang airnya tenang.9

h) Lingkungan Kimia

Lingkungan kimia baru diketahui pengaruhnya adalah


kadar garam dari tempat perindukan. Sebagai contoh An.
sundaicus tumbuh optimal pada air payau yang kadar
garamnya berkisar antara 12–18 % dan tidak dapat
berkembang baik pada kadar garam 40 % ke atas, meskipun di
beberapa tempat di Sumatera Utara An. sundaicus ditemukan
pula dalam air tawar dan An. letifer dapat hidup di tempat yang
asam/pH rendah.9
Menurut Saputro G., dkk., (2009) habitat potensial

Anopheles punctulatus di desa Dulanpokpok, Kabupaten

Fakfak Papua Barat berupa genangan air sementara buatan

manusia dengan suhu air 28 0C dan pH 6-6,8 serta kadar garam

(salinitas) 0%.19

Menurut Mofu R. M., (2013), hasil uji korelasi diperoleh

p = 0,010 dan r = 0,836, sehingga dapat dikatakan ada

hubungan antara pH air dengan kepadatan vektor Anopheles,

dengan kekuatan yang sangat kuat kearah positif sebesar

0,836. Uji korelasi Salitas air diperoleh p = 0,445 dan r = -

0,317. Hal ini berarti tidak ada hubungan antara salinitas air

dengan kepadatan vektor Anopheles, dengan kekuatan yang

lemah kearah negatif sebesar 0,317 di wilayah kerja

Puskesmas Hamadi.27

i) Lingkungan biologik (flora dan fauna)


Lingkungan biologi merupakan lingkungan yang terdiri

atas fauna dan flora yang dapat berfungsi sebagai bahan

pangan, sandang, dan papan. Di dalam lingkungan ini juga

terdapat flora dan fauna yang berbahaya bagi kehidupan

manusia, seperti agent penyebab penyakit yang hidup, vektor

penyakit, reservoir penyakit, dan lainnya. Oleh karena itu

lingkungan ini dapat memberi berbagai paparan terhadap

masyarakat. Kualitas lingkungan ini sangat mudah

dimodifikasi oleh kegiatan manusia, dan karenanya mudah

sekali berpengaruh terhadap kesehatan. Paparan dapat diukur

sesuai elemen biologis yang diinginkan. Jadi, parameter yang

diukur juga sangat tergantung pada elemen yang diukur.

Misalnya, makanan, insektisida, pengawet, pewarna, index

nyamuk, index lalat, index pinjal, dan lainnya.9

Tumbuhan bakau, lumut, ganggang dan berbagai jenis

tumbuh-tumbuhan lain dapat mempengaruhi kehidupan larva

nyamuk karena dapat menghalangi sinar matahari yang masuk

ke tempat perindukan serta melindungi jentik nyamuk dari

serangan mahluk hidup lain. Adanya berbagai jenis ikan

pemangsa larva seperti ikan kepala timah (Panchax sp),

gambusia, nila, mujair dan lain-lain dapat mempengaruhi

populasi nyamuk di suatu daerah. Selain itu adanya ternak

besar seperti sapi dan kerbau yang kandangnya diletakkan


tidak jauh dari rumah dapat mengurangi jumlah gigitan

nyamuk pada manusia (cattle barrier).9

j) Lingkungan Sosial Budaya

Lingkungan sosial sangat menentukan perilaku

masyarakat. Paparan terhadap adat, kebiasaan, kepercayaan,

pengetahuan teknologi setempat sangat menentukan

perilakunya, dan dengan demikian pula penyakitnya.9

Faktor ini kadang-kadang besar pengaruhnya

dibandingkan dengan faktor lingkungan lainnya. Prinsipnya

ialah menciptakan keadaan lingkungan yang menguntungkan

bagi nyamuk dimana adanya kebiasaan hidup yang membuat

tempat perindukan nyamuk seperti membiarkan tergenangnya

air di pekarangan dan jarang membersihkan tempat tinggal.9

Kebiasaan untuk berada di luar rumah sampai larut

malam di mana vektornya lebih bersifat eksofilik dan

eksofagik akan memperbesar jumlah gigitan nyamuk.

Penggunaan kelambu, kawat kasa pada rumah dan penggunaan

zat penolak nyamuk/repellent yang intensitasnya berbeda

sesuai dengan perbedaan status sosial masyarakat, akan

mempengaruhi angka kesakitan malaria.23

Terdapat hubungan yang bermakna antara genangan air p

= 0,001 dengan (OR= 3,128, 95% Cl= 1,611-6,075), keluar

pada malam hari p = 0,001 dengan (OR= 4,69, 95% Cl =

2,369-9,303), dan menggunakan kelambu p = 0,001 dengan


(OR= 7,84, 95% Cl= 3,427-17,969) dengan kejadian malaria

Wilayah Kerja Puskesmas Kenanga Kecamatan Sungailiat

Kabupaten Bangka.24

Akibat dari derap pembangunan yang kian cepat adalah

kemungkinan timbulnya tempat perindukan buatan manusia

sendiri (man made breeding places). Pembangunan

bendungan, penambangan timah dan pembukaan tempat

pemukiman baru adalah beberapa contoh kegiatan

pembangunan yang sering menimbulkan perubahan

lingkungan yang menguntungkan bagi nyamuk malaria (man-

made malaria). Perpindahan penduduk dapat menjadi faktor

penting untuk meningkatkan malaria. Meningkatnya

parawisata dan perjalanan dari daerah endemik mengakibatkan

meningkatnya kasus malaria yang di-impor. Pengetahuan

tentang host, agent dan environment penting bagi seorang

yang menangani atau bertanggungjawab dalam mengendalikan

dan memberantas malaria.25

4. Status Gizi

Status gizi merupakan salah satu faktor yang dapat memicu

terjadinya suatu penyakit dan juga memperparah suatu penyaki. Malnutrisi

dapat mengubah respon imun, dimana jumlah limfosit T akan berkurang,

sehingga respon limfosit tidak memadai (impaired lymphocyte response),

yang menyebabkan beberapa jenis sitokin dan komplemen akan menurun

jumlahnya dan mengakibatkan respon fagositosis menurun. Sekresi IgA


dilaporkan juga mengalami penurunan. Perubahan sistim imun ini pada

akhirnya meningkatkan predisposisi seseorang untuk mengalami infeksi

atau jatuh ke dalam keadaan infeksi yang berat atau kronis.26

Menurut Mofu R. M., (2013), hasil analisis statitik Pearson Chi-

square, menunjukan ada hubungan antara status gizi dengan kejadian

malaria (p = 0,001). Bila status gizi dikategorikan menjadi kurang dan

baik, maka ada hubungan antara status gizi dengan kejadian malaria (p =

0,001; OR : 13,364 dan 95 % CI : 2,905 – 61,475), sehingga dapat

disimpulkan bahwa status gizi merupkan faktor risiko terjadinya malaria

di wilayah kerja Puskesmas Hamadi Kota Jayapura. Responden yang

status gizinya kurang memiliki risiko 13,364 kali lebih besar terkena

malaria dibanding yang status gizinya baik dengan 95 % CI : 2,905 –

61,475.27

Kejadian malaria dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling

berhubungan satu dan lainnya, yang dapat terjadi secara langsung maupun

secara tidak langsung.

Faktor kondisi fisik rumah berpengaruh terhadap kepadatan

Anopheles dan faktor lingkungan berpengaruh terhadap spesies dan

kepadatan Anopheles. Semakin tinggi tingkat kepadatan Anopheles

semakin besar kemungkinan kontak dengan manusia yang sakit dan carier

malaria.

Faktor perilaku masyarakat berpengaruh terhadap kontak

Anopheles dengan masyarakat. Anopheles yang di dalam kelenjar ludahnya

terdapat sporozoit akan menularkan sporozoit kepada manusia pada saat


menghisap darah dan pada akhirnya akan berdampak pada peningkatan

kejadian malaria. Sakit dan tidaknya masyarakat dipengaruhi oleh faktor

pelayanan kesehatan kesehatan dan faktor intrinsik. Untuk lebih jelasnya

digambarkan pada kerangka teori berikut :

Kondisi Fisik
Rumah

Tipe rumah Langit-langit Dinding Kasa Ventilasi Lantai Rumah Kebersihan

Lingkungan Biologi : Lingkungan Fisik :


1. Rawa dan lagun (genagan air)
2. Hutan (semak-semak) 1. Curah Hujan
2. Suhu
Lingkungan Kimia : 3. Kelembaban
1. pH 4. Kecepatan Angin
2. Salinitas 5. Ketinggian
6. Sinar Matahar
Mobilitas 7. Arus air
masyarakat Spesies Anopheles

Kebiasaan
tidak Kepadatan nyamuk
menggunakan Anopheles di dalam
obat anti
nyamuk
dan di luar rumah

Kebiasaan
Perilaku tidak Anopheles mengigit
menggunakan penderita malaria
kelambu
Faktor intrinsik :
Kebiasaan Usia, jenis kelamin, ras, sosial
budaya, riwayat penyakit Anopheles
berada di luar mengandung
sebelumnya, cara hidup, status gizi
rumah pada dan imunitas sporozoit
malam hari
Kebiasaan Orang tidak sakit
Orang Anopheles
membuka mengandung menggigit
pintu pada plasmodium orang sehat
malam hari Orang sakit
(kejadian malaria)
Kebiasaan Pelayanan
membuka Kesehatan
jendela pada
malam hari
Sembuh Carier Mati

Gambar 2.8. Kerangka Teori


Sumber : Achmadi U.F., (2005) dimodifikasi

3. Perilaku yang Beresiko Terhadap Kerjadian Malaria

b. Perilaku berada di luar rumah

Berada di luar rumah dan melakukan aktifitas keluarga

maupun kegiatan sosial budaya pada malam hari merupakan salah

satu faktor risiko terinfeksi malaria. Kebiasaan menghisap darah

nyamuk An. farauti mulai sejak matahari terbenam sampai matahari

terbit dan lebih banyak menggigit pada empat jam pertama setelah

matahari terbenam.

Puncak aktivitas menghisap darah di luar rumah terjadi pada

pukul 18.30 – 19.15. Dengan demikian berada di luar rumah setelah

matahari terbenam mempunyai peluang besar kontak dengan

nyamuk sehingga terjadi penularkan penyakit malaria.28,29

Kebiasaan keluar malam hari memiliki risiko 4,8 kali,

kebiasaan yang berkaitan dengan pekerjaan (kebun dan sawah)

memberikan kontribusi risiko 3,63 kali.30


Berdasarkan hasil penelitian dan analisis statitik yang

dilakukan oleh Penulis, menunjukkan nilai p = 0,006 dan RR : 2,626

dengan 95 % CI : 1,333 – 5,174, karena nilai p < 0,05 maka ada

hubungan yang bermakna antara kebiasaan berada di luar rumah

pada malam hari dengan kejadian malaria, sehingga dapat

disimpulkan bahwa kebiasaan berada di luar rumah pada malam hari

merupakan faktor risiko terjadinya malaria di Kampung Sosiri,

Distrik Waibu. Responden yang memiliki kebiasaan berada di luar

rumah pada malam hari mempunyai risiko 2,626 kali lebih besar

terkena malaria dibanding yang tidak memiliki kebiasaan berada di

luar rumah pada malam hari dengan 95 % CI : 1,333 – 5,174.31

b) Kebiasaan tidak menggunakan kelambu

Salah satu usaha yang paling mudah dan praktis agar tidak

kontak dengan nyamuk vektor adalah tidur menggunakan kelambu

tanpa atau dengan insecticide impregnation seperti permethrin atau

deltametri. Beberapa penelitian membuktikan bahwa pemakaian

kelambu secara teratur pada waktu tidur malam hari mengurangi

kejadian malaria.

Kebiasaan tidur menggunakan kelambu adalah faktor protektif

terhadap kemungkinan terjadinya penyakit malaria (OR = 0,26, 95%

CI = 0,77-0,03, p = 0,034).32

Berdasarakan hasil penelitian dan analisis statitik

menunjukkan nilai p = 0,013 dan RR : 3,200 dengan 95 % CI : 1,216

– 8,422 karena nilai p < 0,05 maka ada hubungan yang bermakna
antara kebiasaan tidak menggunakan kelambu pada saat tidur malam

hari dengan kejadian malaria, sehingga dapat disimpulkan bahwa

kebiasaan tidak menggunakan kelambu merupkan faktor risiko

terjadinya malaria di Kampung Sosiri, Distrik Waibu. Responden

yang tidak memiliki kebiasaan menggunakan kelambu pada saat

tidur malam hari mempunyai risiko 3,200 kali lebih besar terkena

malaria dibanding yang memiliki kebiasaan menggunakan kelambu

pada saat tidur malam hari dengan 95 % CI : 1,216 – 8,422.31

c) Perilaku tidak menggunaan obat anti nyamuk

Kegiatan ini hampir seluruhnya dilaksanakan dilaksanakan

sendiri oleh masyarakat seperti menggunakan obat anti nyamuk

bakar, semprot, oles maupun secara elektrik.

Kebiasaan tidur menggunakan obat nyamuk adalah faktor

protektif terhadap kemungkinan terjadinya kejadian malaria (OR =

0,26, 95% CI = 0,77-0,03, p = 0,034).32

Hasil analisis statitik menunjukkan nilai p = 0,001 dan RR :

3,250 dengan 95 % CI : 1,600 – 6,602, karena nilai p < 0,05 maka

ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan tidak menggunakan

anti nyamuk dengan kejadian malaria, sehingga dapat disimpulkan

bahwa kebiasaan tidak menggunakan anti nyamuk merupkan faktor

risiko terjadinya malaria di Kampung Sosiri, Distrik Waibu.

Responden yang di rumahnya tidak menggunakan anti nyamuk

memiliki risiko 3,250 kali lebih besar terkena malaria dibanding


yang di rumahnya menggunakan anti nyamuk dengan 95 % CI :

1,600 – 6,602.31

d) Kebiasaan membuka jendela dan pintu pada malam hari

Kondisi rumah memudahkan nyamuk masuk ke dalam rumah

dan juga akan menyebabkan kontak dengan nyamuk meningkat

sehingga perlu dilakukan upaya-upaya untuk mengurangi

kemudahan nyamuk masuk ke dalam rumah, yaitu dengan tidak

membiarkan pintu dan jendelah terbuka pada malam hari.

Menurut penelitian Yoga (1999), menyatakan bahwa keadaan

kualitas rumah sangat berpengaruh terhadap kemungkinan terjadinya

penularan malaria di dalam rumah. Penduduk dengan rumah yang

dindingnya banyak berlubang berisiko sakit malaria 18 kali

dibandingkan dengan rumah penduduk dengan dinding rapat.33

Hasil analisis statitik menunjukkan nilai p = 0,073 dan RR :

1,879 dengan 95 % CI : 1,019 – 3,465, karena nilai p > 0,05 maka

tidak ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan membuka pintu

rumah pada malam hari dengan kejadian malaria, sehingga dapat

disimpulkan bahwa kebiasaan membuka pintu rumah pada malam

hari bukan merupkan faktor risiko terjadinya malaria di Kampung

Sosiri, Distrik Waibu, namun responden yang memiliki kebiasaan

membuka pintu rumah pada malam hari mempunyai risiko 1,879 kali

lebih besar terkena malaria dibanding yang tidak memiliki kebiasaan

membuka pintu rumah pada malam hari dengan 95 % CI : 1,019 –

3,465.31
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis statitik menunjukkan

nilai p = 0,096 dan RR : 1,812 dengan 95 % CI : 0,971 – 3,381,

karena nilai p > 0,05 maka tidak ada hubungan yang bermakna

antara kebiasaan membuka jendela rumah pada malam hari dengan

kejadian malaria, sehingga dapat disimpulkan bahwa kebiasaan

membuka jendela rumah pada malam hari bukan merupkan faktor

risiko terjadinya malaria di Kampung Sosiri, Distrik Waibu, namun

responden yang memiliki kebiasaan membuka jendela rumah pada

malam hari mempunyai risiko 1,812 kali lebih besar terkena malaria

dibanding yang tidak memiliki kebiasaan membuka jendela rumah

pada malam hari dengan 95 % CI : 0,971 – 3,381. 31 DIAGNOSA

DAN PENGOBATAN

1. Diagnosa Malaria

Ada beberapa cara untuk menegakkan diagnosa malaria, tetapi pada

umumnya dilakukan berdasarkan pemeriksaan laboratorium. Cara lain untuk

menegakkan diagnosa antara lain :3,34,35

1. Mengamati manifestasi klinik

Dengan melakukan anamnese yang terarah dan mengamati

gambaran demam penderita, terkadang dapat ditegakkan diagnosa malaria.

Namun demikian harus diakui akan adanya kesulitan dalam melakukan

pengamatan ini misalnya adanya perubahan imunologis pada penderita

yang tinggal di daearah endemis, adanya infeksi campuran atau adanya

penyakit lain yang manifestasi klinisnya menyerupai malaria.


2. Fluorescent assay

Cara ini digunakan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap

malaria cara ini bukan merupakan cara yang biasa dipakai diklinik, tetapi

lebih banyak digunakan dalam penelitian.

3. Enzyme linked monoclonal antibodi

Digunakan untuk mendeteksi antigen malaria pada penderita.

Seperti halnya fluorencent assay, cara ini dipergunakan untuk penelitian.

4. DNA hybridization

Cara ini belum lama dikembangkan dan diharapkan dapat

merupakan cara yang cukup spesifik dan sensitif untuk mendiagnosa

malaria. Penggunaan bahan radioaktif dalam cara ini menyebabkan cara

ini tidak dapat digunakan dalam pemeriksaan rutin.

5. Quantitative buffy coat (QBC, Becton Dickinson)

Untuk melakukan cara ini perlu dilakukan peralatan khusus buatan

Becton Dickinso. Pada cara ini darah dikumpulkan pada sebuah tabung

hematokrit yang menganung acridine orang dan antikoagulant.

6. Metode kawamoto

Metode ini dikembangkan untuk mempergunakan sedian hapus

darah tipis yang diwarnai dengan acridine orange kemudian diamati denga

fluorescence microscope atau dengan mikroskop biasa dengan

mempergunakan filter khusus.

7. Pemeriksaan darah tepi

Cara ini merupakan cara yang paling sering dilakukan dalam

pekerjaan sehari-hari. Pembuatan sedian hapus darah tipis dan tetes darah
tebal yang kemudian diwarnai dengan Giemsa atau Filed stain sangat

populer. 3,34,35
Vektor Malaria

4. Nyamuk Anopheles

Menurut Takken W dan Knols B.G.J (1990), nyamuk Anopheles

adalah nyamuk vektor penyakit malari. Di dunia kurang lebih terdapat

400 spesies yang sudah dikenali, 60 diantaranya mempunyai kemampuan

menularkan malaria dan 30-40 merupakan host dari parasit plasmodium

yang merupakan penyebab malaria di daerah endemis penyakit malaria.

Di Indonesia sendiri, terdapat 24 spesies nyamuk Anopheles yang mampu

menularkan penyakit malaria.1,2,3,4

Posisi di dalam sistim klasifikasi (klasifikasi ilmiah) adalah :36,37


Filum : Arthropoda

Kelas : Insecta

Ordo : Diptera

Famili : Culicidae

Genus : Anopheles.

Hanya nyamuk Anopheles betina yang menghisap darah dan

digunakan untuk pertumbuhan atau pematangan telurnya.1,37

a. Bionomik Vektor

Perilaku nyamuk sangat menentukan dalam proses penularan

malaria. Secara singkat perilaku nyamuk yang penting sebagai berikut

:37

3) Tempat hinggap atau istirahat

a) Eksofilik adalah jenis nyamuk yang mempunyai kebiasaan

lebih suka hinggap atau istirahat di luar rumah.

b) Endofilik adalah jenis nyamuk yang mempunyai kebiasaan

lebih suka hinggap atau istirahat di dalam rumah.

2) Tempat menghisap darah

a) Eksofagik adalah jenis nyamuk yang lebih suka menghisap

darah di luar rumah.

b) Endofagik adalah jenis nyamuk lebih suka menghisap darah

di dalam rumah.
3) Obyek yang dihisap darahnya (pakan darah)

a) Antropofilik adalah jenis nyamuk yang lebih suka menghisap

darah manusia.

b) Zoofilik adalah jenis nyamuk yang lebih suka menghisap

darah hewan.

4) Tempat berkembangbiakan nyamuk

Nyamuk Anopheles sp betina mempunyai kemampuan

memilih tempat berkembangbiak sesuai kebutuhannya.37

a) Jenis habitat buatan manusia (man made breeding place) :

1) Sawah

Persawahan yang ditanami padi di dekat pantai ternyata

ditemukan 33 spesies nyamuk, terdiri dari 10 jenis

Anopheles dan 5 diantaranya berperan menularkan

malaria, 13 jenis Culex, 4 jenis Aedes dan sisanya

Mansonia dan Ficalbia. Sawah dengan tanaman padi dan

irigasi dipastikan adanya Anopheles aconitus, Anopheles

indefinitus dan Anopheles anullaris. Pada saat musim

penghujan dimana petani mengelola sawah nyamuk akan

kembali berkembang biak.

2) Kebun salak

Perkebunan salak dengan irigasi akan dimanfaatkan

sebagai tempat berkembang biak nyamuk Anopheles

balabasensis. Kehadiran tumbuhan yang dikelola


manusia memberikan pluang sebagai tempat istirahat

bagi nyamuk dewasa menunggu siklus gonotropik.

3) Tambak

Tambak dengan rumput dan lumut merupakan habitat

yang sangat potensial bagi Anopheles subpictus.

b) Jenis habitat alami

1) Lagun : lagun dengan banyak tanaman air dan lumut

merupakan habitat yang potensial bagi Sawah Anopheles

sundaicus.

2) Rawa merupakan habitat yang sangat potensial bagi

perkembangbiakan nyamuk. Misal rawa sagu di Papua

sebagai habitat Anopheles koliensis dan rawa dengan

hutan lebat di Kalimatan merupakan habitat dari

Anopheles umbrosus.

c) Sumber mata air

Di daerah pegunungan dan bukit yang terdapat mata air dan

aliran sungai yang tergenang dengan cekungan batu berisi air

merupakan habitat yang baik bagi perkembangbiakan

Anopheles maculatus.

d) Air pada lubang tanah bekas ban


Air pada lubang tanah bekas ban dan legokan tanah lainnya

merupakan akan digunakan sebagai tempat

perkembangbiakan nyamuk Anopheles kochi.37

5) Faktor lain yang penting adalah :20,21

a) Umur nyamuk (longevity), semakin panjang umur nyamuk

semakin besar kemungkinannya untuk menjadi penular atau

vektor, karena frekuensi menghisap darah akan bertambah,

sehingga dapat menularkan plasmodium kedalam tubuh

manusia lewat transfusi darah.

b) Kerentanan nyamuk terhadap infeksi parasit plasmodium.

c) Frekuensi menghisap darah manusia.

d) Jarak terbang nyamuk (flight range) Anopheles 1,5 km dari

tempat perkembangbiakannya, kecuali ada angin kencang

maka nyamuk tersebut akan terbang lebih jauh karena

terbawa angin.

e) Siklus gonotrofik yaitu waktu yang diperlukan untuk

matangnya telur. Waktu ini juga merupakan interval

menghisap darah dari nyamuk, dimana 2-3 hari nyamuk

betina akan beristirahat untuk mematangkan telur dan 8-10

hari untuk perkembangan jentik nyamuk.


b. Tata Hidup Nyamuk (Siklus Hidup Nyamuk)

Semua nyamuk, khususnya Anopheles memiliki empat tahap

dalam siklus hidupnya yaitu telur, larva, kepompong dan nyamuk

dewasa. Pada umumnya nyamuk Anopheles sp mengalami

metamorfosis sempurna, yaitu mulai dari telur, jentik,

kepompong/pupa dan nyamuk dewasa. Stadium telur, jentik dan pupa

hidup di dalam air, sedangkan nyamuk dewasa hidup di udara/darat.

Dengan demikian nyamuk dewasa Anopheles sp mempunyai dua alam

kehidupan, yaitu kehidupan di dalam air dan kehidupan di udara/darat.


Kelangsungan hidup nyamuk Anopheles sp akan terputus apabilah

tidak ada air.37

Nyamuk Anopheles dewasa betina adalah jenis yang dapat

menjadi vektor penular penyakit malaria dan dapat bertahan hidup

selama sebulan. Dalam siklus (daur hidup) nyamuk mengalami

metamorfosis sempurna sebagai berikut :37

1. Telur nyamuk

Nyamuk betina meletakan telurnya sebanyak 100-300 butir

sekali bertelur dengan rata-rata 150 butir sekali bertelur. Telur-telur

itu diletakan mengapung di tepi air. Telur tersebut tidak dapat

bertahan dalam keadaan kering karena akan mati. Dalam keadaan

normal telur akan menetas 1-2 hari menjadi larva.

Gambar 2.1 : Telur nyamuk Anopheles


Sumber : CDC. Life Cycle of the Malaria Parasite.14
2. Larva nyamuk
Larva nyamuk memiliki kepala dan mulut yang digunakan

untuk mencari makan. Perbedaan larva nyamuk Anopheles dengan

larva nyamuk lainnya yaitu larva Anopheles tidak mempunyai

saluran pernapasan, sehingga posisi badannya selalu sejajar dengan

permukaan air. Larva Anopheles bernafas dengan lubang angin

yang terdapat pada perut oleh karena itu harus selalu berada di

permukaan air dan hanya menyelam di bawah permukaan air ketika

terganggu. Kebanyakan larva memerlukan makan pada alga,

bakteri dan mikroorganisme lainya di permukaan air.37

Larva nyamuk Anopheles umumnya ditemukan di air jernih

atau air payau yang memiliki kadar garam, rawa bakau, di sawah,

selokan yang ditumbuhi rumput, di pinggir sungai, dan digenangan

air hujan. Banyak spesies lebih suka hidup di habitat dengan

tumbuhan air. Habitat lainya lebih suka sendiri. Beberapa jenis

larva Anopheles lebih suka di alam terbuka, di genangan air yang

terkena sinar matahari.

Larva nyamuk berkembang melalui 4 tahap atau instar.

Dalam setiap akhir stadium selalu mengalami pergantian kulit dan

meninggalkan eksoskeleton atau kulit untuk tumbuh lebih lanjut

proses ini berlangsun selama 4-8 hari. Waktu yang di perlukan

untuk pertumbuhan dari larva menjadi kepompong adalah 8-10

hari, tergantung suhu, makanan dan spesies nyamuk Anopheles.37


Gambar 2.2 : Larva nyamuk Anopheles
Sumber : CDC. Life Cycle of the Malaria Parasite.14

3. Kepompong

Kepompong terdapat dalam air dan tidak memerlukan

makanan tetapi memerlukan udara. Kepompong menetas dalam

waktu 2-3 hari menjadi nyamuk, dan pada umumnya nyamuk

jantan lebih dulu menetas dari pada nyamuk betina. Lamanya dari

telur berubah menjadi nyamuk dewasa bervariasi tergantung

spesiesnya dan dipengaruhi oleh suhu. Nyamuk bisa berkembang

dari telur ke nyamuk dewasa paling sedikit membutuhkan waktu

10-14 hari.37
Gambar 2.3 : Kepompong nyamuk Anopheles
Sumber : CDC. Life Cycle of the Malaria Parasite.14

4. Nyamuk dewasa

Semua nyamuk, khususnya Anopheles dewasa memiliki

tubuh yang kecil dengan tiga bagian yaitu : kepala, torax dan

abdomen (perut). Nyamuk Anopheles dapat dibedakan dari nyamuk

lainya, dimana probosisnya hampir sama panjang dengan palpus

dan adanya sisik hitam dan putih pada sayapnya. Nyamuk

Anopheles juga dapat dibedakan dari posisi istirahatnya yang khas

yaitu waktu istirahat (hinggap) posisi perutnya menungging,

sedangkan nyamuk lainya datar (sejajar dengan permukaan).36,37

Gambar 2.4 : Nyamuk Anopheles dewasa


Sumber : CDC. Life Cycle of the Malaria Parasite.14
5. Spesies Anopheles
Di Indonesia telah ditemukan 80 spesies, dan 24 di antaranya

telah dikonfirmasi sebagai vektor malaria. Memiliki habitat, mulai dari

rawa-rawa, pegunungan, sawah, pantai dan lain-lain. 1,2,3,4

6. Vektor Malaria

a. Peran Nyamuk Sebagai Vektor

Peran nyamuk sebagai vektor penular malaria tergantung

kepada beberapa faktor antara lain :17,37

1) Umur nyamuk

Diperlukan waktu untuk perkembangbiakan gametosit dalam

tubuh nyamuk menjadi sporosoit yakni bentuk parasit yang siap

menginfeksi manusia sehat. Apabila umur nyamuk lebih pendek

dari proses sporogoni, yakni replikasi parasit dalam tubuh nyamuk

(sekitar 5–10 hari), maka dapat dipastikan nyamuk tersebut tidak

dapat menjadi vektor.17

2) Peluang kontak dengan manusia.

Tidak selamanya nyamuk memiliki kesempatan kontak

dengan manusia, apalagi nyamuk di daerah hutan. Namun harus

diwaspadai pada nyamuk yang memiliki sifat zoofilik, meskipun

lebih suka menghisap darah binatang, bila tidak dijumpai ternak

dapat juga menghisap darah manusia. Pada kesempatan inilah

nyamuk yang siap dengan sporozoit dalam kelenjar ludahnya,

untuk menularkan malaria. Peluang kontak dengan manusia,

merupakan kesempatan untuk menularkan sporosoit ke dalam

darah manusia pada saat menghisap darah.17,37


3) Frekuensi menghisap darah.

Semakin sering seekor nyamuk mengandung sporozoit

menghisap darah, maka semakin besar kemungkinan terjadi

penularan penyakit malaria.17

4) Kerentanan nyamuk terhadap parasit itu sendiri.

Nyamuk yang terlalu banyak menghisap darah yang

mengandung parasit akan melebihi kapasitas perutnya, karenanya

perut akan meletus dan nyamuknya mati.17

5) Keberadaan nyamuk di sekitar manusia.

Nyamuk memiliki kebiasaan menghisap darah di luar

maupun di dalam rumah pada malam hari. Setelah menghisap

darah, kemudian beristirahat di dalam rumah maupun di luar

rumah.17,37

6) Kepadatan nyamuk.

Rozendal (1997) dalam Suwito, dkk (2010) menyatakan

bahwa banyaknya vektor akan berkorelasi positif dengan tingginya

penyakit. Kepadatan populasi vektor yang tinggi dapat

meningkatkan kontak vektor terhadap manusia.21

Bila kepadatan populasi nyamuk terlalu banyak, sedangkan

ketersediaan pakan misalnya populasi hewan atau manusia di

sekitarnya tidak ada, maka akan merugikan poulasi nyamuk itu

sendiri. Sebaliknya bila pada satu wilayah populasi cukup padat,

maka akan meningkatkan kapasitas vektorial yakni kemungkinan

nyamuk terinfeksi akan lebih banyak. Dengan demikian, maka


kepadatan vektor Anopheles di suatu wilayah akan menentukan

penyebaran penyakit malaria.17,37

Kepadatan vektor Anopheles dapat di hitung dengan

menggunakan MBR (man biting rate) dan MHD (man hour

density), sebagai berikut :37,38

a) MBR (man biting rate)

Jumlah nyamuk Anop h eles mengigit yang tertangkap


MBR ¿
Jumlah penangkap X waktu penangkapan( jam)

b) MHD (man hour density)

Jumla h nyamuk Anop h eles h inggap yang tertangkap


MHD ¿
Jumla h penangkap X waktu penangkapan( jam)

Menurut Mofu, R. M., dkk., (2017) hasil penelitan


menunjukkan kepadatan nyamuk Anopheles terrendah 3,4
ekor/orang/jam dan tertinggi 4,8 ekor/orang/jam dengan rata-rata
4,8 ekor/orang/jam. Kepadatan Anopheles berdasarkan perhitungan
MBR dan MHD, sebagai berikut :20
1) Man Bitting Rate (MBR)
Man Bitting Rate adalah jumlah Anopheles tertangkap dibagi

jumlah penangkap permalam. Rata-rat MBR terendah 2,0

ekor/malam dan tertinggi yaitu 4,0 ekor/malam

2) Man Hour Density (MHD)


Man Hour Density (MHD) adalah jumlah Anopheles

tertangkap dibagi jumlah penangkap dikali lama waktu

penangkapan dikali jumlah periode penangkapan. Rata-rata

MHD terendah 0,1 ekor/orang/jam dan tertinggi 0,5

ekor/orang/jam.

7) Lingkungan.
Faktor lingkungan sangat berperan dalam tumbuhnya

nyamuk sebagai vektor penular penyakit malaria. Faktor-faktor

tersebut antara lain, lingkungan fisik, seperti suhu udara yang

mempengaruhi panjang pendeknya masa inkubasi ekstrinsik, yakni

pertumbuhan fase sporogoni dalam perut nyamuk. Kelembaban

udara yang rendah akan memperpendek umur nyamuk. Hujan yang

diselingi panas semakin baik untuk kemungkinan

perkembangbiakannya, sedangkan pengaruh sinar matahari

terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda-bada contohnya An.

sundaicus lebih suka tempat teduh dan oleh sebab itu pada musim

hujan populasi nyamuk ini berkurang. Faktor lain, adalah arus air.

Adapun variabel lingkungan lainnya adalah lingkungan kimiawi,

sebagai contoh salinitas. Ternyata An. sundaicus memiliki kadar

garam dalam air yang kondusif bagi pertumbuhan antara 12 -

18%.17

Lingkungan biologik juga berperan dalam perkembangbiakan

vektor penular malaria, misalnya adanya lumut, ganggang dan

berbagai tumbuhan air yang membuat Anophele sundaicus dapat

berkembangbiak dengan baik.17

b. Jenis Vektor Malaria di Papua

Dilaporkan terdapat 5 spesies nyamuk Anopheles sebagai vektor

antara lain, Anopheles farauti, Anopheles punctulatus, Anopheles

koliensis, Anopheles bancrofti dan Anopheles karwari.28,29


Namun secara khusus terdapat tiga spesies nyamuk Anopheles

yang dilaporkan dapat menularkan penyakit malaria pada manusia,

adalah Anopheles farauti, Anopheles punctulatus dan Anopheles

koliensis.

Secara morfologi, bionomik dan distribusi ketiga spesies vektor

malaria di Papua diuraikan sebagai berikut :28,29

1) Anopheles farauti

a) Morfologi

Probosisnya seluruhnya gelap (hitam) kecuali

ujungnya terdapat cincin putih sempit, ventral setengah

bagian basal, kadang terdapat beberapa sisik putih. Palpi pada

ruas ketiga ujungnya terdapat cincin putih, dipisahkan oleh

cincin putih sub-apikal yang lebar oleh cincin hitam sempit,

namun kadang-kadang sub-apikal spot tidak ada dan kaki

bintik-bintik pucat. (Lihat lampira 2).

b) Bionomik

Habitat larva Anopheles farauti adalah segalah

penampungan air baik alami maupun buatan, bahkan pernah

ditemukan pada sampan (perahu) yang di dalamnya

tergenang air. Pada umumnya habitatnya tidak ternaungi dan

langsung terkena sinar matahari. Di daerah pantai ditemukan

berkembangbiak di air payau (kadar garam 4,6 % di Sorong),

di saluran irigasi dengan atau tanpa rumput/tanaman dan di

sungai yang terdapat rumput dan kayu yang mengapung.


Nyamuk dewasa sangat tertarik untuk menghisap

darah manusia (human blood index 81 %). Keaktifan

menghisap darah sepanjang malam, meskipun paling banyak

ditangkap pada jam 18.00 hingga 22.00, dengan frekuensi

mencari darah 2-4 hari. Pada malam hari diketahui lebih

banyak berada di luar rumah. Tempat istirahat di luar rumah

yaitu pada tempat yang dingin, basah/lembab dan teduh serta

pada pangkal pohon pisang dengan jarak terbang 1,5 km.

Nyamuk ini juga dilaporkan menghisap darah di luar rumah

pada tempat yang teduh di siang hari seperti di daerah

hutan.28,29

c) Distribusi

Nyamuk An. farauti merupakan vektor malaria yang

paling luas penyebaranya di Papua. Hal ini disebabkan

karena perilaku perkembangbiakannya yang sangat mudah

karena dapat berkembangbiak di air tawar, air payau,

maupun air limbah. Pada genangan air di tanah An. farauti

lebih menyukai tempat yang terkena sinar matahari. Dengan

demikian An.farauti menjadi vektor malaria yang potensial di

Papua dengan distribusi yang angat luas (daerah

pantai/rawa/sungai bahkan di daerah pegunungan).

Spesies ini biasanya banyak ditemukan di daerah

pantai akan tetapi juga dilaporkan di Lembah Baliem pada

ketinggian 1700 m dan seluruh New Guinea dengan


ketinggian 2250 m. Spesies ini sangat berbahaya sebagai

vektor malaria daripada An. punctulatus dan diketahui bahwa

di Lembah Digul nyamuk ini sebagai parasit malaria sebesar

12,7 %.28,29

2) Anopheles punctulatus

a) Morfologi

Palpi sama panjang dengan probosis. Pada ruas kedua

terdapat cincin pucat sempit dibagian apikal dan sisanya

selalu gelap. Pada ruas ketiga terdapat cincin putih yang

sempit di bagian ujung dan terdapat cincing putih sub-apikal

yang lebar (dipisahkan oleh cincin gelap sempit). Kadang-

kadang cincing putih bersatu membentuk cincing putih apikal

sangat lebar. Pada ruas keempat dan lima terdapat cincing

putih lebar di bagian apikal dan cincin hitam yang sempit di

bagian basal. Probosis setengah bagian pucat, kecuali cincing

sempit sub-apikal gelap dan terdapat sisik-sisik gelap yang

tersebar di bagian ventral serta kaki bintik-bintik pucat

(belang).28,29 (Lihat lampiran 2).

b) Bionomik

Spesies ini hidup di habitat berupa genangan air

sementara dan yang langsung terkena sinar/cahaya matahari,

tanah yang tergenang air bersih maupun keruh, pipa-pipa

yang terisi air, tong-tong yang terisi air, genangan-


genangan/rawa tempat tumbuhnya sagu, bekas roda dan

tapak kaki yang terisi air terutama pada musim hujan dan

tidak ditemukan pada air payau.28,29

Spesies ini biasanya hidup pada habitat yang terdapat

rumput tetapi kadang-kadang tidak. Kolam-kolam yang

terdapat tumbuhan alga yang padat dan langsung terkena

sinar/cahaya matahari sangat disukai sebagai habitatnya,

namun juga dapat hidup ditempat teduh. Kadang-kadang

setelah hujan deras jentik spesies ini terdapat pada kolam-

kolam sementara. Selama musim hujan An. punctulatus

berkembangbiak sangat baik dan sebagai habitatnya adalah

daerah pantai sampai dekat dengan gunung-gunung yang

terdapat sungai-sungai.28,29

Nyamuk dewasa sangat tertarik menghisap darah

manusia (human blood index 78-95 %). Keaktifan menghisap

darah sepanjang malam, tetapi paling banyak tertangkap pada

jam 22.00 hingga 02.00, namun jarang ditemukan menghisap

darah dan istirahat di dalam rumah. Saat musim panas

nyamuk ini biasanya istirahat di sungai-sungai. Nyamuk ini

sangat berbahaya karena sebagai vektor penular malaria.28,29

Menurut Saputro G., dkk., (2009) Anopheles

punctulatus mempunyai puncak menghisap darah pada jam

22.00-23.00 dan jam 02.00-03.00 di desa Dulanpokpok,

Kabupaten Fakfak Papua Barat.19


Aktifitas menghisap darah nyamuk Anopheles spp

(group) di Kampung Maribu, dimulai sejak jam 18.00 WIT

dan mencapai puncak kepadatan terjadi pada pukul 21.00-

22.00 WIT, baik di luar rumah maupun di dalam rumah.

Pada pukul 01.00-04.00 WIT diluar rumah kepadatannya

cenderung stabil, yaitu 3,5 ekor/orang dan menurun pada

pukul 04.00 – 05.00 WIT. Di dalam rumah kepadatan

Anopheles spp mengalami kenaikan berdasarkan MBR pada

pukul 03.00-04.00 WIT, yaitu 2,5 ekor/orang. Rata-rata

kepadatan Anopheles spp (An. punctulatus, An. koliensis dan

An. farauti) orang per malam (MRB) di dalam rumah adalah

1,9 ekor/orang/malam dan di luar rumah adalah 2,9

ekor/orang/malam dengan rata-rata Man biting rate (MBR)

adalah 2,4 ekor/orang/malam.39

c) Distribusi

Vektor ini sangat potensial dilokasi yang sedang di

buka (lokasi baru) atau daerah-daerah yang berlumpur.

Ketinggian hinggap di dalam rumah kurang dari satu meter

dari lantai dengan jarak terbang 2 km.28,29

3) Anopheles koliensis

a) Morfologi

Palpi ornamennya sangat bervariasi dan terdapat sisik

putih atau kekuningan. Probosis berwarna hitam dan terdapat

noda putih (sisik-sisik putih) pada sepertiga bagian ujung


sebelah ventral dengan ukuran yang bervariasi.28,29(Lihat

lampiran 2).

b) Bionomik

Jentik An. koliensis biasanya ditemukan di kubangan

tanah yang berumput di tepi hutan. Spesies ini lebih

menyukai berkembangbiak di air yang langsung terkena

sinar/cahaya matahari daripada di hutan lebat yang kurang

cahaya matahari. Jentik An. koliensis sering ditemukan

hidup bersama-sama dengan An. farauti dan An.

punctulatus.28,29

Nyamuk dewasa sangat anthropophilic dan

dilaporkan lebih suka menghisap darah manusia (human

blood index 55-83 %) dan diketahui beristirahat di dalam

rumah dalam jumlah yang besar (90 %) bila dibandingkan

dengan spesies Anopheles lain.

Keaktifan menghisap darah sepanjang malam, tetapi

paling banyak ditangkap antara jam 18.00 - 21.00 dan lebih

banyak tertangkap di luar rumah daripada di dalam rumah.

Pada siang hari dapat ditemui baik di dalam maupun di luar

rumah. Di luar rumah tempat istirahatnya di batang pohon

pisang, di bawah rumput-rumputan yang lembab dan teduh

dengan jarak terbang kurang lebih 1,5 km.28,29

c) Distribusi
Biasanya ditemukan di daerah pantai, tetapi juga

dilaporkan ditemukan pada ketinggian 800 m di Papua New

Guinea dan 1700 m di lembah Baliem-Papua. Spesies ini

sangat berbahaya sebagai vektor penular malaria.28,29

Untuk kelangsungan hidupnya, parasit malaria memerlukan dua

macam siklus kehidupan yaitu siklus dalam tubuh manusia dan siklus

dalam tubuh nyamuk, sebagai berikut :3,4,12

1) Siklus (fase) aseksual dalam tubuh manusia

Pada waktu nyamuk Anopheles infektif menghisap darah

manusia, sporozoit yang berada di kelenjar liur nyamuk akan masuk

ke dalam peredaraan darah selama kurang lebih ½ jam. Setelah itu

sporozoit akan masuk ke dalam sel hati dan menjadi tropozoit hati.

Kemudian berkembang menjadi schizon hati yang terdiri dari

10.000-30.000 merozoit hati (tergantung spesiesnya). Siklus ini

disebut ekso-eritrositer yang berlangsung selama kurang lebih dua

minggu. Pada Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale, sebagian

tropozoit hati tidak langsung berkembang menjadi schizon, tetapi

ada yang menjadi bentuk dorman yang disebut hipnozoit. Hipnozoit

tersebut dapat tinggal di dalam sel hati selama berbulan-bulan

sampai bertahun-tahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh

menurun, akan menjadi aktif sehingga dapat menimbulkan relaps

(kambuh).3,13

Merozoit yang berasal dari schizon hati yang pecah akan

masuk ke peredaraan darah dan menginfeksi sel darah merah. Di


dalam sel darah merah, parasit tersebut berkembang dari stadium

tropozoit sampai schizon (8-30 merozoit, tergatung spesiesnya).

Proses perkembangan aseksual ini disebut schizogoni. Selanjutnya

eritrosit yang terinfeksi merozoit menjadi schizon, schizon pecah dan

merozoit yang keluar akan menginfeksi sel darah merah lainnya.

Siklus ini disebut siklus eritrositer. Setelah 2-3 siklus schizogoni,

sebagian merozoit akan menginfeksi sel darah merah dan

membentuk stadium seksual (gametosit) jantan dan betina. 3,4,12

Sikus dalam tubuh manusia disebut siklus aseksual, dan siklus

ini terdiri dari : 3,4,12

c) Siklus (fase) di luar sel darah merah

Siklus di luar sel darah merah berlangsung dalam hati. Pada

Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale ada yang ditemukan

dalam bentuk laten di dalam sel hati yang disebut hipnosoit.

Hipnosoit merupakan suatu fase dari siklus hidup parasit yang

nantinya dapat menyebabkan kumat/kambuh atau rekurensi (long

term relapse). Plasmodium vivax dapat kambuh berkali-kali

bahkan sampai jangka waktu 3 – 4 tahun. Sedangkan untuk

Plasmodium ovale dapat kambuh sampai bertahun-tahun apabila

pengobatannya tidak dilakukan dengan baik. Setelah sel hati

pecah akan keluar merozoit yang masuk ke eritrosit (fase

eritrositer).
Gambar 2.5: Siklus parasit di luar sel darah merah
Sumber : CDC. Life Cycle of the Malaria Parasite.14

d) Siklus (fase) dalam sel darah merah

Fase hidup dalam sel darah merah / eritrositer terbagi dalam : 3,4,12

(1) Fase sisogoni yang menimbulkan demam

(2) Fase gametogoni yang menyebabkan seseorang menjadi

sumber penularan penyakit bagi nyamuk vektor malaria.

Kambuh pada Plasmodium falciparum disebut rekrudensi

(short term relapse), karena siklus di dalam sel darah merah

masih berlangsung sebagai akibat pengobatan yang tidak

teratur.

(3) Merozoit sebagian besar masuk ke eritrosit dan sebagian kecil

siap untuk dihisap oleh nyamuk vektor malaria. Setelah

masuk ke dalam tubuh nyamuk vektor malaria, merozoit akan

mengalami siklus sporogoni yang menghasilkan sporozoit


yaitu bentuk parasit yang siap untuk ditularkan kepada

manusia.

Gambar 2.6: Siklus parasit dalam sel darah merah


Sumber : CDC. Life Cycle of the Malaria Parasite.14

4) Siklus (fase) seksual dalam tubuh nyamuk.3,4,12

Apabila nyamuk Anopheles betina menghisap darah yang

mengandung gametosit, di dalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan

betina melakukan pembuahan menjadi zigot. Zigot berkembang

menjadi ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk.

Pada dinding luar lambung nyamuk ookinet akan menjadi ookista

dan selanjutnya menjadi sporozoit. Sporozoit ini bersifat infektif dan

siap ditularkan ke manusia.

Fase seksual ini biasa juga disebut fase sporogoni karena

menghasilkan sporozoit, yaitu bentuk parasit yang sudah siap untuk

ditularkan oleh nyamuk kepada manusia. Lama dan masa


berlangsungnya fase ini disebut masa inkubasi ekstrinsik, yang

sangat dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban udara.

Prinsip pengendalian malaria, antara lain didasarkan pada fase

ini yaitu dengan mengusahakan umur nyamuk agar lebih pendek dari

masa inkubasi ekstrinsik, sehingga fase sporogoni tidak dapat

berlangsung, dengan demikian rantai penularan akan terputus.

Gambar 2.7: Siklus parasit dalam tubuh nyamuk


Sumber : CDC. Life Cycle of the Malaria Parasite.14

Di Indonesia terdapat 4 spesies Plasmodium, yaitu :15,16

e) Plasmodium vivax, memiliki distribusi geografis terluas,

termasuk wilayah beriklim dingin, subtropik. Demam terjadi

setiap 48 jam atau setiap hari ketiga, pada waktu siang atau sore.

Masa inkubasinya antara 12-17 hari dan salah satu gejala adalah

pembengkakan limpa atau splenomegali.

f) Plasmodium falciparum, merupakan penyebab malaria tropika,

secara klinik berat dan dapat menimbulkan komplikasi berupa

malaria cerebral dan fatal. Masa inkubasi malaria tropika ini

sekitar 12 hari, dengan gejala nyeri kepala, pegal linu, demam


tidak begitu nyata, serta kadang dapat menimbulkan gagal

ginjal.

g) Plasmodium ovale. Masa inkubasi 12 – 17 hari, dengan gejala

demam setiap 48 jam, relatif ringan dan sembuh sendiri.

h) Plasmodium malariae, merupakan penyebab malaria quartana

yang memberikan gejala demam setiap 72 jam. Malaria jenis ini

umumnya terdapat pada daerah gunung, dataran rendah pada

daerah tropik. Biasanya berlangsung tanpa gejala, dan

ditemukan secara tidak sengaja, namun malaria jenis ini sering

kambuh.

Penularan Malaria

Penyakit malaria ditularkan melalui dua cara, yaitu :3,4,40

1. Penularan secara alamiah (natural infection)

Penularan secara alamiah adalah masuknya parasit malaria

(Plasmodium) ke dalam tubuh manusia yang dimasukan oleh nyamuk

Anopheles yang mengandung sporozoit pada saat menghisap darah

manusia.

2. Penularan yang tidak alamiah

Penularan tidak alamiah adalah masuknya parasit malaria

(Plasmodium) ke dalam tubuh manusia tanpa dimasukan oleh nyamuk

Anopheles yang mengandung sporozoit pada saat menghisap darah

manusia. Penularan tidak alamiah, terdiri dari : 3,4,40

a. Malaria bawaan (congenital).


Terjadi pada bayi yang baru dilahirkan karena ibunya menderita

malaria. Penularan terjadi melalui tali pusat atau placenta.

b. Secara mekanik

Penularan terjadi melalui transfusi darah atau melalui jarum

suntik. Penularan melalui jarum suntik banyak terjadi pada para

morfinis yang menggunakan jarum yang tidak steril lagi, penderita yang

dirawat dan mendapatkan suntikan intravena dengan menggunakan alat

suntik yang dipergunakan untuk menyuntik beberapa pasien, dimana

alat suntik itu seharusnya dibuang sekali pakai (disposable).18

Infeksi malaria melalui transfusi hanya menghasilkan siklus

eritrositer karena tidak melalui sporozoit yang memerlukan siklus hati

sehingga dapat diobati dengan mudah.


Pencegahan dan Pengendalian Malaria

1.Pencegahan Malaria

Pencegahan malaria secara garis besar mencakup empat aspek, yaitu :3,4

a) Mencegah penderita yang mengandung gametosit, karena penderita

yang mengandung gametosit merupakan sumber infeksi. Manusia

merupakan sumber infeksi yang baik, bila pengandung gametosit yang

banyak di dalam darahnya, maka pada saat darahnya diisap oleh

nyamuk, nyamuk tersebut terinfeksi dan dapat menularkan penyakit.

Bila gametosit yang terkandung dalam darah sedikit maka nyamuk

tidak dapat terinfeksi sehingga tidak menularkan penyakit (reservoir).

b) Memberantas vektor malaria

Pemberantasan vektor meliputi pengendalian di tempat habitat vektor

dan nyamuk dewasa. Pengendalian tempat perindukan dilakukan

dengan pengeringan, dengan pengisian/penimbunan lubang-lubang


yang mengandung air. Larva diberantas dengan menggunakan

insektisida dan juga menebarkan ikan pemangsa. Nyamuk dewasa

diberantas dengan menggunakan insektisida untuk mengurangi

kepadatan nyamuk dan akhir-akhir ini sedang dikembangkan

pemberantasan genetik untuk mensterilkan nyamuk dewasa.

c) Menghindari atau mengurangi kontak/gigitan nyamuk Anopheles

yang mengandung sporozoit.

d) Melindungi orang yang rentan dan berisiko terinfeksi malaria

Untuk melindungi orang-orang yang rentan terhadap malaria yaitu

dengan memasang kawat kasa pada ventilasi pintu, ventilasi jendela

dan lubang-lubang angin. Perlindungan pribadi dilakukan dengan

menggunakan penghalau serangga. Selain itu juga dapat menggunakan

repellent misalnya detil toluamid dan minyak sereh, dan pada tempat

tidur dipasang kelambu. Obat anti malaria dapat digunakan untuk

pencegahan infeksi malaria pada seseorang. Obat diberikan dengan

tujuan mencegah terjadinya infeksi atau timbulnya gejala. Pencegahan

dilakukan untuk membasmi sporozoit, segera sesudah sporozoit yang

masuk melalui gigitan nyamuk Anopheles yang infektif tetapi tidak

ada obat yang dapat membunuh sporozoit tersebut. Hanya obat yang

dapat membunuh atau membasmi parasit stadium dini dalam sel hati

adalah obat profilaksis kausal. Obat ini dapat mengurangi jumlah

parasit dalam darah sedemikian sehingga tidak menimbulkan gejala

klinis selama obat tersebut diminum terus dalam dosis adekuat.3,4

a. Pengendalian Malaria
Berdasarkan Kepmenkes RI. Nomor 293/MENKES/SK/IV/2009

tentang Eleminasi Malaria tujuan pengendalian malaria adalah

terwujudnya masyarakat yang hidup sehat yang bebas dari penularan

malaria (eleminasi malaria) sampai tahun 2030, dengan menurunkan kasus

malaria (API) dari 2 menjadi 1 per 1000 penduduk. Tujuan pengendalian

malaria pada dasarnya adalah menurunkan angka kesakitan dan kematian

sehingga tidak merupakan masalah kesehatan masyarakat.

Meskipun pembasmian vektor malaria menjadi tujuan akhir, cara-

cara yang ditempuh disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan masing-

masing daerah dan wilayah serta kelangsungan ekosistem dalam suatu

ekologi menjadi penting untuk dicermati.9

Secara khusus pengendalian nyamuk Anopheles sebagai vektor

malaria dapat dibedakan berdasarkan siklus nyamuk, yaitu : telur, jentik,

pupa (kepompong) dan dewasa yang dilakukan secara intensifikasi dan

terintegrasi. Program pengendalian vektor malaria terdiri dari :41

a) Fisik

Pengendalian secara fisik yaitu pengelolaan lingkungan dengan maksud

untuk meniadakan jentik (larva) nyamuk, antara lain :41

1) Modifikasi Lingkungan

Kegiatan ini meliputi modifikasi fisik yang permanen terhadap

tanah, air dan tanaman yang bertujuan untuk mencegah,

menghilangkan atau mengurangi habitat nyamuk tanpa

menimbulkan pengaruh negatif terhadap kualitas lingkungan hidup

manusia. Kegiatan dimaksud antara lain penimbunan, pengeringan,


perataan pemukaan tanah dan pembuatan bangunan (dam, pintu air

dan tanggul).

2) Manipulasi Lingkungan

Manipulasi lingkungan adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk

menghasilkan suatu keadaan sementara yang tidak menguntungkan

bagi vektor untuk berkembang biak di tempat perindukannya.

Misalnya dengan membersihkan tanaman air (ganggan dan lumut)

di lagun akan mengubah lagun tersebut menjadi tidak sesuai untuk

perkembangan Anopheles sundaicus. Kegiatan tersebut antara lain

pembuatan saluran penghubung, pengaturan pengairan dan

penanaman/pencegahan penebangan pohon bakau di tempat

perindukan.

b) Biologi

Pengendalian secara biologi pada dasarnya dilakukan dengan maksud

untuk mengendalikan telur, larva, pupa dan dewasa. Kegiatan

pengendalian secara biologi, diantaranya :41

1) Penebaran ikan pemangsa sebagai musuh alami dari telur, larva da

pupa.

2) Memandulkan nyamuk jantan dengan cara teknik serangan mandul

(TSM)

3) Menggunakan ternak sebagai cattle barier

c) Kimia

Pengendalian vektor malaria secara kimia dimaksudkan untuk

mengendalikan larva dan nyamuk dewasa. Kegiatannya berupa :41


1) Penyemprotan rumah dengan efek residu (IRS : indoor residual

spraying) dengan maksud untuk memutuskan penularan karena

umur nyamuk lebih pendek sehingga tidak sempat menghasilkan

sporozoit.

2) Larvaciding : dilakukan dengan maksud untuk

membunuh/memberantas larva dan pupa nyamuk dengan

menggunakan bahan kimia seperti diflubenzuro (andalin/dimilin).

3) Kelambu Insektisida : dimaksudkan untuk melindungi pemakai

kelambu dari gigitan dan sekaligus membunuh nyamuk yang

hinggap pada kelambu tersebut.41

Penemuan Penderita Malaria

Penemuan penderita adalah pencarian penderita berdasarkan gejala klinis

yaitu, demam, sakit kepala, mual atau muntah dan gejala khas lainya disuatu

daerah melalui pengambilan sampel darah. Sampel darah tersebut dilakukan

pemeriksaan di laboratorium untuk mengetahui adanya parasit atau tidak dalam

spesimen darah tersebut.11

Jenis pencarian kasus malaria antar daerah tidak sama, disesuaikan dengan

tingkat endemisitas suatu daerah yang bersangkutan.11

1. Penemuan penderita secara aktif

Upaya penemuan penderita yang dilakukan oleh petugas jaru malaria

desa (JMD) secara aktif dengan mendatangi rumah penduduk. Sasaran


adalah semua penderita klinis malaria dengan gejala akut demam menggigil

secara berkala dan sakit kepala.

2. Penemuan penderita secara pasif

Penemuan penderita yang dilakukan oleh petugas dengan menunggu

pasien atau penderita malaria klinis baik yang akut maupun yang kronis dan

penderita gagal pengobatan yang datang keunit pelayanan kesehatan baik

pemerintah maupun swasta.

3. Survey entomologi

Survei ini sama dengan survei malariometri. Tanpa mengetahui sifat-

sifat vektor setempat tidak akan dapat disusun suatu upaya pemberantasan

yang berhasil. Paremeter penting yang perlu diketahui yaitu Man Bitting Rate

(gigitan nyamuk permalam perorang)

Parous Rate (nyamuk yang telah bertelur). Sporosoit Rate (nyamuk

dengan sporozoit didalam kelenjar liur), Human Blood Index (nyamuk

dengan darah manusia dilambungnya), Masquito Density (jumlah nyamuk

yang ditangkap dalam 1 jam).11

4. Survei kontak

Tujuan survei kontak adalah untuk mengetahui apakah kasus positif

yang ditemukan telah menularkan penyakit pada orang-orang yang tinggal

serumah atau berdekatan dengan tempat tinggal penderita. Metode yang

digunakan yaitu dengan mengambil spesimen darah dari yang tinggal

serumah dengan penderita dan disekitar rumah penderita (kurang lebih 25

orang.) Dengan diketahui secara dini maka dapat dicegah penularan lebih
luas dan penderita akan desembuhkan secara dini sebelum sakit berlanjut

menjadi parah.11

Penilaian Situasi Kejadian Malaria

Penilaian situasi malaria disuatu daerah dapat ditentukan melalui kegiatan

surveilans (pengamatan) epidemiologi. Surveilans epidemiologi adalah

pengamatan yang dilakukan terus menerus atas distribusi dan kencenderungan

suatu penyakit melalui pengumpulan data yang sistematis agar dapat ditentukan

penanggulangan yang setepat tepatnya.

Pengamatan dapat dilakukan secara rutin melalui Passive Case Detection

(PCD) oleh fasilitas kesehatan seperti puskesmas dan rumah sakit atau Active

Case Detection (ACD) oleh petugas kesehatan atau juru Malaria Desa (JMD) di

Jawa- Bali. Pengamatan Malaria di Luar Jawa-Bali dilakukan dengan melalui

survey malariometrik (MS), mass blood survei (MBS), mass fever survey (MFS)

dan lain-lain.

1. Annual Malaria Incidence ( AMI )

Kasus malaria klinis selama 1 tahun


AMI = x 1000%
Jumlah penduduk di daerah tersebut

2. Annual Parasite Incidence ( API )

Kasus malaria dikonfirmasi mikroskop selama 1 tahun


API = x 1000%
Jumlah penduduk di daerah tersebut
Kasus malaria yang diketemukan melalui PCD dan ACD dapat

dikonfirmasikan melalui pemeriksaan mikroskopis.

c. Annual Blood Examination Rate (ABER)

Jumlah sediaan darah yang diperiksa


ABER = x 100%
Jumlah penduduk yang diamati

ABER merupakan ukuran efisiensi operasional. Aber diperlukan

untuk menilai API. Penurunan API yang disertai penurunan

ABER belum tentu berarti penurunan insidens. Penurunan API

disertai peningkatan ABER berarti terjadi penurunan insidens.

d. Slide Positivity Rate ( SPR )

SPR adalah presentase sediaan darah yang positif. Seperti

penilaian API, SPR baru bermakna apabilah ABER meningkat.

e. Parasit Formula ( PF )

Adalah proporsi dari setiap spesies yang dominan. Interprestasi

dari masing-masing spesies yang dominan adalah sebagai

berikut

1. P. falciparum dominan :

 Penularan masih baru/belum lama

 Pengobatan kurang sempurna

2. P. vivax dominan :

 Transmisi dini yang tinggi dengan vektor yang paten

(gametosit) P.vivax muncul pada hari 2-3 parasitemia,

sedang P.falciparum baru pada hari ke 8


 Pengobatan radikal kurang sempurna sehingga timbul

rekurens.

3. P. malariae dominan :

Kita berhadapan dengan vektor yang berumur panjang (P.

malariae mempunyai siklus sorogoni yang paling panjang

dibandingkan spesies yang lain).

f. Penderita demam / klinis malaria.

Pada unit-unit kesehatan yang belum mempunyai fasilitas

laboratorium dan microskopis dapat melakukan pengamatan

terhadap penderita demam dan gejala klinis malaria. Nilai data

akan meningkat apabila disertai dengan pemeriksaan sediaan

darah.18

Survei malariometrik biasanya dilakukan di daerah yang

belum mempunyai program penanggulangan malaria yang

teratur, terutama diluar daerah Jawa-Bali. Salah satu cara untuk

menilai hasil upaya yang telah dikerjakan dalam rangka

pemberantasan malaria, terutama diluar Jawa dan Bali adalah

dengan melakukan survei malariometrik. Malariometrik adalah

pemeriksaan suatu sampel dari suatu populasi untuk mengetahui

prevalensi malaria pada suatu saat disuatu daerah tertentu.18

Tujuan dari survei malariometrik adalah: menentukan

prevalensi malaria di suatu daerah. Membandingkan prevalensi

malaria di beberapa daerah yang diperiksa pada waktu yang


sama untuk memetakan endemisitas. Menilai hasil kegiatan

pemberantasan misalnya penyemprotan rumah (residual

spraying), foging, pemberantasan larva, pengobatan dan

sebagainya dengan membandingkan hasil survei sebelum dan

sesudah pelaksanaan kegiatan.18

Malaria Di Masyarakat

Adanya malaria di masyarakat dapat dibedakan sebagai endemik atau

epidemik, Malaria disuatu daerah dikatakan endemik bila insidennya menetap

untuk waktu yang lama. Berdasarkan spleen rate (SR) pada kelompok 2 – 9 tahun,

endemis malaria di suatu daerah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 22

a. Hipoendemik : SR 10%

b. Mesoendemik: SR 11- 50%

c. Hiperendemik : 50%

d. Holoendemik : 75% (dewasa : 25%)

Di daerah holoendemik, SR pada orang dewasa rendah karena

immunitas tinggi yang disebabkan transmisi tinggi sepanjang tahun. Epidemi

atau kejadian luar biasa (KLB) malaria adalah terjadinya peningkatan jumlah

penderita atau kematian karena malaria yang secara statistik bermakna bila

dibandingkan dengan waktu sebelumnya (periode 3 tahun yang lalu). Faktor-

faktor yang menyebabkan terjadinya epidemik (KLB) malaria adalah:22


1. Meningkatkan kerentanan penduduk. Hal ini sering disebabkan pindahnya

penduduk yang tidak imun (tidak kebal) ke suatu daerah yang endemik,

misalnya pada proyek transmigrasi, proyek kehutanan, pertambangan, dsb.

2. Meningktnya reservoir (penderita yang efektif). Kelompok ini mungkin

tanpa gejala klinik namun darahnya mengandung gametosit, misalnya

transmigran yang mudik/berkunjung dari daerah endemik ke kampung

asalnya yang sudah bebas malaria.

a) Meningkatnya jumlah dan umur (longevity) dari vektor penular. Hal

ini bisa disebabkan perubahan iklim/lingkungan atau menurunnya

jumlah ternak sehingga nyamuk zoofilik menjadi antropofilik.22

b) Meningkatnya efektivitas dari vektor setempat dalam menularkan

malaria.

Kemungkinan masuknya penderita malaria ke daerah dimana

dijumpai adanya vektor malaria disebut “malariogenik potential”, yang

dipengaruhi oleh dua faktor yaitu:22

1) Receptivity, adalah adanya vektor malaria dalam jumlah besar dan

terdapatnya faktor-faktor ekologis yang memudahkan penularan.

2) Vulnerability, menunjukkan suatu daerah malaria atau kemungkinan

masuknya seorang atau sekelompok penderita malaria dan atau

vektor yang telah terinfeksi.

Dalam pembahasan penyakit malaria di suatu daerah perlu

dipertanyakan asal usul infeksinya:22

1. Indigenous : bila transmisi terjadi setempat atau lokal.

2. Imported : bila berasal dari luar daerah.


3. Introduced : Kasus kedua yang berasal dari transfusi darah atau

suntikan, baik yang disengaja ataupun yang tidak disengaja.

4. Relaps : Kasus rekrudensi (kambuh dalam 8 minggu) atau rekurensi

(kambuh dalam lebih dari 24 minggu).

5. Unclassified : asal usulnya tidak diketahui atau sulit dilacak.

Malaria di suatu daerah bersifat stabil apabila transmisi di

daerah tersebut tinggi tanpa banyak fluktuasi selama bertahun-tahun,

sedangkan malaria bersifat unstable apabila fluktuasi transmisi dari

tahun ke tahun cukup tinggi. Malaria yang unstable lebih mudah

ditanggulangi dari pada malaria yang stabil.

SURVEILANS MALARIA

Surveilans malaria dalam pelaksanaannya berpedoman pada :

1. UU R.I. No. 4 Tahun 1984, tentang Wabah Penyakit Menular

2. PP R.I. No. 40 Tahun 1991, tentang Penanggulangan Wabah Penyakit

Menular

3. Permenkes R.I. No. 560 tahun 1989, tentang jenis penyakit tertentu yang dapat

menimbulkan wabah, tata cara penyampaian laporan dan tata cara

penanggulangannya.

4. Keputusan Dirjen PPM & PL No. 541-I/PD.03.04.IF/1991, tentang pedoman

penyelidikan dan penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB)

 PENGERTIAN
Surveilans malaria adalah kegiatan yang terus menerus, teratur dan

sistematis dalam pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data malaria

untuk menghasilkan informasi yang akurat yang dapat disebarluaskan dan

digunakan sebagai dasar untuk melaksanakan tindakan penanggulangan yang

cepat dan tepat disesuaikan dengan kondisi setempat.

 TUJUAN

1. Menghasilkan informasi yang cepat dan akurat yang dapat disebarluaskan dan

digunakan sebagai dasar penanggulangan malaria yang cepat dan tepat sebagai

dasar untuk menyusun perencanaan yang sesuai dengan permasalahannya

2. Mendapatkan gambaran distribusi penyakit malaria menurut orang, tempat

dan waktu

 SASARAN
1. Data tersangka malaria penderita malaria (klinis) dan positif malaria, populasi

dan wilayah yang terkena resiko malaria (sumber dan wilayah penularan)

2. Waktu atau periode penularan

 KEBIJAKAN

Pengumpulan, pengolahan, interpretasi data malaria dilakukan pada semua tingkat

administratif dengan maksud untuk :

1. Meningkatkan peran masyarakat dalam penemuan dan pengobatan (kader

malaria/Posmaldes).

2. Meningkatkan kemitraan dalam jaringan informasi malaria diantara sektor-

sektor terkait
 KONSEP SURVEILANS EPIDEMIOLOGI

1. Pengumpulan Data
2. Pengolahan dan Analisis Data
3. Interpretasi dan Rekomendasi
4. Sistem Kewaspadaan Dini
5. Penyebarluasan Informasi Epidemiologi
6. Penanggulangan Kejadian Luar Biasa/ wabah

DEFINISI MALARIA KLINIS

Malaria Klinis adalah penderita dengan gejala dingin menggigil*, demam* secara

berkala, berkeringat* dan sakit kepala dan juga sering disertai dengan gejala khas

daerah (diare pada balita sakit atau sakit otot pada orang dewasa), yang belum

diambil sediaan darahnya**)

*) gejala klasik malaria


**) belum diambil SD nya atau belum diketahui hasil SD nya
***) Kesepakatan malaria klinis di Pangkal Pinang : malaria tanpa
pemeriksaan laboratorium + malaria positif (dg
P.falciparum+P.vivax+P.malarie)

DEFINISI MALARIA POSITIF

Malaria positif adalah penderita yang dalam darahnya ditemukan parasit

plasmodium melalui pemeriksaan mikroskopis.


INDIKATOR PROGRAM MALARIA

Indikator Outcome

1. API (Annual Parasite Incidence)

Jumlah penderita positif malaria x 1.000


Jumlah penduduk

Kegunaannya adalah untuk mengetahui incidence malaria pada satu daerah


tertentu selama satu tahun.

2. AMI (Annual Malaria Incidence)

Jumlah penderita malaria klinis X 1.000


Jumlah penduduk
Kegunaannya adalah untuk mengetahui incidence malaria klinis pada satu
daerah tertentu selama satu tahun

3. MoPI (Monthly Parasite Incidence)

Jumlah penderita positif malaria per bulan X 1.000


Jumlah penduduk

Kegunaannya adalah untuk mengetahu incidence malaria pada satu daerah


tertentu selama satu bulan

4. MoMI (Monthly Malaria Incidence)

Jumlah penderita malaria klinis per bulan X 1.000


Jumlah penduduk

Kegunaan adalah untuk mengetahui incidence malaria klinis pada satu daerah

tertentu selama satu bulan

5. CFR (Case Fatality Rate) :

Jumlah penderita meninggal karena/diduga malaria X 100


Jumlah penderita malaria

Kegunaannya adalah untuk mengukur angka kematian (kematian disebabkan

malaria) dibandingkan dengan jumlah penderita malaria, biasanya digunakan pada

saat KLB.

Anda mungkin juga menyukai