Anda di halaman 1dari 111

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

KEBERADAAN KECOA PADA KAPAL PENUMPANG


DI PELABUHAN SORONG

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat


untuk mencapai gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
dengan Peminatan Kesehatan Lingkungan

Oleh:
EUNICA DASYANTI KARURUKAN
NIM 25000119183402

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2021
©2021
Hak cipta ada pada penulis

ii
PENGESAHAN SKRIPSI

Nama : EUNICA DASYANTI KARURUKAN


NIM : 25000119183402

Judul Skripsi
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEBERADAAN KECOA
PADA KAPAL PENUMPANG DI PELABUHAN SORONG

Hasil Penelitian Skripsi ini telah disetujui untuk direview dan diuji oleh Tim
Penguji Hasil Penelitian Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Diponegoro Semarang.

Semarang, Juni 2021

Pembimbing Pendamping Pembimbing Utama

Dr. Nurjazuli, SKM, M.Kes Dr. Ling. Ir. Tri Joko, M.Si
NIP. 196308121995121001 NIP. 196404211994031002

iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Eunica Dasyanti Karurukan


Tempat, Tanggal Lahir : Makale, 17 Desember 1989
Agama : Katholik
Alamat Rumah : Perumahan Bandara DEO, JL. Basuki Rahmat KM.8,
Kota Sorong Papua Barat
Nomor Telepon : 081240019567
Alamat email : eunicadasyantik@gmail.com

Riwayat Pendidikan

1. 1996-2002 : SD Negeri 4 Makale, Tana Toraja


2. 2002-2005 : SMP Yadika 5 Jakarta Barat
3. 2005-2008 : SMA Yadika 5 Jakarta Barat
4. 2010-2013 : Politeknik Kesehatan Kemenkes Mamuju
5. 2019-2021 :Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan rahmat, berkah dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Keberadaan
Kecoa Pada Kapal Penumpang di Pelabuhan Sorong”.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi tugas akhir Peminatan Kesehatan
Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Diponegoro. Dalam
penyelesaian skripsi ini penulis menyadarari bahwa tanpa bimbingan, doa,
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, skripsi ini tidak terselesaikan dengan
baik. Oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Bapak Dr. Budiyono, S.KM., M.Kes selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Diponegoro.
2. Bapak Dr. Ling. Ir. Tri Joko, M.Si selaku Dosen Pembimbing utama yang
telah membimbing, memberikan ilmu, membantu serta memberi pengarahan
selama penulisan skripsi ini.
3. Bapak Dr.Nurjazuli, SKM, M.Kes, selaku Dosen Pembimbing pendamping
yang telah membimbing, memberikan ilmu, membantu serta memberi
pengarahan selama penulisan skripsi ini.
4. Ibu Dr.Dra. Sulistiyani, M.Kes, selaku penguji skripsi yang telah berkenan
memberikan masukan demi perbaikan penyusunan skripsi ini.
5. Seluruh dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro
yang telah banyak membimbing dan memberikan ilmu pengetahuan kepada
penulis.
6. Bapak Bambang Priyanto, SKM, M.Epid, yang telah mendukung dan
membantu pada awal masuk kuliah.
7. Seluruh keluarga tercinta, Ayah, Ibu, Suami, Anak dan Adik-adik yang selalu
menguatkan, memberikan motivasi, nasehat, dukungan serta doa yang tiada
batasnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
8. Kepala Kantor, jajaran struktural dan pegawai keluarga besar Kantor
Kesehatan Pelabuhan Kelas III Sorong yang telah memberi dukungan dan
semangat dalam menyelesaikan proses perkuliahan.

v
9. I Gede Dedy Suwartawan, atas semangat dan bantuan selama proses
kuliah dan penelitian hingga skripsi ini selesai.
10. Sahabat-sahabat Dewita, Agusthina, Nanang Yuliana dan Yakolina yang
selalu memberi dukungan dan semangat dari proses awal kuliah hingga
skripsi ini selesai.
11. Teman-teman tugas belajar Kemenkes RI di FKM Undip angkatan tahun
2019 yang memberikan dukungan, semangat dan doa dari awal hingga
terselesaikannya tugas akhir di kampus tercinta ini.
12. Semua pihak yang telah membantu, yang tidak dapat disebutkan satu
persatu.
Semoga Tuhan memberikan balasan atas semua kebaikan yang telah
diberikan dan semoga karya ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Penulis
menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan.
Untuk saran dan kritik membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan
skripsi ini.

Semarang, Juni 2021

Penulis

vi
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
2021

ABSTRAK

EUNICA DASYANTI KARURUKAN


FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEBERADAAN KECOA
PADA KAPAL PENUMPANG DI PELABUHAN SORONG
xiv + 75 halaman + 15 tabel + 4 gambar + 5 lampiran

Pelabuhan Sorong merupakan salah satu pintu gerbang transportasi laut di


Propinsi Papua Barat dan Papua yang melayani arus penumpang dan barang.
Data pengawasan sanitasi alat angkut kapal penumpang di pelabuhan Laut
Sorong yang dilakukan oleh petugas Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas III
Sorong , selama kurun waktu 2020-2021 jumlah kapal yang sudah dilakukan
pemeriksaan bebas vektor dan dilakukan tindakan penyehatan kapal bebas dari
vektor cenderung meningkat. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui
hubungan pengetahuan, sikap, dan perilaku ABK serta sanitasi kapal dengan
keberadaan vektor kecoa di atas kapal. Penelitian ini merupakan penelitian
observasioanl dengan desain cross sectional. Jumlah kapal yang diperiksa
adalah 25 kapal. Penelitian ini mengukur pengetahuan, sikap, dan perilaku ABK
serta sanitasi dapur, sanitasi kamar mandi, sanitasi ruang penumpang, dan
sanitasi gudang. Analisa data dilakukan dengan uji Fisher exact. Hasil penelitian
menunjukan terdapat 15 kapal (60%) tidak ditemukan keberadaan kecoa dan
sebanyak 10 kapal (40%) ditemukan keberadaan kecoa. Hasil analisa data
menunjukan ada hubungan pengetahuan ABK dengan keberadaan vektor pada
kapal penumpang di Pelabuhan Sorong (p=0.049), sikap (p= 0.001), perilaku
ABK (p=0.002). Ada hubungan sanitasi ruang dapur dengan keberadaan vektor
kecoa pada kapal penumpang di Pelabuhan Sorong (p=0.023), sanitasi kamar
mandi (p=0.001), sanitasi ruang (p=0.001), sanitasi gudang (p=0.001). Dapat
disimpulkan bahwa adanya hubungan pengetahuan, sikap, dan perilaku ABK
serta sanitasi kapal dengan keberadaan vektor penyakit pada kapal penumpang.
Peneliti menyarankan pengawasan kesehatan pada kapal agar dapat menjaga
sanitasi kapal dari keberadaan vektor kecoa.

Kata Kunci : Sanitasi Kapal Penumpang, Kecoa, Pelabuhan


Kepustakaan : 49, 2005 – 2020

vii
FACULTY OF PUBLIC HEALTH
DIPONEGORO UNIVERSITY
SEMARANG
MAJORING IN ENVIROMENT HEALTH
2021
ABSTRACT

EUNICA DASYANTI KARURUKAN


FACTORS RELATED TO THE EXISTENCE OF COCKROACHES ON
PASSENGER SHIPS IN SORONG PORT

xiv + 75 pages + 15 tables + 4 images + 5 attachments

Sorong Port is one of the gateways for sea transportation in The Province of
West Papua and Papua that serves the flow of passengers and goods. Based
data on sanitation supervision of passenger ship transport in sorong sea port
conducted by officers of Class III Sorong Port Health Office, during the period
2020-2021 the number of vessels that have been conducted vector-free
inspections and carried out maintenance actions of ships free from vectors tends
to increase. The purpose of this study is to know the relationship of knowledge,
attitudes, and behaviors of ABK and sanitation of ships with the presence of
cockroach vectors on board. This research is an observational study with cross
sectional design. The number of ships that were inspected was 25 ships. This
study measures the knowledge, attitudes, and behavior of crew members as well
as kitchen sanitation, toilet sanitation, passenger room sanitation, and warehouse
sanitation. Data analysis was carried out using the Fisher exact test. The results
showed there were 15 ships (60%) no cockroaches were found and as many as
10 ships (40%) found the presence of cockroaches. The results of the data
analysis showed there is a connection between abk knowledge and the presence
of vectors on passenger ships in Sorong Port (p=0.049), attitude (p= 0.001),
behavior of ABK (p=0.002). The results of data analysis showed that there was a
relationship between crew members knowledge and the presence of vectors on
passenger ships at the Port of Sorong (p=0.049), attitude (p= 0.001), crew
members behavior (p=0.002). There is a sanitary relationship of kitchen space
with the presence of cockroach vectors on passenger ships in Sorong Port
(p=0.023), bathroom sanitation (p=0.001), space sanitation (p=0.001), warehouse
sanitation (p=0.001). It can be concluded that there is a relationship of
knowledge, attitudes, and behaviors of crew members and sanitation of ships
with the presence of disease vectors on passenger ships. Researchers suggest
health surveillance on ships in order to maintain the sanitation of the ship from
the presence of cockroach vectors.

Keywords: Passenger Ship Sanitation, cockroaches, Port


Bibliography: 49, 2005 – 2020

viii
DAFTAR ISI
PENGESAHAN SKRIPSI....................................................................................iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP................................................................................iv
KATA PENGANTAR............................................................................................v
ABSTRAK.......................................................................................................... vii
DAFTAR ISI......................................................................................................viii
DAFTAR TABEL.................................................................................................ix
DAFTAR GAMBAR...............................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................5
C. Tujuan Penelitian........................................................................................5
1. Tujuan Umum.........................................................................................5
2. Tujuan Khusus........................................................................................5
D. Manfaat Penelitian......................................................................................6
1. Bagi Pengelola Pelabuhan.....................................................................6
2. Bagi Masyarakat.....................................................................................7
3. Instansi Pendidikan................................................................................7
4. Bagi Peneliti...........................................................................................7
E. Ruang Lingkup...........................................................................................7
1. Ruang Lingkup Keilmuan........................................................................7
2. Ruang Lingkup Masalah.........................................................................7
3. Ruang Lingkup Objek.............................................................................7
4. Ruang Lingkup Lokasi............................................................................7
F. Keaslian Penelitian.....................................................................................8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................11
A. Pelabuhan................................................................................................11
1. Pengertian Pelabuhan..........................................................................11
2. Macam-macam Pelabuhan...................................................................11

ix
B. Kapal........................................................................................................ 14
1. Pengertian Kapal..................................................................................14
2. Jenis-jenis Kapal..................................................................................14
C. Sanitasi Kapal...........................................................................................18
D. Vektor Kecoa di Kapal..............................................................................20
E. Peranan Kecoa Dalam Kesehatan............................................................21
F. Pengendalian Kecoa.................................................................................22
G. Persyaratan Sanitasi dan Keberadaan Vektor di atas Kapal.....................25
1. Sanitasi Dapur......................................................................................26
2. Sanitasi gudang makanan/tempat makan.............................................27
3. Sanitasi Kamar Mandi/Toilet.................................................................28
4. Sanitasi Ruang Tidur Anak Buah Kapal (ABK)/Penumpang.................29
5. Variabel Keberadaan Vektor di atas Kapal...........................................30
H. Teori Pengetahuan, Sikap dan Perilaku....................................................30
1. Pengetahuan........................................................................................31
2. Sikap....................................................................................................32
3. Perilaku................................................................................................33
I. Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP)........................................................34
1. Tugas Pokok Kantor Kesehatan Pelabuhan.........................................34
2. Fungsi dari Kantor Kesehatan Pelabuhan............................................34
J. Kerangka Teori.........................................................................................36
BAB III METODE PENELITIAN.........................................................................37
A. Kerangka Konsep.....................................................................................37
B. Hipotesis...................................................................................................37
C. Tempat dan Waktu Penelitian...................................................................38
1. Tempat Penelitian.................................................................................38
2. Waktu Penelitian...................................................................................38
D. Jenis dan Rancangan Penelitian..............................................................38
E. Populasi dan Sampel Penelitian...............................................................38
1. Populasi................................................................................................38
2. Sampel.................................................................................................39
F. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional............................................39
1. Variabel Penelitian................................................................................39
2. Definisi Operasional Variabel...............................................................39

x
G. Sumber Data............................................................................................42
1. Data primer...........................................................................................42
2. Data sekunder......................................................................................43
H. Instrumen Penelitian.................................................................................43
1. Kuesioner.............................................................................................43
2. Formulir Observasi...............................................................................43
3. Formulir Pengamatan Kecoa................................................................44
I. Pengumpulan Data Penelitian..................................................................44
1. Persiapan Penelitian.............................................................................44
2. Pelaksanaan Penelitian........................................................................44
J. Pengolahan dan Analisis Data..................................................................45
1. Pengolahan Data..................................................................................45
2. Analisis Data.........................................................................................46
K. Jadwal Penelitian......................................................................................46
BAB IV HASIL PENELITIAN..............................................................................48
A. Gambaran Umum Pelabuhan Sorong.......................................................48
B. Analisis Univariat......................................................................................48
1. Gambaran Pengetahuan ABK..............................................................48
2. Gambaran Sikap ABK...........................................................................49
3. Gambaran Perilaku ABK.......................................................................49
4. Gambaran Sanitasi Dapur pada Kapal.................................................49
5. Gambaran Sanitasi Kamar Mandi pada Kapal......................................51
6. Gambaran Sanitasi Ruang Penumpang pada Kapal............................52
7. Gambaran Sanitasi Gudang pada Kapal..............................................53
8. Gambaran Keberadaan Kecoa pada Kapal..........................................54
C. Analisis Bivariat........................................................................................54
1. Hubungan pengetahuan ABK terhadap keberadaan kecoa pada kapal
penumpang...............................................................................................54
2. Hubungan sikap ABK terhadap keberadaan kecoa pada kapal
penumpang...............................................................................................55
3. Hubungan perilaku ABK terhadap keberadaan kecoa pada kapal
penumpang...............................................................................................56
4. Hubungan sanitasi dapur terhadap keberadaan kecoa pada kapal
penumpang...............................................................................................56
5. Hubungan sanitasi kamar mandi terhadap keberadaan kecoa pada
kapal penumpang.....................................................................................57

xi
6. Hubungan sanitasi ruang penumpang terhadap keberadaan kecoa pada
kapal penumpang.....................................................................................58
7. Hubungan sanitasi gudang terhadap keberadaan kecoa pada kapal
penumpang...............................................................................................59
BAB V PEMBAHASAN......................................................................................60
A. Hubungan Pengetahuan ABK Terhadap Keberadaan Kecoa Pada Kapal
Penumpang.....................................................................................................60
B. Hubungan Sikap ABK Terhadap Keberadaan Kecoa Pada Kapal
Penumpang.....................................................................................................61
C. Hubungan Perilaku ABK Terhadap Keberadaan Kecoa Pada Kapal
Penumpang.....................................................................................................61
D. Hubungan Sanitasi Dapur Terhadap Keberadaan Kecoa Pada Kapal
Penumpang.....................................................................................................62
E. Hubungan sanitasi kamar mandi terhadap keberadaan kecoa pada kapal
penumpang.....................................................................................................63
F. Hubungan sanitasi ruang penumpang terhadap keberadaan kecoa pada
kapal penumpang............................................................................................63
G. Hubungan sanitasi gudang terhadap keberadaan kecoa pada kapal
penumpang.....................................................................................................65
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................67
A. Kesimpulan...............................................................................................67
B. Saran........................................................................................................67
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................69

xii
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian.................................................................... 8


Tabel 3.1 Definisi Operasional.................................................................. 39
Tabel 3.2 Jadwal Penelitian...................................................................... 46
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Pengetahuan ABK.................................... 48
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Sikap ABK................................................. 49
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Perilaku ABK............................................. 49
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Sanitasi Dapur.......................................... 50
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Sanitasi Kamar Mandi............................... 51
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Sanitasi Ruang Penumpang..................... 52
Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Sanitasi Gudang....................................... 53
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Keberadaan Kecoa................................... 54
Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Pengetahuan ABK Terhadap Keberadaan
Kecoa Pada Kapal Penumpang................................................ 54
Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Sikap ABK Terhadap Keberadaan Kecoa Pada
Kapal Penumpang..................................................................... 55
Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi perilaku ABK Terhadap Keberadaan Kecoa
Pada Kapal Penumpang........................................................... 56
Tabel 4.12 Distribusi Frekuensi Sanitasi Dapur Terhadap Keberadaan Kecoa
Pada Kapal Penumpang........................................................... 56
Tabel 4.13 Distribusi Frekuensi Sanitasi Kamar Mandi Terhadap Keberadaan
Kecoa Pada Kapal Penumpang................................................ 57
Tabel 4.14 Distribusi Frekuensi Sanitasi Ruang Penumpang Terhadap
Keberadaan Kecoa Pada Kapal Penumpang............................ 58
Tabel 4.15 Distribusi Frekuensi Sanitasi Gudang Terhadap Keberadaan Kecoa
Pada Kapal Penumpang........................................................... 59

xiii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kapal Penumpang..................................................................... 17


Gambar 2.2 Kerangka Teori.......................................................................... 36
Gambar 3.1 Kerangka Konsep...................................................................... 37
Gambar 3.2 Diagram Alur Penelitian............................................................. 45
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau lebih
dari 17.0OO (tujuh belas ribu) yang terdiri dari pulau besar dan kecil, serta
memiliki posisi yang sangat strategis, diapit oleh dua benua dan dua
samudera, serta berada pada jalur lalu lintas dan perdagangan internasional.
Kondisi tersebut menyebABKan banyaknya Pintu Masuk ke wilayah
Indonesia yang menjadi akses keluar masuknya faktor risiko penyebaran
penyakit dan gangguan kesehatan.1 Salah satu akses yang digunakan adalah
alat transportasi laut. Alat transportasi laut masih menjadi pilihan alternatif
selain transportasi darat dan udara karena memiliki beberapa kelebihan
antara lain daya angkut yang lebih besar dan biaya yang lebih rendah.2
Kapal merupakan sebuah komunitas kecil yang terdiri dari berbagai
penumpang. Peluang untuk penumpang saling berinteraksi satu sama lain,
dan berbagai makanan dan minuman, serta berbagai fasilitas umum sangat
mungkin untuk terjadi. Akibatnya, kapal menjadi lokasi terjadinya penyakit,
karena di lingkungan kapal memungkinkan transmisi penyakit dari orang ke
orang yang dapat menjadi sumber wabah penyakit.3
Catatan dari Vessel Sanitation Program (VSP) mengatakan bahwa
sekitar 73.500.001 orang berlayar selama kurun waktu 2008-2014 sebanyak
172.810 penumpang dan anak buah kapal (ABK) mengalami gastroenteritis
dimana norovirus sebagai penyebab utama dan penyebab lainnya adalah
Escherichia Coli. Pandemi yang terjadi disebABKan oleh sanitasi yang buruk,
seperti ventilasi, pencahayaan kapal yang kurang memadai, kebersihan yang
kurang terjamin, makanan yang terkontaminasi, sampah berserakan yang
tidak dibuang pada tempat sampah, serta kurangnya tenaga medis dianggap
sebagai penyebab terjadinya wabah. Kondisi sanitasi kapal yang buruk dapat
meningkatkan risiko gangguan kesehatan dan mengundang keberadaan
vector di atas kapal.4
Upaya sanitasi kapal merupakan tanggung jawab pemilik kapal
melalui nakhoda kapal dan anak buah kapal. ABK bertanggung jawab
terhadap kebersihan kapal dan sarana lainnya yang mendukung sanitasi

1
2

kapal. Sedangkan fungsi nahkoda kapal adalah sebagai pemimpin dan


pengendali keseluruhan dari pelaksanaan sanitasi kapal. ABK kapal
bertanggung jawab terhadap keamanan kapal dari sumber panyakit dan
melaporkan dalam bentuk form MDH (Maritime Declaration of Health) kepada
otoritas kesehatan pelabuhan setiap masuk wilayah suatu negara.5
Berdasarkan International Health Regulation (IHR) Tahun 2005 dan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.44 Tahun 2014 tentang
Penyelenggaraan Pelabuhan dan Bandar Udara Sehat, serta Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.50 Tahun 2017 Tentang Standar
Baku Mutu Kesehatan Lingkungan Dan Persyaratan Kesehatan Untuk Vector
dan Binatang Pembawa Penyakit Serta Pengendaliannya, bahwa Pelabuhan
harus bebas dari keberadaan serangga/vector penular penyakit.6, 7, 8
Pengendalian vektor merupakan kegiatan atau tindakan yang
ditujukan untuk menurunkan populasi vektor serendah mungkin sehingga
keberadaannya tidak lagi berisiko untuk terjadinya penularan penyakit tular
vektor di suatu wilayah atau menghindari kontak masyarakat dengan vektor
sehingga penularan penyakit tular vektor dapat dicegah. Salah satu vektor
yang sering dijumpai di atas kapal adalah vektor kecoa. Kecoa merupakan
salah satu vektor mekanik, yang berperan menghantarkan penyakit yang
disebABKan oleh virus, bakteri, protozoa, cacing, dan fungi yang dapat
menimbulkan penyakit diare, disentri, kolera, dan demam tifoid. Kecoa dapat
pula menyebABKan alergi, dengan efek dermatitis kulit, edema kelopak mata,
gatal, dan reaksi alergi lainnya.9
Hasil penelitian Mouchtouri (2008) di Pelabuhan Piraeus Yunani
menunjukan 11 (52,3%) kapal dengan sanitasi yang kurang terdapat invetasi
dengan kecoa Blattella germanica.10 Hasil yang sama juga dilaporkan dari
Pelabuhan Hamburg, menyatakan bahwa penyebaran kecoa tertinggi ada di
dapur baik pada kapal seperti cargo, container dan tanker. Dapur pun
menjadi habitat yang cocok untuk perkembangbiakan kecoak di lingkungan
yang sesuai kondisi (suhu dan kelembaban) dengan sanitasi yang buruk.11
Penelitian serupa juga ditunjukan oleh Putri (2019) di Pelabuhan Tanjung
Perak Surabaya yaitu erdapat hubungan anatara sanitasi kapal dan
keberadaan vektor kecoa pada kapal penumpang dengan nilai 0,00 <0,05.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sanitasi kapal menunjukkan proporsi
3

yang besar yaitu 61,1% kapal dengan sanitasi yang baik memiliki risiko
rendah keberadaan vektor kecoa.4
Penyebaran penyakit tersebut merupakan penyakit yang
berhubungan dengan kondisi hygiene sanitasi kapal, maka kondisi sanitasi
kapal merupakan faktor yang sangat penting untuk mencegah masalah
kedaruratan kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian dunia
internasional. Upaya sanitasi kapal yaitu penyehatan, pengamanan, dan
pengendalian terhadap faktor risiko lingkungan untuk memutus mata rantai
penularan penyakit atau kontaminasi. Pengendalian vektor yang tidak efektif
dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kondisi kesehatan masyarakat
karena vektor dapat menularkan penyakit kepada manusia. Salah satu cara
untuk mencegah penularan penyakit yaitu dengan upaya pengendalian faktor
risiko, yakni dengan meningkatkan sanitasi yang dipengaruhi oleh perilaku
manusia.12
Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) merupakan Unit Pelaksanaan
Teknis di lingkungan Kementerian Kesehatan mempunyai tugas
melaksanakan pengawasan alat angkut terhadap kapal yang datang dari luar
negeri dan dari daerah terjangkit. Pelabuhan Laut Sorong merupakan pintu
masuk atau gerbang masuk di wilayah Papua termasuk dengan gerbang
menuju Raja Ampat sehingga banyak disinggahi kapal-kapal penumpang
baik dari dalam maupun luar negeri. Setiap kedatangan kapal dilakukan
tindakan pengawasan kesehatan kapal, salah satunya adalah mengamati
keberadaan vektor di atas kapal dengan melakukan observasi pada bagian -
bagian/kompartemen kapal. Pengawasan dan pemeriksaan sanitasi kapal
dilakukan pada seluruh aspek meliputi dapur, kamar mandi, gudang atau
ruang penyimpanan, kamar ABK/Penumpang. Dapur atau tempat
pengolahan makanan. Dapur dapat menjadi tempat perindukan vector
dikarenakan adanya sisa-sisa makanan, peralatan dapur yang tidak langsung
dicuci setelah dipakai. Dapur pada kapal harus memiliki permukaan yang
lembut, rapi, dan bercat terang. Penerangan dapur kapal sekitar 200 lux serta
memiliki ventilasi yang cukup untuk menghilangkan bau. Peralatan dan
perkakas dapur yang terkena kontak langsung dengan makanan dan
minuman dibuat dari bahan yang halus anti karat dan juga harus tersedia
tempat sampah. Gudang atau ruang penyimpanan bahan makanan juga
4

berpotensi menjadi perindukan vector karena itu gudang cukup memperoleh


ventilasi, bersih, kering, dan memberikan ruang pembersihan dibawahnya.
Kamar mandi sangat berpotensi menjadi tempat perindukan vector selain
karena lembab, saluran pembuangan di kamar mandi yang kotor dapat
menimbulkan bau, sehingga menarik perhatian vektor untuk datang. Kamar
penumpang dan ABK juga berpotensi menjadi tempat perindukan vector
karena itu kamar penumpang atau ABK tidak boleh lebih dari 4 orang yang
mendiami satu tempat tidur. Kamar ABK dan penumpang harus memiliki
ventilasi yang cukup dan ABK atau penumpang tidak diperbolehkan makan di
dalam ruang tidur. Bukti infeksi atau kontaminasi yang berisiko terhadap
kesehatan manusia disebABKan oleh vektor dan rodent, mikrobiologi, kimia
sebagai tanda dari tindakan sanitasi kapal yang tidak baik. Hal ini juga sesuai
yang tertuang dalam Undang Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang
Kekarantinaan Kesehatan yaitu tindakan yang dilakukan untuk
mengendalikan atau membunuh vektor serangga yang menyebABKan
penyakit pada manusia.1
Berdasarkan hasil penelitian Harahap (2016) menunjukan terdapat
hubungan yang signifikan antara sanitasi kapal dengan kepadatan kecoa di
Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Penilaian sanitasi kapal terdiri dari 9
variabel yang meliputi ruang tempat penyiapan makanan, gudang, ruangan
(kelasi, perwira, penumpang, dan geladak), dapur, makanan, air minum,
limbah cair, palka, dan limbah padat. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Mahendra (2018) yaitu  keberadaan vektor
kecoa berhubungan dengan sanitasi kapal di Pelabuhan Laut Batam.
Berdasarkan data yang diperoleh di Kantor Kesehatan Pelabuhan
(KKP) Kelas III sorong bahwa kapal penumpang yang masuk di Pelabuhan
Sorong pada tahun 2019 sebanyak 674 trip dengan jumlah kapal yang
beroperasi sebanyak 25 kapal. Pada bulan Januari-Juni tahun 2020
sebanyak 357 trip dengan jumlah kapal yang beroperasi sebanyak 25 kapal.
Register kedatangan dan keberangkatan kapal KKP Kelas III Sorong
menunjukkan bahwa masih terdapat tanda keberadaan kecoa. Dimana
pemeriksaan sanitasi kapal oleh petugas KKP Kelas III Sorong rutin
dilaksanakan setiap 6 (enam) bulan sekali. Pada tahun 2019 terdapat 6 kapal
yang memiliki sanitasi buruk dimana kapal tersebut ditemukan keberadaan
5

vector pembawa penyakit seperti tikus dan juga kecoa. Hasil pemeriksaan
vector pada Tahun 2019 di Pelabuhan Sorong menunjukkan sebanyak 2
kapal ditemukan vector kecoa di dapur dengan jumlah 3 dan 8 kecoa,
sebanyak 3 kapal ditemukan vector kecoa di kamar mandi dengan jumlah 4,6
dan 7 kecoa dan satu kapal ditemukan vector kecoa di ruang penumpang
sebanyak 2 kecoa. Hal ini dijadikan dasar peneliti untuk menganalisis faktor-
faktor yang berhubungan dengan keberadaan kecoa pada kapal penumpang
di Pelabuhan Sorong.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dan berdasarkan Undang-Undang


Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan
yang menyatakan bahwa fasilitas umum pada pintu masuk harus dalam
kondisi bersih dan bebas dari sember infeksi kontaminasi, termasuk vector
penyakit, namun berdasarkan studi pendahuluan peneliti pada bulan Agustus
2020 masih ditemukan adanya vector kecoa setelah dilakukan fumigasi di
atas kapal. Hal ini dapat berpotensi sebagai tempat perkembangbiakan dan
penularan penyakit melalui vector kecoa jika tidak memperhatikan aspek
sanitasi di dalam kapal.
Berdasarkan permasalahan di atas maka peneliti merumuskan
masalah yang akan diteliti yaitu “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Keberadaan Kecoa Pada Kapal Penumpang Di Pelabuhan Sorong”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
.

2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan pengetahuan ABK mengenai faktor-faktor yang
berhubungan dengan keberadaan vector kecoa pada kapal
penumpang di Pelabuhan Sorong Tahun 2020mengenai keberadaan
vector kecoa pada kapal penumpang di Pelabuhan Sorong Tahun
2020.
b. Mendeskripsikan sikap ABK mengenai keberadaan vector kecoa pada
kapal penumpang di Pelabuhan Sorong Tahun 2020.
6

c. Mendeskripsikan perilaku ABK mengenai pencegahan vector kecoa


pada kapal penumpang di Pelabuhan Sorong Tahun 2020.
d. Mendeskripsikan gambaran sanitasi dapur, kamar mandi, ruang
penumpang, dan gudang pada kapal penumpang di Pelabuhan
Sorong Tahun 2020.
e. Mengidentifikasi keberadaan kecoa pada kapal penumpang di
Pelabuhan Sorong Tahun 2020.
f. Menganalisis hubungan pengetahuan ABK dengan keberadaan vector
kecoa pada kapal penumpang di Pelabuhan Sorong Tahun 2020.
g. Menganalisis hubungan sikap ABK dengan keberadaan vector kecoa
pada kapal penumpang di Pelabuhan Sorong Tahun 2020.
h. Menganalisis hubungan perilaku ABK dengan keberadaan vector
kecoa pada kapal penumpang di Pelabuhan Sorong Tahun 2020.
i. Menganalisis hubungan sanitasi ruang dapur dengan keberadaan
vector kecoa pada kapal penumpang di Pelabuhan Sorong Tahun
2020.
j. Menganalisis hubungan sanitasi kamar mandi dengan keberadaan
vector kecoa pada kapal penumpang di Pelabuhan Sorong Tahun
2020.
k. Menganalisis hubungan sanitasi ruang penumpang dan ABK dengan
keberadaan vector kecoa pada kapal penumpang di Pelabuhan
Sorong Tahun 2020.
l. Menganalisis hubungan sanitasi gudang penyimpanan dengan
keberadaan vector kecoa pada kapal penumpang di Pelabuhan
Sorong Tahun 2020.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Pengelola Pelabuhan


Diharapkan penelitian ini dapat menjadi masukan dan memberi informasi
kepada pengelola dalam pengendalian permasalahan kesehatan yang
ada di atas kapal agar anak buah kapal (ABK ) dapat melakukan
pengawasan dalam upaya sanitasi kapal sesuai dengan petunjuk IHR
(International Health Regulation)
7

2. Bagi Masyarakat
Memberikan informasi kepada masyarakat pentingnya menjaga sanitasi
di atas kapal dalam upaya pencegahan penyakit menular yang disebakan
oleh vector kecoa.

3. Instansi Pendidikan
Menambah studi pustaka dan bahan informasi dalam pengembangan
ilmu kesehatan masyarakat khususnya prodi Kesehatan Lingkungan dan
menjadi masukan bagi penelitian selanjutnya.

4. Bagi Peneliti
Menambah wawasan dan pengalaman bagi peneliti dalam menerapkan
ilmu sanitarian untuk mencegah penyakit yang disebABKan oleh vector.

E. Ruang Lingkup

1. Ruang Lingkup Keilmuan


Penelitian ini merupakan bagian dari bidang ilmu kesehatan masyarakat
yang memfokuskan pada bidang kesehatan lingkungan.

2. Ruang Lingkup Masalah


Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah kondisi sanitasi
dan keberadaan vector kecoa pada kapal penumpang yang berada di
Pelabuhan Sorong.

3. Ruang Lingkup Objek


Objek penelitian ini adalah kapal penumpang yang beroperasi di
Pelabuhan Sorong.

4. Ruang Lingkup Lokasi


Lokasi Penelitian ini dilakukan pada kapal penumpang yang sandar di
Pelabuhan sorong
8

F. Keaslian Penelitian
Keaslian penelitian menujukkan beberapa penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan, antara lain sebagai berikut:

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

Rancangan
No. Nama Judul Penelitian Variabel Hasil
Penelitian
1. Budi Kusuma Faktor yang Berhubungan Variabel bebas: sanitasi Cross Faktor yang berhubungan dengan
Ningrum dengan Kepadatan Kecoa di bangunan/gedung dan TPM, sectional kepadatan kecoa yaitu sanitasi
Pelabuhan Pemenang KKP upaya pengendalian kecoa bangunan/gedung dan TPM, upaya
Kelas II Mataram pada bangunan/gedung dan pengendalian kecoa pada
TPM bangunan/gedung dan TPM.
Variabel Terikat: kepadatan
kecoa
2. Laeli Kartika Gambaran Faktor-Faktor Variabel bebas: Jenis produk Cross Sanitasi pasar tergolong baik, suhu
Cahyani yang Terkait dengan yang dijual, suhu dan sectional dan kelembaban udara pasar berkisar
Kepadatan Kecoa di Tempat kelembaban udara, upaya antara 30,28 - 32,42°C dan 54,65%-
Penjualan Bahan Pangan pengendalian kecoa, kondisi 64,33%. Upaya kengendalian kecoa
dan Makana Pasar sanitasi. dipasar masih kurang baik, spesies
Tradisional Kota Semarang Variabel terikat: Status kecoa yang ditemukan yaitu Blatella
Kepadatan kecoa germanica, Periplaneta americana,
Neuphoete cinereal dan Neostylopyga
9

Rancangan
No. Nama Judul Penelitian Variabel Hasil
Penelitian
rhombifolia.
3. Muhammad Hubungan Suhu, Variabel bebas: suhu, Cross Ada hubungan antara suhu,
Fimansyah Kelembaban dan kelembaban dan pencahayaan. sectional kelembaban dan pencahayaan
Pencahayaan Terhadap Variabel terikat: Kepadatan dengan kepadatan kecoa.
Lepadatan Kecoa di Kapal kecoa
Penumpang yang sandar di
Pelabuhan Semayang
Balikpapan Tahun 2020
4. Aqso Ampri Faktor yang Berhubungan Variabel bebas: Sanitasi kapal, Cross Faktor yang berhubungan dengan
Harahap dengan Kepadatan Kecoa lama sandar sectional kepadatan kecoa yaitu santasi kapal
pada Kapal Motor yang Variabel terikat: Kepadatan dan lama sandar.
Bersandar di Pelabuhan kecoa
Tanjung Perak Surabaya
Tahun 2016
10

Penelitian yang akan dilakukan merupakan penelitian tentang faktor


yang berhubungan dengan keberadaan kecoa di Pelabuhan, yang
membedakan dengan penelitian sebelumnya adalah variabel dan lokasi
penelitian yang dibahas yaitu sanitasi kapal meliputi sanitasi dapur, sanitasi
kamar mandi, sanitasi kamar tidur, sanitasi gudang dan sanitasi ruang
penumpang pada kapal penumpang di Pelabuhan Sorong tahun 2020.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pelabuhan

1. Pengertian Pelabuhan
Pelabuhan merupakan wilayah perairan yang terlindung terhadap
gelombang, yang dilengkapi dengan sarana termonal laut meliputi
dermaga dimana kapal bisa bertambat untuk bongkar muat barang,
krankran( crane), bongkar memuat benda, gudang laut( transit) serta
tempat- tempat penyimpanan dimana kapal membongkar muatannya,
serta gudang- gudang di mana beberapa barang bisa disimpan dalam
waktu yang lebih lama sepanjang menunggu pengiriman ke wilayah
tujuan ataupun pengapalan.13 Undang – Undang Tahun 2008 No.17
terkait pelayaran, mengartikan pelabuhan sebagai area yang tersusun
dari daratan dan/atau perairan yang berbatas tertentu sebagai area
kegiatan pemerintahan serta aktivitas pengusahaan yang difungsikan
untuk tempat kapal bersandar, naik turun penumpang, dan/atau bongkar
muat barang, berwujud terminal serta tempat bersandar kapal yang
memiliki sarana keamanan dan keselamatan kegiatan berlayar serta
kegiatan penunjang pelabuhan dan tempat berpindahnya intra dan
antarmoda transportasi.14
Peranan pelabuhan merupakan pintu gerbang perekonomian
serta tempat aktivitas alih moda transportasi sangat berpotensi dalam
penyebaran vektor borne disease baik antar negera, antar pulau dalam
sesuatu Negera.

2. Macam-macam Pelabuhan
Indonesia adalah negara yang memiliki daerah perairan yang
sangat luas maka dari itu di Indonesia terdapat banyak sekali macam-
macam bentuk pelabuhan. Adapun macam-macam pelabuhan dapat
dibedakan menjadi beberapa macam yaitu dari segi tinjauan, segi
penyelenggaraannya, segi pengusahaannya, fungsi dalam perdagangan
nasional dan internasional, segi kegunaan dan letak geografisnya. Berikut

11
12

ini adalah contoh dari macam- macam pelabuhan dari berbagai sudut
peninjauan yang diuraikan sebagai berikut yaitu:13
a. Segi Penyelenggaraan
1) Pelabuhan Umum
Pelabuhan ini diselenggarakan untuk kepentingan
pelayanan masyarakat umum, yang dilakukan oleh pemerintah
dan pelaksanaannya diberikan kepada badan usaha milik negara
yang didirikan untuk maksud tersebut. Di Indonesia, dibentuk
empat badan usaha milik negara yang berwenang mengelola
pelabuhan umum diusahakan, yaitu PT. Pelindo I berdudukan di
Medan, PT. Pelindo II di Jakarta, PT. Pelindo III di Surabaya dan
PT. Pelindo IV di Ujung Pandang. Sedangkan Pelabuhan Sorong
dioperasikan oleh PT.Pelindo IV Cabang Sorong.
2) Pelabuhan Khusus
Pelabuhan khusus diselenggarakan untuk kepentingan
sendiri guna mendukung aktivitas tertentu. Pelabuhan ini tidak
boleh digunakan buat kepentingan umum, kecuali dalam kondisi
tertentu dengan ijin pemerintah. Pelabuhan khusus dibangun oleh
suatu perusahaan baik pemerintah ataupun swasta, yang
berfungsi sebagai prasarana pengiriman hasil produksi
perusahaan tersebut. Salah satu contoh adalah Pelabuhan
Suprau di Sorong yang digunakan untuk mengangkut pegawai
LNG Tangguh ke Bintuni, Pelabuhan Petrokimia di Gresik,
Pelabuhan khusus semen.
b. Segi Kegunaan
1) Pelabuhan Ikan
Pelabuhan ikan menyediakan tempat bagi kapal-kapal ikan
untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan dan memberikan
pelayanan yang diperlukan. Berbeda dengan pelabuhan umum
dimana semua kegiatan seperti bongkar muat barang, pengisian
perbekalan, perawatan dan perbaikan ringan yang dilakukan di
dermaga sama, pada pelabuhan ikan sarana dermaga disediakan
secara terpisah untuk berbagai kegiatan. Hal ini mengingat bahwa
hasil tangkapan ikan adalah produk yang mudah busuk sehingga
13

perlu penangan secara cepat. Di samping itu jumlah kapal yang


berlabuh di pelabuhan bisa cukup banyak sehingga penggunaan
fasilitas pelabuhan, terutama dermaga harus dilakukan seefisien
mungkin. Pelabuhan ikan dilengkapi dengan berbagai fasilitas
untuk mendukung kegiatan penangkapan ikan dan kegiatan-
kegiatan pendukungnya, seperti pemecah gelombang, kantor
pelabuhan, dermaga, tempat pelelangan ikan (TPI), tangki air,
tangki BBM, pabrik es, ruang pendingin, tempat
pelayanan/perbaikan kapal, dan tempat penjemuran jala.
2) Pelabuhan Minyak
Pelabuhan minyak adalah pelabuhan yang menangani
kegiatan pasokan minyak. Letak pelabuhan ini umumnya jauh dari
keperluan umum sebagai salah satu aspek keamanan. Pelabuhan
ini pula umumnya tidak membutuhkan dermaga ataupun
pangkalan yang wajib bisa menampung muatan vertikal yang
besar, karena dengan cukup membuat jembatan, terkecuali pada
pipa yang terletak di dekat kapal wajib diletakkan diatas jembatan
guna mempermudah penyambungan pipa mengarah kapal.
Pelabuhan ini pula dilengkapi dengan penambat tambahan untuk
menghindari kapal bergerak pada dikala penyaluran minyak jadi
proses memuat berjalan dengan mudah.
3) Pelabuhan Penumpang
Pelabuhan ataupun terminal penumpang digunakan oleh
orangorang yang bepergian dengan memakai kapal penumpang.
Terminal penumpang dilengkapi dengan statiun penumpang yang
melayani seluruh aktivitas yang berhubungan dengan kebutuhan
orang yang berpergian, seperti ruang tunggu, kantor maskapai
pelayaran, tempat penjualan tiket, mushala, toilet, kantor imigrasi,
kantor bea cukai, keamanan, direksi pelabuhan, serta sebagainya.
Beberapa barang yang perlu dibongkar memuat tidak begitu
banyak, sehingga gudang barang tidak butuh besar. Demi
kelancaran masuk keluarnya penumpang barang, hendaknya jalur
masuk ataupun keluar dipisahkan. Penumpang lewat lantai atas
dengan memakai jembatan langsung ke kapal, sedangkan
14

beberapa barang lewat dermaga. Pada pelabuhan dengan tinggi


pasang surut besar, dibuat jembatan apung yang digunakan oleh
penumpang untuk masuk ke kapal serta sebaliknya.
4) Pelabuhan Barang
Di pelabuhan ini terjadi perpindahan moda transportasi,
yaitu dari angkatan laut ke angkutan darat dan sebaliknya. Barang
di bongkar dari kapal serta diturunkan di dermaga. Berikutnya
barang tersebut diangkut langsung dengan memakai truk ataupun
kereta api ke tempat tujuan, ataupun disimpan di gudang ataupun
lapangan penumpukan terbuka saat sebelum di kirim ke tempat
tujuan. Demikian pula sebalinya beberapa barang dari pengiriman
ditempatkan di gudang ataupun lapangan penumpukan sebelum
dimuat ke kapal dan diangkut ke pelabuhan tujuan.

B. Kapal

1. Pengertian Kapal
Menurut Permenkes No 40 tahun 2015 tentang Sertifikat Sanitasi
Kapal yang dimaksud dengan kapal adalah kendaraan air dengan bentuk
dan jenis apa pun, yang digerakkan dengan tenaga mekanik, tenaga
angin atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis,
kendaraan di bawah permukaan air, serta alat apung dan bangunan
terapung yang tidak berpindah-pindah.15 Adapun pengertian alat apung
dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah merupakan
perlengkapan apung serta bangunan terapung yang tidak memiliki
perlengkapan penggerak sendiri, dan ditempatkan di sesuatu posisi
perairan tertentu serta tidak berpindah- pindah untuk waktu yang lama,
misalnya hotel terapung, tongkang akomodasi accommodation barge buat
mendukung aktivitas lepas tepi laut serta tongkang menampung minyak
oil store barge, dan unit pemboran lepas tepi laut berpindah mobile
offshore drilling unit/ MODU. 16

2. Jenis-jenis Kapal
Pelayaran adalah kegiatan mengangkut dan memindahkan
penumpang dan/atau barang dengan menggunakan kapal. Angkutan laut
15

pelayaran rakyat adalah usaha rakyat yang bersifat tradisonal dan


mempunyai karakteristik tersendiri untuk melaksanakan angkutan di
perairan dengan menggunakan kapal layar, kapal layar bermotor,
dan/atau kapal motor sederhna berbendera Indonesia dengan ukuran
tertentu.14
a. Kapal Ro-Ro
Kapal Ro-Ro adalah kapal yang bisa memuat orang dan kendaraan
yang berjalan masuk sendiri ke dalam kapal dengan penggeraknya
sendiri dan dapat keluar dengan sendiri juga sehingga disebut
sebagai kapal roll on – roll off disingkat Ro-Ro untuk itu kapal
dilengkapi dengan pintu rampa yang menghubungkan kapal dengan
dermaga
b. Kapal Barang atau Kapal Kargo
Kapal barang atau kapal kapal kargo adalah segala jenis kapal yang
membawa barang-barang dan kargo dari suatu pelabuhan ke
palabuhan lain. Ribuan kapal jenis ini menyusuri laut dan samudera
dunia setiap tahun memuat barang-barang perdagangan internasional
dan nasional. Kapal kargo pada umumnya didesain khusus untuk
tugas mengangkut barang
c. Kapal Tangker
Kapal tanker ialah kapal dirancang untuk mengangkut minyak atau
produk turunannya. Jenis utama kapal tanker termasuk mengangkut
minyak, LNG, LPG. Di antara berbagi jenis kapal tanker menurut
kapasitas : ULCC (Ultra large Crude CaRPier) berkapasitas 500.001
Ton. VLCC (Very Large Crude CaRPier) berkapasitas 300.001 Ton.
d. Kapal Tunda
Kapal tunda adalah kapal yang dapat digunakan untuk melakukan
manuver/pergerakan, utamanya menarik atau mendorong kapal
lainnya di pelabuhan, laut lepas atau melalui sungai atau terusan.
Kapal Tunda memiliki tenaga yang besar bila dibandingkan dengan
ukurannya. Mesin induk kapal tunda biasanya berkekuatan antara 750
sampai dengan 300 tenaga kuda (500 s.d. 2000 kW), tetapi kapal
yang lebih besar (digunakan di laut lepas) dapat berkekuatan 25.000
tenaga kuda (20.001 kW) kapal tunda memiliki kemampuan manuver
16

yang tinggi tergantung dari unit penggerak. Kapal tunda dengan


penggerak konvensional memiliki baling-baling di belakang, efisien
untuk menarik kapal dari pelabuhan ke pelabuhan lain. Jenis
penggerak lain sering disebut schottel propulsion system (azimuth
thruster/Z-peller) dimana baling-baling di bawah kapal dapat bergerak
360◦ atau sistem propulsion Vioth-Schneider yang menggunakan
semacam pisau di bawah kapal yang dapat membuat kapal berputar
360◦.
e. Kapal Peti Kemas
Kapal peti kemas (countainer ship) adalah kapal yang khusus
digunakan untuk mengangkut peti kemas. Menurut PP. 51 tahun 2002
tentang perkapalan yang dimaksud dengan peti kemas adalah bagian
dari alat yang berbentuk kotak serta terbuat dari bahan yang
memenuhi syarat bersifat permanen dan dapat dipakai berulang-ulang
yang memiliki pasangan sudut serta dirancang khusus untuk
memudahkan angkutan barang dengan satu atau lebih roda
transportasi tanpa harus dilakukan pembuatan kembali. Termasuk
jenis ini adalah kapal semi peti kemas, yaitu perpaduan antara kapal
kargo dan peti kemas.
f. Kapal Perang
Kapal Perang adalah kapal yang digunakan untuk kepentingan militer
atau angkatan bersenjata umunya terbagi atas kapal induk, kapal
kombatan, kapal patroli, kapal selam, kapal angkut, dan kapal
pendukung lainnya.
g. Kapal Pesiar
Kapal Pesiar adalah kapal yang dipakai untuk pelayaran pesiar.
Penumpang menaiki kapal pesiar untuk menikmati waktu yang
dihabiskan di atas kapal yang dilengkapi fasilitas penginapan dan
perlengkapan seperti hotel berbintang. Lama pelayaran pesiar bisa
berbeda-beda, mulai dari beberapa hari sampai sekitar tiga bulan
tidak kembali ke pelabuhan asal keberangkatan.
h. Kapal Penumpang
Kapal penumpang adalah kapal yang digunakan untuk angkutan
penumpang. Untuk meningkatkan efisiensi atau melayani keperluan
17

yang lebih luas, kenyamanan, dan kemewahan, kadang kapal


diperlukan demi memuaskan para penumpang. Lain dari itu kapal
penumpang harus memiliki kemampuan bartahan hidup pada situasi
darurat.
Berikut ini merukapan kapal penumpang yang ada di Pelabuhan Laut
Sorong :

Gambar 2.1 Kapal Penumpang

Kapal penumpang terdiri dari beberapa bagian yaitu :


1) Dek I (kamar mesin).
2) Dek II (kamar ABK, pantry, tempat tidur penumpang, gudang
palka, WC, salon, tangga, dan koridor).
3) Dek III (kamar Anak Buah Kapal (ABK) dan penumpang, tempat
tidur kelas ekonomi, kamar mandi/WC, gudang, salon, tangga,
dan koridor).
4) Dek IV (kantor kapal, tempat tidur kelas ekonomi. kamar Anak
Buah Kapal (ABK) dan penumpang, informasi kapal, dan koridor).
5) Dek V (informasi kapal, kamar Anak Buah Kapal (ABK) dan
penumpang, ruang makan penumpang, ruang makan ABK (Anak
Buah Kapal), salon, dan pantry).
6) Dapur (ruang pengolahan, tempat pencucian, tungku memasak,
dan pantry).
18

7) Ruang penyimpanan bahan makanan (tempat penyimpanan


ikan/daging, tempat sayur, tempat buah, tempat makanan kering,
dan tempat makanan basah). 8) Dek VI (informasi kapal, kamar
Anak Buah Kapal (ABK) dan penumpang, ruang makan Anak
Buah Kapal (ABK) dan penumpang, salon, dan pantry).
8) Dek VI (informasi kapal, kamar Anak Buah Kapal (ABK) dan
penumpang, ruang makan Anak Buah Kapal (ABK) dan
penumpang, salon, dan pantry). 9) Dek VII (poliklinik, kamar ABK,
lobi dalam/luar, salon, gudang, mushollah, tempat bermain cafe,
sekoci, dan tangga). 10)Anjungan (kamar mesin, kamar radio,
kamar Anak Buah Kapal (ABK), ruang kemudi, ruang gambar, dan
salon.17

C. Sanitasi Kapal
Sanitasi kapal merupakan seluruh usaha yang diperuntukan terhadap
faktor lingkungan di dalam kapal untuk memutuskan mata rantai penularan
15
penyakit guna meningkatan derajat kesehatan. Setiap orang yang berada
di kapal harus menjaga sanitasi serta kesehatan kapal seperti fasilitas
sanitasi, suplai makanan, serta kebersihan area di kapal.
Sanitasi kapal tidak mungkin terwujud tanpa kerja sama dengan Anak Buah
Kapal( ABK). ABK berkewajiban melindungi keadaan sanitasi setiap saat
serta secara berkala memeriksa kondisi sanitasi di atas kapal. 16

Keadaan sanitasi kapal yang kurang memenuhi syarat dapat menjadi


sumber penularan penyakit, dimana semua bagian atau ruangan yang ada
dalam kapal mempunyai faktor risiko dalam menularkan penyakit. Kondisi
alat angkut kapal yang tidak baik maka memungkinkan untuk timbulnya
vektor penyakit di atas kapal seperti tikus, kecoa dan nyamuk. Hal ini tentu
didasari atas kenyataan bahwa kapal adalah salah satu usaha bagi umum
yang langsung dipergunakan oleh masyarakat, sehingga perlu pengawasan
kesehatan terhadap alat angkut tersebut.18 Salah satu cara untuk mencegah
penularan penyakit yaitu dengan upaya pengendalian faktor risiko di kapal,
yaitu menjaga sanitasi kapal yang memenuhi syarat kesehatan. Pemeriksaan
sanitasi adalah kegiatan pemeriksaan faktor risiko kesehatan masyarakat di
atas kapal. Pemeriksaan sanitasi oleh petugas Kantor Kesehatan Pelabuhan
19

dilaksanakan dalam rangka pemberian Sertifikat Sanitasi Kapal atau


pengawasan kesehatan kapal dalam rangka kekarantinaan kesehatan.15
Menurut Permenkes No 40 tahun 2015 tujuan dari pemeriksaan sanitasi
kapal adalah untuk menilai kondisi sanitasi kapal terkait ada atau tidak
adanya faktor risiko kesehatan masyarakat. Faktor risiko tersebut dapat
berupa bukti infeksi atau kontaminasi termasuk setiap stadium pertumbuhan
vektor, binatang pembawa penyakit yang dapat menyebABKan penyakit pada
manusia, mikrobiologi, kimia, risiko lainnya pada kesehatan manusia, tanda
dari tindakkan sanitasi yang tidak mencukupi dan atau informasi mengenai
setiap kasus paa manusia sebagaimana dimaksudkan dalam Maritim
Declaration of Health (MDH).
Adapun institusi yang memiliki kewenangan untuk melakukan
pemeriksaan adalah Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP). Menurut
Permenkes No.356/Menkes/IV/2008 bahwa Kantor Kesehatan Pelabuhan
(KKP) mempunyai tugas melaksanakan pencegahan masuk dan keluarnya
penyakit karantina, dan penyakit menular potensial wabah, kekarantinaan,
pelayanan kesehatan terbatas di wilayah kerja pelabuhan/bandara, dan
Lintas Batas, serta pengendalian dampak kesehatan lingkungan. Selain itu
salah satu fungsi penting Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) adalah
pelaksanaan pengamatan penyakit karantina dan penyakit menular potensial
wabah nasional sesuai penyakit yang berkaitan dengan lalu-lintas
internasional, pelaksanaan pengawasan kesehatan alat angkut dan
pelaksanaan pengendalian risiko lingkungan pelabuhan/bandara dan lintas
batas darat. 19
Sanitasi kapal berlaku untuk semua jenis kapal baik kapal
penumpang, maupun kapal barang. Pemeriksaan sanitasi kapal dimaksudkan
untuk pengeluaran sertifikat sanitasi guna memperoleh Surat Izin Kesehatan
Berlayar (SIKB). Hasil pemeriksaan dinyatakan berisiko tinggi atau risiko
rendah jika kapal yang diperiksa dinyatakan risiko tinggi maka diterbitkan
Ship Sanitation Control Certificate (SSCC) setelah dilakukan tindakan
sanitasi dan apabila faktor risiko rendah diterbitkan Ship Sanitation
Exemption Control Certificate (SSCEC), dan pemeriksaan dilakukan dalam
masa waktu enam bulan sekali.20
20

Berdasarkan International Health Regulation Gaide to Ship Sanitation


(WHO, 2007), maka sasaran peningkatan sanitasi kapal adalah dapur, ruang
rakit makanan, ruang penyimpanan makanan, kamar tidur ABK dan
penumpang, pengelolaan makanan dan akomudasi penumpang (Kolam
Renang/SPA).21

D. Vektor Kecoa di Kapal


Vektor adalah hewan yang termasuk fillum artropoda, mempunyai
peran menularkan, memindahkan, dan atau menjadi sumber penular
penyakit. Dalam dunia kesehatan vektor lebih dikenal dengan Vector Borne
Diseases oleh karena perannya dalam menularkan penyakit. 8
Pengendalian vector perlu dilakukan yaitu kegiatan pengawasan
terhadap pengamatan dan pengendalian yang dilakukan untuk menurunkan
populasi atau melenyapkan vector atau binatang penular penyakit untuk
mencegah penyakit yang ditularkan oleh vector dan binatang penular
penyakit tersebut. Salah satu jenis pemberantasan atau pengendalian vector
dikapa sesuai dengan apa yang ditemukan yaitu kecoa.22
Kecoa merupakan salah satu dari serangga kapal, disamping
serangga rumah dan bangunan. Pada malam hari kecoak aktif mencari
makan di dapur, gudang makanan, tempat sampah dan saluran air. Kecoa
mampu membawa Ootheca atau sarang telur yang diletakkan dipunggungnya
selama beberapa minggu. Mampu terbang, mampu beradaptasi walau
terbawa dalam barang pada alat angkut, termasuk kapal, mampu berjalan
dari gedung ke gedung lain atau dari saluran ke saluran lain, taman, selokan
dalam tanah ke tempat kehidupan manusia. Suka makan tinja manusia dan
suka menginjak-injak kotoran maupun sampah pada waktu mencari
makanannya. Mampu mengeluarkan cairan dari mulut dan bagian lain dari
tubuhnya, sehingga mengakibatkan bau di area atau makanan yang
diinjaknya.
Kecoa yang menjadi permasalahan dalam kesehatan manusia adalah
kecoa yang dalam kesehatan manusia adalah kecoa yang berkembangbiak
dan hidup di sekitar makhluk hidup yang sudah mati. Jika dilihat dari
kebiasaan dan tempat hidupnya, sangat mungkin kecoa dapat menularkan
penyakir pada manusia. Kuman penyakit yang menempel pada tubuhnya
21

yang dibawa dari tempat-tempat yang kotor akan tertinggal atau menempel di
tempat yang dihinggapi kecoa.
Kecoa Periplaneta Americana merupakan jenis kecoa yang paling banyak
terdapat di lingkungan permukiman di Indonesia. Perkembangbiakan
Periplaneta Americana relative tinggi, dihasilkan rata-rata ooteka perminggu
sampai kira-kira yang dihasilkan sejumlah 15-90 oteka.

E. Peranan Kecoa Dalam Kesehatan


Kecoa merupakam hewan yang tidak disukai, hal ini berkaitan dengan
kesan kotor, menjijikkan, menimbulkan bau busuk, vector beberapa penyakit
dan menyebABKan beberapa penyakit dan alergi terhadap manusia.
Peran kecoa dalam bidang Kesehatan sangat penting karena telah
terbukti membawa bakteri pathogen dan non pathogen, bermacam protozoa,
cacing pathogen, jamur dan virus. 98% kecoa yang ditemukan di fasilitas
medis dapat membawa pathogen di dalam saluran pencernaan kecoa.23
Kecoa jerman yang pernah diteliti menyukai kotoran manusia, dan
memakan sekresi mayat dengan penyakit paru-paru, sekresi ini mengandung
hamper 100% bakteri yang menular.24 Sebagai vektor mekanis kecoa jerman
ini dapat mentranmisikan penyakit diare.24 Bakteri Klebsiella pneumonia yang
menyebABKan pneumonia ditemukan pada pasien dan kecoa di rumah sakit,
selain itu bukti menunjukkan bahwa kecoa menyebarkan penyakit tifoid dan
disentri.24
Sebanyak 32 spesies bakteri telah diisolasi dari kecoa di lingkungan
rumah dan sebanyak 174 bakteri diisolasi dari 39 spesimen kecoa jerman di
lingkungan rumah sakit.23 Bakteri hasil isolasi dari kecoa, beberapa
diantaranya yaitu23:
1. Aeromonas sp menyebABKan infeksi luka, diare dan lainnya.
2. Alcaligenes faecalis menyebABKan gastroenteritis, infeksi saluran kemih.
3. Bacillus cereus menyebABKan keracunan makanan.
4. Escherichia coli menyebABKan diare, infeksi luka.
5. Mycobacterium leprae menyebABKan kusta.
6. Pseudomonas sp menyebABKan infeksi saluran pernafasan,
gastroenteritis.
7. Slamonella menyebABKan gastroenteritis, keracunan makanan.
22

8. Salmonella typhi menyebABKan tifus.


9. Staphylococcus aureus menyebABKan infeksi luka, infeksi kulit, infeksi
organ dalam.
10. Staphylococcus epidermalis menyebABKan infeksi luka.
11. Chlamydia trachomatis menyebABKan trachoma, penyakit mata menular,
penyebab utama kebutaan menular di dunia.
12. Yersinia pestis (terisolasi dari kecoa oriental) dapat menyebABKan
wabah.
Dalam tubuh kecoa juga telah ditemukan menyimpan telur dari tujuh
spesies cacing (cacing tambang, cacing gelang, cacing kremi, cacing pita dan
cacing cambuk).25 Helminth yang ada pada kecoa beberapa diantaranya
adalah Ascaris lumbricoides (cacing gelang), Trichuris trichiura (cacing
cambuk), Taenia sp. (cacing pita), dan cacing parasite Strongyloides (cacing
gelang).25 Kecoa memiliki setidaknya 17 spesies jamur yang penting bagi
medis (Candida, Rhizopus, Mucor, Alternaria dan Aspergillus), tiga spesies
protozoa dan dua starin virus polio.25 Kecoa australia, amerika dan madeira
terinfeksi dengan protozoa Toxoplasma gondi agen penyebab
toksoplasmosis.25
Kecoa juga dapat menyebABKan alergi. Alergi terhadap kecoa adalah
masalah Kesehatan yang penting terkait dengan timbulnya asma. Asma
terjadi sebagai konsekuensi dari paparan kronis terhadap tingkat alergan
pada individu yang rentan.26 Setidaknya sebelas protein yang diisolasi dari
kecoa jerman dan kecoa kecoa amerika yang dapat menyebABKan reaksi
alergi dan berkontribusi asma pada manusia. Salah satu penyebab alergi
pada anak yaitu karena adanya paparan allergen yang berasal dari feses
kecoa yang dapat memicu terjadinya asma.26 Negara Amerika Utara 50% dari
total penderita asma disebABKan oleh reaksi alergi terhadap kecoa dan di
Eropa lebih sedikit yaitu 35% dari total penderita asma. Negara Indonesia
sendiri masih sedikit penelitian mengenai hal ini, dari studi observational di
Poliklinik rawat jalan RSUP Dr. Kariadi setelah dilakukan uji tusuk kulit
sebanyak 13 kasus dari 24 pasien positif menderita alergi terhadap kecoa. 26
23

F. Pengendalian Kecoa
Untuk menghindari adanya kontak antara manusia dengan kecoa dan
mencegah timbulnya penyebaran penyakit, maka sangat diperlukan
pengendalian vector kecoa. Sehingga peluang kecoa menjadi vector mekanik
dapat diminimalisir. 27
Berbagai upaya baik secara, fisik, kimia, biologi serta perbaikan
sanitasi dapat diterapkan dalam pengendalian kecoa.
Kecoa adalah vector yang paling sering dijumpai di atas kapal.
Pelabuhan laut merupakan salah satu pintu masuk yang strategis bagi
masuknya vector penular penyakiy karantina dan penyakit menular potensial
wabah dari berbagai Negara di dunia. Kemajuan teknologi bidang
transportasi, perdagangan bebas maupun mobilitas penduduk antar Negara
mengakibatkan dampak negative di bidang kesehatan yaitu percepatan
perpindahan dan penyebaran vector penyakit menular potensial wabah yang
dibawa oleh alat angkut, orang maupun barang bawaan. Hal tersebut
menunjukkan bahwa penyebaran vector melalui alat anglut adalah suatu
kenyataan yang tidak dapat dipungkiri.
Keberadaan vector di atas kapal dapat mempengaruhi kesehatan
penumpang dan anak buah kapal (ABK) karena vector dapat menularkan
penyakit kepada manusia. Seperti yang dijelaskan sebelumnya vector kecoa
yang ada di atas kapal sering membawa mikroorganisme seperti Salmonella,
Entamoeba hisyolitica yaitu kuman penyebab diare, typhoid/thypus, disentri,
cholera dan virus hepatitis A.
1. Ada 4 (empat) strategi pengendalian kecoa menurut Permenkes RI nomor
374 tahun 2010 tentang pengendalian vektor:28
a. Pencegahan
Cara ini termasuk melakukan pemeriksaan secara teliti barang-barang
atau bahan makanan yang akan dibawa ke atas kapal, serta menutup
semua celah-celah, lubang atau tempat-tempat tersembunyi yang
bisa menjadi tempat berkembangbiak kecoa dalam dapur, kamar
mandi, pintu dan jendela, serta menutup atau memodifikassi instalasi
pipa sanitasi.
b. Sanitasi
24

Pengendalian yang paling baik dengan menggunakan perbaikan


sanitasi. Sanitasi adalah upaya pencegahan penyakit dengan
menjaga kondisi kebersihan lingkungan. Upaya pencegahan sangat
mudah dilakukan serta mempunyai peran yang sangat besar dalam
pengendalian kecoa. Pembersihan sumber (resurce cleaning) yaitu
pembersihan kecoa dengan mengurangi makanan, air dan tempat
berlindung. Membersihkan kotoran di dapur, sisa-sisa makanan, piring
kotor, bahan makanan yang terbuka, timbunan kertas koran/kardus
merupakan beberapa cara yang dapat dilakukan.
Meminimalkan tempat keluar masuk kecoa dengan menutup semua
lubang atau celah dan retakan pada lantai, dinding, pintu dan jendela
dalam satu bangunan. Meminimalkan tempat persembunyian kecoa
dalam dapur, kamar mandi serta menutup atau memodifikasi instalasi
pipa pada saluran pembuangan.29
c. Pengendalian Mekanik/Trapping
Pengendalian mekanik dapat dilakukan dengan pengumpanan atau
jebakan (trapping). Perangkap kecoa yang sudah dijual secara
komersil dapat membantu untuk menangkap kecoa dan dapat
digunakan untuk alat monitoring. Penempatan perangkap kecoa yang
efektif adalah pada sudut-sudut ruangan, dibawah wastafel dan bak
cuci piring, dan dibawah pipa saluran air
2. Pengendalian kecoa menurut Permenkes RI nomor 40 tahun 2015
tentang Sertifikat Sanitasi Kapal dan sesuai Permenkes RI nomor 374
tahun 2010 tentang Pengendalian Vektor sebagai berikut :15, 28
a. Pembersihan kapsul telur yang dilakukan dengan cara:
Mekanis yaitu mengambil kapsul telur yang terdapat pada celah-celah
dinding, celah-celah lemari, celah-celah peralatan, dan dimusnakan
dengan membakar/ dihancurkan.
b. Pemberantasan Kecoa
Pemberantasan kecoa dapat dilakukan secara fisik dan kimia.
Secara fisik atau mekanis dengan :
Pengendalian fisik merupakan cara yang paling sederhana untuk
mengurangi populasi kecoa, yaitu dengan cara membunuh langsung
kecoa bisa dengan memukul menggunakan alat pukul. Menyiram
25

tempat persembunyian kecoa dengan air panas juga dapat dilakukan.


Cara lain yaitu dengan menggunakan kawat yang dialiri aliran listrik
pada tempat keluar masuk kecoa atau tempat yang biasa dilewati
kecoa.29
Membunuh langsung kecoa dengan alat pemukul atau tangan' -
Menyiram tempat perindukkan dengan air panas. - Menutup celah-
celah dinding.
Secara Kimiawi :
Pada umumnya cara kimiawi lebih banyak dilakukan oleh masyarakat
seperti penyemprotan, dust(bubuk) atau pengasapan karena dinilai
lebih praktis. Pengendalian vector penyakit menggunakan insektisida
masih jadi prioritas utama yang dilakukan baik pemerintah maupun
masyarakat. Maka peril dicari model pengendalian secara kimia
dengan metode lain yang bisa digunakan sewaktu-waktu.

3. Pengendalian dengan Insektisida


Insektisida yang banyak digunakan untuk pengendalian kecoa
antara lain : Clordane, Dieldrin, Heptachlor, Lindane, golongan
organophosphate majemuk, Diazinon, Dichlorvos, Malathion dan Runnel.
Penggunaan bahan kimia (insektisida) ini dilakukan apabila ketiga cara di
atas telah dipraktekkan namun tidak berhasil. Disamping itu diindikasikan
bahwa pemakaian insektisida dapat dilakukan jika ketiga cara tersebut di
atas (pencegahan, sanitasi, trapping) dilakukan dengan cara yang salah
atau tidak pernah melakukan sama sekali. Celah-celah atau lobang-
lobang dinding, lantai dan lain-lain merupakan tempat persembunyian
yang baik. Lobang-lobang yang demikian hendaknya ditutup/ditiadakan
atau diberi insektisida seperti Natrium Flouride (beracun bagi manusia),
serbuk Pyrethrum dan Rotenone, Chlordane 2,5 %, efeknya baik dan
tahan lama sehingga kecoa akan keluar dari tempat-tempat
persembunyiannya. Tempat-tempat tersebut kemudian diberi serbuk
insektisida dan apabila infestasinya sudah sangat banyak maka
pemberantasa yang paling efektif adalah dengan fumigasi.
26

G. Persyaratan Sanitasi dan Keberadaan Vektor di atas Kapal


Variabel pemeriksaan sanitasi kapal dan keberadaan vector memiliki
persyaratan sesuai dengan Handbook for Inspection Ship and Issuance of
Ship Sanitation Certificate atau dengan Peraturan Meneteri Kesehatan nomor
40 tahun 2015 tentang Sertifikat Sanitasi Kapal dalam pemeriksaan kapal,
penerbitan seRPtifikat sanitasi kapal. Variabel yang diperiksa adalah :15, 30

1. Sanitasi Dapur
Menurut Iskandar Mahdi (2010), dapur adalah suatu ruangan atau
tempat khusus yang memiliki perlengkapan dan peralatan untuk
mengolah makanan hingga siap untuk disajikan.31
Dapur tempat menyimpan makanan dan tempat pencucian alat-alat dapur
dan alat-alat makan atau minum. Pada ruangan dapur tersebut harus
selalu bersih, lantai, dinding dan langit-langit sebaiknya berwarna terang.
Pipa-pipa di langit-langit harus tidak berdebu atau bocor. Ventilasi cukup,
ruangan tidak gerah dan tidak berbau. Sebaiknya penerangan berlebih
agar kotoran yang mungkin ada akan segera kelihatan. Tempat sampah
harus tertutup dan tidak menarik bagi serangga dan tikus. Perabot-
perabot harus selalu bersih sebelum dipakai dan disimpan di tempat yang
terlindungi dari debu, tikus, serangga, droplet infection dan pencemaran
lain-lain. Alat-alat makan dan minum harus di disinfeksi dengan cara
merendam dalam air mendidih selama lebih dari ½ menit.
Fungsi dan peranan dapur adalah sebagai berikut :
a. Mengelola makanan yaitu memulai memproses bahan makanan
hingga siap disajikan
b. Kreativitas seni dalam menampilkan makanan sehingga menjadi lebih
menarik
c. Sebagai sarana promosi untuk memperkenalkan budaya bangsa
melalui seni culinare.17

Bila kapal akan mengadakan hapus serangga diusahakan agar


makanan/minuman, alat-alat makan/minum, dan bahan makanan
yang permukaan kontak langsung tidak tercemar oleh insektisida.

Adapun persyaratan sanitasi dapur, yaitu :


27

a. Dapur harus bersih dan rapi


b. Memiliki tempat sampah yang tertutup
c. Pertukaran udara yang baik yaitu menggunakan ventilasi
biasa/exhauster/cerobong asap
d. Pencahayaan tidak melibihi 10 fc atau bisa untuk membaca
e. Tempat pencucian yang baik dengan dilengkapi dengan saluran air
panas dan menggunakan pembersih khusus.
f. Bebas serangga kecoa dan binatang pengganggu lainnya

2. Sanitasi gudang makanan/tempat makan


Ruang penyimpanan cukup memperoleh ventilasi, bersih, kering,
dan memberikan ruang pembersihan dibawahnya. Tempat penyimpanan
dibuat dari materi yang kedap air, tahan karat, tidak mengandung racun,
halus, kuat dan tahan terhadap goresan.
a. Penyimpanan perkakas dan makanan yang tidak mudah busuk
Bahan makanan kering, perkakas yang sering tidak digunakan,
disimpan di ruang khusus. Tempat penyimpanan dibuat dari bahan
yang berkualitas, demikian juga wadah-wadah dibuat dari metal atau
materi lain yang tahan terhadap vektor tikus dan kecoa dan dilengkapi
dengan tutup yang rapat.32 Makanan disimpan ditempat yang rapi di
rak atau papan penyimpanan bagian tertentu guna melindungi benda-
benda yang ada pada tempat tersebut dari percikan dan pencemaran.
Suhu yang disarankan untuk penyimpanan jenis ini 10-15 derajat
celcius.18
b. Penyimpanan berpendingin untuk makanan yang mudah busuk
Semua makanan yang mudah busuk sebaiknya disimpan di bawah
suhu 7 derajat celcius, kecuali masa penyiapan atau saat digelar
untuk keperluan penghidangan secara cepat setelah penyiapan. Bila
makanan di simpan dalam jangka waktu lama disarankan untuk
menyimpan pada suhu 4 derajat celcius. 18 Seluruh ruang pendingin di
buat sedemikian rupa sehingga mudah dibersihkan, bebas dari hawa
busuk. Benda-benda berpendingin seperti lemari es tersebut
hendaknya diletakkan ditempat yang paling hangat dalam ruangan.
Papan rak dalam jumlah yang mencukupi hendaknya disediakan di
28

seluruh unit pendingin untuk mencegah penumpukan bahan dan


memungkinkan ventilasi dan pembersihan. Pastikan termometer tidak
rusak, sehingga bisa menunjukkan ketepatan jangkau. 32 Kamar
pendingin, temperatur harus ditempatkan pada bagian terdingin.
Temperatur yang dianjurkan untuk beberapa makanan yang mudah
membusuk adalah
1) frozen food : -12 °C atau kurang
2) daging dan ikan : 00 °C – 30 °C
3) susu dan produk dari susu : 5 °C – 7 °C
4) buah dan sayur : 7 °C – 10 °C .

3. Sanitasi Kamar Mandi/Toilet


Toilet atau kamar mandi yang mencukupi disiapkan dekat dengan
ruang penyiapan makanan, tidak menghadap langsung ke ruang tempat
makanan disiapkan, disimpan dan dihidangkan. Pintu toilet atau kamar
mandi berengsel kuat dan secara otomatis menutup sendiri, ada ventilasi
dan penerangan yang cukup . Fasilitas cuci tangan disediakan dalam
ruangan toilet atau kamar mandi, dilengkapi dengan air panas dan dingin,
tissu, sabun, kain atau handuk. Air cuci pada wastafel disarankan dengan
suhu 77 derajat Celcius.
Kapal penumpang sebagai sarana pelayanan umum di mana di dalamnya
terdapat tenaga pelayanan yang melayani para penumpang dan
keduanya membutuhkan fasilitas kamar mandi/WC (Water Closed)
dimana fasilitas itu harus memenuhi syarat kesehatan.
Kamar mandi/WC (Water Closed) yang memenuhi persyaratan kesehatan
antara lain jumlahnya harus mencukupi, harus terbuat dari bahanbahan
yang mudah dibersihkan sesuai dengan keadaan bangunan, tidak boleh
berbau, harus selalu tersedia air bersih/air minum yang cukup, dan harus
selalu keadaan bersih dan terpelihara.33
Menurut Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 39 Tahun 2015
Standar Pelayanan Penumpang Angkutan Penyeberangan disebut rasio
jumlah toilet untuk kapal penumpang yaitu tersedianya 1 toilet untuk 50
penumpang.34
29

Adapun menurut Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2000 Tentang


Kepelautan (bagian V) pada Pasal 36 yakni :35
a. Setiap kapal harus dilengkapi dengan fasilitas sanitasi yang cukup
dan layak untuk seluruh awak kapal.
b. Fasilitas sanitasi berupa jamban untuk setiap kapal, selain kapal
penumpang adalah:
1) Kapal lebih kecil GT. 800 minimum sebanyak 3 (tiga) buah;
2) Kapal dengan ukuran GT. 800 ke atas minimum sebanyak 4
(empat) buah;
3) Kapal dengan ukuran GT. 3000 ke atas minimum sebanyak 6
(enam) buah.
4) Fasilitas sanitasi berupa kamar mandi dan tempat cuci untuk
setiap kapal di luar fasilitas kamar mandi yang ada di kamar
dengan ketentuan yakni minimum 1 kamar mandi untuk setiap 8
orang awak kapal, dan minimum 1 tempat cuci untuk setiap 8
orang awak kapal. Untuk kapal penumpang dengan jumlah awak
kapal lebih dari 100 orang, jumlah fasilitas sanitasi ditentukan
sesuai keperluan.
c. Setiap kapal harus dilengkapi dengan fasilitas air tawar yang
cukup,bersuhu dingin maupun panas yang disesuaikan dengan
daerah pelayaran kapal.
d. Semua ruangan sanitasi harus dilengkapi dengan ventilasi ke udara
luar

4. Sanitasi Ruang Tidur Anak Buah Kapal (ABK)/Penumpang


Ruang tidur merupakan salah satu akomodasi bagi anak buah
kapal dan penumpang, Peraturan Menteri Kesehatan nomor 40 Tahun
2015 tentang Sertifikat Sanitasi Kapal mensyaratkan kamar tidur harus :
a. disekat dari cuaca panas dan dingin serta kebisingan, kedap air, dan
gas
b. tidak memiliki pintu langsung ke ruang muatan
c. dapat mencegah masuknya serangga melalui pintu
d. Tidak boleh lebih dari 4 orang yang mendiami satu kamar tidur,
memilki ventilasi yang cukup dan ditambah dengan ventilasi mekanis
30

untuk mendukung ventilasi alam untuk berbagai keperluan dan


kebutuhan.
e. Mempunyai penerangan yang cukup.
f. Sebaiknya ada 1 toilet dan 1 pancuran atau bak mandi untuk tiap 8
orang dan satu wastafel untuk tiap 6 orang
g. tetap terawat dan dijaga dalam keadaan bersih dan tidak boleh diisi
dan digunakan menyimpan barang lainnya
h. memiliki luas lantai kamar tidur tiap anak buah kapal adalah
1) Paling sedikit 2,00 M2 untuk kapal lebih kecil dari 500 GT
2) Paling sedikit 2,35 M2 untuk kapal dengan ukuran ≥ 500 GT
3) Paling sedikit 2,78 M2 untuk kapal dengan ukuran ≥ 3000 GT
4) Untuk kamar tidur penumpang, satu kamar tidur terdapat 4 tempat
tidur,maka luas lantai per orang minimal 2,22 M2
5) Setiap perwira harus mempunyai satu kamar tidur sendiri.
Diusahakan setiap hari dibersihkan, tersedia tempat sampah yang
setiap hari isinya dikosongkan agar tidak menjadi sarang/tempat
berkembang biaknya serangga utamanya kecoa. Juga kebersihan
tempat tidur (seprei, sarung bantal), bila pergantian penumpang
seprei dan sarung bantal tersebut harus diganti.

5. Variabel Keberadaan Vektor di atas Kapal


Keberadaan vector ini dilaksanakan untuk mencegah adanya
vector di dalam kapal untuk tidak mengantarkan tular penyakit ke
manusia. Pemeriksaan ini tidak harus ditemukan namun terlihat dari
tanda-tanda kehidupan dan keberadan vector sudah dapat dinyatakan
bahwa sanitasi buruk. Kegiatan ini dilakukan di seluruh bagian kapal yaitu
sanitasi ruangan dapur, ruang penumpang, tempat tidur, gudang, ruang
mesin dan air tergenang.

H. Teori Pengetahuan, Sikap dan Perilaku


Banyak model perubahan perilaku yang digunakan dalam melakukan
promosi kesehatan yang dilihat dari aspek psikologi. Teori psikologi pada
masalah kesehatan yang spesifik yang dihasilkan dapat menggabungkan
proses fisiologis dan atau pengaruh interpersonal. Pada faktor intrapersonal
ini masyarakat dalam menjaga lingkungannya agar tetap bersih dan sehat.
31

Model akuisisi dan pemeliharaan kesehatan kapal misalnya anak buah kapal
supaya tetap menjaga kebersihan agar terhindar dari penyakit-penyakit yang
bisa terjadi. Adapun kompenen yang terdapat pada faktor intrapersonal ini
mencakup mencakup pengetahuan, sikap, dan perilaku dari anak buah kapal
itu sendiri.

1. Pengetahuan
Pengetahuan diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan
yang sangat penting untuk membentuknya tindakan seseorang.36
Pengetahuan dapat mempengaruhi prilaku dan sikap seseorang, namun
banyak faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan itu sendiri.
Pengetahuan akan memepengaruhi komponen kognitif pada struktur
pemebentukan sikap seseorang Pengetahuan merupakan domain yang
sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Dari pengalaman
dan penelitian terbukti bahwa sebuah perilaku yang didasarkan pada
pengetahuan akan bertahan lebih lama daripada perilaku yang
didasarkan tanpa pengetahuan. Menurut Notoatmodjo (2011),
pengetahuan mencakup dalam domain kognitif mempunyai tingkatan :37
a. Tahu
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya, termasuk kedalam pengetahuan. Tingkat ini adalah
mengingat kembali sesuatu bahan yang dipelajari yang telah diterima
b. Memahami
Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang objek yang telah diketahu serta dapa menginterpretasikan
objek tersebut.
c. Aplikasi
Aplikasi diartikan sebagai kemepuan untuk menggunakan materi-
materi yang telah diterima pada situasi dan kondisi sebenarnya.
d. Analisis
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam
suatu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.
32

e. Sintesis
Sistesis merupakan suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
yang ada. Sistesis merujuk kepada suatu kemampuan untuk
meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu
keseluruhan yang baru.
f. Evaluasi
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian
terhadap suatu materi atau objek. Penilaian ini didasarkan pada
kriteria- kriteria yang sudah ditentukan. Faktor – faktor yang
mempengaruhi pengetahuan seseorang diantaranya pendidikan,
informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun
nonformal, social, budaya dan ekonomi, lingkungan, pengalaman,
serta usia. Pada dasarnya manusia selalu mencari kebenaran untuk
suatu pengetahuan yang baru dan pengetahuan inilah yang
mempengaruhi sikap dan perilaku.

2. Sikap
Sikap dalam arti yang sempit adalah pandangan atau
kecenderungan mental. Sikap adalah suatu kecenderungan untuk
mereaksi suatu hal, orang atau benda dengan suka, tidak suka atau acuh,
tak acuh.38 Pada prinsipnya sikap itu dapat kita anggap suatu
kecenderungan untuk bertindak dengan cara tertentu. Perwujudan atau
terjadinya sikap seseorang itu dapat dipengaruhi oleh faktor
pengetahuan, kebiasaan dan keyakinan. Karena itu untuk membentuk
dan membangkitkan suatu sikap yang positif untuk menghilangkan suatu
sikap negatif dapat dilakukan dengan memberitahukan atau
menginformasikan faedah atau kegunaan atau denga dasar keyakinan.
Azwar (2008) juga mengemukakan bahwa sikap seseorang terhadap
objek bisa dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya :
a. Pengalaman Pribadi Sesuatu yang telah dialami seseorang akan ikut
membentuk dan mempengaruhi penghayatan individu tersebut
terhadap stimulus social.
b. Pengaruh orang lain Seseoarang yang dianggap penting, seseorang
yang tidak ingin dikecewakan, seseorang yang berarti khusus atau
33

seseorang yang diharapkan persetujuannya akan mempengaruhi


pembentukan sikap seseorang terhadap suatu objek.
c. Pengaruh kebudayaan Kebudayaan dimana seseorang tinggal dan
hidup mempunyai pengaruh besar terhadap pembentuka sikap.
d. Lembaga pendidikan dan lembaga agama Lembaga pendidikan serta
lembaga agama sebagai suatu system mempunyai pengaruh dalam
pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar
pengertian dan konsep moral dalam arti individu.
e. Media Massa Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal yang
memberikan landasan kognitif bagi terbentuknya sikap terhadap hal
yang didapatkan media massa tersebut.
f. Faktor emosional Kadang – kadang suatu bentuk sikap didasari oleh
emosi yang berfungsi sebagai penyaluran frustasi.

Faktor lain yang akan mempengaruhi sikap suatu individu akan


berbeda dengan individu lainnya karena setiap individu mempunyai
sikap yang berbeda terhadap suatu perangsang. Faktor – faktor
tersebut diantaranya adanya perbedaan, bakat, minat, pengalaman,
pengetahuan, intensitas perasaan dan juga situasi lingkungan.
Demikian pula sikap pada diri seseorang terhadap sesuatu atau
perangsang yang sama mungkin juga tidak selalu sama.

3. Perilaku
Perilaku adalah segenap manifestasi hayati individu dalam
berinteraksi dengan lingkungan, mulai dari perilaku yang paling Nampak
sampai yang tidak tampak,dari yang dirasakan sampai paling yang tidak
dirasakan. Perilaku merupakan hasil dari segala macam pengalaman
serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam
bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Perilaku merupakan respon/
reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun
dari dalam dirinya. Perilaku merupakan suatu tindakan yang dapat
diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan baik disadari
maupun tidak. Perilaku adalah kumpulan berbagai faktor yang saling
berinteraksi. Perilaku kesehatan (health behavior) adalah respon
seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan kesehatan. Dengan
34

kata lain perilaku kesehatan adalah semua aktifitas atau kegiatan


seseorang baik yang dapat diamati maupun yang tidak dapat diamati
yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan.

I. Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP)


Kantor Kesehatan Pelabuhan sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT)
dari Kementerian Kesehatan yang berada di bawah dan bertanggung jawab
kepada Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (Dirjen
P2P) sesuai dengan Permenkes RI No.356/MENKES/PER/2008 tanggal 14
April 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan.
Kantor Kesehatan Pelabuhan mempunyai tugas pokok melaksanakan
pencegahan masuk dan keluarnya penyakit menular dan potensial wabah,
pelayanan kesehatan terbatas diwilayah kerja Pelabuhan / Bandara dan
lintas barat serta pengendalian dampak kesehatan lingkungan berdasarkan
perundangundangan dan ketentuan yang berlaku. Dalam penyelenggaran
tugas tersebut, dijabarkan melalui peran dan fungsi yang harus dilakukan
dalam pelaksanaan berbagai program / kegiatan dengan tidak menganggu
kelancaran arus lalu lintas Internasional / Nasional baik orang, barang
maupun alat. Meski disadari bahwa perkembangan lalu lintas Internasional /
Nasional membawa dampak perubahan dalam pola penyebaran penyakit
baik karena timbulnya New Emerging Deseases maupun RE-Emerging
Deseases dalam konteks Public Health of International Concern (PHEIC).

1. Tugas Pokok Kantor Kesehatan Pelabuhan


KKP mempunyai tugas pokok melaksanakan pencegahan masuk
dan keluarnya penyakit, penyakit potensial wabah, surveilans
epidemiologi, kekarantinaan dan pengendalian dampak kesehatan
lingkungan, pelayanan kesehatan, pengawasan OMKABA serta
pengamanan terhadap penyakit baru dan penyakit yang muncul kembali,
bioterorisme, unsurbiologi, kimia dan pengamanan radiasi di wilayah kerja
bandara, pelabuhan dan lintas batas darat negara.

2. Fungsi dari Kantor Kesehatan Pelabuhan


a. Pelaksanaan kekarantinaan
b. Pelaksanaan pelayanan kesehatan
35

c. Pelaksanaan pengendalian risiko lingkungan di bandara, pelabuhan,


dan lintas batas darat negara
d. Pelaksanaan pengamatan penyakit karantina dan penyakit menular
potensial wabah, penyakit baru dan penyakit muncul kembali
e. Pelaksanaan pengamanan radiasi pengion dan non pengion, biologi
dan kimia.
f. Pelaksanaan sentra/simpul jejaring surveilans epidemiologi regional,
nasional sesuai penyakit yang berkaitan dengan lalu lintas
internasional.
g. Pelaksanaan, fasilitasi dan advokasi kesiapsiagaan dan
penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) dan bencana bidang
kesehatan, serta kesehatan matra termasuk penyelenggaraan
kesehatan haji.
h. Pelaksanaan, fasilitasi dan advokasi kesehatan kerja di lingkungan
pelabuhan/bandara dan lintas batas darat.
i. Pelaksanaan pemberian sertifikasi kesehatan Obat, Makanan,
Kosmetika dan Alat Kesehatan (OMKA) ekspor dan mengawasi
persyaratan dokumen kesehatan OMKA impor.
j. Pelaksanaan pengawasan kesehatan alat angkut.
k. Pelaksanaan pemberian pelayanan kesehatan terbatas di wilayah
kerja pelabuhan atau bandara dan lintas batas darat.
l. Pelaksanaan pengendalian risiko lingkungan pelabuhan atau bandara
dan lintas batas darat.
m. Pelaksanaan jaringan informasi dan teknologi bidang kesehatan
pelabuhan atau bandara dan lintas batas darat.
n. Pelaksanaan jejaring kerja dan kemitraan bidang kesehatan
pelabuhan atau bandara dan lintas batas darat.
o. Pelaksanaan pelatihan teknis bidang kesehatan pelabuhan atau
bandara dan lintas batas darat.
p. Pelaksanaan ketatausahaan dan kerumahtanggaan KKP

Adapun masing-masing sub bagian dan seksi di Kantor Kesehatan


Pelabuhan adalah bagian tata usaha, kekarantinaan, unit kesehatan
lintas wilayah dan pengendalian risiko lingkungan, untuk bidang atau
36

bagian pengendalian risiko lingkungan mempunyai tugas


melaksanakan perencanaan, pemantauan dan evaluasi serta
penyusunan laporan di bidanh pengendalian vector dan binatang
penular penyakit, di wilayah kerja bandara dan pelabuhan.

J. Kerangka Teori
Kerangka Teori pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Ketersediaan makanan

Ketersediaan air Tempat perindukan kecoa

Ketersediaan sarang

Kondisi Sanitasi
Sanitasi Dapur
Sanitasi Kamar mandi
Sanitasi Ruang
Penumpang dan ABK
Sanitasi Gudang

Teknik monitoring populasi kecoa

Pengendalian kecoa Keberadaan kecoa

Pengendalian lingkungan
Pengetahuan
Pengendalian fisik Sikap Perilaku
Pengendalian kimia nn

Pengendalian fisik
Pengendalian fisik
Pengendalian fisik

Pengendalian mekanik

Pengendalian biologi

Gambar 2.2 Kerangka Teori


BAB III
METODE PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

Variabel Bebas

Pengetahuan ABK
Sikap ABK
Perilaku ABK
Sanitasi dapur
Variabel Terikat
Sanitasi kamar mandi, Keberadaan Vektor Kecoa
Sanitasi ruang penumpang
dan ABK
Sanitasi gudang /Ruang
penyimpanan

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

B. Hipotesis
Adapun hipotesis alternatif pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Ada hubungan pengetahuan ABK dengan keberadaan vector pada
kapal penumpang di Pelabuhan Sorong Tahun 2020.
2. Ada hubungan sikap ABK dengan keberadaan vector pada kapal
penumpang di Pelabuhan Sorong Tahun 2020.
3. Ada hubungan perilaku ABK dengan keberadaan vector pada kapal
penumpang di Pelabuhan Sorong Tahun 2020.
4. Ada hubungan sanitasi ruang dapur dengan keberadaan vektor kecoa
pada kapal penumpang di Pelabuhan Sorong tahun 2020
5. Ada hubungan sanitasi kamar mandi dengan keberadaan vektor kecoa
pada kapal penumpang di Pelabuhan Sorong tahun 2020

37
38

6. Ada hubungan sanitasi ruang penumpang dan ABK dengan keberadaan


vektor kecoa pada kapal penumpang di Pelabuhan Sorong tahun 2020
7. Ada hubungan sanitasi gudang penyimpanan dengan keberadaan
vektor kecoa pada kapal penumpang di Pelabuhan Sorong tahun 2020

C. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada kapal penumpang di Pelabuhan Sorong
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret s/d Mei 2021.

D. Jenis dan Rancangan Penelitian


Penelitian ini termasuk jenis penelitian observasional dengan
menggunakan desain studi cross sectional yaitu studi yang mempelajari
hubungan antar variabel dan hanya mendeskripsikan mengenal fenomena
yang ada. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan keberadaan vektor kecoa pada kapal penumpang di
Pelabuhan Sorong tahun 2020 meliputi pengetahuan ABK, sikap ABK,
perilaku ABK, sanitasi dapur, sanitasi kamar mandi, kamar tidur penumpang
dan ABK. Pengukuran pengetahuan, sikap dan perilaku ABK dilakukan
dengan wawancara menggunakan kuesioner sedangkan, observasi sanitasi
kapal dan keberadaan vector dilakukan menggunakan lembar pemeriksaan
sanitasi kapal dan formulir keberadaan vector kecoa.

E. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi
Menurut Sugiyono (2009) populasi adalah wilayah generalisasi
yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian disimpulkan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ABK
yang bertanggungjawab sanitasi kapal dan seluruh kapal penumpang
yang beroperasi di Pelabuhan Sorong. Pada bulan Januari-Juni tahun
2020 terdapat 25 kapal yang beroperasi.
39

2. Sampel
Menurut Suharsimi Arikunto (2006) sampel adalah sebagian atau
wakil populasi yang diteliti. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian
ini adalah teknik total sampling. Total sampling adalah teknik
pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama dengan populasi
(Sugiono, 2007). Alasan mengambil total sampling karena menurut
Sugiyono (2007) jumlah populasi yang kurang dari 100 seluruh populasi
dijadikan sampel penelitian semuanya. Sampel dari penelitian ini adalah
seluruh ABK yang bertanggungjawab terhadap kebersihan kapal dan
sarana lainnya yang mendukung sanitasi kapal dan kapal penumpang
yang beroperasi di Pelabuhan Sorong sebanyak 25.

F. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

1. Variabel Penelitian
a. Variabel Bebas (Independent)
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pengetahuan ABK, sikap
ABK, perilaku ABK, sanitasi dapur, sanitasi kamar mandi, sanitasi
gudang dan sanitasi ruang penumpang pada kapal penumpang di
Pelabuhan Sorong.
b. Variable Terikat (Dependent)
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah keberadaan vektor kecoa
pada kapal penumpang di Pelabuhan Sorong.

2. Definisi Operasional Variabel


Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel

N Variabel Definisi Cara Hasil Ukur Skala


o Operasional pengukuran Data
1. Pengetahuan Pemahaman Wawancara 1. Baik jika Ordinal
ABK ABK menggunaka skor 6 - 10
mengenai n kuesioner 2. kurang jika
keberadaan skor 0 – 5
vector kecoa
pada kapal
40

penumpang
2. Sikap ABK Tanggapan Wawancara 1. Baik jika Ordinal
ABK menggunaka skor 16 – 30
terhadap n kuesioner 2. Kurang jika
keberadaan skor 10-15
vector pada
kapal
penumpang
3. Perilaku ABK Tindakan Wawancara 1. Baik jika Ordinal
ABK dalam menggunaka skor 6 – 10
mencegah n kuesioner 2. kurang jika
keberadaan skor 0 – 5
vector kecoa
pada kapal
penumpang
4. Keberadaan Hasil Observasi 1. Memenuhi syarat, Nomina
kecoa observasi menggunaka jika tidak ditemukan l
mengenai n formulir vektor kecoa
keberadaan pengatan 2. Tidak Memenuhi
vektor syarat, jika
kecoa baik ditemukan vektor
fase telur, kecoa
nimfa, atau
Dewasa
pada kapal
di
Pelabuhan
Sorong
5. Sanitasi Usaha Observasi 1. Baik ≥ 80 Ordinal
ruang dapur pengawasan menggunaka 2. Kurang < 79
terhadap n formulir (Kemenkes, 2019)39
faktor risiko pemeriksaan
di lingkungan sanitasi kapal
dalam upaya
41

mengurangi
keberadaan
kecoa di
ruang dapur
pada kapal
di Pelabuhan
Sorong
6. Sanitasi Usaha Observasi 1. Jika baik ≥ 80 Ordinal
kamar mandi pengawasan menggunaka 2. Jika Kurang < 79
terhadap n formulir (Kemenkes, 2019)39
faktor risiko pemeriksaan
di lingkungan sanitasi kapal
dalam upaya
mengurangi
keberadaan
kecoa di
kamar mandi
pada kapal
di Pelabuhan
Sorong
7. sanitasi Usaha Observasi 1. Baik ≥ 80 Ordinal
ruang pengawasan menggunaka 2. Kurang < 79
penumpang terhadap n formulir (Kemenkes, 2019)39
dan ABK faktor risiko pemeriksaan
di lingkungan sanitasi kapal
dalam upaya
mengurangi
keberadaan
kecoa di
kamar tidur
penumpang
dan ABK
pada kapal
di Pelabuhan
42

Sorong
8. Sanitasi Usaha Observasi 1. Baik ≥ 80 Ordinal
gudang pengawasan menggunaka 2. Kurang < 79
penyimpana terhadap n formulir (Kemenkes, 2019)39
n faktor risiko pemeriksaan
di lingkungan sanitasi kapal
dalam upaya
mengurangi
keberadaan
kecoa di
Gudang
penyimpana
n (bahan
makanan
maupun non
makanan)
pada kapal
di Pelabuhan
Sorong

G. Sumber Data

1. Data primer
Data yang diperoleh dari hasil penelitian langsung dengan cara
melakukan wawancara dan observasi keberadaan kecoa dan sanitasi
kapal. Wawancara pada ABK meliputi pengetahuan, sikap dan perilaku.
Sanitasi kapal meliputi sanitasi dapur, sanitasi kamar mandi, sanitasi
ruang penumpang, dan sanitasi gudang pada kapal penumpang di
Pelabuhan Sorong

2. Data sekunder
Data sekunder dipilih dari instansi terkait dalam hal ini data dari
Laporan seksi Pengendalian Risiko Lingkungan dan Kesehatan Lintas
Wilayah KKP Kelas III Sorong tahun 2019. Data jumlah kapal dari PT
43

ASDP indonesia FeRPy dan PT.Pelni di Pelabuhan Sorong. Penelusuran


pustaka dan referensi yang berkaitan dengan pelabuhan, sanitasi dan
pengendalian kecoa serta kepadatan kecoa.

H. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian ini terdiri dari kuesioner dan formulir observasi, antara
lain:

1. Kuesioner
a. Kuesioner Pengetahuan
1) Baik jika skor 6 – 10
2) Kurang jika skor 0 - 5
b. Kuesioner Sikap
1) Baik jika skor 16 – 30
2) Kurang jika skor 0 - 15
c. Kuesioner Perilaku
1) Baik jika skor 6 – 10
2) Kurang jika skor 0 - 5

2. Formulir Observasi
a. Sanitasi dapur, dengan kategori:
1) Baik ≥ 80
2) Kurang < 79
b. Sanitasi kamar mandi, dengan kategori:
1) Baik ≥ 80
2) Kurang < 79
c. Sanitasi ruang penumpang, dengan kategori:
1) Baik ≥ 80
2) Kurang < 79
d. Sanitasi gudang , dengan kategori:
1) Baik ≥ 80
2) Kurang < 79

3. Formulir Pengamatan Kecoa


a. Memenuhi syarat, jika tidak ditemukan tanda-tanda keberadaan
vektor kecoa
44

b. Tidak Memenuhi syarat, jika ditemukan tanda-tanda keberadaan


vektor kecoa

I. Pengumpulan Data Penelitian

1. Persiapan Penelitian
Pada tahap persiapan perlu dilakukan dengan melakukan
observasi secara langsung (survei pendahuluan) untuk mengetahui
kondisi lokasi penelitian, serta jadwal kedatangan kapal penumpang.
Persiapan penelitian dilakukan untuk mengetahui gambaran awal lokasi
penelitian untuk menentukan alat, bahan dan tenaga yang diperlukan
selama proses penelitian.

2. Pelaksanaan Penelitian
a. Wawancara terhadap ABK kapal penumpang
Pengukuran variabel pengetahuan, sikap dan perilaku dilakukan
dengan mewawancarai ABK dengan kuesioner
b. Penilaian sanitasi pada kapal penumpang
Penilaian sanitasi kapal menggunakan lembar observasional
penilaian sanitasi.
c. Penilaian kereadaan kecoa pada kapal penumpang
Penilaian keberadaan kecoa dilakukan dengan observasi pada kapal
penumpang.

Adapun diagram Alur Penelitian adalah sebagai berikut:

Mengetahui Jadwal
Persiapan penelitian Kedatangan Kapal
penumpang

Wawancara ABK Kuesioner

Pemeriksaan Sanitasi Kapal Formulir sanitasi Kapal


Pemeriksaan keberadaan Formulir observasi
kecoa keberadaan kecoa 45

Gambar 3.2 Diagram Alur Penelitian

J. Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan Data
Data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh pada
waktu penelitian. Data yang diperoleh meliputi data sanitasi kapal dan
keberadaan kecoa. Selanjutnya data yang diperoleh akan diolah melalui
beberapa tahap sebagai berikut:
a. Editing
Pemeriksaan ulang akan kelengkapan data hasil penelitian,
perhitungan dilapangan sehingga validitas data terjamin. Menghindari
kesalahan pengisian data atau yang belum terisi pada saat
penelitian.
b. Coding
Pemberian kode pada data untuk mempermudah entry dan
analisa data.
c. Entry Data
Memasukkan data yang diperoleh untuk diolah menggunakan
perangkat lunak komputer. Data yang dimasukkan adalah data hasil
wawancara pada variable pengetahuan, sikap dan perilaku serta data
penilaian sanitasi kapal meliputi, sanitasi dapur, sanitasi kamar
mandi, sanitasi kamar tidur, sanitasi gudang dan sanitasi ruang
penumpang pada kapal penumpang di Pelabuhan Sorong dan
keberadaan kecoa pada kapal penumpang.
d. Tabulating
46

Pengelompokan data sesuai dengan tujuan untuk memudahkan


dalam menganalisis dan menginterprestasikan data yang diperoleh
dalam bentuk tabel.

2. Analisis Data
a. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan dalam menganalisis setiap variabel
penelitian yang ada secara deskriptif. Analisis ini digunakan untuk
mendeskripsikan hasil penelitain berdarakan variabel penelitian yang
disajikan dalam bentuk tabel.
b. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk menganalisis dua variabel yang
diduga berhubungan. Analisis bivariat untuk menguji hubungan
sanitasi kapal dengan keberadaan kecoa. Adapun uji korelasi yang
digunakan adalah uji Chi square dengan alpha 5% atau 0,05 dengan
ketentuan sebagai berikut:
1) H0 : tidak ada hubungan variabel bebas dengan variabel terikat
2) Ha: ada hubungan hubungan variabel bebas dengan variabel
terikat Keterangan: H0 ditolak bila p-value < 0,05

BAB IV
HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Pelabuhan Sorong


Penelitian ini dilakukan di Pelabuhan Sorong. Pelabuhan Sorong
merupakan salah satu pelabuhan di Provinsi Papua Barat dan terletak di
wilayah administratif pemerintah Kota Sorong. Pelabuhan ini merupakan
47

pelabuhan yang diusahakan dan dikelola oleh Direktorat Perhubungan Laut


Kantor PT. Pelabuhan Sorong IV. Pelabuhan Sorong berada pada posisi
00"53'00 LS dan 131"10'00 LT. Pelabuhan Sorong memiliki lahan darat yang
sangat terbatas yang diapit oleh jalan raya utama di sebelah selatan.
Daerah perairan digunakan untuk lalu lintas kapal yang berasal dari
dalam maupun luar negeri dan tempat sandar kapal, sedangkan daratan
dipergunakan untuk bangunan perkantoran, dermaga Pelabuhan, Gudang,
Tempat Pengelolaan Makanan (TPM)/warung makan dan peti kemas.
Pelabuhan Sorong merupakan salah satu pintu gerbang transportasi laut di
Propinsi Papua Barat dan Papua yang melayani arus penumpang dan barang
yang berasal dari Sorong ke ,Manokwari, Raja Ampat, Wondama, Serui,
Nabire, Fak-Fak, Kaimana, Bintuni, Biak, Jayapura, Maluku, Sulawesi dan
Jawa ataupun sebaliknya.

B. Analisis Univariat

1. Gambaran Pengetahuan ABK


Pemeriksaan pengetahuan ABK dilakukan terhadap 25 kapal penumpang
di Pelabuhan Sorong dengan hasil sebagai berikut :

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Pengetahuan ABK


Pengetahuan ABK Frekuensi Presentase (%)
Baik 14 56
Kurang 11 44

Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa ABK dengan pengetahuan yang


baik sebanyak 14 orang (56%) sedangkan ABK dengan pengetahun yang
kurang sebanyak 11 orang (44%). Pada pertanyaan pengetahuan seluruh
responden mengetahui penyebab keberadaan kecoa pada kapal dan
upaya pengendalian secara kimia, sedangkan sebagian responden salah
menjawab pada pertanyaan jenis kecoa, suhu optimal untuk hidup kecoa
dan sertifikat sanitasi kapal yang diberikan apabila kapal telah melakukan
pengendalian kecoa

2. Gambaran Sikap ABK


Pemeriksaan sikap ABK dilakukan terhadap 25 kapal penumpang di
Pelabuhan Sorong dengan hasil sebagai berikut :
48

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Sikap ABK


Sikap ABK Frekuensi Presentase (%)
Baik 16 64
Kurang 9 36

Berdasarkan tabel 4.2 diketahui bahwa ABK dengan sikap yang baik
sebanyak 16 orang (64%) sedangkan ABK dengan sikap yang kurang
sebanyak 9 orang (36%). Berdasarkan hasil wawancara ditemukan
jawaban sangat tidak setuju pada pertanyaan keberadaan kecoa pada
kapal menimbulkan resiko penularan penyakit pada penumpang, selain
itu jawaban sangat tidak setuju juga ditemukan pada pertanyaan setiap
ABK hendaknya berkonsultasi mengenai keberadaan kecoa di atas kapal
kepada petugas Kantor Kesehatan Pelabuhan yang melakukan inspeksi.

3. Gambaran Perilaku ABK


Pemeriksaan perilaku ABK dilakukan terhadap 25 kapal penumpang di
Pelabuhan Sorong dengan hasil sebagai berikut :

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Perilaku ABK


Perilaku ABK Frekuensi Presentase (%)
Baik 17 68
Kurang 8 32

Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa ABK dengan perilaku yang baik
sebanyak 17 orang (68%) sedangkan ABK dengan perilaku yang kurang
sebanyak 8 orang (32%). Sebagian besar responden berperilaku baik
berkaitan dengan perilaku membuang sampah sesegera mungkin ketika
kapal bersandar di pelabuhan. Sebagian besar responden tidak
memasang perangkap kecoa pada ruangan yang berisiko keberadaan
kecoa serta tidak melapor kepada pihak KKP apabila terdapat ABK atau
penumpang yang memiliki gejala penyakit diare, demam typhoid dan
disentri.

4. Gambaran Sanitasi Dapur pada Kapal


Pemeriksaan sanitasi dapur dilakukan terhadap 25 kapal penumpang di
Pelabuhan Sorong dengan hasil sebagai berikut :
49

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Sanitasi Dapur


Sanitasi Dapur Frekuensi Presentase (%)
Kebersihan
Baik 5 20
Buruk 20 80
Pertukaran Udara
Baik 25 100
Buruk 0 0
Pencahayaan Dapur
Baik 24 96
Buruk 1 4
Pencucian
Baik 17 68
Buruk 8 32

Berdasarkan tabel 4.4 diketahui bahwa sanitasi dapur kapal


penumpang dengan variabel kebersihan diperoleh sebanyak 5 kapal
(20%) dalam kategori baik dan 20 kapal (80%) dalam kategori buruk.
Pada variabel pertukaran udara diperoleh sebanyak 25 kapal (100%)
dalam kategori baik sedangkan tidak ditemukan kapal dengan kategori
buruk. Pada variabel pencahayaan dapur diperoleh sebanyak 24 kapal
(96%) dalam kategori baik dan 1 kapal (4%) dalam kategori buruk. Pada
variabel pencucian diperoleh sebanyak 17 kapal (68%) dalam kategori
baik dan 8 kapal (32%) dalam kategori buruk.
Penilaian terhadap sanitasi dapur dengan memperhatikan skor
total dari pemeriksaan. Apabila skor ≥ 80% maka berada pada kategori
baik. Berdasarkan hal tersebut maka sebanyak 19 kapal (76%) dengan
kategori sanitasi dapur yang baik dan sebanyak 6 kapal (24%) dengan
kategori sanitasi dapur yang buruk.

5. Gambaran Sanitasi Kamar Mandi pada Kapal


Pemeriksaan sanitasi kamar mandi dilakukan terhadap 25 kapal
penumpang di Pelabuhan Sorong dengan hasil sebagai berikut :
50

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Sanitasi Kamar Mandi


Sanitasi Kamar Frekuensi Presentase (%)
Mandi
Pintu Toilet Tidak
Menghadap
langsung ke Ruang
Makan
Baik 25 100
Buruk 0 0
Pencahayaan
Baik 25 100
Buruk 0 0
Tersedia Westafle
Baik 11 44
Buruk 14 56
Kebersihan
Baik 10 40
Buruk 15 60

Berdasarkan tabel 4.5 diketahui bahwa sanitasi kamar mandi


kapal penumpang dengan variabel pintu toilet tidak mengahadap
langsung ke ruang makan diperoleh sebanyak 25 kapal (100%) dalam
kategori baik sedangkan tidak ditemukan kapal dengan kategori buruk.
Pada variabel pencahayaan diperoleh sebanyak 25 kapal (100%) dalam
kategori baik sedangkan tidak ditemukan kapal dengan kategori buruk.
Pada variabel tersedia westafel diperoleh sebanyak 11 kapal (44%)
dalam kategori baik dan 14 kapal (56%) dalam kategori buruk. Pada
variabel kebersihan diperoleh sebanyak 10 kapal (40%) dalam kategori
baik dan 15 kapal (60%) dalam kategori buruk.
Penilaian terhadap sanitasi kamar mandi dengan memperhatikan
skor total dari pemeriksaan. Apabila skor ≥ 80% maka berada pada
kategori baik. Berdasarkan hal tersebut maka sebanyak 18 kapal (72%)
51

dengan kategori sanitasi kamar mandi yang baik dan sebanyak 7 kapal
(28%) dengan kategori sanitasi kamar mandi yang buruk.

6. Gambaran Sanitasi Ruang Penumpang pada Kapal


Pemeriksaan sanitasi ruang penumpang dilakukan terhadap 25 kapal
penumpang di Pelabuhan Sorong dengan hasil sebagai berikut :

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Sanitas Ruang Penumpang


Sanitasi Ruang Frekuensi Presentase (%)
Penumpang
Kebersihan
Baik 12 48
Buruk 13 52
Pertukaran Udara
Baik 25 100
Buruk 0 0
Pencahayaan Ruang
Penumpang
Baik 18 72
Buruk 7 28

Berdasarkan tabel 4.6 diketahui bahwa sanitasi ruang penumpang


kapal penumpang dengan variabel kebersihan diperoleh sebanyak 12
kapal (48%) dalam kategori baik dan 13 kapal (52%) dalam kategori
buruk. Pada variabel pertukaran udara diperoleh sebanyak 25 kapal
(100%) dalam kategori baik sedangkan tidak ditemukan kapal dengan
kategori buruk. Pada variabel pencahayaan ruang penumpang diperoleh
sebanyak 18 kapal (72%) dalam kategori baik dan 7 kapal (28%) dalam
kategori buruk.
Penilaian terhadap sanitasi ruang penumpang dengan
memperhatikan skor total dari pemeriksaan. Apabila skor ≥ 80% maka
berada pada kategori baik. Berdasarkan hal tersebut maka sebanyak 18
kapal (72%) dengan kategori sanitasi ruang penumpang yang baik dan
52

sebanyak 7 kapal (28%) dengan kategori sanitasi ruang penumpang yang


buruk.

7. Gambaran Sanitasi Gudang pada Kapal


Pemeriksaan sanitasi gudang dilakukan terhadap 25 kapal penumpang di
Pelabuhan Sorong dengan hasil sebagai berikut :

Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Sanitasi Gudang


Sanitasi Gudang Frekuensi Presentase (%)
Kebersihan
Baik 2 8
Buruk 23 92
Pertukaran Udara
Baik 25 100
Buruk 0 0
Pencahayaan
Gudang
Baik 19 76
Buruk 6 24

Berdasarkan tabel 4.7 diketahui bahwa sanitasi gudang kapal


penumpang dengan variabel kebersihan diperoleh sebanyak 2 kapal (8%)
dalam kategori baik dan 23 kapal (92%) dalam kategori buruk. Pada
variabel pertukaran udara diperoleh sebanyak 25 kapal (100%) dalam
kategori baik sedangkan tidak ditemukan kapal dengan kategori buruk.
Pada variabel pencahayaan gudang diperoleh sebanyak 19 kapal (76%)
dalam kategori baik dan 6 kapal (24%) dalam kategori buruk.
Penilaian terhadap sanitasi gudang dengan memperhatikan skor
total dari pemeriksaan. Apabila skor ≥ 80% maka berada pada kategori
baik. Berdasarkan hal tersebut maka sebanyak 19 kapal (76%) dengan
kategori sanitasi gudang yang baik dan sebanyak 6 kapal (24%) dengan
kategori sanitasi gudang yang buruk.
53

8. Gambaran Keberadaan Kecoa pada Kapal


Pemeriksaan keberadaan kecoa dilakukan terhadap 25 kapal penumpang
di Pelabuhan Sorong dengan hasil sebagai berikut :

Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Keberadaan Kecoa


Keberadaan Frekuensi Presentase (%)
Kecoa
Memenuhi 15 60
Tidak Memenuhi 10 40

Berdasarkan tabel 4.8 menunjukkan bahwa sebanyak 15 kapal


(60%) yang memenuhi syarat dengan tidak ditemukannya keberadaan
vector kecoa sedangkan sebanyak 10 kapal (40%) yang tidak memenuhi
syarat dengan ditemukannya kecoa pada kapal penumpang. Pada kapal
yang ditemukan kecoa dilakukan identifikasi spesies vector kecoa. Hasil
identifikasi menunjukkan sebanyak 6 kapal (24%) ditemukan kecoa
dengan spesies Periplaneta Americana, sedangkan sebnayak 4 kapal
(16%) ditemukan kecoa dengan spesies Blatella Germanica.

C. Analisis Bivariat

1. Hubungan pengetahuan ABK terhadap keberadaan kecoa pada kapal


penumpang

Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Pengetahuan ABK Terhadap Keberadaan


Kecoa Pada Kapal Penumpang

Pengetahuan Keberadaan vektor Jumlah P RP


54

Memenuhi Tidak value


Memenuhi
f % f % f %
Baik 11 78.6 3 21.4 14 100 0.049 6.42
Kurang 4 36.4 7 63.6 11 100
Total 15 60 10 40 25

Berdasarkan tabel 4.9 diketahui bahwa ABK dengan pengetahuan


yang baik dengan kapal yang ditemukan adanya kecoa yaitu 3 kapal
(21,4%). Pada ABK dengan pengetahuan yang kurang dengan kapal
yang ditemukan keberadaan kecoa yaitu sebanyak 7 kapal (63.6%). Hasil
fisher exact menunjukkan nilai signifikansi 0.049 < α (0.05) atau H0
ditolak artinya ada hubungan pengetahuan ABK terhadap keberadaan
kecoa pada kapal penumpang. Nilai RP menunjukkan nilai 6.42 berarti
kapal dengan ABK berpengetahuan kurang memiliki risiko 6.42 kali lebih
besar adanya keberadaan kecoa dibandingkan kapal dengan ABK
berpengetahuan yang baik.

2. Hubungan sikap ABK terhadap keberadaan kecoa pada kapal


penumpang
Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Sikap ABK Terhadap Keberadaan Kecoa
Pada Kapal Penumpang
Sikap Keberadaan vektor Jumlah P RP
Memenuhi Tidak value
Memenuhi
f % f % f %
Baik 14 87.5 2 12.5 16 100 0.001 56
Kuran 1 11.1 8 88.9 9 100
g
Total 15 60 10 40 25

Berdasarkan tabel 4.10 diketahui bahwa ABK dengan sikap yang


baik dengan kapal yang ditemukan adanya kecoa yaitu 2 kapal (12.5%).
Pada ABK dengan sikap yang kurang dengan kapal yang ditemukan
55

keberadaan kecoa yaitu sebanyak 8 kapal (88.9%). Hasil fisher exact


menunjukkan nilai signifikansi 0.001 < α (0.05) atau H0 ditolak artinya ada
hubungan sikap ABK terhadap keberadaan kecoa pada kapal
penumpang. Nilai RP menunjukkan nilai 56 berarti kapal dengan ABK
yang memiliki sikap kurang mempunyai risiko 56 kali lebih besar adanya
keberadaan kecoa dibandingkan kapal dengan ABK yang memiliki sikap
yang baik.

3. Hubungan perilaku ABK terhadap keberadaan kecoa pada kapal


penumpang

Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi perilaku ABK Terhadap Keberadaan


Kecoa Pada Kapal Penumpang

Perilak Keberadaan vektor Jumlah P RP


u Memenuhi Tidak value
Memenuhi
f % f % f %
Baik 14 82.4 3 17.6 17 100 0.002 32.7
Kurang 1 12.5 7 87.5 8 100
Total 15 60 10 40 25

Berdasarkan tabel 4.11 diketahui bahwa ABK dengan perilaku


yang baik dengan kapal yang ditemukan adanya kecoa yaitu 3 kapal
(17.6%). Pada ABK dengan perilaku yang kurang dengan kapal yang
ditemukan keberadaan kecoa yaitu sebanyak 7 kapal (87.5%). Hasil
fisher exact menunjukkan nilai signifikansi 0.002 < α (0.05) atau H0
ditolak artinya ada hubungan perilaku ABK terhadap keberadaan kecoa
pada kapal penumpang. Nilai RP menunjukkan nilai 32.7 berarti kapal
dengan ABK berperilaku kurang memiliki risiko 32.7 kali lebih besar
adanya keberadaan kecoa dibandingkan kapal dengan ABK berperilaku
yang baik.
56

4. Hubungan sanitasi dapur terhadap keberadaan kecoa pada kapal


penumpang

Tabel 4.12 Distribusi Frekuensi Sanitasi Dapur Terhadap Keberadaan


Kecoa Pada Kapal Penumpang
Sanitasi Keberadaan vektor Jumlah P RP
Dapur Memenuhi Tidak value
Memenuhi
f % f % f %
Baik 14 73.7 5 26.3 19 100 0.023 14
Buruk 1 16.7 5 83.3 6 100
Total 15 60 10 40 25

Berdasarkan tabel 4.12 diketahui bahwa kapal dengan sanitasi


dapur yang baik dengan kapal yang ditemukan adanya kecoa yaitu 5
kapal (26.3%). Pada kapal dengan sanitasi dapur yang kurang dengan
kapal yang ditemukan keberadaan kecoa yaitu sebanyak 5 kapal (83.3%).
Hasil fisher exact menunjukkan nilai signifikansi 0.023 < α (0.05) atau H0
ditolak artinya ada hubungan sanitasi dapur terhadap keberadaan kecoa
pada kapal penumpang. Nilai RP menunjukkan nilai 14 berarti kapal
dengan sanitasi dapur kurang memiliki risiko 14 kali lebih besar adanya
keberadaan kecoa dibandingkan kapal dengan sanitasi dapur yang baik.

5. Hubungan sanitasi kamar mandi terhadap keberadaan kecoa pada


kapal penumpang
Tabel 4.13 Distribusi Frekuensi Sanitasi Kamar Mandi Terhadap
Keberadaan Kecoa Pada Kapal Penumpang
Kama Keberadaan vektor Jumlah P RP
r Memenuhi Tidak value
Mandi Memenuhi
f % f % f %
57

Baik 15 83.3 3 16.7 18 100 0.001 0


Buruk 0 0 7 100 7 100
Total 15 60 10 40 25

Berdasarkan tabel 4.13 diketahui bahwa kapal dengan sanitasi


kamar mandi yang baik dengan kapal yang ditemukan adanya kecoa
yaitu 3 kapal (16.7%). Pada kapal dengan sanitasi kamar mandi yang
kurang dengan kapal yang ditemukan keberadaan kecoa yaitu sebanyak
7 kapal (100%). Hasil fisher exact menunjukkan nilai signifikansi 0.001 <
α (0.05) atau H0 ditolak artinya ada hubungan sanitasi kamar mandi
terhadap keberadaan kecoa pada kapal penumpang. Nilai RP
menunjukkan nilai 0 berarti sanitasi kamar mandi merupakan faktor
protektif artinya sanitasi kapal yang baik mencegah adanya keberadaan
kecoa dibandingkan kapal dengan sanitasi kamar mandi yang buruk.

6. Hubungan sanitasi ruang penumpang terhadap keberadaan kecoa


pada kapal penumpang

Tabel 4.14 Distribusi Frekuensi Sanitasi Ruang Penumpang Terhadap


Keberadaan Kecoa Pada Kapal Penumpang
Ruang Keberadaan vektor Jumlah P RP
Penumpang Memenuhi Tidak value
Memenuhi
f % f % f %
Baik 15 83.3 3 16.7 18 100 0.001 0
Buruk 0 0 7 100 7 100
Total 15 60 10 40 25

Berdasarkan tabel 4.14 diketahui bahwa kapal dengan sanitasi


ruang penumpang yang baik dengan kapal yang ditemukan adanya kecoa
yaitu 3 kapal (16.7%). Pada kapal dengan sanitasi ruang penumpang
yang kurang dengan kapal yang ditemukan keberadaan kecoa yaitu
sebanyak 7 kapal (100%). Hasil fisher exact menunjukkan nilai
signifikansi 0.001 < α (0.05) atau H0 ditolak artinya ada hubungan
58

sanitasi ruang penumpang terhadap keberadaan kecoa pada kapal


penumpang. Nilai RP menunjukkan nilai 0 berarti sanitasi ruang
penumpang merupakan faktor protektif artinya sanitasi kapal yang baik
mencegah adanya keberadaan kecoa dibandingkan kapal dengan
sanitasi ruang penumpang yang buruk.

7. Hubungan sanitasi gudang terhadap keberadaan kecoa pada kapal


penumpang

Tabel 4.15 Distribusi Frekuensi Sanitasi Gudang Terhadap Keberadaan


Kecoa Pada Kapal Penumpang
Gudang Keberadaan vektor Jumlah P RP
Memenuhi Tidak value
Memenuhi
f % f % f %
Baik 15 79 4 21 19 100 0.001 0
Buruk 0 0 6 100 6 100
Total 15 60 10 40 25

Berdasarkan tabel 4.15 diketahui bahwa kapal dengan sanitasi


gudang yang baik dengan kapal yang ditemukan adanya kecoa yaitu 4
kapal (21%). Pada kapal dengan sanitasi gudang yang kurang dengan
kapal yang ditemukan keberadaan kecoa yaitu sebanyak 6 kapal (100%).
Hasil fisher exact menunjukkan nilai signifikansi 0.001 < α (0.05) atau H0
ditolak artinya ada hubungan sanitasi gudang terhadap keberadaan
kecoa pada kapal penumpang. Nilai RP menunjukkan nilai 0 berarti
sanitasi gudang merupakan faktor protektif artinya sanitasi kapal yang
baik mencegah adanya keberadaan kecoa dibandingkan kapal dengan
sanitasi ruang penumpang yang buruk.
59

BAB V
PEMBAHASAN
60

A. Hubungan Pengetahuan ABK Terhadap Keberadaan Kecoa Pada Kapal


Penumpang
Pada penelitian ini diketahui bahwa ABK dengan pengetahuan yang
baik dengan kapal yang ditemukan adanya kecoa yaitu 3 kapal (21,4%).
Pada ABK dengan pengetahuan yang kurang dengan kapal yang ditemukan
keberadaan kecoa yaitu sebanyak 7 kapal (63.6%). Hasil fisher exact
menunjukkan nilai signifikansi 0.049 < α (0.05) atau H0 ditolak artinya ada
hubungan pengetahuan ABK terhadap keberadaan kecoa pada kapal
penumpang. Nilai RP menunjukkan nilai 6.42 berarti kapal dengan ABK
berpengetahuan kurang memiliki risiko 6.42 kali lebih besar adanya
keberadaan kecoa dibandingkan kapal dengan ABK berpengetahuan yang
baik.
Penelitan ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh oleh
Mahendra pada kapal yang bersandar di pelabuhan Batu Ampar Kota Batam
bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan ABK dengan
keberadaan kecoa diatas kapal (p=0.001).40 Menurut Notoatmojo
pengetahuan yang bersifat kognitif merupakan domain menjadi penting
dalam terbentuknya suatu tindakan.41 Tindakan yang didasari pada
pengetahuan akan lebih lama dari pengetahuan yang tidak didasari oleh
pengetahuan responden tentang pentingnya pengetahuan ABK terhadap
keberadaan kecoa. Pengetahuan secara langsung berhubungan dengan
kemampuan intelektual seseorang. Hal ini adalah pengetahuan dalam
penelitian ini adalah pengetahuan ABK dengan keberadaan kecoa diatas
kapal. Adapun faktor internal seperti kepemimpinan nakhoda, tujuan
pemeriksaan sanitasi kapal dimaksudkan agar kapal bebas dari ancaman
penyakit yang berpotensi wabah, mencegah penularan penyakit menular,
serta menciptakan suasana nyaman dan aman bagi penumpang, Anak Buah
Kapal (ABK).
Anak Buak kapal perlu memiliki pengetahuan yang baik terkait
sanitasi kapal sehigga ABK ikut berperan dalam memutuskan mata rantai
penyebaran penyakit dan mengendalikan terhadap faktor risiko lingkungan di
atas kapal guna memelihara serta mempertinggi derajat kesehatan
masyarakat pada alat trasnportasi kapal. Dengan memiliki pengetahuan
yang baik maka ABK akan memahami penting dalam menjaga sanitasi kapal
61

untuk mencegah munculnya faktor risiko lingkungan dan keberadaan tikus


dalam kapal, tindakan ABK yaitu: Menjaga kebersihan kapal di setiap
ruangan dan menjaga Suhu, kelembapan dan pencahayaan yang sesuai
standar.42

B. Hubungan Sikap ABK Terhadap Keberadaan Kecoa Pada Kapal


Penumpang
Pada penelitian ini diketahui bahwa ABK dengan sikap yang baik
dengan kapal yang ditemukan adanya kecoa yaitu 2 kapal (12.5%). Pada
ABK dengan sikap yang kurang dengan kapal yang ditemukan keberadaan
kecoa yaitu sebanyak 8 kapal (88.9%). Hasil fisher exact menunjukkan nilai
signifikansi 0.001 < α (0.05) atau H0 ditolak artinya ada hubungan sikap ABK
terhadap keberadaan kecoa pada kapal penumpang. Nilai RP menunjukkan
nilai 56 berarti kapal dengan ABK yang memiliki sikap kurang mempunyai
risiko 56 kali lebih besar adanya keberadaan kecoa dibandingkan kapal
dengan ABK yang memiliki sikap yang baik.
Hasil penelitan ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh
Nidaa Al Muyassaroh pada kapal yang bersandar di pelabuhan Batu Ampar
bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara sikap ABK dengan
keberadaan kecoa diatas kapal di Pelabuhan Batu Ampar Kota Batam.43
Menurut Notoatmodjo, 2012, Sikap merupakan reaksi atau respons yang
masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap
secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap
stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari – hari merupakan reaksi yang
bersifat emosional terhadap stimulus sosial.
Sikap merupakan suatu bentuk kesiapan atau kesediaan untuk
bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu.44 Output sikap
pada setiap individu dapat berbeda, jika suka atau setuju terhadap suatu
objek maka akan mendekat, mencari tahu, dan bergabung, sebaliknya jika
tidak suka atau tidak setuju maka akan menghindar atau menjauhi. 45

C. Hubungan Perilaku ABK Terhadap Keberadaan Kecoa Pada Kapal


Penumpang
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ABK dengan perilaku
yang baik dengan kapal yang ditemukan adanya kecoa yaitu 3 kapal (17.6%).
62

Pada ABK dengan perilaku yang kurang dengan kapal yang ditemukan
keberadaan kecoa yaitu sebanyak 7 kapal (87.5%). Hasil fisher exact
menunjukkan nilai signifikansi 0.002 < α (0.05) atau H0 ditolak artinya ada
hubungan perilaku ABK terhadap keberadaan kecoa pada kapal penumpang.
Nilai RP menunjukkan nilai 32.7 berarti kapal dengan ABK berperilaku kurang
memiliki risiko 32.7 kali lebih besar adanya keberadaan kecoa dibandingkan
kapal dengan ABK berperilaku yang baik.
Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan
oleh Nidaa Al Muyassaroh yang mempunyai hasil tidak terdapat hubungan
antara perilaku ABK dengan keberadaan kecoa.43 Perusahaan pemilik kapal
bertanggungjawab penuh terhadap perilaku anak buah kapal dalam upaya
kesehatan lingkungan di kapal. Pemilik perusahaan sebaiknya memberikan
tugas kepada kapten kapal untuk melakukan pengawasan terhadap kinerja
anak buah kapal untuk setiap harinya melakukan pengendalian risiko
lingkungan di kapal.
Keberadaan vektor dan binatang pengganggu di atas kapal dapat
mempengaruhi kondisi kesehatan masyarakat pelabuhan pada khususnya
dan masyarakat lain yang berada diluar pelabuhan pada suatu wilayah
tersebut, karena vektor dan binatang pengganggu dapat menularkan penyakit
kepada manusia. Kecoa dapat membahayakan manusia karena mampu
menularkan penyakit pada manusia sehingga setiap ABK diharapkan
memiliki perilaku yang baik dalam sanitasi kapal.46

D. Hubungan Sanitasi Dapur Terhadap Keberadaan Kecoa Pada Kapal


Penumpang
Hasil penelitian ini menunjukkan kapal dengan keberadaan vector
kecoa yang memiliki sanitasi dapur buruk sebanyak 5 kapal (83.3%) dan
sanitasi dapur baik sebanyak 5 kapal (26.3%). Sedangkan kapal yang tidak
terdapat vektor kecoa mempunyai sanitasi dapur buruk sebanyak 1 kapal
(16.7%) dan sanitasi dapur baik sebanyak 14 kapal (73.7%). Setelah
dilakukan analisis bivariat menggunakan fisher exact diperoleh nilai p value =
0,023 yaitu ada hubungan antara sanitasi dapur dengan keberadaan vector
kecoa. Hasil analisis juga dapat diketahui bahwa kapal dengan sanitasi dapur
buruk lebih banyak terindikasi dengan adanya keberadaan vektor kecoa.
63

Vektor ditemukan pada tempat sampah yang tidak tertutup, di rak rak yang
kurang bersih dan di lantai dapur.
Pada kapal yang tidak memenuhi syarat sanitasi dapur belum
memiliki tempat sampah dan kondisi lantai dapur yang tidak bersih. Tempat
sampah yang ada dalam ruang dapur rata-rata tidak memiliki penutup dan
tidak dipisahkan antara sampah basah dan kering. Kondisi dapur dari aspek
pengolahan makanan juga belum memenuhi syarat yaitu mencuci dengan air
panas dan alat-alat masak dalam kondisi bersih namun hal yang perlu
diperhatikan adalah hasil dari pengolahan makanan tersebut yaitu makanan
yang siap saji belum memenuhi syarat karena rata-rata tidak memberi
penutup pada makanan. Perabot yang telah dicuci hendaknya dibiarkan
kering terlebih dahulu, sebaiknya disimpan di rak kawat, tanpa menggunakan
kain lap, atau disimpan pada posisi yang memungkinkan perabot untuk
kering dengan bantuan udara. Bila terpaksa menggunakan kain lap,
hendaknya kain lap tersebut bersih dan rutin untuk diganti kemudian
perkakas/alat-alat masak tersebut disimpan di dalam lemari/loker jika telah
bersih dan kering. Dianjurkan perkakas tidak disimpan di dasar papan pada
lemari terbuka
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
Burhanuddin di pelabuhan Merak Banten yang menunjukan bahwa sanitasi
dapur mempunyai indikasi sangat besar dengan keberadaan vektor dengan
ditemukan sebanyak 15 kapal dari 30 kapal dan hasil uji chi square
menunjukan bahwa ada hubungan antara sanitasi dapur dengan keberadaan
vektor dan rodent.47 Penelitian Besse Irna Tawaddud menyatakan bahwa
kompartemen kapal bagian sanitasi dapur paling banyak ditemukan
keberadaan vektor di dapur dibandingankan dengan bagian kapal lainnya.33
Sanitasi dapur pada kapal penumpang di Pelabuhan Sorong
sebanyak 25 kapal yang diperiksa menurut peraturan Permenkes nomor 40
tahun 2015 dan Hand Book Ship Sanitation harus sesuai dengan 4 kriteria
penilaian yaitu kebersihan, pertukaran udara, pencahayan, dan pencucian.
Kebersihan dapur sebanyak 5 kapal (20%) yang memenuhi syarat dan 20
kapal (80%) belum memenuhi syarat karena masih ditemukan sisa-sisa
makanan dilantai dapur. Hal ini dikarenakan kurangnya kesadaran awak
kapal membersihkan dapur setelah melakukan kegiatan memasak atau
64

tempat sampah tidak ada penutupnya, sehingga dapur yang tidak bersih dan
tempat sampah tidak ada tutupnya akan menjadi tempat berkembangbiaknya
vektor seperti kecoa yang dapat menjadi faktor risiko terhadap kesehatan
manusia. Pertukaran udara didapur diseluruh kapal memenuhi syarat karena
walaupun ukuran jendela didapur kecil namun ditambahkan dengan
dibukanya pintu manual dan cerobong untuk memasak pun tersendiri
sehingga sirkulasi udara di dapur tidak pengap dan mengganggu kesehatan
awak kapal. Dan di seluruh kapal yang diperiksa pada bagian dapur
temperature udara dan kelembaban seluruhnya baik sehingga ruangan
menjadi sejuk dan kelembaban ruangan terjaga. Pada pencahayaan dapur
menujukkan 1 kapal (4%) yang tidak memenuhi syarat dan 24 kapal (96%)
memenuhi persyaratan. Pada kapal yang memenuhi syarat diketahui cahaya
yag masuk ke dapur cukup pada saat dilakukan pemeriksaan dengan lux
meter sehinga dapat digunakan untuk proses memasak. Hal tersebut pada
siang hari jendela di dapur sebagai sumber cahaya manual dibuka atau pintu
dapur dan di tambah dengan lampu neon sehigga cahaya yang masuk baik.
Sarana pencucian pada kapal yang diperiksa pada seluruh kapal memenuhi
syarat karena sudah adanya pencucian dengan saluran air panas dan
khusus.

E. Hubungan sanitasi kamar mandi terhadap keberadaan kecoa pada kapal


penumpang
Berdasarkan penelitian ini diketahui bahwa kapal dengan sanitasi
kamar mandi yang baik dengan kapal yang ditemukan adanya kecoa yaitu 3
kapal (16.7%). Pada kapal dengan sanitasi kamar mandi yang kurang
dengan kapal yang ditemukan keberadaan kecoa yaitu sebanyak 7 kapal
(100%). Hasil fisher exact menunjukkan nilai signifikansi 0.001 < α (0.05)
atau H0 ditolak artinya ada hubungan sanitasi kamar mandi terhadap
keberadaan kecoa pada kapal penumpang.
Nilai RP menunjukkan nilai 0 berarti sanitasi kamar mandi merupakan
faktor protektif artinya sanitasi kapal yang baik mencegah adanya
keberadaan kecoa dibandingkan kapal dengan sanitasi kamar mandi yang
buruk.
65

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sanitasi kamar mandi


kapal penumpang dengan variabel pintu toilet tidak mengahadap langsung ke
ruang makan diperoleh sebanyak 25 kapal (100%) dalam kategori baik
sedangkan tidak ditemukan kapal dengan kategori buruk. Pada variabel
pencahayaan diperoleh sebanyak 25 kapal (100%) dalam kategori baik
sedangkan tidak ditemukan kapal dengan kategori buruk. Pada variabel
tersedia westafel diperoleh sebanyak 11 kapal (44%) dalam kategori baik dan
14 kapal (56%) dalam kategori buruk. Pada variabel kebersihan diperoleh
sebanyak 10 kapal (40%) dalam kategori baik dan 15 kapal (60%) dalam
kategori buruk.
Hasil penelitian menujukkan bahwa sebanyak 18 kapal (72%) dengan
kategori sanitasi kamar mandi yang baik dan sebanyak 7 kapal (28%) dengan
kategori sanitasi kamar mandi yang buruk. Menurut Kemenkes RI sanitasi
toilet mendukung sanitasi pada alat transportasi secara menyeluruh. Alat
transportasi salah satunya kapal laut perlu diupayakan sanitasinya agar tidak
terjadi tempat berkembangbiaknya dan menularnya suatu penyakit. Salah
satu penularan penyakit berbasis vector di kamar mandi adalah disebabkan
oleh vector kecoa. Kamar mandi pada alat transportasi yang memenuhi
syarat sanitasi apabila tersedia air yang cukup, rutin dibersihkan,pencahyaan
tidak kurang dari 10 fc, tersedia fasilitas cuci tangan dalam kamar mandi dan
tidak terdapat tanda-tanda keberadaan vector.39,48

F. Hubungan sanitasi ruang penumpang terhadap keberadaan kecoa pada


kapal penumpang
Penelitian pada sanitasi ruang penumpang menunjukkan kapal
dengan keberadaan vektor mempunyai sanitasi ruang penumpang buruk
sebanyak 7 kapal (100%) dan sanitasi ruang penumpang baik sebanyak 3
kapal (16.7%). Pada seluruh kapal dengan sanitasi ruang penumpang yang
baik sebanyak 15 kapal (83.3%) tidak ditemukan adanya vector. Hasil uji
fisher exact diperoleh nilai p value = 0,000 yaitu ada hubungan antara
sanitasi ruang penumpang dengan keberadaan vektor. Pada saat
pelaksanaan penelitian ditemukan vektor kecoa pada bagian bawah tempat
tidur. Sanitasi ruang penumpang pada kapal penumpang sebanyak 25 kapal
yang diperiksa menurut dengan peraturan Permenkes nomor 40 tahun 2015
66

dan Hand Book Ship Sanitation harus sesuai dengan 3 kriteria penilaian yaitu
kebersihan, pertukaran udara dan pencahayan. Kebersihan Ruang
penumpang pada kapal penumpang sebanyak 13 kapal (52%) yang tidak
memenuhi syarat, sedangkan sebanyak 12 kapal (48%) yang memenuhi
syarat. Hal ini dikarenakan kurangnya kesadaran penumpang dalam
membuang sampah pada tempat yang telah disediakan oleh awak kapal.
Sehingga ruang penumpang yang tidak bersih akan menjadi tempat
berkembangbiaknya vektor seperti kecoa yang dapat menjadi faktor risiko
terhadap kesehatan manusia.
Seluruh kapal yaitu 25 kapal (100%) memenuhi syarat pertukaran
udara. AC dan exhaust fan sebagai sirkulasi udara secara modern pun ada
yang berfungsi dan tidak berfungsi sehingga sirkulasi udara di ruang tempat
tidur menjadi pengap. Temperature udara dan kelembaban pada ruang
penumpang dan anak buah kapal (ABK) baik, kelembaban pada ruang dapur
pada saat di lakukan uji dengan alat hygrometer bahwa kelembaban rata rata
diatas 60 % sampai 65 %. Pencahayaan ruang tempat tidur menunjukkan
sebanyak 18 kapal (72%) yang memenuhi syarat, dan sebanyak 7 kapal
(28%) tidak memenuhi syarat.
Hasil pengukuran dalam penelitian ini menunjukkan bahwa sebaran
kecoa paling sering ditemukan pada ruangan dengan pencahayaan di bawah
standar yaitu kurang dari 100 lux atau 10 fc. Kecoa yang paling banyak
ditemukan pada ruang penumpang dengan pencahayaan di bawah standar
yaitu 80 lux. Pada penelitian ini sebanyak 7 kapal (28%) menujukkan
pencahayaan yang tidak memenuhi syarat sehingga kecoa selalu ditemukan
pada ruangan yang diperiksa. Pencahayaan pada ruangan penumpang
bersumber dari cahaya buatan yaitu bola lampu. Sehingga keberadaan siang
dan malam tidak membedakan ketika berada di dalam ruangan tersebut.
Kemudian kondisi pencahayaan yang tidak memenuhi syarat menjadi alasan
kecoa tetap ditemukan meskipun pemeriksaan dilakukan pada siang hari,
padahal kecoa merupakan hewan nokturnal yang aktif di malam hari. Selain
pengaruh sanitasi dan keberadaan makanan, keadaan ruangan yang selalu
dalam kondisi tertutup membuat ruangan tersebut tidak mampu dijangkau
oleh vektor khususnya kecoa.49
67

G. Hubungan sanitasi gudang terhadap keberadaan kecoa pada kapal


penumpang
Hasil penelitian ini menujukkan bahwa kapal dengan sanitasi gudang
yang baik dengan ditemukannya adanya kecoa yaitu 4 kapal (21%). Pada
kapal dengan sanitasi gudang yang kurang dengan ditemukan keberadaan
kecoa yaitu sebanyak 6 kapal (100%). Hasil fisher exact menunjukkan nilai
signifikansi 0.001 < α (0.05) atau H0 ditolak artinya ada hubungan sanitasi
gudang terhadap keberadaan kecoa pada kapal penumpang. Nilai RP
menunjukkan nilai 0 berarti sanitasi gudang merupakan faktor protektif artinya
sanitasi kapal yang baik mencegah adanya keberadaan kecoa dibandingkan
kapal dengan sanitasi ruang penumpang yang buruk.
Hasil penelitian pada bagian sanitasi gudang penyimpanan
menunjukkan kapal dengan keberadaan vektor mempunyai sanitasi gudang
buruk sebanyak 6 (100%) kapal dan sanitasi gudang baik sebanyak 4 kapal
(21%). Sedangkan kapal yang tidak ada keberadaan vektor mempunyai
sanitasi gudang baik sebanyak 15 kapal (79%). Hasil penelitian dalam
pemeriksaan sanitasi dilapangan menunjukan bahwa gudang penyimpanan
makanan ditemukan vector kecoa pada bagian rak kayu, sisa bahan
makanan yang menumpuk di gudang ditemukan vektor kecoa. Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Noorhayati (2017) di pelabuhan
Banjarmasin yang menunjukan bahwa sanitasi gudang penyimpanan dengan
keberadaan vektor ditemukan sebanyak 3 kapal dari 9 kapal yang ditemukan
vektor dan rodent dan hasil uji chi square menunjukan bahwa ada hubungan
antara sanitasi dapur dengan keberadaan vektor dan rodent.
Sanitasi gudang penyimpanan pada kapal penumpang sebanyak 25
kapal yang diperiksa menurut d peraturan Permenkes nomor 40 tahun 2015
dan Hand Book Ship Sanitation harus sesuai dengan 3 kriteria penilaian yaitu
kebersihan, pertukaran udara dan pencahayan. Kebersihan gudang
penyimpanan pada seluruh kapal penumpang yang diperiksa 2 kapal (8)%
memenuhi syarat dan 23 kapal (92%) tidak memenuhi syarat. Hal ini
dikarenakan ditemukan sampah atau bahan makanan berserakan dilantai
gudang dan tidak adanya tempat sampah diletakan pada ruang gudang
penyimpanan dan sampah tersebut akan menjadi tempat
berkembangbiaknya vektor seperti kecoa yang dapat menjadi faktor risiko
68

terhadap kesehatan manusia.. Pertukaran udara pada gudang penyimpanan


seluruhnya memenuhi syarat karena semuanya ada exhaust sebagai
pertukaran sirkulasi udara dan adanya AC sebagai sirkulasi udara secara
modern sehingga sirkulasi udara digudang penyimpanan kapal tidak pengap.
Temperature udara dan kelembaban pada ruang penumpangan baik
sehingga ruangan menjadi sejuk dan kelembaban ruangan 40-65%. terjaga.
Hasil pengukuran dalam penelitian ini menunjukkan bahwa sebaran
kecoa paling sering ditemukan pada gudang atau ruang penyimpanan
dengan pencahayaan di bawah standar yaitu kurang dari 100 lux atau 10 fc.
Kecoa yang paling banyak ditemukan pada ruang penumpang dengan
pencahayaan di bawah standar yaitu 75 lux. Pada penelitian ini sebanyak 6
kapal (24%) menujukkan pencahayaan yang tidak memenuhi syarat sehingga
kecoa selalu ditemukan pada ruangan yang diperiksa. Pencahayaan pada
gudang bersumber dari cahaya buatan yaitu bola lampu. Sehingga
keberadaan siang dan malam tidak membedakan ketika berada di dalam
ruangan tersebut. Kemudian kondisi pencahayaan yang tidak memenuhi
syarat menjadi alasan kecoa tetap ditemukan meskipun pemeriksaan
dilakukan pada siang hari.
Pencahayaan pada gudang atau ruangan penyimpanan kapal menjadi
tidak memenuhi syarat karena penerangan dan penempatan jumlah lampu
yang diperlukan tidak sesuai dengan kegiatan yang ada dalam suatu ruangan
atau fungsi ruangan tersebut. Selain itu, beberapa sumber penerangan tidak
berfungsi dengan baik atau dalam kondisi mati membuat nilai pencahayaan
dalam ruangan tidak memenuhi syarat. 49

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Ada hubungan pengetahuan ABK dengan keberadaan vector pada kapal
penumpang di Pelabuhan Sorong (p=0.049).
2. Ada hubungan sikap ABK dengan keberadaan vector pada kapal
penumpang di Pelabuhan Sorong T(p= 0.001).
69

3. Ada hubungan perilaku ABK dengan keberadaan vector pada kapal


penumpang di Pelabuhan Sorong (p=0.002).
4. Ada hubungan sanitasi ruang dapur dengan keberadaan vektor kecoa
pada kapal penumpang di Pelabuhan Sorong (p=0.023)
5. Ada hubungan sanitasi kamar mandi dengan keberadaan vektor kecoa
pada kapal penumpang di Pelabuhan Sorong (p=0.001)
6. Ada hubungan sanitasi ruang penumpang dan ABK dengan keberadaan
vektor kecoa pada kapal penumpang di Pelabuhan Sorong (p=0.001)
7. Ada hubungan sanitasi gudang penyimpanan dengan keberadaan vektor
kecoa pada kapal penumpang di Pelabuhan Sorong (p=0.001)

B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian faktor-faktor yang berhubungan dengan
keberadaan kecoa pada kapal penumpang di pelabuhan Sorong Provinsi
Papua Barat dapat disarankan sebagai berikut :
1. Bagi Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas III Sorong sebagai kantor
pengawasan kesehatan pelabuhan dan kapal untuk lebih teliti dalam
pengawasan dan pembinaan kepada kapal yang bersandar di pelabuhan
Sorong Provinsi Papua Barat.
2. Bagi nahkoda kapal untuk selalu memberikan instruksi kepada anak buah
kapal (ABK) untuk menjaga kebersihan kapal dan menambah
pencegahaan perkembangbiakan vector kecoa.
3. Bagi penumpang agar selalu menjaga kebersihan kapal dengan tidak
membuang sampah sembarangan / kelaut dan di letakan pada tempat
sampah yang sudah disediakan.
4. Bagi penelitian selanjutnya disarankan untuk perlu adanya kajian lebih
lanjut terhadap hubungan sanitasi kapal dengan keberadaan vektor kecoa
dengan sampel jenis kapal atau gross tonnage yang berbeda dari yang
penulis teliti.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Sekretariat Negara Indonesia Republik. UU Nomor 6 tahun


2018 tentang Kekarantinaan Wilayah. 2018; 31–34.
2. Kemarintiman. Badan Koordinasi Keamanan Laut Republik Indonesia.
Indonesia Negara Kemaritiman, 2017.
3. Mouchtouri, V. A., Nichols, G., Rachiotis, G., Kremastinou, J.,
Arvanitoyannis, L., S., Riemer, T. et al. State of The Art: public Health and
Passenger Ships. 2010.
4. Olievia N, Putri H, Herdiani N. Relationship Of Ship Sanitation With The
Existence Of Cockroach Vectors In Passengers In Tanjung Perak
Surabaya Port. 6.
5. Ovra O, Lukman L, Vierto V. Tingkat Risiko Kesehatan Kapal di Pelabuhan
Belawan Medan dan Faktor yang Mempengaruhi. J Ilmu Kesehat Masy
2018; 7: 94–103.
6. WHO. International Health Regulations ( 2005 ) Areas of work for
implementation. World Heal Organ 2007; 28.
7. Kementerian Kesehatan RI. Permenkes No.44 Tahun 2014 Tentang
Penyelenggaraan Pelabuhan dan Bandar Udara Sehat. Jakarta:
Kemerterian Kesehatan RI, 2014.
8. Kementerian Kesehatan. Permenkes No. 50 Tahun 2017 Tentang Standar
Baku Mutu Kesehatan Lingkungan Dan Persyaratan Kesehatan Untuk
Vektor Dan Binatang Pembawa Penyakit Serta Pengendaliannya. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI, 2017.
9. Yudhastuti, Ririh. Pengendalian Vektor dan Rodent. Surabaya: Pustaka
Melati, 2011.
10. Mouchtouri VA, Anagnostopoulou R, Samanidou-Voyadjoglou A, et al.
Surveillance study of vector species on board passenger ships, risk factors
related to infestations. BMC Public Health 2008; 8: 1–8.
11. Kesumawati Hadi U, Budi Retnani E, Upik Kesumawati Hadi C. Diversity
and abundance of cockroaches (Insecta: Dictyoptera) in ships at Bau-Bau
port. ~ 29 ~ J Entomol Zool Stud 2018; 6: 29–34.
12. Hidayatsyah. Pengaruh Faktor Risiko Terhadap Keberadaan Vektor
Penyakit di Kapal pada Pelabuhan Tembilahan. Medan: Universitas
Sumatera Utara, 2012.
13. Triatmodjo, Bambang. Perencanaan Pelabuhan. Yogyakarta: Beta Offset,
Edisi Pertama, 2010.
14. Undang-Undang 17 Republik Indonesia. UU 17 tahun 2008 tentang
Pelayaran. Vis Comput 2008; 24: 155–172.

70
15. Menteri Kesehatan. Peraturan Meneteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 40 Tahun 2015 Tentang Sertifikat Sanitasi Kapal. Kementerian
Kesehatan RI, 2015.
16. Saifullah. Pengaruh Sanitasi dan Manajemen Kapal Terhadap Kepemilikan
Sertifikat Sanitasi Kapal pada Pelabuhan Lhokseumaweh. USU, 2010.
17. Saharuddin. Studi Kondisi Sanitasi kapal penumpang di Pelabuhan
Soekarno Makassar Tahun 2010. KTI. Makassar: AKL Muhammadiyah,
2010.
18. Dirjen PPM & PLP. Pedoman Sanitasi Kapal. Jakarta: Depkes RI, 1996.
19. Kementerian Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
356/MENKES/PER/IV/2008 Tentang Organisasi dan Tata Kerja KKP.
Peratur Menteri Kesehat RI 2008; 14.
20. Nurdin. Daftar Pemeriksaan Sanitasi Kapal Tahun 2010. Makassar:
Bidang Pengendalian Resiko Lingkungan (PRL) Kantor Kesehatan
Pelabuhan (KKP) Kelas I Makassar, 2010.
21. WHO. World Health Organization International Health Regulations Guide
to Ship Sanitation Third Edition Version 10 For targeted chapter-by-
chapter review October 2007.
22. Sucipto, Cecep Dani. Vektor Penyakit Tropis. Yogyakarta: Gosyem
Publishing, 2011.
23. Menasria T, Moussa F, El-Hamza S, et al. Bacterial load of German
cockroach (Blattella germanica) found in hospital environment. Pathog
Glob Health 2014; 108: 141–147.
24. Moges F, Eshetie S, Endris M, et al. Cockroaches as a Source of High
Bacterial Pathogens with Multidrug Resistant Strains in Gondar Town,
Ethiopia. Biomed Res Int; 2016. Epub ahead of print 2016. DOI:
10.1155/2016/2825056.
25. Hamu H, Debalke S, Zemene E, et al. Isolation of intestinal parasites of
public health importance from cockroaches (Blattella germanica) in Jimma
Town, southwestern Ethiopia. J Parasitol Res; 2014. Epub ahead of print
2014. DOI: 10.1155/2014/186240.
26. Wistiani W, Notoatmojo H. Hubungan Pajanan Alergen Terhadap Kejadian
Alergi pada Anak. Sari Pediatr 2016; 13: 185.
27. Valles S. German Cockroach , Blattella germanica ( Linnaeus ) ( Insecta :
Blattodea : Blattellidae ) 1. 2017; 1–4.
28. Kemenkes RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
nomor:374/Menkes/Per/III/2010 tentang Pengendalian Vektor.
29. Sigit HS, Hadi UK, Koesharto F, Gunandini DJ, Soviana S, Wirawan Al et
al. Hama Permukiman ( Urban Pest ) di Indonesia. Bogor: IPB, 2006.
30. World Health Organization (WHO). Handbook for inspection of ships and
issuance of ship sanitation certificates. Handb Insp ships issuance Sh
Sanit Certif.
31. Iskandar, Mahdi. Teori Pengolahan Makanan. Jakarta: Rasindo, 2010.
32. PPM & PLP. Standar Operasional Prosedur Pemeriksaan Sanitasi Kapal.
Jakarta: Depkes RI, 1992.
33. Tawaddud, Besse Irna. Studi Kondisi Tingkat Sanitasi Pada Kapal
Penumpang Di Wilayah Kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan (Kkp) Kelas I
Makassar. 2011; 11: 10–14.
34. Menteri Perhubungan. PM_39_Tahun_2015.pdf.
35. Pemerintah RI. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun
2000 Tentang Kepelautan. 2000; 130–139.
36. Sailendra, Annie. Langkah – Langkah Praktis Membuat SOP. Yogyakarta:
Trans Idea Publishing, 2015.
37. Notoatmodjo, Soekidjo. Kesehatan Masyarakat, Ilmu & Seni. Jakarta:
Rineka Cipta, 2011.
38. Sabri, M. Alisuf. Psikologi Pendidikan Berdasarkan Kurikulum Nasional.
Jakarta: Pedoman Ilmu Raya, 2010.
39. Kemenkes. Formulir Pemeriksaan Sanitasi Kapal. Sorong: KKP Kelas III
Sorong, 2019.
40. Mahendra, Juzi. Faktor Yang Berhubungan Dengan Keberadaan Vektor
Kecoa Pada Kapal Kargo Yang Bersandar Di Pelabuhan Batu Ampar Kota
Batam, 2018.
41. Notoatmojo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta.
42. Sofiyan S, Keman S. Ship Sanitation and Sanitary Behavior of the Crew
Influences to the Presence of Rats on Cargo Ship in the Port of Tanjung
Perak Surabaya. J Kesehat Lingkung 2018; 9: 145.
43. Muyassaroh N Al, Saputra R, Sembiring FY. Faktor-Faktor yang
mempengaruhi Keberadaan Kecoa di Factors Affecting the Existence of
Cockroaches in Batu Ampar Port Ship, Batam City in 2019. J Rekayasa
Lingkung 2020; 20: 56–63.
44. Notoatmodjo, Soekidjo. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta, 2010.
45. Budiman dan Riyanto A. Kapita Selekta Kuesioner Pengetahuan dan
Sikap Dalam Penelitian Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika, 2013.
46. Arumsari G, Widyanto A, Gunawan At. Hubungan Antara Sanitasi Kapal
Dan Perilaku Anak Buah Kapal Dengan Keberadaan Tikus Pada Kapal
Yang Bersandar Di Wilayah Kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I
Surabaya Tahun 2017. Bul Keslingmas 2018; 37: 405–416.
47. Thohir, Burhannudin. Hubungan Sanitasi Kapal Dengan Keberadaan
Vektor Penyakit Dan Rodent Pada Kapal Penumpang Di Pelabuhan Merak
Provinsi Banten. J Kesehat Masy 2018; 6: 410–418.
48. Sujarno, Muryani Sri. Sanitasi Transportasi Parawisata dan Matra. Jakarta,
2018.
49. Firmansyah, Muhammad. Hubungan Suhu, Kelembaban dan
Pencahayaan Terhadap Kepadatan kecoa di kapal Penumpang yang
Sandar di Pelabuhan Semayang Balikpapan. Univ Mulawarman 2017; 4.
Lampiran 1
L-1
Kuesioner
KUESIONER
PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU ABK PADA KAPAL PENUMPANG
DI PELABUHAN SORONG
TAHUN 2020

A. Identitas Kapal
1. Nama Kapal :
2. Nama ABK :
3. Jenis Kapal :
4. Bendera :
5. Besar Kapal :
6. Tanggal &Jam diperiksa :
7. Jumlah ABK – Penumpang :

B. Pengatahuan ABK
Berikan tanda silang (x) pada pertanyaan berikut yang saudara anggap benar:
1. Berikut merupakan penyakit yang ditularkan oleh kecoa adalah :
a. Disentri
b. Diare
c. Demam Typhoid
d. Semua Benar
2. Lokasi berikut yang disenangi oleh vector kecoa adalah :
a. Luas serta terang
b. Lembab serta gelap
c. Ruangan tanpa celah
d. Ruangan dengan suhu yang tinggi
3. Berikut yang mempengaruhi keberadaan kecoa pada kapal adalah :
a. Timbulan sampah
b. Jumlah penumpang
c. Tujuan keberangkatan kapal
d. Volume kapal
4. Pengendalian kecoa penting dilakukan dengan tujuan :
a. Mencegah penyakit tular vector(serangga)
b. Menjaga estekita serta kenyamanan kapal
c. Menjaga kualitas sanitasi kapal
d. Semua benar
5. Berikut pengendalian kecoa dengan metode kimiawi adalah :
a. Menyiram dengan air panas
b. Memasang jebakan (trapping)
c. Penggunaan insektisida
d. Menjaga sanitasi ruangan
6. Berikut ini yang termasuk upaya pengendalian kecoa melalui sanitasi
kapal adalah:
a. Menyiram persembunyian kecoa dengan air panas
b. Melakukan penyemprotan
c. Menjaga kebersihan ruangan
d. Melakukan Pengasapan
7. Berikut jenis kecoa yang biasa ditemukan pada kapal adalah :
a. Kecoa amerika (Periplaneta Americana)
b. Kecoa australia (Periplaneta australia)
c. Kecoa jerman (Blatella germanica)
d. Semua Benar
8. Suhu optimal untuk hidup kecoa di atas kapal adalah :
a. 24-33°C
b. < 24°C
c. > 33°C
d. < 0 c
9. Sertifikat sanitasi kapal yang diberikan apabila kapal telah melakukan
pengendalian kecoa di atas kapal adalah :
a. SSCC
b. SSCEC
c. MDH
d. P3K Kapal
10. Instansi yang mengawasi pengendalian vector kecoa pada kapal di
pelabuhan adalah :
a. Dinas Kesehatan
b. KSOP
c. KKP
d. Pest Control

Skor =
Kategori :
Pengetahuan baik jika skor 7 – 9
Pengetahuan sedang jika skor 4 – 6
Pengetahuan kurang jika skor 0 - 3
C. Sikap ABK
Berikan tanda centang (√ ) sesuai jawaban Saudara:
Jawaban
No Pernyataan
STS TS KS S SS
1 Setiap kapal sebaiknya menjaga sanitasi kapal
setiap saat
2 Keberadaan kecoa pada kapal menimbulkan
resiko penularan penyakit pada penumpang
3 Apabila saya melihat kecoa yang berkeliaran
maka akan saya lakukan pengendalian
4 Seluruh awak kapal bertanggungjawab
terhadap pengendalian kecoa di atas kapal
5 Setiap ABK hendaknya berkonsultasi mengenai
keberadaan kecoa di atas kapal kepada
petugas Kantor Kesehatan Pelabuhan yang
melakukan inspeksi
6 Pengendalian kecoa pada kapal merupakan
suatu kegiatan yang kontinu (terus menerus)
Total

Skor =
Kategori :
Sikap baik jika skor 21 – 30
Sikap sedang jika skor 11 – 20
Sikap kurang jika skor 6 - 10

D. Perilaku ABK
Berikan tanda centang (√ ) sesuai jawaban Saudara:
Jawaban
No Pernyataan
Ya Tidak
1 Saya selalu mengupayakan seluruh sampah dibuang
sesegera mungkin setelah kapal bersandar di pelabuhan.

2 Saya selalu memastikan tempat sampah di atas kapal


selalu dalam keadaan tertutup.

3 Saya segera melakukan pengendalian kecoa melalui


pest control yang ditunjuk KKP apabila ditemukan
keberadaan kecoa
4 Saya selalu menjaga kualitas sanitasi seluruh bangunan
kapal setiap hari

5 Saya mengupayakan lantai toilet tidak memiliki


celah/tertutup rapat agar tidak menjadi tempat
perindukan kecoa
6 Saya memasang perangkap kecoa pada ruangan yang
berisiko keberadaan kecoa
7 Saya menyampaikan kepada ABK di kamar mandi untuk
menutup makanan agar tidak terkontaminasi kecoa

8 Saya terbuka terhadap pihak KKP yang melakukan


inspeksi vector mengenai pengendalian kecoa yang saya
lakukan di atas kapal
9 Saya mengikuti arahan KKP untuk melakukan
pengendalian kecoa apabila ditemukan kecoa saat
inspeksi
10 Apabila terdapat ABK atau penumpang yang memiliki
gejala penyakit diare, demam typhoid dan disentri maka
akan saya laporkan kepada pihak KKP

Kategori :
Perilaku baik jika skor 7 – 9
Perilaku sedang jika skor 4 – 6
Perilaku kurang jika skor 0 - 3

Sorong, 2020

Pelaksana

( )
Lampiran 2 L-2

FORM PENGAMATAN KECOA PADA KAPAL PENUMPANG


DI PELABUHAN SORONG
TANGGAL……………………………………

A. Identitas Kapal
1. Nama Kapal/ Name If Ship :
2. Jenis Kapal/Kind Of Ship :
3. Bendera/Flag :
4. Besar Kapal/Tonnagge :
5. Tanggal &Jam diperiksa :
6. Jumlah ABK – Penumpang :

B. Keberadaan Vektor Kecoa


Nama Hasil Pengamatan Yang Jenis Kecoa Yang ditemukan
Bangunan/ Ditemukan
No Supella
Lokasi Telur Kotoran Kecoa Kecoa Blattella Blatta Periplanata
ditemukan Kecoa Kecoa Hidup Mati germanica orientalis americana longipalp

TOTAL

Kesimpulan
*Memenuhi/Tidak Memenuhi Syarat

Sorong, 2020

Pelaksana

( )

*Coret yang tidak perlu

78
Lampiran 3
L-3
Formulir Observasi
FORMULIR PEMERIKSAAN KEBERADAAN VEKTOR DAN SANITASI KAPAL
PADA KAPAL PENUMPANG DI PELABUHAN SORONG
A. Identitas Kapal
1. Nama Kapal/ Name If Ship :
2. Jenis Kapal/Kind Of Ship :
3. Bendera/Flag :
4. Besar Kapal/Tonnagge :
5. Tanggal &Jam diperiksa :
6. Jumlah ABK – Penumpang :

B. Sanitasi Kapal

No Variabel Komponen Yang Dinilai Nilai Bobot Score


a. Kebersihan
Kotor/dirty = 5
Bersih = 10
4

b. Pertukaran udara/air sirculation


Pertukaran udara menggunkan Exhouse
Fan, Ventilasi, Kelembaban 40 -65% dan
2
Suhu 24-33°C
Tidak Memenuhi Syarat = 5
Kamar Memenuhi Syarat = 10
1
mandi c. Pencahayaan/lighting
Pencahayaan ≤ 10-5 fc. (Bad) = 5
Pencahayaan ≥ 10-5 fc (Good )= 10
2

d. Pencuncian/washing
Manual (Bad)= 5
Mesin pencuci (good)= 10
2

Total Score 10

Cara Perhitungan Score:


Nilai x Bobot = Score
Jika baik ≥ 80
Jika kurang baik < 79

79
No Variabel Komponen Yang Dinilai Nilai Bobot Score
a. Pintu Toilet tidak menghadap
langsung ke ruang tempat makan
2
Tidak memenuhi syarat = 5
Memenuhi Syarat = 10
b. Pencahayaan/lighting
Pencahayaan ≤ 10 fc. (Bad) = 5
2
Pencahayaan ≥ 10 fc (Good )= 10
Kamar
2 Mandi/
c. Tersedia Fasilitas cuci
Toilet
tangan/Westafle dalam kamar mandi
2
Tidak Tersedia = 5
Tersedia = 10
d. Kebersihan/clean
Kotor/dirty = 5
4
Bersih = 10

Total Score 10

Cara Perhitungan Score:


Nilai x Bobot = Score
Jika baik ≥ 80
Jika kurang baik < 79

No Variabel Komponen Yang Dinilai Nilai Bobot Score


a. Kebersihan/clean
Kotor/dirty = 5
Bersih = 10 4

b. Pertukaran udara/air sirculation


Pertukaran udara menggunkan AC,
Ruang ABK/ Ventilasi, Kelembaban 40 -65% dan
3 3
Penumpang Suhu 24-33°C
Tidak Memenuhi Syarat = 5
Memenuhi Syarat = 10
c. Pencahayaan/lighting
Pencahayaan ≤ 10 fc. (Bad) = 5
Pencahayaan ≥ 10 fc (Good )= 10 3

Total Score 10

Cara Perhitungan Score:


Nilai x Bobot = Score
Jika baik ≥ 80
Jika kurang baik < 79
No Variabel Komponen Yang Dinilai Nilai Bobot Score
a. Kebersihan/clean
Kotor/dirty = 5
Bersih = 10 4

b. Pertukaran udara/air sirculation


Pertukaran udara menggunkan AC,
Gudang/ Ventilasi, Kelembaban 40 -65% dan
4 3
storage Suhu 24-33°C
Tidak Memenuhi Syarat = 5
Memenuhi Syarat = 10
c. Pencahayaan/lighting
Pencahayaan ≤ 10 fc. (Bad) = 5
Pencahayaan ≥ 10 fc (Good )= 10 3

Total Score 10
Cara Perhitungan Score:
Nilai x Bobot = Score
Jika baik ≥ 80
Jika kurang baik < 79

Sorong, 2020

Pelaksana

( )
Lampiran 4 : Data Hasil Penelitian
L-4

a. Dapur

Kode
D1 D2 D3 D4 Total D Kategori D
Kapal
1 20 20 20 10 70 2
2 20 20 10 10 60 2
3 40 20 20 20 100 1
4 40 20 20 10 90 1
5 40 20 20 10 90 1
6 20 20 20 20 80 1
7 40 20 20 20 100 1
8 20 20 20 20 80 1
9 20 20 20 10 70 2
10 20 20 20 10 70 2
11 20 20 20 10 70 2
12 20 20 20 20 80 1
13 40 20 20 20 100 1
14 20 20 20 20 80 1
15 20 20 20 20 80 1
16 20 20 20 20 80 1
17 20 20 20 20 80 1
18 20 20 20 20 80 1
19 20 20 20 20 80 1
20 20 20 20 20 80 1
21 20 20 20 20 80 1
22 20 20 20 20 80 1
23 20 20 20 20 80 1
24 20 20 20 10 70 2
25 40 20 20 20 100 1
b. Kamar Mandi

Kode Total
KM1 KM2 KM3 KM4 Kategori KM
Kapal KM
1 20 20 10 20 70 2
2 20 20 10 20 70 2
3 20 20 10 40 90 1
4 20 20 20 40 100 1
5 20 20 20 40 100 1
6 20 20 20 20 80 2
7 20 20 20 40 100 1
8 20 20 20 20 80 1
9 20 20 10 20 70 2
10 20 20 10 20 70 2
11 20 20 10 20 70 2
12 20 20 20 10 70 2
13 20 20 20 40 100 1
14 20 20 20 20 80 1
15 20 20 10 40 90 1
16 20 20 10 40 90 1
17 20 20 10 40 90 1
18 20 20 10 40 90 1
19 20 20 20 20 80 1
20 20 20 20 20 80 1
21 20 20 20 20 80 1
22 20 20 20 20 80 1
23 20 20 20 20 80 1
24 20 20 10 40 90 1
25 20 20 20 40 100 1

c. Ruang Penumpang
Total Kategori
Kode Kapal RP1 RP2 RP3
RP RP
1 20 30 15 65 2
2 20 30 15 65 2
3 40 30 30 100 1
4 40 30 30 100 1
5 40 30 30 100 1
6 20 30 30 80 1
7 40 30 30 100 1
8 20 30 30 80 1
9 30 30 15 75 2
10 40 30 30 100 1
11 20 30 15 65 2
12 20 30 15 65 2
13 40 30 30 100 1
14 20 30 30 80 1
15 40 30 30 100 1
16 40 30 30 100 1
17 40 30 30 100 1
18 40 30 30 100 1
19 20 30 30 80 1
20 20 30 30 80 1
21 20 30 15 65 2
22 20 30 15 65 2
23 20 30 30 80 1
24 40 30 30 100 1
25 40 30 30 100 1

d. Gudang

Kode Kapal G1 G2 G3 Total G Kategor


iG
1 20 30 15 65 2
2 20 30 15 65 2
3 20 30 30 80 1
4 20 30 30 80 1
5 20 30 30 80 1
6 20 30 30 80 1
7 40 30 30 100 1
8 20 30 30 80 1
9 20 30 30 80 1
10 20 30 30 80 1
11 20 30 15 65 2
12 20 30 15 65 2
13 20 30 30 80 1
14 20 30 30 80 1
15 20 30 30 80 1
16 20 30 30 80 1
17 20 30 30 80 1
18 20 30 30 80 1
19 20 30 30 80 1
20 20 30 30 80 1
21 20 30 15 65 2
22 20 30 15 65 2
23 20 30 30 80 1
24 20 30 30 80 1
25 40 30 30 100 1

Lampiran 5 : Hasil Uji Statistik


L-5
1. Hubungan pengetahuan terhadap keberadaan kecoa

Crosstab
Count
Keberadaan Kecoa
Memenuhi Tidak Memenuhi
syarat syarat Total
Pengetahuan Baik 11 3 14
Kurang 4 7 11
Total 15 10 25

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 4.573a 1 .032
Continuity CoRPectionb 2.983 1 .084
Likelihood Ratio 4.682 1 .030
Fisher's Exact Test .049 .042
Linear-by-Linear Association 4.390 1 .036
N of Valid Cases 25
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.40.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Pengetahuan 6.417 1.091 37.735
(Baik / Kurang)
For cohort Keberadaan 2.161 .944 4.946
Kecoa = Memenuhi syarat
For cohort Keberadaan .337 .112 1.010
Kecoa = Tidak Memenuhi
syarat
N of Valid Cases 25

2. Hubungan sikap terhadap keberadaan kecoa


Crosstab
Count
Keberadaan Kecoa
Memenuhi Tidak Memenuhi
syarat syarat Total
Sikap Baik 14 2 16
Kurang 1 8 9
Total 15 10 25

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 14.005a 1 .000
Continuity CoRPectionb 11.003 1 .001
Likelihood Ratio 15.315 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 13.444 1 .000
N of Valid Cases 25
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.60.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Sikap (Baik / 56.000 4.360 719.205
Kurang)
For cohort Keberadaan 7.875 1.229 50.442
Kecoa = Memenuhi syarat
For cohort Keberadaan .141 .038 .525
Kecoa = Tidak Memenuhi
syarat
N of Valid Cases 25

3. Hubungan perilaku terhadap keberadaan kecoa


Crosstab
Count
Keberadaan Kecoa
Memenuhi Tidak Memenuhi
syarat syarat Total
Perilaku Baik 14 3 17
kurang 1 7 8
Total 15 10 25

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 11.060a 1 .001
Continuity CoRPectionb 8.341 1 .004
Likelihood Ratio 11.778 1 .001
Fisher's Exact Test .002 .002
Linear-by-Linear Association 10.618 1 .001
N of Valid Cases 25
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.20.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Perilaku (Baik 32.667 2.852 374.135
/ kurang)
For cohort Keberadaan 6.588 1.040 41.755
Kecoa = Memenuhi syarat
For cohort Keberadaan .202 .070 .582
Kecoa = Tidak Memenuhi
syarat
N of Valid Cases 25

4. Hubungan sanitasi dapur terhadap keberadaan kecoa


Crosstab
Count
Keberadaan Kecoa
Memenuhi Tidak Memenuhi
syarat syarat Total
Sanitasi Dapur Baik 14 5 19
Kurang 1 5 6
Total 15 10 25

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 6.177a 1 .013
Continuity CoRPectionb 4.030 1 .045
Likelihood Ratio 6.343 1 .012
Fisher's Exact Test .023 .023
Linear-by-Linear Association 5.930 1 .015
N of Valid Cases 25
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.40.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Sanitasi 14.000 1.299 150.889
Dapur (Baik / Kurang)
For cohort Keberadaan 4.421 .724 26.995
Kecoa = Memenuhi syarat
For cohort Keberadaan .316 .137 .726
Kecoa = Tidak Memenuhi
syarat
N of Valid Cases 25

5. Hubungan sanitasi kamar mandi terhadap keberadaan kecoa


Crosstab
Count
Keberadaan Kecoa
Memenuhi Tidak Memenuhi
syarat syarat Total
Sanitasi Kamar Mandi Baik 15 3 18
Kurang 0 7 7
Total 15 10 25

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 14.583a 1 .000
Continuity CoRPectionb 11.318 1 .001
Likelihood Ratio 17.430 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 14.000 1 .000
N of Valid Cases 25
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.80.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
For cohort Keberadaan .167 .059 .468
Kecoa = Tidak Memenuhi
syarat
N of Valid Cases 25

6. Hubungan sanitasi ruang penumpang terhadap keberadaan kecoa


Crosstab
Count
Keberadaan Kecoa
Memenuhi Tidak Memenuhi
syarat syarat Total
Sanitasi Ruang Penumpang Baik 15 3 18
Kurang 0 7 7
Total 15 10 25

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 14.583a 1 .000
Continuity CoRPectionb 11.318 1 .001
Likelihood Ratio 17.430 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 14.000 1 .000
N of Valid Cases 25
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.80.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
For cohort Keberadaan .167 .059 .468
Kecoa = Tidak Memenuhi
syarat
N of Valid Cases 25

7. Hubungan sanitasi gudang terhadap keberadaan kecoa


Crosstab
Count
Keberadaan Kecoa
Memenuhi Tidak Memenuhi
syarat syarat Total
Sanitasi Gudang Baik 15 4 19
Kurang 0 6 6
Total 15 10 25

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 11.842a 1 .001
Continuity CoRPectionb 8.781 1 .003
Likelihood Ratio 14.094 1 .000
Fisher's Exact Test .001 .001
Linear-by-Linear Association 11.368 1 .001
N of Valid Cases 25
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.40.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
For cohort Keberadaan .167 .059 .468
Kecoa = Tidak Memenuhi
syarat
N of Valid Cases 25

Lampiran 6 : Dokumentasi Penelitian


L-6
1. Wawancara ABK

2. Sanitasi Dapur
3. Sanitasi Kamar Mandi

4. Sanitasi Ruang Penumpang


5. Sanitasi Gudang
Lampiran 6 : Ethical Clerance
L-6

Anda mungkin juga menyukai