BUFFER AREA
MATA KULIAH
Pengendalian vektor dan binatang pengganggu-A
Dosen : Nur Utomo SKM., M.Sc.
Oleh:
Nama: Aryco Satria Wibowo
NIM: P1337433219036
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Penanganan Vektor dan Tikus di
Pelabuhan, Kapal dan Buffer Area ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah PVBP-A. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
penanganan vektor dan tikus di pelabuhan, kapal dan buffer area bagi para pembaca dan juga
bagi penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada bapak Nur Utomo SKM., M.Sc., ST.,
M.Kes., selaku Dosen DIV Kesehatan Lingkungan di POLTEKKES KEMENKES
SEMARANG yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan
wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Saya menyadari,
makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami memohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini terdapat
banyak kesalahan.
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..........................................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................1
C. Tujuan...........................................................................................................1
D. Manfaat.........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................3
A. Definisi Karantina.........................................................................................3
B. Penyakit Karantina........................................................................................3
C. Prosedur Karantina........................................................................................4
D. Tindakan Karantina.......................................................................................5
E. Boarding Kapal (Dokumen Kesehatan Kapal (IHR) Article 54)..................6
F. Sanitasi Kapal................................................................................................8
G. Pengawasan dan Pemberantasan Tikus.........................................................8
H. Pemberantasan Tikus di Pelabuhan...............................................................9
I. Program Pengendalian Penyakit Oleh KKP dari Penyakit Tular Vektor .....13
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................15
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelabuhan merupakan titik simpul pertemuan atau aktifitas keluar masuk
kapal, barang dan orang, sekaligus sebagai pintu gerbang masuk dan keluarnya
penyebaran penyakit. Dan merupakan ancaman global terhadap Kesehatan
masyarakat karena adanya penyakit karantina, penyakit menular baru (new emerging
diseases), maupun penyakit menular lama yang timbul kembali (reemerging diseases)
(Depkes RI, 2003). Pengawasan sanitasi lingkungan adalah pengawasan yang
dilakukan terhadap lingkungan pelabuhan/bandara/pos lintas batas maupun alat
angkut, sehingga lingkungan pelabuhan maupun alat angkut cocok untuk hidup sehat.
Pelabuhan secara fisik mempunyai beberapa persyaratan dalam menunjang peran dan
fungsinya termasuk persyaratan fasilitas kesehatan lingkungan, melaksanakan peran
dan fungsinya sebagai penyehatan lingkungan pelabuhan, dan struktur pelabuhan
secara umum (Retno, 2005).
Kawasan pelabuhan harus bebas dari tikus, dimana tikus dapat menyebabkan
penyakit PES yang merupakan salah satu penyakit karantina. Di beberapa negara
penyakit ini masih menjadi masalah dan perlu diwaspadai penularannya sehingga
masih dikategorikan sebagai penyakit karantina yang tertuang dalam International
Health Regulation (IHR) 2005. Ada tiga hal yang memegang peranan penting atau
utama bagi kehidupan tikus dan faktor yang menunjang reproduksi tikus meliputi
ketersediaan makanan, minuman, dan tempat perlindungan atau tempat bersarang
yang sangat dipengaruhi oleh sanitasi lingkungan (Thamrin, 1986).
Dari uraian diatas maka penulis perlu mengetahui tentang penanganan vektor
dan tikus di pelabuhan, kapal dan buffer area.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu karantina?
2. Apa itu boarding kapal (dokumen kesehatan kapal (IHR) article 54)?
3. Bagaimana cara pengawasan dan pemberantasan tikus?
4. Bagaimana pelaksanaan program pengendalian penyakit oleh KKP dari
penyakit tular vektor dan tikus?
C. Tujuan
1. Menjelaskan apa itu karantina.
1
2
A. Definisi Karantina
Karantina adalah sistem yang mencegah perpindahan orang dan barang selama
periode waktu tertentu untuk mencegah penularan penyakit. Sistem karantina identik
dengan pengasingan terhadap seseorang atau suatu benda yang akan memasuki suatu
negara atau wilayah. Berdasarkan Article 1 IHR 2005, Karantina adalah pemisahan
peti kemas, alat angkut, atau barang yang diuga terkontaminasi dari orang/barang lain,
sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau
kontaminasi. Berdasarkan Pasal 1 UU No. 6 Tahun 2018, Karantina adalah alat
pengawasan dan pencegahan masuk dan/atau keluarnya penyakit dan Faktor Risiko
Kesehatan Masyarakat yang menjadi sumber penularan penyakit yang dapat
menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat. Tindakan karantina ialah tindakan-
tindakan terhadap kapal beserta isinya dan daerah pelabuhan untuk mencegah
penjangkitan dan penjalaran penyakit karantina. (Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 1 Tahun 1962)
B. Penyakit Karantina
Jenis penyakit karantina antara lain Pes (Plague), Kolera (Cholera), Demam
kuning (Yellow fever), Cacar (Smallpox), Tifus bercak wabahi - Typhus
exanthematicus infectiosa (Louse borne Typhus), dan Demam balik-balik (Louse
borne Relapsing fever) (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1962).
Masa tunas penyakit karantina berbeda-beda, antara lain Pes, enam hari; Kolera, lima
hari; Demam kuning, enam hari; Cacar, empat belas hari; Tifus bercak wabahi, empat
belas hari ; Demam balik-balik, delapan hari.
Terhadap penyakit karantina kapal digolongkan dalam kapal sehat, kapal
terjangkit, dan kapal tersangka.
1. Pes
a) Kapal ditetapkan terjangkit pes, jika :
- Pada waktu tiba dipelabuhan terdapat penderita pes atau terdapat tikus pes
dikapal.
- Lebih dari enam hari sesudah embarkasi (pemberangkatan) terjadi
peristiwa pes.
b) Kapal ditetapkan tersangka pes, jika :
3
4
b) Pada malam hari berupa lampu merah di atas lampu putih dengan jarak
maksimum 1,80 (satu koma delapan nol) meter, yang berarti saya belum
mendapat Persetujuan Karantina Kesehatan.
Jika dalam waktu berlakunya persetujuan Karantina Kesehatan timbul suatu
kematian atau penyakit yang berpotensi menimbulkan Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat maka Persetujuan Karantina Kesehatan dapat dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku. Kapal yang Persetujuan Karantina Kesehatannya dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku wajib menuju ke suatu Zona Karantina untuk mendapat
tindakan Kekarantinaan Kesehatan. Kapal yang tidak mematuhi peraturan
Kekarantinaan Kesehatan tidak diberikan Persetujuan Karantina Kesehatan. Kapal
diperintahkan supaya berangkat lagi atas tanggungan sendiri dan tidak diberikan izin
memasuki Pelabuhan lain di wilayah Indonesia. Kapal diberikan izin untuk
mengambil bahan bakar, air, dan bahan makanan di bawah pengawasan Pejabat
Karantina Kesehatan. Kekarantinaan Kesehatan terhadap kapal perang, kapal negara,
dan kapal tamu negara diatur dengan Peraturan Menteri berkoordinasi dengan menteri
atau lembaga terkait.
E. Boarding Kapal (Dokumen Kesehatan Kapal (IHR) Article 54)
International Health Regulations (lHR) tahun 2005 mengharuskan Indonesia
meningkatkan kapasitas dan kemampuan dalam surveilans kesehatan dan respons,
serta Kekarantinaan Kesehatan di wilayah dan di pintu masuk, baik pelabuhan,
Bandar Udara, maupun Pos Lintas Batas Darat Negara. (UU Nomor 6 Tahun 2018).
1. Pernyataan Kesehatan Maritim (Maritime Declaration of Health)
a) Nakhoda kapal sebelum mendarat pada pelabuhan pertama dalam wilayah
suatu Negara harus memastikan status kesehatan diatas kapal, dan, kecuali
bila Negara Peserta tidak memerlukannya nakhoda harus sewaktu kedatangan
atau sebelum kapal datang bila kapal begitu penuh dan Negara Peserta
memerlukan terlebih dahulu, memberikan secara lengkap MDH kepada
otorita yang berwenang yang harus ditandatangani oleh dokter kapal, bila ada.
b) Nakoda atau dokter kapal, bila salah satu ada, harus memberikan setiap
informasi yang diperlukan oleh otorita yang berwenang sesuai dengan kondisi
kesehatan dikapal selama perjalanan internasional.
c) MDH harus mengikuti model yang terdapat dalam Annex- 8.
d) Suatu Negara Peserta dapat memutuskan:
- Membebaskan penyerahan MDH terhadap semua kapal yang datang
7
dengan manusia. Tikus dapat menimbulkan berbagai penyakit, salah satunya penyakit
pes yang merupakan penyakit karantina (International Health Regulations (IHR)
tahun 1969). Penyakit pes disebabkan oleh basil Yersinia (Pasteurella) pestis pada
awalnya merupakan penyakit infeksi menular antar tikus, dan dari tikus ke manusia
melalui pinjal tikus (Xenopsylla spp.) (Brooks dan Rowe, 1979). Dalam upaya
pencegahan masuknya penyakit pes ke Indonesia, diupayakan dengan meniadakan
atau mengeliminir pinjal tikus. Tikus merupakan host disamping manusia serta
reservoir dalam mata rantai penularan pes ke manusia. Sedangkan agent-nya adalah
basil Yersinia (Pasteurella) Pestis. Dalam pelaksanaan di lapangan sesuai IHR (1969),
dan Convention on Facilitation of International Maritime Traffic (1965) setiap
kedatangan kapal diharuskan untuk mengisi Maritime Declaration of Health, yang
salah satu pertanyaannya adalah tentang adanya indikasi penyakit pes baik yang
timbul diantara ABK maupun diantara tikus.
Dalam Rodent Control, perlu diperhatikan 3 hal yang memegang peranan
utama bagi kehidupan Rodent di suatu daerah, yaitu adanya makanan, minuman, dan
tempat bersarang. Upaya mencegah penyebaran penyakit pes, dituangkan pada
beberapa artikel dari IHR diantaranya pada artikel 16. Pemberantasan tikus di
pelabuhan bertujuan untuk menurunkan populasi tikus dan meningkatkan
kewaspadaan terhadap kemungkinan adanya penyakit pes pada tikus setempat melalui
pengamatan indeks pinjal dan pemeriksaan serologis darah tikus. Pada dasarnya
membebaskan suatu daerah dari infestasi tikus dilakukan dengan cara menciptakan
suatu lingkungan yang tidak memungkinkan pemukiman tikus dengan jalan
memperbaiki sanitasi lingkungan dan melaksanakan rat-proofing terhadap semua
bangunan. Memberantas tikus-tikus yang ada dengan cara :
a. Pemasangan perangkap
b. Penggunaan racun tikus (rodentisida)
c. Penggasan atau fumigasi
d. Biological control, misalnya dengan melepaskan musuh -musuh tikus,
tetapi hasilnya kurang memuaskan (WHO, 1999).
H. Pemberantasan Tikus di Pelabuhan
a) Mengenali Tanda Kehidupan Tikus
Keberadaan tikus dapat dideteksi dengan beberapa cara yang paling umum
adalah adanya kerusakan barang atau alat. Tanda-tanda berikut merupakan
penilaian adanya kehidupan tikus yaitu (Ehler and Steel, 1950) :
10
e) Semua lubang atau celah yang ukurannya lebih dari 6 mm, harus ditutup
dengan adukan semen.
f) Lubang ventilasi hendaknya ditutup dengan kawat kasa yang kuat dengan
ukuran lubang maksimal 6 mm.
d) Pemasangan perangkap (trapping)
Macam perangkap tikus yang beredar di pasaran adalah jenis snap/guillotine
dan cage trap. Jenis cage trap digunakan untuk mendapatkan tikus hidup, guna
diteliti pinjalnya. Biasanya perangkap diletakkan di tempat jalan tikus atau di
tepi bangunan. Pemasangan perangkap lebih efektif digunakan setelah
dilakukan poisoning, dimana tikus yang tidak mati karena poisoning, dapat
ditangkap dengan perangkap (Ehler et.al, 1950).
e) Peracunan (Poisoning)
Pada umumnya peracunan dapat dilakukan apabila tidak membahayakan
manusia ataupun binatang peliharaan. Racun tikus terbagi menjadi dua
golongan, yaitu single dose poison dan multiple dose poison. Racun tikus yang
biasa digunakan adalah arsen, strychnine, phospor, zinkphosphide, redsquill,
barium karbonat, atau senyawa yang mengandung salah satu atau lebih dari
yang tersebut di atas. Termasuk didalamnya rodentisida yang relatif lebih baru
yaitu 1080 (ten eighty), Antu, Warfarin, dan Pival.
a) Warfarin dan Pival.
Merupakan umpan padat dengan warficida dan/atau pivalin yang berupa
cairan, mempunyai pengaruh keracunan yang khas pada tikus. Sifat racun ini
adalah anti coagulants, apabila ditelan dengan interval waktu beberapa hari,
menyebabkan perdarahan dalam dan mengakibatkan kematian. Biasanya tikus
mati dalam 4 sampai 7 hari setelah makan racun dengan dosis yang adekuat.
Efek toksik lebih lambat dibandingkan 1080, Antu, Redsquill , dan racun tikus
lainnya. Dengan cara kerja yang lambat ini, tidak terjadi penolakan terhadap
bahan oleh tikus, sehingga tikus akan memakan bahan ini hingga habis sampai
mereka mati. Walaupun cara kerja anti koagulan dari Warfarin dan Pival juga
berlaku untuk binatang berdarah panas termasuk manusia, tetapi racun ini
dianggap tidak berbahaya seperti racun lainnya karena tersedi a antidotenya,
yaitu vitamin D yang mudah didapat. Dosis yang dipakai biasanya 0,5%
dengan umpan tepung jagung, havermout, tepung roti, tepung kacang, gula,
jagung, dan minyak kacang.
12
b) Red Squill
Racun ini relatif aman terhadap manusia, kucing dan anjing. Bahan red squill
adalah "a natural emetic" yang bila termakan oleh sebagian besar binatang
berdarah panas atau manusia, mengakibatkan muntah yang segera dan pengos
ongan bahan racun. Kerja emetic dari red squill ini menjadikan racun khusus
bagi tikus jenis Norway (Ratus Norvegicus) berhubung jenis tikus ini tidak
bisa muntah. Umpan red squill terasa pahit, dan kelemahannya adalah
menimbulkan penolakan diantara tikus dan beberapa jenis tikus selalu
menghindari umpan yang berisi red squill, terutama apabila mereka tahu
pengaruh racun red squill terhadap tikus lainnya.
c) 1080 (Ten Eighty)
1080 adalah nama umum untuk Natrium Fluoro Acetat, merupakan racun tikus
yang sangat efektif. Kelemahannya adalah terlalu beracun terhadap manusia
dan binatang pel iharaan serta tidak adanya antidotenya. Oleh karenanya
hanya direkomendasikan khusus bagi pekerja yang terlatih dan bertanggung
jawab. Racun ini dilarang dipergunakan di daerah perumahan/pemukiman
karena efek racunnya yang sangat toksik.
d) Antu (Alpha Naphthyl Thio Urea)
Nama kimia dari Antu adalah Alpha Naphthyl Thio Urea merupakan racun
yang efektif untuk Norway rats, tetapi tidak dianjurkan untuk jenis tikus
lainnya. Kele mahan dari Antu adalah cepatnya terjadi toleransi oleh tikus
yang makan kurang dari dosis yang adekuat. Oleh karenanya Antu tidak dapat
digunakan untuk interval kurang dari 4 sampai 6 bulan di tempat yang sama.
f) Fumigasi
Fumigasi di kapal dilakukan dengan menggunakan fumigant yang
direkomendasikan yaitu SO2 dan HCN (WHO, 1972), namun di Indonesia
sesuai dengan SK DirJen PPM&PLP No. 716-I/PD.03.04.EI tanggal 19
November 1990, tentang fumigan yang digunakan untuk fumigasi kapal dalam
rangka penerbitan SKHT bagi kapal, adalah HCN, CH3 Br, dan SO2. Pada
tahun 1998/1999 telah diterbitkan 42 sertifikat DC/SKHT dan 1.217
DEC/SKBHT ( Anonimus, 1999). Fumigasi kapal dalam rangka penerbitan
Deratting Certificate dilakukan oleh Badan Usaha/Rekanan Fumigator, dan
dibawah pengawasan KKP yang berwenang guna menghindari kemungkinan
penyebaran pes bubo oleh tikus atau pinjal tikus. Pelaksanaan pemberantasan
13
BAB III
KESIMPULAN
Karantina adalah sistem yang mencegah perpindahan orang dan barang selama
periode waktu tertentu untuk mencegah penularan penyakit. Sistem karantina identik
dengan pengasingan terhadap seseorang atau suatu benda yang akan memasuki suatu
negara atau wilayah. Jenis penyakit karantina antara lain Pes (Plague), Kolera
(Cholera), Demam kuning (Yellow fever), Cacar (Smallpox), Tifus bercak wabahi -
Typhus exanthematicus infectiosa (Louse borne Typhus), dan Demam balik-balik
(Louse borne Relapsing fever). Prosedur karantina kapal menurut UU Nomor 6 Tahun
2018 yaitu kapal termasuk dalam Status Karantina jika, kapal yang datang dari luar
negeri dan kapal yang datang dari pelabuhan wilayah terjangkit di dalam negeri atau
mengambil orang atau barang dari kapal terjangkit. Tindakan Karantina berdasarkan
UU Nomor 6 Tahun 2018 yaitu, Kapal yang memperoleh persetujuan karantina harus
dilakukan tindakan Kekarantinaan Kesehata dan/atau penerbitan atau pembaruan
Dokumen Karantina Kesehatan.
Sanitasi Kapal merupakan pemeriksaan faktor-faktor risiko kesehatan
masyarakat di atas alat angkut (kapal). Pemberantasan tikus dapat dilakukan beberapa
cara yaitu, mengenali tanda kehidupan tikus, perbaikan sanitasi lingkungan, rat
proofing, pemasangan perangkap (trapping), peracunan (poisoning), fumigasi.
Sasaran dalam program pengendalian penyakit oleh KKP dari penyakit menular
vektor dan tikus adalah pelabuhan (perimeter & buffer), alat angkut (kapal), dan
masyarakat (kalangan terbatas).
15
DAFTAR PUSTAKA
Pemerintah Indonesia. 2005. Sidang Majelis Kesehatan Dunia Ke-58 Yang Berisi Tentang
Revisi International Health Regulation (IHR). Agenda nomor 13.1, WHA58.3.
Soejoedi, Hanang. 2005. Pengendalian Rodent, Suatu Tindakan Karantina. Jurnal Kesehatan
Lingkungan. Vol. 2 Nomor 54-2005, h. 53 – 66.
Tambunan, Rusma. 2019. Analisis Sanitasi Lingkungan dan Keberadaan Tikus di Wilayah
Kerja Pelabuhan Laut Boombaru Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II Palembang.
Kesehatan Masyarakat. Universitas Sriwijaya. Palembang.
16