Anda di halaman 1dari 14

DOSEN : AIN KHAER, SST., M.

KES
MATA KULIAH : PVBP-B

LAPORAN PENGUKURAN KEPADATAN LALAT MENGGUNAKAN


FLY GRILL PADA KOMPLEKS KESEHATAN BANTA-BANTAENG
KELURAHAN BANTA-BANTAENG KECAMATAN RAPOCCINI KOTA
MAKASSAR

NUR AMALIAH
PO714221181073

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MAKASSAR
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PRODI DIV SANITASI LINKUNGAN
TINGKAT III.B
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan rahmatNya-lah sehingga laporan pengukuran kepadatan lalat ini dapat
terselesaikan. Walaupun sederhana keadaannya, namun diharapkan agar dapat
memberi manfaat bagi kita semua.
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih banyak
kekurangan dan kesalahan yang terjadi baik dalam bentuk penulisan kata-kata
maupun kalimat yang kurang baku, maka dari itu saran dan kritik sangat
diharapkan demi perbaikan kedepannya. Karena penyusun manusia biasa yang
tidak luput dari kesalahan. Demikianlah laporan yang saya susun ini semoga
bermanfaat bagi kita semua, atas perhatiannya saya mengucapkan terima kasih.

Makassar,14 November 2020

Nur Amaliah

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lalat merupakan species yang berperan dalam masalah kesehatan masyarakat
yaitu sebagai vektor penularan penyakit saluran pencernaan (Kusnoputranto,
2000). Lalat mempunyai sifat kosmopolitan, artinya kehidupan lalat dijumpai
merata hampir diseluruh permukaan bumi. Angka kepadatan lalat merupakan
salah satu cara penilaian baik atau buruknya sanitasi lingkungan di suatu wilayah,
semakin tinggi angka kepadatan lalat, maka menunjukan bahwa wilayah tersebut
dalam kategori sanitasi yang buruk. Penularan penyakit terjadi secara mekanis,
dimana bulu–bulu badannya, kaki-kaki serta bagian tubuh yang lain dari lalat
merupakan tempat menempelnya mikroorganisme penyakit yang dapat berasal
dari sampah, kotoran manusia, dan binatang. Bila lalat tersebut hinggap ke
makanan manusia, maka kotoran tersebut akan mencemari makanan yang akan
oleh manusia sehingga akhirnya akan timbul gejala sakit pada manusia yaitu sakit
pada bagian perut serta lemas. Penyakit-penyakit yang ditularkan oleh lalat antara
lain disentri, kolera, thypus perut, diare dan lainnya yang berkaitan dengan
kondisi sanitasi lingkungan yang buruk (Depkes, 2001).
Upaya untuk menurunkan populasi lalat adalah sangat penting, mengingat
dampak yang ditimbulkan. Untuk itu sebagai salah satu cara penilaian baik
buruknya suatu lokasi adalah dilihat dari angka kepadatan lalatnya. Dalam
menetukan kepadatan lalat, pengukuran terhadap populasi lalat dewasa tepat dan
biasa diandalkan daripada pengukuran populasi larva lalat.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui cara penggunaan fly grill
2. Untuk mengetahui cara menghitung kepadatan lalat pada Kompleks
Kesehatan Banta-Bantaeng
C. Manfaat
1. Dapat mengetahui cara penggunaan fly grill untuk mengukur kepadatan
lalat.

3
2. Dapat mengetahui cara menghitung populasi kepadatan lala pada
Kompleks kesehatan Banta-Bantaeng.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Lalat
Lalat merupakan salah satu insekta (serangga) yang termasuk ordo Dipthera,
yaitu insekta yang mempunyai sepasang sayap berbentuk membran. Lalat
mempunyai sifat kosmopolitan, artinya kehidupan lalat dijumpai merata hampir
diseluruh permukaan bumi. Diperkirakan diseluruh dunia terdapat lebih kurang
85.000 jenis lalat, tetapi semua jenis lalat terdapat di Indonesia. Jenis lalat yang
paling banyak merugikan manusia adalah jenis lalat rumah (Musca domestica),
lalat hijau (Lucilia sertica), lalat biru (Calliphora vomituria) dan lalat latrine
(Fannia canicularis). Lalat juga merupakan spesies yang berperan dalam masalah
kesehatan masyarakat yaitu sebagai  vektor penularan penyakit saluran
pencernaan.
1. Siklus hidup lalat
Dalam kehidupan lalat dikenal ada 4 (empat) tahapan yaitu mulai dari
telur, larva, pupa dan dewasa. Lalat berkembang biak dengan bertelur, berwarna
putih dengan ukuran lebih kurang 1 mm panjangnya. Setiap kali bertelur akan
menghasilkan 120–130 telur dan menetas dalam waktu 8–16 jam .Pada suhu
rendah telur ini tidak akan menetas (dibawah 12 –13 º C). Telur yang menetas
akan menjadi larva berwarna putih kekuningan, panjang 12-13 mm. Akhir dari
phase larva ini berpindah tempat dari yang banyak makan ke tempat yang dingin
guna mengeringkan tubuhnya, Setelah itu berubah menjadi kepompong yang
berwarna coklat tua, panjangnya sama dengan larva dan tidak bergerak. Phase ini
berlangsung pada musim panas 3-7 hari pada temperatur 30–35 º C.
Kemudian akan keluar lalat muda dan sudah dapat terbang antara 450–900 meter,
Siklus hidup dari telur hingga menjadi lalat dewasa 6-20 hari Lalat dewasa
panjangnya lebih kurang ¼ inci, dan mempunyai 4 garis yang agak gelap hitam
dipunggungnya.
Beberapa hari kemudian sudah siap untuk berproduksi, pada kondisi
normal lalat dewasa betina dapat bertelur sampai 5 (lima) kali. Umur lalat pada
umumnya sekitar 2-3 minggu, tetapi pada kondisi yang lebih sejuk biasa sampai 3

5
(tiga) bulan Lalat tidak kuat terbang menantang arah angin, tetapi sebaliknya lalat
akan terbang jauh mencapai 1 kilometer.
2. Tempat perindukan lalat
Tempat yang disenangi adalah tempat yang basah seperti sampah basah,
kotoran binatang, tumbuh-tumbuhan busuk, kotoran yang menumpuk
secara kumulatif (dikandang).
B. Fly Grill
Fly Grill adalah alat yang digunakan untuk mengukur kepadatan lalat,
membutuhkan waktu permenit atau perdetik. Buat warna putih pembuangan
sampah atau pembuangan air 3-5 pengamanan pengembangan( < 50 Padat) (>20
sangat Padat.) pengendalian = (Lem, Lilin,kipas Air). Pengendalian alat kimia :
brinting atau penyemprotan.

6
BAB III
METODE PRAKTIKUM
A. Jenis Praktikum
Jenis praktikum yang digunakan untuk pengamatan kepadatan lalat yaitu
menggunakan fly grill
B. Waktu dan Tempat Praktikum
a. Waktu Pelaksanaan
Hari/Tanggal : Kamis, 13 November 2020
Pukul : 09.00 – 11.00 Wita
b. Tempat Praktikum: Kompleks Kesehatan Banta-Bantaeng
C. Alat
- Fly Grill
- Hand Counter
- Formulir Pengamatan
- Alat Tulis
- Stopwach
- Hygrometer
- Kamera Handphone
D. Prosedur Kerja
1. Tentukan lokasi praktikum
2. Siapkan alat yang akan digunakan
3. Letakkan fly grill pada titik lokasi pengamatan (1,2, dan 3)
4. Ukur Kelembapan dan Suhu pada titik pengamatan
5. Untuk tiap titik lakukan pengukuran kepadatan lalat sebanyak 10 kali
dalam 30 detik. Jarak titik lokasi pengukuran dari titik sebelumya yaitu
100 m.
6. Hitung lalat yang ada pada flygrill dengan menggunakan counter
7. Tiap 30 detik pada pengukuran catat hasilnya pada formulir pengamatan
yang telah tersedia

7
8. Hitung rata-rata lalat yang ada pada tiap lokasi dan rata-rata keseluruhan
dari tabel pengamatan serta rata-rata suhu dan kelembapan pada lokasi
pengamatan.

8
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Tabel Pengukuran Lalat
Rata-
Titi Hasil Pengukuran
Rata
k
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
I 2 2 0 1 0 0 0 1 1 0 1,4

II 3 6 4 2 3 3 3 4 2 0 4

III 3 1 2 1 1 2 1 2 3 2 2,4

Rata-Rata Keseluruhan Titik Pengukuran 2,6

Jadi dapat dibulatkan indeks populasi dalam lokasi pengamatan yaitu Kompleks
Kesehatan Banta-Bantaeng yaitu 3 lalat block grill.
2. Hasil Pengukuran Suhu dan Kelembapan
a. Titik 1
Suhu : 31o C
Kelembapan : 65%
b. Titik 2
Suhu : 32o C
Kelembapan : 66%
c. Titik 3
Suhu : 32o C
Kelembapan : 68%
Rata-rata suhu : 31,7o C
Rata-rata Kelembapan: 66,3%

B. Pembahasan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan pada lokasi Kompleks
Kesehatan Banta-bantaeng dapat di analisa bahwa rata-rata kepadatan lalat pada
lokasi tersebut yaitu 3 ekor/blok grill jadi lalat termasuk dalam kategori sedang

9
dan perlu dilakukan pengamanan terhadap tempat-tempat perindukan lalat
(sampah, sisa makanan yang membusuk) dan bila mungkin direncanakan upaya
pengendalian berdasarkan Depkes RI (2001). Sedangkan Menurut Permenkes RI
nomor 50 Tahun 2017 tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan
Persyaratan Kesehatan untuk Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit serta
Pengendaliannya telah melebihi baku mutu vektor lalat yaitu <2 ekor/blok grill.
Hasil rata-rata kepadatan lalat pada lokasi pengamatan dipengaruhi beberapa
faktor yaitu kelembapan dan suhu lokasi pengamatan serta kondisi lingkungan.
Dari hasil pengukuran dapat dilihat kelembapan lokasi pengamatan cukup tinggi
ini berpengaruh terhadap kepadatan lalat karena lalat lebih menyukai keadaan
yang lebih lembab karena akan dapat mempercepat siklus hidupnya, selain itu
lokasi pengukuran tidak terkena sinar matahari langsung karena berada dibawah
pohon besar. Untuk Faktor suhu berpengaruh pada aktifitas lalat, Aktifitas
maksimal Ialat tedadi pada suhu 200C - 25 ̊C, berkurang (hinggap) pada suhu 35
̊C - 40 ̊C atau 15 ̊C - 20 ̊C, dan mnghilang (tidak terdeteksi) pada suhu di bawah
10 ̊C atau di atas 40 ̊C.(13) Suhu optimum untuk aktifitas kehidupan lalat adalah
21 ̊C dan lalat mulai terbang pada suhu 15 ̊C.Kondisi lingkungan yang kurang
bersih pada lokasi pengamatan karena dijadikan tempat pembuangan sampah
sehingga mengundang lalat untuk hinggap maupun menjadi tempat berkembang
biaknya.

10
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menurut Permenkes RI nomor 50 Tahun 2017 tentang Standar Baku Mutu
Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan untuk Vektor dan Binatang
Pembawa Penyakit serta Pengendaliannya telah melebihi baku mutu vektor lalat
yaitu <2 ekor/blok grill dan Depkes RI 2001 rata-rata hasil pengukuran kepadatan
lalat termasuk dalam kategori sedang dan perlu dilakukan pengamanan terhadap
tempat-tempat perindukan lalat (sampah, sisa makanan yang membusuk) dan bila
mungkin direncanakan upaya pengendalian.
B. Saran
Menjaga kebersihan lingkungan sekitar agar tidak menjadi tempat
perkembangbiakan lalat maupun tempat hinggap untuk mencari makan dengan
tidak membuang sampah sembarangan dilahan atau tanah kosong.

11
DAFTAR PUSTAKA

Anastasia Afrilia K. 2019. Kepadatan dan Metode Pengendalian Lalat di


Perumahan Grand Nusa Kelurahan Liliba Tahun 2019. Kupang: Program
Studi Kesehatan Lingkungan Poltekkes Kemenkes Kupang. (Online)
Depkes RI. 2001. Pedoman Teknis Pengendalian Lalat. Jakarta: Depkes RI;
Nisa Asri Said. 2017. Kepadatan Lalat.
https://www.google.com/amp/s/nisaasrisaid.wordpress.com/2017/05/30/kep
adatan-lalat/amp/. (Diakses tanggal 15 November 2020)
Peraturan Meteri Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2017 tentang Standar
Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan untuk
Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit serta Pengendaliannya.

12
LAMPIRAN
Pengukuran Titik 1

Pengukuran Suhu dan Kelembapan

Pengukuran Titik 2

Pengukuran Titik 3

Anggota Kelompok 2

13
14

Anda mungkin juga menyukai