032
TAHUN 2018
KHAERUL ANWAR
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
2018
KL 14.032
KHAERUL ANWAR
TAHUN 2018
Skripsi
KHAERUL ANWAR
NPM : P2.31.33.1.14.032
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
2018
STUDY OF RELATIONSHIP BETWEEN KNOWLEDGE AND ATTITUDES
OF TOFU’S SELLERS WITH THE CONTENT OF TOFU IN THE
CENGKARENG MARKET, CENGKARENG, WEST JAKARTA
2018
Skripsi
KHAERUL ANWAR
NPM : P2.31.33.1.14.032
Tahu merupakan makanan yang mudah didapat di pasaran serta diminati dari berbagai
kalangan dan menjadi salah satu makanan yang sering ditambahkan formalin
dikarenakan cepat rusak dan tidak tahan lama. Permenkes No.033/Menkes/Per/IX/2012
tentang Bahan Tambah Pangan melarang pemakaian formalin pada makanan. Akan
tetapi banyak produsen makanan yang menambahkan formalin pada tahunya.
Larangan formalin pada makanan khususnya tahu dikarenakan dampak kesehatan
yang dapat ditimbulkan, diantaranya keracunan, kerusakan ginjal, kanker, dan
kematian.
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa dari 24 penjual tahu menjual jenis tahu putih,
tahu kuning dan tahu coklat. Terdapat 58,3% tahu berasal dari supplier dan 41,7% tahu
berasal dari produsen. 5 penjual yang menjual tahu berformalin. Sebagian besar
responden memiliki pengetahuan, sikap dan tindakan yang baik mengenai formalin
yaitu 58,3%, 79,2% dan 87,5%. Berdasarkan analisis statistik menunjukkan bahwa tidak
ada hubungan antara jenis tahu dengan kandungan formalin (p=0,807), ada hubungan
pengetahuan penjual dengan kandungan formalin pada tahu (p=0,006), ada hubungan
sikap penjual dengan kandungan formalin pada tahu (p=0,042) dan tidak ada hubunan
antara tindakan penjual dengan kandungan formalin pada tahu (p=1,000).
ii
Kepustakaan : 23 (1998 – 2017)
Klasifikasi : Internet :1
Jurnal Penelitian :8
Peraturan :6
Statistik :2
Perilaku :1
Metlit :1
Makanan :4
iii
ABSTRACT
Tofu is a food which available in the market and liked by everyone. Because of not well-
preserved for a long time, tofu is oftenly added by formalin. Permenkes No.033/
Menkes/ Per/ IX / 2012, prohibits the use of formalin on food. However, many of food
manufactures still add formalin. Formal dietary prohibition of using formalin especially in
tofu is due to the bad effect of formalin for health, such as cancer, kidney damage and
death.
The results of the study show that of 24 sellers of tofu sell white, yellow and chocolate
tofu. There are 58.3% of tofu sourced from supplier and 41,7% sourced from producer.
5 sellers sell tofu with formalin. Most of the respondents have a good knowledge,
attitude and action about formalin which are 58,3%, 79,2% and 87,5%. Based on
statistical analysis showed that there was no correlation between the type of tofu with
formalin content (p = 0,807), there was relationship of seller's knowledge with formalin
content in tofu (p = 0,006), there was relationship of seller attitude with formalin content
in tofu (p = 0,042) and there is no relationship between the seller's action and the
formalin content in tofu (p = 1,000).
To eliminate the presence of tofu’s seller which adding formalin requires supervision
and counseling by health workers and market officers. People needs to be more careful
in choosing tofu and need to know about the characteristics of tofu containing formalin.
Literature : 23 (1998 – 2017)
Classification : Internet :1
Research journal :8
Rules :6
Statistics :2
Behavior :1
Research methodology :1
Food :4
BIODATA PENULIS
DATA PRIBADI
NPM : P2.31.33.11.14.032
Agama : Islam
PENDIDIKAN :
iv
v
vi
LEMBAR PERSEMBAHAN
Tidak ada kebahagiaan yang lebih baik melainkan berada diantara mereka
Terima kasih atas segala kebaikan yang telah diberikan, semoga Allah membalas
kebaikan kalian.
vii
LEMBAR MOTTO
Ridha Allah SWT tergantung pada ridha orang tua dan muka Allah SWT tergantung
pada murka orang tua. (HR. At-Tirmidzi, HR. Al-Hakim)
Gantungkan cita-citamu setinggi langit. Bermimpilah setinggi langit. Jika engkau jatuh,
engkau akan jatuh diantara bintang-bintang. (Ir.Soekarno)
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul
“STUDI HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN PENJUAL TAHU
DENGAN KANDUNGAN FORMALIN PADA TAHU DI PASAR CENGKARENG,
KECAMATAN CENGKARENG, JAKARTA BARAT TAHUN 2018”. Skripsi ini disusun
sebagai salah satu syarat guna menyelesaikan Pendidikan Program Diploma IV
Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan Kemenkes Jakarta II.
Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini tidak akan selesai tanpa bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
ix
Penulis menyadari Skripsi ini tidak luput dari berbagai kekurangan oleh karena
keterbatasan kemampuan Penulis. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun demi perbaikan dimasa yang akan datang.
Penulis
x
DAFTAR ISI
Halaman
BAB 1 PENDAHULUAN 1
xi
1.4.3 Bagi Penjual Tahu 6
xii
2.4 Definisi Tahu 29
2.6 Pengetahuan 40
3.1.2 Misi 45
3.1.3 Visi 45
xiii
BAB 4 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP 48
5.4.1 Populasi 53
5.4.2 Sampel 53
xiv
BAB 6 HASIL PENELITIAN 59
BAB 7 PEMBAHASAN 68
xv
7.9 Hubungan Sikap Penjual dengan Kandungan 78
Formalin
7.10 Hubungan Tindakan Penjual dengan Kandungan 79
Formalin
8.1 Kesimpulan 81
8.2 Saran 82
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xvi
DAFTAR TABEL
xvii
JAKARTA BARAT TAHUN 2018
Tabel 6.7 HUBUNGAN JENIS TAHU DENGAN KANDUNGAN 64
FORMALIN PADA TAHU DI PASAR CENGKARENG
KECAMATAN CENGKARENG JAKARTA BARAT
TAHUN 2018
Tabel 6.8 HUBUNGAN PENGETAHUAN PENJUAL DENGAN 65
KANDUNGAN FORMALIN PADA TAHU DI PASAR
CENGKARENG KECAMATAN CENGKARENG
JAKARTA BARAT TAHUN 2018
Tabel 6.9 HUBUNGAN SIKAP PENJUAL DENGAN KANDUNGAN 66
FORMALIN PADA TAHU DI PASAR CENGKARENG
KECAMATAN CENGKARENG JAKARTA BARAT
TAHUN 2018
Tabel 6.10 HUBUNGAN TINDAKAN PENJUAL DENGAN 67
KANDUNGAN FORMALIN PADA TAHU DI PASAR
CENGKARENG KECAMATAN CENGKARENG
JAKARTA BARAT TAHUN 2018
xviii
DAFTAR SINGKATAN
xix
DAFTAR GAMBAR
xx
DAFTAR LAMPIRAN
xxi
BAB 1
PENDAHULUAN
Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk
pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, perternakan, perairan dan air
baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan
atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambah pangan,
bahan baku pangan dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses
penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau
minuman.(“Undang-Undang RI Nomor 18 BAB 1 Pasal 1,” 2012).
1
2
Salah satu jenis produk pangan atau produk makanan yang umumnya
ditambahkan dengan formalin yaitu Tahu ,berbagai jenis tahu sering
dijadikan bahan makanan untuk dicampurkan pada makanan rumah tangga
maupun usaha bagi masyarakat. Selain rasanya enak, tahu juga banyak
digemari oleh berbagai kalangan masyarakat. Namun salah satu kekurangan
yang dimiliki tahu adalah cepat rusak atau tidak tahan lama dikarenakan
kandungan air didalam tahu tersebut membuat tahu lebih cepat rusak.
Pemberian bahan tambahan makanan berupa pengawet merupakan salah
satu cara untuk memperpanjang masa simpan tahu. Namun, seiring
meningkatnya harga bahan baku makanan dan juga bahan pengawet alami
kini banyak produsen tahu yang menyalahgunakan bahan pengawet tersebut
dengan menambahkan pengawet yang tidak boleh ditambahkan kedalam
makanan seperti formalin dengan tujuan produk olahannya seperti tahu
putih, tahu kuning dan tahu cokelat dapat memiliki masa simpan yang jauh
lebih lama.
Pada saat penulis melakukan praktikum bahan tambah pangan pada mata
kuliah Penyehatan Makanan dan Minuman dengan bahan uji tahu putih,
didapatkan bahwa hasil uji btm pada tahu putih adalah positif . Sampel tahu
yang diujikan berasal dari pasar Cengkareng, Jakarta Barat.
Saat ini formalin sudah marak digunakan pada makanan seperti tahu, bakso,
sosis, mie basah, siomay, ketupat dan pangsit. Padahal yang kita ketahui ,
formalin merupakan bahan pengawet yang dilarang oleh Pemerintah karena
dapat membahayakan tubuh manusia. Efek samping dari penggunaan
formalin adalah mual, diare, sesak napas, hingga memicu timbulnya penyakit
kanker apabila dikonsumsi dalam jangka waktu yang panjang, namun
demikian penulis tidak dapat menemukan literatur tentang penelitian yang
menghubungkan penyakit kanker dengan konsumsi formalin. Pada anak-
anak, formalin juga dapat menurunkan nafsu makan, imunitas, hingga
gangguan kesehatan lainnya.
Ruang lingkup penelitian ini adalah melakukan pengujian formalin pada tahu
dan melakukan wawancara mengenai pengetahuan, sikap dan tindakan
penjual tahu di Pasar Cengkareng, Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat.
BAB 1 PENDAHULUAN
Pada bab 6 ini penulis menguraikan hasil penelitian dalam bentuk penyajian
data berupa tabel dan narasi sesuai dengan variable penelitian yang
dilakukan.
9
BAB 7 PEMBAHASAN
Bahan Tambahan Pangan secara umum adalah bahan yang biasanya tidak
digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen
khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan
sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada
pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan
dan penyimpanan. (Cahyadi, 2009)
10
11
TABEL 2.1
DAFTAR BAHAN TAMBAHAN PANGAN YANG DIIZINKAN
TABEL 2.2
DAFTAR BAHAN TAMBAHAN PANGAN YANG DILARANG
BTP ini biasanya ditambahkan ke dalam produk pangan yang berkadar air
tinggi dan kaya gizi, misalnya minuman dalam kemasan, produk daging, atau
sari buah. Produk seperti itu sangat disukai oleh jamur atau bakteri untuk
tumbuh. (Indrati & Gardjito, 2014)
3. Tidak menurunkan kualitas gizi, warna, cita rasa, dan bau bahan pangan
yang diawetkan.
4. Tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah.
5. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunakan bahan yang
salah atau yang tidak memenuhi persyaratan.
6. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan.
TABEL 2.3
DAFTAR BAHAN PENGAWET YANG DIIZINKAN PEMAKAIANNYA DAN
DOSIS MAKSIMUM
Maksimum
Pengawet Makanan Penggunaan /
Berat Bahan
Maksimum
Pengawet Makanan Penggunaan /
Berat Bahan
Maksimum
Pengawet Makanan Penggunaan /
Berat Bahan
TABEL 2.4
DAFTAR BAHAN PENGAWET YANG DILARANG PEMAKAIANNYA
UNTUK MAKANAN
Penggunaan formalin dalam produk pangan terjadi sejak tahun 1980-an dan
meningkat drastic mulai 2005. Menurut catatan Badan Pengawas Obat dan
23
H C H
Efek samping penggunaan formalin tidak secara langsung akan terlihat. Efek
ini hanya terlihat secara kumulatif kecuali jika seseorang mengalami
keracunan formalin dengan dosis tinggi. Formalin juga bersifat karsinogenik
(menyebabkan kanker) dan mutagen (menyebabkan perubahan fungsi sel).
Dalam kadar sangat tinggi formalin bisa menyebabkan kegagalan peredaran
darah yang bermuara pada kematian.
TABEL 2.5
DAMPAK FORMALIN BAGI KESEHATAN
1. Chitosan
Chitosan merupakan produk turunan dari polimer chitin yaitu produk
sampingan (limbah) dari pengolahan industry perikanan, khususnya udang
dan rajungan. Proses utama pembuatan chitosan, meliputi penghilangan
protein dan kandungan mineral melalui proses kimiawi yang disebut
deproteinasi dan demineralisasi yang masing-masing dilakukan dengan
menggunakan larutan basa dan asam. Selanjutnya, chitosan diperoleh
melalui proses deasetilasi dengan cara memanaskan dalam larutan basa.
Karakteristik fisika-kimia chitosan berwarna putih dan berbentuk Kristal,
dapat larut dalam larutan asam organik, tetapi tidak larut dalam pelarut
organik lainnya. Pelarut chitosan yang baik adalah asam asetat. Harga
chitosan leboh murah dibandingkan dengan formalin sehingga sangat
ekonomis untuk digunakan. Apabila penggunaan formalin untuk
mengawetkan 100kg ikan asin memerlukan dana Rp. 16000 maka untuk
chitosan hanya memerlukan Rp 12000 pada tahun 2007.
2. Biji Hapesong
Biji Hapesong merupakan nama daerah tanamanan di Sumatra Utara (Toba).
Tanaman ini berasal dari tumbuhan Pangium edule Reinw. Biji hapesong
digunakan untuk mengawetkan ikan. Selain sebagai pengawet ikan,
kegunaan tanaman ini kayunya dapat dipakai untuk batang korek api.
gunakan air bawang putih untuk merendam tahu agar lebih awet tidak segera
masam.
Istilah Tahu berasal dari bahasa Cina tao-hu atau teu-hu. Suku kata tao atau
teu berarti kedelai, sedangkan hu berarti lumat menjadi bubur. Secara
harfiah, tahu atau tofu berarti makanan dengan bahan baku kedelai yang
dilumatkan menjadi bubur.
Tahu tergolong makanan kuno. Berdasarkan pustaka kuno dari Cina dan
Jepang, pembuatan tahu dan susu kedelai pertama kali diperkenalkan oleu
Liu An pada tahun 164 SM, pada zaman pemerintahan Dinasti Han. Tokoh
yang serba bisa ini ( filsuf, guru, ahli hukum dan ahli politik ) yang juga
mempelajari kimia dan meditasi, kemudian memperkenalkan tahu kedelainya
kepada biksu. Oleh para biksu cara membuat tahu ini disebarkan ke seluruh
dunia sambil mereka menyebarkan agama Budha. Sekarang produk ini telah
dikenal seantero dunia dengan berbagai nama. Di Jepang lazim disebut
tohu, di Negara-negara berbahasa Inggris bernama soybean curd dan tofu.
Tahu adalah gumpalan protein kedelai yang diperoleh dari hasil penyarian
kedelai yang telah digiling dengan penambahan air. Penggumpalan protein
dilakukan dengan cara penambahan cairan biang atau garam-garam
kalsium, misalnya kalsium sulfat yang dikenal dengan nama batu tahu, batu
coko, atau sioko. Pada pembuatan tahu diperoleh ampas dan cairan hasil
penggumpalan tahu (whey) sebagai hasil sampingan. Seperti tempe, tahu
juga dikenal sebagai makanan rakyat karena harganya yang murah, dapat
dijangkau oleh masyarakat lapisan bawah sekalipun. Selain harganya murah,
30
tahu disukai karena dapat diolah menjadi berbagai macam menu dan
masakan. (Sarwono & Saragih, 2003)
Menurut Sarwono dan Saragih (2003) menyatakan bahwa, bentuk dan nama
tahu di perdagangkan di pasaran berbagai variasi, tahu dibagi menjadi 3
jenis yaitu :
1. Tahu Putih
Tahu putih atau tahu cina, berwarna putih dan bertekstur lembut, lebih padat,
kenyal, mudah hancur dibandingkan tahu lain. Ukurannya sekitar 12 cm x 12
cm x 8 cm. Ukuran dan bobot tahu relatif seragam karena proses
pembuatannya dicetak dan dipres dengan mesin. Dalam pembuatannya,
digunakan sioko (kalium sulfat) sebagai penggumpal protein sari kedelainya.
2. Tahu Kuning
Tahu kuning biasanya adalah tahu bandung. Warna kuning dari tahu ini
berasal dari kunyit. Berbentuknya persegi (kotak). Tekstur agak keras dan
kenyal, warna kuning karena sebelumnya telah direndam air kunyit. Tahu di
goreng dengan mengoleskan sedikit minyak di wajan. Tahu ini lebih enak
dikonsumsi dengan lalap cabai rawit.
Namun ada juga tahu kuning mirip tahu cina, yang sudah di potong kecil atau
sebagian orang menyebutnya tahu serpong. Bentuknya tipis dan lebar.
Warna kuning disebabkan sepuhan atau larutan sari kunyit. Tahu ini banyak
digunakan dalam masakan cina.
31
3. Tahu Coklat
Tahu coklat biasanya disebut juga tahu kulit. Tahu ini sudah digoreng terlebih
dahulu sehingga warnanya coklat dan bagian luarnya seperti kulit. Setelah di
goreng biasanya tahu ini direndam dalam air. Biasa digunakan untuk
membuat tahu isi. Bentuknya ada yang segitiga maupun persegi dan
ukurannya umumnya berukuran kecil.
1. Lokasi terletak di daerah yang bebas polusi dan bau busuk, jauh dari
tempat pembuangan sampah umum, serta bebas asap dan debu
2. Lokasi tidak banjir atau terendam air pada musim hujan
3. Karena dalam proses pengolahan tahu membutuhkan banyak air maka
lokasi dipilih yang dekat dengan sumber air.
4. Mengingat daya tahan tahu sangan pendek, lokasi sebaiknya dekat pasar
atau dekat dengan prasarana transportasi untuk mencapai pasar.
Misalnya dekat jalan raya, jalur kereta api, atau pelabuhan ( bila
dipasarkan ke luar pulau )
5. Lokasi dekat dengan sumber daya manusia ( tenaga kerja ), sumber
bahan baku, maupun bahan pembantu. (Sarwono & Saragih, 2003)
Menurut Sarwono dan Saragih (2003) dalam bukunya membuat aneka tahu
1. Bahan Baku
Bahan baku utama tahu adalah kacang kedelai ( Glycine max sin. Glycine
soya ), terutama kedelai kuning. Persyaratan bahan baku tahu lebih ketat
dari pada bahan baku tempe atau kecap. Pasalnya, tahu di produksi melalui
proses ekstraksi ( penyaringan ) protein kedelai dengan penambahan air.
Jadi, jumlah dan mutu protein kedelai amat penting dipertimbangkan saat
memilih bahan baku.
2. Bahan Pembantu
Dalam proses pembuatan tahu, digunakan bahan pembantu agar bahan
baku ( kedelai ) dapat diproses lebih lanjut. Bahan pembantu yang digunakan
sebagai berikut.
33
1) Penggumpal
Bahan penggumpal digunakan untuk mengendapkan protein dan larutan
padat pada sari kedelai. Beberapa bahan penggumpal yang dapat digunakan
seperti Batu tahu atau sioko, Asam cuka, Biang tahu, Kalsium sulfat murni
dan Glucono-delta-lacton ( GDL ).
2) Pewarna
Ada dua jenis pewarna makanan, yakni pewarna alami dan pewarna sintetik.
Pewarna alami tahu biasanya menggunakan ekstrak kunyit. Tahu diberikan
pewarna alami ini cukup mudah dikenali karena pada permukaannya
terdapat sedikit gumpalan-gumpalan dan beraroma khas kunyit. Apabila
menggunakan pewarna sintetik, gunakan pewarna makanan. Pewarna
sintetik untuk makanan yang dapat diperoleh di berbagai took bahan-bahan
kue .
Para pembuat tahu biasanya lebih suka menggunakan pewarna sintetik dari
pada pewarna alami karena lebih mudah penggunaannya dan warna tahu
lebih cerah. Namun, pewarna sintetik yang digunakan kadang kala bukan
pewarna makanan, melainkan bahan pewarna cat atau kain yang bisa
membahayakan kesehatan. Oleh karenanya, penggunakan pewarna sintetik
ini dilarang.
3) Antibusa
Bahan ini berfungsi untuk mencegah timbulnya busa sewaktu memasak
bubur kedelai. Ada beberapa zat antibusa yang bisa digunakan dalam
pembuatan tahu, antara lain kalsium karbonat, minyak goreng, dan silicone
defoamer. Adanya busa atau gelembung-gelembung udara yang terkait
dalam tahu dapat menurunkan umur simpan tahu. Kalangan pembuat
(pengusaha) tahu jarang menggunakan bahan ini. Untuk mengendalikan buih
bubur kedelai, biasanya hanya dengan mengatur besar-kecilnya api dan
mengaduk bubur kedelai tersebut.
34
4) Air
Industri tahu tergolong boros air. Pengolahan 3 kg kedelai membutuhkan air
sekitar 135 liter atau 45 liter per 1 kg kedelai. Air yang dipergunakan sangat
berpengaruh pada mutu tahu. Oleh karena itu, air yang digunakan harus
memenuhi persyaratan untuk industri pangan, selain tidak berwarna, tidak
berbau, jernih, tidak berasa, tidak mengandung besi dan mangan, serta
bebas dari jasad renik pathogen. Penggunaan air sumur atau air sungai
dalam pembuatan tahu harus diberi klor (obat antibakteri), lalu diendapkan
dan disaring berulang kali.
Air keruh umumnya disebabkan adanya lumpur dan kotoran yang
tersuspensi (terserap) ke dalam air. Lumpur atau kotoran tersebut dapat
mengendap diperalatan. Oleh karenanya, air ini harus benar-benar
diperhatikan.
3. Bahan Pengemas
Tahu yang beredar dipasar tradisional biasanya dikemas dengan plastik
biasa, dimasukkan dalam kaleng/blek atau tong kayu yang diberi air.
Sementara, tahu impor biasanya dikemas secara vakum dengan wadah
plastik tebal atau kaleng, maupun dikemas dengan menggunakan karton
yang disterilkan dengan teknik UHT (seperti susu karton). Ada juga tahu
yang dikemas dalam wadah atau mangkok sekali pakai. Beberapa jenis
plastik yang cocok untuk mengemas tahu seperti Plastik PE (polyethylene),
Plastik PP (polypropylene), Plastik polyester atau PET (polyethylene
terephthalate), dan Plastik PVDC (polyvinylidine chloride).
1. Peralatan Tradisional
Peralatan tradisional biasanya mudah diperoleh dan sederhana cara
penggunaannya. Peralatan yang digunakan biasanya seperti wadah
perendaman, alat penggiling, wajan/panci, tunggu, kompor, alat penyaring,
alat pencetak, wadah pengiriman, timbangan besar, timbangan kecil,
gayung, tongkat pengaduk bubur kedelai, meja kerja, tendon (tempat) air, rak
bambu tempat tahu tang baru dicetak dan papan penggaris serta pisau untuk
memotong tahu.
2. Peralatan Modern
Prinsip kerja alat-alat modern sebenarnya sama seperti peralatan yang
digunakan pada pengolahan tahu secara tradisional. Namun, dalam
peralatan modern antara alat satu dengan lainnya saling berhubungan, serba
terkontrol, dan lebih higienis. Salah satu contoh peralatan modern membuat
tahu seperti tempat perendaman, alat penggiling, alat pemasak, alat
penggumpal, alat penyaring dan pengepres, alat cetak, dan alat pengemas.
(Sarwono & Saragih, 2003)
Menurut Peraturan Presiden No. 112 Tahun 2007, pengertian pasar adalah
area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari satu baik yang
disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mall,
plaza, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya.
36
“Pasar sehat adalah kondisi pasar yang bersih, nyaman, aman dan sehat
melalui kerjasama seluruh stakeholder terkait dalam meyediakan pangan
yang aman dan bergizi bagi masyarakat”.
A. Lokasi
1. Lokasi sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang setempat (RUTR).
2. Tidak terletak pada daerah yang rawan bencana alam seperti : bantaran
sungai, aliran lahar, rawan longsor, banjir, dan sebagainya.
3. Tidak terletak pada daerah yang rawan kecelakaan atau daerah jalur
pendaratan penerbangan termaksuk sepadan jalan.
38
4. Tidak terletak pada daerah bekas tempat pembuangan akhir sampah atau
bekas lokasi pertambangan.
5. Mempunyai batas wilayah yang jelas, antar pasar dan lingkungannya.
B. Bangunan
1 Umum
Bangunan dan rancangan bangunan harus dibuat sesuai denganperaturan
perundang-undangan yang berlaku.
2 Penataan Ruang Dagang
a. Pembagian area sesuai dengan jenis komoditi, sesuai dengan sifat dan
klasifikasinya seperti: basah, kering, penjualan unggas hidup, dan
pemotongan unggas.
b. Pembagian zoning diberikan identitas yang jelas tempat penjualan
daging, karkas unggas, ikan ditempatkan di tempat khusus.
c. Setiap los (area berdasarkan zoning) memiliki lorong yang lebarnya
minimal 1,5 meter.
d. Setiap los atau kios memiliki papan identitas yaitu nomor, nama pemilik
yang mudah dilihat.
e. Jarak tempat penampungan dan pemotongan unggas dengan bangunan
pasar utama minimal 10 meter atau dibatasi tembok pembatas dengan
ketinggian minimal 1,5 meter.
f. Khusus untuk jenis pestisida, bahan berbahaya dan beracun (B3), dan
bahan berbahaya lainnya di tempatkan terpisah dan tidak berdampingan
dengan zona makanan dan bahan pangan.
C. Sanitasi
1. Pengelolaan Sampah
a. Setiap kios/los/lorong tersedia tempat sampah basah dan kering.
b. Terbuat dari bahan kedap air, tidak mudah berkarat, kuat, tertutup, dan
mudah dipindahkan.
39
c. Tersedia alat angkut sampah yang kuat, mudah dibersihkan, dan mudah
dipindahkan.
d. Tersedia tempat pembuangan sampah sementara (TPS), kedap air, kuat,
mudah dibersihkan, dan mudah dijangkau oleh petugas pengangkut
sampah.
e. TPS tidak menjadi tempat perindukan binatang penular penyakit (vektor).
f. Lokasi TPS tidak berada di jalur utama pasar dan berjarak minimal 10m
dari bangunan pasar.
g. Sampah diangkut minimal 1 x 24 jam.
D. Keamanan
1. Pemadam Kebakaran
a. Tersedia peralatan pemadam kebakaran yang cukup dan berfungsi serta
tidak kadaluwarsa
b. Tersedia hidran air dengan jumlah cukup menurut ketentuan berlaku
c. Letak peralatan pemadam kebakaran mudah dijangkau dan ada petunjuk
arah
d. Penyelamatan diri
e. Adanya petunjuk prosedur penggunaan alat pemadam kebakaran
2. Keamanan
Tersedia pos keamanan dilengkapi dengan personil dan peralatannya
E. Fasilitas Lain
1. Tempat Sarana Ibadah
a. Tersedia tempat ibadah dan tempat wudlu dengan lokasi yang mudah
dijangkau dengan sarana yang bersih dan tidak lembab.
b. Tersedia air bersih dengan jumlah dan kualitas yang cukup
c. Ventilasi dan pencahayaan sesuai dengan persyaratan.
b. Memahami (comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekadar tahu terhadap objek tersebut, tidak
sekadar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat
menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut.
Misalnya, orang yang memahami cara pemberantasan penyakit demam
berdarah, bukan hanya sekadar menyebutkan 3M (mengubur, menutup, dan
menguras), tetapi harus dapat menjelaskan mengapa harus menutup,
menguras, dan sebagainya tempat-tempat penampungan air tersebut
(Notoatmodjo, 2010).
c. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud
dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut
pada situasi yang lain . Misalnya seseorang yang telah paham tentang
proses perencanaan, ia harus dapat membuat perencanaan program
kesehatan di tempat ia bekerja atau di mana saja, orang yang telah paham
metodologi penelitian, ia akan mudah membuat proposal penelian di mana
saja, dan seterusnya. (Notoatmodjo, 2010).
42
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan/atau
memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen
yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi
bahwa pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada tingkat analisis
adalah apabila orang tersebut telah dapat membedakan, atau memisahkan,
mengelompokkan, membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas
objek tersebut. Misalnya, dapat membedakan antara nyamuk Aedes aegypti
dengan nyamuk biasa, dapat membuat diagram (flow chart) siklus hidup
cacing kremi, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010).
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau
meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen
pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu
kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang
telah ada. Misalnya dapat membuat atau meringkas dengan kata-kata atau
kalimat sendiri tentang hal-hal yang telah dibaca atau didengar, dan dapat
membuat kesimpulan tentang artikel yang telah dibaca (Notoatmodjo, 2010).
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan
sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau
norma-norma yang telah berlaku di masyarakat. Misalnya seorang ibu dapat
menilai atau menentukan seorang anak mendirita malnutrisi atau tidak,
seseorang dapat menilai manfaat ikut keluarga berencana bagi keluarga, dan
sebagainya (Notoatmodjo, 2010).
43
3.1.1 Lokasi
3.1.2 Misi
“Menyediakan pasar tradisional dan modern yang bersih, nyaman, aman dan
berwawasan lingkunan serta memenuhi kebutuhan barang dan jasa yang
lengkap, segar, murah dan bersaing”
3.1.3 Visi
45
46
KEPALA PASAR
MANGASI PANJAITAN, SH
YOENOTO SUNARYO,SE
Pasar cengkareng memiliki 868 kios yang terbagi 315 di lantai basement,
313 berada dilantai dasar dan 240 berada pada lantai satu. Untuk counter
dipasar cengkareng 210 berada dilantai basement dan 68 berada pada lantai
satu. Sedangkan untuk semua unit los dipasar cengkareng berada dilantai
satu sebanyak 221. Biasanya penjual tahu dipasar cengkareng menempati
counter pada lantai basement. Penjual tahu biasa berjualan bersebelahan
dengan penjual daging, ayam ataupun telur.
BAB 4
KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP
Aspek sosial
1. Pengetahuan
2. Sikap
3. Tindakan
Positif
Aspek teknis :
Kandungan
1. Jenis tahu
Formalin
2. Asal tahu
pada Tahu
3. Bahan pembuatan
tahu
Negatif
Aspek
administrasi
1. Pengaturan
2. Pembinaan
3. Pengawasan
48
49
Aspek teknis :
1. Jenis tahu
2. Asal tahu
Positif
Kandungan
Formalin
pada Tahu
Putih
Negatif
Aspek sosial
1. Pengetahuan
2. Sikap
3. Tindakan
TABEL 4.1
DEFINISI OPERASIONAL
VARIABEL DEPENDENT
1. Ada hubungan antara jenis tahu dengan kandungan formalin pada tahu
2. Ada hubungan antara pengetahuan penjual tahu dengan kandungan
formalin pada tahu
3. Ada hubungan antara sikap penjual tahu dengan kandungan formalin
pada tahu
4. Ada hubungan antara tindakan penjual tahu dengan kandungan formalin
pada tahu
BAB 5
METODE PENELITIAN
Jenis peneliian ini bersifat analitik dengan desain penelitian cross sectional
yaitu penelitian yang hanya dilakukan dalam satu waktu saja atau tidak di
follow up dikarenakan keterbatasan waktu untuk menyusun penelitian ini,
dan juga untuk mencari adanya hubungan dari aspek sosial penjual meliputi
pengetahuan, sikap dan tindakan dengan pemilihan tahu yang mengandung
dan tidak mengandung formalin.
Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2018 sampai dengan bulan Juni
2018.
52
53
5.4.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penjual yang menjual tahu
secara keseluruhan terdapat 24 penjual tahu di Pasar Cengkareng
Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat.
5.4.2 Sampel
1. Kriteria Inklusi
a. Pedagang tahu yang menjual 3 (tiga) jenis yaitu tahu putih, kuning dan
cokelat
b. Pedagang yang berada di Pasar Cengkareng
c. Bersedia menjadi responden
d. Sadar dan mampu berkomunikasi dengan baik
54
2. Kriteria Eksklusi
a. Pedagang tahu yang menjual kurang dari 3 (tiga) jenis
b. Pedagang yang tidak berjualan di Pasar Cengkareng
c. Tidak bersedia menjadi responden
d. Tidak sadar dan tidak mampu berkomunikasi dengan baik
Data primer diperoleh dari hasil observasi langsung dan hasil dari
wawancara langsung dengan menggunakan alat yang berupa kuesioner
kepada penjual tahu dan data dari hasil pemeriksaan laboratorium
menggunakan test kit.
a. Editing
Mengedit, menata dan memeriksa kuesioner yang telah diperoleh dengan
tujuan apakah semua pertanyaan sudah terjawab, apakah jawabannya
sudah cukup jelas dan sesuai dengan pertanyaan.
55
b. Cooding
Pada tahap ini data yang telah diedit atau di periksa di beri kode dengan cara
memberikan symbol-simbol tertentu untuk setiap jawaban dari setiap
pertanyaan dan dimasukkan dalam kartu kode untuk memudahkan dalam
pengolahan.
c. Entry Data
Setelah semua data kuesioner dilakukan pengkodean, selanjutnya data
tersebut dimasukkan ke dalam program atau software computer. Salah satu
program yang paling sering digunakan untuk “entri data” penelitian adalah
program SPSS for Window.
d. Cleaning Data
Tahap ini dilakukan untuk memastikan bahwa data yang terkumpul sudah
siap untuk diolah.
e. Scoring
Pada tahap ini dilakukan pemberian score pada setiap jawaban responden.
f. Tabulating
Pada tahap ini dilakukan pengelompokkan data dalam tabel dan diolah
dengan menggunakan presentase.
C = X n - Xi
K
Keterangan :
C = Kelas Interval (perkiraan besarnya)
Xn = Nilai Tertinggi
Xi = Nilai Terendah
K = Banyaknya kelas
C = 22 – 0 = 11
2
1. Analisis Univariat
Analisa yang dilakukan terhadap setiap variabel dari hasil penelitian. Data di
analisa menggunakan analisa distribusi frekuensi dan statistik deskriptif.
Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
karakteristik setiap variabel penelitian. Analisis yang digunakan adalah
distribusi frekuensi dengan ukuran persentase atau proporsi.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara variabel bebas
(dependen) dengan variabel terikat (independen). Untuk melihat hubungan
ini digunakan uji statistik Chi Square. Berdasarkan buku Statistik Kesehatan,
Hastono dan Sabri (2010) Uji Chi Square dapat dirumuskan sebagai berikut:
χ2 = ∑ (O – E)2
E
Keterangan:
χ2 = Nilai Chi Square
O = Frekuensi yang diobservasi
E = frekuensi yang diharapkan
Dimana nilai sebagai berikut:
58
1. Jika hasil perhitungan statistik ada tabel Chi Square menunjukkan nilai p-
value ≥ 0,05 maka dapat dikatakan tidak ada hubungan yang bermakna
antara variabel yang dianalisis
2. Jika hasil perhitungan statistik ada tabel Chi Square menunjukkan nilai p-
value ≤ 0,05 maka dapat dikatakan ada hubungan yang bermakna antara
variabel yang dianalisis.
Berdasarkan pedoman Alat Uji , berikut alat dan bahan yang digunakan :
1. 1 buah Mortal Pestle / Blender
2. 2 buah tabung reaksi dan kapas
3. 1 buah komparator geser
4. 2 buah Reagen A dan B
5. Aquades
Prosedur Pengujian :
1. Cincang / iris kecil-kecil (blender) bahan yang akan diuji.
2. Ambil 10 gram (sekitar 1 sendok makan)
3. Tambahkan 20 ml (sekitar 4 sendok makan) air panas lalu aduk dan
biarkan dingin
4. Ambil 5 ml air campuran (airnya saja) masukkan ke tabung reaksi
5. Tambahkan 4 tetes Reagent A dan 4 tetes Reagent B
6. Kocok sebentar dan tunggu 5-10 menit
7. Amati perubahan warna yang terbentuk. Jika terbentung warna ungu
berarti bawah yang diuji positif mengandung bahan berbahaya Formalin
Penyimpanan :
Simpan tabung test strip pada suhu 2o C – 8o C
BAB 6
HASIL PENELITIAN
Berikut distribusi frekuensi asal tahu yang dijual oleh penjual di Pasar
Cengkareng dapat dilihat pada tabel 6.2.
TABEL 6.2
59
60
TABEL 6.3
Berdasarkan tabel 6.3 didapatkan hasil dari 72 sampel tahu yang diperiksa
untuk uji formalin terdapat 5 sampel tahu dari 24 pedagang yang positif
mengandung formalin yaitu 2 jenis tahu putih, 2 jenis tahu coklat dan 1 jenis
tahu kuning. Tahu positif masing-masing berasal dari wilayah Kelurahan
Cengkareng dan Kelurahan Rawa Buaya.
TABEL 6.4
TABEL 6.5
TABEL 6.6
TABEL 6.7
Formalin
Total
No. Jenis Tahu Positif Negatif OR P. VALUE
Ʃ % Ʃ % N %
1. Tahu Putih 2 8,3 22 91,7 24 100
2. Tahu Kuning 1 4,2 23 95,8 24 100
- 0,807
3 Tahu Coklat 2 8,3 22 91,7 24 100
JUMLAH 5 6,9 67 93,1 72 100
Sumber : data primer terolah tahun 2018
Berdasarkan tabel 6.7 hasil analisis hubungan antara jenis tahu dengan
kandungan formalin pada tahu, diperoleh bahwa terdapat 2 (8,3%) tahu putih
yang mengandung formalin dari 24 sampel tahu putih, terdapat 1 (4,2%) tahu
kuning yang mengandung formalin dari 24 sampel tahu kuning, dan terdapat
2 (8,3%) tahu coklat yang mengandung formalin dari 24 sampel tahu coklat.
Hasil uji statistik diperoleh P.Value 0,807. Hasil menunjukkan bahwa nilai p-
value > 0,05 sehingga Ha ditolak maka dapat dikatakan tidak ada hubungan
antara variabel yang dianalisis.
65
TABEL 6.8
Formalin OR
Total
No. Pengetahuan Positif Negatif (95% P. VALUE
Ʃ % Ʃ % N % CI)
1. Kurang 5 50 5 50 10 100
2. Baik 0 0 14 100 14 100 - 0,006
JUMLAH 5 20,8 19 79,2 24 100
Sumber : data primer terolah tahun 2018
TABEL 6.9
Formalin
Total P.
No. Sikap Positif Negatif OR
VALUE
Ʃ % Ʃ % N %
1. Kurang 3 60 2 40 5 100 12,750
2. Baik 2 10,5 17 89,5 19 100 (1,262- 0,042
JUMLAH 5 20,8 19 79,2 24 100 128,778)
Sumber : data primer terolah tahun 2018
Berdasarkan tabel 6.9 hasil analisis hubungan antara sikap penjual dengan
kandungan formalin pada tahu, dapat diketahui dari 5 penjual tahu yang
memiliki tingkat sikap kurang, 3 (60%) diantaranya menjual tahu yang
mengandung formalin. Sedangkan dari 19 penjual tahu yang memiliki sikap
baik, 17 (89,5%) diantaranya menjual tahu yang tidak mengandung formalin.
Hasil uji statistik diperoleh P.Value 0,042 dan didapatkan nilai OR
12,750(1,262-128,778). Hasil menunjukkan bahwa nilai p-value < 0,05
sehingga Ha diterima maka dapat dikatakan ada hubungan antara variabel
yang dianalisis.
67
TABEL 6.10
Formalin
Total
No. Tindakan Positif Negatif OR P. VALUE
Ʃ % Ʃ % N %
1. Kurang 0 0 3 100 3 100
2. Baik 5 23,8 16 76,2 21 100 - 1,000
JUMLAH 5 20,8 19 79,2 24 100
Sumber : data primer terolah tahun 2018
Dari hasil pengambilan sampel yang dilakukan didapatkan 24 penjual tahu yang
berjualan. Setiap penjual tahu yang berada di Pasar Cengkareng menjual tahu
putih, tahu kuning dan tahu coklat. Peneliti mengambil masing-masing sampel
untuk satu jenis tahu yang dijual dan total yang sampel yang diuji adalah 72 dari
berbagai jenis baik itu tahu putih, tahu kuning dan tahu coklat di Pasar
Cengkareng.
Kegemaran masyarakat pada berbagai jenis tahu juga dikarenakan tahu masih
bisa diolah sebagai makanan yang lezat antara lain, tahu bacem, tahu bakso,
tahu somay, tahu krispi dan tahu goreng yang biasanya dihidangkan untuk
menemani makanan berkuah cair seperti mie bakso dan soto. Dengan harga
yang murah, kandungan protein nabati dan kegemaran masyarakat yang sering
berkreasi terhadap olahan tahu sehingga membuat daya konsumsi tahu juga
cukup meningkat baik dari kalangan rendah hingga kalangan atas.
68
69
Meningkatnya konsumsi tahu juga diikuti oleh inisiatifnya penjual yang menjual
tahu putih, tahu kuning dan tahu coklat untuk mengikuti alur perdagangan agar
dapat melayani permintaan konsumen.
Tahu yang dijual oleh penjual berasal dari supplier dan produsen dan tidak ada
yang membuat sendiri dikarenakan penjual tidak ada waktu dan tidak cukup
modal untuk membuat tahunya dan letak supplier dan produsen yang cukup
dekat, waktu berjualan dari pagi hingga siang membuat penjual tidak sanggup
untuk membuatnya sendiri dan lebih memilih tahu yang berasal dari supplier
ataupun produsen yang sudah siap jual. Membuat tahu sendiri juga tidak hanya
membutuhkan modal tapi juga membutuhkan pembukuan yang teratur dan
memisahkan antara modal dan keuntungan. Menurut Sarwono dan Saragih
(2003) total biaya produksi pembuatan tahu perbulan atau 25 hari untuk kedelai
100 kg/hari dengan biaya tetap (alat kerja) dan ditambah biaya variabel (kedelai,
cuka, air, listrik, minyak tanah, upah kerja dan lain-lain) dengan total Rp
8.302.000,00. Besarnya biaya yang tertera merupakan biaya yang berlaku di
Jakarta tahun 2000. Dengan meningkatnya harga bahan baku, biaya perawatan
alat dan kebutuhan lain setiap tahunnya yang membuat penjual tahu kurang
berminat untuk membuat tahu sendiri dan lebih memilih dari supplier dan
produsen.
70
Lokasi supplier dan produsen terletak di Jakarta Barat, ada yang terletak di
Kelurahan Cengkareng Timur, Kelurahan Gondrong dan Kelurahan Rawa
Buaya yang memiliki waktu tempuh sekitar 15-30 menit menuju Pasar
Cengkareng. Menurut Sarwono dan Saragih (2003) untuk menentukan lokasi
usaha pengolahan tahu mengingat daya tahan tahu sangat pendek, lokasi
sebaiknya dekat pasar atau dekat dengan prasarana transportasi untuk
mencapai pasar. Hal ini menunjukkan bahwa letak lokasi supplier dan produsen
juga menjadi alasan penjual tidak membuat tahu sendiri, selain waktu yang tidak
cukup dan kurangnya modal untuk membuatnya sendiri juga letak supplier dan
produsen yang dekat dengan lokasi berjualan sehingga memudahkan penjual
membeli tahu di supplier maupun produsen.
Berdasarkan tabel 6.3 mengenai hasil pemeriksaan uji formalin pada tahu di
Pasar Cengkareng diketahui dari 24 penjual tahu yang diambil sampelnya.
Terdapat 5 penjual yang mengandung formalin pada tahunya sedangkan 19
penjual lainnya tidak mengandung formalin pada tahunya, tahu yang positif
masing-masing berasal dari supplier yang berada di Cengkareng dan produsen
yang berada di Bojong.
dijual agar lebih tahan lama jika tahu tidak laku dijual. Adanya kandungan
formalin pada masing-masing jenis tahu dikarenakan setiap jenis tahu yang
dijual direndam dalam air yang memiliki kemungkinan ada penjual, supplier atau
produsen yang menambahkan formalin pada tahunya.
Upaya untuk menghilangkan kandungan formalin pada tahu yang ada dipasaran
dapat dilakukan dengan cara adanya pengawasan serta pembinaan oleh dinas
terkait baik itu dari puskesmas, BPOM atau KPKP. Dengan adanya
pengawasan dan pembinaan akan terbentuknya evaluasi dan bisa diberi
penindakan berupa sanksi untuk membuat jera terhadap penjual, produsen atau
supplier yang masih menjual tahu berformalin.
Hal ini terjadi karena sebagian besar penjual sudah cukup paham tentang jenis-
jenis bahan tambahan pangan, pengertian bahan pengawet, manfaat dari
penggunaan bahan pengawet, ciri-ciri makanan yang mengandung formalin dan
bahaya penggunaan formalin bagi kesehatan sangat penting untuk diketahui
sehingga tidak ada penjual yang menjual tahu berformalin. Pada penelitian
Pangestuti, dkk (2016) sebagian besar pedagang memiliki pengetahuan baik
tentang formalin sebesar 52,6% sedangkan pengetahuan kurang baik sebesar
47,4% . Penelitian Safitri (2015) menunjukkan bahwa sebanyak 61,7% memiliki
72
pengetahuan tinggi dan 38,2% memiliki pengetahuan yang rendah terkait tahu
berformalin.
Namun dengan demikian, sikap baik yang dimiliki oleh penjual tahu
menunjukkan bahwa mereka telah menyadari tentang bahaya dari penggunaan
formalin serta mendukung dilarangnya formalin sebagai bahan tambahan
makanan. Namun masih adanya sikap penjual tahu yang kurang mungkin
dikarenakan tidak perdulinya mereka terhadap bahaya penggunaan bahan
tambahan pangan yang dilarang baik itu dari pengawasan terhadap makanan
ataupun untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan untuk penjualan
tahu .
yang lain tentang bahan tambahan makanan yang dilarang agar penjual bisa
perduli terhadap barang yang akan dijualnya supaya tidak merugikan orang lain.
Hal ini dikarenakan banyak penjual yang sudah cukup paham untuk membeli
bahan makanan yang diawasi oleh pemerintah, penjual juga sudah paham apa
yang harus dilakukan apabila mereka mengetahui bahan makanan yang mereka
jual mengandung formalin serta bersedia memberikan sampel tahu yang
dijualnya kepada bpom/puskesmas apabila ada pengawasan.
Namun masih ditemukan penjual tahu yang memiliki penilaian tindakan kurang
dikarenakan kurang perdulinya penjual terhadap sesama penjual dan konsumen
untuk mengingatkan penjual lain agar tidak menggunakan formalin dan tidak
memberikan informasi terhadap konsumen tentang adanya penjualan tahu
berformalin disekitarnya. Penjual bertindak seperti itu dimungkinkan karena
adanya persaingan dalam penjualan yang membuat penjual itu tidak perduli
dengan penjual lainnya dan hanya memikirkan keuntungan untuk usahanya
sendiri.
75
Upaya untuk mewujudkan tindakan yang baik bagi para penjual yang ada di
Pasar Cengkareng dengan memberikan penyuluhan dan melakukan
pemeriksaan sampel tahu secara rutin oleh pihak puskesmas, BPOM dan KPKP
serta memberikan sanksi yang tegas jika terdapat penjual yang melanggar atau
penjual yang mengandung formalin.
Hasil uji statistik diperoleh nilai P.Valuenya 0,807 maka dapat disimpulkan
bahwa tidak ada hubungan antara jenis tahu dengan kandungan formalin pada
tahu di Pasar Cengkareng. Nilai OR tidak dapat dihitung karena tabel hubungan
yang digunakan 3 x 2 sedangkan untuk menghitung OR digunakan tabel 2 x 2
dan tidak boleh ada cell yang memiliki angka 0.
Penelitian Nurhayati (2017) juga menunjukkan bahwa terdapat 2 jenis tahu yang
paling banyak mengandung formalin yaitu jenis tahu putih dan kuning sebesar
58,33%.dan yang terendah tahu coklat sebesar 33,33%. Penelitian Safitri (2015)
dari ketiga jenis tahu yang paling banyak mengandung formalin adalah tahu
putih sebesar 50%, tahu kuning 26,5% dan tahu coklat 23,5% dari sampel tahu
yang diuji.
Menurut Sarwono dan Saragih (2003) kecenderungan tahu putih yang paling
banyak mengandung formalin disebabkan karena tahu putih lebih cenderung
berukuran lebih besar, lebih lembut, lebih rentan hancur dan tidak diberi
pengawet seperti kunyit atau digoreng terlebih dahulu, sehingga tahu putih lebih
mudah rusak dibandingkan dengan tahu lainnya. Hal tersebut yang mungkin
menyebabkan beberapa oknum yang tidak bertanggung jawab menggunakan
76
formalin pada tahu putih untuk meningkatkan daya tahan tahu tersebut. Tahu
kuning yang diproses awal pembuatannya seperti tahu putih telah diberi
pengawet alami seperti kunyit masih ditemukan mengandung formalin. Tahu
coklat juga digoreng terlebih dahulu namun masih ditemukan mengandung
formalin. Hal ini dikarenakan ketakutan penjual tahu apabila tahunya tidak laku
dijual kemudian direndam dalam air yang memiliki kemungkinan ditambahkan
formalin dengan kadar minimal sehingga konsumen pada umumnya bingung
ketika harus membedakan dengan tahu yang tidak mengandung formalin.
Hasil uji statistik diperoleh P.Valuenya 0,006 maka dapat disimpulkan bahwa
ada hubungan antara pengetahuan penjual dengan kandungan formalin pada
tahu di Pasar Cengkareng. Nilai OR tidak dapat dihitung karena seluruh penjual
tahu yang mengandung formalin pengetahuannya kurang.
informasi terkait formalin dari berita-berita di televisi dan juga mengetahui dari
berita yang beredar di sosial media alat komunikasinya. Hal ini didukung oleh
penelitian Habsah (2009) yang menyatakan bahwa penjual yang
berpengetahuan baik cenderung lebih sering melihat tayangan televisi seputar
formalin sehingga pengetahuan yang dimilikinya mengenai formalin dapat
dikatakan cukup memadai. Sedangkan responden yang berpengetahuan rendah
disebabkan karena kurang edukasinya dan pengetahuan tentang kemanan
pangan yang baik khususnya tentang tahu dan bahan berbahaya lainnya yaitu
formalin. Hal ini dikarenakan tidak ada media informasi atau akses yang
disampaikan kepada para penjual dalam hal peningkatan wawasan keamanan
pangan.
Hasil uji statistik diperoleh P.Valuenya 0,042 maka dapat disimpulkan bahwa
ada hubungan antara sikap penjual dengan kandungan formalin pada tahu di
Pasar Cengkareng. Dari hasil analisis didapat nilai OR 12,750 (1,262 – 128,778)
yang berarti penjual yang memiliki sikap kurang 12,8 kali lebih beresiko
berjualan tahu yang mengandung formalin dibandingkan dengan penjual tahu
yang memiliki sikap baik.
Sejalan dengan penelitian Putri (2014) ada hubungan antara sikap penjual
dengan keberadaan formalin pada ikan teri asin dengan hasil uji statistik
didapatkan nilai P.Valuenya = 0,006. Penelitian Safitri (2015) juga menunjukkan
bahwa responden yang cenderung memiliki sikap positif sebanyak 64,7%,
sedangkan yang memiliki sikap negatif sebesar 35,3% dan masih ditemukan
sebesar 46,6% tahu mengandung formalin. Penelitian Habibah (2013), juga
menunjukkan hal yang sama bahwa sikap positif juga menjual makanan
berformalin. Dengan demikian semua yang memiliki sikap yang baik bukan tidak
mungkin menjual tahu berformalin.
Hasil uji statistik diperoleh P.Valuenya 1,000 maka dapat disimpulkan bahwa
tidak ada hubungan antara tindakan penjual dengan kandungan formalin pada
tahu di Pasar Cengkareng. Nilai OR tidak dapat dihitung karena seluruh penjual
tahu yang mengandung formalin tindakannya baik.
Sejalan dengan penelitian Putri (2014) tidak ada hubungan antara tindakan
penjual dengan keberadaan formalin pada ikan teri asin dengan hasil uji statistik
didapatkan nilai P.Valuenya = 0,678.
Menurut Notoatmodjo (2010), sikap belum tentu terwujud dalam tindakan, sebab
untuk terwujudnya tindakan perlu faktor lain antara lain adanya fasilitas atau
sarana dan prasarana. Perilaku memiliki beberapa faktor yang mungkin menjadi
penyebab adanya penjual yang memiliki penilaian tindakan baik namun tetap
menjual tahu berformalin antara lain faktor eksternal (pengalaman, fasilitas,
sosiobudaya), faktor internal (persepsi, pengetahuan, keyakinan, keinginan,
motivasi, sikap dan niat) yang tidak dapat diteliti oleh peneliti lebih mendalam
80
Upaya untuk menghilangkan agar tidak ada penjualan tahu berformalin dapat
dilakukan dengan meningkatkan pembinaan dan pengawasan baik dari
puskesmas maupun pihak pasar untuk bertindak tegas melarang adanya
penggunaan formalin pada makanan.
BAB 8
KESIMPULAN DAN SARAN
8.1 Kesimpulan
81
82
8. Tidak ada hubungan antara jenis tahu dengan kandungan formalin pada
tahu di Pasar Cengkareng (p.value = 0,807)
9. Ada hubungan antara pengetahuan penjual dengan kandungan formalin
pada tahu di Pasar Cengkareng. (p.value = 0,006)
10. Ada hubungan antara sikap penjual dengan kandungan formalin pada
tahu di Pasar Cengkareng. (p.value = 0,042)
11. Tidak ada hubungan antara tindakan penjual dengan kandungan formalin
pada tahu di Pasar Cengkareng (p.value = 1,000)
8.2 Saran
2. Memberikan sanksi dan mencabut ijin berjualan apabila ada penjual yang
terbukti menjual bahan pangan yang mengandung bahan tambahan
berbahaya pada barang dagangannya, contohnya tahu berformalin.
Arikunto, Suharsimi
2002 Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek
(Edisi Revisi V), Jakarta: Rineka Cipta
Cahyadi, Wisnu
2009 Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan
Pangan Edisi Kedua, Jakarta: Bumi Aksara
Habsah
2012 Gambaran Pengetahuan Pedagang Mie Basah
Terhadap Perilaku Penambahan Boraks dan
Formalin Pada Mie Basah Di Kantin-Kantin
Universitas X Depok Tahun 2012
KEPMENPERINDAG RI No.23
1998 Tentang Lembaga-Lembaga Usaha Pedagangan
Liputan6
2016 Bahan Pangan Mengandung Formalin Masih
Ditemukan Di Jakarta Barat. Diakses pada tanggal
30 Januari 2018 dari :
http://m.liputan6.com/news/read/2462488/bahan-
pangan-mengandung-formalin-masih-ditemukan-di-
jakarta-barat
Nurhayati, Wahyuni
2017 Studi Deskriptif Kandungan Bahan Tambahan
Makanan (Formalin) Pada Tahu di Pasar Wilayah
Kerja Puskesmas Kecamatan Ciracas Tahun 2017
Notoatmodjo, Soekidjo
2010 Ilmu Perikalu Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta
Nugrahiningtyas, Shanty
2010 Analisis Kandungan Formalin Dalam Tahu Putih
Yang Dijual Di Pasar Tradisional dan Supermarket
Di Wilayah Kota Jember
PERMENKES RI No.1168
1999 Tentang Bahan Tambahan Makanan
PERMENKES RI No.033
2012
Tentang Bahan Tambahan Pangan
Supranto, J
2000 Statistik Teori dan Aplikasi Edisi Keenam, Jakarta :
Erlangga
UU RI No.18
2012 Tentang Pangan
LAMPIRAN 1
LAMPIRAN 2
LAMPIRAN 3
KUESIONER PENELITIAN UNTUK PEDAGANG YANG MENJUAL TAHU DI PASAR
CENGKARENG
KECAMATAN CENGKARENG
JAKARTA BARAT TAHUN 2018
PETUNJUK
Jawablah semua pertanyaan dibawah ini. Berilah tanda silang dan isilah titik-titik yang telah
disediakan.
A. DATA UMUM
1. Nama : ………………………………………………..
2. Jenis Kelamin : ………………………………………………..
3. Umur : ………………………………………………..
4. Pendidikan
a. Tidak Tamat SD
b. SD
c. SLTP
d. SLTA
e. PT
5. Jenis Tahu :
Tahu Cokelat
Tahu Putih Tahu Kuning
6. Asal Tahu :
a. Membuatan sendiri
b. Produsen
c. Supplier
II. SIKAP
1. Bagaimana pendapat anda tentang zat pengawet yang digunakan untuk makanan?
a. Zat pengawet yang diizinkan oleh pihak berwenang
b. Zat pengawet yang ada di pasaran
c. Zat pengawet yang dikasih teman/keluarga
III. TINDAKAN
1. Apakah bapak/ibu selalu membeli tahu dari distributor yang diawasi pemerintah?
a. Ya, karena aman
b. Kadang-kadang
c. Tidak
2. Apa yang anda lakukan didalam memilih kualitas tahu yang anda gunakan untuk dijual?
a. Memilih tahu yang tidak mengkilat kenyal dan tidak terlalu pucat
b. Tahu tidak lengket
c. Tidak tahu
Lampiran 3 Hal 5 dari 7
3. Apa yang anda lakukan apabila anda mengetahui bahwa tahu yang dijual distributor anda
mengandung formalin?
a. Tidak membeli makanan/bahan makanan ditempat yang sama
b. Mengganti jenis tahu lainnya
c. Dibiarkan saja
4. Apa yang anda lakukan jika anda ingin membeli tahu dengan kondisi sangat kenyal dan
tidak mudah rusak?
a. Tidak membelinya dan membeli di tempat lain
b. Membeli jenis tahu lainnya
c. Membelinya
5. Apa yang anda lakukan bila pedagang lain menggunakan bahan pengawet yang dilarang?
a. Menegurnya dan memperingatkan bahwa hal itu dapat diberi hukuman sanksi
b. Menegurnya
c. Membiarkannya
6. Apa yang anda lakukan bila ada distributor yang memberikan harga murah untuk tahu
berformalin?
a. Tidak membelinya
b. Kadang-kadang membelinya
c. Membelinya
7. Apa yang anda lakukan jika tahu tidak habis terjual (bersisa)?
a. Diawetkan kembali lalu dijual
b. Diretur atau dikembalikan ke distributor
c. Disimpan saja
8. Apakah anda akan mengikuti jika diadakan pembinaan/penyuluhan tentang bahaya bahan
tambahan pangan yang dilarang?
a. Ya
b. Kadang-kadang
c. Tidak
UNIVARIAT
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2-
Value df sided)
a
Pearson Chi-Square .430 2 .807
Likelihood Ratio .467 2 .792
Linear-by-Linear Association .000 1 1.000
N of Valid Cases 72
skor pengetahuan yang dikelompokkan * Hasil Uji formalin pada tahu Crosstabulation
Baik Count 0 14 14
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 8.842 1 .003
b
Continuity Correction 6.070 1 .014
Likelihood Ratio 10.701 1 .001
Fisher's Exact Test .006 .006
Linear-by-Linear Association 8.474 1 .004
N of Valid Cases 24
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.08.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
skor sikap yang dikelompokkan * Hasil Uji formalin pada tahu Crosstabulation
Baik Count 2 17 19
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 5.874 1 .015
b
Continuity Correction 3.258 1 .071
Likelihood Ratio 5.047 1 .025
Fisher's Exact Test .042 .042
Linear-by-Linear Association 5.630 1 .018
N of Valid Cases 24
a. 3 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.04.
b. Computed only for a 2x2 table
skor tindakan yang dikelompokkan * Hasil Uji formalin pada tahu Crosstabulation
Baik Count 5 16 21
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square .902 1 .342
b
Continuity Correction .036 1 .849
Likelihood Ratio 1.511 1 .219
Fisher's Exact Test 1.000 .479
Linear-by-Linear Association .865 1 .352
N of Valid Cases 24
a. 3 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .63.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
DOKUMENTASI PENELITIAN
Pemeriksaan di Laboratorium