Anda di halaman 1dari 137

KL 14.

032

STUDI HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN PENJUAL


TAHU DENGAN KANDUNGAN FORMALIN PADA TAHU DI PASAR
CENGKARENG, KECAMATAN CENGKARENG, JAKARTA BARAT

TAHUN 2018

KHAERUL ANWAR

JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN JAKARTA II

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

2018
KL 14.032

STUDY OF RELATIONSHIP BETWEEN KNOWLEDGE AND ATTITUDES


OF TOFU’S SELLERS WITH THE CONTENT OF TOFU IN THE
CENGKARENG MARKET, CENGKARENG, WEST JAKARTA
2018

KHAERUL ANWAR

THE MAJORITY OF ENVIRONMENTAL HEALTH


POLITEKTIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN JAKARTA II
THE MINISTRY OH HEALTH OF THE REPUBLIC OF INDONESIA
2018
STUDI HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN PENJUAL
TAHU DENGAN KANDUNGAN FORMALIN PADA TAHU DI PASAR
CENGKARENG, KECAMATAN CENGKARENG, JAKARTA BARAT

TAHUN 2018

Skripsi

Jenjang Pendidikan Tinggi Program Diploma IV

KHAERUL ANWAR

NPM : P2.31.33.1.14.032

JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN JAKARTA II

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

2018
STUDY OF RELATIONSHIP BETWEEN KNOWLEDGE AND ATTITUDES
OF TOFU’S SELLERS WITH THE CONTENT OF TOFU IN THE
CENGKARENG MARKET, CENGKARENG, WEST JAKARTA
2018

Skripsi

Level Education of Diploma Program IV

KHAERUL ANWAR

NPM : P2.31.33.1.14.032

THE MAJORITY OF ENVIRONMENTAL HEALTH


POLITEKTIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN JAKARTA II
THE MINISTRY OH HEALTH OF THE REPUBLIC OF INDONESIA
2018
i
RINGKASAN

Tahu merupakan makanan yang mudah didapat di pasaran serta diminati dari berbagai
kalangan dan menjadi salah satu makanan yang sering ditambahkan formalin
dikarenakan cepat rusak dan tidak tahan lama. Permenkes No.033/Menkes/Per/IX/2012
tentang Bahan Tambah Pangan melarang pemakaian formalin pada makanan. Akan
tetapi banyak produsen makanan yang menambahkan formalin pada tahunya.
Larangan formalin pada makanan khususnya tahu dikarenakan dampak kesehatan
yang dapat ditimbulkan, diantaranya keracunan, kerusakan ginjal, kanker, dan
kematian.

Penelitian dengan judul “ Studi Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Tindakan


Penjual Tahu Dengan Kandungan Formalin Pada Tahu Di Pasar Cengkareng,
Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat Tahun 2018 “, bertujuan untuk mengetahui
frekuensi jenis tahu, asal tahu, kandungan formalin pada tahu dan perilaku penjual,
serta hubungan jenis tahu dan perilaku penjual dengan kandungan formalin pada tahu.
Penelitian ini menggunakan metode analitik dengan pendekatan cross sectional .
Dengan sampel sebanyak 24 penjual tahu (total populasi).

Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa dari 24 penjual tahu menjual jenis tahu putih,
tahu kuning dan tahu coklat. Terdapat 58,3% tahu berasal dari supplier dan 41,7% tahu
berasal dari produsen. 5 penjual yang menjual tahu berformalin. Sebagian besar
responden memiliki pengetahuan, sikap dan tindakan yang baik mengenai formalin
yaitu 58,3%, 79,2% dan 87,5%. Berdasarkan analisis statistik menunjukkan bahwa tidak
ada hubungan antara jenis tahu dengan kandungan formalin (p=0,807), ada hubungan
pengetahuan penjual dengan kandungan formalin pada tahu (p=0,006), ada hubungan
sikap penjual dengan kandungan formalin pada tahu (p=0,042) dan tidak ada hubunan
antara tindakan penjual dengan kandungan formalin pada tahu (p=1,000).

Untuk menghilangkan adanya penjual tahu yang mengandung formalin diperlukan


adanya pengawasan dan penyuluhan oleh petugas kesehatan dan petugas pasar. Bagi
masyarakat agar lebih berhati-hati dalam memilih tahu dan perlu menambah wawasan
mengenai ciri-ciri tahu yang mengandung formalin.

ii
Kepustakaan : 23 (1998 – 2017)
Klasifikasi : Internet :1
Jurnal Penelitian :8
Peraturan :6
Statistik :2
Perilaku :1
Metlit :1
Makanan :4

iii
ABSTRACT

Tofu is a food which available in the market and liked by everyone. Because of not well-
preserved for a long time, tofu is oftenly added by formalin. Permenkes No.033/
Menkes/ Per/ IX / 2012, prohibits the use of formalin on food. However, many of food
manufactures still add formalin. Formal dietary prohibition of using formalin especially in
tofu is due to the bad effect of formalin for health, such as cancer, kidney damage and
death.

The study entitled "Study of relationship between knowledge and attitudes of


Tofu’s Sellers with the content of tofu in the Cengkareng Market, Cengkareng,
West Jakarta in the year of 2018", is aimed to know the frequency of the types of tofu,
the origin of tofu, the amount of formalin on tofu and seller’s behaviour, and the
relationship between the types of tofu and seller’s behaviour who use formalin. This
research uses analytical method with cross sectional approach. The sample was
sourced from 24 sellers of the total population.

The results of the study show that of 24 sellers of tofu sell white, yellow and chocolate
tofu. There are 58.3% of tofu sourced from supplier and 41,7% sourced from producer.
5 sellers sell tofu with formalin. Most of the respondents have a good knowledge,
attitude and action about formalin which are 58,3%, 79,2% and 87,5%. Based on
statistical analysis showed that there was no correlation between the type of tofu with
formalin content (p = 0,807), there was relationship of seller's knowledge with formalin
content in tofu (p = 0,006), there was relationship of seller attitude with formalin content
in tofu (p = 0,042) and there is no relationship between the seller's action and the
formalin content in tofu (p = 1,000).

To eliminate the presence of tofu’s seller which adding formalin requires supervision
and counseling by health workers and market officers. People needs to be more careful
in choosing tofu and need to know about the characteristics of tofu containing formalin.
Literature : 23 (1998 – 2017)
Classification : Internet :1
Research journal :8
Rules :6
Statistics :2
Behavior :1
Research methodology :1
Food :4
BIODATA PENULIS

DATA PRIBADI

Nama : Khaerul Anwar

NPM : P2.31.33.11.14.032

Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 16 November 1996

Agama : Islam

No. Telp : 0877 7716 2717

Alamat : Jl. Pulo Harapan Indah Rt 11/10 No.36

Kel.Cengkareng Barat, Kec. Cengkareng,

Jakarta Barat 11730

PENDIDIKAN :

2002-2008 SDN 16 PAGI CENGKARENG BARAT

2008-2011 SMPN 45 JAKARTA

2011-2014 SMAN 33 JAKARTA

iv
v
vi
LEMBAR PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan untuk orang-orang yang saya sayangi:


1. Ibu saya Siti Sutinah dan Ayah saya Abdul Wahab (Alm) yang telah mendidik
saya, mengorbankan waktu, tenaga, pikiran, finansial untuk menyekolahkan saya
dan menguliahkan saya, menjadikan anaknya yang pandai, selalu mendukung
dan mensupport serta tidak henti memberikan doa dan memotivasi saya selama
ini hingga skripsi ini selesai.
2. Keluarga besar saya yang selalu memberi dukungan untuk menyekolahkan saya
dan menguliahkan saya dan selalu memberikan support dan doa serta
menghibur saya ketika saya sedang penat.
3. Dosen, Guru dan semua yang telah senantiasa memberikan waktu, tenaga dan
doanya dalam membimbing dan menjadikan pribadi yang jauh lebih baik dari
sebelumnya.
4. Sahabat terbaik Panca Prasetya, Trirahayu Sekar Arum, Dini Mayang S, Satrio
Al-Hadi, Aprillia Sekar P, Rian Joshua Yones yang selalu memberikan motivasi
dan semangat untuk menjadikan saya pribadi yang lebih baik.
5. Teman baik seperjuangan skripsi yaitu Faizal Qadhari, Ian Dimas Aji P.U, Hadis
Akbari, Dea Fadilla T, Geby Aulia, Fitri Fajriyah N.U dan Angga Agustian yang
selalu memberikan motivasi dan semangat serta bantuan yang sangat berarti
dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Teman- teman D4-A, Sherina, dan P2M yang senantiasa memberikan semangat
dan doa, selalu menghibur dan membuat saya lebih bahagia berada dekat
dengan mereka.
7. Serta semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu yang telah
membantu saya dalam mengerjakan skripsi ini, memberikan doa dan semangat.

Tidak ada kebahagiaan yang lebih baik melainkan berada diantara mereka

Terima kasih atas segala kebaikan yang telah diberikan, semoga Allah membalas
kebaikan kalian.

vii
LEMBAR MOTTO

Ridha Allah SWT tergantung pada ridha orang tua dan muka Allah SWT tergantung
pada murka orang tua. (HR. At-Tirmidzi, HR. Al-Hakim)

Gantungkan cita-citamu setinggi langit. Bermimpilah setinggi langit. Jika engkau jatuh,
engkau akan jatuh diantara bintang-bintang. (Ir.Soekarno)

viii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul
“STUDI HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN PENJUAL TAHU
DENGAN KANDUNGAN FORMALIN PADA TAHU DI PASAR CENGKARENG,
KECAMATAN CENGKARENG, JAKARTA BARAT TAHUN 2018”. Skripsi ini disusun
sebagai salah satu syarat guna menyelesaikan Pendidikan Program Diploma IV
Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan Kemenkes Jakarta II.

Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini tidak akan selesai tanpa bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kuat Prabowo, SKM., M.Kes selaku Ketua Jurusan Kesehatan Lingkungan


Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Jakarta II.
2. Kusrini Wulandari, SKM., M.Kes selaku Ketua Prodi D-IV Jurusan Kesehatan
Lingkungan Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Jakarta II yang telah
memberikan bimbingan, dukungan, pengalaman dan nasihat selama perkuliahan.
3. Dr.Dra.Syarifah MEJ,M.Biomed selaku pembimbing materi dalam penyusunan
Skripsi ini yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing dan memberikan
saran – saran terbaik hingga Skripsi ini selesai.
4. Arni Widyastuti, SKM,. M.Kes selaku pembimbing teknis dalam penyusunan Skripsi
ini yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing mengenai sistematika
penulisan dan memberikan saran-saran terbaik hingga Skripsi ini selesai.
5. Seluruh staf dan pengajar Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan
Kementerian Jakarta II.
6. Teman – teman seperjuangan DIV yang telah memberikan semangat dan motivasi
dalam penulisan Skripsi ini.

ix
Penulis menyadari Skripsi ini tidak luput dari berbagai kekurangan oleh karena
keterbatasan kemampuan Penulis. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun demi perbaikan dimasa yang akan datang.

Jakarta, Mei 2018

Penulis

x
DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT i


RINGKASAN ii
BIODATA PENULIS Iv
LEMBAR PERSETUJUAN v
LEMBAR PENGESAHAN vi
LEMBAR PERSEMBAHAN vii
LEMBAR MOTTO viii
KATA PENGANTAR ix
DAFTAR ISI xi
DAFTAR TABEL xvii
DAFTAR SINGKATAN xix
DAFTAR GAMBAR xx
DAFTAR LAMPIRAN xxi

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 4

1.3 Tujuan Penelitian 4

1.3.1 Tujuan Umum 4

1.3.2 Tujuan Khusus 5

1.4 Manfaat Penelitian 5

1.4.1 Bagi Mahasiswa 5

1.4.2 Bagi Masyarakat Sekitar 6

xi
1.4.3 Bagi Penjual Tahu 6

1.4.4 Bagi Instansi 6

1.4.5 Bagi Akademik 7

1.5 Ruang Lingkup Penelitian 7

1.6 Sistematika Penulisan 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 10

2.1 Definisi Bahan Tambahan Pangan 10

2.1.1 Pengertian Bahan Tambahan Pangan 10

2.1.2 Tujuan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan 10

2.1.3 Jenis-Jenis Bahan Tambahan Pangan 12

2.2 Definisi Bahan Pengawet 17

2.2.1 Pengertian Bahan Pengawet 17

2.2.2 Tujuan Penggunaan Bahan Pengawet 17

2.2.3 Jenis-Jenis Bahan Pengawet 18

2.3 Definisi Formalin 22

2.3.1 Pengertian Formalin 22

2.3.2 Fungsi Formalin 23

2.3.3 Sifat Formalin 23

2.3.4 Ciri Makanan yang Mengandung Formalin 25

2.3.5 Dampak Penggunaan Formalin Terhadap 26


Kesehatan
2.3.6 Bahan Pengawet Pengganti Formalin 28

xii
2.4 Definisi Tahu 29

2.4.1 Pengertian Tahu 29

2.4.2 Jenis-Jenis Tahu 30

2.4.3 Cara Pengawetan Tahu 31

2.4.4 Pemilihan Lokasi Unit Pengolahan Tahu 31

2.4.5 Bahan Pembuatan Tahu 32

2.4.5 Peralatan Untuk Membuat Tahu 34

2.5 Definisi Pasar 35

2.5.1 Pengertian Pasar 35

2.5.2 Pengertian Pasar Sehat 36

2.5.3 Jenis Pasar 36

2.5.4 Persyaratan Kesehatan Lingkungan Pasar 37

2.6 Pengetahuan 40

2.7 Sikap (Attitude) 43

2.8 Tindakan atau Ptaktik (Practice) 44

BAB 3 GAMBARAN UMUM 45

3.1 Pasar Cengkareng 45

3.1.2 Misi 45

3.1.3 Visi 45

3.1.4 Struktur Organisasi 46

3.1.5 Sarana dan Prasarana 46

3.5.6 Tempat Usaha 47

xiii
BAB 4 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP 48

4.1 Kerangka Teori 48

4.2 Kerangka Konsep 49

4.3 Karakteristik Sampel 49

4.4 Definisi Operasional 50

4.5 Hipotesis Penelitian 51

BAB 5 METODE PENELITIAN 52

5.1 Jenis Penelitian 52

5.2 Lokasi Penelitian 52

5.3 Waktu Penelitian 52

5.4 Populasi dan Sampel 53

5.4.1 Populasi 53

5.4.2 Sampel 53

5.5 Pengumpulan Data 54

5.5.1 Data Primer 54

5.5.2 Data Sekunder 54

5.6 Pengolahan dan Analisis Data 54

5.6.1 Pengolahan Data 54

5.6.2 Data Kuesioner 56

5.6.3 Analisis Data 57

5.6.4 Prosedur Kerja Pemeriksaan Formalin dengan 58


Teskit

xiv
BAB 6 HASIL PENELITIAN 59

6.1 Distribusi Frekuensi Jenis Tahu 59

6.2 Distribusi Frekuensi Asal Tahu 59

6.3 Pemeriksaan Kandungan Formalin pada Tahu 60

6.4 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Penjual Tahu 61

6.5 Distribusi Frekuensi Sikap Penjual Tahu 62

6.6 Distribusi Frekuensi Tindakan Penjual Tahu 63

6.7 Hubungan Jenis Tahu dengan Kandungan Formalin 64

6.8 Hubungan Pengetahuan Penjual dengan Kandungan 65


Formalin
6.9 Hubungan Sikap Penjual dengan Kandungan 66
Formalin
6.10 Hubungan Tindakan Penjual dengan Kandungan 67
Formalin

BAB 7 PEMBAHASAN 68

7.1 Distribusi Frekuensi Jenis Tahu 68

7.2 Distribusi Frekuensi Asal Tahu 69

7.3 Pemeriksaan Kandungan Formalin pada Tahu 70

7.4 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Penjual Tahu 71

7.5 Distribusi Frekuensi Sikap Penjual Tahu 73

7.6 Distribusi Frekuensi Tindakan Penjual Tahu 74

7.7 Hubungan Jenis Tahu dengan Kandungan Formalin 75

7.8 Hubungan Pengetahuan Penjual dengan Kandungan 76


Formalin

xv
7.9 Hubungan Sikap Penjual dengan Kandungan 78
Formalin
7.10 Hubungan Tindakan Penjual dengan Kandungan 79
Formalin

BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN 81

8.1 Kesimpulan 81

8.2 Saran 82

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

xvi
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 DAFTAR BAHAN TAMBAHAN PANGAN YANG 12


DIIZINKAN
Tabel 2.2 DAFTAR BAHAN TAMBAHAN PANGAN YANG 15
DILARANG
Tsbel 2.3 DAFTAR BAHAN PENGAWET YANG DIIZINKAN 19
PEMAKAIANNYA DAN DOSIS MAKSIMUM
Tabel 2.4 DAFTAR BAHAN PENGAWET YANG DILARANG 21
PEMAKAIANNYA UNTUK MAKANAN
Tabel 2.5 DAMPAK FORMALIN BAGI KESEHATAN 27

Tabel 4.1 DEFINISI OPERASIONAL 50

Tabel 6.2 DISTRIBUSI FREKUENSI ASAL TAHU DI PASAR 59


CENGKARENG KECAMATAN CENGKARENG
JAKARTA BARAT TAHUN 2018
Tabel 6.3 HASIL PEMERIKSAAN UJI FORMALIN PADA TAHU DI 60
PASAR CENGKARENG KECAMATAN CENGKARENG
JAKARTA BARAT TAHUN 2018
Tabel 6.4 DISTRIBUSI FREKUENSI RESPONDEN 61
BERDASARKAN PENGETAHUAN PENJUAL TAHU DI
PASAR CENGKARENG KECAMATAN CENGKARENG
JAKARTA BARAT TAHUN 2018
Tabel 6.5 DISTRIBUSI FREKUENSI RESPONDEN 62
BERDASARKAN SIKAP PENJUAL TAHU DI PASAR
CENGKARENG KECAMATAN CENGKARENG
JAKARTA BARAT TAHUN 2018
Tabel 6.6 DISTRIBUSI FREKUENSI RESPONDEN 63
BERDASARKAN TINDAKAN PENJUAL TAHU DI
PASAR CENGKARENG KECAMATAN CENGKARENG

xvii
JAKARTA BARAT TAHUN 2018
Tabel 6.7 HUBUNGAN JENIS TAHU DENGAN KANDUNGAN 64
FORMALIN PADA TAHU DI PASAR CENGKARENG
KECAMATAN CENGKARENG JAKARTA BARAT
TAHUN 2018
Tabel 6.8 HUBUNGAN PENGETAHUAN PENJUAL DENGAN 65
KANDUNGAN FORMALIN PADA TAHU DI PASAR
CENGKARENG KECAMATAN CENGKARENG
JAKARTA BARAT TAHUN 2018
Tabel 6.9 HUBUNGAN SIKAP PENJUAL DENGAN KANDUNGAN 66
FORMALIN PADA TAHU DI PASAR CENGKARENG
KECAMATAN CENGKARENG JAKARTA BARAT
TAHUN 2018
Tabel 6.10 HUBUNGAN TINDAKAN PENJUAL DENGAN 67
KANDUNGAN FORMALIN PADA TAHU DI PASAR
CENGKARENG KECAMATAN CENGKARENG
JAKARTA BARAT TAHUN 2018

xviii
DAFTAR SINGKATAN

1. B3 : Bahan Berbahaya dan Beracun


2. BPOM : Badan Pengawasan Obat dan Makanan
3. BTP : Bahan Tambahan Pangan
4. DKI : Daerah Khusus Ibukota
5. GDL : Glucono-delta-lacton
6. Kg : Kilogram
7. KLB : Kejadian Luar Biasa
8. KPKP : Ketahanan Pangan, Kelautan dan Perikanan
9. MENKES : Menteri Kesehatan
10. Mg/kg : Miligram per Kilogram
11. Ml : Mililiter
12. M2 : Meter Persegi
13. M3 : Meter Kubik
14. PE : Polyethylene
15. PERMENKES : Peraturan Menteri Kesehatan
16. PET : Polyethylene Terephthalate
17. PP : Polypropylene
18. Ppm : Part Per Million
19. Puskesmas : Pusat Kesehatan Masyarakat
20. PVDC : Polyvinylidine Thloride
21. P3K : Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan
22. RI : Republik Indonesia
23. RUTR : Rencana Umum Tata Ruang
24. SK : Surat Keputusan
25. TPS : Tempat Pembuangan Sampah
26. UHT : Ultra High Temperature
27. oC : Derajat Celcius

xix
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 STRUKTUR BANGUN FORMALDEHID 24

Gambar 3.1 STRUKTUR ORGANISASI 46

Gambar 4.1 KERANGKA TEORI 48

Gambar 4.2 KERANGKA KONSEP 49

xx
DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 Surat Perizinan untuk PD.Pasar Jaya Cengkareng

LAMPIRAN 2 Surat Keputusan Izin Penelitian PTSP Jakarta Barat

LAMPIRAN 3 Kuesioner Pedagang Tahu

LAMPIRAN 4 Absensi Responden

LAMPIRAN 5 Hasil Pemeriksaan Kualitas Makanan

LAMPIRAN 6 Hasil Uji Statistik

LAMPIRAN 7 Dokumentasi Penelitian

xxi
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan


pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin di
dalam Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
sebagai komponen dasar untuk mewujudkan sumber daya manusia yang
berkualitas.

Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk
pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, perternakan, perairan dan air
baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan
atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambah pangan,
bahan baku pangan dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses
penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau
minuman.(“Undang-Undang RI Nomor 18 BAB 1 Pasal 1,” 2012).

Bahan tambahan makanan adalah bahan yang ditambahkan ke dalam


makanan untuk mempengaruhi sifat dan bentuk makanan, dan yang
dimaksud pengawet adalah bahan tambahan makanan untuk mencegah atau
menghambat fermentasi, pengasaman, penguraian, dan perusakan lainnya
terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Permenkes no.
033/Menkes/Per/IX/2012 tentang Bahan Tambah Pangan melarang
pemakaian formalin pada makanan. Akan tetapi banyak produsen makanan
yang curang sehingga menambahkan formalin ke produk olahannya agar
produk tersebut memiliki daya simpan lebih lama, lebih kenyal dan memiliki
warna lebih terang sehingga menarik konsumen.

1
2

Formalin adalah bahan antiseptik yang lazim digunakan untuk mensterilkan


peralatan kedokteran, mengawetkan mayat atau spesimen biologi lain,
sebagai pembunuh hama, dan sebagai bahan pupuk urea. Formalin sangat
berbahaya jika terhirup, mengenai kulit atau tertelan. Efek jangka pendek
dari mengkonsumsi formalin, antara lain terjadinya iritasi pada saluran
pernapasan, muntah-muntah, pusing dan rasa terbakar pada tenggorokan.
Adapun efek jangka panjangnya yaitu terjadinya kerusakan hati, jantung,
otak, limpa, pankreas, sistem susunan saraf pusat, dan ginjal. (Indrati &
Gardjito, 2014)

Salah satu jenis produk pangan atau produk makanan yang umumnya
ditambahkan dengan formalin yaitu Tahu ,berbagai jenis tahu sering
dijadikan bahan makanan untuk dicampurkan pada makanan rumah tangga
maupun usaha bagi masyarakat. Selain rasanya enak, tahu juga banyak
digemari oleh berbagai kalangan masyarakat. Namun salah satu kekurangan
yang dimiliki tahu adalah cepat rusak atau tidak tahan lama dikarenakan
kandungan air didalam tahu tersebut membuat tahu lebih cepat rusak.
Pemberian bahan tambahan makanan berupa pengawet merupakan salah
satu cara untuk memperpanjang masa simpan tahu. Namun, seiring
meningkatnya harga bahan baku makanan dan juga bahan pengawet alami
kini banyak produsen tahu yang menyalahgunakan bahan pengawet tersebut
dengan menambahkan pengawet yang tidak boleh ditambahkan kedalam
makanan seperti formalin dengan tujuan produk olahannya seperti tahu
putih, tahu kuning dan tahu cokelat dapat memiliki masa simpan yang jauh
lebih lama.

Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Barat menemukan 320 sampel bahan


makanan dari 5 pasar tradisional yang mengandung formalin atau zat
pengawet mayat dengan jenis bahan makanan tahu. (Liputan6, 2016)
3

Pada saat penulis melakukan praktikum bahan tambah pangan pada mata
kuliah Penyehatan Makanan dan Minuman dengan bahan uji tahu putih,
didapatkan bahwa hasil uji btm pada tahu putih adalah positif . Sampel tahu
yang diujikan berasal dari pasar Cengkareng, Jakarta Barat.

Saat ini formalin sudah marak digunakan pada makanan seperti tahu, bakso,
sosis, mie basah, siomay, ketupat dan pangsit. Padahal yang kita ketahui ,
formalin merupakan bahan pengawet yang dilarang oleh Pemerintah karena
dapat membahayakan tubuh manusia. Efek samping dari penggunaan
formalin adalah mual, diare, sesak napas, hingga memicu timbulnya penyakit
kanker apabila dikonsumsi dalam jangka waktu yang panjang, namun
demikian penulis tidak dapat menemukan literatur tentang penelitian yang
menghubungkan penyakit kanker dengan konsumsi formalin. Pada anak-
anak, formalin juga dapat menurunkan nafsu makan, imunitas, hingga
gangguan kesehatan lainnya.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Nugrahiningtyas (2010) di pasar


tradisional dan supermarket kota Jember menunjukkan bahwa masih
minimnya pengetahuan responden terkait tahu berformalin sebesar 60,7% di
pasar tradisional dan sebesar 53,6% di supermarket menyebabkan masih
ditemukannya penjualan tahu berformalin. Faktor yang sama juga diteliti oleh
Habsah (2012), faktor yang terkait penjualan makanan berformalin pada
makanan adalah pengetahuan dari pedagang yang menjual makanan
tersebut. Kurangnya pengetahuan terkait bahan tambahan pangan (BTP)
akan cenderung membuat kebiasaan menjual makanan yang mengandung
BTP yang tidak baik.

Kemudian pada penelitian Safitri (2015) di pasar daerah Semanan


menunjukkan bahwa sebesar 38,2% tingkat pengetahuan responden rendah
dan 35,3% sikap responden negatif. Kemudian sebanyak 46,6% tahu
ditemukan mengandung formalin dan 73,5% melakukan penjualan tahu
4

berformalin. Dengan demikian masih minimnya pengetahuan dapat


menyebabkan penjualan tahu berformalin masih ada di pasaran.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis merasa terdorong untuk


melakukan penelitian mengenai “ studi hubungan pengetahuan, sikap dan
tindakan penjual tahu dengan kandungan formalin pada tahu di Pasar
Cengkareng, Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat tahun 2018 .“

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan, yang menjadi


permasalahan yaitu mulai maraknya penggunaan formalin pada bahan
pangan. Untuk itu penulis merumuskan pokok permasalahan yaitu “Apakah
ada hubungan antara pengetahuan, sikap dan tindakan penjual tahu dengan
kandungan formalin pada tahu di Pasar Cengkareng, Kecamatan
Cengkareng, Jakarta Barat tahun 2018?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan antara pengetahuan, sikap dan tindakan penjual tahu


dengan kandungan formalin pada tahu di Pasar Cengkareng, Kecamatan
Cengkareng, Jakarta Barat tahun 2018
5

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui jenis tahu


2. Mengetahui asal tahu yang dijual
3. Mengetahui kandungan formalin pada tahu
4. Mengetahui pengetahuan penjual tahu mengenai formalin
5. Mengetahui sikap penjual tahu mengenai formalin
6. Mengetahui tindakan penjual tahu mengenai formalin
7. Mengetahui hubungan antara jenis tahu dengan kandungan formalin
pada tahu
8. Mengetahui hubungan antara pengetahuan penjual tahu dengan
kandungan formalin pada tahu.
9. Mengetahui hubungan antara sikap penjual tahu dengan kandungan
formalin pada tahu
10. Mengetahui hubungan antara tindakan penjual tahu dengan kandungan
formalin pada tahu

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Mahasiswa

1. Memenuhi tugas akhir serta dapat menambah wawasan penulis tentang


makanan yang mengandung bahan pengawet berbahaya seperti
formalin.
2. Mengaplikasikan ilmu yang telah didapat selama perkuliahan di kampus.
Baik secara teori maupun praktik dengan kenyataan yang ada
dilapangan.
6

1.4.2 Bagi Masyarakat Sekitar

1. Penelitian ini dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai


bahan makanan yang mengandung formalin dan masyarakat juga dapat
mengetahui dampak yang diakibatkan oleh bahan pengawet formalin.
2. Penelitian ini dapat meningkatkan tingkat kewaspadaan masyarakat
dalam memilih jenis makana yang terlihat jelas mengandung formalin
yang dapat mengganggu kesehatan masyarakat.

1.4.3 Bagi Penjual Tahu

Penelitian ini dapat memberikan informasi untuk penjual tahu mengenai


bahaya pemakaian bahan pengawet formalin terhadap makanan sehingga
penjual tidak lagi menjual bahan makanan yang mengandung formalin dan
berpindah tempat pemasok dagangannya

1.4.4 Bagi Instansi

Penelitian ini dapat menjadi bahan masukan terhadap pihak-pihak terkait


baik dari Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat untuk
melakukan pengawasan lebih terhadap bahan makanan yang dijual di Pasar
Cengkareng Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat
7

1.4.5 Bagi Akademik

1. Sebagai bahan referensi kepustakaan dalam mengembangkan ilmu


pengetahuan mengenai mata kuliah penyehatan makanan dan minuman.
2. Penelitian ini dapaat menambah wawasan ilmu penyehatan makanan
dan minuman bagi mahasiswa Politeknik Kesehatan Kementrian
Kesehatan Jakarta II.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah melakukan pengujian formalin pada tahu
dan melakukan wawancara mengenai pengetahuan, sikap dan tindakan
penjual tahu di Pasar Cengkareng, Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat.

1.6 Sistematika Penulisan

Mendapatkan gambaran secara menyeluruh mengenai penelitian ini dan


untuk mempermudah dalam memahami isi penelitian ini, maka penulis
menguraikan sistematika penulisan bab-bab penelitian ini sebagai berikut:

BAB 1 PENDAHULUAN

Pada bab 1 ini penulis menuliskan latar belakang penelitian, permasalahan


penelitian, tujuan yang terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus, manfaat
penelitian, ruang lingkup penelitian dan sistematika penulisan.
8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab 2 ini penulis menguraikan mengenai teori-teori yang menjadi


acuan dalam permasalahan yang ada di dalam penelitian Skripsi.

BAB 3 GAMBARAN UMUM

Pada bab 3 ini penulis menguraikan mengenai Gambaran Umum Pasar


Cengkareng, Jakarta Barat meliputi: Lokasi Pasar, Susunan Organisasi

BAB 4 KERANGKA KONSEP

Pada bab 4 ini penulis menguraikan kerangka teori, kerangka konsep,


karakteristik sampel,hipotesis dan definisi operasional.

BAB 5 METODE PENELITIAN

Pada bab 5 ini penulis menguraikan mengenai metode penelitian yang


meliputi: jenis penelitian, lokasi penelitian, waktu penelitian, populasi dan
sampel penelitian, pengumpulan data serta pengolahan dan analisa data.

BAB 6 HASIL PENELITIAN

Pada bab 6 ini penulis menguraikan hasil penelitian dalam bentuk penyajian
data berupa tabel dan narasi sesuai dengan variable penelitian yang
dilakukan.
9

BAB 7 PEMBAHASAN

Pada bab 7 ini penulis menguraikan hasil penelitian

BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab 8 ini penulis akan menyimpulkan hasil penelitian beserta


pembahasannya dan memberikan saran perbaikan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Bahan Tambahan Pangan

2.1.1 Pengertian Bahan Tambahan Pangan

Bahan Tambahan Pangan secara umum adalah bahan yang biasanya tidak
digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen
khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan
sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada
pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan
dan penyimpanan. (Cahyadi, 2009)

Pengertian Bahan Tambah Pangan dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI


No.033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan Bab 1 Pasal 1 Ayat 1
adalah bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk memperngaruhi
sifat atau bentuk pangan.

2.1.2 Tujuan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan

Tujuan penggunaan Bahan Tambahan Pangan bermacam-macam


tergantung jenis yang ditambahkan. Dalam buku Indrati dan Gardjito (2014)
adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi makanan atau minuman,
contohnya menambahkan vitamin-vitamin ke dalam susu bubuk agar nilai
gizi susu meningkat. Praktik ini biasanya disebut fortifikasi gizi.

10
11

2. Memperbaiki warna, rasa, aroma, dan tekstur makanan atau minuman.


Contohnya vetsin ditambahkan agar rasa makanan lebih gurih, soda kue
(sodium bikarbonat) ditambahkan pada pembuatan bolu agar adonan
mengembang dengan baik.
3. Mempertahankan keamanan dan meningkatkan daya simpannya,
misalnya menambahkan antioksidan pada minyak agar tidak cepat tengik.
4. Memenuhi kebutuhan diet kelompok masyarakat tertentu. Misalnya
penderita diabetes tidak boleh makan atau minum produk-produk yang
bergula, maka dibuatlah makanan yang tidak mengandung gula, namun
tetap manis. Rasa manis itu bisa didapatkan dari pemanis buatan seperti
aspartam.
5. Membantu proses pengolahan, pengemasan, distribusi, dan penyimpanan
produk pangan agar susu bubuk tidak menggumpal maka ditambahkan zat
anti gumpal ketika susu tersebut dikemas.

Pemakaian BTP tidak boleh dimaksudkan untuk mengelabui apalagi


membahayakan konsumen. Misalnya bahan pemutih ditambahkan pada
beras yang jelek agar deolah-olah beras tersebut berkualitas bagus. Atau
pada tahu ditambahkan formalin agar tidak dihinggapi lalat dan tahan lama,
padahal formalin diketahui bisa memicu kanker. Jadi, sebenarnya
penambahan BTP ke dalam produk makanan atau minuman adalah
bertujuan baik dan tidak perlu ditakuti, selama penambahan tersebut sesuai
aturan penggunaannya. Hal yang perlu diwaspadai adalah penyalahgunaan
BTP atau bahan-bahan kimia berbahaya untuk tujuan yang tidak dibenarkan.
(Indrati & Gardjito, 2014)
12

2.1.3 Jenis-Jenis Bahan Tambahan Pangan

2.1.3.1 Bahan Tambahan Pangan yang Diizinkan

Berdasarkan Permenkes RI No. 033 tahun 2012 tentang Bahan Tambahan


Pangan. Bahan Tambahan Pangan yang diizinkan dapat dilihat pada tabel
berikut ini :

TABEL 2.1
DAFTAR BAHAN TAMBAHAN PANGAN YANG DIIZINKAN

No. Nama bahan Kegunaan


1. Antibuih (Antifoaming Agent) mencegah atau mengurangi
pembentukan buih.
2. Antikempal (Anticaking mencegah mengentalnya produk
Agent) pangan.
3. Antioksidan (Antioxidant) mencegah atau menghambat
kerusakan pangan akibat oksidasi.
4. Bahan Pengkarbonasi membentuk karbonasi didalam
(Carbonating Agent) pangan
5. Garam pengemulsi mendispersikan protein dalam keju
(Emulsifying Salt) sehingga mencegah pemisahan
lemak.
6. Gas Untuk Kemasan mempertahankan mutu pangan dan
(Packaging Gas) melindungi pangan dari kerusakan.
7. Humektan (Humectant) mempertahankan kelembaban
pangan.
8. Pelapis (Glazing Agent) melapisi permukaan oangan
sehingga memberikan efek
perlindungan dan/ atau penampakan
13

No. Nama bahan Kegunaan


mengkilap.
9. Pemanis (Sweetener) memberikan rasa manis pada
produk pangan.
10. Pembawa (Carrier memfasilitasi penanganan, aplikasi
atau penggunaan bahan tambahan
pangan lain atau zat gizi didalam
pangan dengan cara melarutkan,
mengencerkan, mendispersikan atau
memodifikasi secara fisik bahan
tambahan pangan lain atau zat gizi
tanpa mengubah fungsinya dan tidak
mempunyai efek teknologi pada
pangan.
11. Pembentuk Gel (Gelling membentuk gel.
Agent)
12. Pembuih (Foaming Agent) membentuk atau memelihara
homogenitas disperse fase gas
dalam pangan berbentuk cair atau
padat.
13. Pengatur Keasaman (Acidity mengasamkan, menetralkan
Regulator) dan/atau mempertahankan derajat
keamanan pangan.
14. Pengawet (Preservative) menghambat fermentasi,
pengasaman, penguraian, dan
perusakan lainnya terhadap pangan
yang disebabkan oleh
mikroorganisme.
15. Pengembang (Raising Agent) melepaskan gas sehingga
meningkatkan volume adonan.
14

No. Nama bahan Kegunaan


16. Pengemulsi (emulsifier) membantu terbentuknya campuran
yag homogeny dari dua atau lebih
fasa yang tidak tercampur seperti
minyak dan air.
17. Pengental (Trickener) meningkatkan viskositas pangan.
18. Pengeras (Firming Agent) memperkeras, atau
mempertahankan jaringan buah dan
sayuran, atau berinteraksi dengan
bahan pembentuk gel untuk
memperkuat gel.
19. Penguat Rasa (Flavour memperkuat atau memodifikasi rasa
Enhancer) dan aroma yang telah ada dalam
bahan pangan tanpa memberikan
rasa dan/atau aroma baru.
20. Peningkat Volume (Bulking meningkatkan volume pangan.
Agent)
21. Penstabil (Stabilizer) menstabilkan system disperse yang
homogeny pada pangan.
22. Peretensi Warna (Colour mempertahankan, menstabilkan,
Retention Agent) atau memperkuat intensitas warna
pangan tanpa menimbulkan warna
baru.
23. Perisa (Flavouring) memberi rasa dengan pengecualian
rasa asin, manis, dan asam.
24. Perlakuan Tepung (Flour memperbaiki warna, mutu adonan,
Treatment Agent) dan/atau pemanggangan termasuk
bahan pengembang adonan,
pemucat, dan pematang tepung.
25. Pewarna (Colour) memberi atau memperbaiki warna
15

No. Nama bahan Kegunaan


26. Propelan (Propelant) mendorong pangan keluar dari
kemasan.
27. Sekuestran (Squestrant) membentuk kompleks sehingga
meningkatkan kestabilan dan
kualitas pangan.

2.1.3.2 Bahan Tambahan Pangan yang Dilarang

Berdasarkan Permenkes RI No. 033 tahun 2012 tentang Bahan Tambahan


Pangan. Bahan Tambahan Pangan yang dilarang dapat dilihat pada tabel
berikut ini :

TABEL 2.2
DAFTAR BAHAN TAMBAHAN PANGAN YANG DILARANG

No. Nama Bahan Kegunaan


1. Asam borat dan bahan pembersih, pengawet kayu,
senyawanya (Boric acid) antiseptic kayu, pengontrol kecoa.
2. Asam salisilat dan antiseptic (Externally) dan Keratolitik
garamnya (Saliclic acid (Topical)
and its salt)
3. Dietilpirokarbonat pengawet anggur, soft drink, fruit juice.
(Diethylpirocarbonate,
DEPC)
4. Dulsin (Dulcin) pemanis buatan dengan daya manis
250 kali dari daya manis sukrosa.
5. Formalin (Formaldehyde) desinfektan, antiseptic, penghilang
16

No. Nama Bahan Kegunaan


bau, fiksasi jaringan, dan fumigant.
Juga dipakai pada industry tekstil dan
kayu lapis.
6. Kalium bromate pemutih dan pematang tepung.
7. Kalium klorat (Pottasium oksidator, desinfektan, sumber
chlorate) oksigen, dan komponen didemonstrasi
kembang api. Dapat juga digunakan
sebagai pemutih rumah tangga umum.
8. Kolaramfenikol antibiotik spectrum luas.
(Cholaramphenicol)
9. Minyak nabati yang menstabilkan penyedap rasa dan
dibrominasi (Brominated aroma dalam minuman ringan.
vegetable oils)
10. Nitrofurazon anti mikroba
(Nitrofurazone)
11. Dulkamara (Dulcamara) perisa makanan
12. Kokain (Cocaine) obat bius penghilang nyeri saat
pembedahan, pembedahan tersebut
dapat berupa pembedahan pada
mata, hidung, serta tenggorokkan.
13. Nitrobenzen aditif penyedap atau parfum.
(Nitrobenzene)
14. Sinamil antranilat perisa makanan.
(Cinnamyl anthranilate)
15. Dihidrosafrol (Dihyrisafrole) perisa makanan.
16. Biji tonka (Tonka bean) anti koagulan.
17. Minyak kalamus (Calamus Mengandung beta-asaron, akar dan
oil) rhizome telah digunakan sebagai
obat-obatan untuk berbagai penyakit.
17

No. Nama Bahan Kegunaan


18. Minyak tansi (Tancy oil) perisa makanan
19. Minyak sassafras pestisida alami dan wewangian.
(sassafras oil)

2.2 Definisi Bahan Pengawet

2.2.1 Pengertian Bahan Pengawet

Pengawet adalah bahan kimiawi yang ditambahkan ke dalam olahan pangan


guna mencegah tumbuhnya jamur atau bakteri. Tumbuhnya jamur atau
bakteri akan menyebabkan terjadinya pembusukan, pengasaman, atau
kerusakan lain pada produk. Dengan mencegah tumbuhnya jasad renik
tersebut makan produk makanan atau minuman dapat disimpan lebih lama
dan mutunya tetap baik saat dikonsumsi.

BTP ini biasanya ditambahkan ke dalam produk pangan yang berkadar air
tinggi dan kaya gizi, misalnya minuman dalam kemasan, produk daging, atau
sari buah. Produk seperti itu sangat disukai oleh jamur atau bakteri untuk
tumbuh. (Indrati & Gardjito, 2014)

2.2.2 Tujuan Penggunaan Bahan Pengawet

Menurut Cahyadi (2009) penambahan bahan pengawet pada pangan


bertujuan sebagai berikut.
1. Menghambat pertumbuahan mikroba pembusuk pada pangan baik yang
bersifat pathogen maupun yang tidak pathogen.
2. Memperpanjang umur simpan pangan.
18

3. Tidak menurunkan kualitas gizi, warna, cita rasa, dan bau bahan pangan
yang diawetkan.
4. Tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah.
5. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunakan bahan yang
salah atau yang tidak memenuhi persyaratan.
6. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan.

Penggunaan bahan pengawet untuk mengawetkan bahan pangan ini


diharapkan tidak akan menambah atau sangat sedikit menambah biaya
produksi, dan tidak akan memengaruhi harga bahan pangan yang diawetkan,
akan tetapi pengusaha mendapatkan keuntungan yang cukup besar dari
lamanya umur simpan sehingga bahan pangan yang diawetkan tersebut
dapat terjual cukup banyak dibandingkan tanpa pengawetan. (Cahyadi,
2009)

2.2.3 Jenis-Jenis Bahan Pengawet

2.2.3.1 Bahan Pengawet yang Diizinkan

Berikut merupakan jenis-jenis bahan pengawet yang diizinkan pemakaiannya


dan dalam dosis maksumum yang diperkenankan oleh BPOM dalam
Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor 36 Tahun 2013 Tentang Batas Maksimum Penggunaan
Bahan Tambahan Pangan Pengawet.
19

TABEL 2.3
DAFTAR BAHAN PENGAWET YANG DIIZINKAN PEMAKAIANNYA DAN
DOSIS MAKSIMUM

Maksimum
Pengawet Makanan Penggunaan /
Berat Bahan

Asam Benzoat Sirop, sari buah, jam,


1.000 mg/kg
(serta garam natrium dan dan jeli
garam kalium) Minuman ringan 200 mg/kg
Saus, tomat, acar 1.000 mg/kg
Margarin 1.000 mg/kg
Anggur buah 300 mg/kg
Cokelat konsentrat 700 mg/kg
Ekstrak kopi cair 50 mg/kg
Asam Propionat Roti, keju 2 g/kg
(serta garam natrium dan
garam kalium)
Asam sorbet Sirop, sari buah, jam, 1.000 mg/kg
(serta garam natrium dan jeli, marmalade
garam kalium) Minuman ringan 400 mg/kg
Saus tomat, acar 1.000 mg/kg
Margarin 1.000 mg/kg
Ikan awetan 2 g/kg
Terasi 100 mg/kg
Belerang Dioksida Acar, asinan, 100 mg/kg
manisan, jeli, jem
Anggur minuman 200 mg/kg
Anggur buah 200 mg/kg
Bir 70 mg/kg
20

Maksimum
Pengawet Makanan Penggunaan /
Berat Bahan

Minuman ringan 70 mg/kg


Buah kering 2 g/kg
Sirop, sari buah, saus 300 mg/kg
tomat
Gelatin 1.000 mg/kg
Ekstak kopi kering 250 mg/kg
Sirop buah (gula 55%) 50 mg/kg
Sosis 450 mg/kg
Gula bubuk 20 mg/kg
Sirup glukosa 40 mg/kg
Gula pasir 70 mg/kg
Sirop glukosa untuk 400 mg/kg
kembang gula
Kalium nitrat Daging dan hasil 500 mg/kg, jika
olahan yang dicampur untuk
diawetkan dosis maksimum
200 mg/kg sebagai
natrium nitrit
Keju 10 mg/kg
Ikan asap 10 mg/kg
Metil p-hidroksi benzoate Acar, asinan, saus 200 mg/kg
Coklat minuman 700mg/kg
Ekstrak kopi cair 450 mg/kg
Jem, jeli, marmalade 1.000 mg/kg
Kecap 200 mg/kg
Minuman ringan 100 mg/kg
21

Maksimum
Pengawet Makanan Penggunaan /
Berat Bahan

Pasta tomat, puree 800 mg/kg


Sirop, sari buah 500 mg/kg

2.2.3.2 Bahan Pengawet yang Dilarang

Berikut ini merupakan bahan pengawet yang dilarang digunakan dalam


makanan sesuai Permenkes 772 tahun 1988 tentang Bahan Tambahan
Makanan dan diubah dengan Permenkes No. 1168 Tahun 1999.

TABEL 2.4
DAFTAR BAHAN PENGAWET YANG DILARANG PEMAKAIANNYA
UNTUK MAKANAN

No. Nama Bahan Kegunaan


1. Asam Borat dan solder, bahan pembersih, pengawet
senyawanya (Boric acid) kayu, antiseptic kayu, pengontrol kecoa.
2. Asam salisilat dan antiseptic (Externally) dan Keratolitik
garamnya (Saliclic acid (Topical).
dan its salt)
3. Dietilpirokarbonat pengawet anggur, soft drink, fruit juice.
(Diethylpirocarbonate,
DEPC)
4. Dulsin (Dulcin) pemanis buatan dengan daya manis
250 kali dari daya manis sukrosa.
5. Formalin (Formaldehyde) desinfektan, antiseptic, penghilang bau,
22

No. Nama Bahan Kegunaan


fiksasi jaringan, dan fumigant. Juga
dipakai pada industry tekstil dan kayu
lapis.
6. Kalium bromate pemutih dan pematang tepung.
7. Kalium Klorat (Pottasium oksidator, desinfektan, sumber oksigen,
chlorate) dan komponen didemonstrasi kembang
api. Dapat juga digunakan sebagai
pemutih rumah tangga umum.
8. Kolaramfenikol antibiotik spectrum luas.
(Cholaramphenicol)
9. Minyak nabati yang menstabilkan penyedap rasa dan aroma
dibrominasi (Brominated dalam minuman ringan.
vegetable oils)
10. Nitrofurazon anti mikroba.
(Nitrofurazone)

2.3 Definisi Formalin

2.3.1 Pengertian Formalin

Formaldehida atau yang dikenal di pasaran dengan nama formalin.


Formaldehid merupakan bahan tambahan kimia yang efisien, tetapi dilarang
ditambahkan pada bahan pangan (makanan), tetapi ada kemungkinan
formaldehid digunakan dalam pengawetan susu, tahu, mi, ikan asin dan
produk pangan lainnya. (Cahyadi, 2009)

Penggunaan formalin dalam produk pangan terjadi sejak tahun 1980-an dan
meningkat drastic mulai 2005. Menurut catatan Badan Pengawas Obat dan
23

Makanan (BPOM) penggunaan formalin sepanjang 2006 pada mi basah dan


tahu sekitar 5%, sedang pada ikan dan makanan laut lainnya sekitar 10%.
Artinya satu dari 20 produsen tahu dan mi basah di Indonesia menggunakan
formalin pada produknya, dan satu dari 10 pedagang ikan atau makanan laut
lainnya menambahkan formalin pada barang dagangannya agar tetap awet.
Makanan berformalin pada makanan tidak hanya ditemukan pada produk
dalam negeri, tapi ditemukan juga pada produk permen yang diimpor dari
Cina. (Indrati & Gardjito, 2014)

2.3.2 Fungsi Formalin

Formalin sebenarnya adalah bahan pengawet yang digunakan dalam dunia


kedokteran, misalnya sebagai bahan pengawet mayat. Bahan ini juga bisa
digunakan untuk mengawetkan hewan-hewan untuk keperluan penelitian.
Menurut Saparinto dan Hidayati (2006) selain sebagai bahan pengawet
formalin juga memiliki fungsi sebagai berikut.
1. Zat antiseptik untuk membunuh mikroorganisme.
2. Desinfektan pada kandang ayam dan sebagainya.
3. Antihidrolik (Penghambat keluarnya keringat) sehingga sering digunakan
sebagai bahan pembuat deodorant.
4. Bahan campuran dalam pembuatan kertas tisu untuk toilet.
5. Bahan baku industry pembuatan lem plywood, resin, maupun tekstil

2.3.3 Sifat Formalin

Formalin merupakan zat pengawet yang berbahaya. Dalam buku Cahyadi


(2009) rumus senyawa kimia formalin seperti terlihat pada gambar dibawah
ini.
24

H C H

Gambar 2.1 Struktur Bangun Formaldehid

Larutan formaldehid atau larutan formalin mempunyai nama dagang formalin,


formol, atau mikrobisida dengan rumus molekul CH 2 mengandung kira-kira
37% gas formaldehid dalam air. Biasanya ditambahkan 10-15% methanol
untuk menghindari polimerisasi.larutan ini sangat kuat dan dikenal dengan
formalin 100% atau formalin 40%, yang mengandung 40 gram formaldehid
dalam 100ml pelarut (Widholdz et al., 1983 dalam Cahyadi 2009).

Sifat antimicrobial dari formaldehid merupakan hasil dari kemampuannya


menginaktivasi protein dengan cara mengkondensasi dengan amino bebas
dalam protein menjadi campuran lain. Kemampuan dari formaldehid
meningkat seiring dengan peningkatan suhu (Lund, 1994). Mekanisme
formalin sebagai pengawet adalah jika formaldehid bereaksi dengan protein
sehingga membentuk rangkaian-rangkaian antara protein yang berdekatan.
Akibat dari reaksi tersebut, protein mengeras dan tidak dapat larut (Stenden,
1996 dalam Herdiantini, 2003 dalam Cahyadi 2009). Formaldehid mungkin
berkombinasi dengan asam amino bebas dari protein pada sel protoplasma,
merusak nukleus, dan mengekoagulasi protein (Fazier and Westhoff, 1988
dalam Cahyadi 2009).

Sifat penetrasi formaldehid cukup baik, tetapi gerakan penetrasinya lambat


sehingga walaupun formaldehid dapat digunakan untuk mengawetkan sel-
sel, tetapi tidak dapat melindunginya secara sempurna, kecuali bila diberikan
dalam waktu lama sehingga jaringan menjadi keras (Huber, 1982 dalam
Sarastika, 1990 dalam Herdiantini, 2003 dalam Cahyadi 2009).
25

Formaldehid memiliki daya antimikroba yang cukup luas, yaitu terhadap


Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Klebsiella pneumonia,
Pseudomonas aerogenosa, Pseudomonas florescens, Candida albicans,
Aspergillus niger, atau Penicillum notatum. Mekanisme formaldehid sebagai
pengawet diduga bergabung dengan asam amino bebas dari protoplasma
sel atau mengkoagulasi protein. (Cahyadi, 2009)

2.3.4 Ciri Makanan yang Mengandung Formalin

Menurut Indrati dan Gardjito (2014), berikut terdapat beberapa ciri


penggunaan formalin, walaupun tidak terlampau khas untuk mengenali
pangan berformalin, namun dapat membantu membedakannya dari pangan
tanpa formalin.

Ciri-ciri mi basah mengandung formalin:


1. Tidak rusak sampai dua hari pada suhu kamar (25oC) dan bertahan lebih
dari 15 hari pada suhu lemari es (10oC).
2. Bau formalin agak menyengat.
3. Tidak lengket dan mi lebih mengkilap dibandingkan mi normal

Ciri-ciri tahu yang mengandung formalin :


1. Tidak rusak sampai tiga hari pada suhu kamar (25 oC) dan bertahan lebih
dari 15 hari pada suhu lemari es (10oC).
2. Tahu terlampau keras namun tidak padat.
3. Bau formalin agak menyengat (dengan kandungan formalin 0.51 ppm).

Ciri-ciri bakso yang mengandung formalin :


1. Tidak rusak sampai lima hari pada suhu kamar (25oC).
2. Teksturnya sangat kenyal.
26

Ciri-ciri ikan segar yang mengandung formalin :


1. Tidak rusak sampai tiga hari pada suhu kamar (25oC).
2. Warna insang merah tua dan tidak cemerlang, bukan erah segar dan
warna daging ikan putih bersih.
3. Bau formalin menyengat.

Ciri-ciri ikan asin yang mengandung formalin :


1. Tidak rusak sampai lebih dari 1 bulan pada suhu kamar (25oC).
2. Bersih cerah.
3. Tidak berbau khas ikan asin.

2.3.5 Dampak Penggunaan Formalin Terhadap Kesehatan

Formalin sering digunakan dalam proses pengawetan produk makanan,


padahal formalin biasanya digunakan sebagai pembunuh hama, pengawet
mayat, bahan desinfektan pada industry plastik, busa, dan resin untuk kertas.
Produsen pangan yang masih menggunakan formalin untuk produknya
karena pengetahuan yang tidak memadai mengenai bahaya bahan kimia
terlarang pada pangan atau juga karena tingkat kesadaran kesehatan
masyarakat yang rendah. Selain itu, formalin juga mudah dijumpai di pasar
bebas dengan harga yang murah. Pada umumnya, efek negatif formalin
yang digunakan pada pangan apabila terkonsumsi manusia bersifat tidak
langsung, artinya gangguan terhadap kesehatan tidak dapat terlihat dalam
waktu yang singkat sebagaimana yang biasa diakibatkan karena tertelannya
bakteri pathogen. Umumnya gangguan kesehatan karena formalin bersifat
menahun, kecuali apabila tercemar dalam jumlah banyak. Gangguan
kesehatan formalin yang ringan adalah rasa terbakar pada tenggorokan,
sakit kepala dan lain-lain.
27

Efek samping penggunaan formalin tidak secara langsung akan terlihat. Efek
ini hanya terlihat secara kumulatif kecuali jika seseorang mengalami
keracunan formalin dengan dosis tinggi. Formalin juga bersifat karsinogenik
(menyebabkan kanker) dan mutagen (menyebabkan perubahan fungsi sel).
Dalam kadar sangat tinggi formalin bisa menyebabkan kegagalan peredaran
darah yang bermuara pada kematian.

TABEL 2.5
DAMPAK FORMALIN BAGI KESEHATAN

Efek Akut Efek Kronis


1. Tenggorokan dan perut terasa
1. Timbul iritasi pada saluran
terbakar pernafasan
2. Sakit saat menelan 2. Muntah-muntah dan kepala pusing
3. Mual, muntah, dan diare 3. Rasa terbakar pada tenggorokan
4. Kemungkinan terjadinya
4. Penurunan sushu badan
pendarahan 5. Rasa gatal di dada
5. Sakit perut yang hebat 6. Dapat menyebabkan kanker bila
6. Sakit kepala dikonsumsi menahun
7. Hipertensi (tekanan darah rendah)
8. Kejang
9. Tidak sadar hingga koma
10. Terjadi kerusakan hati, jantung,
otak, limpa, pancreas, system
susunan syaraf dan ginjal.
Sumber : (Saparinto & Hidayati, Bahan Tambahan Pangan, 2006)
28

2.3.6 Bahan Pengawet Pengganti Formalin

Menurut Cahyadi (2009) berbagai pengawet alami yang dapat digunakan


antara lain:

1. Chitosan
Chitosan merupakan produk turunan dari polimer chitin yaitu produk
sampingan (limbah) dari pengolahan industry perikanan, khususnya udang
dan rajungan. Proses utama pembuatan chitosan, meliputi penghilangan
protein dan kandungan mineral melalui proses kimiawi yang disebut
deproteinasi dan demineralisasi yang masing-masing dilakukan dengan
menggunakan larutan basa dan asam. Selanjutnya, chitosan diperoleh
melalui proses deasetilasi dengan cara memanaskan dalam larutan basa.
Karakteristik fisika-kimia chitosan berwarna putih dan berbentuk Kristal,
dapat larut dalam larutan asam organik, tetapi tidak larut dalam pelarut
organik lainnya. Pelarut chitosan yang baik adalah asam asetat. Harga
chitosan leboh murah dibandingkan dengan formalin sehingga sangat
ekonomis untuk digunakan. Apabila penggunaan formalin untuk
mengawetkan 100kg ikan asin memerlukan dana Rp. 16000 maka untuk
chitosan hanya memerlukan Rp 12000 pada tahun 2007.

2. Biji Hapesong
Biji Hapesong merupakan nama daerah tanamanan di Sumatra Utara (Toba).
Tanaman ini berasal dari tumbuhan Pangium edule Reinw. Biji hapesong
digunakan untuk mengawetkan ikan. Selain sebagai pengawet ikan,
kegunaan tanaman ini kayunya dapat dipakai untuk batang korek api.

3. Bawang Putih dan Kunyit


Penggunaan kunyit pada tahu dapat memberikan warna kuning dan sebagai
antibiotic. Sekaligus mampu mengawetkan tahu agar tidak cepat asam.
Namun, kalau kita menghendaki tahu berwarna putih, dapat saja kita
29

gunakan air bawang putih untuk merendam tahu agar lebih awet tidak segera
masam.

2.4 Definisi Tahu

2.4.1 Pengertian Tahu

Istilah Tahu berasal dari bahasa Cina tao-hu atau teu-hu. Suku kata tao atau
teu berarti kedelai, sedangkan hu berarti lumat menjadi bubur. Secara
harfiah, tahu atau tofu berarti makanan dengan bahan baku kedelai yang
dilumatkan menjadi bubur.

Tahu tergolong makanan kuno. Berdasarkan pustaka kuno dari Cina dan
Jepang, pembuatan tahu dan susu kedelai pertama kali diperkenalkan oleu
Liu An pada tahun 164 SM, pada zaman pemerintahan Dinasti Han. Tokoh
yang serba bisa ini ( filsuf, guru, ahli hukum dan ahli politik ) yang juga
mempelajari kimia dan meditasi, kemudian memperkenalkan tahu kedelainya
kepada biksu. Oleh para biksu cara membuat tahu ini disebarkan ke seluruh
dunia sambil mereka menyebarkan agama Budha. Sekarang produk ini telah
dikenal seantero dunia dengan berbagai nama. Di Jepang lazim disebut
tohu, di Negara-negara berbahasa Inggris bernama soybean curd dan tofu.

Tahu adalah gumpalan protein kedelai yang diperoleh dari hasil penyarian
kedelai yang telah digiling dengan penambahan air. Penggumpalan protein
dilakukan dengan cara penambahan cairan biang atau garam-garam
kalsium, misalnya kalsium sulfat yang dikenal dengan nama batu tahu, batu
coko, atau sioko. Pada pembuatan tahu diperoleh ampas dan cairan hasil
penggumpalan tahu (whey) sebagai hasil sampingan. Seperti tempe, tahu
juga dikenal sebagai makanan rakyat karena harganya yang murah, dapat
dijangkau oleh masyarakat lapisan bawah sekalipun. Selain harganya murah,
30

tahu disukai karena dapat diolah menjadi berbagai macam menu dan
masakan. (Sarwono & Saragih, 2003)

2.4.2 Jenis-Jenis Tahu

Menurut Sarwono dan Saragih (2003) menyatakan bahwa, bentuk dan nama
tahu di perdagangkan di pasaran berbagai variasi, tahu dibagi menjadi 3
jenis yaitu :

1. Tahu Putih
Tahu putih atau tahu cina, berwarna putih dan bertekstur lembut, lebih padat,
kenyal, mudah hancur dibandingkan tahu lain. Ukurannya sekitar 12 cm x 12
cm x 8 cm. Ukuran dan bobot tahu relatif seragam karena proses
pembuatannya dicetak dan dipres dengan mesin. Dalam pembuatannya,
digunakan sioko (kalium sulfat) sebagai penggumpal protein sari kedelainya.

2. Tahu Kuning
Tahu kuning biasanya adalah tahu bandung. Warna kuning dari tahu ini
berasal dari kunyit. Berbentuknya persegi (kotak). Tekstur agak keras dan
kenyal, warna kuning karena sebelumnya telah direndam air kunyit. Tahu di
goreng dengan mengoleskan sedikit minyak di wajan. Tahu ini lebih enak
dikonsumsi dengan lalap cabai rawit.

Namun ada juga tahu kuning mirip tahu cina, yang sudah di potong kecil atau
sebagian orang menyebutnya tahu serpong. Bentuknya tipis dan lebar.
Warna kuning disebabkan sepuhan atau larutan sari kunyit. Tahu ini banyak
digunakan dalam masakan cina.
31

3. Tahu Coklat
Tahu coklat biasanya disebut juga tahu kulit. Tahu ini sudah digoreng terlebih
dahulu sehingga warnanya coklat dan bagian luarnya seperti kulit. Setelah di
goreng biasanya tahu ini direndam dalam air. Biasa digunakan untuk
membuat tahu isi. Bentuknya ada yang segitiga maupun persegi dan
ukurannya umumnya berukuran kecil.

2.4.3 Cara pengawetan Tahu

Cara pengawetan tahu yang biasa dilakukan :


1. Tahu direbus selama 30 menit kemudian direndam dalam air yang telah
dimasak, daya simpannya bisa menjadi empat hari.
2. Tahu direbus, kemudian dibungkus plastik dan disimpan di lemari es,
memiliki daya tahan delapan hari.
3. Tahu diawetkan dengan direndam natrium benzoat 1.000 ppm selama 24
jam dapat mempertahankan kesegaran selama tiga hari pada suhu
kamar.
4. Tahu direndam dalam vitamin C 0.05% selama empat jam dapat
mempertahankan tahu selama dua hari pada suhu kamar.
5. Tahu direndam dalam asam sitrat 0.05% selama delapan jam akan segar
selama dua hari pada suhu kamar (Cahyadi, 2009).

2.4.4 Pemilihan Lokasi Unit Pengolahan Tahu

Dalam memilih lokasi untuk usaha pengolahan tahu, perlu


mempertimbangkan beberapa hal untuk menjaga kelangsungan produksi,
keamanan, maupun kebersihan. Beberapa hal yang perlu mendapatkan
perhatian dalam memilih lokasi sebagai berikut :
32

1. Lokasi terletak di daerah yang bebas polusi dan bau busuk, jauh dari
tempat pembuangan sampah umum, serta bebas asap dan debu
2. Lokasi tidak banjir atau terendam air pada musim hujan
3. Karena dalam proses pengolahan tahu membutuhkan banyak air maka
lokasi dipilih yang dekat dengan sumber air.
4. Mengingat daya tahan tahu sangan pendek, lokasi sebaiknya dekat pasar
atau dekat dengan prasarana transportasi untuk mencapai pasar.
Misalnya dekat jalan raya, jalur kereta api, atau pelabuhan ( bila
dipasarkan ke luar pulau )
5. Lokasi dekat dengan sumber daya manusia ( tenaga kerja ), sumber
bahan baku, maupun bahan pembantu. (Sarwono & Saragih, 2003)

2.4.5 Bahan Pembuatan Tahu

Menurut Sarwono dan Saragih (2003) dalam bukunya membuat aneka tahu

beberapa bahan yang dibutuhkan sebagai berikut :

1. Bahan Baku
Bahan baku utama tahu adalah kacang kedelai ( Glycine max sin. Glycine
soya ), terutama kedelai kuning. Persyaratan bahan baku tahu lebih ketat
dari pada bahan baku tempe atau kecap. Pasalnya, tahu di produksi melalui
proses ekstraksi ( penyaringan ) protein kedelai dengan penambahan air.
Jadi, jumlah dan mutu protein kedelai amat penting dipertimbangkan saat
memilih bahan baku.

2. Bahan Pembantu
Dalam proses pembuatan tahu, digunakan bahan pembantu agar bahan
baku ( kedelai ) dapat diproses lebih lanjut. Bahan pembantu yang digunakan
sebagai berikut.
33

1) Penggumpal
Bahan penggumpal digunakan untuk mengendapkan protein dan larutan
padat pada sari kedelai. Beberapa bahan penggumpal yang dapat digunakan
seperti Batu tahu atau sioko, Asam cuka, Biang tahu, Kalsium sulfat murni
dan Glucono-delta-lacton ( GDL ).

2) Pewarna
Ada dua jenis pewarna makanan, yakni pewarna alami dan pewarna sintetik.
Pewarna alami tahu biasanya menggunakan ekstrak kunyit. Tahu diberikan
pewarna alami ini cukup mudah dikenali karena pada permukaannya
terdapat sedikit gumpalan-gumpalan dan beraroma khas kunyit. Apabila
menggunakan pewarna sintetik, gunakan pewarna makanan. Pewarna
sintetik untuk makanan yang dapat diperoleh di berbagai took bahan-bahan
kue .

Para pembuat tahu biasanya lebih suka menggunakan pewarna sintetik dari
pada pewarna alami karena lebih mudah penggunaannya dan warna tahu
lebih cerah. Namun, pewarna sintetik yang digunakan kadang kala bukan
pewarna makanan, melainkan bahan pewarna cat atau kain yang bisa
membahayakan kesehatan. Oleh karenanya, penggunakan pewarna sintetik
ini dilarang.

3) Antibusa
Bahan ini berfungsi untuk mencegah timbulnya busa sewaktu memasak
bubur kedelai. Ada beberapa zat antibusa yang bisa digunakan dalam
pembuatan tahu, antara lain kalsium karbonat, minyak goreng, dan silicone
defoamer. Adanya busa atau gelembung-gelembung udara yang terkait
dalam tahu dapat menurunkan umur simpan tahu. Kalangan pembuat
(pengusaha) tahu jarang menggunakan bahan ini. Untuk mengendalikan buih
bubur kedelai, biasanya hanya dengan mengatur besar-kecilnya api dan
mengaduk bubur kedelai tersebut.
34

4) Air
Industri tahu tergolong boros air. Pengolahan 3 kg kedelai membutuhkan air
sekitar 135 liter atau 45 liter per 1 kg kedelai. Air yang dipergunakan sangat
berpengaruh pada mutu tahu. Oleh karena itu, air yang digunakan harus
memenuhi persyaratan untuk industri pangan, selain tidak berwarna, tidak
berbau, jernih, tidak berasa, tidak mengandung besi dan mangan, serta
bebas dari jasad renik pathogen. Penggunaan air sumur atau air sungai
dalam pembuatan tahu harus diberi klor (obat antibakteri), lalu diendapkan
dan disaring berulang kali.
Air keruh umumnya disebabkan adanya lumpur dan kotoran yang
tersuspensi (terserap) ke dalam air. Lumpur atau kotoran tersebut dapat
mengendap diperalatan. Oleh karenanya, air ini harus benar-benar
diperhatikan.

3. Bahan Pengemas
Tahu yang beredar dipasar tradisional biasanya dikemas dengan plastik
biasa, dimasukkan dalam kaleng/blek atau tong kayu yang diberi air.
Sementara, tahu impor biasanya dikemas secara vakum dengan wadah
plastik tebal atau kaleng, maupun dikemas dengan menggunakan karton
yang disterilkan dengan teknik UHT (seperti susu karton). Ada juga tahu
yang dikemas dalam wadah atau mangkok sekali pakai. Beberapa jenis
plastik yang cocok untuk mengemas tahu seperti Plastik PE (polyethylene),
Plastik PP (polypropylene), Plastik polyester atau PET (polyethylene
terephthalate), dan Plastik PVDC (polyvinylidine chloride).

2.4.6 Peralatan Untuk Membuat Tahu

Peralatan yang digunakan produsen tahu umumnya masih sederhana.


Hanya beberapa produsen yang telah menggunakan alat atau mesin yang
cukup modern. Peralatan sederhana hanya membutuhkan modal yang
35

sedikit, tetapi produksi yang dihasilkan hanya 15-40 kg. Sementara,


peralatan modern memang membutuhkan modal investasi yang lebih besar,
tetapi jumlah produksi dapat mencapai 100-500.

1. Peralatan Tradisional
Peralatan tradisional biasanya mudah diperoleh dan sederhana cara
penggunaannya. Peralatan yang digunakan biasanya seperti wadah
perendaman, alat penggiling, wajan/panci, tunggu, kompor, alat penyaring,
alat pencetak, wadah pengiriman, timbangan besar, timbangan kecil,
gayung, tongkat pengaduk bubur kedelai, meja kerja, tendon (tempat) air, rak
bambu tempat tahu tang baru dicetak dan papan penggaris serta pisau untuk
memotong tahu.

2. Peralatan Modern
Prinsip kerja alat-alat modern sebenarnya sama seperti peralatan yang
digunakan pada pengolahan tahu secara tradisional. Namun, dalam
peralatan modern antara alat satu dengan lainnya saling berhubungan, serba
terkontrol, dan lebih higienis. Salah satu contoh peralatan modern membuat
tahu seperti tempat perendaman, alat penggiling, alat pemasak, alat
penggumpal, alat penyaring dan pengepres, alat cetak, dan alat pengemas.
(Sarwono & Saragih, 2003)

2.5 Definisi Pasar

2.5.1 Pengertian Pasar

Menurut Peraturan Presiden No. 112 Tahun 2007, pengertian pasar adalah
area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari satu baik yang
disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mall,
plaza, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya.
36

Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pasar adalah


tempat berkumpulnya penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi jual
beli barang dan jasa yang telah dijajakan oleh penjual.

2.5.2 Pengertian Pasar Sehat

Menurut Kepmenkes RI No. 519/MENKES/SK/VI/2008 Tentang Pedoman


Penyelenggaraan Pasar Sehat, yang dimaksud Pasar Sehat adalah :

“Pasar sehat adalah kondisi pasar yang bersih, nyaman, aman dan sehat
melalui kerjasama seluruh stakeholder terkait dalam meyediakan pangan
yang aman dan bergizi bagi masyarakat”.

2.5.3 Jenis Pasar

Menurut Menteri Perindustrian RI dalam Keputusan Menteri Perindustrian


dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 23/MPP/KEP/1/1998 tentang
Lembaga-lembaga usaha perdagangan :

1. Pasar didasarkan pada kelas mutu pelayanan dan menurut sifat


pendistribusiannya adalah:
a Pasar Modern, adalah pasar yang dibangun oleh Pemerintah, Swasta,
atau Koperasi yang dalam bentuknya berupa Mall, Supermarket,
Department Store, dan Shopping Centre dimana pengelolaannya
dilaksanakan secara modern, dan mengutamakan pelayanan
kenyamanan berbelanja dengan manajemen berada disatu tangan,
bermodal relatif kuat, dan dilengkapi label harga yang pasti.
37

b Pasar Tradisional, adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh


Pemerintah, Swasta, Koperasi atau Swadaya Masyarakat dengan
tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda, yang dimiliki/dikelola oleh
Pedagang Kecil dan Menengah, dan Koperasi, dengan usaha skala kecil
dan modal kecil, dan dengan proses jual beli melalui tawar-menawar.
c Pasar Grosir, adalah pasar tempat dilakukannya usaha perdagangan
partai besar.
d Pasar Eceran, adalah pasar tempat dilakukannya usaha perdagangan
dalam partai kecil.
e Pasar Swalayan (Super Market), adalah pasar yang kegiatan usahanya
menjual barang-barang kebutuhan sehari-hari secara langsung kepada
konsumen dengan teknik pelayanan oleh konsumen itu sendiri.

2. Pasar digolongkan menurut skala luas wilayaahnya yaitu :


a Skala kurang dari 8000 m2 disebut pasar kecil.
b Skala 8000 m2 - 10.000 m2 disebut pasar sedang.
c Skala lebih dari 10.000 m2 disebut pasar berskala besar.

2.5.4 Persyaratan Kesehatan Lingkungan Pasar

Persyaratan Kesehatan Lingkungan Pasar menurut Keputusan Menteri


Kesehatan No.519/MENKES/SK/VI/2008 Tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pasar Sehat, adalah sebagai berikut:

A. Lokasi
1. Lokasi sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang setempat (RUTR).
2. Tidak terletak pada daerah yang rawan bencana alam seperti : bantaran
sungai, aliran lahar, rawan longsor, banjir, dan sebagainya.
3. Tidak terletak pada daerah yang rawan kecelakaan atau daerah jalur
pendaratan penerbangan termaksuk sepadan jalan.
38

4. Tidak terletak pada daerah bekas tempat pembuangan akhir sampah atau
bekas lokasi pertambangan.
5. Mempunyai batas wilayah yang jelas, antar pasar dan lingkungannya.

B. Bangunan
1 Umum
Bangunan dan rancangan bangunan harus dibuat sesuai denganperaturan
perundang-undangan yang berlaku.
2 Penataan Ruang Dagang
a. Pembagian area sesuai dengan jenis komoditi, sesuai dengan sifat dan
klasifikasinya seperti: basah, kering, penjualan unggas hidup, dan
pemotongan unggas.
b. Pembagian zoning diberikan identitas yang jelas tempat penjualan
daging, karkas unggas, ikan ditempatkan di tempat khusus.
c. Setiap los (area berdasarkan zoning) memiliki lorong yang lebarnya
minimal 1,5 meter.
d. Setiap los atau kios memiliki papan identitas yaitu nomor, nama pemilik
yang mudah dilihat.
e. Jarak tempat penampungan dan pemotongan unggas dengan bangunan
pasar utama minimal 10 meter atau dibatasi tembok pembatas dengan
ketinggian minimal 1,5 meter.
f. Khusus untuk jenis pestisida, bahan berbahaya dan beracun (B3), dan
bahan berbahaya lainnya di tempatkan terpisah dan tidak berdampingan
dengan zona makanan dan bahan pangan.

C. Sanitasi
1. Pengelolaan Sampah
a. Setiap kios/los/lorong tersedia tempat sampah basah dan kering.
b. Terbuat dari bahan kedap air, tidak mudah berkarat, kuat, tertutup, dan
mudah dipindahkan.
39

c. Tersedia alat angkut sampah yang kuat, mudah dibersihkan, dan mudah
dipindahkan.
d. Tersedia tempat pembuangan sampah sementara (TPS), kedap air, kuat,
mudah dibersihkan, dan mudah dijangkau oleh petugas pengangkut
sampah.
e. TPS tidak menjadi tempat perindukan binatang penular penyakit (vektor).
f. Lokasi TPS tidak berada di jalur utama pasar dan berjarak minimal 10m
dari bangunan pasar.
g. Sampah diangkut minimal 1 x 24 jam.

D. Keamanan
1. Pemadam Kebakaran
a. Tersedia peralatan pemadam kebakaran yang cukup dan berfungsi serta
tidak kadaluwarsa
b. Tersedia hidran air dengan jumlah cukup menurut ketentuan berlaku
c. Letak peralatan pemadam kebakaran mudah dijangkau dan ada petunjuk
arah
d. Penyelamatan diri
e. Adanya petunjuk prosedur penggunaan alat pemadam kebakaran
2. Keamanan
Tersedia pos keamanan dilengkapi dengan personil dan peralatannya

E. Fasilitas Lain
1. Tempat Sarana Ibadah
a. Tersedia tempat ibadah dan tempat wudlu dengan lokasi yang mudah
dijangkau dengan sarana yang bersih dan tidak lembab.
b. Tersedia air bersih dengan jumlah dan kualitas yang cukup
c. Ventilasi dan pencahayaan sesuai dengan persyaratan.

2. Tempat Penjualan Unggas Hidup


a. Tersedia tempat khusus yang terpisah dari pasar utama.
40

b. Mempunyai akses masuk dan keluar kendaraan pengangkut unggas


tersendiri.
c. Kandang tempat penampungan sementara unggas terbuat dari bahan
yang kuat dan mudah dibersihkan.
d. Tersedia fasilitas pemotongan unggas umum yang memenuhi
persyaratan yang ditetapkan oleh Departemen Pertanian.
e. Tersedia sarana cuci tangan dilengkapi dengan sabun dan air besih yang
cukup.
f. Tersedia saluran pembuangan limbah cair khusus.
g. Tersedia penampungan sampah yang terpisah dari sampah pasar.
h. Tersedia peralatan desinfektan khusus untuk membersihkan kendaraan
pengangkut dan kandang unggas.

3. Pos Pelayanan Kesehatan


Tersedia pos pelayanan kesehatan yang mudah dijangkau dan peralatan
pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) yang memadai.

2.6 Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang


terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan
sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai
menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas
perhatian dan persepsi terhadap objek. Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan
seseorang, sehingga dengan adanya pengetahuan yang baik maka akan
menimbulkan kesadaran dan membuat seseorang berperilaku sesuai dengan
pengetahuan yang dimiliki. Pengetahuan seseorang terhadap objek
mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda (Notoatmodjo, 2010).
41

Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, yaitu:


a. Tahu (know)
Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada
sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Misalnya, tahu bahwa buah tomat
banyak mengandung vitamin C, jamban adalah tempat membuang air besar,
penyakit demam berdarah ditularkan oleh gigitan nyamuk Aedes aegypti, dan
sebagainya. Untuk mengetahui atau mengukur bahwa orang tahu sesuatu
dapat menggunakan pertanyaan-pertanyaan misalnya : apa tanda-tanda
anak yang kurang gizi, apa penyebab penyakit TBC, bagaimana cara
melakukan PSN (pemberantasan sarang nyamuk), dan sebagainya
(Notoatmodjo, 2010).

b. Memahami (comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekadar tahu terhadap objek tersebut, tidak
sekadar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat
menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut.
Misalnya, orang yang memahami cara pemberantasan penyakit demam
berdarah, bukan hanya sekadar menyebutkan 3M (mengubur, menutup, dan
menguras), tetapi harus dapat menjelaskan mengapa harus menutup,
menguras, dan sebagainya tempat-tempat penampungan air tersebut
(Notoatmodjo, 2010).

c. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud
dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut
pada situasi yang lain . Misalnya seseorang yang telah paham tentang
proses perencanaan, ia harus dapat membuat perencanaan program
kesehatan di tempat ia bekerja atau di mana saja, orang yang telah paham
metodologi penelitian, ia akan mudah membuat proposal penelian di mana
saja, dan seterusnya. (Notoatmodjo, 2010).
42

d. Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan/atau
memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen
yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi
bahwa pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada tingkat analisis
adalah apabila orang tersebut telah dapat membedakan, atau memisahkan,
mengelompokkan, membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas
objek tersebut. Misalnya, dapat membedakan antara nyamuk Aedes aegypti
dengan nyamuk biasa, dapat membuat diagram (flow chart) siklus hidup
cacing kremi, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010).

e. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau
meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen
pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu
kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang
telah ada. Misalnya dapat membuat atau meringkas dengan kata-kata atau
kalimat sendiri tentang hal-hal yang telah dibaca atau didengar, dan dapat
membuat kesimpulan tentang artikel yang telah dibaca (Notoatmodjo, 2010).

f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan
sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau
norma-norma yang telah berlaku di masyarakat. Misalnya seorang ibu dapat
menilai atau menentukan seorang anak mendirita malnutrisi atau tidak,
seseorang dapat menilai manfaat ikut keluarga berencana bagi keluarga, dan
sebagainya (Notoatmodjo, 2010).
43

2.7 Sikap (Attitude)

Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek


tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi. Menurut
Campbell (1950) sikap individu adalah sindrom konsistensi respon berkaitan
dengan objek. Alport (1935) mendefinisikan sikap sebagai kondisi kesiapan
mental dan neural yang terorganisir melalui pengalaman terhadap respon
individu untuk semua objek dan situasi yang terkait. Newcomb, salah
seorang ahli psikologis sosial menyatakan, bahwa sikap merupakan
kesiapan atau kesediaan untuk bertindak. Dari ketiga definisi tersebut, dapat
disimpulkan bahwa sikap merupakan kumpulan gejala atau sindrom dalam
merespon stimulus atau objek sehingga sikap melibatkan pikiran, perhatian,
dan gejala kejiwaan lainnya (Notoatmodjo, 2010).

Seperti halnya pengetahuan, sikap juga mempunyai tingkat-tingkat


berdasarkan intensitasnya, sebagai berikut:
a. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau menerima stimulus
yang diberikan (objek).
b. Menanggapi (responding)
Menanggapi adalah memberikan jawaban atau tanggapan terhadap
pertanyaan atau objek yang dihadapi.
c. Menghargai (valuing)
Menghargai diartikan subjek, atau seseorang memberikan nilai yang positif
terhadap objek atau stimulus.
d. Bertanggung jawab (responsible)
Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung jawab terhadap
apa yang telah diyakininya (Notoatmodjo, 2010).
44

2.8 Tindakan atau Praktik (Practice)

Seperti telah disebutkan di atas bahwa sikap adalah kecenderungan untuk


bertindak (praktik). Sikap belum tentu terwujud dalam tindakan, sebab untuk
terwujudnya tindakan perlu faktor lain antara lain adanya fasilitas atau sarana
dan prasarana (Notoatmodjo, 2010).
Praktik atau tindakan ini dapat dibedakan menjadi 3 tingkatan menurut
kualitasnya, yaitu :

1. Praktik terpimpin (guide response)


Apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih
tergantung pada tuntunan atau menggunakan panduan.
2. Praktik secara mekanisme (mechanism)
Apabila subjek atau seseorang telah melakukan atau mempraktikkan
sesuatu hal secara otomatis maka disebut praktik atau tindakan
mekanis.
3. Adopsi (adoption)
Adopsi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang.
Artinya, apa yang dilakukan tidak sekedar rutinitas atau mekanisme saja
tetapi sudah dilakukan modifikasi, atau tindakan, atau perilaku yang
berkualitas (Notoatmodjo, 2010).

Perilaku terjadi dengan adanya pengalaman-pengalaman seseorang serta


faktor-faktor diluar orang tersebut. Faktor eskternal yang dapat menimbulkan
perilaku antara lain : Pengalaman, fasilitas dan sosiobudaya. Faktor internal
yang dapat menimbulkan perilaku antara lain : Persepsi, pengetahuan,
keyakinan, keinginan, motivasi, niat dan sikap.
BAB 3
GAMBARAN UMUM

3.1 Pasar Cengkareng

3.1.1 Lokasi

Secara geografis pasar Cengkareng terletak di Jl. Lingkar Luar Barat,


Cengkareng, Jakarta Barat. Pasar Cengkareng dibangun pada tahun 1990
dengan luas areal 8.270 m2. Latar belakang didirikan pasar cengkareng
adalah sebagai pusat perdagangan sayur-mayur, buah-buahan, alat-alat
kelontong, logam mulia, untuk menjamin kelancaran distribusi dan juga
sebagai terminal pengadaan dan penyaluran bahan makanan sayur mayur
dan buah-buahan yang akan berpengaruh pada kegiatan perekonomian baik
lokal maupun regional. Pasar Cengkareng merupakan salah satu dari pasar
yang dimiliki oleh PD Pasar Jaya.

3.1.2 Misi

“Menyediakan pasar tradisional dan modern yang bersih, nyaman, aman dan
berwawasan lingkunan serta memenuhi kebutuhan barang dan jasa yang
lengkap, segar, murah dan bersaing”

3.1.3 Visi

“Menjadikan pasar tradisional dan modern sebagai sarana unggulan dalam


penggerak perekonomian daerah Propinsi DKI Jakarta”

45
46

3.1.4 Struktur Organisasi

Struktur organisasi di PD. Pasar Jaya Cengkareng adalah sebagai berikut.

KEPALA PASAR

MANGASI PANJAITAN, SH

KA.SUBSIE.KEUANGAN DAN KA.SUBSIE.USAHA, PERAWATAN DAN


ADMINISTRASI PENGEMBANGAN

YOENOTO SUNARYO,SE

1. KOMARUDIN 1. HERRI SITORUS, SH


2. SARIFUDIN
Gambar 3.1 Struktur Organisasi

3.1.5 Sarana dan Prasarana

1. Genset : 1 (satu) unit 80 KVA


2. Fire Hydrant : 1 (satu) unit
3. Apar : 109 unit
4. Sumber Air : Air tanah
5. Waktu Operasional : Jam 05.00 – 17.00 WIB
6. Volume Sampah : 11 m3 per hari
47

3.1.6 Tempat Usaha

1. Kios : 868 tempat


2. Counter : 278 tempat
3. Los : 221 tempat

Pasar cengkareng memiliki 868 kios yang terbagi 315 di lantai basement,
313 berada dilantai dasar dan 240 berada pada lantai satu. Untuk counter
dipasar cengkareng 210 berada dilantai basement dan 68 berada pada lantai
satu. Sedangkan untuk semua unit los dipasar cengkareng berada dilantai
satu sebanyak 221. Biasanya penjual tahu dipasar cengkareng menempati
counter pada lantai basement. Penjual tahu biasa berjualan bersebelahan
dengan penjual daging, ayam ataupun telur.
BAB 4
KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP

4.1 Kerangka Teori

Mengacu pada tinjauan pustaka diatas, maka kerangka teori dalam


penelitian ini adalah :

Aspek sosial
1. Pengetahuan
2. Sikap
3. Tindakan

Positif

Aspek teknis :
Kandungan
1. Jenis tahu
Formalin
2. Asal tahu
pada Tahu
3. Bahan pembuatan
tahu
Negatif

Aspek
administrasi
1. Pengaturan
2. Pembinaan
3. Pengawasan

Gambar 4.1 Kerangka Teori

48
49

4.2 Kerangka Konsep

Aspek teknis :
1. Jenis tahu
2. Asal tahu
Positif

Kandungan
Formalin
pada Tahu
Putih

Negatif

Aspek sosial
1. Pengetahuan
2. Sikap
3. Tindakan

Gambar 4.2 Kerangka Konsep

4.3 Karakteristik Sampel

1. Penulis memeriksa kandungan sampel tahu yang dijual oleh pedagang di


Pasar Cengkareng, Jakarta Barat.
2. Penulis meneliti aspek sosial penjual tahu yang bersedia menjadi
responden, berdasarkan: pengetahuan, sikap dan tindakan.
50

4.4 Definisi Operasional

TABEL 4.1
DEFINISI OPERASIONAL

DEFINISI CARA ALAT


VARIABEL HASIL UKUR SKALA
OPERASIONAL MENGUKUR UKUR

VARIABEL DEPENDENT

Kandungan Pemeriksaan ada tidaknya Pemeriksaan Test Kit a. Positif Ordinal


Formalin kandungan formalin pada tahu Laboratorium b. Negatif
pada Tahu di pasar cengkareng.
VARIABEL INDEPENDENT
Jenis Tahu Ciri fisik yang dibuat oleh Wawancara Kuesioner 1. Tahu Putih Ordinal
produsen dan dipasarkan oleh 2. Tahu Kuning
penjual dengan berbagai 3. Tahu Cokelat
warna.
Asal Tahu Asal produksi tahu yang Wawancara Kuesioner 1. Membuat Sendiri Ordinal
dijual di Pasar Cengkareng 2. Produsen
3. Supplier
Pengetahu Pemahaman penjual tahu di Wawancara Kuesioner
a. Kurang, bila jumlah Ordinal
an Pasar Cengkareng tentang nilai 0 - 11 dari skor
bahan tambahan pangan total.
(pengawet makanan b. Baik, bila jumlah nilai
formalin) 12 – 22
Sikap Tanggapan penjual tahu Wawancara Kuesioner
a. Kurang, bila jumlah Ordinal
yang berhubungan dengan nilai 0 - 11 dari skor
penggunaan zat pengawet total.
makanan b. Baik, bila jumlah nilai
12 – 22
Tindakan Aktivitas penjual tahu di pasar Wawancara Kuesioner
a. Kurang, bila jumlah Ordinal
cengkareng yang berkaitan nilai 0 - 11 dari skor
dengan memilih atau total.
menambahkan penambahan b. Baik, bila jumlah nilai
bahan tambahan pangan 12 – 22
51

4.5 Hipotesis Penelitian

1. Ada hubungan antara jenis tahu dengan kandungan formalin pada tahu
2. Ada hubungan antara pengetahuan penjual tahu dengan kandungan
formalin pada tahu
3. Ada hubungan antara sikap penjual tahu dengan kandungan formalin
pada tahu
4. Ada hubungan antara tindakan penjual tahu dengan kandungan formalin
pada tahu
BAB 5
METODE PENELITIAN

5.1 Jenis Penelitian

Jenis peneliian ini bersifat analitik dengan desain penelitian cross sectional
yaitu penelitian yang hanya dilakukan dalam satu waktu saja atau tidak di
follow up dikarenakan keterbatasan waktu untuk menyusun penelitian ini,
dan juga untuk mencari adanya hubungan dari aspek sosial penjual meliputi
pengetahuan, sikap dan tindakan dengan pemilihan tahu yang mengandung
dan tidak mengandung formalin.

5.2 Lokasi Penelitian

Lokasi yang dijadikan tempat penelitian ini dilakukan di Pasar Cengkareng


Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat.

5.3 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2018 sampai dengan bulan Juni
2018.

52
53

5.4 Populasi dan Sampel

5.4.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penjual yang menjual tahu
secara keseluruhan terdapat 24 penjual tahu di Pasar Cengkareng
Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat.

5.4.2 Sampel

Sampel penelitian adalah sejumlah responden penelitian yang diambil dari


populasi penelitian dengan cara-cara tertentu. Dalam pengambilan sampel
peneliti berpedoman pada buku Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan
Praktek yang disusun oleh Suharsini Arikunto edisi revisi V yang menyatakan
bahwa apabila subyeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua,
sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi (Prosedur Penelitian,
Suharsimi Arikunto : 2002. 112).

Berdasarkan teori tersebut peneliti melakukan pengambilan sampel tahu di


Pasar Cengkareng Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat. Dari hasil
obervasi di Pasar Cengkareng Kecamatan Cengkareng secara keseluruhan
terdapat 24 penjual tahu . Karena sampel kurang dari 100 maka seluruh
penjual tahu diambil untuk dijadikan sampel.

1. Kriteria Inklusi
a. Pedagang tahu yang menjual 3 (tiga) jenis yaitu tahu putih, kuning dan
cokelat
b. Pedagang yang berada di Pasar Cengkareng
c. Bersedia menjadi responden
d. Sadar dan mampu berkomunikasi dengan baik
54

2. Kriteria Eksklusi
a. Pedagang tahu yang menjual kurang dari 3 (tiga) jenis
b. Pedagang yang tidak berjualan di Pasar Cengkareng
c. Tidak bersedia menjadi responden
d. Tidak sadar dan tidak mampu berkomunikasi dengan baik

5.5 Pengumpulan Data

5.5.1 Data Primer

Data primer diperoleh dari hasil observasi langsung dan hasil dari
wawancara langsung dengan menggunakan alat yang berupa kuesioner
kepada penjual tahu dan data dari hasil pemeriksaan laboratorium
menggunakan test kit.

5.5.2 Data Sekunder

Data sekunder berupa gambaran umum mengenai Pasar Cengkareng


Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat.

5.6 Pengolahan dan Analisis Data

5.6.1 Pengolahan Data

a. Editing
Mengedit, menata dan memeriksa kuesioner yang telah diperoleh dengan
tujuan apakah semua pertanyaan sudah terjawab, apakah jawabannya
sudah cukup jelas dan sesuai dengan pertanyaan.
55

b. Cooding
Pada tahap ini data yang telah diedit atau di periksa di beri kode dengan cara
memberikan symbol-simbol tertentu untuk setiap jawaban dari setiap
pertanyaan dan dimasukkan dalam kartu kode untuk memudahkan dalam
pengolahan.

c. Entry Data
Setelah semua data kuesioner dilakukan pengkodean, selanjutnya data
tersebut dimasukkan ke dalam program atau software computer. Salah satu
program yang paling sering digunakan untuk “entri data” penelitian adalah
program SPSS for Window.

d. Cleaning Data
Tahap ini dilakukan untuk memastikan bahwa data yang terkumpul sudah
siap untuk diolah.

e. Scoring
Pada tahap ini dilakukan pemberian score pada setiap jawaban responden.

f. Tabulating
Pada tahap ini dilakukan pengelompokkan data dalam tabel dan diolah
dengan menggunakan presentase.

Pengambilan data yang diperoleh melalui observasi langsung dengan


menggunakan kuesioner, hasilnya disajikan dalam bentuk tabel, kemudian
hasil penganalisaan tersebut dibandingkan dengan teori.
56

5.6.2 Data Kuesioner

Untuk mengetahui tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan petugas sanitasi,


penulis membuat kriteria sebagai berikut :
1. Untuk pilihan jawaban A Jawaban dengan bobot nilai 2,
2. Untuk pilihan jawaban B Jawaban dengan bobot nilai 1,
3. Untuk pilihan jawaban C Jawaban dengan bobot nilai 0,
4. Sistem penilaian yang digunakan, berdasarkan buku Statistik Teori
dan Aplikasi Edisi Ke Enam, oleh J. Supranto (2000) adalah sebagai berikut :
1. Mencari nilai terendah dan nilai tertinggi skoring
1). Nilai tertinggi : 2 (bobot) x 11 (jumlah pertanyaan) = 22
2). Nilai terendah : 0 (bobot) x 11 (jumlah pertanyaan) = 0
a) Menunjukkan banyaknya kelas ada tiga (2) jenis yaitu baik dan kurang.
b) Menunjukkan interval (besar kelas) dengan rumusan sebagai berikut :

C = X n - Xi
K

Keterangan :
C = Kelas Interval (perkiraan besarnya)
Xn = Nilai Tertinggi
Xi = Nilai Terendah
K = Banyaknya kelas

C = 22 – 0 = 11
2

c) Menentukan batasan-batasan penilaian :


57

Rentang Nilai Kriteria


0 – 11 Kurang
12 – 22 Baik

5.6.3 Analisis Data

Untuk menganalisis data yang telah dikumpulkan, analisis yang digunakan


adalah:

1. Analisis Univariat
Analisa yang dilakukan terhadap setiap variabel dari hasil penelitian. Data di
analisa menggunakan analisa distribusi frekuensi dan statistik deskriptif.
Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
karakteristik setiap variabel penelitian. Analisis yang digunakan adalah
distribusi frekuensi dengan ukuran persentase atau proporsi.

2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara variabel bebas
(dependen) dengan variabel terikat (independen). Untuk melihat hubungan
ini digunakan uji statistik Chi Square. Berdasarkan buku Statistik Kesehatan,
Hastono dan Sabri (2010) Uji Chi Square dapat dirumuskan sebagai berikut:

χ2 = ∑ (O – E)2
E
Keterangan:
χ2 = Nilai Chi Square
O = Frekuensi yang diobservasi
E = frekuensi yang diharapkan
Dimana nilai sebagai berikut:
58

1. Jika hasil perhitungan statistik ada tabel Chi Square menunjukkan nilai p-
value ≥ 0,05 maka dapat dikatakan tidak ada hubungan yang bermakna
antara variabel yang dianalisis
2. Jika hasil perhitungan statistik ada tabel Chi Square menunjukkan nilai p-
value ≤ 0,05 maka dapat dikatakan ada hubungan yang bermakna antara
variabel yang dianalisis.

5.6.4 Prosedur Kerja Pemeriksaan Formalin dengan Test Kit

Berdasarkan pedoman Alat Uji , berikut alat dan bahan yang digunakan :
1. 1 buah Mortal Pestle / Blender
2. 2 buah tabung reaksi dan kapas
3. 1 buah komparator geser
4. 2 buah Reagen A dan B
5. Aquades

Prosedur Pengujian :
1. Cincang / iris kecil-kecil (blender) bahan yang akan diuji.
2. Ambil 10 gram (sekitar 1 sendok makan)
3. Tambahkan 20 ml (sekitar 4 sendok makan) air panas lalu aduk dan
biarkan dingin
4. Ambil 5 ml air campuran (airnya saja) masukkan ke tabung reaksi
5. Tambahkan 4 tetes Reagent A dan 4 tetes Reagent B
6. Kocok sebentar dan tunggu 5-10 menit
7. Amati perubahan warna yang terbentuk. Jika terbentung warna ungu
berarti bawah yang diuji positif mengandung bahan berbahaya Formalin

Penyimpanan :
Simpan tabung test strip pada suhu 2o C – 8o C
BAB 6
HASIL PENELITIAN

6.1 Distribusi Frekuensi Jenis Tahu

Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa distribusi frekuensi jenis


tahu yang berada di Pasar Cengkareng adalah ada 24 penjual yang
berjualan jenis tahu yang sama, yaitu tahu putih, tahu kuning dan tahu
cokelat.

6.2 Distribusi Frekuensi Asal Tahu

Berikut distribusi frekuensi asal tahu yang dijual oleh penjual di Pasar
Cengkareng dapat dilihat pada tabel 6.2.

TABEL 6.2

DISTRIBUSI FREKUENSI ASAL TAHU DI PASAR CENGKARENG


KECAMATAN CENGKARENG JAKARTA BARAT
TAHUN 2018

No. Asal Tahu Frekuensi Presentase (%)


1. Membuat Sendiri 0 0
2 Produsen 10 41,7
3 Supplier 14 58,3
JUMLAH 24 100
Sumber : data primer terolah tahun 2018

59
60

Berdasarkan tabel 6.2 diketahui bahwa dari 24 penjual, sebanyak 14 (58,3%)


tahu berasal dari supplier, sebanyak 10 (41,7%) tahu berasal dari produsen
dan tidak ada penjual tahu yang membuat sendiri.

6.3 Pemeriksaan Kandungan Formalin Pada Tahu

Berikut hasil pemeriksaan kandungan uji formalin pada tahu di Pasar


Cengkareng dapat dilihat pada tabel 6.3.

TABEL 6.3

HASIL PEMERIKSAAN UJI FORMALIN PADA TAHU


DI PASAR CENGKARENG KECAMATAN CENGKARENG
JAKARTA BARAT
TAHUN 2018

Formalin Wilayah Asal Tahu Positif


Jenis
Kel. Kel.Rawa Kel. Jumlah
Tahu Positif Negatif
Cengkareng Buaya Gondrong
Tahu 2 - -
2 22 24
Putih
Tahu 1 - -
1 23 24
Kuning
Tahu 1 1 -
2 22 24
Coklat
JUMLAH 5 67 72
Sumber : data primer terolah tahun 2018
61

Berdasarkan tabel 6.3 didapatkan hasil dari 72 sampel tahu yang diperiksa
untuk uji formalin terdapat 5 sampel tahu dari 24 pedagang yang positif
mengandung formalin yaitu 2 jenis tahu putih, 2 jenis tahu coklat dan 1 jenis
tahu kuning. Tahu positif masing-masing berasal dari wilayah Kelurahan
Cengkareng dan Kelurahan Rawa Buaya.

6.4 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Penjual Tahu

Berikut distribusi frekuensi pengetahuan penjual tahu di Pasar Cengkareng


dapat dilihat pada tabel 6.4.

TABEL 6.4

DISTRIBUSI FREKUENSI RESPONDEN BERDASARKAN


PENGETAHUAN PENJUAL TAHU DI PASAR CENGKARENG
KECAMATAN CENGKARENG JAKARTA BARAT
TAHUN 2018

Pengetahuan Frekuensi Presentase ( % )


Baik 14 58,3
Kurang 10 41,7
JUMLAH 24 100
Sumber : data primer terolah tahun 2018

Berdasarkan tabel 6.4 didapatkan hasil pengetahuan dari 24 penjual tahu, 14


(58,3%) penjual tahu memiliki pengetahuan yang baik sedangkan 10 (41,7%)
penjual tahu memliki pengetahuan yang kurang .
62

6.5 Distribusi Frekuensi Sikap Penjual Tahu

Berikut distribusi frekuensi sikap penjual tahu di Pasar Cengkareng dapat


dilihat pada tabel 6.5.

TABEL 6.5

DISTRIBUSI FREKUENSI RESPONDEN BERDASARKAN


SIKAP PENJUAL TAHU DI PASAR CENGKARENG
KECAMATAN CENGKARENG JAKARTA BARAT
TAHUN 2018

Sikap Frekuensi Presentase ( % )


Baik 19 79,2
Kurang 5 20,8
JUMLAH 24 100
Sumber : data primer terolah tahun 2018

Berdasarkan tabel 6.5 didapatkan hasil sikap dari 24 penjual tahu, 19


(79,2%) penjual tahu memiliki sikap yang baik sedangkan 5 (20,8%) penjual
tahu memliki sikap yang kurang.
63

6.6 Distribusi Frekuensi Tindakan Penjual Tahu

Berikut distribusi frekuensi tindakan penjual tahu di Pasar Cengkareng dapat


dilihat pada tabel 6.6.

TABEL 6.6

DISTRIBUSI FREKUENSI RESPONDEN BERDASARKAN


TINDAKAN PENJUAL TAHU DI PASAR CENGKARENG
KECAMATAN CENGKARENG JAKARTA BARAT
TAHUN 2018

Tindakan Frekuensi Presentase ( % )


Baik 21 87,5
Kurang 3 12,5
JUMLAH 24 100
Sumber : data primer terolah tahun 2018

Berdasarkan tabel 6.6 didapatkan hasil pengetahuan dari 24 penjual tahu, 21


(87,5%) penjual tahu memiliki tindakan yang baik sedangkan 3 (12,5%)
penjual tahu memiliki tindakan yang kurang.
64

6.7 Hubungan Jenis Tahu dengan Kandungan Formalin

Hubungan jenis tahu dengan kandungan formalin pada tahu di Pasar


Cengkareng dapat dilihat pada tabel 6.7.

TABEL 6.7

HUBUNGAN JENIS TAHU DENGAN KANDUNGAN FORMALIN PADA


TAHU DI PASAR CENGKARENG KECAMATAN CENGKARENG
JAKARTA BARAT
TAHUN 2018

Formalin
Total
No. Jenis Tahu Positif Negatif OR P. VALUE
Ʃ % Ʃ % N %
1. Tahu Putih 2 8,3 22 91,7 24 100
2. Tahu Kuning 1 4,2 23 95,8 24 100
- 0,807
3 Tahu Coklat 2 8,3 22 91,7 24 100
JUMLAH 5 6,9 67 93,1 72 100
Sumber : data primer terolah tahun 2018

Berdasarkan tabel 6.7 hasil analisis hubungan antara jenis tahu dengan
kandungan formalin pada tahu, diperoleh bahwa terdapat 2 (8,3%) tahu putih
yang mengandung formalin dari 24 sampel tahu putih, terdapat 1 (4,2%) tahu
kuning yang mengandung formalin dari 24 sampel tahu kuning, dan terdapat
2 (8,3%) tahu coklat yang mengandung formalin dari 24 sampel tahu coklat.
Hasil uji statistik diperoleh P.Value 0,807. Hasil menunjukkan bahwa nilai p-
value > 0,05 sehingga Ha ditolak maka dapat dikatakan tidak ada hubungan
antara variabel yang dianalisis.
65

6.8 Hubungan Pengetahuan Penjual dengan Kandungan Formalin

Hubungan pengetahuan penjual dengan kandungan formalin pada tahu di


Pasar Cengkareng dapat dilihat pada tabel 6.8.

TABEL 6.8

HUBUNGAN PENGETAHUAN PENJUAL DENGAN KANDUNGAN


FORMALIN PADA TAHU DI PASAR CENGKARENG KECAMATAN
CENGKARENG JAKARTA BARAT
TAHUN 2018

Formalin OR
Total
No. Pengetahuan Positif Negatif (95% P. VALUE
Ʃ % Ʃ % N % CI)
1. Kurang 5 50 5 50 10 100
2. Baik 0 0 14 100 14 100 - 0,006
JUMLAH 5 20,8 19 79,2 24 100
Sumber : data primer terolah tahun 2018

Berdasarkan tabel 6.8 hasil analisis hubungan antara pengetahuan penjual


dengan kandungan formalin pada tahu, dapat diketahui dari 10 penjual tahu
yang memiliki tingkat pengetahuan kurang, 5 (50%) diantaranya menjual
tahu yang mengandung formalin. Sedangkan 14 (100% )penjual tahu yang
memiliki pengetahuan baik dan tidak menjual tahu yang mengandung
formalin. Hasil uji statistik diperoleh P.Value 0,006. Hasil menunjukkan
bahwa nilai p-value < 0,05 sehingga Ha diterima maka dapat dikatakan ada
hubungan antara variabel yang dianalisis.
66

6.9 Hubungan Sikap Penjual dengan Kandungan Formalin

Hubungan sikap penjual dengan kandungan formalin pada tahu di Pasar


Cengkareng dapat dilihat pada tabel 6.9.

TABEL 6.9

HUBUNGAN SIKAP PENJUAL DENGAN KANDUNGAN FORMALIN PADA


TAHU DI PASAR CENGKARENG KECAMATAN CENGKARENG
JAKARTA BARAT
TAHUN 2018

Formalin
Total P.
No. Sikap Positif Negatif OR
VALUE
Ʃ % Ʃ % N %
1. Kurang 3 60 2 40 5 100 12,750
2. Baik 2 10,5 17 89,5 19 100 (1,262- 0,042
JUMLAH 5 20,8 19 79,2 24 100 128,778)
Sumber : data primer terolah tahun 2018

Berdasarkan tabel 6.9 hasil analisis hubungan antara sikap penjual dengan
kandungan formalin pada tahu, dapat diketahui dari 5 penjual tahu yang
memiliki tingkat sikap kurang, 3 (60%) diantaranya menjual tahu yang
mengandung formalin. Sedangkan dari 19 penjual tahu yang memiliki sikap
baik, 17 (89,5%) diantaranya menjual tahu yang tidak mengandung formalin.
Hasil uji statistik diperoleh P.Value 0,042 dan didapatkan nilai OR
12,750(1,262-128,778). Hasil menunjukkan bahwa nilai p-value < 0,05
sehingga Ha diterima maka dapat dikatakan ada hubungan antara variabel
yang dianalisis.
67

6.10 Hubungan Tindakan Penjual dengan Kandungan Formalin

Hubungan tindakan penjual dengan kandungan formalin pada tahu di Pasar


Cengkareng dapat dilihat pada tabel 6.10.

TABEL 6.10

HUBUNGAN TINDAKAN PENJUAL DENGAN KANDUNGAN FORMALIN


PADA TAHU DI PASAR CENGKARENG KECAMATAN CENGKARENG
JAKARTA BARAT
TAHUN 2018

Formalin
Total
No. Tindakan Positif Negatif OR P. VALUE
Ʃ % Ʃ % N %
1. Kurang 0 0 3 100 3 100
2. Baik 5 23,8 16 76,2 21 100 - 1,000
JUMLAH 5 20,8 19 79,2 24 100
Sumber : data primer terolah tahun 2018

Berdasarkan tabel 6.10 hasil analisis hubungan antara tindakan penjual


dengan kandungan formalin pada tahu, dapat diketahui dari 3 penjual tahu
yang memiliki tingkat pengetahuan kurang, 3 (100%) diantaranya menjual
tahu yang tidak mengandung formalin. Sedangkan dari 21 penjual tahu yang
memiliki tindakan baik, 16 (76,2%) diantaranya menjual tahu yang tidak
mengandung formalin. Hasil uji statistik diperoleh P.Value 1,000. Hasil
menunjukkan bahwa nilai p-value > 0,05 sehingga Ha ditolak maka dapat
dikatakan tidak ada hubungan antara variabel yang dianalisis.
BAB 7
PEMBAHASAN

7.1 Distribusi Frekuensi Jenis Tahu

Dari hasil pengambilan sampel yang dilakukan didapatkan 24 penjual tahu yang
berjualan. Setiap penjual tahu yang berada di Pasar Cengkareng menjual tahu
putih, tahu kuning dan tahu coklat. Peneliti mengambil masing-masing sampel
untuk satu jenis tahu yang dijual dan total yang sampel yang diuji adalah 72 dari
berbagai jenis baik itu tahu putih, tahu kuning dan tahu coklat di Pasar
Cengkareng.

Banyaknya jenis yang dijual oleh pedagang dikarenakan banyaknya konsumen


yang gemar mengkonsumsi makanan olahan kedelai ini dikarenakan harganya
yang murah dan juga memiliki kadar protein nabati. Kandungan gizi dalam tahu
memang masih rendah dibandingkan dengan lauk pauk hewani, seperti telur,
daging dan ikan. Namun, dengan harga yang lebih murah, masyarakat
cenderung lebih memilih mengkonsumsi tahu sebagai makanan pengganti
protein hewani untuk memenuhi kebutuhan gizinya.

Kegemaran masyarakat pada berbagai jenis tahu juga dikarenakan tahu masih
bisa diolah sebagai makanan yang lezat antara lain, tahu bacem, tahu bakso,
tahu somay, tahu krispi dan tahu goreng yang biasanya dihidangkan untuk
menemani makanan berkuah cair seperti mie bakso dan soto. Dengan harga
yang murah, kandungan protein nabati dan kegemaran masyarakat yang sering
berkreasi terhadap olahan tahu sehingga membuat daya konsumsi tahu juga
cukup meningkat baik dari kalangan rendah hingga kalangan atas.

68
69

Meningkatnya konsumsi tahu juga diikuti oleh inisiatifnya penjual yang menjual
tahu putih, tahu kuning dan tahu coklat untuk mengikuti alur perdagangan agar
dapat melayani permintaan konsumen.

7.2 Distribusi Frekuensi Asal Tahu

Berdasarkan tabel 6.2 mengenai frekuensi asal tahu di Pasar Cengkareng


diketahui bahwa tahu yang dijual oleh penjual di Pasar Cengkareng terbanyak
berasal dari Supplier 14 (58,3%) , sedangkan dari produsen sebanyak 10
(41,7%) dan tidak ada penjual tahu yang membuat sendiri.

Tahu yang dijual oleh penjual berasal dari supplier dan produsen dan tidak ada
yang membuat sendiri dikarenakan penjual tidak ada waktu dan tidak cukup
modal untuk membuat tahunya dan letak supplier dan produsen yang cukup
dekat, waktu berjualan dari pagi hingga siang membuat penjual tidak sanggup
untuk membuatnya sendiri dan lebih memilih tahu yang berasal dari supplier
ataupun produsen yang sudah siap jual. Membuat tahu sendiri juga tidak hanya
membutuhkan modal tapi juga membutuhkan pembukuan yang teratur dan
memisahkan antara modal dan keuntungan. Menurut Sarwono dan Saragih
(2003) total biaya produksi pembuatan tahu perbulan atau 25 hari untuk kedelai
100 kg/hari dengan biaya tetap (alat kerja) dan ditambah biaya variabel (kedelai,
cuka, air, listrik, minyak tanah, upah kerja dan lain-lain) dengan total Rp
8.302.000,00. Besarnya biaya yang tertera merupakan biaya yang berlaku di
Jakarta tahun 2000. Dengan meningkatnya harga bahan baku, biaya perawatan
alat dan kebutuhan lain setiap tahunnya yang membuat penjual tahu kurang
berminat untuk membuat tahu sendiri dan lebih memilih dari supplier dan
produsen.
70

Lokasi supplier dan produsen terletak di Jakarta Barat, ada yang terletak di
Kelurahan Cengkareng Timur, Kelurahan Gondrong dan Kelurahan Rawa
Buaya yang memiliki waktu tempuh sekitar 15-30 menit menuju Pasar
Cengkareng. Menurut Sarwono dan Saragih (2003) untuk menentukan lokasi
usaha pengolahan tahu mengingat daya tahan tahu sangat pendek, lokasi
sebaiknya dekat pasar atau dekat dengan prasarana transportasi untuk
mencapai pasar. Hal ini menunjukkan bahwa letak lokasi supplier dan produsen
juga menjadi alasan penjual tidak membuat tahu sendiri, selain waktu yang tidak
cukup dan kurangnya modal untuk membuatnya sendiri juga letak supplier dan
produsen yang dekat dengan lokasi berjualan sehingga memudahkan penjual
membeli tahu di supplier maupun produsen.

7.3 Pemeriksaan Kandungan Formalin pada Tahu

Berdasarkan tabel 6.3 mengenai hasil pemeriksaan uji formalin pada tahu di
Pasar Cengkareng diketahui dari 24 penjual tahu yang diambil sampelnya.
Terdapat 5 penjual yang mengandung formalin pada tahunya sedangkan 19
penjual lainnya tidak mengandung formalin pada tahunya, tahu yang positif
masing-masing berasal dari supplier yang berada di Cengkareng dan produsen
yang berada di Bojong.

Permenkes RI No.033 tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan


menyatakan bahwa zat pengawet formalin merupakan zat pengawet yang
dilarang penggunaannya dan dapat membahayakan kesehatan.

Namun kenyataannya, masih terdapat penjual tahu yang menambahkan bahan


kimia dengan menambahkan bahan pengawet formalin ke dalam tahu yang
71

dijual agar lebih tahan lama jika tahu tidak laku dijual. Adanya kandungan
formalin pada masing-masing jenis tahu dikarenakan setiap jenis tahu yang
dijual direndam dalam air yang memiliki kemungkinan ada penjual, supplier atau
produsen yang menambahkan formalin pada tahunya.

Upaya untuk menghilangkan kandungan formalin pada tahu yang ada dipasaran
dapat dilakukan dengan cara adanya pengawasan serta pembinaan oleh dinas
terkait baik itu dari puskesmas, BPOM atau KPKP. Dengan adanya
pengawasan dan pembinaan akan terbentuknya evaluasi dan bisa diberi
penindakan berupa sanksi untuk membuat jera terhadap penjual, produsen atau
supplier yang masih menjual tahu berformalin.

7.4 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Penjual Tahu

Berdasarkan tabel 6.4 mengenai frekuensi pengetahuan penjual tahu di Pasar


Cengkareng diketahui dari 24 penjual tahu. Sebanyak 10 penjual tahu (41,7%)
memiliki pengetahuan yang kurang sedangkan sisanya 14 penjual tahu (58,3)
memiliki pengetahuan yang baik.

Hal ini terjadi karena sebagian besar penjual sudah cukup paham tentang jenis-
jenis bahan tambahan pangan, pengertian bahan pengawet, manfaat dari
penggunaan bahan pengawet, ciri-ciri makanan yang mengandung formalin dan
bahaya penggunaan formalin bagi kesehatan sangat penting untuk diketahui
sehingga tidak ada penjual yang menjual tahu berformalin. Pada penelitian
Pangestuti, dkk (2016) sebagian besar pedagang memiliki pengetahuan baik
tentang formalin sebesar 52,6% sedangkan pengetahuan kurang baik sebesar
47,4% . Penelitian Safitri (2015) menunjukkan bahwa sebanyak 61,7% memiliki
72

pengetahuan tinggi dan 38,2% memiliki pengetahuan yang rendah terkait tahu
berformalin.

Menurut Notoatmodjo (2010) menyatakan bahwa sebagian besar pengetahuan


seseorang diperoleh melalui panca indra pendengaran (telinga) dan indra
penglihatan (mata). Pengetahuan dapat diperoleh dari penyuluhan-penyuluhan
dan media informasi seperti televisi, radio, internet maupun dari media cetak
melalui mata dan telinga sehingga penjual tahu tersebut menjadi tahu mengenai
cara memilih bahan makanan yang aman untuk kesehatan. Namun masih ada
penjual tahu yang memiliki pengetahuan kurang dikarenakan penjual tahu
belum mengetahui dan belum ingin mencari tahu tentang bahaya bahan
tambahan pangan yang dilarang apabila dimasukkan ke dalam makanan.

Kurangnya pengetahuan penjual dikarenakan kurangnya edukasi atau informasi


tentang formalin baik itu dari penggolongan bahan tambahan pangan, manfaat
penggunaan bahan tambahan pangan, ciri-ciri ataupun bahaya formalin bagi
kesehatan dapat menyebabkan penjual itu menjual tahu yang mengandung
formalin dan dapat merugikan konsumen yang membelinya.

Upaya untuk meningkatkan pengetahuan penjual dan masyarakat pada


umumnya dalam hal bahaya dan ciri-ciri makanan berfomalin dapat dilakukan
dengan cara memberikan informasi yang berupa selembaran poster, spanduk
dan lainnya atau penyuluhan yang terjadwal dan dilakukan secara rutin oleh
puskesmas atau dinas terkait lainnya.
73

7.5 Distribusi Frekuensi Sikap Penjual Tahu

Berdasarkan tabel 6.5 mengenai frekuensi sikap penjual tahu di Pasar


Cengkareng diketahui dari 24 penjual tahu. Sebanyak 5 penjual tahu (20,8%)
memiliki sikap yang kurang sedangkan sisanya 19 penjual tahu (79,2) memiliki
sikap yang baik. Pada penelitian Pangestuti, dkk (2016) sebagian besar
pedagang memiliki sikap baik sebesar 57,9% sedangkan sikap kurang sebesar
42,1%.

Responden cenderung menjawab dengan jawaban yang baik. Hal ini


disebabkan karena bentuk pertanyaan mengenai sikap dalam penelitian ini
berupa positif sehingga sebagian besar responden akan menjawab setuju.
Meskipun sikap atau respon penjual tahu terhadap hal yang ditanyakan
memberikan hasil yang baik, hal ini belum dapat dilihat langsung dalam bentuk
tindakan. Karena menurut Notoatmodjo (2010), sikap tidak dapat dilihat tetapi
hanya ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup.

Namun dengan demikian, sikap baik yang dimiliki oleh penjual tahu
menunjukkan bahwa mereka telah menyadari tentang bahaya dari penggunaan
formalin serta mendukung dilarangnya formalin sebagai bahan tambahan
makanan. Namun masih adanya sikap penjual tahu yang kurang mungkin
dikarenakan tidak perdulinya mereka terhadap bahaya penggunaan bahan
tambahan pangan yang dilarang baik itu dari pengawasan terhadap makanan
ataupun untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan untuk penjualan
tahu .

Upaya untuk meningkatkan sikap penjual dapat dilakukan dengan cara


memperbanyak berkomunikasi, sharing dan bertukar informasi dengan penjual
74

yang lain tentang bahan tambahan makanan yang dilarang agar penjual bisa
perduli terhadap barang yang akan dijualnya supaya tidak merugikan orang lain.

7.6 Distribusi Frekuensi Tindakan Penjual Tahu

Berdasarkan tabel 6.6 mengenai frekuensi tindakan penjual tahu di Pasar


Cengkareng diketahui dari 24 penjual tahu. Sebanyak 3 penjual tahu (12,5%)
memiliki tindakan yang kurang sedangkan sisanya 21 penjual tahu (87,5%)
memiliki tindakan yang baik. Penelitian Apriyanti (2017) sebagian besar memiliki
tindakan cukup (46,67%), sebesar 40% memiliki tindakan yang baik dan 13,33%
dengan tindakan yang kurang.

Hal ini dikarenakan banyak penjual yang sudah cukup paham untuk membeli
bahan makanan yang diawasi oleh pemerintah, penjual juga sudah paham apa
yang harus dilakukan apabila mereka mengetahui bahan makanan yang mereka
jual mengandung formalin serta bersedia memberikan sampel tahu yang
dijualnya kepada bpom/puskesmas apabila ada pengawasan.

Namun masih ditemukan penjual tahu yang memiliki penilaian tindakan kurang
dikarenakan kurang perdulinya penjual terhadap sesama penjual dan konsumen
untuk mengingatkan penjual lain agar tidak menggunakan formalin dan tidak
memberikan informasi terhadap konsumen tentang adanya penjualan tahu
berformalin disekitarnya. Penjual bertindak seperti itu dimungkinkan karena
adanya persaingan dalam penjualan yang membuat penjual itu tidak perduli
dengan penjual lainnya dan hanya memikirkan keuntungan untuk usahanya
sendiri.
75

Upaya untuk mewujudkan tindakan yang baik bagi para penjual yang ada di
Pasar Cengkareng dengan memberikan penyuluhan dan melakukan
pemeriksaan sampel tahu secara rutin oleh pihak puskesmas, BPOM dan KPKP
serta memberikan sanksi yang tegas jika terdapat penjual yang melanggar atau
penjual yang mengandung formalin.

7.7 Hubungan Jenis Tahu dengan Kandungan Formalin

Hasil uji statistik diperoleh nilai P.Valuenya 0,807 maka dapat disimpulkan
bahwa tidak ada hubungan antara jenis tahu dengan kandungan formalin pada
tahu di Pasar Cengkareng. Nilai OR tidak dapat dihitung karena tabel hubungan
yang digunakan 3 x 2 sedangkan untuk menghitung OR digunakan tabel 2 x 2
dan tidak boleh ada cell yang memiliki angka 0.

Penelitian Nurhayati (2017) juga menunjukkan bahwa terdapat 2 jenis tahu yang
paling banyak mengandung formalin yaitu jenis tahu putih dan kuning sebesar
58,33%.dan yang terendah tahu coklat sebesar 33,33%. Penelitian Safitri (2015)
dari ketiga jenis tahu yang paling banyak mengandung formalin adalah tahu
putih sebesar 50%, tahu kuning 26,5% dan tahu coklat 23,5% dari sampel tahu
yang diuji.

Menurut Sarwono dan Saragih (2003) kecenderungan tahu putih yang paling
banyak mengandung formalin disebabkan karena tahu putih lebih cenderung
berukuran lebih besar, lebih lembut, lebih rentan hancur dan tidak diberi
pengawet seperti kunyit atau digoreng terlebih dahulu, sehingga tahu putih lebih
mudah rusak dibandingkan dengan tahu lainnya. Hal tersebut yang mungkin
menyebabkan beberapa oknum yang tidak bertanggung jawab menggunakan
76

formalin pada tahu putih untuk meningkatkan daya tahan tahu tersebut. Tahu
kuning yang diproses awal pembuatannya seperti tahu putih telah diberi
pengawet alami seperti kunyit masih ditemukan mengandung formalin. Tahu
coklat juga digoreng terlebih dahulu namun masih ditemukan mengandung
formalin. Hal ini dikarenakan ketakutan penjual tahu apabila tahunya tidak laku
dijual kemudian direndam dalam air yang memiliki kemungkinan ditambahkan
formalin dengan kadar minimal sehingga konsumen pada umumnya bingung
ketika harus membedakan dengan tahu yang tidak mengandung formalin.

7.8 Hubungan Pengetahuan Penjual dengan Kandungan Formalin

Hasil uji statistik diperoleh P.Valuenya 0,006 maka dapat disimpulkan bahwa
ada hubungan antara pengetahuan penjual dengan kandungan formalin pada
tahu di Pasar Cengkareng. Nilai OR tidak dapat dihitung karena seluruh penjual
tahu yang mengandung formalin pengetahuannya kurang.

Sejalan dengan penelitian Pangestuti, dkk (2016) tahu dengan kandungan


formalin positif terdapat pada penjual dengan kategori pengetahuan kurang dan
didapatkan kesimpulan ada hubungan antara pengetahuan penjual mengenai
formalin dengan keberadaan formalin pada tahu putih dengan hasil uji statistik
didapatkan nilai P.Valuenya = 0,011.

Menurut (Rogers dalam Notoatmodjo, 2010), pengetahuan dapat menjadi dasar


bagi seseorang sebelum orang tersebut mengadopsi perilaku. Sehingga
pengetahuan merupakan salah satu bagian penting yang perlu diketahui dalam
analisis perilaku seseorang. Dari hasil wawancara dengan responden,
kebanyakan responden yang berpengetahuan tinggi lebih banyak mendapatkan
77

informasi terkait formalin dari berita-berita di televisi dan juga mengetahui dari
berita yang beredar di sosial media alat komunikasinya. Hal ini didukung oleh
penelitian Habsah (2009) yang menyatakan bahwa penjual yang
berpengetahuan baik cenderung lebih sering melihat tayangan televisi seputar
formalin sehingga pengetahuan yang dimilikinya mengenai formalin dapat
dikatakan cukup memadai. Sedangkan responden yang berpengetahuan rendah
disebabkan karena kurang edukasinya dan pengetahuan tentang kemanan
pangan yang baik khususnya tentang tahu dan bahan berbahaya lainnya yaitu
formalin. Hal ini dikarenakan tidak ada media informasi atau akses yang
disampaikan kepada para penjual dalam hal peningkatan wawasan keamanan
pangan.

Sehingga presepsi akan bahaya yang ditimbulkan dari bahan berbahaya


makanan seperti formalin tidak tersampaikan. Faktor yang mendukung lainnya
didasarkan dari sifat manusia yang tidak ingin meningkatkan wawasannya
seperti membaca atau mencari informasi lainnya. Berdasarkan hasil observasi
sebagian besar penjual tidak memiliki waktu untuk membaca atau
mengembangkan wawasannya karena jam berdagang dari pagi hingga siang .

Usaha yang perlu dilakukan dalam meningkatkan pengetahuan penjual dengan


cara dilakukan promosi kesehatan baik itu penyuluhan atau pengawasan
tentang keamanan pangan baik dari pihak pasar maupun dari petugas
puskesmas dalam mengedukasi penjual dan dapat memberikan informasi
tentang keamanan pangan berupa selembaran poster atau spanduk dan
lainnya.
78

7.9 Hubungan Sikap Penjual dengan Kandungan Formalin

Hasil uji statistik diperoleh P.Valuenya 0,042 maka dapat disimpulkan bahwa
ada hubungan antara sikap penjual dengan kandungan formalin pada tahu di
Pasar Cengkareng. Dari hasil analisis didapat nilai OR 12,750 (1,262 – 128,778)
yang berarti penjual yang memiliki sikap kurang 12,8 kali lebih beresiko
berjualan tahu yang mengandung formalin dibandingkan dengan penjual tahu
yang memiliki sikap baik.

Sejalan dengan penelitian Putri (2014) ada hubungan antara sikap penjual
dengan keberadaan formalin pada ikan teri asin dengan hasil uji statistik
didapatkan nilai P.Valuenya = 0,006. Penelitian Safitri (2015) juga menunjukkan
bahwa responden yang cenderung memiliki sikap positif sebanyak 64,7%,
sedangkan yang memiliki sikap negatif sebesar 35,3% dan masih ditemukan
sebesar 46,6% tahu mengandung formalin. Penelitian Habibah (2013), juga
menunjukkan hal yang sama bahwa sikap positif juga menjual makanan
berformalin. Dengan demikian semua yang memiliki sikap yang baik bukan tidak
mungkin menjual tahu berformalin.

Sikap menurut Notoatmodjo (2010), merupakan respon yang masih tertutup


terhadap suatu stimulus tetapi melibatkan faktor pendapat dan emosi yang
bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan
sebagainya). Perbedaan antara sikap dan perilaku dari responden dapat
disebabkan oleh adanya suatu reaksi tertutup responden terhadap peneliti
sehingga informasi yang didapatkan mungkin kurang dapat menggambarkan
keadaan yang sebenarnya. Respon tertutup yang mungkin menyebabkan
beberapa responden tidak jujur dalam menjawab. Dari hasil penelitian yang
79

didapatkan juga kemungkinan para responden yang bersikap baik untuk


menutupi perilaku penjualan tahu berformalin yang dilakukannya.

Upaya untuk meningkatkan sikap penjual tahu dapat dilakukan dengan


memperbanyak komunikasi, memberi informasi dan diskusi kelompok sesama
penjual serta diberikan pembinaan dan pengawasan oleh petugas puskesmas
maupun pihak pasar agar penjual tidak melakukan penjualan tahu berformalin di
Pasar Cengkareng.

7.10 Hubungan Tindakan Penjual dengan Kandungan Formalin

Hasil uji statistik diperoleh P.Valuenya 1,000 maka dapat disimpulkan bahwa
tidak ada hubungan antara tindakan penjual dengan kandungan formalin pada
tahu di Pasar Cengkareng. Nilai OR tidak dapat dihitung karena seluruh penjual
tahu yang mengandung formalin tindakannya baik.

Sejalan dengan penelitian Putri (2014) tidak ada hubungan antara tindakan
penjual dengan keberadaan formalin pada ikan teri asin dengan hasil uji statistik
didapatkan nilai P.Valuenya = 0,678.

Menurut Notoatmodjo (2010), sikap belum tentu terwujud dalam tindakan, sebab
untuk terwujudnya tindakan perlu faktor lain antara lain adanya fasilitas atau
sarana dan prasarana. Perilaku memiliki beberapa faktor yang mungkin menjadi
penyebab adanya penjual yang memiliki penilaian tindakan baik namun tetap
menjual tahu berformalin antara lain faktor eksternal (pengalaman, fasilitas,
sosiobudaya), faktor internal (persepsi, pengetahuan, keyakinan, keinginan,
motivasi, sikap dan niat) yang tidak dapat diteliti oleh peneliti lebih mendalam
80

karena keterbatasan penelitian ini. Peneliti mengamati pengetahuan, sikap dan


tindakan penjual melalui kuesioner dan terdapatnya penjual yang mengandung
formalin juga dapat berbanding lurus dengan pengetahuan serta sikap penjual
tersebut. Penjual yang mengandung formalin memiliki tingkat pengetahuan yang
rendah dan memiliki sikap yang kurang sehingga pada akhirnya terjadilah
perwujudan berupa perilaku menjual tahu mengandung formalin.

Responden cenderung menjawab dengan jawaban yang baik. Hal ini


disebabkan karena bentuk pertanyaan mengenai tindakan dalam penelitian ini
berupa positif sehingga sebagian besar responden akan menjawab setuju.
Meskipun tindakan atau respon penjual tahu terhadap hal yang ditanyakan
memberikan hasil yang baik, hal ini belum dapat dilihat langsung dalam bentuk
praktiknya. Terbukti dengan masih adanya tindakan penjual yang baik namun
masih ada yang menjual tahu mengandung formalin yang menyebabkan
perbedaan antara jawaban wawancara dengan hasil uji kandungan formalin
pada tahu dikarenakan respon tertutup dan rasa takut penjual yang mungkin
menyebabkan responden tidak jujur dalam menjawab untuk menutupi perilaku
penjualan tahu berformalin yang dilakukannya.

Upaya untuk menghilangkan agar tidak ada penjualan tahu berformalin dapat
dilakukan dengan meningkatkan pembinaan dan pengawasan baik dari
puskesmas maupun pihak pasar untuk bertindak tegas melarang adanya
penggunaan formalin pada makanan.
BAB 8
KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan di Pasar Cengkareng dari


bulan Mei hingga bulan Juni 2018, maka penulis dapat mengambil kesimpulan
dan saran mengenai hubungan pengetahuan, sikap dan tindakan penjual tahu
dengan kandungan formalin pada tahu di Pasar Cengkareng, sebagai berikut :

8.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan maka dapat


disimpulkan sebagai berikut :

1. Terdapat 24 penjual di Pasar Cengkareng yang menjual jenis tahu,


seperti tahu putih, tahu kuning dan tahu coklat
2. Asal tahu yang dijual di Pasar Cengkareng sebanyak 14 (58,3%) penjual
tahu dari Supplier dan berasal dari produsen sebanyak 10 (41,7%).
3. Terdapat 5 penjual yang mengandung formalin pada tahunya sedangkan
19 penjual lainnya tidak mengandung formalin pada tahunya.
4. Terdapat 10 penjual tahu (41,7%) memiliki pengetahuan yang kurang
sedangkan sisanya 14 penjual tahu (58,3%) memiliki pengetahuan yang
baik.
5. Terdapat 5 penjual tahu (20,8%) memiliki sikap yang kurang sedangkan
sisanya 19 penjual tahu (79,2%) memiliki sikap yang baik.
6. Terdapat 3 penjual tahu (
7. 12,5%) memiliki tindakan yang kurang sedangkan sisanya 21 penjual
tahu (87,5%) memiliki tindakan yang baik.

81
82

8. Tidak ada hubungan antara jenis tahu dengan kandungan formalin pada
tahu di Pasar Cengkareng (p.value = 0,807)
9. Ada hubungan antara pengetahuan penjual dengan kandungan formalin
pada tahu di Pasar Cengkareng. (p.value = 0,006)
10. Ada hubungan antara sikap penjual dengan kandungan formalin pada
tahu di Pasar Cengkareng. (p.value = 0,042)
11. Tidak ada hubungan antara tindakan penjual dengan kandungan formalin
pada tahu di Pasar Cengkareng (p.value = 1,000)

8.2 Saran

8.2.1 Bagi Masyarakat

1. Diharapkan bagi para produsen tahu untuk lebih menambah pengetahuan


bahwa formalin merupakan bahan pengawet yang dilarang karena
bahayanya bagi kesehatan, agar tidak merugikan supplier, penjual tahu dan
juga konsumen tahu khususnya dari segi kesehatan
2. Diharapkan bagi para supplier tahu untuk lebih cerdas memilih untuk
menjual tahu dari produsen mana yang tidak mengandung formalin dan
menambah pengetahuan bahwa formalin merupakan bahan pengawet yang
berbahaya bagi kesehatan, agar tidak merugikan penjual tahu dan juga
konsumen tahu dari segi kesehatan
3. Diharapkan bagi penjual tahu lebih cerdas dalam mengenali ciri-ciri tahu
berformalin serta memperbolehkan konsumen memilih serta memegang tahu
yang akan dibelinya dan menambah pengetahuan bahwa formalin
merukapan bahan pengawet yang berbahaya bagi kesehatan, agar tidak
merugikan konsumen dari segi kesehatan
83

4. Dengan ditemukannya tahu yang mengandung formalin, diharapkan


masyarakat dapat lebih cermat dalam mengenali mana tahu yang
berformalin berdasarkan ciri fisiknya dan baunya. Usahakan membeli tahu
yang tidak langsung dibungkus kemasan plastik dan belilah pada penjual
yang mengizinkan jika tahunya dipegang terlebih dahulu.

8.2.2 Bagi Puskesmas Kecamatan Cengkareng

1. Melaksanakan pembinaan dengan cara melakukan penyuluhan secara rutin


terhadap pedagang tahu di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan
Cengkareng dengan membandingkan langsung antara tahu berformalin
dengan yang tidak dan menjelaskan bahaya jika mengkonsumsi makanan
berformalin.
2. Melakukan pengawasan secara rutin kepada pedagang untuk menyelidiki
kemanan pangan di wilayahnya khususnya pangan jenis tahu yang
mengandung formalin dan memberikan sanksi/teguran secara tegas bagi
pedagang yang menjual tahu berformalin.
3. Membuar dan menyebarluaskan informasi dalam bentuk media elektronik
ataupun cetak, tentang bahan pengawet yang aman digunakan untuk
makanan.

8.2.3 Bagi PD.Pasar Jaya Cengkareng

1. Melakukan pengawasan secara rutin bekerja sama dengan pihak


puskesmas untuk menjaga keamanan pangan berbagai jenis bahan pangan
khususnya tahu di Pasar Cengkareng
84

2. Memberikan sanksi dan mencabut ijin berjualan apabila ada penjual yang
terbukti menjual bahan pangan yang mengandung bahan tambahan
berbahaya pada barang dagangannya, contohnya tahu berformalin.

8.2.4 Bagi Peneliti Selanjutnya

1. Diharapkan dapat meneliti tentang penggunaan formalin pada tingkat


produsen tahu
2. Diharapkan dapat mengamati faktor-faktor prilaku yang berpengaruh
terhadap kandungan formalin pada makanan
3. Diharapkan dapat mengamati penjualan makanan yang diduga mengandung
formalin lainnya seperti kikil, ikan asin, mie dan lainnya
4. Diharapkan dapat melihat kadar formalin secara kuantitatif yang ada dalam
tahu
DAFTAR PUSTAKA

Apriyanti, Nur Ika


2017 Studi Deskriptif Kandungan Formalin Pada Mie
Kuning Basah Di Pasar Tradisional Wilayah
Kecamatan Kebayoran Lama Jakarta Selatan
Tahun 2017

Arikunto, Suharsimi
2002 Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek
(Edisi Revisi V), Jakarta: Rineka Cipta

Cahyadi, Wisnu
2009 Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan
Pangan Edisi Kedua, Jakarta: Bumi Aksara

Habibah, Tristya Putri Zahra


2013 Identifikasi Penggunaan Formalin Pada Ikan Asin
dan Faktor Perilaku Penjual Di Pasar Tradisional
Kota Semarang Tahun 2013

Habsah
2012 Gambaran Pengetahuan Pedagang Mie Basah
Terhadap Perilaku Penambahan Boraks dan
Formalin Pada Mie Basah Di Kantin-Kantin
Universitas X Depok Tahun 2012

Hastono, Sutanto Priyo dan Sabri, Luknis


2010 Statistik Kesehatan, Jakarta: Rajawali

Indrati, Retno. dan Gardjito, Murdijati


2014 Pendidikan Konsumsi Pangan Aspek Pengolahan
dan Keamanan, Jakarta: Kencana
KEPMENKES RI No.519
2008 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pasar Sehat

KEPMENPERINDAG RI No.23
1998 Tentang Lembaga-Lembaga Usaha Pedagangan

Liputan6
2016 Bahan Pangan Mengandung Formalin Masih
Ditemukan Di Jakarta Barat. Diakses pada tanggal
30 Januari 2018 dari :
http://m.liputan6.com/news/read/2462488/bahan-
pangan-mengandung-formalin-masih-ditemukan-di-
jakarta-barat

Nurhayati, Wahyuni
2017 Studi Deskriptif Kandungan Bahan Tambahan
Makanan (Formalin) Pada Tahu di Pasar Wilayah
Kerja Puskesmas Kecamatan Ciracas Tahun 2017

Notoatmodjo, Soekidjo
2010 Ilmu Perikalu Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta

Nugrahiningtyas, Shanty
2010 Analisis Kandungan Formalin Dalam Tahu Putih
Yang Dijual Di Pasar Tradisional dan Supermarket
Di Wilayah Kota Jember

Putri, Meisilvi Rezeki Isa


2014 Hubungan Perilaku Pedagang Terhadap
Kandungan Formalin Pada Ikan Teri ( Stolephorus
sp) Di Pasar Tradisional Kota Magelang Tahun
2014

Pangestuti, Dina Rahayuning ; Rahfludin, M. Zen dan Aziza, Misrina Ulil


2016 Perbedaan Kadar Formalin Pada Tahu Putih Di
Tingkat Produsen Dan Pedagang Kota Semaran
Tahun 2016
PERKA BPOM RI No.36
2017 Tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan
Tambahan Pangan Pengawet

PERMENKES RI No.1168
1999 Tentang Bahan Tambahan Makanan

PERMENKES RI No.033
2012
Tentang Bahan Tambahan Pangan

Safitri, Awaliyah Rizka


2015 Gambaran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku
Penjual Tahu Mengenai Tahu Berformalin Di Pasar
Daerah Semanan Jakarta Barat Tahun 2015

Sarwono,B dan Saragih, Yan Pieter


2003 Membuat Aneka Tahu, Jakarta: Penebar Swadaya

Saparinto, Cahyo dan Hidayati, Diana


2006 Bahan Tambahan Pangan, Yogyakarta: Kanisius

Supranto, J
2000 Statistik Teori dan Aplikasi Edisi Keenam, Jakarta :
Erlangga

UU RI No.18
2012 Tentang Pangan
LAMPIRAN 1
LAMPIRAN 2
LAMPIRAN 3
KUESIONER PENELITIAN UNTUK PEDAGANG YANG MENJUAL TAHU DI PASAR
CENGKARENG
KECAMATAN CENGKARENG
JAKARTA BARAT TAHUN 2018

PETUNJUK
Jawablah semua pertanyaan dibawah ini. Berilah tanda silang dan isilah titik-titik yang telah
disediakan.

A. DATA UMUM
1. Nama : ………………………………………………..
2. Jenis Kelamin : ………………………………………………..
3. Umur : ………………………………………………..
4. Pendidikan
a. Tidak Tamat SD
b. SD
c. SLTP
d. SLTA
e. PT
5. Jenis Tahu :
Tahu Cokelat
Tahu Putih Tahu Kuning

6. Asal Tahu :
a. Membuatan sendiri
b. Produsen
c. Supplier

Lampiran 3 Hal 1 dari 7


B. DATA KHUSUS
I. PENGETAHUAN

1. Apa yang dimaksud dengan bahan tambahan pangan?


a. Suatu zat yang ditambahkan pada pangan guna memperbaiki cita rasa, tekstur,
penampakan atau memperpanjang daya simpan
b. Bahan tambahan makanan yang sengaja ditambahkan kedalam makanan guna
memperbaiki tekstur
c. Bahan tambahan pangan adalah bahan yang harus dimasukkan ke dalam makanan
guna memperbaiki cita rasa
2. Apa saja yang termasuk dalam penggolongan Bahan Tambahan Pangan (BTP) ?
a. Pewarna, pengawet, pemanis, pengeras dan penyebab rasa
b. Formalin, boraks, gula dan garam
c. Sintetis dan Alami
3. Apa saja manfaat dari penggunaan bahan tambahan pangan?
a. Untuk membuat makanan tampak lebih berkualitas, lebih menarik serta rasa dan
teksturnya lebih sempurna
b. Untuk mengawetkan makanan tanpa mengubah tekstur dan kualitas
c. Untuk membuat makanan lebih lezat
4. Apa saja contoh-contoh bahan tambahan pangan?
a. Pengawet, pewarna, pemanis, dan penyedap rasa
b. Pengawet, pewarna, penyedap rasa
c. Gula, garam dan rempah-rempah
5. Apa yang dimaksud dengan bahan pengawet makanan?
a. Bahan yang ditambahkan kedalam makanan dengan tujuan untuk memperpanjang
masa simpan dan memperbaiki tekstur makanan
b. Bahan yang ditambahkan kedalam makanan untuk mengawetkan makanan
c. Bahan yang ditambahkan kedalam makanan untuk membuat tekstur lebih bagus dan
menarik

Lampiran 3 Hal 2 dari 7


6. Apa saja manfaat dari penggunaan pengawet makanan?
a. Untuk membuat makanan tampak lebih berkualitas, lebih menarik, lebih tahan lama
dan teksturnya lebih sempurna
b. Untuk mengawetkan makanan lebih tahan lama dan memperbaiki tekstur
c. Untuk membuat makanan lebih lezat dan makanan lebih awet
7. Apa saja contoh makanan yang mungkin mengandung formalin yang anda ketahui?
a. Tahu, bakso, mie, ikan asin, daging dan kikil
b. Tahu, mie, sayur-sayuran dan buah-buahan
c. Jahe, Kunyit, Biskuit, mie dan ikan asin
8. Apa ciri-ciri tahu berformalin?
a. Tekstur lebih kenyal, tidak rusak lebih dari 3 hari, bau menyengat
b. Tekstur kenyal, bau tidak menyengat, mudah rusak, dalam waktu 2 hari
c. Tekstur padat, tidak berbau dan awet dalam waktu 2 hari
9. Menurut anda, tahu pada umumnya bertahan berapa hari?
a. 1-2 hari
b. 5 hari
c. Lebih dari 5 hari
10. Apakah bapak/ibu mengetahui apa bahaya dari formalin bagi kesehatan?
a. Ya, sakit kepala, diare, terjadi kerusakan hati, dapat menyebabkan kanker
b. Ya, sakit kepala, diare
c. Ya, mual dikemudian hari

II. SIKAP

1. Bagaimana pendapat anda tentang zat pengawet yang digunakan untuk makanan?
a. Zat pengawet yang diizinkan oleh pihak berwenang
b. Zat pengawet yang ada di pasaran
c. Zat pengawet yang dikasih teman/keluarga

Lampiran 3 Hal 3 dari 7


2. Setujukah anda jika formalin dilarang sebagai bahan tambahan makanan?
a. Setuju
b. Kurang setuju
c. Tidak setuju
3. Setujukah anda jika tahu yang dijual tidak mengandung pengawet seperti formalin?
a. Setuju
b. Kurang setuju
c. Tidak setuju
4. Bagaimana pendapat anda untuk pengawasan terhadap makanan?
a. Diawasi minimal setahun sekali oleh pihak terkait seperti puskesmas atau dinas
kesehatan
b. Diawasi minimal 2 tahun sekali
c. Diawasi oleh pihak pasar saja
5. Setujukah anda tentang adanya peraturan yang mengatur tentang penggunaan bahan
pengawet makanan?
a. Setuju
b. Kurang setuju
c. Tidak setuju
6. Bagaimana pendapat anda tentang peningkatan keterampilan dan pengetahuan pedagang
dalam melakukan penjualan tahu ?
a. Diberikan penyuluhan dan pemahaman dari pihak terkait
b. Cukup diberikan tulisan untuk dipelajari sendiri
c. Tidak perlu ada kegiatan
7. Bagaimana pendapat anda, jika bahan makanan yang anda jual terbukti menggunakan
formalin apa yang anda lakukan?
a. Mengganti distributor/membeli ke agen lain yang tidak ada kandungan formalinnya
b. Membiarkan saja
c. Pura-pura tidak tahu

Lampiran 3 Hal 4 dari 7


8. Setujukah anda apabila ada inspeksi dari bpom/puskesmas terhadap sampel makanan
khususnya untuk tahu berformalin?
a. Setuju
b. Kurang setuju
c. Tidak setuju
9. Setujukah anda apabila ada pelarangan dari pihak pasar terhadap pedagang yang
berjualan dipasar apabila diketahui ada formalin pada tahunya?
a. Setuju
b. Kurang setuju
c. Tidak setuju
10. Setujukah anda tahu dibuat dengan bahan baku kedelai dan tidak ada bahan tambahan
lain?
a. Setuju
b. Kurang setuju
c. Tidak setuju
11. Setujukah anda jika ada sanksi terhadap penjual makanan yang mengandung formalin
pada tahu yang dijual?
a. Setuju
b. Kurang setuju
c. Tidak setuju

III. TINDAKAN

1. Apakah bapak/ibu selalu membeli tahu dari distributor yang diawasi pemerintah?
a. Ya, karena aman
b. Kadang-kadang
c. Tidak
2. Apa yang anda lakukan didalam memilih kualitas tahu yang anda gunakan untuk dijual?
a. Memilih tahu yang tidak mengkilat kenyal dan tidak terlalu pucat
b. Tahu tidak lengket
c. Tidak tahu
Lampiran 3 Hal 5 dari 7
3. Apa yang anda lakukan apabila anda mengetahui bahwa tahu yang dijual distributor anda
mengandung formalin?
a. Tidak membeli makanan/bahan makanan ditempat yang sama
b. Mengganti jenis tahu lainnya
c. Dibiarkan saja
4. Apa yang anda lakukan jika anda ingin membeli tahu dengan kondisi sangat kenyal dan
tidak mudah rusak?
a. Tidak membelinya dan membeli di tempat lain
b. Membeli jenis tahu lainnya
c. Membelinya
5. Apa yang anda lakukan bila pedagang lain menggunakan bahan pengawet yang dilarang?
a. Menegurnya dan memperingatkan bahwa hal itu dapat diberi hukuman sanksi
b. Menegurnya
c. Membiarkannya
6. Apa yang anda lakukan bila ada distributor yang memberikan harga murah untuk tahu
berformalin?
a. Tidak membelinya
b. Kadang-kadang membelinya
c. Membelinya
7. Apa yang anda lakukan jika tahu tidak habis terjual (bersisa)?
a. Diawetkan kembali lalu dijual
b. Diretur atau dikembalikan ke distributor
c. Disimpan saja
8. Apakah anda akan mengikuti jika diadakan pembinaan/penyuluhan tentang bahaya bahan
tambahan pangan yang dilarang?
a. Ya
b. Kadang-kadang
c. Tidak

Lampiran 3 Hal 6 dari 7


9. Jika ada pihak bpom/puskesmas mengambil sampel makanan, apakah anda akan
memberikan barang dagangan anda ?
a. Ya
b. Kadang-kadang
c. Tidak
10. Apakah ada pengawasan dari pihak pasar untuk melarang penjualan tahu berformalin?
a. Ya
b. Kadang-kadang
c. Tidak
11. Apakah anda memberikan informasi kepada pembeli jika ada pedagang tahu berformalin
di sekitar lapak?
a. Ya
b. Kadang-kadang
c. Tidak

Lampiran 3 Hal 7 dari 7


LAMPIRAN 4

Lampiran 4 Hal 1 dari 2


Lampiran 4 Hal 2 dari 2
LAMPIRAN 5

Lampiran 5 Hal 1 dari 3


Lampiran 5 Hal 2 dari 3
Lampiran 5 Hal 3 dari 3
LAMPIRAN 6
HASIL UJI STATISTIK

UNIVARIAT

1. DISTRIBUSI FREKUENSI JENIS TAHU

Jenis Sampel Tahu

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tahu Putih 24 33.3 33.3 33.3


Tahu Kuning 24 33.3 33.3 66.7

Tahu Cokelat 24 33.3 33.3 100.0

Total 72 100.0 100.0

2. DISTRIBUSI FREKUENSI ASAL TAHU

Asal tahu yang dijual

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Produsen 10 13.9 41.7 41.7

Supplier 14 19.4 58.3 100.0

Total 24 33.3 100.0

3. DISTRIBUSI FREKUENSI PENGETAHUAN PENJUAL

skor pengetahuan yang dikelompokkan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Kurang 10 13.9 41.7 41.7

Baik 14 19.4 58.3 100.0

Total 24 33.3 100.0

Lampiran 6 Hal 1 dari 7


4. DISTRIBUSI FREKUENSI SIKAP PENJUAL

skor sikap yang dikelompokkan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Kurang 5 6.9 20.8 20.8

Baik 19 26.4 79.2 100.0

Total 24 33.3 100.0

5. DISTRIBUSI FREKUENSI TINDAKAN PENJUAL

skor tindakan yang dikelompokkan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Kurang 3 4.2 12.5 12.5

Baik 21 29.2 87.5 100.0

Total 24 33.3 100.0

Lampiran 6 Hal 2 dari 7


BIVARIAT

1. JENIS TAHU DAN KANDUNGAN FORMALIN

Jenis Sampel Tahu * Hasil uji formalin jenis tahu Crosstabulation

Hasil uji formalin jenis tahu

Positif Negatif Total

Jenis Sampel Tahu Tahu Putih Count 2 22 24

% within Jenis Sampel Tahu 8.3% 91.7% 100.0%

Tahu Kuning Count 1 23 24

% within Jenis Sampel Tahu 4.2% 95.8% 100.0%

Tahu Cokelat Count 2 22 24

% within Jenis Sampel Tahu 8.3% 91.7% 100.0%


Total Count 5 67 72

% within Jenis Sampel Tahu 6.9% 93.1% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymptotic
Significance (2-
Value df sided)
a
Pearson Chi-Square .430 2 .807
Likelihood Ratio .467 2 .792
Linear-by-Linear Association .000 1 1.000
N of Valid Cases 72

a. 3 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum


expected count is 1.67.

Lampiran 6 Hal 3 dari 7


2. PENGETAHUAN DAN KANDUNGAN FORMALIN

skor pengetahuan yang dikelompokkan * Hasil Uji formalin pada tahu Crosstabulation

Hasil Uji formalin pada tahu

Positif Negatif Total

skor pengetahuan yang Kurang Count 5 5 10


dikelompokkan % within skor pengetahuan
50.0% 50.0% 100.0%
yang dikelompokkan

Baik Count 0 14 14

% within skor pengetahuan


0.0% 100.0% 100.0%
yang dikelompokkan
Total Count 5 19 24

% within skor pengetahuan


20.8% 79.2% 100.0%
yang dikelompokkan

Chi-Square Tests

Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 8.842 1 .003
b
Continuity Correction 6.070 1 .014
Likelihood Ratio 10.701 1 .001
Fisher's Exact Test .006 .006
Linear-by-Linear Association 8.474 1 .004
N of Valid Cases 24
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.08.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

For cohort Hasil Uji formalin


.500 .269 .929
pada tahu = Negatif
N of Valid Cases 24

Lampiran 6 Hal 4 dari 7


3. SIKAP DAN KANDUNGAN FORMALIN

skor sikap yang dikelompokkan * Hasil Uji formalin pada tahu Crosstabulation

Hasil Uji formalin pada tahu

Positif Negatif Total

skor sikap yang Kurang Count 3 2 5


dikelompokkan % within skor sikap yang
60.0% 40.0% 100.0%
dikelompokkan

Baik Count 2 17 19

% within skor sikap yang


10.5% 89.5% 100.0%
dikelompokkan
Total Count 5 19 24

% within skor sikap yang


20.8% 79.2% 100.0%
dikelompokkan

Chi-Square Tests

Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 5.874 1 .015
b
Continuity Correction 3.258 1 .071
Likelihood Ratio 5.047 1 .025
Fisher's Exact Test .042 .042
Linear-by-Linear Association 5.630 1 .018
N of Valid Cases 24

a. 3 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.04.
b. Computed only for a 2x2 table

Lampiran 6 Hal 5 dari 7


Risk Estimate

95% Confidence Interval


Value Lower Upper

Odds Ratio for skor sikap


yang dikelompokkan 12.750 1.262 128.778
(Kurang / Baik)
For cohort Hasil Uji formalin
5.700 1.280 25.382
pada tahu = Positif
For cohort Hasil Uji formalin
.447 .151 1.322
pada tahu = Negatif
N of Valid Cases 24

4. TINDAKAN DAN FORMALIN

skor tindakan yang dikelompokkan * Hasil Uji formalin pada tahu Crosstabulation

Hasil Uji formalin pada tahu

Positif Negatif Total

skor tindakan yang Kurang Count 0 3 3


dikelompokkan % within skor tindakan yang
0.0% 100.0% 100.0%
dikelompokkan

Baik Count 5 16 21

% within skor tindakan yang


23.8% 76.2% 100.0%
dikelompokkan
Total Count 5 19 24

% within skor tindakan yang


20.8% 79.2% 100.0%
dikelompokkan

Lampiran 6 Hal 6 dari 7


Chi-Square Tests

Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square .902 1 .342
b
Continuity Correction .036 1 .849
Likelihood Ratio 1.511 1 .219
Fisher's Exact Test 1.000 .479
Linear-by-Linear Association .865 1 .352
N of Valid Cases 24

a. 3 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .63.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

For cohort Hasil Uji formalin


1.313 1.033 1.667
pada tahu = Negatif
N of Valid Cases 24

Lampiran 6 Hal 7 dari 7


LAMPIRAN 7

DOKUMENTASI PENELITIAN

Pengumpulan Data dan Pengambilan Sampel

Pemeriksaan di Laboratorium

Lampiran 7 Hal 1 dari 2


Lampiran 7 Hal 2 dari 2

Anda mungkin juga menyukai