Anda di halaman 1dari 75

GAMBARAN PENGETAHUAN PEDAGANG RUJAK

TENTANG PERSONAL HYGIENE PENJAMAH


MAKANAN DAN TOTAL ANGKA KUMAN
PADA RUJAK DI KECAMATAN
BUKIT BESTARI

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh:
BELA VISTA SARI
NIM. PO 7233315 433

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGPINANG
PRODI DIII KESEHATAN LINGKUNGAN
2018
GAMBARAN PENGETAHUAN PEDAGANG RUJAK
TENTANG PERSONAL HYGIENE PENJAMAH
MAKANAN DAN TOTAL ANGKA KUMAN
PADA RUJAK DI KECAMATAN
BUKIT BESTARI

KARYA TULIS ILMIAH


Untuk memenuhi salah satu syarat
memperoleh gelar Ahli madya Kesehatan Lingkungan

Oleh:
BELA VISTA SARI
NIM. PO 7233315 433

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGPINANG
PRODI DIII KESEHATAN LINGKUNGAN
2018
i
ii
iii
iv
RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Bela Vista Sari


NIM : PO7233315 433
Agama : Islam
Tempat / Tanggal Lahir : Tanjungpinang, 1 Mei 1995
Jenis Kelamin : Perempuan
Nama Ayah : Nazirin
Pekerjaan : Buruh
NO. HP : -
Nama Ibu : Lantenar
Pekerjaan : Guru Paud
NO. HP : -
Nama Saudara Kandung : 1. Niko Saputra
3. Ronlado
4. Asri Wahyuni
5. Andika Saputra
Alamat Lengkap : jalan Arif Rahman Hakim Gg. Natuna Kec
Bukit Bestari
Riwayat Pendidikan :
1. Periode SD : SDN 014 Binaan Bukit Bestari
2. Periode SMP : MTsN Tanjungpinang
3. Periode SMA : SMAN 4 Tanjungpinang Barat
4. Periode DIII : DIII Kesehatan Lingkungan
Poltekkes Kemenkes Tanjungpinang

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini
dengan judul “Gambaran Pengetahuan Pedagang Rujak Tentang Personal
Higiene Penjamah Makanan dan Tota Angka Kuman Pada Rujak di Kecamatan
Bukit Bestari”.
Tujuan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah untuk memenuhi persyaratan
memperoleh gelar Ahli Madya Kesehatan Lingkungan Program Studi Kesehatan
Lingkungan di Politeknik Kesehatan Tanjungpinang.
Dalam penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat bantuan
baik material maupun moril dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Bapak Novian Aldo, SST.MM., selaku Direktur Politeknik Kesehatan
Kementerian Kesehatan Tanjungpinang.
2. Ibu Hevi Horiza, M.Si., selaku Ketua Prodi DIII Kesehatan Lingkungan
Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Tanjungpinang
3. Ibu Zulya Erda, M.Si selaku pembimbing I yang telah sabar, bersedia
meluangkan waktu dan kesempatan bagi penulis untuk berkonsultasi dan
memberikan masukan serta arahan selama menyelesaikan Karya Tulis
Ilmiah ini.
4. Bapak Hendra Dhermawan Sitanggang, M,Epid , selaku pembimbing II yang
telah sabar dan bersedia meluangkan waktu dan kesempatan bagi penulis
untuk berkonsultasi dan memberikan masukan serta arahan selama
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
5. Ibu Weni Enjelina, M.Si selaku penguji yang telah bersedia meluangkan
waktunya untuk mengarahkan selama menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
6. Seluruh Dosen dan Staf Poltekkes Kemenkes Tanjungpinang khususnya
Prodi DIII Kesehatan Lingkungan yang telah banyak membantu penulis
dalam urusan akademik selama menjalani pendidikan di Poltekkes
Kemenkes Tanjungpinang.
7. Penjual rujak di Kecamatan Bukit Bestari yang telah memberikan izin dan
bersedia untuk dijadikan sampel penelitian.

vi
8. Orang tua, yang saya cintai dan sayangi Bapak Nazirin dan Ibu Lantenar
yang selalu memberikan do’a, kasih sayang, dan support yang luar biasa
kepada saya.
9. Seluruh teman-teman mahasiswa angkatan 7 Kesehatan Lingkungan yang
telah memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis untuk
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini, terkhusus Nurul Yutami, SrI Lia
Meiliani, Chandrawasih, Indri Dimas Lestari dan Swastika yang telah
membantu saya.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari
kata sempurna. Untuk itu dengan segala kerendahan hati, penulis sangat
mengharapkan saran yang membangun demi kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah
ini.
Akhir kata, dengan segala keterbatasan penulis berharap kiranya Karya
Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya prodi DIII
Kesehatan Lingkungan.

Tanjungpinang, 6 juli 2018

Penulis

vii
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Politeknik Kesehatan Kemenkes Tanjungpinang
Prodi DIII Kesehatan Lingkungan

Karya Tulis Ilmiah, 6 Juli 2018

GAMBARAN PENGETAHUAN PEDAGANG RUJAK TENTANG PERSONAL


HYGIENE PENJAMAH MAKANAN DAN TOTAL ANGKA KUMAN PADA
RUJAK DI KECAMATAN BUKIT BESTARI TAHUN 2018
Bela Vista Sari1, Zulya Erda, M.Si2, Weni Enjelina, M.Si3

xiv + 44 Halaman + 7 Tabel + 2 Gambar + 5 Lampiran

ABSTRAK

Di Kecamatan Bukit Bestari memang belum terdapat kasus keracunan yang


disebabkan oleh makanan rujak buah, tetapi tindakan preventif dinilai sangat penting
untuk mencegah faktor resiko yang bisa saja muncul akibat terjadinya kontaminasi
terhadap makanan rujak buah, baik berasal dari bahan makanan, orang (penjamah
makanan).
Jenis penelitian ini deskriptif analitik yang mendeskripsikan tingkat pengetahuan
pedagang rujak tentang personal hygiene penjamah makanan di Kecamatan Bukit
Bestari. Populasi dari hasil observasi sebanyak 5 pedagang rujak dan sampel rujak
adalah total populasi.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa tingkat pengetahuan responden memiliki
kategori baik (20%), Cukup (40%), dan Kurang (40%), kemudian hasil ini dibandingkan
dengan hasil uji laborartorium dimana dari hasil uji laboratorium diketahui bahwa tidak
ada satupun sampel yang memenuhi syarat atau semua sampel mengandung total angka
kuman yang melebihi nilai ambang batas ( >1,0 x 104).
Kesimpuan penelitian ini pada variabel pengetahuan tentang personal hygiene
masih dalam kategori cukup, kurang dan semua sampel melewati nilai ambang batas
(NAB) total angka kuman. Berdasarkan hasil tersebut diharapkan pedagang agar mulai
menyediakan sarana sanitasi untuk dapat mningkatkan kualitas personal hygiene
sehingga kualitas makanan dapat terjaga.

Kata Kunci : Pengetahuan, Pedagang Rujak, Personal Hygiene,Total


Angka Kuman
Referensi : 19 Referensi (2001 - 2016)

Keterangan

1. Mahasiswa Kesehatan Lingkungan


2. Dosen Pembimbing 1
3. Dosen Pembimbing 2

viii
Ministry of Health Republic of Indonesia
Health Polytechnic Tanjungpinang
Environmental Health Study Program

Scientific Writing, 6 July 2018

THE DESCRIPTION OF RUJAK SELLER’S KNOWLEDGE ABOUT FOOD


HANDLER’S PERSONAL HYGIENE AND TOTAL MICROBE NUMBER IN
RUJAK AT BUKIT BESTARI DISTRICT IN 2018
Bela Vista Sari1, Zulya Erda, M.Si2, Weni Enjelina, M.Si3

xiv+ 44 Page + 7 Table + 2 Image + 5 Attachment

ABSTRACT

In Bukit Bestari District there is no case of poisoning caused by rujak


food, but preventive measures are considered very important to prevent the risk
factors that may arise due to contamination of food salad rujak, whether from
food, people (food handlers).
This type of descriptive analytic research describes the level of
knowledge of rujak traders about personal hygiene food handlers in Bukit Bestari
Subdistrict. The population of the observation result is 5 rujak merchants and
rujak samples is the total population.
The result of observation of knowledge level of respondent is known to
have good category (20%), Enough (40%), and Less (40%), then this result is
compared with laboratory test results it is known that none of the eligible samples
or all samples contain total germs exceeding the threshold value (> 1.0 x 10 4).
The conclusions of this study on the variable knowledge of personal
hygiene is still in the category of enough, less and all samples pass the threshold
value (NAB) total number of germs. Based on these results, traders are expected
to start providing sanitation facilities to improve the quality of personal hygiene so
that the quality of food can be maintained.

Keywords : Knowledge, Rujak Traders, Personal Hygiene, Total Number of


Germs
Reference : 19 References (2001 – 2016)

Information

1. Environmental Health Student


2. Supervisor 1
3. Supervisor 2

ix
DAFTAR ISI

LEMBAR PENRSETUJUAN ......................................................................... i


LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. ii
LEMBAR PERNYATAAN.............................................................................. iii
LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................ iv
RIWAYAT HIDUP .......................................................................................... v
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vi
ABSTRAK ...................................................................................................... viii
ABSTRACT .................................................................................................... ix
DAFTAR ISI ................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................... 4
1.2 Tujuan Penelitian ........................................................................ 5
1.3.1 Tujuan Umum .................................................................. 5
1.3.2 Tujuan Khusus ................................................................. 5
1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................... 5
1.4.1 Manfaat Teoritis ............................................................... 5
1.4.2 Manfaat Praktis ................................................................ 6
1.5 Ruang Lingkup ............................................................................ 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Definisi Pengetahuan.................................................................. 7
2.1.1 Pengertian.......................................................................... 7
2.1.2 Tingkat Pengetahuan ........................................................ 9
2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan ............ 9
2.2 Makanan ..................................................................................... 10
2.2.1 Pengertian Makanan ......................................................... 10
2.3 Pengertian Personal Hygiene Penjamah Makanan ................... 11
2.3.1 Tujuan Personal Hygiene Penjamah Makanan ................ 12
2.3.2 Persyaratan Penjamah Makanan ...................................... 12
2.4 Kuaitas Makanan ........................................................................ 13

x
2.4.1 Penyakit Bawaan Makanan ............................................... 14
2.4.2 Bakteri Dalam Makanan .................................................... 15
2.4.3 Mikroba Penyebab Foodborn Disease .............................. 16
2.4.4 Kontaminan Makanan........................................................ 19
2.5 Pemeriksaan Mikrobiologi .......................................................... 21
2.5.1 Metode Angka Lempeng (ALT)i ........................................ 21
2.5.2 Metode Total Angka Kuman (TPC) ................................... 21
2.6 Rujak ........................................................................................... 23
2.6.1 Pengertian Rujak ............................................................... 23
2.6.2 Cara Membuat Rujak ......................................................... 25
2.6.3 Rujak Cingur ...................................................................... 26
2.7 Kerangka Teori ........................................................................... 28
BAB III Metodologi Penelitian
3.1 Kerangka Konsep ....................................................................... 29
3.2 Variabel Penelitian ...................................................................... 29
3.3 Jenis Penelitian ........................................................................... 30
3.4 Definisi Operasional dan Aspek Pengukuran ............................ 30
3.4.1 Definisi Operasional .......................................................... 30
3.4.2 Aspek Pengukuran ............................................................ 31
3.5 Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................... 32
3.6.1 Lokasi Penelitian ................................................................ 32
3.6.2 Waktu Penelitian ................................................................ 32
3.7 Populasi dan Sampel Penelitian .................................................. 32
3.7.1 Populasi ............................................................................. 32
3.7.2 Sampel ............................................................................... 32
3.7.3 Teknik Pengambilan Sampel ............................................. 32
3.8 Pengumpulan Data ...................................................................... 33
3.8.1 Jenis Data .......................................................................... 33
3.8.2 Metode Pengumpulan Data ............................................... 33
3.8.3 Instrument/Alat Pengumpulan Data .................................. 33
3.8.4 Prosedur Kerja ................................................................... 33
3.9 Pengolahan Data ........................................................................ 34
3.10 Analisis Data ............................................................................. 35
3.10.1 Anaisis Univariat ................................................................ 35

xi
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ........................................... 36
4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian .............................. 36
4.2 Hasil............................................................................................. 37
4.2.1 Karakteristik Responden .................................................... 37
4.2.2 Data Umum ........................................................................ 39
4.2.3 Hasil Uji Sampel Rujak di Laboratorium BTKL Batam ...... 39
4.3 Pembahasan ............................................................................... 40
4.3.1 Karakteristik Responden .................................................... 40
4.3.2 Gambaran Pengetahuan Penjual Rujak Tentang Personal
Higiene Penjamah Makanan ........................................... 40
4.3.3 Hasil Laboratorium Total Angka Kuman Pada Rujak ........ 42

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan.................................................................................. 45
5.2 Saran ........................................................................................... 45
DAFTAR PUSTAKA

xii
Daftar Tabel

Tabel hal
3.1 Definisi Operasional (DO) ...................................................................... 29
4.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur Pedagang Rujak Di Kecamatan
Bukit Bestari Kota Tanjungpinang .......................................................... 37
4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Pedagang
Rujak Di Kecamatan Bukit Bestari KotaTanjungpinang ........................ 37
4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan Pedagang
Rujak Di Kecamatan Bukit Bestari KotaTanjungpinang ........................ 38
4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Berapa Lama Berjualan
Pedagang Rujak Di Kecamatan Bukit Bestari KotaTanjungpinang ....... 38
4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan
Pedagang Rujak Tentang Personal Higiene Di Kecamatan Bukit Bestari
KotaTanjungpinang ................................................................................ 39
4.6 Hasil Uji Laboratorium Total Angka Kuman Pada Rujak ....................... 39

xiii
Daftar Gambar

Gambar hal
2.2 Kerangka Teori................................................................................................ 28
3.1 Kerangka Konsep ........................................................................................... 25

xiv
Daftar Lampiran

1. Dokumentasi
2. Kusioner
3. Lembar konsul
4. Surat Keterangan Izin Penelitian
5. Hasil Uji Lab
6. Master Tabel Penelitian

xv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Makanan memiliki arti penting dalam kehidupan manusia, karena

didalamnya mengandung zat-zat yang diperlukan untuk mendukung kehidupan

manusia sebagai sumber tenaga dan salah satu faktor yang dapat meningkatkan

derajat kesehatan masyarakat secara optimal adalah penyelenggaraan makanan

yang higiene (Nugroho & Yudhastuti, 2014).

Higiene memiliki hubungan yang erat dengan kesehatan perorangan,

makanan dan minuman. Higiene perorangan sangat di butuhkan dalam

peningkatan derajat kesehatan masyarakat, tubuh yang bersih akan membuat

terhindarnya kita dari kuman-kuman pathogen yang dapat menyebabkan

penyakit. Tetapi walaupun higiene perorangan sangat penting dilakukan, higiene

makanan dan minuman juga tidak kalah penting untuk di lakukan, karena jika

makanan tercemar masuk ke dalam tubuh kita maka kuman patogen akan

langsung menyerang tubuh kita dari dalam (Nugroho & Yudhastuti, 2014).

Di indonesia sendiri penyakit berbasis makanan masih menjadi masalah

kesehatan masyarakat, karena masih sering dilaporkan kejadian keracunan

makanan di banyak daerah. Berdasarkan data dari Sentra Informasi Keracunan

(SIKER) Nasional Badan POM (2014) diketahui bahwa kejadian keracunan

akibat pangan pada bulan Januari-Maret 2014 sebanyak 29 insiden. SIKER

Nasional Badan POM juga mencatat bahwa pada tahun 2014, jumlah insiden

keracunan akibat makanan berada pada posisi teratas dari keseluruhan kasus

1
2

keracunan nasional. Penyakit yang dapat ditularkan melalui makanan atau biasa

disebut dengan foodborne diseases (Syafirah & Andrias, 2012).

Permenkes 1096/Menkes/Per/VI/2011 menerangkan Penjamah makanan

adalah orang yang secara langsung mengelola makanan, jadi akan sangat

memungkinkan jika seorang penjamah makanan sebagai prantara masuknya

suatu penyakit kedalam makanan. Higiene makanan dapat menyebabkan

keracunan karena tidak melindungi dan memelihara makanan dan gangguan

kontaminan seperti kebersihan tangan, peralatan dan bahan supaya menjaga

makanan yang kita pegang, peralatan yang tidak bersih dan bahan yang rusak

tidak menyebabkan berkembangbiaknya mikroba pada makanan (Nuraini &

Susanna, 2014).

Pengetahuan mempengaruhi sikap dan tindakan higiene penjamah dalam

pengolahan makanan apabila dalam diri penjamah tertanam tentang pentingnya

menjaga kesehatan dan kebersihan diri, karena pada dasarnya higiene

penjamah adalah mengembangkan kebiasaan yang baik untuk menjaga

kesehatan, maka sebetulnya hal ini dapat diketahui saat penjamah mengolah

makanannya (Yosvita, dkk 2011).

Hasil penelitian nilai ketercapaian untuk pengaruh pengetahuan terhadap

perilaku dengan nilai 0.043 yang artinya terdapat pengaruh positif antara tingkat

pengetahuan seseorang terhadap perilaku higiene di Kantin SMA

Muhammadiyah 2 Surabaya. Nilai ketercapaian 0,527 untuk sikap terhadap

perilaku higiene yang artinya tidak terdapat pengaruh sikap terhadap perilaku

higiene penjamah makanan, ada pengaruh yang positif pada tingkat

pengetahuan, pengetahuan tidak hanya diperoleh melalui pendidikan formal saja

tetapi juga dan pendidikan non-formal, sedangkan untuk sikap tidak memberikan
3

pengaruh terhadap perilaku higiene karena pembentukan sikap seseorang

dipengaruhi oleh faktor internal (pengetahuan dan sikap) dan eksternal

(lingkungan dan budaya), (Avrilinda, 2016).

Berdasarkan hasil penelitian Isnawati tahun (2012) ditemukan bahwa

75% sampel positif mengandung bakteri coliform dimana bakteri coliform>240

MPN/100 ml serta yang mempengaruhi kontaminasi bakteri coliform yaitu

personal higiene dan hasil penelitian Supyansyah, dkk (2015) ditemukan bahwa

sampel berdasarkan angka kuman yang tidak memenuhi syarat sebesar 53.3%

yang mempengaruhi angka kuman yaitu personal higiene yang kurang baik

(Lestari, dkk, 2015).

Salah satu makanan yang banyak mengandung air sehingga

memudahkan perkembang biakan mikroba adalah buah buahan. Buah buahan

adalah salah satu makanan yang banyak di gemari oleh masyarakat karena

Buah menjadi pelengkap kebutuhan pangan manusia yang mempunyai banyak

variasi rasa, warna, dan serat yang bermanfaat untuk kesehatan. Selain

dikonsumsi secara langsung buah dapat dikonsumsi dalam berbagai bentuk

olahan, salah satunya rujak (Nisa & Rahayu, 2016).

Zaman sekarang banyak ditemukan berbagai macam pedagang makanan

dan minuman di lingkungan sekitar kita, salah satunya dengan adanya pedagang

di Kecamatan Bukit Bestari merupakan salah satu Kecamatan yang terdapat

banyak pedagang dengan berbagai macam makanan yang dijual. Salah satu

jenis makanan yang dijual adalah rujak buah. Rujak merupakan salah satu jenis

kudapan atau makanan cemilan yang digemari masyarakat dan kaya akan

kandungan vitamin. Di sisi lain rujak merupakan makanan yang berpotensi dan
4

berisiko tinggi terkontaminasi mikroba karena disajikan dalam keadaan tidak

masak dan berair serta tanpa menggunakan penjepit, sarung tangan palastik.

Di Kecamatan Bukit Bestari memang belum terdapat kasus keracunan

yang disebabkan oleh makanan rujak buah, tetapi tindakan preventif dinilai

sangat penting untuk mencegah faktor resiko yang bisa saja muncul akibat

terjadinya kontaminasi terhadap makanan rujak buah, baik berasal dari bahan

makanan, orang (penjamah makanan), tempat dan peralatan supaya aman di

konsumsi dan mencegah kejadian penyakit ataupun keracunan disebabkan oleh

makanan karena semua kasus keracunan makanan tidak dapat dihindari apabila

terkontaminasi oleh zat-zat berbahaya telah terjadi (Nugroho &Yudhastuti, 2014)

Berdasarkan Hasil pengamatan yang dilakukan pada 5 orang penjual

rujak buah dikecamatan Bukit Bestari, tidak semua pedagang menggunakan

sarung tangan (plastik) sepenjang proses pembuatan , selain itu pedagang

berjualan ditempat yang memungkinkan terjadinya kontaminasi pada makanan,

baik secara fisik seperti debu maupun secara mikrobiologi. Dalam hal ini penulis

menemukan ketidaksesuaian antara apa yang terjadi dilapangan dengan

Permenkes 1096/Menkes/Per/VI/2011 yang mengatur mengenai masalah terkait,

oleh sebab itu penulis tertarik mengangkat gambaran pengetahuan pedagang

rujak tentang personal hygiene penjamah makanan dan total angka kuman pada

rujak di Kecamatan Bukit Bestari ini sebagai karya tulis ilmiah.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah pada

penelitian ini adalah bagaimanakah gambaran pengetahuan personal hygiene


5

penjamah makanan dan total angka kuman pada rujak di kecamatan Bukit

Bestari.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran pengetahuan pedagang rujak tentang

personal hygiene penjamah makanan dan total angka kuman pada rujak di

kecamata Bukit Bestari

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Diketahuinya pengetahuan pedagang rujak tentang personal hygiene

makanan

b. Diketahuinya nilai total angka kuman pada rujak

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teorotis

Memberi tambahan ilmu bagi peneliti tentang gambaran pengetahuan

personal hygiene penjamah makanan dan total angka kuman pada rujak di

Kecamatan Bukit Bestari

1.4.2 Manfaat praktis

a. Bagi pedagang

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan masukan kepada

pedagang rujak agar lebih memperhatikan personal hygiene terhadap

kualitas makanan, untuk menjaga keamanan rujak yang dijual supaya

makanan tersebut aman bagi kesehatan konsumennya


6

b. Bagi peneliti

Menambah wawasan dan pengetahuan dalam melaksanakan penelitian

khususnya yang terkait dengan personal hygiene terhadap makanan dari

para pedagang rujak dan total angka kuman pada rujak

c. Bagi instansi

Sebagai bahan acuan untuk melakukan penelitian lebih lanjut

1.5 Ruang Lingkup

Studi ini ingin mengetahui gambaran pengetahuan pedagang rujak

tentang personal hygiene penjamah makanan dan total angka kuman pada rujak

di Kecamatan Bukit Bestari.


7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Pengetahuan

2.1.1 Pengertian

Pengetahuan ialah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang

melakukan pengindraan terhadap obyek tertentu. Pengindraan terjadi melalui

panca indera manusia yaitu: indera penglihatan (mata), pendengaran (telinga),

penciuman (hidung), rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia

diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2010).

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya perilaku atau tindakan seseorang, karena dari pengalaman dan

penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih

langgeng dari dan perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Terbentuknya

suatu perilaku dimulai dari domain kognitif (pengetahuan). Dalam arti subyek

diluarnya sehingga menambahkan pengetahuan baru pada subyek tersebut.

2.1.2 Tingkat Pengetahuan

Secara garis besar pengetahuan seseorang dibagi dalam 6 tingkatan,

yaitu:

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah

mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang

dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini

merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah

7
8

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai sesuatu kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang telah paham

terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan

contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek

yang dipelajari.

c. Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu

objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam satu struktur

organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e. Sintesis (synthesis)

Menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menyambungkan bagian – bagian didalam suatu bentuk keseluruhan

yang baru, dengan kata lain Sintesis adalah kemampuan untuk menyusun

formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian

terhadap suatu materi atau objek.


9

2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang

menurut (Hendra, 2008 dalam saputra 2011, dalam Ambok Tang 2015). Antara

lain :

a. Pendidikan

Tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang

menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh, pada

umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang semakin baik pula

pengetahuanya

b. Pengalaman

Pengalaman merupakan guru yang terbaik. Pepatah tersebut dapat

diartikan bahwa pengalaman merupakan sumber pengetahuan, atau

pengalaman itu suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetauan,

oleh sebab itu pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya

untuk memperoleh pengetahuan hal ini dilakukan dengan cara

mengulang kembali pengalaman

c. Umur

Makin tua umur seseorang maka proses – proses perkembangan

mentalnya bertambah baik, akan tetapi pada umur tertentu,

bertambahnya proses perkembangan mental ini tidak secepat seperti

ketika berumur belasan tahun (Singgih, 1998 dalam Hendra AW, 2008).

Selain itu Abu Ahmadi, 2001 dalam Hendra AW, 2008 juga

mengemukakan bahwa memang daya ingat seseorang itu salah satunya

dipengaruhi oleh umur. Dari uraian ini maka dapat kita simpulkan bahwa

bertambahnya umur seseorang dapat berpengaruh pada pertambahan


10

pengetahuan yang diperolehnya, akan tetapi pada umur-umur tertentu

atau menjelang usia lanjut kemampuan penerimaan atau mengingat

suatu pengetahuan akan berkurang.

d. Informasi

Informasi akan memberikan pengaruh pada pengetahuan seseorang.

Meskipun seseorang memiliki pendidikan yang rendah tetapi jika ia

mendapatkan informasi yang baik dari berbagi media misalnya TV, radio

atau surat kabar maka hal itu akan dapat meningkatkan pengetahuan

seseorang .

2.2 Makanan

2.2.1 Pengertian Makanan

Makanan merupakan. Salah satu kebutuhan pokok manusia untuk dapat

melangsungkan kehidupan selain kebutuhan sandang dan perumahan. Makanan

selalu mengandung nilai gizi juga merupakan media untuk dapat berkembang

biaknya mikroba atatu kuman terutama makanan yang mudah membusuk yaitu

makanan yang banyak mengandung kadar air serta nilai protein yang tinggi.

Kemungkinan lain masuknya atau beradanya bahan-bahan berbahaya seperti

bahan kimia, residu pestisida serta bahan lainnya antara lain debu, tanah,

rambut, manusia dapat berpengaruh buruk terhadap kesehatan manusia

(Depkes RI, 2010(dalam (utami, 2017) Kemudian menurut Moetarjemi,(2003)

dalam Sofiana E, (2012) makan yang dikonsumsi hendaknya memenuhi kriteria

bahwa makanan tersebut layak untuk dimakan dan tidak menimbulkan penyakit

diantaranya:
11

1. Berada dalam derajat kematangan yang dikehendaki

2. Bebas dari pencemaran di setiap tahap peroduksi dan penanganan

selanjutnya

3. Bebasa dari perubahan fisik, kimia yang tidak dikehendaki, sebagai akibat

dari pengaruh enzim, aktifitas mikroba, hewan pengerat, serangga, parasit

dan kerusakan – kerusakan karena tekanan pemasakan dan pengeringan

4. Bebas dari mikroorganisme dan parasit yang menimbulkan penyakit yang

dihantarkan oleh oleh makanan (food borne alnes).

2.3 Pengertian Personal Hygiene Penjamah Makanan

Personal hygiene ( hygiene perorangan ) berasal dari bahasa yunani yaitu

personal yang artinya perorangan dan hygiene berarti sehat. Kebersihan

perorangan adalah cara perawatan diri manusia untuk memelihara kesehatan

mereka. Kebersihan perorangan sangat penting untuk diperhatikan.

Pemeliharaan kebersihan perorangan diperlukan untuk kenyamanan individu,

keamanan, dan kesehatan (Potter, 2005 dalam Lestari 2015).

Menurut Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1098/Menkes/SK/2003 Penjamah makanan adalah orang yang secara langsung

berhubungan dengan makanan dan peralatan mulai tahap persiapan,

pembersihan, pengolahan, pengangkutan, sampai penyajian.

Hygiene perorangan disebut juga kebersihan diri, kesehatan perorangan

atau personal hygiene. Higiene merupakan ilmu yang berhubungan dengan

masalah kesehatan dan berbagai usaha untuk mempertahankan atau

memperbaiki kesehatan. Sehingga higiene perorangan merupakan ilmu yang


12

berhubungan dengan masalah kesehatan perorangan pada penjamah makanan

(Purnawijayanti,2001).

2.3.1 Tujuan Personal Hygiene Penjamah Makanan

Tujuan Personal Hygiene Penjamah Makanan adalah :

a. Meningkatkan derajat kesehatan seseorang

b. Memelihara kebersihan diri

c. Memperbaiki personal hygiene yang kurang

d. Pencegahan penularan penyakit

e. Meningkatkan percaya diri seseorang

f. Menciptakan keindahan

2.3.2 Persyaratan Penjamah Makanan

penjamah makanan dalam melakukan kegiatan pelayanan penanganan

makanan harus memenuhi persyaratan antara lain (Kepmenkes No

942/Menkes/SK/VII/2003) :

a. Tidak menderita penyakit mudah menular misal : batuk, pilek, influenza,

diare, penyakit perut sejenisnya

b. Menutup luka (pada luka terbuka/bisul/ atau luka lainnya)

c. Menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku, dan pakaian

d. Memakai celemek, dan tutup kepala

e. Mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan

f. Menjamah makanan harus memakai alat/ Perlengkapan, atau dengan

alas tangan

g. Tidak sambil merokok, menggaruk anggota badan ( telinga, hidung,

mulut, atau bagian lainnya


13

h. Tidak batuk atau bersin dihadapan makanan jajanan yang disajikan dan

atau tanpa menutup mulut dan hidung

2.4 Kualitas Makanan

Salah satu indikator untuk mengetahui kualitas makanan adalah dengan

mengetahui kandungan mikrobiologi dalam makanan. Mikrobiologi adalah ilmu

yang sangat penting dalam suatu teknologi pangan karena berhubungan erat

dengan kerusakan makanan. Bila makanan melalui proses pemanasan dan tetap

ditemukan mikroba saat pengujian maka hal ini terjadi rekontaminasi atau

pertumbuhan mikroba lagi. Air merupakan salah satu faktor yang sangat

menentukan kualitas dari makanan, karena air berperan disetiap proses

pengolahan makanan. Air yang digunakan harus memenuhi persyaratan yang

diperlukan (Susilowati, 2008:20)

Beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas makanan baik secara

langsung maupun tidak langsung yang berpengaruhi terhadap makanan:

1. Air, sangat erat hubunganya dengan makanan karena air diperlukan

dalam semua proses pengolahan makanan, dan air sangat menentukan

kualitas makanan

2. Air kotor (swage) merupakan sumber dari kuman – kuman pathogen,

terutama yang berasal dari saluran pencernaan

3. tanah yang mengandung mikroorganisme dapat mengkontaminasi

makanan dengan cara terbawa oleh alat – alat masak kedalam tempat

penyimpanan makanan, akhirnya sampai makanan, terikat pada bagian

tanam – tanaman atau sayuran, melalui makanan yang dibungkus


14

dengan bahan-bahan kertas yang terkontaminasi tanah yang

mengandung mikroorganisme

4. Udara, adanya mikroorganisme diudara karena terbawa oleh partikel –

partikel debu, air atau titik ludah yang disebarkan oleh orang dan

hewwan. Tergantung juga dari musim, lokasi dan pergerakan udara

5. Manusia merupakan sumber paten dari kualitas makanan, karena

manusia menangani makanan dari bahan mentah sampai penyajian

6. Hewan ternak atau peliharaan, bakteri yang bersifat pathogen berasal

dari hewan ternak yang sering berhubungan dengan peristiwa keracunan

makanan

7. Binatang pengerat atau tikus, merupakan ancaman terkontaminasi

terutama bagian sayuran atau buah sejak di petik, diangkut, disimpan,

diolah dan disajikan

8. Serangga, khususnya lalat dapat mengkontaminasi makanan melalui

seluruh tubuhnya yang membawa kotoran – kotoran dan bibit penyakit

yang berasal dari kotoran manusia atau air buangan

2.4.1 Penyakit Bawaan Makanan

Arisman (2009) menyatakan bahwa penyakit bawaan makanan adalah

penyakit yang ditularkan lewat makanan, tanpa memperdulikan apakah

mikroorganisme (bakteri, virus dan parasit) tersebut menghasilkan racun atau tidak

dalam praktiknya, foodborne disease dibagi menjadi tiga, antara lain:

a. Foodborne infections

Masuknya mikroorganisme pathogen kedalam tubuh dan menetap. Pada

umumnya mikroorganisme pathogen itu antara listeria, salmonella dan

campyiobacteri
15

1. Foodborne toxicoinfections

Adalah ketika mikroorganisme menghasilkan racun dan berkembang biak

didalam saluran pencernaan. Dalam arti, yang berbahaya tidak hanya

mikroorganismenya saja tetapi juga racun yang dihasilkannya contohnya

adalah Clostridium Perfrigens dan Echeria coli O157. H7.

2. Foodborne intoxications

Terjadi akibat mengkonsumsi makanan yang mengandung racun. Racun

ini dihasilkan saat pertumbuhan bakteri (enteiotoksin)

2.4.2 Bakteri dalam Makanan

Bakteri dalam makanan melakukan pertumbuhan dengan cara biner,

yang berarti satu sel membelah menjadi dua sel. Semua bakteri yang dalam

makanan bersifat heterofilik, yaitu membutuhkan zat organik untuk pertumbuhan.

Bakteri heterolifik dalam metabolismenya menggunakan protein, karbohidrat,

lemak dan komponen makanan lainnya yang sebagai sumber karbon dan energi

untuk pertumbuhannya Makanan dan produk sehari – hari dapat terkontaminasi

oleh bakteri baik pathogen maupun non pathogen, melalui bermacam – macam

cara dari berbagai sumber, diantarannya:

a. Tanah dan air : organisme penyebab penyakit yang ditemukan dalam air

tanah serta dapat menkontaminasi makanan adalah anggota dari

Alcaligenis, Bacillus, Citrobacter, Clostridium, Pseudomonas,

Enterobacter dan Micrococcus

b. Alat – alat makan : organism – organisme yang ditemukan peralatan

makan tergantung pada jenis makanan yang ditangani

c. Mikroorganisme Entrik
16

d. Penjamah makanan : orang yang menangani makanan lebih sering

mengkontaminasi makanan, hal ini karena mikroorganisme baju atau

tangan terpindah. Penjamah makanan dengan personal higiene yang

buruk dari kebiasaan sanitasi yang tidak baik, lebih sering

mengkontaminasi makanan dengan organisme entrik

Pengendalian dan pengurangan jumlah mikroorganisme yang

mengkontaminasi makanan atau yang terdapat dalam makanan dapat dilakukan

dengan melakukan praktek kesehatan yang baik pada saat menyiapkan,

menangani, mengolah makanan (Siti Fathonah, 2005:7).

2.4.3 Mikroba Penyebab Foodborn Disease

Menurut Sumantri (2013), mikroorganisme yang mengontaminasi

makanan terjadi karena beberapa sebab, yaitu terbawa dari bahan makanan saat

proses produksi atau dari penjamah itu sendiri. Bakteri pencemar makanan

antara lain Staphylococcus aureus, Clostridium perfringens, Eschericia coli,

Streptococcus dan salmonella. Bakteri ini dapat ditularkan melalui hidung,

tenggorokan, kulit, dan tangan oleh penjamah makanan. Menurut Kusumaningsih

(2010), beberapa bakteri penyebab food borned disease antara lain :

a. Vibrio spp

ada tiga spesies vibrio yang dapat mengakibatkan foodborne diseases

pada manusia, yaitu vibrio cholera, vibrio parahaemolyticus, dan vibrio

vulminicus. Kasus foodborne disease yang disebabkan oleh vibrio sp

umumnya ditularkan melalui makanan hasil laut. Infeksi yang disebabkan

oleh vibrio cholera biasanya dikenal dengan gejala gastroenteritis dan

akut, apabila tidak diobati dengan cepat, maka dapat mengakibatkan

dehidrasi cepat dengan diikuti asidosis dan shock, serta dapat


17

mengakibatkan kematian. Gejala klinis yang disebabkan oleh vibrio

cholerae lebih ringan, tetapi disertai muntah, mual, septikimia, namun

jarang disertai dengan diare encer

b. Clostridium spp

Bakteri Clostridium perfringens dan Clostridium botulinum umurnya

terdapat di alam, misalnya tanah, sampah, debu, kotoran hewan dan

manusia, serta bahan makanan asal hewan. Gejala penyakit yang

ditimbulkan akibat terkonsumsi bakteri Clostridium botilinum biasanya

mengalami perut mulas, muntah, diare, dan dilanjutkan dengan serangan

syaraf (neourologis), penglihatan kabur, gangguan refleksi terhadap

cahaya, kelumpuhan (paralisis) pada tenggorokan sehingga tidak dapat

menelan, selanjutnya diikuti oleh kelumpuhan otot yang menyebabkan

lidah dan leher tidak dapat digerakkan. Clostridium perfringens

merupakan penyebab utama keracunan pada manusia, gejala keracunan

yang disebabkan dapat berupa sakit perut dibagian bawah, diare dan

pusing-pusing. Clostridium perfingens juga umum ditemukan di alam,

bahkan dapat ditemukan pada permukaan tubuh orang sehat.

c. Escherichia coli

Escherichia coli merupakan bakteri yang terdapat pada pencernaan

manusia. Bakteri Escherichia coli masuk dalam salah satu bakteri

indikator sanitasi. Escherichia coli patogenik penyebab diare. Salah satu

serotype EHEC pada manusia adalah Escherichia coli O157H7 yang

mengakibatkan diare berdarah. Apabila infeksi berlanjut dapat

menimbulkan komplikasi yang mengakibatkan sindrom uremik hemolitik

pada anak-anak dan usia lanjut. Echeria coli patogenik ini banyak
18

mencemari daging sapi, susu, air tanpa proses, sayuran mentah, dan

aneka jus tanpa pasteuresasi. Gejala umum infeksi Escherichia coli

diantaranya diare berdarah, muntah, nyeri abdomen, dan kram perut.

d. Bacillus antrhacis

Bacillus antrhacis dapat diawali dari tanah yang mengandung spora

Bacillus antrhacis yang menginfeksi luka, terhirup pernapasan atau

bersama makanan yang tercemar masuk saluran pencernaan. Gejala

penyakit akibat bakteri Bacillus anthracis pada manusia dikenal tiga tipe

atau bentuk, yaitu tipe kulit (kutaneus), pernapasan (respirasi), dan

pencemaran (intestinal). Gejala yang dapat diamati pada tipe kutaneus

adalah bentuk kulit bersifat local, timbul bungkul merah pucat

(karbungkel) yang berkembang menjadi nekrotik dengan luka kehitaman.

Gejala klinis tipe pernapasan berupa sesak nafas di daerah dada, batuk,

dan demam. Gejala bentuk pencernaan berupa nyeri dibagian perut,

demam, mual, muntah, nafsu makan menurun, diare berdarah karena

inflamasi pada usus halus

e. Salmonella spp

Salmonella typhi dan salmonella paratyphi menyebabkan demam tifoid,

lebih dikenal dengan penyakit tifus. Gejala klinis yang ditimbulkan akibat

tertelan bakteri salmonella typhi dan salmonella paratyphi berupa pusing,

diare, mual, muntah, kontstipasi, pusing, demam tifoid atau demam tinggi

terus-menerus. Bakteri salmonella spp dapat ditularkan melalui berbagai

jenis pangan asal ternak, seperti daging sapi, daging unggas dan

telurnya.
19

2.4.4 Kontaminan Makanan

Kontaminasi makanan adalah terdapatnya bahan atau organisme

berbahaya tersebut disebut kontaminan. Keberadaan kontaminan dalam bahan

makanan kadang – kadang hanya mengakibatkan penurunan nilai estetika dari

makanan. Misalnya ada sehelai rambut dalam makanan. Meskipun demikian

kontaminan dapat pula menimbulkan efek yang lebih merugikan antara lain sakit

dan perlukaan akut, bahkan kematian bagi orang yang mengkonsumsi makanan

yang terkontaminasi (Siti Fathonah, 2005:7-8)

Terdapatnya kontaminan langsung dalam makanan dapat berlangsung

melalui dua cara yaitu:

a. Kontaminasi langsung

Kontaminasi langsung adalah kontaminasi yang terjadi pada bahan

makanan mentah, baik tanaman ataupun hewan yang diperoleh dari

tempat hidup atau asal bahan makanan tersebut. Contoh kontaminasi

langsung missal terdapatnya mikroba pada sayuran yang berasal dari

tanah, air, atau udara disekitar tempat tumbuhan tanaman, kontaminasi

insektisida pada tanah atau terdapatnya ganggang laut beracun pada

kerang

b. Kontaminasi Silang adalah kontaminasi pada bahan makanan mentah

ataupun makan masak melalui prantara. Bahan kontaminan dapat berada

dalam makanan melalui berbagai pembawa antara lain serangga, tikus,

ataupun manusia yang menangani makanan tersebut, yang biasanya

merupakan prantara utama. Kontaminasi silang dapat terjadi selama

makanan ada dalam tahap persiapan, pengolahan, pemasakan, atau

penyajian. Dalam hal terjadinya kontaminasi langsung dan mencegah


20

terjadinya kontaminasi silang selama penanganan makanan (Arisman,

2009:7).

Macam kontaminan yang sering terdapat dalam makanan dapat

dibedakan menjadi 3 yaitu::

1) Kontaminan Biologis

Kontaminan biologis adalah organisme hidup yang menimbulkan

kontaminasi dalam makanan. Organisme yang hidup yang sering

menjadi kontaminan atau pencemar bervariasi, mulai dari yang

berukuran cukup besar seperti serangga sampai yang amat kecil

seperti mikroorganisme. Mikroorganisme adalah pencemar yang

harus diwaspadai, karena keberadaanya dalam makanan sering

tidak disadari, sampai menimbulkan akibat – akibat yang tidak

diinginkan. Seperti kerusakan makanan atau keracunan makanan.

Jenis mikroorganisme yang sering menjadi pencemar dalam

makanan adalah bakteri, fungi, parasit dan virus

2) Kontaminan Kimiawi

Kontaminan kimiawi adalah berbagai macam bahan atau unsur kima

yang menimbulkan pencemaran atau kontaminasi pada bahan

makanan. Berbagai jenis atau unsur kimia berbahaya dapat berada

dalam makanan melalui beberapa cara antara lain : terlarutnya alat

pengolahan makanan, sisa antibiotik, pupuk, insektisida, pestisida

atau herbisida pada tanaman dan hewan, bahan pembersih atau

sanitaizer kimia pada peralatan pengolahan makanan yang tidak

bersih pembilasannya (BPOM RI, 2007)


21

3) Kontaminan Fisik

Kontaminan fisik adalah benda – benda asing yang terdapat dalam

makanan, padahal benda – benda tersebut bukan menjadi bagian

dari bahan makanan tersebut, contoh terdapatnya paku, pecahan

kaca, serpihan logam, isi staples, lidi, kerikil, rambut, dan benda –

benda asing lainnya. Benda – benda ini akan merupakan

kontaminan fisik yang dapat menurunkan nilai estetis makanan dan

juga dapat menimbulkan luka serius bila tertelan

(Purnawijayanti,2001:50).

2.5 Pemeriksaan Mikrobiologi

2.5.1 Metode Angka Lempeng Total (ALT)

Metode kuantitatif digunakan untuk mengetahui jumlah mikroba yang ada

pada suatu sampel, umumnya dikenal dengan angka lempeng total (ALT). uji

angka lempeng total (ALT) dan lebih tepatnya ALT aerob mesofil atau anaerob

mesofil menggunakan media padat dengan hasil akhir berupa koloni yang dapat

diamati secara visiual berupa angka dalam koloni (cfu) per ml/g atau koloni/100ml.

cara yang digunakan antara lain dengan cara tuang, cara tetes cara sebar

(BPOM, 2008).

2.5.2 Metode Total Angka Kuman (TPC)

Pertumbuhan mikroorganisme yang membentuk koloni dapat dianggap

bahwa setiap koloni yang tumbuh bersala dari satu sel, maka dengan

menghitung jumlah koloni dapat diketahui penyebaran bakteri yang ada pada

bahan. Jumlah mikroba pada suatu bahan dapat dihitung dengan berbagai
22

macam cara, tergantung pada bahan dan jenis mikrobanya, Metode penghitung

sel mikroorganisme dibagi menjadi 2 yaitu :

a. Secara tidak langsung yaitu jumlah mikroba dihitung secara keseluruhan

baik yang mati atau yang hidup atau hanya untuk menentukan jumlah

mikroba yang hidup saja dengan menggunakan Total Plate Count (TPC)

b. Secara langsung yaitu jumlah mikroba dihitung secara keseluruhan, baik

yang mati atau yang hidup dengan alat Haemocytometer (Dwidjoseputro,

2005).

Prinsip dari metode hitung cawan adalah bila sel mikroba yang masih

ditumbuhkan pada medium, maka mikroba tersebut akan berkembang biak dan

membentuk koloni yang dapat dilihat langsung, dan kemudian dihitung tanpa

menggunakan mikroskop. Metode ini merupakan cara paling sensitive untuk

menentukan jumlah jasad renik, dengan alasan :

1) Hanya sel mikroba yang hidup dapat dihitung

2) Beberapa jasad renik dapat dihitung sekaligus

3) Dapat digunakan untuk isolasi, dan identifikasi mikroba karena koloni

yang gterbentuk mungkin berasal dari mikroba yang mempunyai

penampang spesifik (Dwidjoseputro, 2005)

Selain keuntungan tersebut diatas, metode hitungan cawan juga

mempunyai kelemahan sebgai berikut :

a. Hasil perhitungan tidak menunjukkan jumlah sel yang sebenarnya, karena

beberapa sel yang berdekatan mungkin membentuk koloni

b. Medium dan kondisi inkubasi yang berada mungkin menghasilkan jumlah

yang berbeda pula


23

c. mikroba yang ditimbulakan harus dapat tumbuh pada medium padat dan

membentuk koloni yang kompak, jelas dan tidak menyebar

d. Memerlukan persiapan dan waktu inkubasi relative lama sehingga

pertumbuhan koloni dapat dihitung (Dwodjoseputro, 2005).

Metode hitung cawan dibedakan atas dua cara, yaitu metode tuang (pour

plate), dan metode (surface / spread plate). Pada metode tuang sejumlah sampel

( 1 ml atau 0,1 ml) dari pengenceran yang dikehendaki dimasukkan kecawan

petri, kemudian ditambah agar-agar cair steril yang didinginkan (45-47oC)

sebanyak 15-20 ml dan digoyangkan supaya sampelnya menyebar. Pada

pemupukan dengan metode permukaan, terlebih dahulu dibuat agar cawan petri

dan sebanyak 0,1 ml sampel yang telah diencerkan dipipet pada permukaan

agar-agar tersebut. Kemudian diratakan dengan batang gelas melengkung yang

steril. Jumlah koloni dalam sampel dapat dihitung sebagai berikut :

Jumlah koloni = jumlah koloni pada cawan x 1/faktor pengenceran

2.6 Rujak

2.6.1 Pengertian Rujak

Rujak adalah makanan tradisional atau makanan camilan masyarakat

Indonesia yang terbuat dari berbagai macam campuran macam buah yang

kemudian dibubuhi sambal. Rujak terdiri dari berbagai jenis macam rujak yang

meliputi rujak buah, rujak cerut, rujak cingur, rujak gobet, rujak manis, rujak petis,

rujak soto dan rujak tahu (Anonim, 2008:6).

Buah mudah sekali mengalami perubahan fisiologis, kimia dan fisik

apabila tidak ditangani secara cepat. Akibatnya mutu akan mengalami

penurunan secara drastis, buah menjadi tidak segar lagi dalam waktu yang
24

sangat singkat. Kerusakan yang terjadi dapat berupa kerusakan mekanis,

fisiologis, kimia dan mikrobiologis. Mutu olahan hasil buah sangat dipengaruhi

oleh mutu bahan dasar dari buah , cara pengolahan serta sanitasinya. Produk

hasil olahan buah ialah rujak, sari buah, selai jelli, manisan, acar, buah

kering, saus dan lain sebagainya. Penanganan buah segar sangat

diperlukan untuk menjaga mutu buah yang dihasilkan.

Buah yang dipasarkan dalam keadaan segar menghendaki mutu

yang baik. Mutu buah sangat dipengaruhi oleh fisiknya yaitu penampilan,

warna, tingkat kesegaran, rasa serta kandungan gizinya. Ditinjau dari kandu

ngan gizinya buah merupakan sumber zat pengatur yaitu vitamin dan

mineral yang sangat diperlukan oleh tubuh manusia. Vitamin dan mineral

berguna untuk melancarkan metabolisme dalam pencernaan makanan yang

sangat vital untuk menjaga kesehatan (Satuhu dan Suyanti, 2004: 42).

Setiap buah umumnya mengandung air, protein, lemak, karbohidrat

termasuk gula mineral dan vitamin. Zat ini sering disebut sebagai zat nutrisi.

Selain zat nutrisi beberapa jenis buah mempunyai resiko yang tinggi dan

umur setelah panen yang pendek, sifat buah ada dua yaitu (Redaksi Trubus,

2000:38):

a. Buah non klimaterik dapat digambarkan sebagai buah yang fase

respirasi optimumnya terjadi pada saat buah masih berada

dipohon ( proses pematangan buah non klimaterik terjadi saat buah

masih bergantung dipohon). Misalnya belimbing, jambu air,

kedondong, nanas dan papaya.


25

b. Buah klimaterik mengalami respirasi optimum setelah buah tersebut

di petik dari pohon (akan cepat matang setelah dipanen). Misalnya

kedondong, nanas, mangga dan pisang.

2.6.2 Cara Membuat Rujak

a. Bahan sambal kacang :

1) 200 gram kacang tanah kulit goreng

2) 5 buah cabe rawit hijau atau merah pedas sesuai selera

3) 1 sdt terasi goreng/bakar

4) 150 gram gula merah

5) 1½ sdt asam jawa dengan 3 sdm air

6) Garam secukupnya

b. Buah

1) 1 buah mangga muda

2) 3 buah kedondong

3) 2 buah bengkoang

4) ¼ buah pepaya

5) 1 buah nanas

6) 1 buah jambu air merah

7) 2 buah ketimun

c. Cara membuat rujak

1) ulek cabe rawit atau hijau sesuai selera, terasi, garam, gula merah, dan

air asam jawa. Masukkan kacang, ulek rata dan jangan terlalu hancur

2) potong aneka buah yang telah disiapkan

3) sajikan irisan dan potongan buah-buahan dengan siraman sambal

kacang
26

2.6.3 Rujak Cingur

Rujak cingur adalah salah satu makanan tradisional yang mudah

ditemukan didaerah jawa timur. Dalam bahasa Jawa kata “cingur” berarti “mulut”,

hal ini menunjuk pada bahan irisan mulut atau moncong sapi yang direbus dan

dicampurkan dalam hidangan. Rujak cingur biasanya terdiri dari irisan beberapa

jenis buah-buahan seperti ketimun, krai,(sejenis khetimun khas Jawa Timur),

bengkoang, mangga muda, nanas, kedondong dan ditambah lontong, tahu,

tempe, bendoyo, dan cingur serta sayur-sayuran seperti kecambah/tauge,

kangkung, dan kacang panjang

Semua bahan tersebut dicampur dengan bumbu yang terbuat dari olahan

petis udang, air matang untuk sedikit mengencerkan, gula/gula merah, cabai,

kacang tanah yang digoreng, bawang goreng, garam dan irisan tipis-tipis pisang

biji hijau yang masih muda (pisang klutuk). Semua bumbu di campur dengan

cara diuleg, itu sebabnya rujak cingur sering disebut rujak uleg (Nurfansyah,

2012 dalam Lestari, 2015).

2.6.4 Rujak Petis

Petis merupakan produk hasil frementasi yang terbuat dari bahan dasar

udang (penaeus monodon). Petis udang termasuk makanan hasil frementasi

yang cukup dikenal oleh masyarakat jawa karena petis udang merupakan produk

asli indonesia. Petis biasa digunakan sebagai bumbu masakan di setiap daerah

seperti rujak kangkung, rujak mentimun, dan sebagiannya. Rujak petis terdiri

beberapa sayuran dan irisan buah seperti, kangkung, nanas, kedondong, daun

kol, kacang panjang, tahu goreng, taoge dan air panas) sayuran direbus hingga

matang dan iris buah yang dicampur dengan bumbu (kacang goreng, cabe rawit,
27

bawang putih, asam jawa, gula merah, garam, kencur,terasi bakar, dan petis)

yang sudah di haluskan dan diberi air panas.


28

2.7 Kerangka Teori

Pelayanan
Kesehatan

Keturunan Derajat Lingkungan


Kesehatan

perilaku

Pengetahuan Sikap Tindakan

Higiene dan Sanitasi Makanan

Higiene Makanan Sanitasi Makanan

Keterangan :
Personal makanan
: yang diteliti
Higiene
: yang tidak diteliti

Gambar 2.2 Kerangka Teori Modifikasi H.L Bloom dsn


Kepmenkes RI No.942/MENKES/SK/VII/2003
Sumber : Notoadmojo,2010 dan Permenkes, 2003
29

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka konsep

Kerangka konsep penelitian ini ingin mengetahui gambaran pengetahuan

pedagang rujak tentang hygiene penjamah makanan dan total angka kuman di

Kecamatan Bukit Bestari dengan melihat bebrapa aspek dari sisi karakteristik,

pengetahuan oleh penjamah makanan yang sesuai dengan higiene makanan

dan total angka kuman pada makanan. Pinggir jalan merupakan tempat yang

dapat menjadi sumber pencemaran fisika,kimia maupun mikrobiologi pada

makanan serta dapat menimbulkan penyakit bawaan makanan (foodborne

disease) pada konsumen. Karena itu foodborne disease merupakan penyakit

yang melanda konsumen akibat memakan makanan yang di olah dengan

hygiene yang buruk

Variabel

- Pengetahuan Personal Hygiene Penjamah

Makanan

- Total Angka Kuman (TPC) Pada Rujak

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Gambaran Pengetahuan Pedagang Rujak


Tentang Personal Hygiene Penjamah Makanan Dan Total Angka Kuman Pada
Rujak Di Kecamatan Bukit Bestari

3.2 Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah pengetahuan pedagang rujak

terhadap kebersihan diri (Personal Hygiene) dan jumlah angka kuman yang ada

pada rujak
30

3.3. Jenis dan Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional yang bersifat

deskriptif, yaitu penelitian dilakukan untuk menggambarkan suatu keadaan tanpa

memberi perlakuan terhadap objek yang bertujuan untuk mengetahui

pengetahuan penjamah tentang hygiene makanan dan total angka kuman pada

rujak di Kecamatan Bukit Bestari.

3.4 Definisi Operasional dan Aspek Pengukuran

3.4.1 Definisi Operasional

Definsi operasional adalah uraian tentang batasan variabel yang

dimaksud, atau tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan

(Notoadtmojo,2012).

Tabel 3.1 Definisi Operasional

No Sub variabel Definisi Cara ukur Alat ukur Hasil ukur


/ Variabel
1. Pengetahuan Pengetahuan wawancara Kuesioner 1. Baik : 76%-
personal langsung 100%
hygiene responden 2. Cukup :
penjamah dengan 56%-75%
kebersihan 3. Kurang
diri yaitu, ≤55%
tangan,
pakaian, dan
kesehatan,
yang dinilai
dari
pertanyaan
yang sudah
disusun
secara
sistematik.
2. Total angka Tota mikroba Uji Uji ALT Batas Nilai
kuman pada Laboratorium Ambang Batas
ALT/(TPC) makanan (37ºC, 24 jam)
rujak jika >1x104
koloni/gram)
31

1. tidak
memenuhi
syarat
2. memenuhi
syarat jika1x104
koloni/gram)

3.4.2 Aspek Pengukuran

Hasil kusioner pengetahuan personal hygiene penjamah makanan

responden akan diolah sesuai dengan pedoman penelitian kusioner, kemudian

dari nilai tersebut akan ditentukan skor total pada masing-masing penjamh

makanan dengan rumus :

P=F
N X 100%

Keterangan : P = Persentase (%)

F = Jumlah jawaban yang benar

N = jumlah pernyataan

Selanjutnya hasil perhitungan dimasukkan kedalam kalsifikasi

1. Baik : bila hasil 76 % - 100 %

2. Cukup : bila hasil 56 % - 75 %

3. Kurang : bila hasil  55 % (Riyanto, 2011 dalam Penggabean

2016)
32

3.6 Lokasi dan Waktu Peneitian

3.6.1 Lokasi

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Bukit Bestari pada pedagang rujak

dan pemeriksaan Total Angka Kuman di Laboratorium BTKL PP Kelas 1 Batam.

3.6.2 Waktu

Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2017 - Mei 2018, yang diawali

dengan studi pendahuluan dilapangan sampai dengan pengumpulan data primer

melalui wawancara, observasi dan uji laboratorium.

3.7 Populasi dan Sampel Penelitian

3.7.1 Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitin ini adalah pedagang rujak yang berada di

Kecamatan Bukit Bestari. Berdasarkan observasi yang dilakukan langsung

didapatkan populasi sebanyak 5 pedagang rujak

3.7.2 Sampel Penelitian

Sampel dalam penelitian ini menggunakan metode wawancara dan

observasi yaitu dari pedagang untuk mengetahui pengetahuan hygiene

penjamah makanan dan metode Total Plate Count (TPC) yang diambil

sampelnya rujak dari seluruh populasi 5 pedagang rujak yang berada di

Kecamatan Bukit Bestari

3.7.3 Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel menggunakan total sampling atau sampel

keseluruhan yang berjumlah 5 pedagang rujak disekitar Kecamatan Bukit Bestari.


33

3.8 Pengumpulan Data

3.8.1 Sumber Data

Data primer didapatkan melalui hasil pengamatan (observasi) yang

dilengkapi dengan wawancara, serta uji laboratorium untuk mengetahui total

angka kuman pada rujak

3.8.2 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah

wawancara dimana langsung mendapatkan informasi dan keterangan dalam

bentuk lisan dari responden, observasi (pengamatan) langsung melihat masalah

yang ingin diteliti , dokumentasi dilakukan pada saat penelitian dan uji

laboratorium, uji laboratorium dilakukan untuk mengetahui total angka kuman

pada rujak melewati atau tidaknya dari nilai ambang batas

3.8.3 Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar

kusioner metode ini digunakan untuk memperoleh data tentang pengetahuan

penjamah makanan tentang higiene dan uji laboratorium untuk mengetahui total

angka kuman pada makanan rujak

3.8.4 Prosedur Kerja


Alat & Bahan
a. Alat :

1) Plastik
2) Sendok
3) Cool box
4) Timbangan
34

b. Bahan :

1) Masker

2) Handscoon

3) Rujak

4) Alkohol

c. Langkah Kerja

1) Beli sampel makanan dari pedagang rujak

2) Sediakan alat dan bahan, ambil beberapa bagian persample yang ada

menggunakan sendok steril di plate sampai 20gr

3) Masukkan kedalam tempat yang telah tersedia secara aseptic (plastik

steril) kemudian tutup rapat

4) Tulis tanggal pengambilan sampel dan nama sampel

5) Masukkan kedalam coolbox untuk pengiriman

6) Sampel dikirim ke laboratorium BTKL Batam

3.9 Pengolahan Data

Menurut Notoatmodjo (2012), pengolahan data merupakan salah satu

langkah yang penting dalam suatu penelitian. Tahapan pengolahan data dalam

penelitian ini terdiri dari editing, coding, entry dan tabulating, yaitu sebagai

berikut ;

a. Editing

Peneliti melakukan pengecekkan isian formulir atau kusioner apakah

jawaban yang ada dikusioner ada yang belum terisi


35

b. Coding (pemberian code)

Peneliti merubah data yang berbentuk huruf menjadi data berbentuk

angka untuk mempermudah analisis data dan mempercepat entry data

c. Entry

Peneliti memasukkan data dari kusioner kedalam program komponen

d. Tabulating (tabulasi)

Setelah memasukkan data kedalam program komputer, langkah

selanjutnya yaitu dilakukan pengolahan data

3.10 Analisis Data

3.10.1 Analisis Univariat

Analisis univariat adalah analisis yang dilakukan untuk satu variabel atau

pervariabel. Tujuannya adalah untuk melihat seberapa besar proporsi variabel

yang diteliti dan disajikan dalam bentuk tabel. Analisis univariat dilakukan

untuk menggambarkan atau menjelaskan masing-masing variabel yang

diteliti dalam bentuk distribusi frekuensi dari setiap variabel penelitian


36

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kecamatan Bukit Bestari merupakan salah satu Kecamatan yang terletak

di Kepulauan Riau Kota Tanjungpinang dengan batas wilayah:

a. Sebelah utara berbatasan dengan laut Kampung Bugis

b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Tanjungpinang Barat

c. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Tanjungpinang Timur

d. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Tanjungpinang Kota

Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Bukit Bestari yang terdiri dari

empat Kelurahan, yaitu Kelurahan Tanjung Ayun Sakti berjumlah satu responden

penjual rujak yang berada di jalan simpang Pramuka, Kelurahan Seijang

berjumlah satu responden, Kelurahan Dompak berjumlah dua responden,

Kelurahan Tanjung Unggat berjumlah satu responden.

Lokasi yang digunakan pedagang rujak untuk berjualan adalah pinggir

jalan. Tempat ini sudah sebagai tempat pedagang rujak supaya pembeli mudah

menemukan rujak. Gerobak dorong adalah alat yang digunakan pedagang

biasanya, gerobak ini merupakan tempat untuk meletakkan perlengkapan seperti

buah-buahan, gilingan, dan bumbu-bumbu racikan seperti garam, kacang tanah,

terasi yang didorong. Gerobak yang mereka gunakan dapat didorong dan dibawa

berjualan berkeliling dan pedagang rujak sama sakali tidak menyediakan tempat

parkir bagi pembeli . jika pembeli yang datang menaiki sepeda motor mereka

dapat merapatkan kendaraannya kelapak pedagang rujak.

36
37

4.2 Hasil

4.2.1 Karakteristik Responden

a. Umur

Karakteristik responden berdasarkan umur dapat di lihat pada

tabel di bawah ini :

Tabel 4.1
Distribusi frekuensi Responden Berdasarkan Umur Pedagang Rujak
Di Kecamatan Bukit Bestari Kota Tanjungpinang

Umur Responden Frekuensi Persentase %


36-45 2 40
46-55 2 40
56-65 1 20
Total 5 100

Pada Tabel 4.1 dapat dilihat dari 5 responden terdapat 2

responden (40%) berusia 36-45 dengan kategori Dewasa Akhir, terdapat

2 responden (40%) berusia 46-55 dengan kategori lansia awal, dan 1

responden (20%) berusia 56-65 dengan kategori lansia.

b. Jenis Kelamin

Karakteristik responden berdasarkan Jenis kelamin dapat di lihat

pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.2
Distribusi frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
pedagang rujak Di Kecamatan Bukit Bestari Kota Tanjungpinang

Jenis Kelamin Frekuensi Presentase %


Laki-laki 1 20
Perempuan 4 80
Total 5 100

BerdasarkanTabel 4.2 nilai dapat menunjukkan jumlah responden

sebanyak 1 responden (20%) berjenis kelamin laki-laki dan 4 responden

(80%) berjenis kelamin perempuan.


38

c. PendidikanTerakhir

Karakteristik responden berdasarkan Pendidikan Terakhir dapat di

lihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.3
Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Di Kecamatan
Bukit Bestari Kota Tanjungpinang

Pendidikan Frekuensi Presentase %


SD 3 60
SMP 1 20
SMA 1 20
Total 5 100

Data pada tabel 4.3 memperlihatkan hasil bahwa mayoritas

pedagang rujak memiliki tingkat pendidikan terakhir Sekolah Dasar (SD)

sebanyak 3 orang (60%), yang berpendidikan SMP sebanyak 1 orang

(20%) dan pendidikan terakhir SMA sebanyak 1 orang (20%)

d. Lama Berjualan Rujak

Karakteristik responden berdasarkan lama berjualan dapat di lihat

pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.4
Distribusi Responden Berdasarkan Berapa Lama Berjualan Rujak Di
Kecamatan Bukit Bestari Kota Tanjungpinang

Lama Berjualan Frekuensi Presentase %


Rujak
≤ 5 tahun 4 80
˃ 5 tahun 1 20
Total 5 100

Pada Tabel 4.4 dapat dilihat dari 5 responden, 4 responden (80%)

telah lama ≤ 5 tahun dan 1 responden (20%) telah lama bekerja lebih dari

< 5 tahun.
39

4.2.2 Data Umum

Gambaran Pengetahuan Pedagang Rujak Tentang Personal Hygiene

Penjamah Makanan.

Tabel 4.5
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan
Pedagang Rujak Tentang Personal Hygiene Di Kecamatan Bukit Bestari
Kota Tanjungpinang

Tingkatan Pengetahuan Frekuensi Presentase %


Baik 1 20
Cukup 2 40
Kurang 2 40
Total 5 100

Berdasarkan Tabel 4.5 didapatkan hasil sebanyak 2 responden

berpengetahuan dengan presentase sebanyak 40% dengan criteria kurang, dan1

responden dengan presentase sebanyak 20% dengan kriteria baik.

4.2.3 Hasil Uji Sampel Rujak di Laboratorium BTKL Batam

Hasil Uji Laboratorium Keberadaan Angka Kuman Pada Rujak Di

Kecamatan Bukit Bestari Kota Tanjungpinang

Tabel 4.6
Distribusi Frekuensi Total Angka Kuman Pada Rujak

Total Angka Kuman Frekuensi Presentase %


Tidak Memenuhi 5 100
Syarat
Memenuhi Syarat 0 0
Total 5 100

Berdasarkan Tabel 4.6 didapatkan Hasil dari uji laboratorium

menunjukkan bahwa total angka kuman dari 5 sampel tidak memenuhi syarat

karena telah melebihi nilai ambang batas (NAB) menurut BPOM yaitu sebesar

1,0x104koloni/gr.
40

4.3 Pembahasan

4.3.1 Karakteristik Responden

Responden berdasarkan umur terdapat 2 responden dengan umur 36-45

tahun, 2 responden dengan umur 46-45 tahun dan 1 responden dengan umur 56-

65 tahun. Responden berdasarkan jenis kelamin persentase terbanyak terdapat

pada responden perempuan sebanyak 4 (80%) orang sedangkan laki-laki 1

orang (20%).

Responden berdasarkan pendidikan persentase terbanyak terdapat pada

tamatan SD sebanyak 3 (60%), sedangkan persentase terendah terdapat pada

pendidikan SMP dan SMA berjumlah 1 (20%). Responden berdasarkan lama

berjualan persentase terbanyak terdapat pada lama berjualan 1-5 tahun

sebanyak 4 (80%) sedangkan persentase terendah terdapat pada lama berjualan

<1 tahun serta >10 tahun sebanyak 1 (20%).

4.3.2 Gambaran Hasil Penelitian Pengetahuan Penjual Rujak Tentang

Personal Hygiene Penjamah Makanan

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebanyak 2 responden

berpengetahuan kurang dengan presentase sebanyak 40% dan 1 responden

dengan presentase 20% dengan kriteria baik. Pengetahuan responden diukur

dengan 15 pertanyaan. Berdasarkan hasil wawancara 5 responden diketahui

bahwa dari 15 pertanyaan terdapat 1 pertanyaan yang dijawab salah oleh semua

responden. Pertanyaan yang salah tersebut berkaitan dengan pengetahuan

bahwa kebersihan diri bukan untuk mencegah terjadinya penularan penyakit.

Menurut Notoatmodjo (2010), pengetahuan merupakan berbagai hal yang

diperoleh manusia melalui panca indera. Pengetahuan muncul ketika seseorang

menggunakan inderanya untuk menggali benda atau kejadian tertentu yang


41

belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya dan dipengaruhi oleh beberapa

faktor. Salah satunya pendidikan, pendidikan secara umum adalah segala upaya

yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain, baik individu, kelompok atau

masyarakat, sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku

pendidikan), proses adalah (upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi

orang lain) (Notoatmdjo, 2012).

Pendidikan formal yang cukup tinggi dapat berguna mmbina proses

intelektual penjamah makanan dan jenis pendidikan responden tersebut

diharapkan dapat mningkatkan kesadaran terhadap personal hygiene, semakin

tinggi pendidikan dicapai oleh seseorang, maka semakin besar keinginanya

untuk dapat memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan (Notoatmodjo 2011)

diatas, dimana pada hasil penelitian jumlah responden yang berpendidikan

rendah terdapat 2 orang dari 5 orang responden. Hal ini dapat disimpulkan

bahwa pendidikan sangat erat kaitannya dengan pengetahuan, dimana

pendidikan rendah dapat menurunkan kemauan dan respon responden terhadap

suatu informasi maupun pengetahuan mengenai kebersihan diri dalam upaya

pencegahan penyakit.

Personal hygiene penjamah memegang peranan yang sangat penting

dalam upaya penyehatan makanan, karena penjamah berpotensi dalam

menularkan penyakit yang ditularkan melalui makanan atau minuman, yaitu dari

dirinya kepada makanan atau minuman yang diolah dan disajikan kepada orang

yang mengkonsumsi, atau dikenal dengan sebutan kontaminasi silang (Lillquist

et al, 2000).

Hygiene perorangan merupakan kunci kebersihan dan kualitas makanan

yang aman dan sehat. Dengan demikian penjamah makanan khususnya


42

pedagang rujak harus mengikuti prosedur yang memadai untuk mencegah

kontaminasi pada makanan yang ditanganinya. Prosedur yang harus dilakukan

oleh setiap penjamah makanan adalah seblum dan sesudah menangani

makanan harus melakukan pencucian tangan menggunakan sabun untuk

menghindari perpindahan mikroorganisme yang ada ditubuhnya terutama pada

tangan yang menybabkan kontaminasi makanan sehingga mengakibatkan

konsumen jatuh sakit (Purnawijayanti, 2001 :41).

4.3.3 Hasil Uji Laboratorium Total Angka Kuman Pada Rujak

Hasil pemeriksaan dari sampel rujak sebanyak 5 sampel yang di jual di

Kecamatan Bukit Bestari diketahui bahwa semua sampel mengandung total

mikroba yang melebihi nilai ambang batas menurut standar mutu BPOM No

HK.00.06.1.52.4011 tahun 2009 tentang batas cemaran mikroba pada pangan

olahan lainnya yaitu sebesar 1x104koloni/gr. Mikroba pada rujak yang dijual di

Kecamatan Bukit Bestari bekisar >1x10 4 CFU/gr, 6.0x105CFU/gr dan

>2.0x106CFU/gr. Makanan jajanan seperti halnya rujak buah lebih rentan terjadi

cemaran mikrobiologi, hal tersebut di karenakan rujak buah tidak melewati

proses pemasakan terlebih dahulu.

Sementara, terdapat pedagang rujak yang tdak menyediakan tempat

mencuci tangan atau air bersih jika hendak mencuci tangn sebelum menangani

makanan, tidak memakai alat/ perlengkapan. Atau dengan alas tangan saat

menangani makanan, tidak menggunakan air bersih yang dimasak terlebih

dahulu untuk mencuci buah. Tidak mencuci peralatan dengan air bersih yang

mengalir dengan sabun, Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Febria

Agustina, dkk (2009) menyatakan bahwa menjajakan makanan dalam kadaan

terbuka dapat meningkatkan resiko tercemarnya makanan oleh lingkungan, baik


43

melalui udara, debu, dan serangga. Beberapa pedagang rujak dalam penlitian ini

lokasi berjualnnya berada di pinggir jalan raya sehingga untuk rujak yang

disajikan akan mudah terkontaminasi oleh lingkungan luar

Total Angka Kuman merupakan jumlah banyaknya mikroba dalam suatu

bahan (makanan, minuman dan lain-lain) yang dilakukan untuk mengetahui

sampai seberapa jauh bahan itu tercemar oleh mikroba. Dengan mengetahui

jumlah mikroba, maka dapat diketahui kualitas mikrobiologi dari bahan tersebut.

Bahan yang dapat dikatakan baik jika jumah mikroba yang terkandung daam

bahan tersebut masih dibawah jumlah standar yang ditemukan oleh suatu

lembaga. Kandungan mikroba pada suatu bahan juga sangat menentukan tingkat

kerusakannya, serta dapat ditentukan oleh tingkat kelayakan untuk dikonsumsi.

Salah satu penyakit yang erat kaitannya dengan penyediaan makanan

yang tidak hygiene adalah diare dan keracunan makanan. Salah satu

kontaminan yang paling sering dijumpai pada makanan adalah Escherechia coli.

Bakteri ini biasanya mengkontaminasi silang dari penjamah makanan melalui

tangan dan mentransfernya ke makanan yang akan di sajikan.

Kasus keracunan dan diare dapat disebabkan oleh adanya pencemaran,

baik yang disebabkan oleh faktor fisik, kimiawi maupun biologis. Kontaminasi fisik

yaitu masuknya benda asing yang bukan bagian dari bahan makanan,

sedangkan kontaminasi kimiawi adalah adanya berbagai unsur kimia yang

terlarut dalam makanan yang menumbulkan pencemaran pada bahan makanan,

dan kontaminasi biologis yaitu adanya organisme hidup yang masuk dalam

makanan dan menimbulkan kontaminan di dalamnya (Purnawijayanti, 2001).

Menurut Siagin (2002) terdapat tiga jalur yang dapat digunakan oleh

mikroorganisme untuk mengkontaminasi makanan, yaitu bahan baku dan


44

ingredien, pekerja pada pengolahan makanan dan lingkungan pengolahan. Air

yang digunakan untuk mencuci peralatan maupun tangan pedagang tidak rutin

diganti mengingat lokasi yang digunakan pedagang adalah pinggir jalan,

sehingga sulit untuk mendapatkan air dan menggantinnya setiap waktu.

Kementerian Kesehatan menyatakan bahwa untuk mengurangi

tercemarnya makanan oleh bakteri disarankan mencuci tangan dengan air bersih

sebelum dan sesudah penyiapan makanan. Disarankan juga untuk

menggunakan sarung tangan saat melayani makanan pada konsumen (Naria,

2005).
45

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa :

a. Tingkat pengetahuan pedagang rujak di Kecamatan Bukit Bestari kota

Tanjungpinang mengenai personal higiene memiliki kategori kurang (40%).

b. Semua sampel rujak yang di jual di Kecamatan Bukit Bestari

mengangandung total Mikroba yang melebihi Nilai Ambang Batas (NAB)

menurut BPOM yaitu 1,0x104 FCU/gr

5.2 Saran

a. Bagi Pedagang

Sebaiknya pedagang mulai menyediakan sarana sanitasi dan lebih

menjaga kebersihan diri sehingga dapat menjual makanan yang lebih

higiene.

b. Bagi peneliti Selanjutnya

Kepada peneliti selanjutnya sebaiknya menambahkan variabel sikap dan

tindakan terhadap Higiene Sanitasi rujak di Kecamatan Bukit Bestari.

45
DAFTAR PUSTAKA

Arisman. 2009. Keracunan Makanan, Buku Ajar Ilmu Gizi EGC. Jakarta.

Adam, M dan Mtarjemi, Y, 2003. Dasar-dasar Keamanan Makanan Untuk


Petugas Kesehatan. Buku Kedokteran EGC,. Jakarta.

Avrilianda, monica, S. Pengaruh Pengetahuan dan Sikap Terhadap Perilaku


Higiene Penjamah Makanan di Kantin SMA Muhammadiyah 2 Surabaya,
e-journal Boga, Volume 5, No. 2, Edisi Yudisium Periode Mei 2016, Hal 1-
7

BPOM, 2008, Information Obat Nasional Indonesia, Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia, Jakarta.

Depkes RI. 2010. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta :Depkes RI.

Fathonah, Siti. 2005. Higiene dan Sanitasi Makanan Unnes Press. Semarang

Hendra, AW. 2008, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan, Jakarta:


Pustaka Sinar. Harapan

Kepriana Venti. Hubungan Antara Higiene dan Sanitasi dengan Jumlah Angka
Kuman Pada Sambal di Warung Tenda Kota Pontianak 2016

Kusumaningsih, Anni.2010. Beberapa Bakteri Patogenik Penyebab Foodborne


Disease Pada Bahan Pangan Asal Ternak. Balai Besar Penelitian
Veteriner, Jl. R.E. Martadinata No. 30, Bogor 16114.

Kepmenkes RI No. 942/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Pedoman Persyaratan


Higiene Sanitasi Makanan Jajanan.

Lestari, dkk, Hubungan Higiene Penjamah dengan Keberadaan Bakteri


Eschericia Coli Pada Minuman Jus Buah di Tambelang. Jurnal Kesehatan
Lingkungan Indonesia Vol. 14 No.1/April 2015

Notoadmojo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

Notoadmojo, S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

Nugroho, Alfin, D, M, dan Yhudastuti, R. Kondisi Higiene Penjamah Makanan


dan Sanitasi Kantin di SMAN 15 Surabaya. Jurnal Kesehatan Lingkungan
Vol. 7, No. 2 Januari 2014 : 166-170.

Purnawijayanti Hiasinta. 2001 :50, Sanitasi Higiene dan Keselamatan Kerja


dalam Pengolahan Makanan, Kansius, Yogyakarta.

Permenkes RI No. 1096/MENKES/PER/VI/2011 Tentang Higiene dan Sanitasi


Jasa Boga
Susilowati. 2008. Pengukuran Status Gizi Dengan Antropometri Gizi. Jakarta : Cv
Trans Info Media

Setyorini, Endah. 2013 Hubungan Praktek Higiene Pedagang dengan


Keberadaan Echerecia Coli pada rujak yang dijual di sekitar Kampus
UniversitasNegeri Semarang. Unnes Journal Public of Health No. 2.
Vol.3.

Syafirah dan Andrias, R. Higiene Penjamah Makanandan Sanitasi Kantin


Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Mulyorej, Surabaya. Media
GiziIndonesia, Vol. 10, No. 2 Juli-Desember 2012: hlm.111-116

Yosvita, dkk Pengetahuan dan Perilaku Higiene Tenaga Pengolahan Makanan di


Instalasi Gizi Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Kanujoso Djatiwibowo
Balikpapan. Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Dipenogoro,
Semarang ; 2011
DOKUMENTASI

Wawancara Wawancara Resoponden


Resoponden

Wawancara Pengemasan
Resoponden sampel
Pengiriman Sampel
IDENTITAS RESPONDEN

1. No. Responden : ..........................................................

2. Nama : ..........................................................

3. Alamat : .........................................................

4. Umur : .........................................................

5. Jenis Kelamin : .........................................................

6. Pendidikan Terakhir : .........................................................

7. Lama bekerja : .........................................................

8. Jam Kerja : .........................................................


KUSIONER PENGETAHUAN PERSONAL HIGIENE
PENJAMAH MAKANAN

No. Responden :
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :

NO PERTANYAAN BENAR SALAH


1 Personal higiene penjamah makanan merupakan

higiene perorangan yang secara langsung

berhubungan dengan makanan

2 Personal higiene adalah penerapan higiene pada

kebersihan diri penjamah makanan

3 Kebersihan diri tidak perlu untuk diperhatikan dan

pemeliharaan kebersihan diri tidak diperlukan untuk

kenyamanan individu, keamanan, dan kesehatan

4 Kebersihan diri bukan untuk meningkatkan derajat

kesehatan

5 Personal higiene penjamah makanan sangat diperlukan

dalam memelihara kebersihan diri seseorang

6 Kebersihan diri bukan untuk mencegah terjadinya

penularan penyakit (kulit)

7 Kebersihan diri bukan untuk meningkatkan

kepercayaan diri seseorang

8 Kebersihan diri untuk menciptakan keindahan pada diri

penjamah makanan

9 Saat penjamah makanan terserang penyakit batuk,

pilek, infuenza, dan diare tidak boeh menangani /


mengolah makanan

10 Penjamah makanan menutup luka (pada luka

terbuka/bisul atau luka lainnya)

11 Penjamah makanan harus menjaga kebersihan tangan,

rambut, kuku, dan pakaian

12 Saat mengolah penjamah makanan tidak perlu

menggunakan celemek, tutup kepala, sarung tangan

(plastik)

13 Sebelum dan sesudah mengolah makanan dan

sesudah dari kamar mandi harus mencuci tangan

menggunakan sabun

14 Menjamah makanan tidak perlu memakai

alat/perlengkapan (penjepit), atau dengan alas tangan

(plastik)

15 Saat seseorang mengolah makanan di perbolehkan

sambil merokok dan menggaruk-garuk anggota badan


MASTER TABEL

Lama Pengetahuan Total Angka


No Nama Umur JK pendidikan hasil skor kategori
Bekerja P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 Kuman

1 A 59 th P SD 17 th 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 12 80,04 baik >1.0 x 104


2 B 53 th P SD 5 th 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 8 53,36 kurang 6.0 x 105
3 C 45 th P SMP 1 th 0 0 1 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 1 5 33,35 kurang >2.0 x 106
4 D 50 th L SD 2 th 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 1 9 60,03 cukup 6.0 x 105
5 E 39 th P SMA 4 th 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 1 11 73,37 cukup >2.0 x 106

Anda mungkin juga menyukai