Anda di halaman 1dari 92

SKRIPSI

HUBUNGAN SANITASI KANDANG TERNAK SAPI DENGAN


KEPADATAN LALAT DI DESA JONO KECAMATAN
TEMAYANG KABUPATEN BOJONEGORO

Oleh :

DETTA NORMASARI

NIM : 201503014

PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN


PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2019
SKRIPSI

HUBUNGAN SANITASI KANDANG TERNAK SAPI DENGAN


KEPADATAN LALAT DI DESA JONO
KECAMATAN TEMAYANG KABUPATEN BOJONEGORO

Diajukan untuk memenuhi


Salah satu persyaratan dalam mencapai gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.KM)

Oleh :

DETTA NORMASARI

NIM : 201503014

PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN


PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2019

i
ii
iii
PERSEMBAHAN

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahnya .sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu.
Skripsi ini saya persembahkan untuk:
1. Kedua orang tua saya tercinta Bapak Tinarno dan Ibu Titik Suprapti

sebagai motivator terhebat, selalu mengajarkan kesabaran kepada saya.

Dan sebagai orang tua yang tak pantang menyerah untuk memenuhi

kebutuhan anak-anaknya,

2. Kedua adik saya Devi Zaprella Dan Ikhwan Budi Tama Santoso

terimakasih dukungan, kasih sayang, dan semangatnya yang diberikan

kepada saya

3. Teman – temanku Fitri Nuha, Aina, Hetty, Santi, Ervian yang

mendongkrak semangat demi terselesaikannya skripsi ini.

4. Teman- teman S1 Kesehatan Masyarakat angkatan 2015 yang memberi

bantuan.

iv
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Detta Normasari


Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat Tanggal : Madiun, 09 Januari 1997
Lahir
Agama : Islam
Alamat : Desa Dander RT 02/RW 01 Kec. Dander
Kab.Bojonegoro
Email : Dettanorma09@yahoo.com
Riwayat Pendidikan 1. Lulusan Tk Bhayangkara Bojonegoro Tahun
2003
2. Lulusan SD Negeri Dander 01 Bojonegoro
Tahun 2009
3. Lulusan SMP Negeri 02 Cepu Tahun 2012
4. Lulusan SMK Farmasi Sentosa Dharma
Bojonegoro Tahun 2015
5. Stikes Bhakti Husada Mulia Madiun Tahun
2015-Sekarang

vi
Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat
Sekolah Tinggi Kesehatan Bhakti Husada Mulia Madiun 2019

ABSTRAK

DETTA NORMASARI
HUBUNGAN SANITASI KANDANG TERNAK SAPI DENGAN
KEPADATAN LALAT DI DESA JONO KECAMATAN TEMAYANG
KABUPATEN BOJONEGORO TAHUN 2019

55 Halaman + 8 Tabel+6 Gambar+ 9 Lampiran


Latar Belakang: Sanitasi kandang adalah suatu kegiatan yang meliputi
kebersihan kandang dan lingkungan yang bersih, karena dengan keadaan kandang
serta lingkungan yang bersih, kesehatan ternak maupun pemiliknya akan terjamin.
Di desa jono kecamatan temayang kabupaten bojonegoro terdapaat 57 kandang
ternak sapi. Sanitasi kandang ternak tentu berpengaruh besar terhadap eksistensi
lalat didalamnya semakin kotor kandang tersebut artinya semakin banyak pula
sumber pangan yang bisa dimakan oleh lalat untuk mendukung kehidupannya.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan sanitasi kandang ternak sapi
dengan kapadatan lalat di Desa Jono Kecamatan Temayang Kabupaten
Bojonegoro.
Metode: Metode dalam penelitian ini adalah survei analitik dengan desain cross
sectional teknik sampling yang digunakan adalah total sampling. Jumlah sampel
sebanyak 57 kandang ternak sapi dan analisi menggunakan chi square.
Hasil: hasil penelitian, menunjukkan bahwa sebagian besar kandang ternak sapi
memiliki sanitasi kandang yang buruk (57,9%) dan kandang dengan sanitasi
kandang kategorik baik sebanyak (42,1%). Kepadatan lalat di kandang Desa Jono
dengan kategorik tinggi sebanyak (52.6%) dan kepadatan lalat dengan kategorik
tidak tinggi sebanyak (47,4%). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada
hubungan antara sanitasi kandang ternak sapi dengan kepadatan lalat (p=0,000;
RP=4,7;CI (1,89-11,67)
Kesimpulan dan saran: Berdasarkan hasil penelitian tersebut terdapat hubungan
antara sanitasi kandang ternak sapi dengan kepadatan lalat. Saran untuk pemilik
kandang ternak sapi lebih meningkatkan sanitasi kandang ternak dengan
membersihkan kandang setiap hari, membangun atau membuat saluran
pembuangan limbah dan membuat lantai atau alas kandang miring 1-2 derajat.
Kata kunci : Sanitasi Kandang Ternak Sapi, Kepadatan Lalat
Daftar Bacaan: 1997-2018

vii
Bachelor of Public Health Study Program
College of Health Bakti Husada Mulia Madiun 2019

ABSTRACT

DETTA NORMASARI
THE CORRELATION BETWEEN CATTLE SANITATION AND FLIES
DENSITY IN JONO VILLAGE TEMAYANG DISTRICT BOJONEGORO
REGENCY 2019

70 Pages+8 Tables+6 Pictures+9 Attachments


Background: Cattle pen sanitation is an activity that includes the hygiene of the
pen and a clean environment. Since, with a clean condition of the pen and
environment, the health of cattle and their owner will be secured. In Jono village,
Temayang district, Bojonegoro regency, there are 57 cattle pens. Sanitary of
cattle pens certainly have a big influence on the existence of flies in the pens. The
more dirty the pens, the more food sources can be eaten by flies to support their
lives. This research is conducted to determine the correlation of cattle pen
sanitation and flies density in Jono village, Temayang district, Bojonegoro
regency.
Method: the methodology used in this study is an analytic survey with a cross
sectional design of sampling. The sampling used is the total sampling. The
numbers of sample are 57 cattle pens and it is analyzed using chi square.
Results: the result of this study shows that most of cattle pens have poor
sanitation (57.9%), and cattle pens with good category sanitation is 42.1%. The
density of flies in Jono village with a high category is 52.6% and the density of
flies with non-high category is 47.4%. The result of statistical test indicates that
there is a correlation between cattle pens sanitation and the density of flies
(p=0.000; RP=4.7;CI (1.89-11.67).
Conclusions and suggestion: based on these results, there is a correlation
between cattle pens sanitation and the density of flies. Suggestions for cattle pen
owners is to improve the sanitation of cattle pens by cleaning the pens every day,
building or making sewerage and make the floor or the pedestal of the pens tilted
until 1 or 2 degrees.
Keywords: Cattle pens sanitation, Flies Density.
Reading List: 1997-2018

viii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
segala limpahan Rahmat, Ridho’ dan Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi dengan baik dan lancar.

Dalam penyusunan skripsi ini banyak pihak yang memberi dukungan


sebagai penyempurnaan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
menyampaikan ucapakan terima kasih yang sebesarnya kepada :

1. Bapak Zaenal Abidin, S.KM., M.Kes (Epid) selaku Ketua STIKES Bhakti
Husada Mulia Madiun dan selaku Pembibing I yang telah memberikan
bimbingan dan motivasi dalam penyusunan skripsi
2. Ibu Avicena Sakufa Marsanti, S.KM., M.Kes selaku Ketua Prodi S1
Kesehatan Masyarakat STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun yang telah
memberikan sarana dan prasarana untuk peneliti.
3. Ibu Hanifah Ardiani,S.KM.,M.KM selaku Pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan dan motivasi dalam penyusunan skripsi.
4. Ibu Riska Ratnawati S.KM.,M.Kes selaku Ketua Dewan Penguji proposal
skripsi.
5. Pihak perangkat Desa Jono dan peternak sapi di Desa Jono yang membantu
dalam penelitian ini.
6. Teman-teman yang telah memberikan mendukung dan membantu dalam
menyelesaikan proposal skripsi ini.
Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna dan
memberikan manfaat bagi pembaca serta perkembangan dunia pendidikan
kesehatan di masa yang akan datang.

Madiun, Agustus 2019

Penulis

ix
DAFTAR ISI

Sampul Depan ........................................................................................ i


Sampul Dalam ........................................................................................ ii
Lembar Persetujuan ................................................................................ iii
Lembar Pengesahan ............................................................................... iv
Lembar Persembahan .............................................................................. v
Halaman Pernyataan ............................................................................... vi
Daftar Riwayat Hidup ............................................................................ vii
Abstrak ................................................................................................... viii
Kata Pengantar ....................................................................................... x
Daftar Isi ................................................................................................. xi
Daftar Tabel ........................................................................................... xiii
Daftar Gambar ........................................................................................ xiv
Daftar Lampiran ..................................................................................... xv
Daftar Singkatan ..................................................................................... xvi
Daftar Istilah ........................................................................................... xvii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian......................................................................... 5
1. Tujuan Umum ......................................................................... 5
2. Tujuan Khusus ........................................................................ 5
D. Manfaat Penelitian....................................................................... 6
1. Manfaat Teoritis ...................................................................... 6
2. Manfaat Praktis ....................................................................... 6
E. Keaslian Penelitian ...................................................................... 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


A. Kepadatan Lalat ........................................................................ 10
1. Pengerian Lalat ..................................................................... 10
2. Bionomik Lalat ..................................................................... 10
3. Pola Hidup Lalat ................................................................... 11
4. jenis-jenis lalat ...................................................................... 13

x
5. Pengukuran Kepadatan Lalat ................................................ 14
B. Kandang Sapi ............................................................................ 16
C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepadatan Lalat Di Kandang
Sapi ........................................................................................... 16
D. Gangguan Lalat Pada Manusia ................................................. 27
E. Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan Untuk Vektor Lalat 28
F. Pengendalian Lalat .................................................................... 29
G. Kerangka Teori ......................................................................... 29

BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL dan HIPOTESIS PENELITIAN


A. Kerangka Konsep ...................................................................... 30
B. Hipotesis Penelitian .................................................................. 31

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN


A. Desain Penelitian ...................................................................... 32
B. Populasi dan Sampel ................................................................. 33
1. Populasi ................................................................................ 33
2. Sampel .................................................................................. 33
3. Teknk Sampling ................................................................... 33
C. Kerangaka Kerja Penelitian ...................................................... 34
D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ........................... 35
1. Variabel Penelitian ............................................................... 35
2. Definisi Operasional Variabel .............................................. 35
E. Instrumen Penelitian ................................................................. 38
1. Observasi .............................................................................. 38
2. Pengukuran Kepadatan Lalat ............................................... 38
F. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................... 39
1. Lokasi .................................................................................... 39
2. Waktu Penelitian ................................................................... 40
G. Prosedur Pengumpulan Data ..................................................... 40
H. Analisis Data ............................................................................ 42
1. Analisis Univariat................................................................. 42
2. Analisi Bivariat .................................................................... 42
I. Etika Penelitian ......................................................................... 44
1. Lembar Persetujuan .............................................................. 44
2. Tanpa Nama ......................................................................... 44
3. Kerahasiaan .......................................................................... 45

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ......................................... 46
B. Hasil Penelitian ......................................................................... 46
1. Analisis Univariat ................................................................. 47
2. Analisis Bivariat.................................................................... 48
C. Pembahasan............................................................................... 49

xi
1. Sanitasi Kandang .................................................................. 49
2. Kepadatan Lalat .................................................................... 50
3. Hubungan sanitasi kandang dengan kepadatan lalat ............. 51
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ............................................................................... 53
B. Saran ......................................................................................... 53
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 54
LAMPIRAN

xii
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian .................................................................. 8


Tabel 2.1 Dosis Pemakaian Racun Serangga .......................................... 28
Tabel 4.1 Definisi Operasional ............................................................... 36
Tabel 4.2 Realisasi Kegiatan Penelitian .................................................. 40
Tabel 4.6 Coding Data Variabel.............................................................. 41
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Sanitasi Kandang ................................... 47
Tabel 5,2 Distribusi Frekuensi Kepadatan Lalat ..................................... 47
Tabel 5.3 Hubungan Sanitasi Kandang Dengan Kepadatan Lalat .......... 48

xiii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Fly Grill ........................................................................... 13


Gambar 2.2 Kerangka Teori.................................................................... 29
Gambar 3.1 Kerangka Konseptual .......................................................... 30
Gambar 4.1 Rencana Penelitian .............................................................. 32
Gambar 4.2 Kerangka Kerja Penelitian ................................................. 34
Gambar 4.3 Fly Grill ... ........................................................................... 38

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Izin Pengambilan Data Awal .................................... 56


Lampiran 2 Surat Balasan Pengambilan Data Awal ............................... 57
Lampiran 3 Surat Izin Penelitian............................................................. 58
Lampiran 4 Surat Balasan Izin Penelitian ............................................... 59
Lampiran 5 Form Bimbingan Penelitian ................................................ 60
Lampiran 6 Lembar Persetujuan
Lampiran 7 Lembar Observasi ................................................................ 63
Lampiran 8 Lembar Observasi Perhitungan Jumlah Kepadatan Lalat ... 65
Lampiran 9 Hasil Output Penelitian ........................................................ 66
Lampiran 10 Dokumentasi ...................................................................... 68

xv
DAFTAR SINGKATAN

BOD : Biological Oxygen Demand


KOB : Kebutuhan Oksigen Biologis
RP : Rasio Prevalens
NH3 : Amonia
H2S : hydrogen sulfide
CH4 : Metana (gas alam)

xvi
DAFTAR ISTILAH

Mechanixal Transport : Transportasi Mekanis


Fly Grill : Alat Mengukur Kepadatan Lalat
Waste : Limbah
Leishmaniasis : Penyakit Yang Disebabkan Oleh Parasit Leishmaniasis Sp
Cross Sectional : Penelitian Potong Lintang
Error Tolerence : Toleransi Kesalahan

xvii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sanitasi kandang adalah suatu kegiatan yang meliputi kebersihan kandang

dan lingkungan yang bersih, karena dengan keadaan kandang serta lingkungan

yang bersih, kesehatan ternak maupun pemiliknya akan terjamin. Kebersihan

kandang bisa diatur sesuai dengan kebutuhan sehingga tidak menimbulkan

lingkungan tidak bau dan lembab. (Deptan, 2000)

Pembuatan kandang harus mempertimbangakan beberapa aspek penting

seperti pemilikan lokasi, letak bangunan, kontruksi, bahan dan perlengkapan

kandang. Kesehatan terhadap kandang dan pengolahan limbah ternak juga

menjadi perhatian khusus bagi pengelola, karena limbah yang dihasilkan oleh

ternak jika tidak dikelola dengan baik akan menyebabkan terganggunya

kondisi lingkungan sekitar, menyebabkan pencemaran, timbulnya wabah

penyakit bagi ternak dan manusia. (Nugroho, 2008)

Data Statistik Peternakan Dan Kesehatan Hewan 2017 menunjukkan bahwa

populasi sapi mengalami peningkatan dalam setiap tahunnya. Dari tahun 2015

sebanyak 4.267.325 ekor, tahun 2016 sebanyak 4.407.807 ekor dan tahun 2017

sebanyak 4.511.613 ekor. Menurut data Dinas Peternakan Kabupaten

Bojonegroro dari tahun 2015 jumlah sapi potong sebanyak 186.861 ekor,

tahun 2016 sebanyak 201.954 ekor dan tahun 2017 sebanyak 218.131 ekor . Di

kecamatan Temayang sendiri jumlah pemilik sapi potong sebanyak 165 orang.

Pemilik ternak sapi potong di kecamatan Temayang mayoritas berada di Desa

1
2

Jono. Secara spesitik di desa Jono sendiri terdapat 57 orang pemilik ternak

sapi (UPTD Puskeswan Dander, 2018 ). Semakin banyak populasi ternak sapi

maka semakin banyak pula limbah yang akan dihasilkan baik padat maupun

cair. Dalam satu ekor sapi menghasilkan tinja sebanyak 25-30 kg/hari jika satu

pemilik kandang memliki lebih dari satu ekor maka berlipat jumlah tinja yang

dihasilkan dalam setiap harinya. Tidak hanya limbah yang dihasilkan dari sapi

tetapi juga bau yang tidak sedap yang dirasakan oleh masyarakat sekitar

kandang dalam penelitian Arifin De Saputra pada pengukuran radius yang

berdampak bau dari limbah peternakan menunjukka bau tercium pada radius 15

meter yang disebabkan oleh angin dan 19 meter yang disebabkan pengaruh

aliran pembuangan limbah.

Buruknya sanitasi kandang dapat menyebabkan dampak bagi hewan ternak

dan lingkungan sekitar. Dampak bagi lingkungan adalah dapat mengakibatkan

pencemaran lingkungan. Pencemaran lingkungan menurut undang-undang No.

23 tahun 1997 yaitu masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi,

dan atau komponen lain kedalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia

sehingga kualitas lingkungan menurun sampai tingkat tertentu yang

menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan

peruntukannya. Menurut H.L Blum Derajat kesehatan dipengaruhi oleh 4

(empat) faktor yaitu : lingkungan, perilaku, pelayanan keehatandan keturunan.

Dari keempat, faktor perilaku dan faktor lingkungan mempunyi peranan yang

sangat besar disamping faktor-faktor lainya terhadap peningkatan derajat


3

kesehatan. Oleh sebab itu kandang ternak sapi pun perlu diperhatikan

sanitasinya dalam menekankan perkembangbiakan bibit penyakit lewat vektor.

Sanitasi kandang ternak tentu berpengaruh besar terhadap eksistensi lalat

didalamnya semakin kotor kandang tersebut artinya semakin banyak pula

sumber pangan yang bisa dimakan oleh lalat untuk mendukung kehidupannya.

Lalat termasuk kedalam kelas serangga penganggu dan sekaligus sebagai

serangga penular penyakit (permenkes RI,2017).

Lalat mempunyai tingkat perkembangan telur, larva (belatung), pupa dan

dewasa. Jarak terbang lalat efektif aadalah 450-900 meter sehingga

mempermudah lalat untuk hinggap dimana saja, terutama dipemukiman

penduduk (Depkes RI,1992) Dipandang dari sudut kesehatan, kepadatan lalat

merupakan masalah yang penting, karena lalat merupakan vektor penyakit

secara mekanis (mechanical transport). Disebut vektor yang bisa menyebarkan

agen infeksi secara langsung, seperti menggigit, menghisap, dan menempel.

Penyakit yang dapat ditimbulkan oleh lalat diantaranya Disentri, Diare,

Thypoid, Cholera, Dan Kasus Kecacingan pada manusia dan hewan. Penyakit

tersebut disebabkan karens sanitasi lingkungan yang buruk. Patogen penyakit

yang biasanya dibawa oleh lalat berasal dari berbagai simber seperti kotoran

manusia, sisa-sisa kotoran, tempat pembuangan sampah, dan sumber-sumber

kotoran lainnya. (Sucipto, 2011).

Dari teori diatas disebutkan salah satu penyakit yang ditimbulkan oleh

vektor lalat yaitu diare. Jika makanan yang dihinggapi lalat tercemar oleh

mikroorganisme baik bakteri, protozoa, telur/larva cacing atay bahkan virus


4

yang dibawa dan dikeluarkan dari mulut lalat dan bila dimakan oleh manusia,

maka dapat menyebabkan penyakt diare (Andriani, 2007). Berdasarkan data

Dinas Kesehatan Kabupaten Bojonegoro tahun 2015 jumlah penderita penyakit

diare sebanyak 26.463 orang, pada tahun tahun 2016 jumlah penderita penyakit

diare sebanyak 33.585 orang. Desa Jono merupakan wilayah kerja puskesmas

temayang jumlah penderita diare di puskesmas temayang pada tahun 2015

sebanyak 938 orang dan pada tahun 2017 sebanyak 1.230.

Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan pada kandang sapi di Desa

Jono Kecamatan Temayang Kabupaten Bojonegoro menunjukkan sanitasi

kandang buruk. Pembersihan kandang hanya dilakukan jika kandang sudah

terlihat sangat kotor, penanganan limbah buruk dilihat dari beberapa kandang

sapi menimbun kotoran sapi di sudut kandang, ada beberapa genangan air

dilantai kandang sapi yang lantai tersebut ada yang berbahan tanah dan ada

yang dari bahan semen dan ada beberapa kandang yang tidak memiliki saluran

pembuangan limbah.

Hasil pengukuran kepadatan lalat di sepuluh kandang sapi Desa Jono

Kecamatan Temayang Kabupaten Bojonegoro dengsn fly grill hasil kepadatan

lalat dengan kategori sedang sebanyak 14 rumah dengan rata rata 3 dan 4

dikategorikan tidak tinggi(<5) yang artinya tidak menjadi masalah (Depkes RI,

1992 dalam jannah 2006) sebanyak 11 rumah dengan rata rata 6 dan 7

dikategorikan tinggi (>5) yang artinya populasi padat dan perlu perencanaan

terhadap tempat-tempat berbiaknya lalat dan bila mungkin direncanakan upaya

pengendalian (Depkes RI, 1992 dalam jannah 2006).


5

Berdasarkan Hasil penelitian Fatika Nur Fatmasari 2018 kepadatan lalat

tinggi karena para pemilik kandang yang masih kurang memperhatikan

kebersihan limbah kotoran dan Menurut penelitian annisa muthmainna kasiono

2016 dengan indikator sama pengelolaan sampah kepadatan lalat disebabkan

karena tidak tersedianya tempat pengumpulan sampah sementara sehingga

timbunan sampah berserakan.

Untuk penelitian tentang sanitasi kandang ternak sapi dengan kepadatan

lalat belum pernah diteliti. Maka dari itu sesuai dengan apa yang telah

dipaparkan diatas peneliti tertarik untuk meneliti hubungan antara sanitasi

kandang ternak sapi dengan kepadatan lalat di Desa Jono Kecamatan

Temayang Kabupaten Bojonegoro.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang

didapat adalah : ”Apakah ada hubungan antara sanitasi kandang ternak sapi

dengan kepadatan lalat di Desa Jono Kecamatan Temayang Kabupaten

Bojonegoro”

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Menganalisis hubungan antara sanitasi kandang ternak sapi dengan

kepadatan lalat di Desa Jono Kecamatan Temayang Kabupaten

Bojonegoro

2. Tujuan Khusus
6

a. Mengidentifikasi kondisi sanitasi kandang ternak sapi di Desa Jono

Kecamatan Temayang Kabupaten Bojonegoro

b. Mengukur kepadatan lalat di Desa Jono Kecamatan Temayang

Kabupaten Bojonegoro

c. Menganalisa hubungan antara sanitasi kandang ternak sapi dengan

kepadatan lalat di Desa Jono Kecamatan Temayang Kabupaten

Bojonegoro

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat- manfaat

sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan tentang antara

sanitasi kandang ternak sapi dengan kepadatan lalat. Serta sebagai kajian di

bidang penelitian yang sejenisnya dan sebagai pengembangan penelitian

lanjutan.

2. Manfaat Praktis

a. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sarana informasi bagi

peternak sapi tentang pentingnya menjaga sanitasi kandang sebagai

upaya pencegahan kepadatan lalat pada pemukiman sekitar kandang.

b. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sarana informasi bagi dinas

peternakan agar dilakukan upaya promotif guna mencegah adanya

kepadatan lalat pada pemukiman sekitar kandang


7

c. Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kewaspadaan peternak

terhadap penyakit yang disebabkan oleh vektor lalat

d. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pedoman bagi pihak

pihak yang akan melakukan penelitian lebih lanjut.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelitian sebelumnya telah dilakukan upaya penelusuran

pustaka dan tidak dijumpai adanya penelitian atau publikasi sebelumnya yang

telah menjawab permasalahan penelitian mengenaihubungan antara sanitasi

kandang ternak sapi dengankepadatan lalat di Desa Jono Kecamatan

Temayang Kabupaten Bojonegoro.


Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

No Nama Peneliti Judul Desain Variabel Hasil


1 Fatika Nur Hubungan Sanitasi Cross Variabel bebas: - Ada hubungan antara sanitasi kandang ayam
Fatmasari (2018) Kandang Ayam Pedaging Sectional - Pemberian desinfektan pedaging dengan kepadatan lalat (p=0,039;
Dengan Kepadatan Lalat - Penggunaan APD r=0,538, n=15) sanitasi kandang ayam
Di Desa Bedrug - Pencegahan terhadap memiliki kekuatan hubungan yang sangat
Kecamatan Ponorogo hewan lain lemah dan arah hubungan negatif.
- Pembersihan kandang
- Pengelolaan limbah
Variabel terikat :
Kepadatan lalat

2 Annisa Hubungan Antara Cross Variabel bebas : - Pembuangan tinja (jamban) dengan
Muthmainna Sanitasi Dasar Dengan Sectional - Pembuangan tinja kepadatan lalat (p=0,631>0.05) tidak ada
Kasiono, Jootje Tingkat Kepadatan Lalat (jamban) hubungan antara pembuangan tinja
M.L. Umboh, Di Rumah Makan Pasar - Pengelolaan sampah (jamban) dengan tingkat kepadatan lalat
Harvani Boky Tumining Kota Manado - SPAL - Pengelolaan sampah dengan kepadatan lalat
(2016) Variabel terikat : (p=0,000<0,05) terdapat hubungan antara
kepadatan lalat penglolaan sampah dengan kepadatan lalat
Variabel terikat : - SPAL dengan kepadatan lalat
Kepadatan lalat (p=0,000<0,05) terdapat hubungan antara
SPAL dengan kepadatan lalat

8
9

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah :

1. Variabel bebas yaitu Penanganan Limbah

2. Penelitian ini dilakukan di Desa Jono Kecamatan Temayang Kabupaten

Bojonegoro pada Tahun 2019.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kepadatan Lalat

1. Pengertian Lalat

Lalat merupakan vektor mekanis bakteri patogen, protozoa, dan telur larva

cacing. Luasnya peenularan penyakit yang disebabksn oleh lalat di alamsulit

di tentukan. Lalat rumah dipandang sebagai vektor penyakit tifus

abdominalis, salmonellosis, kolera, disentri basiler dan amuba, tuberkulosis,

penyakit sampar, tularemia, antraks, frambusia, kunjungtivis, demam

undulans, tripanosomiasis, dan penyakit spirokaeta. (Chandra 2007)

Lalat memliki tubuh beruas-ruas dengan tiap bagian tubuh terpisah dengan

jelas. Anggota tubuhnya berpasangan dengan bagian kanan dan kiri simetris,

dengan ciri khas tubuh terdiri dari 3 bagian yang terpisah menjadi kepala,

thoraks, dan abdomen, serta mempunyai sepasang antena ( sungut) dengan 3

pasang kaki dan 1 pasang sayap. (Permenkes, 2017)

2. Bionomik lalat

a. Lalat suka hidup di tempat kotor, misalnya pada kotoran manusia,

kotoran hewan ataupun sampah yang mudah membusuk.

b. Untuk berkembang biak lalat membutuhkan udara panas yang lembab

serta tersedia bahan makanan yang cukup

c. Lalat tertarik pada cahaya lampu

d. Lalat dewasa sangat aktif pada siang sampai sore hari

e. Lalat dapat terbang 100 m sampai 200 m

10
11

f. Lalat tidak menyukai warna biru.

3. Pola Hidup Lalat

Lalat mempunyai pola hidup yang dapat mempengaruhi kepadatan lalat

disuatu tempat (Suyono, 2010) :

a. Tempat Perindukan

Sarang lalat umumnya adalah kotoran manusia dan hewan serta

dari bahan organik lainnya yang segar maupun membusuk (daging,

ikan,tumbuhan). Masa bertelurnya 4-20 hari, sexual maturity 2-3 hari.

Perkawinan terjadi pada hari ke 2 sampai ke 12 sesudah keluar dari

kepompong. Setiap bertelur mencapai 100-150 butir, setiap betinannya

dapat bertelur mencapai 100-150 butir, setiap betinanya dapat bertelur

sampai 4-5 seumur hidupnya.

b. Jarak Terbang

Lalat tidak suka terbang terus menerus tetapi sering hinggap. Jarak

terbang lalat sangat bervariasi tergantung dari kecepatana angin

temperature, kelembapan dan lain-lain. Jarak terbang antara 0,5-20 km.

c. Kebiasan Makam

Makanan utama adaah benda-benda cair terutama yang

mengandung gula dan berbau amis. Benda yang keras dicairkan

menggunakan liurnya. Setiap makan seringkali memuntahkan

makanannya. Oleh sebab itu kemungkinan terjadi penularan penyakit

dapat melalui aktivitas memuntahkan makakan ini disamping bulu- bulu

kakinya yang sanggup membawa jutaan kuman berbahaya.


12

d. Tempat Istirahat

Lalat suka hinggap ditempat yang kotor antara lain di lantai dan

tanah atau di tempat yang mengandung makanan yang disukainnya,

sering hinggap di tempat yang memanjang vertical misalnya tali yang

menggantung, jarang mau hinggap didinding. Sering hinggap ditempat

yang sejuak dan terhindar dari sinar matahari langsung. Diluar rumah

sering hinggap di semak-semak, di tempat menjemur pakaian, apabila

hujan masuk ke dalam rumah. Lalat tidak suka terbang terus menerus,

setiap saat selalu hinggap.

e. Lama Hidup

Lama kehidupan lalat sangat tergantung dari ketersediaan

makanan, air, dan tenperature. Pada musim panas berkisar antara 2-4

minggu, sedangkan pada musim dingin bisa mencapai 70 hari (Depkes

RI, 1992 dalam Jannah, 2006).

f. Temperatur

Lalat mulai terbang pada temperatur 150C dan aktivitas

optimumnya pada temperatur 210C. Pada temperatur dibawah 7,50C tidak

aktif dan diatas 450C terjadi kematian pada lalat.

g. Sinar

Lalat merupakan binatang yang menyukai sinar. Pada saat malam hari

tidak aktif.
13

4. Jenis – Jenis Lalat

Menurut Suyono dan Budiman (2012) terdapat empat jenis lalat, yakni :

a. Housefty (Lalat Rumah)

Lalat rumah, musca domestica hidup disekitar tempat kediaman

manusia diseluruh dunia. Keseluruhan lingkungan hidupnya

berlangsung antara 10-14 hari, dan lalat dewasa dapat hidup selam

kira-kira satu bulan. Larva ini terkadang menyebabkan myasis usus,

saluran kencing, dan diare.

b. Sandfly (Lalat Pasir)

Lalat pasir meruoakan vektor demam papataci. Demam papataci atau

demam phlebotomus, penyakit yang disebabkan oleh virus dan banyak

ditemukan di daerah mediterania dan Asia Selatan.

c. Tsetse Flies( Lalat Tsetse)

Lalat tsetse merupakan vektor penting penyakit tripanosomiasis pada

manusia dan hewan peliharaan. Paling sedikit terdapat tujuh spesies

dari lalat ini menjadi vektor inveksi trypanosoma pada hewn

peliharaan. Vektor untuk trypanosome rhodesiensi (penyebab

rypanosomisis adalah lalat glossina morsitans, G. Swaynnertoni, dan

G pallidipes.

d. Blackfiles (lalat hitam)

Blackfiles (lalat hitam) yang menjadi vektor penyakit onkosersiasis di

Afrika berasal dari spesies simulium damnosum dan S. Neavei,


14

sedangkan di Amerika adalah S. Metallicum, S. Ochraceum, S.

Callidum.

5. Pengukuran Kepadatan Lalat

Pengukuran kepadatan lalat dapat dilakukan menggunakan fly grill, fly

grill adalah suatu alat untuk mengukur tingkat kepadatan lalat, terdiri dari

fly grill dan alat penghitung (counter). Fly grill dapat dibuat dari bilah-bilah

kayu yang lebarnya 2 cm dan tebalnya 1 cm dengan panjang masing-masing

80 cm, sebanyak 16-26 buah. Bilah-bilah yang sudah disiapkan, dibentuk

berjajar 1-2 cm pada kerangkanya menggunakan paku skrup sehingga dapat

diukut pasang setelah selesai dipakai (Depkes RI, 1992 dalam Jannah, 2006)

Gambar 2.1 fly grill

Jumlah lalat yang hinggap dalam waktu 30 detik dihitung, pada setiap lokasi

sedikitnya sepuluh kali perhitungan (10 x 30 detik) dan lima perhitungan

yang tertingii dibuat rata- rata. Angka rata-rata merupakan petunjuk indeks

populasi lalat dallam satu lokasi tertentu. Kategori hasil pengukuran pada

setiap lokasi atau blosck grill yaitu (Depkes RI, 1992 dalam Jannah, 2006) :

a. 0-3 : Rendah, tidak menjadi masalah

b. 3-5 :Sedang, perlu dilakukan pengamanan terhadap tempat berbiaknya


15

lalat (tumpukan sampah, kotoran hewan, danlain- lain)

c. 6-20 : Tinggi, populasi padat dan perlu perencanaan terhadap tempat

tempat berbiaknya lalat dan bila mungkindirencanakan upaya

pengendalian

d. >20 : Sangat Tinggi, populasi sangat padat dan perlu dilakukan

pengamanan terhadap tempat-tempat berbiaknya dan tindakan

pengendalian lalat.

B. Kandang Sapi

1. Definisi Kandang Sapi

Kandang adalah bangunan sebagai tempat tinggal ternak, yang

ditujujan untuk melindungi terbak terhadap gangguan dari matahari, hujan,

angin, gangguan binatang buas, serta untuk memudahkan dalam

pengelolaan. (Deptan, 2000) Secara umum, kandang ternak sapi

mempunyai dau macam tipe yaitu kandang koloni dan kandang invidu atau

tunggal. Kandang koloni adalah kandang yang hanya terdiri dari satu

bangunan atau satu ruangan, tetapi digunakan untuk memelihara ternak

secara berkelompok atau bersama-sama. Pada umunya bagi perusahaan

peternakan sapi potong, satu kandang digunakan untuk memelihara ternak

sapi antara 40 sampai 50 ekor. Dengan kandang koloni tenaga kerja yang

diprgunakan lebih efisien sedangkan kandang invidu atau tunggal adalah

kandang yang hanya terdiri satu ruangan atau bangunan dan desain hanya

digunakan untuk memelihara ternak satu ekor. (Nugroho, 2008)


16

Ada dua bentuk kandang sapi yaitu kandang tradisional dan kandang

intensif. Kandang tradisional sebagian besar petani peternak yang

mempunyai ternak antara 1-3 ekor saja, kandang yang dibangun untuk

ternaknya adalah secara tradisional. Kandang yang dibangun biasanya

sangat sederhana terdari bahan bangunan papan, kayu dan genting, bahan

atapnyapun ada yang terbuat dari bahan rumbia atau ijuk. Sedangkan

kondisi lantai hanya tanah yang dipadatkan, tanpa diplur atau disemen.

Pada kandang tradisional ini, sebetulnya belum memenuhi standar

kesehatan baik itu kesehatan bagi ternak yang dipelihara didalamnya,

maupun kesehatan bagi petani peternknya(pemilik). Sedangkan kandang

intensif biasanya berukuran besar , dan umumnya dimiliki oleh perusahaan

peternakan yang berskala besar, biasanya kandang tersebut dibuat secara

permanen dengan dinding tembok keliling yang terbuka, dinding kayu,

papan atau tanpa dinding hanya pembatas dari pipa-pipa besi sehingga

ventilasi udara tidak menjadi masalah, disamping itu lantai juga sudah

disemen atau dicor, begitu pula tempat pakannya. (Nugroho, 2008)

C. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Kepadatan Lalat Di Kandang Sapi

1. Sanitasi kandang sapi

Sanitasi kandang adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh peternak untuk

kebersihan kandang dan lingkungannnya. Kegiatan ini penting karena

dengan keadaan kandang serta lingkungan yang bersih, maka kesehatan

ternak maupun pemiliknya menjadi tejamin. Kebersihan kandang bisa diatur

sesuai dengan kebutuhan sehingga lingkungan menjadi sejuk, nyaman, tidak


17

berbau ataupun lembab. Dalam melakukan sanitasi kandang untuk

pemeliharaan sapi dan lingkungannya ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan (Deptan,2000):

a. Kebersihan Kandang

1) Menjaga kebersihan kandang merupakan salah satu tindakan

biosekuriti untuk mencegah penyebaran penyakit, lima komponen

kebersihan kandang sapi meliputi : (Permatasari, 2017)

a) Tidak terdapat kotoran ternak

b) Tidak terdapat makanan ternak yang berceceran

c) Tidak terdapat genangan air

d) Tidak terdapat sampah yang berserakan

2) Perawatan kebersihan kandang sapi

Kegiatan membersihkan kandang dilakukan setiap hari dengan cara

membersihkan kotoran sapi dan sisa pakan yang tumpah serta

membersihkan tempat minum dan pakan. Berikut tahapan prawatan

kandang yang harus dilakukan setiap hari.

a) Bersihkan sisa pakan dan minum yang ada di wadah pakan.

b) Bersihkan sisa air minum di wadah minum, lalu bersihkan atau cuci

wadahnya dengan cara disikat dan dibilas menggunakan air bersih.

c) Setelah wadah pakan dan minum bersih serta mulai terlihat aktif,

pakan mulai dituangkan ke dalam wadah pakan dan air diisikan

kedalam wadah minum.


18

Selain kegiatan membersihkan kandang setiap hari, satu

minggu sekali (biasanya pada hari jumat), kandang dibersihkan

secara menyeluruh dengan cara disemprot menggunakan air bersih.

Jika perlu, guanakan desinfektan pakan, urine sapi.(Ruhyadi dan

Fikar, 2010).Salah satu tempat berkembangbiaknya lalat pada

daerah peternakan adalah kandang ternak, pengamanan pada

kandang ternak dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan

kandang.

Menurut penelitian Fatika Nur Fatmasari 2018 kepadatan lalat

tinggi karena para pemilik kandang yang masih kurang

memperhatikan kebersihan limbah kotoran, dan menurut WHO

(1986) terdapat beberapa tempat perkembangbiakan atau

perindukan dari lalat salah satunya yaitu sampah basah dan

sammpah organik.

b. Penanganan Limbah

1) Karakter Limbah Peternakan

Secara umum limbah dapat diartikan sebagai substansi yang

didapatkan selama pembuatan sesuatu, barang sisa atau sesuatu yang

tidak berguna dan harus dibuang. Limbah dapat diartikan sebagai hasil

samping dari kegiatan. Produksi peternakan juga menghasilkan

utamanya yaitu daging, telur, susu, dan kulit, produksi peternakan

juga menghasilkan limbah (waste) seperti feses, urin, sisa pakan,

hedding/litter, kemasan pakan, kemasan obat/vaksin, serta ternak mati.


19

Setiap kilogram daging yang kita konsumsi menghasilkan limbah 20

kilo gram dikandang. (Kemendikbud RI, 2013)

Karakteristik limbah peternakan dapat dibedakan dari bentuk dan

sifatnya. Limbah ternak berdasarkan bentuk adalah limbah padat,

limbah cair dan limbah gas. Limbah padat merupakan semua limbah

yang berbentuk padatan atau dalam feses padat (kotoran ternak/feces,

ternak yang mati, isi perut dan rumen, sisa pakan dan bedding/litter),

limbah cair adalah semua limbah yang berbentuk cairan atau berada

dalam fase cair (air seni atau urine, air pencuci ternak, alat-alat dan

kandang). Sedangkan limbah gas adalah semua limbah yang

berbentuk gas atau berada dalam fase gas (CO, NH3,H2S,CH4).

(Kemendikbud RI, 2013)

Berdasarkan sifatnya limbah ternak yaitu sifat fisik, sifat kimia,

dan sifat biologi. Limbah berdasarkan sifat fisik berhubungan dengan

fisik limbah tersebut seperti jumlah limbah, kandungan padatan, berat

jenis, ukuran partikel, warna, bau dan temperature limbah. Limbah

berdasarkan sifat kimia yaitu limbah yang berkaitan dengan pH

limbah, unsur hara yang terkandung pada limbah seperti kandungan

(N,P,K,C,Ca, dll). Serta yang ada hubungan dengan Biological

Oxygen Demand (BOD) atau kebutuhan oksigen biologis (KOB).

Sedangkan dari sifat biologi adalah kandungan jasad renik/kandungan

mikroorganisme yang terkandungnya (E.Coli, Bacillus sp dll).

(Kemendikbud RI, 2013)


20

2) Dampak Limbah

Secara umum ditanyatakan bahwa limbah peternakan

dikategorikan sebagai limbah yang volumenya sedikit adakn tetapi

memiliki daya cemar yang sangat tinggi. Limbah ternak masih

mengandung nutrisi atau zat padat yang potensial untuk mendorong

kehidupan jasad renik yang dapat menimbulkan pencemaran, studi

mengenai pencemaran air oleh limbah peternakan melaporkan bahwa

total sapi dengan berat badannya 5.000 kg selama satu hari, produksi

manurenya dapat mencemari 9.084 x 107m3air. Selain melalui air

limbah peternakan sering mencemari lingkungan serta biologis yaitu

sebagai media untuk berkembang biaknya lalat. Kandungan air

manure antara 27-86% merupakan media yang paling baik untuk

pertumbuhan dan perkembangan larva lalat, sementara kandungan air

kotoran ternak 65-85& merupakan media yang optimal untuk bertelur

lalat. (Kemendikbud RI, 2013)

Limbah yang dihasilkan dari kegiatan bidang peternakan, apabila

tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan pencemaran

lingkungan. Limbah peternakan khusunya limbah berbentuk padat

potensi menimbulkan bahaya kesehatan baik itu ternak maupun

manusia, potensi bahaya kesehatan tersebut disebabkan karena limbah

merupakan sumber berbagai jenis penyakit. (Kemendikbud RI, 2013)

Peternak sapi di indonesia rata-rata memiliki 2-5 ekor sapi dengan

lokasi yang tersebar. Kondisi demikian menyebabkan penanganan


21

limbah kotoran ternak sulit dialkukan secar terintegrasi dengan sistem

pertanian. Penanganan limbah yang baik sangat penting karena dapat

memperkecil dampak negatif terhadap lingkungan, seperti polusi

tanah, air, udara dan penyebaran penyakit menular. Pada umumnya

peternak menangani limbah secara sederhana, seperti membuat

kotoran ternak menjadi kompos maupun menyebarkan secara

langsung di lahan pertanian. (wahyuni, 2013)

3) Terdapat tiga komponen dalam penanganan limbah ternak sapi yaitu

meliputi : (Permatasari, 2017)

a) Frekuensi membersihkan Limbah dibersihkan setiap hari

b) Tempat penampungan limbah > 1 meter dari kandang

c) Limbah diarahkan ke reactor biogas serta mempunyai saluran

limbah khusus.

Timbunan kotoran di kandang yang dibuang ke permukaan tanah

pada temperatur tertentu dapat menjadi tempat perindukan lalat.

Tempat perindukan lalat yang paling utama adalah pada kotoran

hewan yang lembab dan masih baru (normal nya lebih kurang satu

minggu), Kotoran hewan ternak yang menumpuk berhari-hari

berpotensi menjadi tempat perkembangiakan lalat dan meningkatkan

populasi lalat. Sarang lalat umunya adalah kotoran manusia dan

hewan serta dari bahan organik lainnya yang segar maupun

membusuk (daging, ikan, tumbuhan)` (Suyono Dan Budiman, 2012)


22

Menurut penelitian annisa muthmainna kasiono 2016 dengan

indikator sama pengelolaan sampah dengan kepadatan lalat

disebabkan karena tidak tersedianya tempat pengumpulan sampah

sementara sehingga timbunan sampah berserakan.

c. Arah Kandang

Arah bangunan kandang tunggal sebaiknya menghadap ke timur,

sedangkan untuk bangunan kandang ganda sebaiknya membujur ke utara

selatan. Maksudnya agar sinar matahari pagi dapat masuk kedalam

kandang untuk membantu proses pem-bentukan vitamin D dalam tubuh

ternak sekaligus sebagai pembasmi bibit penyakit. (Deptan, 2000)

Letak kandang diusahakan sedemikian rupa, sehingga sinar

matahari dapat leluasa masuk ke dalam kandang. Sinar matahari yang

paling baik bagi ternak adalah sinar matahari pagi, oleh karena itu bagian

kandang yang terbuka sedapat mungkin menghadap kearah masuknya

sinar matahari pagi. (Nugroho, 2008) Lalat merupakan binatang yang

menyukai sinar, lalat sering hinggap ditempat yang sejuk dan terhindar

dari sinar matahari langsung.

d. Bangunan kandang

1) Kontruksi Bangunan Kandang Sapi

a) Pondasi

Pondasi hendaknya cukup padat dan kuat, karen untuk menahan

beban keseluruhan bangunan seperti : kerangka banguna, atap


23

bangunan dan dinding kandang serta menahan masuknya air hujan

kedalamnya.

b) Lantai kandang

Lantai kandang hendaknya dibuat cukup kuat dan dibuat

sedemikian rupa sehingga mudah dalam pembersihannya,

disamping itu untuk lantai kandang ternak sapi dibuat miring

kurang lebih 2 cm tiap 1 meter. Dengan tujuan agar air kencing, air

bekas mencuci kandang, atau air lainnya yang ada di dalam

kandang dapat mengalir keluar dengan mudah. Syarat kandang

yang baik anatar lain: tidak licin agar ternak tidak tergelincir, tidak

becek, tidak terlalu kasar.

c) Dinding kandang

Hal yang perlu diperhatikan pada kontruksi dinding kandang ternak

adalah di buat sedemikian rupa sehingga di dalam kandang terdapat

udara yang segar dan dalam keadaan nyaman, cahaya matahari

dapat masuk di dalam ruangan kandang, ternak yang ada di dalam

kandang dapat dilihat dengan mudah, kontruksi dinding kandang

ternak dibuat sedemikian rupa sehingga sesuai dengan jenis dan

karakteristik ternak yang dipelihara serta tujuan akhir dari usaha

tersebut. sedangkan bahan untuk dinding kandang dapat terbuat

dari tembok, papan, kayu, bambu, dan lain sebagainya.


24

d) Atap

Atap kandang berfungsi untuk menghidarkan panas dan hujan, atap

kandang diusahan dari bahan yang awet , memberi kehangatan bagi

ternak pada waktu malam hari. Atap kandang dapat menggunaka

genting, seng, asbes, rumbia, ilalang maupun ijuk.

2) Kontruksi bangunan kandang menurut Permentan Peraturan Menteri

Pertanian Republik Indonesia Nomor 100/Permentan/OT.140/7/2014

meliputi :

a) konstruksi harus kuat

b) terdapat drainase dan saluran pembuangan limbah baik

c) tempat kering dan tidak tergenang air

d) lantai dengan kemiringan 2-5 derajat, tidak licin, tidak kasar, mudah

kering dan tahan injakanserta menggunakan alas (karpet/matras)

e) luas kandang sesuai peruntukannya.

Saluran Pembuangan Limbah yang tidak baik dapat menyebabkan bau

dan didukung dari kondisi yang kotor dapat menjadi salah satu tempat

yang akan disukai oleh lalat dan Jika lantai pada kandang ternak sapi tidak

dibuat miring 2-5 derajat maka air kencing air bekas mencuci kandang,

atau air lainnya yang ada di dalam kandang tidak dapat mengalir sehingga

air tesebut dapat mendatangkan lalat karena lalat berkembang biak pada

pemukaan air kotor yang terbuka. Berdasarkan penelitian kasiono, 2016

terdapat hubungan antara saluran pembuangan limbah dengan kepadatan

lalat karena pembuangan limbah menimbulkan bau dan dihinggapi lalat.


25

e. Lokasi kandang

Lokasi atau keberadaan kandang sapiyaitu meliputi : (Deptan, 2000)

1) Tidak menjadi satu dengan rumah tinggal, jaraknya + 10 meter, Tidak

berdekatan dengan bangunan umum atau lingkungan yang terlalau

ramai

2) Lokasi kandang sebaiknya lebih tinggi dari sekitarnya

3) Tersedia tempat penampungan kotoran dan limbah/sisa-sisa pakan

4) Tersedia air bersih dalam jumlah yang cukup

Menurut Zuroida, Rizqi dan R. Azizah Penempatan kandang ternak yang

dekat dengan rumah dapat menyebabkan penularan penyakit akibat

vektor lalat yang berada disekitar rumah.

Lokasi kandang agar memberi kemudahan-kemudahan di dalam

manejmen pengelolaanya, maka kandang seyogyanya dibangun dengan

memperhatikan hal-hal sebagai berikut : (Nugroho, 2008)

1) Transportasi mudah, lokasi kandang sebainya dekat dengan jalan,

karena akan mempermudah pada saat pengadaan bibit stau bakalan,

bahan pakan dan obat-obatan, serta pemasaran hasil ternaknya.

2) Dekat sumber air, lokasi kandang sebaiknya dekat dengan sumber air,

karena air merupakan kebutuhan sehari-hari yang harus ada.

Disamping air digunakan untuk kebutuhan air minum ternak, air

digunakan juga untuk membersihkan kandang dan peralatan, untuk

menyiram tanaman hijauan pakan ternak dan lain sebagainya.


26

3) Jauh dari keramaian, lokasi kandang sebaiknya jauh dengan

keramaian, karena apabila kandang dibangun dekat dengan

keramaiaan dapat menyebabkan ternak tidak tenang, yang akhirnya

dapat menurunkan pertambahan berat badan.

4) Bebas dari genangan air, air yang menggenang disekitar kandang

apabila tidak ditangani dengan baik maka dapat merupakan tempat

berkembangbiaknya bibit penyakit.

2. Kelembaban Pada Kandang

Kelembaban dalam ruangan kandang sangat berpengaruh terhadap

kesehatan ternak yang tinggal di dalamnya. Kelembaban yang tinggi dapat

menyebabkan ternak menderita suatu penyakit pernafasan kelembapan yang

tinggi dalam kandang bisa disebabkan oleh beberapa hal antara lain : dari

badan ternak itu sendiri, kotoran dan air kencing, percikan air minum pada

saat ternak minum dan sebagainya. (Nugroho, 2008)

Kelembaban juga akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan

perkembangan bibit penyakit atau sumber penyakit, apabila kelembapan

yang ada cocok untuk pertumbuhan dan perkembangan suatu bibit penyakit

atau sumber penyakit, maka populasi bibit penyakit dapat meningkat dengan

pesat. Dengan meningkatnya populasi bibit penyakit, maka kemungkinan

besar ternak terserang penyakit semakin besar.

Lalat berkembangbiak membutuhkan udarayang lembab dan udara panas.

Menurut penelitian Agus Kuriawan, 2016 Jumlah lalat yang dikoleksi di

Peternakan Skala Kecil lebih banyak jika dibandingkan dengan Peternakan


27

Skala Menengah dan Besar diakibatkan oleh kondisi kandang yang sangat

dekat dari kebun rumput, kandang yang kurang mendapatkan sinaran

matahari secara langsung sehingga kandang lebih sering dalam kondisi

lembab yang diketahui sangat menguntungkan bagi perkembangbiakan lalat

pradewasa

3. Desinfektan

Disinfektan adalah bahan kimia yang digunakan untuk mencegah

terjadinya infeksi atau pencemaran oleh jasad renik atau obat untuk

membasmi kuman penyakit. Pengertian lain dari disinfektan adalah senyawa

kimia yang bersifat toksik dan memiliki kemampuan

membunuhmikroorganismeyang terpapar secara langsung oleh

disinfektan.Berdasarkan Permenntan NO 46 tahun 2015 melakukan

desinfektan kandang dan peralatan, penyemprotan terhadap serangga, lalat

dan pembasmian terhadap hama lainnya dengan menggunakan desinfektan

yang ramah lingkungan atau teregistrasi jika tidak melakukan penyemprotan

desinfektan maka akan menimbulkan datangnya vektor.

D. Gangguan Lalat Pada Manusia

Menurut jannah (2006) gangguan lalat yang tidak dikendalikan akan

menyebabkan beberapa gangguam. Adapun gangguan yang sering di alami

oleh manusia antara lain :

1. Mengganggu ketenangan

2. Menggigit
28

3. Myasis menimbulkan penyakit pada manusia dengan cara meletakkan tlur

pada luka yang terbakar, kemudian larvanya hidup pada daging manusia

4. Menularkan penyakit secara biologis (penyakit tidur, leishmaniasis,

bartonelolsis).

5. Penularan penyakit secara mekanis (typhoid fever, parathoid fever, desentri

basiler, desentri amoeba, dan lain-lain).

E. Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan Untuk Vektor Lalat

Standar baku mutu ksehatan lingkungan untuk vektor dan binatang

pembawa penyakit terdiri dari jenis, kepadatan, dan habitat perkembangbiakan.

Jenis dalam hal ini adalah nama/genus/spesies vektor dan binatang pembawa

penyakit. Kepadatan dalam hal ini adalah angka yang menunjukkan jumlah

vektor dan binatang pembawa penyakit dalam satuan tertentu sesuai dengan

jenisnya, baik periode pendewasaan maupun periode dewasa. Habitat

perkembangbiakan adalah temapat berkembangbiaknya periode pradewasa

vektor dan bianatang pembawa penyakit. Untuk vektor lalat nilai baku

mutunya adalah < 2 untuk mewujudkan lingkungan yang sehat (Pemenkes RI,

2017)
29

F. Pengendalian Lalat

Lalat adalah serangga dari ordo diphtera, serangga yang mempunyai

sepasang sayap yang membentuk membiru. Berikut ini adalah teknik

pengendalian lalat. (Nurul Dan Wahid 2009)

1. Usahakan perbaikan lingkungan, terutama melalui pembuangan sampah

yang memenuhi syarat kesehatan, usaha ini bertujuan untuk mencegah

terjadinya sarang sarang lalat

2. Usahakan pengendalian secara biologi. Usahakan ini dilakukakan dengan

jalan sterilisasi terhadap lalat jantan, dengan tujuan agar lalat tersebut bila

mengadakan perkawinan akan dihasilkan telur steril (cara ini hanya bisa

dilakukandi laboratorium).

3. Usaha pengendalian dengan menggunakan racun serangga. Racun serangga

yang digunakan dalam pengendalian lalat ada dua golongan.

Tabel 2.1 Dosis Pemakaian Racun Serangga

Tipe Pemakaian Jenis Racun Keterangan


1. Residual -DDT Disemprotkan pada
emulsi/suspensi tempat istirahat lalat
50% pada malam hari.
- Lindone 0,5%
- Chlordane 2,5 %
- Method 5 %
2. Sapse terman - DDT 5% Disemprotkan pada
- Chlordane 2% timbunan sampah atau
- Sindbane 2% sekitar tempat
pengolahan makanan.
G. Kerangka Teori

Sampah yang
berserakan
Kebersihan
Terdapat kotoran
kandang
sapi

Penanganan Frekuensi Timbunan


Sanitasi
limbah membersihkan limbah/kotoran
kandang
limbah nn

Kemiringan lantai Genangan air Kepadatan lalat


Bangunan
kandang
Saluran pembuangan
limbah Gambar 2.2 kerangka teori
Sumber : Modifikasi dari
Deptan(2000),
Permatasari (2017) dan
Nugroho (2008),
Kelembaban Kandang yang Permentan No 101 (2006),
lembab permentan No 100 (2014)

Desinfektan Tidak melakukan


kandang desinfeksi pada
kandang 30
BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESA PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah suatu uraian dan visualisasi konsep – konsep

serta variabel – variabel yang akan diteliti ( Notoatmodjo, 2018). Kerangka

konsep dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

VARIABEL VARIABEL
INDEPENDEN DEPENDEN

Sanitasi kandng
ternak sapi : Kepadatan Lalat di
1. Kebersihan Kandang Ternak Sapi
kandang
2. Penanganan
limbah

Gambar 3.1 kerangka konseptual

: Diteliti

: Berhubungan

31
32

B. Hipotesa Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap tujuan penelitian yang

diturunkan dari kerangka pemikiran yang telah dibuat (Sujarweni2014), maka

dalam penelitian ini dapat dirumuskan hipotesis alternatif sebagai berikut

Ha.: Ada hubungan antarasanitasi kandang ternak sapi dengan kepadatan lalat

di Desa Jono Kecamatan Temayang Kabupaten Bojonegoro


BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian analitik. Menurut

Notoatmodjo (2018) survei analitik adalah penelitian yang mencoba menggali

bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi. Desain penelitian

cross sectional ( potong lintang ) adalah mencangkup semua jenis penelitian

yang pengukuran variabel-variabelnya dilakukan hanya satu kali atau pada saat

itu. Pada penelitian ini peneliti ingin mengetahui hubungan antara sanitasi

kandang ternak sapi dengan kepadatan lalat di Desa Jono Kecamatan

Temayang Kabupaten Bojonegoro.

Populasi
(sampel)

Faktor Risiko + Faktor Risiko –

Efek + Efek – Efek + Efek –

Gambar 4.1 Rencana Penelitian


Sumber : Notoatmodjo, 2018

33
34

B. Populasi Dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan jumlah yang terdiri atas obyek atau subyek

yang mempunyai karakteristik dan kualitas tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk diteliti dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sujarweni,

2014). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kandang ternak sapi di

Desa Jono yang berjumlah 57 kandang.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh

populasi yang digunakan untuk penelitian. Bila populasi besar, peneliti tidak

mungkin mengambil semua untuk penelitian misal karena terbatasnya dana,

tenaga, dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil

dari populasi. Sampel yang diambil harus mewakili populasi dan valid

(Sujarweni, 2014).Dalam penelitian ini sampel adalah kandang ternak sapi

di Desa Jono yang berjumlah 57 kandang.


35

C. Kerangka Kerja Penelitian

Kerangka kerja merupakan penahapan dalam suatu penelitian pada

kerangka kerja disajikan alur penelitian terutama variabel yang akan digunakan

dalam penelitian (Nursalam, 2011). Berikut ini disampaikan kerangka kerja

dari penelitian ini, mulai dari awal hingga penarikan kesimpulan.

Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pemilik sapi potong di Desa Jono
Kecamatan Temayang Kabupaten Bojonegoro yang berjumlah 57

Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah pemilik sapi potong di Desa jono
Kecamatan Temayang Kabupaten Bojonegoro yang berjumlah 57

Pengumpulan Data
Pengumpulan data menggunakan observasi dan pengukuranfly grill

Jenis Dan Desain Penelitian


Jenis penelitian analitik dengan desain cross sectional

Pengolahan Data
Editing, coding, entry, cleaning,tabulating dan analisis
data dengan SPSS uji chi square

Hasil Dan Kesimpulan


,

Gambar 4.2 Kerangka


Kerja Penelitian
36

D. Variabel Penelitian Dan Definisi Operasional Variabel

1. Variabel Penelitian

Variabel penelitian mengandung pengertian ukuran atau ciri-ciri

yang dimiliki oleh anggota-anggota suatu kelompok yang berbeda dengan

yang dimilki oleh kelompok lain (Notoatmodjo, 2018). Variabel yang

digunakan dalam penelitian ini ada dua yaitu variabel bebas dan variabel

terikat

a. Variabel Bebas (Independen Variable)

Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau

menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen itu

(Sujarweni, 2014). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah sanitasi

kandang ternak sapi (kebersihan kandang dan penanganan limbah)

b. Variabel Terikat ( Dependen Variable)

Variabel terikat merupaka variabel yang dipengaruhi atau akibat,

karena adanya variabel bebas (Sujarweni, 2014). Dalam penelitian ini,

variabel terikat adalah kepadatan lalat di Desa Jono Kecamatan

Temayang Kabupaten Bojonegoro.

2. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah variabel penelitian dimaksudkan untuk

memahami arti setiap variabel penelitian sebelum dilakukan

analisis.(Sujarweni,2014).
37

Tabel 4.1 Definisi Opersional

Variabel Definisi Operasional Parameter Alat Ukur Skala Data Kategorik


Variabel Dependen
Sanitasi Sanitasi kandang adalah suatu Pengukuran tentang kebersihan Lembar Observasi Nominal Buruk : 1
kandang kegiatan yang dilakukan oleh kandang dan penganan limbah Baik : 2
peternak untuk kebersihan ternak sapi yang meliputi :
kandang dan lingkungannnya. 1. Keberadaan kotoran ternak
(Deptan, 2000) 2. Keberadaan genangan air
3. Keberadaan makanan ternak yang
berceceran
4. Frekuensi membersihkan limbah (
setiap hari)
5. Mempunyai saluran limbah
khusus
Dan penilaian dengan melihat lembar
observasi
1. Dikatakan buruk jika skor < 50 %
2. Dikatakan baik jika skor > 50 %

37
Variabel Definisi Operasional Parameter Alat Ukur Skala Data Kategorik
Variabel Independen
Kepadatan Kepadatan lalat merupakan jumlah lalat yang hinggap fly grill Lembar observasi Nominal Tinggi >5 : 1
lalat banyaknya lalat yang hinggap dalam waktu 30 detik dihitung, pada (Fly Grill) Tidak tinggi <5 : 2
di fly grill setiap lokasi sedikitnya sepuluh kali
perhitungan (10x30 detik) dan lima
perhitungan yang tertinggi dibuat
rata-rata. Dengan penilaian sebagai
berikut :
1. > 5 : tinggi, populasi padat dan
perlu perencanaan terhadap
tempat-tempat berbiakny lalat
dan bila mungkin
direncanakan upaya
pengendalian.
2.< 5 : tidak tinggi, tidak menjadi
masalah

38
39

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan

oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan data agar kegiatan tersebut

menjadi sistematis dan dipermudah olehnyaitu (Sujarweni, 2014). Instrumen

yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi dan pengukuran

kepadatan lalat dengan alat Fly Grill.

1. Observasi (Pengamatan)

Lembar observasi adalah lembar pengamatan atas penelitian yang

sedang diamati oleh peneliti itu (Sujarweni, 2014). Alat yang digunakan

dalam melakukan observasi pada penelitian ini yaitu Check list : daftar

pengecek, berisi subjek danidentitas dari sasaran pengamatan

2. Pengukuran Kepadatan Lalat

Gambar 4.3 fly grill

Jumlah lalat yang hinggap dalam waktu 30 detik dihitung, pada setiap

lokasi sedikitnya sepuluh kali perhitungan (10 x 30 detik) dan lima

perhitungan yang tertingi dibuat rata- rata. Angka rata-rata merupakan


40

petunjuk indeks populasi lalat dallam satu lokasi tertentu. Alat yang

digunakan untuk mengukur kepadatan lalat adalah fly grill.

a.< 5 : tidak tinggi, tidak menjadi masalah (Depkes,1992)

b. > 5 : tinggi, populasi padat dan perli perencanaan terhadap tempat-

tempat berbiaaknya lalat dan bila mungkin direncanakan upaya

pengendalian (Depkes,1992)

Waktu penempatan fly grill dimulai pukul : 07.30-08.30 WIB. Jika dihari

tersebut hujan tidak dilakukan penelitian

F. Lokasi Dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kandang ternak sapi di Desa Jono Kecamatan

Temayang Kabupaten Bojonegoro


41

2. Waktu Penlitian

Tabel 4.2Realisasi Kegiatan Penelitian Prodi S1 Kesehatan Masyarakat Di

Kandang Sapi Ternak Desa Jono Kec. Temayang Kab. Bojonegoro

no Kegiatan Waktu
1 Pengajuan judul 13 Februari 2019
2 Penyusunan dan konsultasi 18 Februari- 25 April 2019
proposal skripsi
3 Seminar proposal skripsi 07 Mei 2019
4 Revisi ujian seminar 14 Mei 2019
proposal skripsi
5 Pengambilan dan 19 Juni 2018-18 Juli 2019
pengolahan data penelitian
6 Penyusunan dan konsultasi 24 Juli 2019
skripsi
7 Sidang skripsi 15 Juli 2019

G. Prosedur Pengumpulan Data

1. Pengumpulan Data

a. Sumber Data

1) Data Primer

Data primer diperoleh langsung dari subjek penelitian dengan

menggunakan alat ukur atau alat pengambil data, langsung pada

subjek sebagai sumber informasi yang dicari. Data primer diperoleh

langsung dari hasil survei pendahuluan dan observasi oleh peneliti

secara langsung di kandang ternak sapi potong desa Jono Kecamatan

Temayang Kabupaten Bojonegoro.


42

2) Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh lewat pihak lain, tidak

langsung diperoleh peneliti dari subjek penelitiannya. Biasanya berupa

data dokumentasi atau data yang telah tersedia. Data diperoleh dari

UPTD puskeswan Dander yaitu 57 kandang ternak sapi di desa Jono.

b. Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara menggunakan observasi

dengan menggunakan lembar skoring, pengukuran oleh peneliti secara

langsung mengenai pengukuran kepadatan lalat.

2. Pengolahan Data

Kegiatan dalam proses pengolahan data meliputi editing, coding, entry,

cleaning, dan tabulating (Notoadmojo, 2018)

a. Editing, yaitu memeriksa kelengkapan, kejelasan makna jawaban,

konistensi maupun kesalahan antar jawaban pada kusioner

b. Coding, yaitu memberikan kode-kode untuk memudahkan proses

pengolahan data

Tabel 4.3 Coding Data Variabel

No Variabel Kategorik Kode


1 Sanitasi kandang Buruk 1
ternak sapi Baik 2
2 Kepadatan lalat Tinggi 1
Tidak tinggi 2

c. Entry, memasukkan data untuk dioalah menggunakan komputer


43

d. Cleaning, mengecek kembali dat yang sudah dimasukkan untuk melihat

kemungkinan-kemungkinan adanay kesalahan-kesalahan kode,

kelengkapan, dan sebagainya kemudian dilakukan pembetulan atau

koreksi.

e. Tabulating, yang mengelompokkan data sesuai variabel yang akan diteliti

guna memudahkan analisis data.

H. Analisis Data

1. Analisis Univariat

Analisis univariat berfungsi untuk meringkas kumpulan data hasil

pengukuran sedemikian rupa sehingga kumpulan data tersebut berubah

menjadi informasi yang berguna dan pengolahan datana hanya satu variabel

saja, sehingga dinamakan univariat (Sujarweni,2014). Analisis yang

dilakukan pada penelitian ini adalah menggambarkan masing-masing

variabel, baik variabel bebas berupa sanitasi kandang ternak sapi

(kebersihan kandang dan penanganan limbah) dan variabel terikat berupa

kepadatan lalat.

2. Analisis Bivariat

Penelitian analisis bivariat adalah analisis yang dilakukan antara dua

variabel. Analisis bivariat ini dilakukann dengan menggunakan uji untuk

mengetahui hubungan yang signifikan antar masing-masing variabel bebas

dengan variabel terikat.


44

Terdapat uji parametrik dan non parametrik pada analisis bivariat

(Saryono,2013). Syarat uji chi square adalah :

a. Sampel dipilih secara acak

b. Semua pengamatan dilakukan dengan independen

c. Setiap sel paling sedikit berisi frekuensi harapan sebesar 1. Sel-sel

dengan frekuensi harapan kurang dari 5 tidak melebihi 20% dari total sel.

Uji alternatif dari Chi Squreadalah uji Fisher Exactuntuk tabel 2x2

dengan ketentuan sampel kurang atau sama dengan 40 dan terdapat sel

yang nilai harapan (E) kurang dari 5.Penentuan pemeriksaan hipotesis

penelitisn berdasarkan tingkat signifikansi (p=value) yang diperoleh dari

chi-square, yaitu :

a. Jika nilai sig p > 0,05 maka hipotesis penelitian (Ho) diterima dan (Ha)

ditolak berarti tidak ada hubungan.

b. Jika nilai sig p <0,05 maka hipotesis penelitian (Ha) diterima dan (Ho)

ditolak berarti ada hubungan.

Untuk melihat keeratan digunakan uji RP (Ratio Prevalensi) dengan

melihat dinilai, sebagai berikut :

a. RP (Rasio prevalens) < 1, artinya ada hubungan namun variabel tersebut

tidak menjadi faktor resiko.

b. RP (Rasio prevalens) > 1, artinya ada hubungan dan variabel tersebut

menjadi faktor resiko.

c. RP (Rasio prevalens) = 1, artinya variabel bebas tersebut tidak menjadi

faktor resiko.
45

d. Derajat kepercayaan (Confident interval 95%). Bata kemaknaan α = 0,05

(5%).

1) Jika CI melewati angka 1 artinya faktor yang diteliti tidak

berhubungan

2) Jika CI tidak melewati angka 1 artinya faktor yang diteliti

berhubungan.

I. Etika Penelitian

Kode etik penelitian adalah suatu pedoman etika yang berlaku untuk setiap

kegiatan penelitian yang melibatkan antara pihak peneliti, pihak yang diteliti

(subjek penelitian) dan masyarakat yang akan memperoleh dampak hasil

penelitian tersebut (Notoatmodjo,2018)

1. Lembar Persetujuan (Informed Consent)

Resoponden bersedia diteliti setelah diberikan lembar permintaan

menjadi responden harus mencantumkan tanda tangan. Jike responden

menolak untuk diteliti maka peneliti tidak boleh memaksa dan tetap

menghormati hak-hak responden (Notoatmodjo,2018).

2. Tanpa Nama (Anonymity)

Untuk menjaga kerahasian responden, peneliti tidak mencantumkan

nama responden. Peneliti hanya mencantumkan nama inisial responden.

Subyek mempunyai hak untuk meminta bahwa ada data yang diberikan

harus dirahasiakan, sehingga tidak perlu mencantumkan nama identitas

subyek (Nursalam,2011)
46

3. Kerahasiaan (Confidentiality)

Subyek mempunyai hak untuk meminta bahwa ada yang diberikan

harus dirahasiakan. Kerahasiaan responden dan informasi yang telah

dikumpulkan dijamin oleh peneliti. Data tersebut hanya disajikan dan

dilaporkan kepada beberapa kelompok yang berhubungan dengan penelitian

(Nursalam,2011)
BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada kandang ternak sapi yang berada di

Desa Jono Kecematan Temayang Kabupaten Bojonegoro. Dengan total luas

wilayah 566.384 Ha dengan batas wilayah Desa Jono sebagai berikut :

1. Sebelah Utara : Desa Buntalan dan Desa Pancur

2. Sebelah Selatan : Desa Temayang

3. Sebelah Timur : Desa Belun

4. Sebelah Barat : Kecamatan Dander dan Desa Bubulan

Jumlah penduduk diDesa Jono Kecamatan Temayang Kabupaten

Bojonegoro pada tahun 2017 sebanyak 4.293 jiwa. Berdasarkan jenis kelamin

penduduk perempuan berjumlah 2.143 jiwadan penduduk laki-laki berjumlah

2150 jiwa. Jumlah pemilik kandang ternak sapi di Desa Jono pada tahun 2019

sebanyak 57 pemilik. Penelitian ini dilaksanakan pada 57 kandang ternak sapi

yang berada di Desa Jono Kecamatan Temayang Kabupaten Bojonegoro

B. Hasil Penelitian

Analisis dilakukan dalam dua tahap yaitu analisis univariat untuk mengetahui

ditribusi frekuensi masing-masing variabel, baik variabel bebas maupun

variabel terikat. Kemudian dilanjutkan dengan analisis bivariat untuk

mengetahui hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat.

47
48

1. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dari

variabel atau besarnya proporsi masing-masing variabel yang diteliti.

a. Sanitasi Kandang Ternak Sapi

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diperoleh distribusi

frekuensi sanitasi kandang ternak sapi sebagai berikut :

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi sanitasi kandang ternak sapi di Desa


Jono Kecamatan Temayang Kabupaten Bojonegoro bukan
Juli 2019
No Sanitasi Kandang Jumlah Persentase
Ternak Sapi (%)
1 Buruk 33 57.9
2 Baik 24 42.1
Total 57 100.0
Sumber : Data primer hasil penelitian bulan Juli 2019

Berdasarkan tabel 5.1diatas, dapat diketahui bahwa

sebagian besar responden memiliki sanitasi kandang yang buruk

yaitu sebanyak 33 kandang (57.9%)

b.Kepadatan Lalat

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diperoleh distribusi

frekuensi kepadatan lalat sebagai berikut :

Tabel 5.2 Distribusi frekuensi kepadatan lalat di Desa Jono


Kecamatan Temayang Kabupaten Bojonegoro bukan Juli
2019
No Kepadatan Lalat Jumlah Presentase
(%)
1 Tinggi 30 52.6
2 Tidak Tinggi 27 47.4
Total 57 100.0
Sumber : data primer hasil penelitian bulan Juli 2019
49

Berdasarkan tabel 5.2 diatas, dapat diketahui bahwa kepadatan lalat

di Desa Jono tinggi yaitu sebanyak 30 kandang (52.6%)dengan

pengukuran di tiga titik.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat merupakan lanjutan dari analisis univariat. Hasil

penelitiaan dimaksudkan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas

dan variabel terikat dan biasanya nilai ratio prevalens, dengan uji statistik yang

disesuaikan dengan skala data yang ada. Uji statistik yang digunakan chi

square dan penentuan Ratio Prevalens(RP) dengan taraf kepercayaan (CI) 95%

dengan tingkat kemaknaan 0,05. Berikut adalah hasil analisis bivariat dibawah

ini`

a. Hubungan Sanitasi Kandang Ternak Sapi Dengan Kepadatan Lalat Di Desa

Jono Kecamatan Temayang Kabupaten Bojonerogo

Tabel 5.3 Hubungan Sanitasi Kandang Ternak Sapi Dengan Kepadatan


Lalat
Sanitasi Tingkat Kepadatan
Lalat
Tinggi Tidak Total % P- RP (95%CI)
Tinggi Value
N % N %
Buruk 26 78.8 7 21.2 33 100.0 0.000 4.7
Baik 4 16.7 20 83.3 24 100.0 (1.9-11.8)

Berdasarkan tabel dapat diketahui bahwa tingkat kepadatan lalat

yang tinggi pada sanitasi kandang ternak sapi yang buruk yaitu sebanyak 26

kandang (78.8%). Sedangkan kepadatan lalat tidak tinggi sebesar (21.2%)

Jadi proporsi tingkat kepadatan lalat yang tinggi lebih besar pada sanitasi

kandang ternak sapi yang buruk dari pda sanitasi kandang ternak yang baik.
50

Secara statistik pada Chi Squaredapat dikatakan bahwa terdapat

hubungan antara sanitasi kandang ternak sapi dengan kepadatan lalat dengan

nilai p=0.000. Hasil perhitungan risiko didapatkan RP= 4.7 (95% CI 1.899-

11.767) yang berarti bahwa sanitasi kandang ternak sapi yang buruk

mempunyai risiko 4.7 kali mengakibatkan kepadatan lalat yang tinggi dari

pada sanitasi kandang ternak sapi yang baik.

C. Pembahasan

1. Sanitasi Kandang

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 57 kandang sapi,

diperoleh bahwa (57,9%) kandang ternak sapi memiliki sanitasi yang buruk

dan sebanyak (42,1%) memiliki sanitasi dengan kategorik baik.Menurut

Departemen Pertanian tahun 2000 Sanitasi kandang adalah suatu kegiatan yang

dilakukan oleh peternak untuk kebersihan kandang dan lingkungannnya.

Kegiatan ini penting karena dengan keadaan kandang serta lingkungan yang

bersih, maka kesehatan ternak maupun pemiliknya menjadi tejamin.

Buruknya sanitasi didukung dengan masih banyak peternak yang

tidak mempunyai saluran pembuangan air limbah dan pembuangan limbah

khusus. Tidak memilikinya saluran pembuangan air limbah maupun

pembuangan limbah khusus dikarenakan keterbatasan tempat dan bangunan

kandang yang seadanya karena menurut pemilik kandang yang terpenting sapi

tidak terkena hujan. Sehingga limbah yang dihasilkan dari peternakan sapi

tersebut berceceran atau tersebar disetiap lingkungan dalam kandang.


51

Menurut Permentan Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia

Nomor 100/Permentan/OT.140/7/2014 setiap kandang terdapat drainase dan

saluran pembuangan limbah yang baik. Saluran pembuangan limbah yang tidak

baik menyebabkan bau, limbah peternakan yang dihasilkan oleh aktivitas

peternakan seperti feses/kotoran ternak, urin, sisa pakan serta air dari

pembersihan ternak dan kandang (Kemendikbud RI,2013).

2. Kepadatan Lalat

Berdasarkan hasil penelitan menunjukkan bahwa kepadatan lalat di

kandang ternak sapi di Desa Jono Kecamatan Temayang Kabupaten

Bojonegoro telah memiliki kepadatan lalat yang tinggi (52,6%) dan tidak tinggi

(47.4%). Dari hasil pengukuran lalat yang banyak ditemukan disana adalah

lalat kecil (little house flies) dan lalat rumah (musca domestica). Menurut

Depkes RI 1992 kepadatan lalat dikatakan kepadatan lalat tinggi jika

keberadaan lalat di suatu tempat yang hinggap di fly grill>5 ekor dalam setiap

perhitungan 10x30 detik.

Lalat ini biasanya berkembangbiak di tempat kotoran hewan, orang

adan buah yang membusuk. Banyaknya jumlah lalat dapat menyebabkan

beberapa penyakit yaitu disentri, diare, thypoid, cholera. Hal tersebut sejalan

dengan penelitian Merylanca, Irnawati dan Taufik (2012), yang berjudul

hubungan tingkat kepadatan lalat (musca domestica) dengan kejadian diare

pada anak balita di pemukiman sekitar tempat pembuangan akhir sampah

Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang tahun 2012,
52

dengan hasil penelitian ada hubungan kepadatan lalat dengan kejadian diare

pada balita yang bermukim di sekitar TPA Sampah Namo Bintang.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan banyaknya lalat di

kandang ternak sapi di Desa Jono tersebut dikarenakan kotoran atau feses dan

urin bersebaran di kandang mulai dari feses yang kering karena ditumpuk

berhari-hari dan feses basah atau feses baru.

Sedangkan untuk pihak instansi kesehatan terkait yang berada di

wilayang kerja Desa Jono belum pernah ada penyuluhan atau promosi

kesehatan tentang dampak kepadatan lalat bagi kesehatan manusia, sehingga

kebanyakan masyarakat masih belum paham akibat yang ditimbulkan oleh

lalat.

3. Hubungan Sanitasi Kandang Ternak Sapi dengan Kepadatan Lalat

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar kandang yang

memiliki sanitasi kandang buruk dengan kepadatan lalat tinggi sebanyak 26

(78,8 %). Hal tersebut didukung dengan hasil uji chi square diperoleh nilai p-

value 0.000 < 0.05 yang artinya ada hubungan. serta nilai RP = 4.7 (1.9-11.8).

Hasil Obervasi para pemilik masih banyak yang tidak mempunyai

saluran pembuangan air limbah dan pembuangan limbah khusus. Menurut

Permentan Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor

100/Permentan/OT.140/7/2014 setiap kandang terdapat drainase dan saluran

pembuangan limbah yang baik. Tidak terdapatnya saluran pembuangan limbah

mengakibatkan limbah meluas di seluruh permukaan kandang ternak sapi baik

itu limbah feses atau kotoran, urine, sisa pakan, air dari pembersihan ternak,
53

air dari pembersihan kandang yang nantinya akan menimbulkan pencemaran

lingkungan dan pemilik ternak sapi mengumpulkan kotoran atau feses sapi di

pojok kandang dan ada yang dibiarkan begitu saja didalam kandang hingga

kotoran menumpuk dan terlihat sangat kotor baru akan dibersihkan oleh

pemiliknya

Kotoran hewan ternak yang menumpuk berhari-hari berpotensi menjadi

tempat perkembangbiakan lalat dan meningkatkan populasi lalat. Sarang lalat

umunya adalah kotoran manusia dan hewan serta dari bahan oganik lainnya

yang segar maupun membusuk ( daging, ikan, tumbuhan) (Suyono dana

Budiman, 2012).

Ada beberapa pemilik kandang ternak sapi yang memiliki saluran

pembuangan limbah tetapi limbah cair tidak bisa masuk kesaluran sehingga air

menggenang dipermukan dasar lantai dikarenakan lantai dasar pada lantai

kandang ternak tidak dibuat miring yang seharusnya lantai tersebut dibuat

miring agar limbah cair dapat mengalir ke saluran pembuangan limbah.

Berdasarkan Permentan Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia

Nomor 100/Permentan/OT.140/7/2014 yaitu lantai harus dengan kemiringan 2-

5 derajat a, tidak licin, dan tidak tergenang air dengan tujuan agar air kencing,

air mencucui kandang dapat mengalir dengan mudah.

Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Fatika Nur Fatmasari

(2018) yang menyebutkan sanitasi kandang yang buruk akan mempengaruhi

kepadatan lalat yang tinggi dengan survei 15 kandang ternak 73 % mempunyai

kepadatan lalat yang tinggi pembuangan limbah yang buruk dikarenakan masih
54

banyak kandang tidak memiliki pengelolaan limbah. Limbah peternakan

berupa feses atau kotorn, sisa pakan, air dari pembersihan ternak

Untuk hasil penelitian sanitasi kandang baik dengan kepadatan lalat

tinggi sebanyak 4 (16,7%) karena dari hasil observasi letak kandang ternak sapi

dekat dengan saluran pembuangan hasil limbah rumah tangga yang terbuka.

Berdasarkan Deparetemen Pertanian tahun 2000 lokasi atau keberadaan

kandang ternak sapi tidak menjadi satu dengan rumah tinggal, jaraknya +10

meter. Hal ini sama dengan hasil penelitian kasiono M.A 2016 terdapat

hubungan antara pembuangan limbah terbuka dengan kepadatan lalat karena

pembuangn limbah menimbukna bau dan di hinggapi lalat.

Dan untuk hasil penelitian sanitasi kandang buruk dengan kepadatan lalat

tidak tinggi sebanyak 7 (21,2%)karena dari hasil observasi para pemilik ternak

tidak memiliki saluran pembuangan limbah dibelakang ternak dan tidak

memiliki saluran limbah khusus, tetapi mereka membersihkan limbah setiap

hari. Frekuensi membersihka limbah yaitu dibersihkan setiap hari (Permatasari

2017)

Dari hasil pengukuran kepadatan lalat yang banyak ditemukan disana

yaitu lalat rumah (musca domestica/ house flies). Lalat rumah, musca

domestica hidup disekitar tempat kediaman manusia diseluruh dunia.

Keseluruhan lingkungan hidupnya berlangsung antara 10-14 hari, dan lalat

dewasa dapat hidup selam kira-kira satu bulan. Larva ini terkadang

menyebabkan myasis usus, saluran kencing, dan diare. (Suyono dan

Budiman,2012). Lalat rumah dikenal hanya dapat menybabkan penyakit secara


55

tidak langsung karena perannya sebagai vektor mekanik atau perantara

berbagai penyakit. Lalat berkembangbiak pada media berupa tinja atau

feses,karkas, sampah, kotoran hewan dan limbah buangan yang banyak

mengandung agen penyakit, dengan demikian lalat dapat mudah tercemari oleh

agen penyakit baik dalam perut, bagian mulut dan kaki. Kontaminasi terjadi

pada bagian mulut atau bagian tubuh lalat yang lain seperti kaki, ketika lalat

tersebut makan feses yang mengandung agen penyakit, kemudian terbang dan

hinggap pada makanan sehat sambil memindahkan agen penyebab penyakit.

(Hastutiek, loeki)
BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 57 kandang ternak sapi di

Desa Jono Kecamatan Temayang Kabupaten Bojonegoro diketahui bahwa :

1. Sebagian besar sanitasi kandang buruk (57,9%)

2. Kepadatan lalat, sebagian besar kategori tinggi (52,6%)

3. Terdapat hubungan antara sanitasi kandang ternak sapi dengan kepadatan

lalat di Desa Jono Kecamatan Temayang Kabupaten Bojonegoro

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dalam penelitian ini dapat disampaikan

beberapa saran yaitu

1. Bagi Pemilik Kandang Ternak Sapi Di Desa Jono Kecamatan Temayang

Kabupaten Bojonegoro

Kepada pemilik kandang ternak sapi disarankan untuk membangun atau

membuat saluran pembuangan limbah ternak sapi, mengganti lantai atau

alas kandang dengan kemiringan 1-2 derajat, membersihkan kandang

ternak sapi setiap hari, dan memungkinkan pemilik kandang membuat

pupuk dari hasil limbah ternak sapi.

56
57

DAFTAR PUSTAKA

Chandra Budiman. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: EGC

Departemen Pertanian. 2000. Sanitasi Kandang Sapi Potong. BTP Ungaran.


Ungaran Jawa

Depkes RI. 1992. Petunjuk Teknis Tentang Pemberantasan Lalat. Jakarta: Ditjen
PMM &PLP

Hastutiek, Loeki Enggar.2007. Potensi Musca Domestica Linn. Sebagai Vektor


Beberapa Penyakit. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya.

Jannnah, Dewi Nur. 2006. Perbedaan Kepadatan Lalat Pada Berbagai Wrna Fly
Grill (Studi TPS Pasar Besar Bendul Merisi, Surabaya). Fakultas Kesehatan
Massyarakat Universitas Airlangga Surabaya. 2006

Kasiono M A. 2016. Hubungan Antara Sanitasi Dasar Dengan Tingkat


Kepadatan Lalat Dirumah Makan Pasar Tuminting Kota Manado. Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi.

Kemendikbud RI. 2013. Dasar-Dasar Pemeliharaan Ternak. Direktorat


Pembinaan Sekolah Menegah Kejuruan

Kurniawan, E. 2016. Studi Deskriptif Tingkat Kepadatan Lalat Di Pemukiman


Sekitar Rumah Pemotongan Unggas (RPU) Penggaron Kelurahan
Penggaron Kidul Kecamatan Pedurungan Kota Semarang.Unnes Journal
Of Public Health.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2018. MetodologiPenelitianKesehatan. Jakarta: PT


RinekaCipta

Nugroho Priyo C. 2008. Agribisnis Ternak Ruminansia Jilid 2. Jakarta: Direktorat


Pembinaan Sekolah Menegah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen
Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional

Nursalam. 2011. KonsepDan PenerapanMetodologiPenelitianIlmuKeperawatan.


Jakarta: SalembaMedika

Nurul Dan Wahidt. 2009. Ilmu Kesehatan Masyarakat: Teori Dan Aplikasi.
Jakakarta: Salemba Medika

Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 50 Tahun 2017 Tentang Standar Baku Mutu
Kesehatan Lingkungan Dan Persyaratan Kesehatan Untuk Vektor Dan
Binatang Pembawa Penyakit Serta Pengendaliannya. Jakarta: Menkes RI.
58

Peraturan Menteri Pertanian RI No 46 Tahun 2015 Tentang Pedoman Budi Daya


Sapi Potong Yang Baik. Jakarta: MenteriPertanian RI

Peraturan Menteri Pertanian RI No. 101 Tahun 2014 Tentang Pedoman


Pembibitan Sapi Potong Yang Baik. Jakarta: MenteriPertanian RI

Peraturan Menteri Pertanian RINomor


100/Permentan/Ot.140/7/2014TentangPedoman Pembibitan Sapi Perah
Yang Baik.Jakarta: MenteriPertanian RI

Permatasari Indah R. 2017. Higiene, Sanitasi Dan Kualitas Bakteriologis Susu


Sapi Di Dusun Krajan, Desa Gendro, Kecamatan Tutur Kabupaten
Pasuruan. Badan Kependudukan Dan Keluarga Berencana Nasional
Provinsi Jawa Timur

Ruhyadi dan Fikar Samsul. 2010. Buku Pintar Beternak & Bisnis Sapi Potong.
Jakarta: Agromedia Pustaka

Sucipto, C. D. 2011. Vektor Penyakit Tropis. Yogyakarta

Sujarweni, Wiratna. 2014. Metodologi Penelitian Keperawatan.Yogyakarta: Gava


Media

Sumampouw Jufri O. 2017. Pemberantasan Penyakit Menular. Yogyakarta: Budi


Utama

Suyono, Budiman. 2010. Ilmu Kesehatan Masyarakat : Dalam Konteks Kesehatan


Lingkungan. Jakarta : EGC

Undang- undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

UPTD Puskeswan Dander. 2018. Data Inseminasi Buatan (IB) Pada Ternak Sapi
Potong. Bojonegoro

Wahyuni Sri, MP. 2013. Panduan Praktis Biogas. Jakarta: Penebar Swadaya

World Health Organization. 1986. Vector Control Series The Housefly Training
And Information Guide

Zuroida, Rizqi dan R. Azizah. 2017. Sanitasi Kandang Dan Keluhan Kesehatan
Pada Peternak Sapi Perah Di Desa Murukan Kabupaten Jombang. Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga
59

Lampiran 1
60

Lampiran 2
61

Lampiran 3
62

Lampiran 4
63

Lampiran 5
64
65

Lampiran 6

LEMBAR PERSETUJUAN

(Informed Consent)

Setelah mendengar dan mengerti penjelasan yang diberikan oleh peneliti

mengenai tujuan manfaat, posedur kerja dan luaran proses penelitian dengan judul

“Hubungan Tingkat Sanitasi Kandang Ternak Sapi Dengan Kepadatan Lalat Di

Desa Jono Kecamatan Temayang Kabupaten Bojonegoro. Dengan penuh

kesadaran serta tanpa paksaan, saya menyatakan bersedia untuk kandang ternak

sapi milik saya menjadi responden dalam penelitian ini.

Demikian lembar persetujuan ini saya tanda tangan dan kiranya dapat

dipergunakan dengan sebagaimana mestinya.

Madiun, juni 2019

Responden
66

Lampiran 7

LEMBAR OBSERVASI

HUBUNGAN SANITASI KANDANG TERNAK SAPI DENGAN

KEPADATAN LALAT DIDESA JONO KECAMATAN TEMAYANG

BOJONEGORO

Quality Control Tanggal Paraf

Interviewer
Supervisor check

No Responden :..................................
Tanggal kunjungan :......../........./...............

No Parameter Yang Kekerangan Penilaian


Diamati
Bobot Skor

1. Terdapat timbunana a. Ya 1
kotoran ternak sapi b. Tidak 2
dikandang
2. Terdapat genangan air a. Ya 1
dilantai kandang b. Tidak 2
3 Terdapat makanan ternak a. Ya 1
yang berceceran didalam b. Tidak 2
kandang
67

No Parameter Yang Kekerangan Penilaian


Diamati
Bobot Skor

4 Frekuensi membersihkan a. Tidak 1


limbah ( setiap hari) b. Ya 2
5 Mempunyai saluran a. Tidak 1
pembuangan air limbah b. Ya 2
dibelakang ternak
6 Mempunyai saluran a. Tidak 1
limbah khusus b. Ya 2
Lampiran 8

LEMBAR OBSERVASI PERHITUNGAN JUMLAH KEPADATAN LALAT

No Waktu Lokasi Jumlah Lalat Yang Hinggap Pada Fly Grill Jumlah Rata Rata Ket
Lalat (5
Tanggal Jam 30” 30” 30” 30” 30” 30” 30” 30” 30” 30” Tertingg
Ke- Ke- Ke- Ke- Ke- Ke- Ke- Ke- Ke- Ke- i) Pada
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 10
Penguk
uran
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

68
69

Lampiran 9

OUTPUT HASIL PENELITIAN


1. Analisis Univariat
a. Sanitasi Kandang

Statistics

sanitasi_kandang kepadatan_lalat

N Valid 57 57

Missing 0 0

Frequency Table

sanitasi_kandang

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Buruk 33 57.9 57.9 57.9

Baik 24 42.1 42.1 100.0

Total 57 100.0 100.0

b. kepadatan lalat

kepadatan_lalat

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tinggi 30 52.6 52.6 52.6

tidak tinggi 27 47.4 47.4 100.0

Total 57 100.0 100.0


70

2. Analisis Bivariat
Crosstabs

sanitasi_kandang * kepadatan_lalat Crosstabulation

kepadatan_lalat

tinggi tidak tinggi Total

sanitasi_kandang Buruk Count 26 7 33

% within sanitasi_kandang 78.8% 21.2% 100.0%

Baik Count 4 20 24

% within sanitasi_kandang 16.7% 83.3% 100.0%

Total Count 30 27 57

% within sanitasi_kandang 52.6% 47.4% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 21.508a 1 .000

Continuity Correctionb 19.088 1 .000

Likelihood Ratio 23.128 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 21.130 1 .000

N of Valid Casesb 57

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11,37.

b. Computed only for a 2x2 table


71

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for sanitasi_kandang (buruk / baik) 18.571 4.768 72.341

For cohort kepadatan_lalat = tinggi 4.727 1.899 11.767

For cohort kepadatan_lalat = tidak tinggi .255 .129 .503

N of Valid Cases 57
72

Lampiran 10

DOKUMENTASI

Gambar 1. Keadaan Kandang Yng Tidak Memiliki Saluran Pembuangan Limbah

Gambar 2. Observasi Perhitungan Lalat


73

Gambar 3. Keadaan Tempat Makanan Ternak Sapi


74

Anda mungkin juga menyukai