Anda di halaman 1dari 147

SKRIPSI

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN KARAKTERISTIK TEMPAT


PERINDUKAN NYAMUK DENGAN KEBERADAAN JENTIK Aedes aegypti
DI DESA SEDARAT KECAMATAN BALONG
KABUPATEN PONOROGO

Oleh :
LAILATUL BADRIAH
NIM : 201503073

PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN


PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2019
SKRIPSI

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN KARAKTERISTIK TEMPAT


PERINDUKAN NYAMUK DENGAN KEBERADAAN JENTIK Aedes aegypti
DI DESA SEDARAT KECAMATAN BALONG
KABUPATEN PONOROGO

Diajukan untuk memenuhi


Salah satu persyaratan dalam mencapai gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.KM)

Oleh :
LAILATUL BADRIAH
NIM : 201503073

PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN


PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2019

ii
iii
iv
LEMBAR PERSEMBAHAN

Puji syukur alhamdulillah senantiasa saya panjatkan kepada Allah SWT


yang Maha Agung, karena atas rahmat dan ridho-Nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan lancar. Tanpa suatu perjuangan dan
ridho Allah SWT mungkin skripsi ini tidak dapat terselesaikan dengan tepat
waktu. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu saya, skripsi ini saya persembahkan kepada :
1. Ibu saya yang selalu memberi semangat dan doa-doa yang tak pernah
putus serta yang tidak pernah lelah mendidik saya untuk mencari ilmu,
,belajar, ibadah dan berdoa agar saya menjadi orang yang sukses.
2. Bapak Zaenal Abidin, S.KM., M.Kes selaku dosen pembimbing yang
senantiasa sabar dalam memberikan bimibingan agar skripsi ini dapat
terselesaikan.
3. Ibu Avicena Sakufa Marsanti, S.KM., M.Kes selaku dosen pembimbing
yang senantiasa sabar dalam memberikan bimbingan sehingga skripsi ini
dapat terselesaikan.
4. Ibu Hanifah Ardiani, S.KM., M.KM selaku dosen penguji yang telah sabar
menghadapi saya ketika ujian dan membimbing saya agar skripsi ini dapat
selesai tepat waktu.
5. Semua mahasiswa STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun Program Studi
Kesehatan Masyarakat Angkatan 2015 senasib, seperjuangan, terimakasih
atas solidaritas yang luar biasa, bersama-sama saling bahu-membahu dan
membantu demi terselesaikan skripsi ini.
6. Untuk semua teman dekat, yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu
terima kasih untuk segala support, motivasi, dan yang telah meluangkan
waktunya unutk membantu sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini.

v
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Lailatul Badriah


Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat dan Tanggal Lahir : Ponorogo, 08 Februari 1996
Agama : Islam
Email : lely8435@gmail.com
Riwayat Pendidikan : 1. TK Dharma wanita Tahun 2004-2005
2. SDN 1 Karangan Tahun 2005-2010
3. SMPN 1 Balong Tahun 2011-2013
4. SMK Kesehatan Bhakti Indonesia Medika
Ponorogo Tahun 2013-2015
5. Stikes Bhakti Usada Mulia Madiun Tahun
2015-2019

vii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan berkah dan rahmat-Nya, sehingga Skripsi Penelitian yang berjudul
―Hubungan Pegetahuan, Sikap, Dan Karakteristik Tempat Perindukan Nyamuk
Dengan Keberadaan Jentik Aedes aegypti Di Desa Sedarat Kecamatan Balong
Kabupaten Ponorogo‖ dapat terselesaikan dengan baik. Penulisan Skripsi
Penelitian ini telah banyak menerima bantuan dari berbagai pihak, untuk itu
dengan kerendahan hati penulus mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Nur Hidayatulloh, S.KM, yang telah memberikan saya izin untuk
melakukan penelitian di Wilayah Kerja Puskesmas Balong.
2. Bapak Zaenal Abidin S.KM., M.Kes. (Epid) selaku Ketua Sekolah Tinggi
Kesehatan Bhakti Husada Mulia Madiun beserta dosen pembimbing I,
yang telah meluangkan banyak waktu untuk membimbing saya dalam
menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
3. Ibu Avicena Sakufa Marsanti, S.KM., M.Kes., selaku Ketua Program
Studi S1 Kesehatan Masyarakat Sekolah Tinggi Kesehatan Bhakti Husada
Mulia Madiun beserta dosen pembimbing II, yang telah meluangkan
banyak waktu untuk membimbing saya dalam menyelesaikan penyusunan
skripsi ini.
4. Ibu Hanifah Ardiani., S.KM., M.KM, selaku penguji utama yang
senantiasa mendampingi dan membantu dalam kelancaran sidang skripsi.
5. Seluruh masyarakat di Desa Sedarat Kecamatan Balong Kabupaten
Ponorogo yang telah bersedia menjadi responden dan membantu saya
dalam pelaksanaan penelitian skripsi ini.
6. Seluruh anggota keluarga saya yang telah memberikan doa dan semangat
yang tiada henti, sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini.
7. Seluruh teman-teman yang sudah bersedia membantu dalam penelitian
skripsi ini.

viii
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi penelitian ini masih
jauh dari sempurna, maka saran dan kritik yang membangun sangat penulis
harapkan demi perbaikan skripsi ini.
Akhirnya penulis berharap semoga penelitian ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi penulis untuk dijadikan pedoman pelaksanaan penelitian.

Madiun, 19 Agustus 2019

Lailatul Badriah
NIM.201503073

ix
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN 2019

ABSTRAK

Lailatul Badriah

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN KARAKTERISTIK


TEMPAT PERINDUKAN NYAMUK DENGAN KEBERADAAN JENTIK
Aedes aegypti DI DESA SEDARAT KECAMATAN BALONG KABUPATEN
PONOROGO

147 halaman + 24 tabel + 11 gambar + 11 lampiran

Keberadaan jentik Aedes aegypti disuatu daerah merupakan indikator


terdapatnya populasi nyamuk di daerah tersebut. Angka Bebas Jentik merupakan
salah satu indikator wilayah bebas DBD. Desa Sedarat merupakan Desa dengan
Angka Bebas Jentik terendah yaitu 58,33%, angka tersebut belum memenuhi
indikator nasional yaitu 95%. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan
pengetahuan, sikap dan karakteristik tempat perindukan nyamuk dengan
keberadaan jentik Aedes aegypti di Desa Sedarat Kecamatan Balong Kabupaten
Ponorogo.
Jenis penelitian ini adalah survey analitik dengan pendekatan cross sectional.
Populasi penelitian ini adalah rumah penduduk di Desa Sedarat Kecamatan
Balong Kabupaten Ponorogo sejumlah 199 rumah dan besar sampelnya sejumlah
133 rumah. Teknik sampling yang digunakan adalah Simple Random Sampling.
Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan observasi. Analisis data yang
digunakan adalah analisa univariat dan bivariat menggunakan uji Chi Square.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan p=
0,043; RP (95% CI)= 2,330 (1,094-4,960), sikap p=0,002; RP (95% CI)= 4,222
(1,732-10,291), bahan kontainer p=0,031; RP (95% CI)= 2,506 (1,155-5,438),
warna kontainer p=0,023; RP (95% CI)= 2,526 (1,200-5,319), ketersediaan tutup
kontainer p=0,042; RP (95% CI)= 0,385 (0,164-0,904) dengan keberadaan jentik
Aedes aegypti.
Untuk meningkatkan pengetahuan, sikap positif masyarakat dalam
memperhatikan kondisi kontainer dan melakukan pemberantasan sarang nyamuk
diperlukan dukungan dari instansi kesehatan seperti puskesmas dan Dinas
Kesehatan.

Kata Kunci : pengetahuan, sikap, karakteristik kontainer, keberadaan jentik


Aedes aegypti

Kepustakaan : 33 (2008-2017)

x
PROGRAM STUDY OF PUBLIC HEALTH
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN 2019

ABSTRACT

Lailatul Badriah

THE RELATIONSHIP BETWEEN KNOWLEDGE, ATTITUDE, AND


CHARACTERISTICS OF MOSQUITO BREEDING PLACE WITH THE
EXISTANCE OF Aedes aegypti LARVAE AT SEDARAT VILLAGE OF
PONOROGO REGENCY

147 pages + 24 tables + 11 pictures + 1 attachments

The presence of Aedes aegypti larvae in a region is an indicator of a


mosquito population. Non-wiggle Number is the one indicator of a region free of
dengue fever. Sedarat is a village that have the lowest free wiggle number
58,33%, that number has not fullfiled of` national indicator 95%.
This research used analytical survey with cross sectional approach. The
population of this research were houses in Sedarat village, as much as 199 houses
and the number of sample was 133 houses. The sampling technique used Simple
Random Sampling. The data collection used questioners and observation. The
data analysis used univariate and bivariate analysis was using Chi Square test.
The result showed that there were relationship between (knowledge) p=
0,043; RP (95% CI)= 2,330 (1,094-4,960), attitude p=0,002; RP (95% CI)=
4,222 (1,732-10,291), container material p=0,031; RP (95% CI)= 2,506 (1,155-
5,438), container color p=0,023; RP (95% CI)= 2,526 (1,200-5,319), and
container lid p=0,042; RP (95% CI)=0,385 (0,164-0,904) with existance of
Aedes aegypti larvae.
To increase knowledge, attitude of the container condition and improve their
mosquito nest eradication behavior needed support from health agencies such as
the health workers and health department.

Keyword : knowledge, attitude, characteristic of container, existence of Aedes


aegypti larvae

Literatur : 33 (2008-2017)

xi
DAFTAR ISI

Sampul Depan .................................................................................................... i


Sampul Dalam .................................................................................................... ii
Lembar Persetujuan ............................................................................................ iii
Lembar Pengesahan ........................................................................................... iv
Persembahan ....................................................................................................... v
Halaman Pernyataan ........................................................................................... vi
Daftar Riwayat Hidup ........................................................................................ vii
Kata Pengantar ................................................................................................... viii
Abstrak ................................................................................................................ x
Abstract ............................................................................................................... xi
Daftar Isi ............................................................................................................. xii
Daftar Tabel ....................................................................................................... xiv
Daftar Gambar .................................................................................................... xv
Daftar Lampiran ................................................................................................. xvi
Daftar Singkatan ................................................................................................. xvii

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................... 6
1.3.1 Tujuan Umum .................................................................. 6
1.3.2 Tujuan Khusus ................................................................. 6
1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................... 7
1.5 Keaslian Penelitian ...................................................................... 8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Demam Berdarah Dengue (DBD) ............................................... 11
2.1.1 Pengertian Demam Berdarah Dengue ............................. 11
2.1.2 Tanda dan Gejala Penyakit DBD ..................................... 11
2.2 Vektor DBD ................................................................................. 12
2.2.1 Aedes Aegypti .................................................................. 12
2.2.2 Aedes albopictus .............................................................. 26
2.3 Segitiga Epidemiologi ................................................................. 27
2.3.1 Agent (Faktor Penyebab) ................................................. 27
2.3.2 Host (Pejamu) .................................................................. 27
2.3.3 Environtment (Lingkungan) ............................................ 34
2.4 Kerangka Teori ........................................................................... 43

BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN


3.1 Kerangka Konseptual .................................................................. 44
3.2 Hipotesis Penelitian ..................................................................... 45

xii
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian ......................................................................... 47
4.2 Populasi dan Sampel.................................................................... 48
4.2.1 Populasi ........................................................................... 48
4.2.2 Sampel ............................................................................. 48
4.3 Teknik Sampling ......................................................................... 49
4.4 Kerangka Kerja Penelitian .......................................................... 51
4.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel............... 52
4.5.1 Variabel Penelitian........................................................... 52
4.5.2 Definisi Operasional Variabel ......................................... 52
4.6 Instrumen Penelitian .................................................................... 56
4.6.1 Pengukuran Validitas ....................................................... 56
4.6.2 Pengukuran Reliabilitas ................................................... 58
4.7 Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................... 60
4.7.1 Lokasi Penelitian ............................................................ 60
4.7.2 Waktu Penelitian.............................................................. 60
4.8 Prosedur Pengumpulan Data ...................................................... 61
4.9 Teknik Pengolahan Data.............................................................. 61
4.10 Teknik Analisis Data ................................................................... 63
4.10.1 Analisa Univariat ............................................................. 63
4.10.2 Analisa Bivariat ............................................................... 64
4.11 Etika Penelitian ............................................................................ 66

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


5.1 Gambaran umum Lokasi Penelitian ............................................ 69
5.1.1 Desa Sedarat .................................................................... 69
5.1.2 Kondisi Sanitasi Desa Sedarat ......................................... 70
5.2 Hasil Penelitian............................................................................ 70
5.2.1 Data Umum...................................................................... 71
5.2.2 Analisis Univariat ............................................................ 73
5.2.3 Analisis Bivariat .............................................................. 75
5.3 Pembahasan ................................................................................. 80

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN


6.1 Kesimpulan .................................................................................. 98
6.2 Saran ............................................................................................ 99

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 101


LAMPIRAN ........................................................................................................ 104

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian .......................................................................... 8


Tabel 2.1 Perbedaan Jentik Aedes aegypti dan Aedes albopictus .................... 27
Tabel 4.1 Definis Operasional Variabel ........................................................... 53
Tabel 4.2 Hasil Uji Validitas Variabel Pengetahuan ........................................ 57
Tabel 4.3 Hasil Uji Validitas Variabel Sikap ................................................... 58
Tabel 4.4 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Pengetahuan .................................... 59
Tabel 4.5 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Sikap ............................................... 60
Tabel 4.6 Waktu Pelaksanaan Penelitian di Desa Sedarat Kecamatan
Balong Kabupaten Ponorogo Tahun 2019 ....................................... 60
Tabel 4.7 Coding Variabel Penelitian .............................................................. 62
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Di
Desa Sedarat Kecamatan Balong Kabupaten Balong ...................... 71
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur Di Desa
Sedarat Kecamatan Balong Kabupaten Balong ............................... 71
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat
Pendidikan Di Desa Sedarat Kecamatan Balong Kabupaten
Balong .............................................................................................. 72
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat
Pendidikan Di Desa Sedarat Kecamatan Balong Kabupaten
Balong .............................................................................................. 72
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan Di
Desa Sedarat Kecamatan Balong Kabupaten Balong ...................... 73
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sikap Di Desa
Sedarat Kecamatan Balong Kabupaten Balong ............................... 73
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Bahan Kontainer Di Desa
Sedarat Kecamatan Balong Kabupaten Balong ............................... 73
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Warna Kontainer Di Desa
Sedarat Kecamatan Balong Kabupaten Balong ............................... 74
Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Ketersediaan Tutup
Kontainer Di Desa Sedarat Kecamatan Balong Kabupaten
Balong .............................................................................................. 74
Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Keberadaan Jentik Aedes
aegypti Di Desa Sedarat Kecamatan Balong Kabupaten Balong ..... 75
Tabel 5.11 Crostab Hubungan antara Pengetahuan dengan Keberadaan
Jentik Aedes aegypti ......................................................................... 75
Tabel 5.12 Crostab Hubungan antara Sikap dengan Keberadaan Jentik
Aedes aegypti.................................................................................... 76
Tabel 5.13 Crostab Hubungan antara Bahan Kontainer dengan Keberadaan
Jentik Aedes aegypti ......................................................................... 77
Tabel 5.14 Crostab Hubungan antara Warna Kontainer dengan Keberadaan
Jentik Aedes aegypti ......................................................................... 78
Tabel 5.15 Crostab Hubungan antara Ketersediaan Tutup Kontainer dengan
Keberadaan Jentik Aedes aegypti ..................................................... 78

xiv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Tempat Perindukan Nyamuk Aedes aegypti................................ 16


Gambar 2.2 Nyamuk Aedes aegypti Menghisap Darah .................................. 17
Gambar 2.3 Siklus Hidup Nyamuk Aedes ....................................................... 19
Gambar 2.4 Telur Nyamuk Aedes aegypti ...................................................... 20
Gambar 2.5 Larva Aedes ................................................................................. 21
Gambar 2.6 Perbedaan Nyamuk Aedes aegypti Betina dan Jantan ................. 23
Gambar 2.7 Kerangka Teori ............................................................................ 43
Gambar 3.1 Kerangka Konsep ........................................................................ 44
Gambar 4.1 Rancangaan Penelitian Cross sectional ....................................... 47
Gambar 4.2 Kerangka Kerja Penelitian .......................................................... 51
Gambar 5.1 Peta Desa Sedarat ........................................................................ 69

xv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Izin Pengambilan Data Awal Kepada Kepala Dinas


Kabupaten Ponorogo ................................................................... 104
Lampiran 2 Surat Izin Pengambilan Data Awal di Puskesmas Balong .......... 105
Lampiran 3 Surat Izin Penelitian .................................................................... 106
Lampiran 4 Surat Uji Validitas ....................................................................... 107
Lampiran 5 Lembar Persetujuan (Inform Consent) ........................................ 108
Lampiran 6 Kuesioner Penelitian.................................................................... 109
Lampiran 7 Lembar Observasi ........................................................................ 115
Lampiran 8 Hasil Output Penelitian................................................................ 116
Lampiran 9 Dokumentasi Penelitian ............................................................... 124
Lampiran 10 Kartu Bimbingan ......................................................................... 127
Lampiran 11 Lembar Persetujuan Perbaiakan Skripsi ...................................... 128

xvi
DAFTAR SINGKATAN

DBD : Demam Berdarah Dengue


ABJ : Angka Bebas Jentik
PSN : Pemberantasan Sarang Nyamuk
TPA : Tempat Penampungan Air
JUMANTIK : Juru Pemantau Jentik
WC : Water Closet
RT : Rukun Tetangga
RW : Rukun Warga
SD : Sekolah Dasar
SLTP : Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
SLTA : Sekolah Lanjutan Tingkat Akhir
PNS : Pegawai Negeri Swasta
HI : House Indeks
CI : Container Indeks
BI : Breteau Indeks
Puskesmas : Pusat Kesehatan Masyarakat
Dinkes : Dinas Kesehatan
SPSS : Statistical Package for the Social Sciences
KK : Kepala Keluarga
RP : Ratio Prevalence
IK : Interval Kepercayaan

xvii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit menular berbasis vektor menjadi salah satu masalah

kesehatan bagi negara tropis. Indonesia merupakan salah satu negara

kepulauan yang terletak digaris khatulistiwa dengan iklim tropis. Dengan

karakterisitik tersebut Indonesia memiliki potensi penyakit menular

berbais vektor demam berdarah dengue (DBD) (Sumantri, 2010).

Vektor utama yang berperan dalam penyebaran penyakit demam

berdarah dengue adalah nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk ini tersebar luas

di daerah tropik dan subtropik. Nyamuk Aedes aegypti hidup di sekitar

pemukiman manusia, di dalam dan di luar rumah terutama di daerah

perkotaan dan berkembang biak dalam berbagai macam penampungan air

bersih yang tidak berhubungan langsung dengan tanah dan terlindung dari

sinar matahari. Vektor Aedes aegypti merupakan nyamuk yang dapat

memindahkan dan menjadi sumber penular DBD. Menurut Peraturan

Menteri Kesehatan RI Nomor 374/Menkes/Per/III/2010 tentang

pengendalian vektor, menurunkan kepadatan vektor, meminimalisir kontak

antara manusia dengan sumber penular dapat dikendalikan secara lebih

rasional, efektif, dan efisien (Said, 2012).

Keberadaan jentik Aedes aegypti di suatu daerah merupakan indikator

terdapatnya populasi nyamuk Aedes aegypti di daerah tersebut.

Berdasarkan bionomik nyamuk Aedes aegypti lebih menyukai tempat

1
2

perindukan yang berwarna gelap terlindung dari sinar matahari,

permukaan terbuka lebar yang berisi air bersih dan tenang (Badrah dan

Hidayah, 2011). Ada tidaknya jentik nyamuk Aedes aegypti pada kontainer

dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jenis kontainer, bahan kontainer,

warna kontainer, keberadaan penutup kontainer, adanya ikan pemakan

jentik, kegiatan pengurasan kontainer dan kegiatan larvasidasi (Depkes

RI,1987 dalam Budiyanto 2012).

Angka Bebas jentik (ABJ) nyamuk merupakan salah satu indikator

suatu wilayah bebas DBD. Sampai dengan tahun 2016 Angka Bebas

Jentik (ABJ) tingkat nasional belum mencapai target yaitu sebesar

71,1% dan mengalami penurunan yang cukup jauh pada tahun 2017

sebesar 46,7% sehingga belum memenuhi target yang seharusnya ≥95%

(Profil Kesehatan Indonesia, 2017). Pemberatansan DBD akan lebih

efektif jika dilakukan dengan memutus rantainya yaitu melalui Angka

Bebas Jentik.

Di Jawa Timur kasus DBD telah menyebar di seluruh Kabupaten/Kota

(38 kabupaten/kota) dengan Angka Bebas Jentik (ABJ) belum memenuhi

target program ≥95% yakni sebesar 67,6% pada tahun 2017. Salah satu

Kabupaten endemis DBD di Jawa Timur adalah Kabupaten Ponorogo.

Pada tahun 2016, Dinas Kesehatan Ponorogo mencatat 891 kasus DBD

dengan 10 pasien meninggal dunia, pada tahun 2017 terjadi penurunan

dengan jumlah kasus penderita sebanyak 291 dengan 2 pasien meninggal

dunia. Akan tetapi, kembali terjadi peningkatan jumlah kasus penderita


3

DBD pada tahun 2018 sebanyak 356 penderita dengan 2 pasien meninggal

dunia. Selanjutnya Angka Bebas Jentik (ABJ) di Kabupaten Ponorogo di

peroleh hanya sebesar 60% dibawah target ABJ nasional yakni 95%

(Dinkes Kabupaten Ponorogo, 2019).

Banyaknya kasus DBD yang terjadi di Kabupaten Ponorogo membuat

Dinas Kesehatan Kabupaten Ponorogo meminta masyarakat untuk selalu

waspada terhadap penyakit ini terlebih lagi di musim pancaroba. Kegiatan

penyuluhan, Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN DBD) melalui gerakan

3M (Menguras, Menutup dan Mengubur barang bekas), larvasidasi dan

fogging focus/pengasapan telah dilakukan untuk menanggulangi DBD.

Namun demikian jumlah kasus DBD masih tinggi dan ABJ yang masih di

bawah standar yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan yaitu ABJ

>95% (Dinkes Kabupaten Ponorogo, 2019)

Data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Ponorogo diperoleh bahwa

Wilayah Puskesmas Balong merupakan wilayah Puskesmas dengan

kejadian kasus DBD paling tinggi dari 31 Puskesmas yang berada di

wilayah Kabupaten Ponorogo sebanyak 115 kasus dengan jumlah

penderita pada tahun 2016 sebanyak 65 kasus dan turun pada tahun 2017

dengan jumlah penderita 24 kasus kemudian meningkat lagi pada tahun

2018 dengan jumlah penderita 43 kasus. Rata-rata Angka Bebas Jentik

(ABJ) di wilayah kerja Puskesmas Balong selama 3 tahun terakhir masih

tergolong rendah yakni 75,08% (Dinkes Ponorogo, 2019). Dari 20 Desa

yang ada di Wilayah Kerja Puskesmas Balong, Desa Sedarat merupakan


4

satu-satunya Desa dengan Angka Bebas Jentik (ABJ) paling rendah di

antara desa lainnya pada tahun 2018 sebesar 58,33%, sehingga angka

tersebut belum memenuhi target yang seharusnya ≥95% (Puskesmas

Balong, 2019).

Kejadian DBD dipengaruhi oleh kepadatan populasi jentik Aedes

aegypti. Keberadaan jentik vektor DBD sangat tergantung dari keberadaan

tempat perindukan nyamuk (breeding places) Aedes aegypti (Sari dan

Darnoto, 2012). Tempat potensial untuk tempat perindukan nyamuk

seperti bak mandi, ember, kaleng bekas, drum, atau toples (Ditjen P2PL,

2014). Selain tempat perindukan nyamuk, perilaku masyarakat dalam

pencegahan dan pemberantasan DBD juga berhubungan dengan

keberadaan jentik Aedes aegypti Perilaku masyarakat merupakan bentuk

respon atau reaksi manusia, baik bersifat pasif (pengetahuan, persepsi,dan

sikap) maupun bersifat aktif (tindakan yang nyata atau practice) (Sari dan

Dartono, 2012).

Data dari Puskesmas Balong, jumlah rumah di wilayah Puskesmas

Balong sebanyak 10.515 dan yang tercatat dinyatakan sehat hanya sebesar

6.538 rumah atau 60,53% dari jumlah rumah yang ada. Lingkungan rumah

yang tidak sehat seperti kurangnya pencahayaan, ventilasi, kelembaban

udara, pengelolaan sampah, pembuangan air limbah dan sebagainya akan

mendukung terjadinya penularan penyakit dan gangguan kesehatan salah

satunya adalah demam berdarah (Puskesmas Balong, 2019).


5

Peran serta masyarakat serta unsur perilaku masyarakat yang

berhubungan dengan pengetahuan, sikap maupun tindakan yang

diwujudkan dalam kegiatan 3M yaitu menguras tempat penampungan air

secara teratur minimal seminggu sekali, menutup rapat tempat

penampungan air, mengubur barang bekas yang dapat menampung air

hujan seperti ban bekas, kaleng plastik, dan lain-lain belum terlaksana

dengan baik (JUMANTIK tidak berjalan). Pengetahuan yang baik dan

sikap yang mau ikut aktif terlibat langsung dalam upaya pemberantasan

sarang nyamuk akan sangat berpengaruh dalam upaya penanggulangan dan

pencegahan penyakit DBD. Sehingga dapat digambarkan bahwa perilaku

masyarakat dalam memperhatikan kebersihan lingkungan dan dalam upaya

pencegahan serta pemberantasan sarang nyamuk (PSN-DBD) dengan

mengendalikan nyamuk vektor Aedes aegypti belum terlaksana dengan

baik sehingga berpotensi menimbulkan tingginya angka kejadian DBD di

Desa Sedarat Kecamatan Balong.

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti merasa penting untuk

melakukan penelitian di Desa Sedarat mengenai hubungan pengetahuan,

sikap dan karakteristik tempat perindukan nyamuk dengan keberadaan

jentik Aedes aegypti.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka

rumusan masalah umum dari penelitian ini yaitu Apakah ada hubungan

antara Pengetahuan, Sikap, dan Karakteristik Tempat Perindukan dengan


6

Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Desa Sedarat Kecamatan Balong

Kabupaten Ponorogo?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan pengetahuan, sikap, dan karakteristik tempat

perindukan dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti di Desa

Sedarat Kecamatan Balong Kabupaten Ponorogo.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan masyarakat di Desa Sedarat

Kecamatan Balong Kabupaten Ponorogo.

2. Mengidentifikasi sikap masyarakat di Desa Sedarat Kecamatan Balong

Kabupaten Ponorogo.

3. Mengidentifikasi bahan kontainer di Desa Sedarat Kecamatan Balong

Kabupaten Ponorogo.

4. Mengidentifikasi warna kontainer di Desa Sedarat Kecamatan Balong

Kabupaten Ponorogo.

5. Mengidentifikasi ketersediaan tutup kontainer di Desa Sedarat

Kecamatan Balong Kabupaten Ponorogo.

6. Mengidentifikasi keberadaan jentik Aedes aegypti di Desa Sedarat

Kecamatan Balong Kabupaten Ponorogo.

7. Menganalisa hubungan tingkat pengetahuan masyarakat dengan

keberadaan jentik Aedes aegypti di Desa Sedarat Kecamatan Balong

Kabupaten Ponorogo.
7

8. Menganalisa hubungan sikap masyarakat dengan keberadaan jentik

Aedes aegypti di Desa Sedarat Kecamatan Balong Kabupaten

Ponorogo.

9. Menganalisa hubungan bahan kontainer dengan keberadaan jentik

Aedes aegypti di Desa Sedarat Kecamatan Balong Kabupaten

Ponorogo.

10. Menganalisa hubungan warna kontainer dengan keberadaan jentik

Aedes aegypti di Desa Sedarat Kecamatan Balong Kabupaten

Ponorogo.

11. Menganalisa hubungan Ketersediaan tutup kontainer dengan

keberadaan jentik Aedes aegypti di Desa Sedarat Kecamatan Balong

Kabupaten Ponorogo.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi Instansi

Dapat memberikan nilai, manfaat, dan sebagai pengembangan ilmu

yang telah ada dan dapat dijadikan bahan kajian untuk

mengembangkan kurikulum selanjutnya di komunitas masyarakat

2. Bagi Mahasiswa

Dapat menerapkan teori-teori yang diperoleh waktu kuliah terhadap

masalah-masalah kesehatan masyarakat serta mengetahui beberapa

faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik Aedes aegypti.


8

3. Bagi Masyarakat

Dapat memberikan masukan bagi masyarakat agar lebih

meningkatkan kesadaran akan kebersihan lingkungan dan

meningkatkan PHBS untuk memutus siklus perkembangbiakan jentik

Aedes aegypti dan mencegah penularan DBD.

1.5 Keaslian Penelitian

Tabel 1.1 Penelitian-Penelitian yang Relevan dengan Penelitian ini


Jurnal Nama Variabel Metode
No Hasil
Penelitian Peneliti Penelitian Penelitian
1. Pengetahuan, Nur Aisah Variabel Jenis penelitian Ada hubungan
Sikap Dan Nahumarury Bebas: adalah antara
Tindakan Pengetahuan, kuantitatif pengetahuan
Pemberantasan Sikap, dan dengan tentang
Sarang tindakan PSN pendekatan pemberantaan
Nyamuk Aedes Variabel cross sectional sarang nyamuk
aegypti Terikat: dengan
Dengan Keberadaan keberadaan larva
Keberadaan Larva di Kelurahan
Larva Di Kassi-Kassi Kota
Kelurahan Makasar
Kassi-Kassi
Kota Makassar
tahun 2013
2. Hubungan Suyasa Variabel Rancangan Ada hubungan
Faktor Bebas: penelitian ini antara tempat
Lingkungan Faktor termasuk perindukan
dan Perilaku Lingkungan observational nyamuk
Masyarakat dan perilaku dengan jenis (ρ=0,001) serta
dengan Variabel penelitian perilaku
Keberadaan Terikat: cross sectional. masyarakat
Vektor Demam Keberadaan (ρ=0,022) dengan
Berdarah Vektor DBD keberadaan jentik
Dengue (DBD) vektor DBD
di Wilayah
Kerja
Puskesmas I
Denpasar
Selatan tahun
2009
9
Lanjutan Tabel 1.1 Penelitian-Penelitian yang Relevan dengan Penelitian ini

Jurnal Nama Variabel Metode


No Hasil
Penelitian Peneliti Penelitian Penelitian
3. Hubungan Yudhastuti Variabel Penelitian ini Ada hubungan
Kondisi Bebas: merupakan antara jenis
Lingkungan, Kondisi penelitian kontainer
dan Perilaku lingkungan, observasional (ρ=0,004)
Masyarakat Kontainer, (survei) dan Pengetahuan
Dengan dan perilaku jenis (ρ=0,00) serta
Keberadaan masyarakat penelitiancross tindakan (ρ=0,001)
Jentik Nyamuk Variabel sectional. dengan keberadaan
Aedes aegypti Terikat: jentik Aedes
di Daerah Keberadaan aegypti
Endemis jentik
Demam nyamuk
Berdarah Aedes aegypti
Dengue
Surabaya tahun
2009
4. Faktor-Faktor Devi Ariska Variabel Jenis penelitian Ada hubungan
Yang bebas : adalah antara pelaksanaan
Berhubungan Bahan, kuantitatif PSN DBD dengan
Dengan warna, letak, dengan kepadatan jentik (ρ
Kepadatan dan kondisi pendekatan = 0,007). Ada
Jentik Nyamuk tutup cross sectional hubungan dengan
Aedes aegypti kontainer bahan kontainer
Di Wilayah dengan kepadatan
Kerja Variabel jentik (ρ=0,000).
Puskesmas Terikat : Ada hubungan
Kabupaten Kepadatan antara warna
Madiun Tahun jentik kontainer dengan
2018 nyamuk kepadatan jentik
Aedes aegypti (ρ=0,006). Ada
hubungan antara
letak kontainer
dengan kepadatan
jentik (ρ= 0,034)
Ada hubngan
antara tutup
kontainer dengan
kepadatan jentik
(ρ= 0,009)

Beberapa hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian-

penelitian sebelumnya adalah sebagai berikut :

1. Variabel Bebas : Pengetahuan dan sikap


10

2. Tempat dan tahun penelitian ini di Desa Sedarat Kecamatan Balong

Kabupaten Ponorogo Tahun 2019.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Demam Berdarah Dengue (DBD)

2.1.1 Pengertian Demam Berdarah Dengue

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang banyak

ditemukan di daerah tropis dan subtropis yang ditularkan melalui gigitan

nyamuk ke manusia. Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit yang

disebarkan oleh satu dari 4 virus dengue terutama Aedes aegypti dan Aedes

albopictus (Kemenkes RI, 2016).

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan suatu penyakit yang

disebabkan oleh infeksi virus DEN-1, DEN-2, DEN-3, atau DEN-4 yang

masuk ke peredaran darah melalui gigitan vektor nyamuk dari genus

Aedes, misalnya Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang sebelumnya

telah terinfeksi virus dengue dari penderit DBD lainnya. Penyakit DBD

adalah penyakit yang dapat muncul sepanjang tahun dan dapat menyerang

seluruh kelompok usia. Penyakit ini berkaitan dengan kondisi lingkungan

dan perilaku masyarakat (Profil Kesehatan Indonesia, 2014).

2.1.2 Tanda dan Gejala Penyakit DBD

Diagnosa penyakit DBD dapat di lihat berdasarkan kriteria diagnosis

klinis dan laboratoris. Berikut ini tanda dan gejala penyakit DBD yang

dapat di lihat dari penderita kasus DBD dengan diagnosa klinis dan

laboratoris :

11
12

1. Diagnosa Klinis

a. Demam tinggi mendadak 2-7 hari (38-40º)

b. Manifestasi perdarahan dengan bentuk: Uji Tourniquet positif,

petekie (bintik merah pada kulit), purpura (pendarahan kecil di

dalam kulit), Ekimosis, Perdarahan konjungtiva (Perdarahan pada

mata), Epistaksis (pendarahan hidung), Perdarahan gusi,

Hematemesis (muntah darah), Melena (BAB darah) dan Hematuri

(Adanya darah dalam urin).

c. Perdarahan pada hidung dan gusi.

d. Rasa sakit pada otot dan persendian, timbul bintik-bintik merah

pada kulit akibat pecahnya pembuluh darah

e. Pembesaran hati (hepatomegaly)

2. Diagnosa Laboratorium

a. Trombositopeni pada hari ke-3 sampai ke-7 di temukan

penurunan trombosit hingga 100.000/mmHg.

b. Hemokonsentrasi, meningkatnya hematrokit sebanyak 20% atau

lebih (Ariani, 2018).

2.2 Vektor DBD

2.2.1 Aedes Aegypti

Nyamuk Aedes aegypti merupakan vektor utama (primer) dalam

penyebaran penyakit DBD. Populasi nyamuk Aedes aegypti meningkat

antara bulan September November, dengan puncaknya antara bulan maret-

mei. Peningkatan populasi nyamuk ini berakibat pada peningkatan bahaya


13

penyakit DBD di daerah endemis. Aedes aegypti tersebut merupakan

nyamuk pemukiman, yang stadium pradewasanya mempunyai habitat

perkembangbiakan di tempat penampungan air/wadah yang berada di

permukiman dengan air yang relatif jernih (Kemenkes, 2010).

1. Klasifikasi nyamuk Aedes aegypti:

Kingdom : Animalia

Phyllum : Arthropoda

Class : Insecta

Order : Diptera

Famili : Culicidae

Subfamili : Culicinae

Genus : Aedes

Species : Aedes aegypti

2. Morfologi nyamuk Aedes aegypti

Nyamuk Aedes aegypti memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Badan yamuk yang berwarna hitam dan belang-belang putih pada

seluruh tubuh (loreng).

b. Nyamuk ini dpat berkembangbiak pada Tempat Penampungan

Air (TPA) dan pada barang-barang yang memungkinkan untuk

digenangi air seperti bak mandi, tempayan, drum, vas bunga,

barang bekas, dan lain-lain.


14

c. Nyamuk Aedes aegypti tidak dapat berkembangbiak di got atau

selokan ataupun kolam yang airnya langsung berhubungan

dengan tanah.

d. Nyamuk Aedes aegypti biasanya menggigit manusia pada pagi

dan sore hari.

e. Nyamuk ini termasuk jenis nyamuk yang dapat terbang hingga

100 meter.

f. Hinggap pada pakaian yang bergantungan dalam kamar.

3. Penyebaran nyamuk

Penyebaran nyamuk terbagi menjadi dua cara :

a. Penyebaran aktif, jika nyamuk menyebar ke berbagai tempat

menurut kebiasaan terbangnya

b. Penyebaran pasif, jika nyamuk terbawa oleh angin atau

kendaraan, jadi bukan oleh kekuatan terbangnya sendiri.

Kemampuan terbang nyamuk betina rata-rata 40 meter, maksimal

100 meter, namun secara pasif misalnya karena angin atau terbawa

kendaraan dapat berpindah lebih jauh (Depkes, 2010). Nyamuk jantan

cenderung berkumpul di dekat tempat-tempat berkembang biaknya.

Keberadaan nyamuk jantan yang cukup banyak merupakan indikasi

adanya tempat perindukan disekitarnya (Ditjen P2PL, 2011)

Aedes aegypti tersebar luas di wilayah tropis dan subtropis Asia

Tenggara, terutama di wilayah perkotaan. Penyebarannya ke daerah

pedesaan dikaitkan dengan pembangunan sistem persediaan air bersih


15

dan perbaikan sarana transportasi. Aedes aegypti merupakan vektor

perkotaan dan populasinya secara khas berfluktuasi bersama air hujan

dan kebiasaan penyimpanan air. Negara dengan curah hujan lebih dari

200 cm per tahun, populasi Aedes aegypti lebih stabil, dan ditemukan

di daerah perkotaan, pinggiran kota, dan pedesaan (WHO, 2012). Di

Indonesia nyamuk ini tersebar luas baik di rumah-rumah maupun di

tempat umum. Tidak tersedianya tempat perindukan yang baik maka

umur nyamuk menjadi pendek dan parasit tidak bisa menyelesaikan

siklus hidupnya.

4. Bionomik vektor DBD

Yang dimaksud bionomik adalah kesenangan memilih tempat

perindukan (breeding habit), kesenangan menggigit (feeding habit),

kesenangan istirahat (resting habit) dan jarak terbang (flight range).

a. Tempat perindukan nyamuk (Breeding habit)

Tempat perindukan (Breeding Place) nyamuk biasanya

berupa genangan air yang tertampung di suatu tempat.

1) Tempat penampungan air (TPA) untuk keperlun sehari-hari

seperti drum, bak mandi /WC, tempat ember dan lain-lain.

2) Tempat penampungan air untuk keperluan sehari-hari seperti,

tempat minum burung, vas bunga, ban bekas, kaleng bekas,

botol-botol bekas dan lain-lain.


16

3) Tempat penampungan air alamiah seperti, lubang pohon,

lubang batu, pelepah pisang, potongan bambu dan lain-

lain(dr. Hermayudi dan Ayu Putri Ariani, 2017).

Gambar 2.1 Tempat Perindukan Nyamuk Aedes aegypti


Sumber: http//dinus.ac.idrepositorydocsajarmakalah-supartha-baru.pdf

b. Kesenangan nyamuk menggigit (Feeding habit)

Nyamuk betina biasa mencari mangsanya pada siang hari.

Aktivitas menggigit biasanya mulai pagi sampai petang hari,

dengan puncak aktivitasnya antara pukul 09.00-10.00 dan 16.00-

17.00 berbeda dengan nyamuk yang lainnya, Aedes aegypti

mempunyai kebiasaan menghisap darah berulang kali(dr.

Hermayudi dan Ayu Putri Ariani, 2017).


17

Gambar 2.2 Nyamuk Aedes aegypti menghisap darah


Sumber: http//dinus.ac.idrepositorydocsajarmakalah-supartha-baru.pdf

c. Kesenangan nyamuk istirahat (Resting habit)

Nyamuk Aedes hinggap (beristirahat) di dalam atau kadang di

luar rumah berdekatan dengan tempat perkembangbiakannya.

Biasanya di tempat yang agak gelap dan lembab. Di tempat-

tempat tersebut nyamuk menunggu proses pematangan telur.

Setelah beristirahat dan proses pematangan telur selesai, nyamuk

betina akan meletakkan telurnya di dinding tempat-tempat

perkembangbiakannya, sedikit di atas permukaan air. Pada

umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu lebih

kurang 2 hari setelah telur terendam air. Setiap kali bertelur

nyamuk betina dapat mengeluarkan telur sebanyak 100 butir telur

tersebut dapat bertahan sampai berbulan-bulan bila berada di

tempat kering dengan suhu 2ºC dan bila menetas lebih cepat (dr.

Hermayudi dan Ayu Putri Ariani, 2017).


18

d. Jarak terbang (Flight range).

Pergerakan nyamuk dari tempat perindukan ke tempat

mencari mangsa dan selanjutnya ke tempat untuk beristirahat

ditentukan oleh kemampuan terbang nyamuk. Pada waktu terbang

nyamuk memerlukan oksigen lebih banyak, dengan demikian

penguapan air dari tubuh nyamuk menjadi lebih besar. Untuk

mempertahankan cadangan air di dalam tubuh dari penguapan

maka jarak terbang nyamuk menjadi terbatas. Aktifitas dan jarak

terbang nyamuk dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu: faktor eksternal

dan faktor internal. Eksternal meliputi kondisi luar tubuh nyamuk

seperti kecepatan angin, temperatur, kelembaban dan cahaya.

Adapun faktor internal meliputi suhu tubuh nyamuk, keadaan

energi dan perkembangan otot nyamuk. Meskipun Aedes aegypti

kuat terbang tetapi tidak pergi jauh-jauh, karena tiga macam

kebutuhannya yaitu tempat perindukan, tempat mendapatkan

darah, dan tempat istirahat ada dalam satu rumah. Keadaan

tersebut yang menyebabkan Aedes aegypti bersifat lebih

menyukai aktif di dalam rumah, endofilik. Apabila ditemukan

nyamuk dewasa pada jarak terbang mencapai2 km dari tempat

perindukannya, hal tersebut disebabkan oleh pengaruh angin atau

terbawa alat transportasi (Ayuningtyas, 2013).


19

5. Siklus hidup nyamuk Aedes aegypti

Nyamuk Aedes aegypti memiliki siklus hidup sempurna. Siklus

hidup nyamuk ini terdiri dari empat fase, mulai dari telur, jentik, pupa,

dan kemudian menjadi nyamuk dewasa. Nyamuk Aedes aegypti

meletakkan telur pada permukaan air bersih secara individual. Telur

berbentuk elips berwarna hitam dan terpisah satu dengan yang lain..

Telur menetas dalam 1 sampai 2 hari menjadi jentik.

Terdapat empat tahapan dalam perkembangan jentik yang disebut

instar. Perkembangan dari instar 1 ke instar 4 memerlukan waktu

sekitar 5 hari. Setelah mencapai instar ke-4, larva berubah menjadi

pupa dimana jentik memasuki masa dorman. Pupa bertahan selama 2

hari sebelum akhirnya nyamuk dewasa keluar dari pupa.

Perkembangan dari telur hingga nyamuk dewasa membutuhkan waktu

8 hingga 10 hari, namun dapat lebih lama jika kondisi lingkungan

tidak mendukung.

Gambar 2.3 Siklus Hidup Nyamuk Aedes


Sumber: http//dinus.ac.idrepositorydocsajarmakalah-supartha-baru.pdf
20

Berikut siklus dari nyamuk Aedes aegypti :

a. Telur

Nyamuk betina Aedes aegypti bertelur sebanyak 50-120 butir

telur pada bejana yang mengandung sedikit air, misalnya pada vas

bunga, gentong penyimpan air, bak air di kamar mandi, dan

bejana penyimpan air yang ada di dalam rumah (indoors). Selain

itu ban bekas, gelas plastik, dan wadah-wadah yang terisi air

hujan di luar rumah (outdoors) dapat menjadi tempat

berkembangbiak nyamuk ini. Telur diletakkan pada permukaan

yang lembab dari wadah, sedikit di atas garis batas atau

permukaan air (Soedarto, 2012).

Gambar 2.4 Telur nyamuk Aedes aegypti


Sumber: http//dinus.ac.idrepositorydocsajarmakalah-supartha-baru.pdf

b. Larva

Terdapat empat tahapan perkembangan larva. Lamanya

stadium larva tergantung pada temperatur, makanan yang tersedia,

dan kepadatan larva sampai menjadi nyamuk dewasa

membutuhkan waktu sekitar 7-10 hari (termasuk stadium pupa

yang lamanya 2 hari). Jika suhu rendah, masa perkembangan


21

larva menjadi nyamuk dewasa dapat berlangsung sampai

beberapa minggu lamanya (Soedarto, 2012).

Ada 4 tingkat (instar) jentik sesuai dengan pertumbuhan,

yaitu:

1) Larva instar I, tubuhnya sangat kecil, warna transparan,

panjang 1-2mm, duri-duri (spinae) pada dada (thorax) belum

begitu jelas, dan corong pernafasannya (siphon) belum

menghitam.

2) Larva instar II bertambah besar, ukuran 2,5-3,9 mm, duri

dada belum jelas, dan corong pernafasan sudah berwarna

hitam.

3) Larva instar III lebih besar sedikit dari larva instar II

4) Larva instar IV telah lengkap struktur anatominya dan jelas

tubuh dapat dibagi menjadi bagian kepala (chepal), dada

(thorax),dan perut (abdomen)

Gambar 2.5 Larva Aedes


Sumber: http//dinus.ac.idrepositorydocsajarmakalah-supartha-baru.pdf
22

c. Pupa

Pupa Aedes aegypti berbentuk bengkok dengan kepala besar

sehingga menyerupai tanda koma, memiliki shipon pada thoraks

untuk bernafas. Pupa nyamuk Aedes aegypti bersifat aquatik dan

tidak seperti kebanyakan pupa serangga lain yaitu sangat aktif dan

seringkali disebut akrobat (tumbler). Pupa Aedes aegypti tidak

makan tetapi masih memerlukan oksigen untuk bernafas melalui

sepasang struktur seperti terompet yang kecil pada thoraks. Pupa

pada tahap akhir akan membungkus tubuh larva dan mengalami

metamorfosis menjadi nyamuk Aedes aegypti dewasa.

d. Nyamuk dewasa

Segera setelah nyamuk dewasa keluar dari dalam pupa,

nyamuk akan segera mengadakan kopulasi dengan nyamuk

betina. Dalam waktu 24-36 jam sesudah kopulasi, nyamuk betina

akan menghisap darah yang menjadi sumber protein essential

untuk pematangan telurnya. Untuk melengkapi satu siklus

gonotropik, seekor nyamuk betina Aedes aegypti dapat melakukan

lebih dari satu kali menghisap darah. Selain itu nyamuk ini

termasuk nervous feeder yang menghisap darah lebih dari satu

orang korban. Sifat-sifat ini akan meningkatkan jumlah kontak

antara manusia dan nyamuk yang penting dalam epidemiologi

penularan dengue karena meningkatkan efisiensi penyakit. Karena

itu dapat terjadi infeksi dengue dialami oleh orang serumah


23

dengan gejala awalnya terjadi kurang dari 24 jam perbedaannya

antara satu penderita dengan penderita lainnya (Soedarto, 2012).

Gambar 2.6 Aedes aegypti nyamuk betina dan jantan. Pada


nyamuk jantan (kanan) rambut antena lebih panjang
dan lebih lebat daripada yang betina (kiri).

Sumber:http//dinus.ac.idrepositorydocsajarmakalah-supartha-baru.pdf

6. Cara Survei Jentik

Survei jentik nyamuk Aedes aegypti dilakukan dengan cara sebagai

berikut :

a. Semua tempat atau bejana yang dapat menjadi tempat

perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti diperiksa (dengan mata

telanjang) untuk mengetahui ada tidaknya jentik.

b. Untuk memeriksa TPA yang berukuran besar, seperti: bak mandi,

tempayan, drum, dan bak penampungan air lainnya. Jika pada

pandangan (penglihatan) pertama tidak menemukan jentik, tunggu

kira-kira 1 menit untuk memastikan bahwa benar jentik tidak ada.

c. Untuk memeriksa tempat-tempat perkembangbiakan yang kecil,

seperti: vas bunga atau pot tanaman air atau botol yang airnya

keruh, seringkali airnya perlu dipindahkan ke tempat lain.


24

d. Untuk memeriksa jentik di tempat yang agak gelap, atau airnya

keruh, biasanya digunakan senter.

7. Metode Survei Jentik

Survei jentik/larva dilakukan dengan dua cara antara lain:

a. Cara Single larva

Yaitu survei ini dilakukan dengan mengambil satu jentik di setiap

penampungan air yang ditemukan jentik, selanjutnya dilakukan

identifikasi lebih lanjut jenis jentiknya.

b. Cara Visual

Survei ini cukup dilakukan dengan melihat atau tidaknya jentik

disetiap tempat genangan air tanpa mengambil jentiknya. Survei

ini biasa digunakan dalam Program Pemberantasan Penyakit

DBD.

Jentik Aedes aegypti didalam air dapat dikenali dengan ciri-ciri

sebagai berikut:

1) Geraknya cepat dengan membengkok-bengkokan tubuhnya

sehingga memberikan gambaran seperti seperti siku-siku.

2) Tubuh langsung dengan perbandingan seimbang.

3) Bersifat phototropisme negatip (bergerak menghindari cahaya

bila disorot dengan lampu sinar baterai).

4) Sangat tahan lama dibawah jauh dipermukaan air.


25

8. Ukuran-Ukuran Yang Dipakai Untuk Mengetahui Kepadatan Jentik

Aedes:

a. Angka Bebas Jentik (ABJ) Angka Bebas Jentik adalah persentase

pemeriksaan jentik yang dilakukan di semua desa/kelurahan oleh

petugas pada rumah-rumah penduduk yang diperiksa secara acak.

𝑟𝑢𝑚𝑎ℎ/𝑏𝑎𝑛𝑔𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑢𝑘𝑎𝑛 𝑗𝑒𝑛𝑡𝑖𝑘


𝑥 100%
𝑟𝑢𝑚𝑎ℎ/𝑏𝑎𝑛𝑔𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑖𝑘𝑠𝑎

b. House Indeks (HI) House Indeks (HI) adalah persentase rumah

yang ditemukan jentik yang dilakukan di semua desa/kelurahan

oleh petugas pada rumah-rumah penduduk yang diperiksa secara

acak.

𝑟𝑢𝑚𝑎ℎ/𝑏𝑎𝑛𝑔𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑗𝑒𝑛𝑡𝑖𝑘


𝑥 100%
𝑟𝑢𝑚𝑎ℎ/𝑏𝑎𝑛𝑔𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑖𝑘𝑠𝑎

c. Kontainer Indeks (CI) Kontainer Indeks (CI) adalah persentase

pemeriksaan jumlah kontainer yang diperiksa ditemukan jentik

pada kontainer di rumahrumah penduduk yang diperiksa secara

acak.

𝑘𝑜𝑛𝑡𝑎𝑖𝑛𝑒𝑟 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑗𝑒𝑛𝑡𝑖𝑘


𝑥 100%
𝑘𝑜𝑛𝑡𝑎𝑖𝑛𝑒𝑟 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑖𝑘𝑠𝑎

d. Breteau Indeks (BI) Breteau Indeks (BI) adalah jumlah kontainer

yang terdapat jentik dalam 100 rumah.

𝑘𝑜𝑛𝑡𝑎𝑖𝑛𝑒𝑟 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑗𝑒𝑛𝑡𝑖𝑘


𝑥 100%
𝑟𝑢𝑚𝑎ℎ 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑖𝑘𝑠𝑎
26

2.2.2 Aedes albopictus

Aedes albopictus yang dikenal sebagai Asian tiger mosquito, termasuk

sub genus Stegomyia seperti halnya Aedes aegypti. Spesiesb ini tersebar

luas di Asia baik di daerah tropis dan sub tropis. Selama dua dekade yang

lalu, spesies ini menyebar ke Amerika Utara dan Amerika Selatan, Afrika,

Eropa Selatan dan pulau-pulau di Pasifik. Sebaran spesies ini lebih luas

daripada sebaran Aedes aegypti karena koloni Aedes albopictus lebih tahan

udara dingin, terutama di belahan bumi bagian utara.

Ae.Albopictus mulanya adalaa spesies nyamuk hutan yang telah

beradaptasi dengan lingkungan hidup manusia didaerah rural, suburban,

dan bahkan didaerah urban. Nyamuk meletakkan telurnya dan

berkembangbiak di air yang terdapat dilubang pohon, potongan bambu dan

lipatan daun yang terdapat di hutan dan bejana/kontainer di daerah urban.

Nyamuk Aedes albopictus termasuk penghisap yang lebih beragam, karena

selain menghisap darah manusia juga menghisap darah hewan, sehingga

nyamuk ini lebih bersifat zoofagik dibanding Aedes aegypti. Selain itu

berbed dengan Aedes aegypti, beberapa jalur Aedes albopictus didaerah

asia dan Amerika telah menyesuikan diri dengan cuaca dingin, dengan

telur yang dapat melewati masa musim dingin (winter) dalam keadaan

diapause. Di beberapa daerah Asia dan sesychelles, Aedes albopictus

menjadi penyebab utama terjadi epidemi demam dengue atau epidemi

demam berdarah dengue(Soedarto, 2012).


27

Tabel 2.1 Perbedaan Jentik Aedes aegypti dan Aedes albopictus


No. Aedes aegypti Aedes albopictus
1. Pada abdomen ke-8 terdapat satu baris sisik Sisik sikat (comb scale)
sikat (comb scale) yang pada sisi lateralnya tidak berduri lateral
terdapat duri-duri
2. Terdapat gigi pekten (pectin teeth) pada Gigi pekten (pectin teeth)
siphon dengan satu cabang dengan dua cabang
3. Sikat ventral memiliki 5 pasang rambut Sikat ventral memiliki 4
pasang rambut
4. Hidup domestik pada kontainer di dalam Hidup dan berkembang di
dan di sekitar rumah kebun dan semak-semak
Sumber: Ditjen PP&PL, 2008

2.3 Segitiga Epidemiologi

Dalam pandangan Epidemiologi Klasik dikenal segitiga epidemiologi

yang digunakan untuk menganalisis terjadinya penyakit. Segitiga ini terdiri

atas pejamu (host), agen (agent), dan lingkungan (environtment). Konsep

yang bermula dari upaya untuk menjelaskan proses timbuknya penyakit

menular dengan unsur-unsur mikrobiologiyang infeksius sebgai agen,

namun selanjutnya dapat pula digunakan untuk menjelaskan proses

timbulnya penyakit tidak menular dengan memperluas pengertian agen

(Notoatmodjo, 2011).

2.3.1 Agent (Faktor Penyebab)

Agent adalah penyebab penyakit, bisa bakteri, virus, parasit, jamur,

atau kapang yang merupakan agen yang ditemukan sebagai penyebab

penyakit infeksius. Untuk penyebab terjadinya DBD yaitu virus dengue.

2.3.2 Host (Pejamu)

Pejamu adalah organisme, biasanya manusia atau hewan yang menjadi

persinggahan penyakit. Pejamu bisa saja terkena atau tidak terkena

penyakit. Pejamu memberikan tempat dan penghidupan kepada suatu


28

patogen (mikrooganisme penyebab penyakit atau substansi terkait lainnya.

Beberapa faktor yang berkaitan dengan karakteristik pejamu adalah jenis

kelamin, umur, imunitas, pengetahuan, status gizi, sikap, dan tindakan.

Pejamu yang lebih berhubungan dengan keberadaan jentik adalah,

pengetahuan, sikap, dan tindakan.

1. Pengetahuan

a. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah

seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni: indera

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba

(Notoatmodjo, 2012).

Pengetahuan masyarakat akan mempengaruhi kepadatan

jentik nyamuk Aedes aegypti karena pengetahuan mempunyai

efek terhadap perubahan perilaku penduduk. Terbentuknya

perilaku baru pada seseorang dimulai dari seseorang tahu terlebih

dahulu terhadap objek yang berupa materi atau objek di luarnya

sehingga menimbulkan pengetahuan baru pada seseorang

tersebut, selanjutnya menimbulkan respon batin dalam bentuk

sikap seseorang terhadap objek yang diketahui itu. Akhirnya

rangsangan yakni objek yang telah diketahui dan disadari

sepenuhnya tersebut akan menimbulkan respons lebih jauh lagi,


29

yaitu berupa tindakan terhada sehubungan dengan stimulus atau

objek tadi.

Pengetahuan responden tentang penyakit DBD, vektor/

nyamuk penular, cara pemberantasan sarang nyamuk dan faktor

yang mempengaruhi keberadaan jentik Aedes aegypti sangat

diperlukan untuk menekan pertumbuhan dan perkembangan jentik

nyamuk Aedes aegypti sehingga penularan penyakit DBD dapat

dicegah. Kurangya pengetahuan akan berpengaruh pada tindakan

yang dilakukan (Nugrahaningsih, 2010)

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Santoso dan

Budiyanto (2013), menyatakan bahwa ada hubungan yang

signifikan antara pengetahuan dan sikap responden yang berkaitan

dengan penyakit DBD (p<0,001), dimana responden

berpengetahuan rendah mempunyai kemungkinan 3,097 kali akan

mempunyai sikap kurang baik berkaitan dengan pencegahan

penyakit DBD.

b. Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara

atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin

diukur dari subjek penelitian atau responden. Pengukuran

pengetahuan dapat dikategorikan menjadi:

1) Baik, apabila subjek mampu menjawab dengan benar 76-

100% dari semua pertanyaan.


30

2) Cukup, apabila subjek mampu menjawab dengan benar 60-

75% dari semua pertanyaan.

3) Buruk, apabila subjek mampu menjawab pertanyaan benar <

60% dari semua pertanyaan.

c. Tingkatan Pengetahuan

1) Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang

telah dipelajari sebelumnya. Pengetahuan tingkat ini adalah

mengingat kembali terhadap suatu yang spesifik dari seluruh

badan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

Oleh sebab itu, ini merupakan tingkat pengetahuan yang

paling rendah. Untuk mengukur bahwa sesorang tahu tentang

apa yang dipelajari antara lain: menyebutkan, menguraikan,

mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.

2) Memahami (Comperehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan

dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar, orang

yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat

menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,

meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang telah

dipelajari.
31

3) Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk

menggunakan materiyang telah dipelajari pada situasi atau

kondisi sebenarnya, aplikasi ini diartikan dapat sebagai

aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus metode,

prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4) Analisis (Analysis)

Analisis merupakan kemampuan untuk mengidentifikasi,

memisahkan, daan kemampuan untuk menjabarkan materi

atau suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih

dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada

kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisa ini dapat

dilihat dari penggunaan kata kerja seperti: menggambarkan

membedakan, dan mengelompokkan.

5) Sintesa (Synthesis)

Sintesa adalah suatu kemampuan untuk melakukan atau

menggabungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk

keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintesa adalah suatu

kemampuan untuk menyusun formasi baru dari informasi-

informasi yang ada, misalnya: dapat menyusun, dapat

menggunakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan

terhadap suatu teori atau rumusan yang telah ada.


32

6) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk

melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi

atau objek. Penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang

ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada

(Notoatmodjo, 2012).

2. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respons seseorang yang masih

tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak

dapat dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari

perilaku yang tertutup. Sikap merupakan reaksi yang bersifat

emosional terhadap stimulus sosial.

Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi

merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih

merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi yang terbuka atau

tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi

terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan

terhadap objek (Notoatmodjo, 2012).

Sikap responden yang baik terhadap upaya pemberantasan sarang

nyamuk (PSN) yang berupa gerakan 3M perlu diikuti dengan tindakan

yang nyata. Sikap yang mau ikut aktif terlibat langsung dalam upaya

pemberantasan sarang nyamuk ditengah kesibukan mereka akan


33

sangat berpengaruh dalam tindakan mereka dalam upaya dan

penanggulangan dan pencegahan penyakit DBD.

Dalam mengukur sikap dapat dilakukan secara langsung maupun

tidak langsung. Pengukuran sikap secara langsung dapat dilakukan

dengan mengajukan pertanyaaan-pertanyaan tentang stimulus atau

objek yang bersangkutan. Sikap juga dapat diukur dari pertanyaan-

pertanyaan tidak langsung.

Beberapa penelitian sebelumnya, penelitian Nugrahaningsih

(2010), menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara sikap

responden dengan keberdaan larva nyamuk Aedes aegypti.

3. Tindakan

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt

behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbedaan nyata

diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan,

antara lain adalah fasilitas, dukungan dari pihak lain (Pusphandani,

2015).

Pengukuran tindakan secara tidak langsung dapat dilakukan

dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan

beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu (recall). Sedangkan

pengukuran secara langsung dapat dilakukan dengan mengobservasi

tindakan atau kegiatan responden.

Sesuai dengan pendapat Notoatmodjo bahwa tindakan terdiri dari

beberapa aspek, yaitu perception (persepsi), mengenal dan memilih


34

berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil dalam

hal ini masyarakat memilih tindakan yang sesuai untuk pencegahan

penyakit DBD, guided response (respon terpimpin), melakukan

sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh,

dalam hal ini masyarakat mampu melakukan upaya pencegahan DBD

sesuai dengan pedoman yang ada, mechanism (mekanisme), telah

terjadi mekanisme dan melkukan sesuatu secara otomatis dan akan

menjadi kebiasaan

Penelitian Nugrahaningsih (2010), menunjukkan bahwa terdapat

hubungan antara tindakan responden dengan keberadaan larva nyamuk

Aedes aegypti. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Suyasa

(2008), yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara tindakan

responden dengan keberdaan vektor DBD.

2.3.3 Environtment (Lingkungan)

Lingkungan adalah segala sesuatu yang mengelilingi dan juga kondisi

luar manusia atau hewan yang menyebabkan atau memungkinkan

penularan penyakit. Faktor-faktor lingkungan dapat mencakup aspek

biologi, fisik, dan sosial. Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap

penyebaran DBD antara lain (Widodo, 2012).

1. Lingkungan fisik

a. Suhu

Perubahan iklim dapat menyebabkan perubahan suhu,

kelembaban, curah hujan, arah udara sehingga berpengaruh


35

terhadap ekosistem daratan dan lautan serta kesehatan terutama

pada perkembangbiakan vektor penyakit seperti nyamuk Aedes

dan lainnya. Hampir sama dengan pernyataan Achmadi (2011),

bahwa suhu lingkungan dan kelembaban akan mempengaruhi

bionomic nyamuk, seperti perilaku menggigit, perilaku

perkawinan, lama menetas telur dan lain sebagainya.

Telur yang diletakkan dalam air akan menetas pada 1 sampai

3 hari pada suhu 30ºC, tetapi pada suhu udara 16ºC dibutuhkan

waktu selama 7 hari. Nyamuk dapat hidup pada suhu rendah

tetapi proses metabolismanya menurun atau bahkan berhenti

apabila suhu turun sampai dibawah suhu kritis. Pada suhu lebih

tinggi dari 35ºC juga mengalami perubahan dalam arti lebih

lambatnya proses-proses fisiologi (Ayuningtyas, 2013)

Menurut Iskandar (1985) dalam Nugrahaningsih (2010),

nyamuk pada umumnya akan meletakkan telurnya pada

temperatur udara sekitar 20ºC-30ºC. ToleransI terhadap suhu

tergantung pada spesies nyamuk. Susana, et al. (2011), suhu

optimum untuk pertumbuhan nyamuk Aedes berkisar antara 25ºC-

27ºC dan pertumbuhan akan terhenti pada suhu kurang dari 10ºC

atau di atas 40ºC. Berdasarkan penelitian Ika Novitasari (2013),

menyatakan bahwa terdapat hubungan antara suhu dengan

keberadaan jentik Aedes aegyti.


36

b. Kelembaban Udara

Kelembaban udara adalah banyaknya uap air yang

terkandung dalam udara yang biasanya dinyatakan dalam persen.

Dalam kehidupan nyamuk kelembaban udara mempengaruhi

kebiasaan meletakkan telurnya. Kelembaban udara berkisar antara

80-90,5% merupakan kondisi lingkungan yang optimal untuk

pertumbuhan jentik Aedes aegypti.

Sistem pernafasan nyamuk Aedes aegypti yaitu dengan

menggunakan pipa-pipa udara yang disebut trachea, dengan

lubang pada dinding tubuh nyamuk yang disebut spirakel. Adanya

spirakel yang terbuka lebar tanpa ada mekanisme pengaturnya,

maka pada kelembaban rendah akan menyebabkan penguapan air

dalam tubuh nyamuk, dan salah satu musuh nyamuk dewasa

adalah penguapan. Pada kelembaban kurang dari 60 % umur

nyamuk akan menjadi pendek, tidak bisa menjadi vektor karena

tidak cukup waktu untuk perpidahan virus dari lambung ke

kelenjar ludah.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Zaenal (2013),

menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kelembaban udara

dengan keberdaan jentik nyamuk penular DBD. Hal ini didukung

oleh penelitian Nugrahaningsih (2010), yang menytakan bahwa

terdapat hubungan antara kelembaban udara dengan keberadaan

jentik nyamuk penular DBD.


37

c. Curah Hujan

Curah hujan akan mempengaruhi suhu, kelembaban udara,

menambah jumlah tempat perkembangbiakan vektor. Curah hujan

berubungan dengan 34 evaporasi dan suhu mikro di dalam

kontainer. Pada musim kemarau banyak barang bekas seperti

kaleng, gelas plastik, ban bekas, kaleng plastik dan sejenisnya

yang dibuang atau ditaruh tidak teratur di sembarang tempat.

Ketika cuaca berubah dari musim kemarau ke musim hujan

sebagian besar permukaan dan barang bekas itu menjadi sarana

penampung air hujan yang nantinya dapat menjadi tempat

perindukan nyamuk Aedes aegypti.

Curah hujan dapat meningkatkan transmisi penyakit yang

ditularkan oleh vektor dengan cara memacu proliferasi tempat

berkembang biak, tetapi juga dapat mengeliminasi tempat

berkembang biak dengan cara menghanyutkan vektor. Di

sebagian negara,, epidemic dengue dilaporkan terjadi selama

musim hujan, lembab dan hangat, yang mendukung pertumbuhan

nyamuk dengan dua acara, yaitu menyebabkan naiknya

kelembaban udara dan menambah tempat perindukan (Iriani,

2012). Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Putri (2018),

menyatakan bahwa ada hubungan bermakna antara curah hujan

dengan keberadaan jentik nyamuk.


38

d. Karakteristik Kontainer

Telur, larva dan pupa nyamuk Aedes aegypti tumbuh dan

berkembang di dalam air. Kontainer adalah Tempat Penampungan

Air (TPA) atau bejana yang digunakan sebagai tempat perindukan

nyamuk Aedes aegypti (Depkes, 2010).

Karakteristik kontainer disini terdiri dari bahan kontainer,

warna kontainer dan ketersediaan tutup kontainer,.

1) Bahan kontainer

Jenis bahan kontainer merupakan suatu keadaan dinding

permukaan kontainer Pemilihan tempat bertelur nyamuk

Aedes aegypti dipengaruhi oleh bahan dasar kontainer. karena

telur diletakkan menempel pada dinding tempat

penampungan air. Menurut Kemenkes RI (2013) yaitu

kontainer dengan berbahan semen karena mikroorganisme

yang menjadi bahan makanan larva lebih mudah tumbuh

pada dindingnya dan nyamuk betina lebih mudah mengatur

posisi tubuh pada waktu meletakkan telur, dimana telur

secara teratur diletakkan diatas permukaan air dibanding

berbahan keramik dan plastik yang cenderung licin.

Badrah dan Hidayah (2011) jenis bahan dasar kontainer

berisiko terhadap keberadaan jentik Aedes aegypti dengan

yaitu semen kemudian logam, tanah, keramik dan plastik. Hal

ini terjadi karena bahan semen mudah berlumut,


39

permukaannya kasar dan berpori-pori pada dindingnya.

Permukaan kasar memiliki kesan sulit dibersihkan, mudah

ditumbuhi lumut dan refleksi cahaya yang rendah. Refleksi

cahaya yang rendah dan permukaan dinding yang berpori-

pori mengakibatkan suhu dalam air menjadi rendah (Badrah

dan Hidayah, 2011).

Bahan kontainer dari keramik dan plastik memiliki angka

positif jentik jentik Aedes aegypti yang rendah karena bahan

ini tidak mudah berlumut, mempunyai permukaan yang halus

dan licin serta tidak berpori sehingga lebih mudah untuk

dibersihkan dibandingkan bahan dari semen dan tanah

(Ayuningtyas, 2013).

2) Ketersediaan tutup kontainer

Keberadaan penutup kontainer erat kaitannya dengan

keberadaan jentik Aedes aegypti. Penggunaan tutup pada

kontainer dengan benar memiliki dampak yang signifikan

untuk mengurangi keberadaan larva dan pupa nyamuk Aedes

aegypti dibandingkan dengan kontainer tanpa penutup.

Kegiatan PSN dengan pengelolaan lingkungan hidup yaitu

3M salah satunya dilakukan dengan menutup kontainer rapat-

rapat agar nyamuk tidak dapat masuk untuk meletakkan

telurnya. Nyamuk Aedes aegypti akan mudah untuk

meletakkan telurnya pada kontainer yang terbuka. Ada


40

kecenderungan yang signifikan 84% kontainer yang terbuka

menyebabkan nyamuk bebas masuk ke dalam kontainer

untuk berkembangbiak sedangkan kontainer yang tertutup

7% terdapat jentik (Hasyimi dkk, 2010).

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Sandra (2010),

menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara ketersediaan

tutup kontainer dengan keberadaan jentik nyamuk. Selain itu

penelitian yang dilakukan oleh Aniq (2015) yang menyatakan

bahwa salah satu penyebab kontainer yang mempunyai

penutup masih tetap terdapat jentik Aedes aegypti disebabkan

oleh perilaku warga atau masyarakat yang sering lupa untuk

menutup kembali kontainer setelah dibuka. Untuk itu, agar

nyamuk tidak keluar masuk secara bebas di tempat

penampungan air, maka perlu disediakan penutup untuk

tempat penampungan air yang terbuka.

3) Warna kontainer

Berdasarkan warna TPA nyamuk Aedes, terutama yang

betina lebih menyukai benda atau objek yang warna gelap

dibandingkan dengan warna terang, baik untuk beristirahat

atau bertelur. Warna kontainer berisiko terhadap keberadaan

jentik nyamuk. Hal ini karena nyamuk mempunyai reseptor

panas yang berfungsi sebagai sensor suhu dan kelembaban.

Reseptor tersebut mampu membedakan panas yang


41

dipancarkan oleh berbagai benda yang akan menarik nyamuk

datang. Benda-benda gelap (terutama warna hitam) biasanya

mudah menyerap panas, tetapi juga mudah memancarkan

panas yang akan menarik nyamuk datang. Kondisi yang

lembab dan warna TPA yang gelap dapat memberikan rasa

aman dan tenang bagi nyamuk Aedes pada saat betelur,

sehingga telur yang diletakkan di TPA lebih banyak dan

jumlah larva yang terbentuk lebih banyak pula. Selain itu

suasana gelap menyebabkan larva menjadi tidak terlihat

sehingga tidak bisa diciduk atau dibersihkan (Putry, 2013).

Berdasarkan penelitian Arif Budiyanto (2012),

menyatakan bahwa ada perbedaan proporsi yang bermakna

antara perbedaan warna gelap dan warna terang dengan

keberadaan jentik. Hal ini didukung oleh penelitian Eka

Augesleni, dkk (2012), bahwa ada hubungan antara warna

kontainer dengan keberadaan jentik Aedes aegypti.

4) Lingkungan Biologi

Banyaknya tanaman hias dan tanaman pekarangan

mempengaruhi tingginya kelembaban dan kurangnya

pencahayaan dalam rumah dan halamannya. Keadaan ini

merupakan tempat yang disenangi nyamuk untuk hinggap

dan beristirahat. Hal ini sejalan dengan penelitian Agustin

(2010), yang menyatakan keadaan tanaman hias secara


42

bermakna berpengaruh terhadap kejadian DBD dengan nilai

(ρ=0,009) dan (CI=1,400-9,088). Bila banyak tanaman hias

dan tanaman pekarangan berarti akan menambah tempat yang

disenangi nyamuk hinggap/istirahat.

5) Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial menurut Wirayoga (2013),

dipengaruhi oleh pekerjaan dan kepadatan penduduk.

Individu atau masyarakat yang pekerjaannya banyak

menghabiskan waktu di luar rumah mengakibatkan individu

/masyarakat tersebut kurang mempunyai waktu luang untuk

melaksanakan kegiatan pemberantasan sarang nyamuk DBD

(PSN DBD). Selain itu, pekerjaan terkait dengan penghasilan

keluarga. Individu atau masyarakat yang tidak mempunyai

pekerjaan tetap dan rendahnya kondisi sosial ekonomi akan

menyebabkan individu atau masyarakat tersebut lebih fokus

mencari pekerjaan untuk menambah penghasilan sehingga

kurang memperhatikan kegiatan PSN DBD di rumah dan

lingkungannya. Hal ini akan berpengaruh terhadap

keberadaan maupun kepadatan jentik Aedes aegypti.

Kepadatan penduduk ikut menunjang penularan DBD.

Tingkat kepadatan penduduk yang terus bertambah dan

transportasi yang semakin baik serta perilaku masyarakat

dalam penampungan air sangat rawan sebagai tempat

berkembang biaknya jentik nyamuk Aedes aegypti, maka


43

kemungkinan penularan virus dengue semakin mudah apabila

tidak disertai dengan pencegahan perkembangbiakan nyamuk

Ae. aegypti. Hal ini berpengaruh terhadap habitat dan

perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti.

2.4 Kerangka Teori

Host Pengetahuan

(Pejamu) Sikap

Tindakan

Agent Virus Dengue Penyakit Keberadaan Jentik


DBD Aedes aegypti

Suhu

Kelembaban Udara
Lingkungan
Fisik
Curah Hujan
Bahan Kontainer
Karakteristik
Environment Kontainer
Warna Kontainer

Ketersediaan
Tutup Kontainer
Banyaknya Tanaman
Lingkungan
Hias dan Tanaman
Biologi
Pekarangan

Lingkungan Pekerjaan dan


Sosial Kepadatan Penduduk

Gambar 2.7 Kerangka Teori


Sumber: Segitiga Epidemiologi, Notoatmodjo 2012
BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konseptual

Kerangka konsep membahas ketergantungan antar varibel atau

visualisasi hubungan yang berkaitan atau dianggap perlu antara satu konsep

dengan konsep lainnya atau varibel satu dengan variabel lainnya untuk

melengkapi dinamika situasi atau hal yang sedang atau akan diteliti

(Notoatmodjo, 2012). Kerangka konsep merupakan model konseptual yang

berkaitan dengan bagaimana seorang peneliti menyusun teori atau

menghubungkan secara logis beberapa faktor yang dianggap penting untuk

masalah.

Variabel Independent

Pengetahuan

Sikap
Varibel Dependent

Bahan Kontainer

Keberadaan jentik
Warna Kontainer
Aedes aegypti

Ketersediaan Tutup
Kontainer

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

44
45

3.2 Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan pernyataan awal peneliti mengenai hubungan

antar veriabel yang merupakan jawaban peneliti tentang kemungkinan hasil

penelitian. Didalam pernyataan ini terkadang variabel-variabel yang akan

diteliti dan hubungan antar variabel tersebut serta mampu mengarahkan

peneliti untuk menentukan desain penelitian, tehik menentukan sampel

pengumpulan dan metode analisis data (Dharma, 2011).

Ditinjau dari operasi rumusannya, ada dua jenis hipotesis yaitu:

1. Hipotesis nol atau hipotesis nihil, hipotesis ini dituliskan dengan ―Ho‖

adalah hipotesis yang meniadakan perbedaan antar kelompok atau

meniadakan hubungan sebab akibat antar variabel.

2. Hipotesis Ha, hipotesis ini ditulis dengan ―Ha‖. Hipotesis ini digunakan

untuk menolak atau menerima hipotesis nihil (nol). Hipotesis ini

menyatakaannya adanya hubungan antar variabel.

Sesuai dengan tujuan dari penelitian dapat dirumuskan hipotesis

penelitian sebagai berikut:

1) Ha : Ada hubungan antara pengetahuan dengan keberadaan jentik

Aedes aegypti di Desa Sedarat Kecamatan Balong Kabupaten

Ponorogo.

2) Ha : Ada hubungan antara sikap dengan keberadaan jentik Aedes

aegypti di Desa Sedarat Kecamatan Balong Kabupaten Ponorogo.


46

3) Ha : Ada hubungan antara bahan kontainer dengan keberadaan jentik

Aedes aegypti di Desa Sedarat Kecamatan Balong Kabupaten

Ponorogo.

4) Ha : Ada hubungan antara warna kontainer dengan keberadaan jentik

Aedes aegypti di Desa Sedarat Kecamatan Balong Kabupaten

Ponorogo.

5) Ha : Ada hubungan antara keberadaan tutup kontainer dengan

keberadaan jentik Aedes aegypti di Desa Sedarat Kecamatan

Balong Kabupaten Ponorogo.


BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan model atau metode digunakan untuk

melakukan suatu penelitian yang memberikan arah terhadap jalannya

penelitian. Desain penelitian ditentukan berdasarkan tujuan dan hipotesis

penelitian (Dharma, 2011). Desain penelitian yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode survei analitik dengan pendekatan cross

sectional yaitu jenis penelitian yang dilakukan yang menekankan waktu

pengukuran atau observasi data variabel independen dan dependen hanya

satu kali pada satu saat (Sugiyono, 2013).

Metode analitik ini digunakan untuk mengukur hubungan (korelasi)

antara tingkat pengetahuan, sikap, dan karakteristik tempat penampungan

air (TPA) yang terdiri dari bahan kontainer, warna kontainer, dan

ketersediaan tutup kontainer dengan keberadaan jentik Aedes aegypti di

Desa Sedarat Kecamatan Balong Kabupaten Ponorogo.

POPULASI/SAMPLE

FAKTOR RISIKO (+) FAKTOR RISIKO (-)

EFEK (+) EFEK (-) EFEK (+) EFEK (-)

Gambar 4.1 Rancangan Penelitian Cross sectional


Sumber: Notoatmodjo, 2010

47
48

4.2 Populasi dan Sampel

4.2.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Apabila seseorang

ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka

penelitiannya merupakan penelitian populasi (Arikunto, 2010). Populasi

dalam penelitian ini adalah mencakup semua rumah tangga yang ada di

Desa Sedarat dengan jumlah rumah tangga sebanyak 199 rumah.

4.2.2 Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi, artinya tidak akan ada sampel

jika tidak ada populasi. Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian

rumah penduduk yang berada di Desa Sedarat.

Untuk mengetahui besar sampel dalam penelitian ini msks peneliti

menggunakan rumus Slovin. Berikut rumus sampel yang digunakan:

𝑁
n=
1 + 𝑁𝑒²

Keterangan :

n = jumlah sampel

N = jumlah populasi

e = tingkat signifikasi (0,05)

Maka :

𝑁
n=
1 + 𝑁𝑒 2
199
=
1+199.0,05²
49

199
=
1+0,49

199
=
1,49

= 133

Dari perhitungan rumus diatas didapatkan hasil akhir 133 rumah.

Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian rumah di Desa Sedarat

Kecamatan Balong yang memiliki kriteria-kriteria yang telah ditetapkan

sebagai sampel oleh peneliti.

Penelitian menghitung sampel dengan cara simple random sampling

berdasarkan jumlah rumah penduduk di Desa Sedarat.

Ada beberapa kriteria sampel sebagai berikut:

1. Kriteria Inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh

setiap anggota yang dapat diambil sebagai sampel (Notoatmodjo S.,

2012). Pada penelitian ini kriteria inklusinya adalah:

a. Rumah yang boleh diteliti oleh pemilik.

b. Pemilik rumah dapat berkomunikasi dengan baik.

2. Kriteria Eksklusi adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak dapat

diambil sebagai sampel (Notoatmodjo S. , 2012). Pada peneltian ini

kriteria ekslusinya adalah:

a. Pemilik rumah mengalami gangguan jiwa

4.3 Teknik Sampling

Teknik sampling adalah cara atau teknik-teknik tertentu dalam

mengambil sampel penelitian sehingga sampel tersebut sedapat mungkin


50

mewakili populasinya (Notoatmodjo S., 2012). Pada penelitian ini teknik

sampling yang digunakan adalah Simple random sampling, yaitu

pengambilan sampel dengan cara acak tanpa memperhatikan strata yang

ada dalam anggota populasi. Cara ini dilakukan bila anggota populasi

dianggap homogen, sebagai contoh bila populasi homogen kemudian

sampel diambil secara acak, maka akan didapatkan sampel yang

representative. Simple (sederhana) karena pengambilan anggota sampel

dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada

dalam populasi itu (Sugiyono, 2009).

Cara merandom untuk menetukan sampel yaitu sebagai berikut:

1. Mendaftar semua anggota populasi

2. Kemudian masing – masing anggota populasi diberi nomor di sebuah

kertas kecil

3. Kertas – kertas kecil yang sudah diberi nomor kemudian digulung

4. Kertas yang sudah digulung dimasukkan kedalam suatu wadah (kotak

atau kaleng) yang dapat digunakan untuk mengundi sehingga tersusun

secara acak

5. Kemudian peneliti mengundi kertas yang sudah digulung satu persatu

di keluarkan dari wadah

6. Kemudian peneliti mencatat angka dari kertas yang satu persatu keluar

kemudian di kembalikan lagi kedalam wadah untuk diundi kembali,

dan seterusnya sampai memenuhi jumlah responden yang dibutuhkan.


51

4.4 Kerangka Kerja Penelitian

Kerangka kerja adalah suatu struktur konsepsual dasar yang

digunakan untuk memecahkan atau menangani suatu masalah kompleks.

Adapun kerangka kerja pada penelitian ini sebagai berikut:

Populasi
Rumah penduduk yang berada di Desa Sedarat Kecamatan Balong Kabupaten
Ponororgo yaitu sejumlah 199 rumah

Sampel
Berdasarkan perhitungan dengan rumus Slovin didapat besar sampel sejumlah 133 rumah
penduduk yang mencakup Desa Sedarat Kecamatan Balong Kabupaten Ponorogo

Teknik Sampling
Simple Random Sampling

Desain Penelitian
Jenis penelitian metode survei analitik dengan pendekatan cross sectional

Pengumpulan Data
Kuesioner dan Observasi

Pengolahan data editing, entry, coding, tabulating

Analisis Data
Menggunakan uji chi square dengan taraf signifikan 0,05

Hasil Penelitian

Kesimpulan

Gambar 4.2 Kerangka Kerja Penelitian


52

4.5 Varibel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel

4.5.1 Variabel Penelitian

Variabel penelitian mengandung pengertian ukuran atau ciri-ciri yang

dimiliki oleh anggota-anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang

dimiliki oleh kelompok lain. Variabel ini dibedakan menjadi dua variabel

yaitu variabel Independent (variabel bebas) dan variabel Dependent

(variabel terikat).

1. Variabel Independent/Bebas

Variabel Independent adalah variabel yang nilainya menetukan

variabel lain (Notoatmodjo S. , 2012). Variabel Independent dalam

penelitian ini adalah pengetahuan, sikap, warna kontainer, bahan

kontainer, dan keberadaan tutup kontainer.

2. Variabel Dependent/Terikat

Variabel dependent adalah variabel yang dipengaruhi oleh

variabel independent atau variabel bebas (Notoatmodjo S. , 2012).

Dalam penelitian ini variabel dependent adalah keberadaan jentik

Aedes aegypti.

4.5.2 Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional bertujuan untuk membatasi ruang lingkup atau

pengertian variabel-variabel yang diamati atau diteliti serta mengarahkan

kepada pengukuran atau pengamatan terhadap variabel-variabel yang

bersangkutan (Notoatmodjo S. , 2012).


53

Tabel 4.1 Definisi Operasional Variabel


Alat Skala
Variabel Definisi Operasional Parameter Hasil Ukur
Ukur Data
1 2 3 4 5 6
Independent: Hal-hal yang diketahui oleh Pertanyaan seputar vektor DBD yang Kuesioner Nominal 0 = Pengetahuan
Pengetahuan masyarakat di Desa Sedarat dalam ada pada lembar kuesioner yang Kurang, jika < 50%
kaitannya dengan vektor Aedes meliputi tempat perindukan, ciri-ciri dari total skor
aegypti, DBD, dan PSN DBD. vektor, dan pemberantasan sarang 1 = Pengetahuan Baik,
nyamuk jika ≥ 50% dari total
skor

Sikap Reaksi atau respon masyarakat di Pertanyaan yang ada pada lembar Kuesioner Nominal Vaforable
Desa Sedarat kaitannya dengan kuesioner terhadap reaksi atau respon 1. Sangat setuju (SS):
vektor Aedes aegypti, DBD dan masyarakat meliputi kegiatan 4
PSN DBD. pemberantasan sarang nyamuk 2. Setuju (S): 3
3. Kurang setuju
(KS): 2
4. Tidak setuju (TS):
1
Unvaforable
1. Sangat setuju (SS):
1
2. Setuju (S): 2
3. Kurang Setuju
(KS): 3
4. Tidak setuju (TS):
4
Kategori:
0 = Negatif <50%
1 = Positif ≥50%
54
Lanjutan Tabel 4.1 Definisi Operasional Variabel
Alat Skala
Variabel Definisi Operasional Parameter Hasil Ukur
Ukur Data
1 2 3 4 5 6
Bahan Jenis bahan kontainer atau tempat 1. Beresiko jika berbahan semen dan Observasi Nominal 0 = Beresiko, jika >50%
Kontainer penampungan air yang digunakan tanah karena permukaan dan bahan semen dan
oleh masyarakat di Desa Sedarat. dinding cenderung kasar sehingga tanah, ≤50% bahan
membuat nyamuk lebih mudah keramik dan plastik.
untuk meletakkan telurnya. 1 = Tidak beresiko, jika
2. Tidak beresiko jika berbahan 50% bahan keramik
keramik dan plastik karena dan plastik, ≤50%
mempunyai permukaan yang licin bahan semen dan
serta tidak berpori sehingga mudah tanah.
untuk dibersihkan.

Warna Warna kontainer atau tempat 1. Warna gelap: cahaya matahari Observasi Nominal 0 = Gelap, jika >50%
Kontainer penampungan air yang berisiko tidak mudah menembus dinding warna gelap, ≤50%
terhadap keberadaan jentik kontainer dari segala arah dan warna terang.
nyamuk. memberikan rasa nyaman saat 1= Terang, jika >50%
nyamuk meletakkan telurnya warna terang, ≤50%
karena tidak terlihat. warna gelap.
2. Warna terang: memudahkan
cahaya matahari menembus tempat
penampungan air dari segala arah.

Ketersediaan Keberadaan penutup pada 1. Tanpa penutup kontainer: kontainer Observasi Nominal 0 = Terbuka, jika >50%
Tutup Kontiner kontainer baik pada bak mandi, terbuka tanpa penutup,
ember, bak WC, tempayan, kaleng 2. Ada penutup kontainer: kontainer ≤50% ada penutup.
bekas, botol bekas. tertutup 1= Tertutupa, jika 50%
ada penutup, ≤50%
tanpa penutup.
55
Lanjutan Tabel 4.1 Definisi Operasional Variabel
Alat Skala
Variabel Definisi Operasional Parameter Hasil Ukur
Ukur Data
1 2 3 4 5 6
Dependent: Keberadaan jentik yang dilihat Diketahui dari lembaran observasi, Observasi Nominal 0 = Ada jentik
Keberadaan secara visual pada kontainer baik Kategori: 1 = Tidak ada jentik
jentik Aedes yang didalam maupun diluar 1. Ada, bila ditemukan jentik nyamuk
aegypti rumah. Aedes aegypti pada kontainer
2. Tidak ada, bila ditemukan jentik
nyamuk Aedes aegypti pada
container
56

4.6 Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dimana kualitas

pengumpulan data sangat ditentukan oleh kualitas instrument atau alat

pengukuran yang digunakan peneliti. Adapun instrumen yang digunakan

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Lembar kuesioner untuk mengetahui pengetahuan dan sikap

responden mengenai keberadaan jentik.

2. Lembar observasi yang digunakan dalam penelitian ini berupa tabel

untuk mengetahui atau mencatat karakteristik kontainer yang meliputi

bahan kontainer, warna kontainer, ketersediaan tutup pada kontainer,

dan jenis kontainer dengan menggunakan alat bantu berupa lampu

senter dalam pemeriksaan jentik pada kontainer.

Sebelum kuesioner digunakan dalam penelitian ini, kuesioner diuji

coba terlebih dahulu dengan mengukur validitas dan reliabilitas kuesioner

tersebut.

4.6.1 Pengukuran Validitas

Pada pengamatan dan pengukuran observasi, harus diperhatikan

beberapa hal yaitu uji validitas, reliabilitas dan ketepatan fakta dan

kenyataan hidup (data) yang dikumpulkan dari alat dan cara pengumpulan

ddata maupun kesalahan-kesalahan yang sering terjadi pada pengamatan

atau pengukuran oleh pengumpul data (Nursalam, 2013).

Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-

benar mengukur apa yang diukur (Ria Puspitasari, 2016). Setelah


57

kuesioner diujicobakan kepada responden kemudian dihitung korelasinya

untuk mengetahui pertanyaan dalam kuesioner tersebut. Uji validitas

kuesioner akan dilakukan pada kelompok sampel tercoba sebelum diujikan

pada sampel yang sesungguhnya. Kuesioner akan dicobakan pada warga di

Desa Sambit karena dirasa memiliki karakteristik yang kurang lebih sama

dengan karakteristik sampel.

Pengujian validitas instrumen dalam penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan teknik korelasi yaitu Korelasi Pearson Product Moment

dengan taraf signifikan sebesar 5%. Valid atau tidak dapat diketahui

dengan kriteria penguji : bila r dihitung lebih besar dari r tabel maka Ha

ditolak yang artinya variabel tersebut valid, sedangkan jika r dihitung lebih

kecil dari r tabel maka Ha diterima yang artinya variabel tidak diterima

atau tidak valid (Ria Puspitasari, 2016).

Hasil pengolahan data untuk uji validitas variabel pengetahuan dapat

dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.2 Hasil Uji Validitas Variabel Pengetahuan


Pertanyaan r hitung r tabel Keterangan
Q1 0,567 0,444 Valid
Q2 0,484 0,444 Valid
Q3 0,471 0,444 Valid
Q4 0,547 0,444 Valid
Q5 0,446 0,444 Valid
Q6 0,551 0,444 Valid
Q7 0,576 0,444 Valid
Q8 0,471 0,444 Valid
Q9 0,477 0,444 Valid
Q10 0,446 0,444 Valid

Dengan menggunakan tingkat signifikan (α) 5% dari 10 butir item

kuesioner penelitian ini, hasil pengujian validitas menunjukkan bahwa r


58

hitung lebih besar dari r tabel, artinya seluruh item kuesioner penelitian

memiliki hubungan signifikan dengan skor total Maka variabel

pengetahuan tersebut adalah ―valid‖ atau sah digunakan sebagai

instrument pengukuran dalam penelitian.

Tabel 4.3 Hasil Uji Validitas Variabel Sikap


Pertanyaan r hitung r tabel Keterangan
Q1 0,484 0,444 Valid
Q2 0,571 0,444 Valid
Q3 0,759 0,444 Valid
Q4 0,449 0,444 Valid
Q5 0,646 0,444 Valid
Q6 0,646 0,444 Valid
Q7 0,507 0,444 Valid
Q8 0,648 0,444 Valid
Q9 0,491 0,444 Valid
Q10 0,535 0,444 Valid

Dengan menggunakan tingkat signifikan (α) 5% dari 10 butir item

kuesioner penelitian ini, hasil pengujian validitas menunjukkan bahwa r

hitung lebih besar dari r tabel, artinya seluruh item kuesioner penelitian

memiliki hubungan signifikan dengan skor total Maka variabel sikap

tersebut adalah ―valid‖ atau sah digunakan sebagai instrument pengukuran

dalam penelitian.

4.6.2 Pengukuran Reliabilitas

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat

pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Uji reliabilitas yang

digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan analisis α- Cronbach

yang dapat digunakan dengan baik untuk instrumen yang jawabannya

berskala maupun bersifat dikotomis (hanya mengenal dua jawaban benar

dan salah) (Ria Puspitasari, 2016).


59

Perhitungan menggunakan reliabilitas α- Cronbach, dengan koefisien

reliabilitas α yang angkanya berada dalam rentang 0 – 1,00. Semakin

tinggi koefisien reliabilitas mendekati angka 1,00 berarti semakin reliable

(Ria Puspitasari, 2016).

Alat atau instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa

koesioner yang akan langsung disebarkan kepada responden. Kuesioner

merupakan tehnik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi

seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada reponden untuk

dijawab.

Setelah kuesioner sebagai alat ukur atau alat pengumpulan selesai

disusun, maka kuesioner penelitian perlu diuji validitas dan rehabilitas

untuk itu kuesioner tersebut harus dilakukan uji di lapangan (Notoatmodjo,

2012). Uji validitas dan reliabilitas dianalisis dengan menggunakan

Pearson Produt Moment.

Hasil uji reliabilitas pengetahuan responden dapat dilihat pada tabel

berikut:

Tabel 4.4 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Pengetahuan


Crobanch alpha r tabel Keterangan
0,685 0,444 Reliabel

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa pengujian reliabilitas

terhadap variabel pengetahuan menunjukkan bahwa item-item pertanyaan

pengetahuan adalah reliabel untuk digunakan dalam penelitian sebab nilai

α sebesar 0,685 > 0,6.


60

Tabel 4.5 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Sikap


Crobanch alpha r tabel Keterangan
0,772 0,444 Reliabel

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa pengujian reliabilitas

terhadap variabel pengetahuan menunjukkan bahwa item-item pertanyaan

pengetahuan adalah reliabel untuk digunakan dalam penelitian sebab nilai

α sebesar 0,772 > 0,6.

4.7 Lokasi dan Waktu Penelitian

4.7.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Desa Sedarat Kecamatan Balong Kabupaten

Ponorogo.

4.7.2 Waktu Penelitian

Berikut jadwal kegiatan penelitian yang akan dilakukan adalah berikut:

Tabel 4.6 Waktu Pelaksanaan Penelitian di Desa Sedarat Kecamatan


Balong Kabupaten Ponorogo Tahun 2019
No Kegiatan Pelaksanaan
1 Pengajuan Judul 08 februari 2019
2 Penyusunan Proposal 15 februari – 27 Mei 2019
3 Ujian Proposal 29 Mei 2019
4 Revisi Proposal 30 Mei – 28 Juni 2019
5 Pengambilan sampel dan penelitian 1 juli - 22 Juli 2019
6 Penyusunan Skripsi 23 Juli 2019
7 Seminar Hasil Skripsi 19 Agustus 2019
8. Revisi Hasil Skripsi 21 Agustus 2019
61

4.8 Prosedur Pengumpulan Data

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adala data primer dan data

sekunder.

1. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya, data

primer ini diperoleh dari hasil penyebaran kuesioner kepada

responden yaitu KK di Desa Sedarat Kecamatan Balong, Penyebaran

kuesioner ini dilakukan dengan menyusun daftar pertanyaan, dengan

cara responden cukup menjawab pertanyaan pada kolom pengetahuan

dan sikap.

2. Data sekunder yaitu data yang tidak didapat langsung dari sumbernya

melainkan di dapat dari pihak lain, data sekunder dalam penelitian ini

di peroleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Ponorogo, Puskesmas

Kecamatan Balong dan Kelurahan.

4.9 Teknik Pengolahan Data

Menurut (Notoatmodjo, 2012) langkah – langkah pengolahan data

secara manual pada umumnya adalah sebagai berikut :

1. Editing

Hasil wawancara, atau angket yang diperoleh atau dikumpulkan

melalui kuesioner perlu disunting terlebih dahulu. Apabila masih ada

data atau informasi yang tidak lengkap dan tidak mungkin dilakukan

wawancara ulang, maka kuesioner tersebut dikeluarkan (drop out).


62

2. Coding

Setelah sekian kuesioner diedit atau disunting, selanjutnya

dilakukan peng ―kodean‖ atau ―coding‖, yakni mengubah data

berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan.

Pemberian kode pada data adalah menterjemahka data ke dalam

kode-kode yang biasanya dalam bentuk angka.

Tabel 4.7 Coding variabel peneltian


No. Variabel Coding Kategori
1. Pengetahuan 0 Kurang
1 Baik
2. Sikap 0 Negatif
1 Positif
3. Bahan Kontainer 0 Beresiko
1 Tidak Bersiko
4. Warna Kontainer 0 Gelap
1 Terang
5. Ketersediaan Tutup Kontainer 0 Ada
1 Tidak ada
6. Keberadaan Jentik Aedes aegypti 0 Ada
1 Tidak ada

3. Entry Data

Entry adalah jawaban-jawaban dari masing-masing responden

yang dalam bentuk ―kode‖ (angka atau huruf) dimasukkan ke dalam

program atau “software” komputer. Proses data dilakukan dengan

cara meng-entry data dari kuesioner ke perangkat komputer

(Notoatmodjo 2012).

4. Cleaning

Cleaning adalah apabila semua data dari setiap sumber data atau

responden selesai dimasukkan, perlu dicek kembali untuk melihat

kemungkinan - kemungkinan adanya kesalahan - kesalahan kode,


63

ketidaklengkapan, dan sebagainya, kemudian dilakukan pembetulan

atau koresi.

5. Tabulating

Tabulating adalah pekerjaan membuat tabel. Semua jawaban yang

telah diberi kode kemudian dimasukkan ke dalam tabel. Untuk

selanjutnya data dibuat dalam bentuk tabel untuk mendeskripsikan

hasil perhitungan, setelah itu membuat interpretasi hasil pengolahan

tersebut dalam bentuk naratif sesuai hasil perhitungan data. (Ria

Puspita 2016).

4.10 Teknik Analisis Data

Analisis Data adalah mengelompokkan data berdasarkan variabel dan

jenis responden, mentabulasikan data berdasarkan dari variabel seluruh

responden, menyajikan data tiap variabel yang di teliti, melakukan

perhitungan untuk menguji hipotesis yang telah diujikan (Sugiyono, 2009).

4.10.1 Analisa Univariat

Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik setiap variabel penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini

hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan presentase dari setiap

variabel.

Analisis ini digunakan untuk menggambarkan distribusi dan

presentase dari tiap-tiap variabel yaitu, Pengetahuan, Sikap, Bahan

Kontainer, Warna Kontainer, dan Ketersediaan Tutup Kontainer.


64

4.10.2 Analisa Bivariat

Analisa bivariat dengan menggunakan uji untuk mengetahui hubungan

yang signifikan antar masing-masing variabel bebas dengan variabel

terikat. Pada analisis bivariat terdapat 2 uji yaitu parametrik dan non

parametrik (Saryono, 2013).

Syarat – syarat yang terdapat pada Uji Chi Square adalah sebagai

berikut :

1. Sampel dipilih secara acak

2. Setiap sel paling sedikit berisi frekuensi harapan sebesar 1. Sel – sel

dengan frekuensi harapan kurang dari 5 tidak melebihi 20% dari total

sel

3. Besar sampel sebaiknya > 40

Syarat yang terdapat pada uji chi-square apabila tidak memenuhi

syarat digunakan uji alternatif yaitu uji fisher exact (Dahlan, 2017)

1. Untuk tabel 2x2 gunakan chi-square dengan korelasi Yates (Chi

Square with continuity correction).

2. Bila tabel 2x2, dan ada nilai sel dengan frekuensi harapan <5 maka uji

yang dipakai adalah Fisher’s Excat Test.

3. Bila tabelnya lebih dari 2x2 maka digunakan uji Pearson Chi Square.

Keputusan hasil uji statistik dengan membandingkan nilai p (p-value)

dan nilai α (0,05), ketentuan yang berlaku adalah sebagai berikut :

1. Jika p-value ≤ 0,05 berarti H0 ditolak H1 diterima sehinga antara

kedua variabel ada hubungan yang bermakna


65

2. Jika p-value > 0,05 berarti H0 diterima H1 ditolak,sehingga antara

kedua variabel tidak ada hubungan yang bermakna.

Jika dengan Uji Chi Square (x2) terbukti terdapat hubungan, untuk

menentukan kuatnya hubungan dapat dianalisis dengan pendekatan

Confisien contingency dan Ratio prevalens. Penulis menyarankan untuk

memakai pendekatan analisis Ratio prevalens (RP) karena kuatnya

hubungan dapat dilihat secara nyata. Ratio prevalens (RP) dihitung dengan

cara membagi prevalens efek pada kelompok dengan faktor risiko dengan

prevalen efek pada kelompok tanpa faktor risiko.

Cara memberi makna terhadap perhitungan nilai RP : Interpretasi nilai

RP harus disertai nilai interval kepercayaan (confidence interval) sesuai

yang dikehendaki. Nilai interval kepercayaan (IK) menentukan apakah RP

bermakna atau tidak. Cara menghitung IK dapat dilihat dibuku – buku

statistika dan tersedia pada program computer, yang terpenting IK harus

dihitung dan diinterpretasikan dengan benar. Interpretasi hasil RP sebagai

berikut :

1. Apabila nilai RP (ratio prevalens) = 1, berarti variable yang diduga

sebagai faktor resiko tersebut tidak ada hubungannya dalam terjadinya

efek. Nilai 1 menunjukkan nilai netral.

2. Apabila nilai RP > 1 dan nilai IK (interval kepercayaan) tidak

mencakup angka 1, bermakna variabel tersebut merupakan faktor

risiko timbulnya penyakit.


66

3. Apabila nilai RP = 1 dan nilai IK tidak mencakup nilai 1, bermakna

faktor risiko yang diteliti justru merupakan faktor protektif

(mengurangi kejadian penyakit).

4. Apabila nilai interval kepercayaan (IK) mencakup angka 1, maka

faktor risiko yang dikaji tersebut belum dapat disimpulkan apakah

merupakan faktor risiko atau faktor protektif (Cholik, 2017).

4.11 Etika Penelitian

Etika Penelitian Peneliti dalam melakukan penelitian hendaknya

memegang teguh sikap ilmiah (scientific attitude) serta berpegang teguh

pada etika penelitian, diantaranya yaitu :

1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human

dignity).

Peneliti perlu memeprtimbangkan hak-hak subjek penelitian

(responden) untuk mendapatkan informasi tentang tujuan peneliti

melakukan penelitian. Disamping itu, penelitian memberikan

kebebasan kepada subjek untuk memberikan informasi atau tidak

membrikan informasi. sebagai ungkapan, peneliti menghormati harkat

dan martabat subjek penelitian, peneliti seyogyanya mempersiapkan

formulir persetujuan subjek (inform consent).

a. Penjelasan manfaat penelitian.

b. Penjelasan kemungkinan resiko dan ketidak nyamanan yang di

timbulkan

c. Penjelasan manfaat yang di dapatkan.


67

d. Persetujuan peneliti dapat menjawab setiap pertanyaan yang

diajukan subjek penelitian berkaitan dengan prosedur penelitian.

e. Pesetujuan subjek dapat mengundurkan diri sebagai objek

penelitian kapan saja .

f. Jaminan anonimitas dan kerahasiaan terhadap identitas dan

informasi yang diberikan oleh reponden.

2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek penelitian (respect for

privacy and confidentiality) .

Setiap orang mempunyai hak-hak dasar individu termasuk privasi

dan kebebasan individu dalam memberikan informasi. peneliti tidak

boleh menampilkan informasi mengenai identitas dan kerahasiaan

identitas subjek. Peneliti cukup menggunakan coding sebagai

pengganti identitas responden.

3. Keadilan dan inklusivitas/keterbukaan (respect for justice and

inclusiveness).

Prinsip keterbukaan dan adil perlu dijaga oleh peneliti dengan

kejujuran, keterbukaan dan kehati-hatian. Untuk itu, lingkungan

penelitian perlu dikondisikan sehingga memenuhi prinsip

keterbukaan, yakni dengan, menjelaskan prosedur penelitian. Prinsip

keadilan menjamin bahwa semua subjek penelitian memperoleh

perlakuan dan keuntungan yang sama, tanpa membedakan gender,

agama, etnis, dan sebagainya.


68

4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing

harms and benefits).

Sebuah penelitian hendaknya memperoleh manfaat semaksimal

mungkin bagi masyarakat pada umumnya, dan subjek penelitian pada

khususnya. (Notoadmojdo, S. 2010).


BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

5.1.1 Desa Sedarat

Desa Sedarat adalah salah satu desa yang berada di Kecamatan Balong

Kabupaten Ponorogo. Desa Sedarat terletak disebelah selatan sekitar 12

km dari Kota Ponorogo memiliki luas 282,7 ha, terdiri dari 4 Dusun yaitu

Dusun Krajan, Dusun Kalimujur, Dusun Genuk, dan Dusun Prengguk.

dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

Batas Desa

Sebelah Utara : Desa Purworejo dan Desa Tatung

Sebelah Selatan : Desa Jalen

Sebelah Timur : Desa Karangmojo

Sebelah Barat : Desa Sendang dan Desa Dadapan

Gambar 5.1 Peta Desa Sedarat


Sumber : Data Primer Desa Sedarat

69
70

5.1.2 Kondisi Sanitasi Desa Sedarat

Desa Sedarat adalah daerah dengan ketinggian tanah kurang lebih 103

meter dari atas permukaan laut dengan luas wilayah 282,7 ha dimana

sebagian wilayahnya terdapat banyak area persawahan dan secara umum

masyarakat desa Sedarat bermata pencaharian sebagai petani. Desa Sedarat

memiliki sanitasi yang cukup buruk dilihat dari kondisi sungai yang

terdapat banyak sampah karena perilaku masyarakat yang masih sering

membuang sampah di sungai. Sebagian masyarakat memiliki hewan ternak

yang lokasinya berdekatan dengan pemukiman. Banyak masyarakat yang

memiliki tempat-tempat penampungan air untuk sehari-hari seperti bak

mandi, tempayan, ember, tandon air. Selain itu terdapat barang bekas

seperti kaleng bekas, botol bekas, dan ban bekas disekitar lingkungan

rumah yang dapat dijadikan sebagai sarang nyamuk untuk bertelur dan

berkembangbiak.

5.2 Hasil Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sedarat Kecamatan Balong,

Kabupaten Ponorogo. Waktu Penelitian berlangsung selama kurang lebih 5

bulan yang dimulai dengan tahap persiapan, pembuatan proposal

penelitian, sampai dengan penyajian hasil penelitian. Penelitian dilakukan

dengan kunjungan dari satu rumah ke rumah yang lain. Pada penelitian ini

dimana sampel terdiri dari 133 rumah. Pengambilan data dilakukan dengan

melakukan pengisian kuesioner oleh responden dan observasi. Adapun

hasil penelitian dapat di uraikan sebagai berikut :


71

5.2.1 Data Umum

Data umum akan menyajikan karakteristik responden penelitian

berdasarkan jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, dan pekerjaan.

1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin


Di Desa Sedarat Kecamatan Balong Kabupaten Balong.
No. Jenis Kelamin Frekuensi (%)
1. Laki-laki 69 51,9
2. Perempuan 64 48,1
Total 133 100,0
Sumber : Data Primer 2019

Berdasarkan tabel 5.1 dapat diketahui bahwa sebagian responden

berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 69 orang dengan persentase

51,9%.

2. Karakteristik Responden berdasarkan Umur

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur Di Desa


Sedarat Kecamatan Balong Kabupaten Balong.
No. Umur Frekuensi (%)
1. 12-25 tahun 20 15,0
2. 26-45 tahun 56 42,1
3. 46—65 tahun 46 34,6
4. >65 tahun 11 8,3
Total 133 100,0
Sumber : Data Primer 2019

Berdasarkan tabel 5.2 dapat diketahui bahwa responden kelompok

umur 26-45 tahun paling banyak yaitu sebanyak 56 orang dengan

persentase 42,1 %.
72

3. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat


Pendidikan Di Desa Sedarat Kecamatan Balong Kabupaten
Balong.
No. Tingkat Pendidikan Frekuensi (%)
1. Sekolah Dasar 36 27,1
2. Sekolah Menengah
47 35,3
Pertama
3. Sekolah Menengah Atas 35 26,3
4. Perguruan Tinggi 15 11,3
Total 133 100,0
Sumber : Data Primer 2019

Berdasarkan tabel 5.3 dapat diketahui bahwa responden dengan

tingkat pendidikan Sekolah Dasar paling banyak yaitu sebanyak 47

orang dengan persentase 35,3 %.

4. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat


Pendidikan Di Desa Sedarat Kecamatan Balong Kabupaten
Balong.
No. Pekerjaan Frekuensi (%)
1. Pegawai Swasta 25 18,8
2. Petani 44 33,1
3. PNS 23 17,3
4. Ibu Rumah Tangga 41 30,8
Total 133 100,0
Sumber : Data Primer 2019

Berdasarkan tabel 5.4 dapat diketahui bahwa pekerjaan responden

yang paling banyak adalah sebagai petani yaitu sebanyak 44 orang

dengan persentase 33,1 %.


73

5.2.2 Analisis Univariat

1. Karakteristik Responden Berdasarkan Pengetahuan

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan


Di Desa Sedarat Kecamatan Balong Kabupaten Balong.
No. Pengetahuan Jumlah (%)
1. Kurang 93 69,9
2. Baik 40 30,1
Total 133 100,0
Sumber : Data Primer 2019

Berdasarkan tabel 5.5 dapat diketahui bahwa sebagian besar

pengetahuan responden kurang sebanyak 93 responden dengan

persentase 69,9%.

2. Karakteristik Berdasarkan Sikap

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sikap Di Desa


Sedarat Kecamatan Balong Kabupaten Balong.
No. Sikap Jumlah (%)
1. Negatif 105 78,9
2. Positif 28 21,1
Total 133 100,0
Sumber : Data Primer 2019

Berdasarkan tabel 5.6 dapat diketahui bahwa sebagian besar sikap

negatif sebanyak 105 responden dengan persentase 78,9%.

3. Karakteristik Berdasarkan Bahan Kontainer

Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Bahan Kontainer Di Desa


Sedarat Kecamatan Balong Kabupaten Balong.
No. Bahan Jumlah (%)
1. Bahan semen dan tanah 96 72,2
2. Bahan keramik dan 37 27,8
plastik
Total 133 100,0
Sumber : Data Primer 2019
74

Berdasarkan tabel 5.7 dapat diketahui bahwa dari 133 jenis

kontainer yang diperiksa, paling banyak adalah kontainer berbahan

semen dan tanah sebanyak 96 dengan persentase 72,2%.

4. Karakteristik Berdasarkan Warna Kontainer

Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Warna Kontainer Di


Desa Sedarat Kecamatan Balong Kabupaten Balong.
No. Warna Jumlah (%)
1. Gelap 90 67,7
2. Terang 43 32,3
Total 133 100,0
Sumber : Data Primer 2019

Berdasarkan tabel 5.8 dapat diketahui bahwa dari 133 rumah yang

diperiksa, rumah dengan kontainer berwarna gelap paling banyak

digunakan sebanyak 90 dengan persentase 67,7%.

5. Karakteristik Berdasarkan Ketersediaan Tutup Kontainer

Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Ketersediaan Tutup


Kontainer Di Desa Sedarat Kecamatan Balong Kabupaten
Balong.
No. Ketersediaan Tutup Jumlah (%)
1. Tertutup 97 72,9
2. Terbuka 36 27,1
Total 133 100,0
Sumber : Data Primer 2019

Berdasarkan tabel 5.8 dapat diketahui bahwa dari 133 rumah yang

diperiksa, rumah paling banyak kontainer tanpa penutup sebanyak 97

dengan persentase 72,9%.


75

6. Karakteristik Berdasarkan Keberadaan Jentik Aedes aegypti

Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Keberadaan Jentik


Aedes aegypti Di Desa Sedarat Kecamatan Balong
Kabupaten Balong.
No. Keberadaan Jentik Jumlah (%)
1. Ada 79 59,4
2. Tidak Ada 54 40,6
Total 133 100,0
Sumber : Data Primer 2019

Berdasarkan tabel 5.8 dapat diketahui bahwa dari 133 rumah yang

diperiksa, rumah paling banyak dengan adanya keberadaan jentik

sebanyak 79 dengan persentase 59,4%.

5.2.3 Analisis Bivariat

Analisis Bivariat digunakan untuk menguji hubungan variabel bebas

yaitu pengetahuan, sikap, bahan kontainer, warna kontainer, dan

ketersediaan tutup kontainer dengan variabel terikat yaitu keberadaan

jentik Aedes aegypti. Penelitian ini menggunakan uji Chi-square. Berikut

adalah hasil analisa bivariat penelitian menggunakan aplikasi pengolah

data statistic SPSS16.0:

1. Hubungan antara Pengetahuan Responden dengan Keberadaan


Jentik Aedes aegypti

Tabel 5.11 Crostab Hubungan antara Pengetahuan dengan


Keberadaan Jentik Aedes aegypti.
Keberadaan Jentik Aedes aegypti
RP
Pengetahuan Ada Tidak ada Total P-value
95% CI
F % F % F %
Kurang 61 65,6 32 34,4 93 100,0 2,330
0,043
Baik 18 45,0 22 55,0 40 100,0 1,094-4,960

Berdasarkan tabel 5.11 hasil analisis hubungan antara

pengetahuan responden dengan keberadaan jentik Aedes aegypti

diperoleh hasil bahwa ada 93 responden dengan pengetahuan kurang


76

dan terdapat jentik sebesar 61 orang dengan persentase 65,6%.

Sedangkan ada 40 responden dengan pengetahuan baik dan terdapat

jentik sebesar 18 dengan persentase 45,0%.

Hasil uji Chi Square dapat dikatakan bahwa ada hubungan antara

pengetahuan dengan keberadaan jentik Aedes aegypti dengan nilai

p=0,043 kurang dari α = 0,05. Hasil perhitungan resiko didapatkan RP

= 2,330 (95% CI 1,094-4,960), atau RP >1 secara statistik dapat

disimpulkan bahwa responden dengan pengetahuan kurang terdapat

jentik Aedes aegypti beresiko 2,330 kali daripada responden dengan

pengetahuan yang baik.

2. Hubungan antara Sikap Responden dengan Keberadaan Jentik


Aedes aegypti

Tabel 5.12 Crostab Hubungan antara Sikap dengan Keberadaan


Jentik Aedes aegypti
Keberadaan Jentik Aedes aegypti
RP
Sikap Ada Tidak ada Total P-value
95% CI
F % F % F %
Negatif 70 66,7 35 33,3 105 100,0 4,222
0,002
Positif 9 32,1 19 67,9 28 100,0 1,732-10,291

Berdasarkan tabel 5.12 hasil analisis hubungan antara Sikap

responden dengan keberadaan jentik Aedes aegypti diperoleh hasil

bahwa ada 105 responden dengan sikap negatif dan terdapat jentik

sebesar 70 dengan persentase 66,7%. Sedangkan ada 28 responden

dengan sikap positif dan terdapat jentik sebesar 9 dengan persentase

32,1%.

Hasil uji Chi Square dapat dikatakan bahwa ada hubungan antara

sikap dengan keberadaan jentik Aedes aegypti dengan nilai p=0,026


77

kurang dari α = 0,05. Hasil perhitungan resiko didapatkan RP = 4,222

(95% CI 1,732-10,291), atau RP >1 secara statistik dapat disimpulkan

bahwa responden dengan sikap negatif terdapat jentik Aedes aegypti

mempunyai risiko 4,222 kali daripada responden dengan sikap positif.

3. Hubungan antara Bahan Kontainer dengan Keberadaan Jentik


Aedes aegypti

Tabel 5.13 Crostab Hubungan antara Bahan Kontainer dengan


Keberadaan Jentik Aedes aegypti
Keberadaan Jentik Aedes aegypti
Bahan RP
Ada Tidak ada Total P-value
Kontainer 95% CI
F % F % F %
Semen dan tanah 63 65,6 33 34,4 96 100,0
2,506
Keramik dan 0,031
16 43,2 21 56,8 37 100,0 1,555-5,438
plastik

Berdasarkan tabel 5.13 hasil analisis hubungan antara Bahan

Kontainer dengan keberadaan jentik Aedes aegypti diperoleh hasil

bahwa ada 96 bahan semen dan tanah dan terdapat jentik sebesar 63

dengan persentase 65,6%. Sedangkan ada 37 bahan keramik dan

plastik dan terdapat jentik sebesar 16 dengan persentase 43,2%.

Hasil uji Chi Square dapat dikatakan bahwa ada hubungan antara

sikap dengan keberadaan jentik Aedes aegypti dengan nilai p=0,031

kurang dari α = 0,05. Hasil perhitungan resiko didapatkan RP = 2,506

(95% CI 1,155-5,438), atau RP >1 secara statistik dapat disimpulkan

bahwa kontainer berbahan semen dan tanah terdapat jentik Aedes

aegypti mempunyai risiko 2,506 kali daripada kontainer berbahan

keramik dan plastik.


78

4. Hubungan antara Warna Kontainer dengan Keberadaan Jentik


Aedes aegypti

Tabel 5.14 Crostab Hubungan antara Warna Kontainer dengan


Keberadaan Jentik Aedes aegypti
Keberadaan Jentik Aedes aegypti
Warna RP
Ada Tidak ada Total P-value
Kontainer 95% CI
F % F % F %
Gelap 60 66,7 30 33,3 90 100,0 2,526
0,023
Terang 19 44,2 24 55,8 43 100,0 1,200-5,319

Berdasarkan tabel 5.14 hasil analisis hubungan antara Warna

Kontainer dengan keberadaan jentik Aedes aegypti diperoleh hasil

bahwa ada 90 kontainer berwarna gelap dan terdapat jentik sebesar 60

dengan persentase 66,7%. Sedangkan ada 43 kontainer berwarna

terang dan terdapat jentik sebesar 19 dengan persentase 44,2%.

Hasil uji Chi Square dapat dikatakan bahwa ada hubungan antara

sikap dengan keberadaan jentik Aedes aegypti dengan nilai p=0,026

kurang dari α = 0,05. Hasil perhitungan resiko didapatkan RP = 2,526

(95% CI 1,200-5,319), atau RP >1 secara statistik dapat disimpulkan

bahwa kontainer berwarna gelap terdapat jentik Aedes aegypti

mempunyai risiko 2,526 kali daripada kontainer berwarna terang.

5. Hubungan antara Ketersediaan Tutup Kontainer dengan


Keberadaan Jentik Aedes aegypti

Tabel 5.15 Crostab Hubungan antara Ketersediaan Tutup Kontainer


dengan Keberadaan Jentik Aedes aegypti
Ketersediaan Keberadaan Jentik Aedes aegypti
RP
Tutup Ada Tidak ada Total P-value
95% CI
Kontainer F % F % F %
Tanpa
52 53,6 45 46,4 97 100,0 0,385
penutup 0,042
0,164-0,904
Ada penutup 27 75,0 9 25,0 36 100,0
79

Berdasarkan tabel 5.15 hasil analisis hubungan antara

Ketersediaan Tutup Kontainer dengan keberadaan jentik Aedes

aegypti diperoleh hasil bahwa ada 97 kontainer tanpa penutup dan

terdapat jentik sebesar 52 dengan persentase 53,6%. Sedangkan ada

36 kontainer yang ada penutupnya dan terdapat jentik sebesar 27

dengan persentase 75,0%.

Hasil uji Chi Square dapat dikatakan bahwa ada hubungan antara

sikap dengan keberadaan jentik Aedes aegypti dengan nilai p=0,042

kurang dari α = 0,05. Hasil perhitungan resiko didapatkan RP = 0,385

(95% CI 0,164-0,904), atau RP <1 secara statistik dapat disimpulkan

bahwa kontainer tanpa adanya penutup terdapat jentik Aedes aegypti

mempunyai risiko 0,385 kali daripada kontainer yang ada penutupnya.

Akan tetapi bukan merupakan faktor resiko karena kontainer yang

memiliki tutup tidak tertutup dengan rapat dan masih terdapat celah

sehingga nyamuk Aedes aegypti dapat masuk untuk bertelur.


80

5.3 Pembahasan

5.3.1 Pengetahuan Responden Tentang PSN DBD di Desa Sedarat

Berdasarkan hasil distribusi frekuensi didapatkan bahwa dari 133

responden sebagian besar pengetahuan responden kurang mengenai

pemberantasan sarang nyamuk sebesar 93 responden dengan persentase

69,9%, sedangkan responden dengan pengetahuan baik mengenai

pemberntasan sarang nyamuk sebesar 40 responden dengan persentase

30,1 %.

Menurut Notoatmodjo (2012) Pengetahuan merupakan hasil tahu, dan

ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek

tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni: indera

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Pengetahuan

responden tentang penyakit DBD, vektor/ nyamuk penular, cara

pemberantasan sarang nyamuk dan faktor yang mempengaruhi keberadaan

jentik Aedes aegypti sangat diperlukan untuk menekan pertumbuhan dan

perkembangan jentik nyamuk Aedes aegypti sehingga penularan penyakit

DBD dapat dicegah. Khurangya pengetahuan akan berpengaruh pada

tindakan yang dilakukan (Nugrahaningsih, 2010).

Hasil diatas sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan

(2012), yang menyatakan bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan

dengan keberadaan jentik Aedes aegypti. Hal ini juga sejalan dengan

penelitian Nisya Eka Puspitasari (2015) menyatakan bahwa ada hubungan

antara pengetahuan dengan keberadaan jentik Aedes aegypti.


81

Pengetahuan masyarakat di Desa Sedarat kurang mengenai PSN DBD,

hal ini disebabkan karena mayoritas tingkat pendidikan masyarakat adalah

Sekolah Menengah Pertama (SMP) sehingga masyarakat yang kurang

memahami manfaat pentingnya melakukan kegiatan pemberantasan sarang

nyamuk untuk mengurangi keberadaan jentik Aedes aegypti. Ketika

masyarakat mengetahui dan memahami betapa pentingnya pemberantasan

sarang nyamuk dalam kehidupan sehari-hari untuk mencegah terjadinya

penyakit demam berdarah dengue, maka masyarakat akan memiliki

perilaku yang baik untuk melakukan pencegahan penyakit dengan

pemberantasan sarang nyamuk.

5.3.2 Sikap Responden Tentang PSN DBD di Desa Sedarat

Berdasarkan hasil distribusi frekuensi didapatkan bahwa dari 133

responden sebagian besar sikap responden negatif terhadap pemberantasan

sarang nyamuk sebesar 105 responden dengan persentase 78,9%,

sedangkan responden dengan sikap positif terhadap pemberantasan sarang

nyamuk sebesar 28 responden dengan persentase 21,1 %.

Menurut Notoatmodjo (2012) Sikap merupakan reaksi atau respons

seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek.

Manifestasi sikap tidak dapat dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih

dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap merupakan reaksi yang bersifat

emosional terhadap stimulus sosial.

Sikap responden yang baik terhadap upaya pemberantasan sarang

nyamuk (PSN) yang berupa gerakan 3M perlu diikuti dengan tindakan


82

yang nyata. Sikap yang mau ikut aktif terlibat langsung dalam upaya

pemberantasan sarang nyamuk ditengah kesibukan mereka akan sangat

berpengaruh dalam tindakan mereka dalam upaya dan penanggulangan dan

pencegahan penyakit DBD.

Hasil ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh

Nuryanti (2013) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara sikap

dengan keberadaan jentik Aedes aegypti dimana p-value< 0,005 (p =

0,0001). Hal ini juga sejalan dengan penelitian Nisya Eka Puspitasari

(2015) menyatakan bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan

keberadaan jentik Aedes aegypti.

Dalam penelitian ini sebagian besar sikap responden negatif

disebabkan karena kurangnya pengetahuan masyarakat di Desa Sedarat

mengenai pemberantasan sarang nyamuk. Untuk itu masyarakat perlu

meningkatkan pengetahuan mengenai pentingnya mencegah Demam

Berdarah dengan melakukan PSN DBD.

5.3.3 Bahan Kontainer di Desa Sedarat

Berdasarkan hasil distribusi frekuensi didapatkan bahwa dari 133

rumah sebagian besar memiliki bahan kontainer semen dan tanah sebanyak

96 dengan persentase 72,2%, sedangkan bahan kontainer keramik dan

plastik sebanyak 37 dengan persentase 27,8 %.

Menurut Badrah dan Hidayah (2011) jenis bahan dasar kontainer

berisiko terhadap keberadaan jentik Aedes aegypti dengan yaitu semen

kemudian logam, tanah, keramik dan plastik. Hal ini terjadi karena bahan
83

semen mudah berlumut, permukaannya kasar dan berpori-pori pada

dindingnya. Permukaan kasar memiliki kesan sulit dibersihkan, mudah

ditumbuhi lumut dan refleksi cahaya yang rendah. Refleksi cahaya yang

rendah dan permukaan dinding yang berpori-pori mengakibatkan suhu

dalam air menjadi rendah.

Bahan kontainer dari keramik dan plastik memiliki angka positif

jentik jentik Aedes aegypti yang rendah karena bahan ini tidak mudah

berlumut, mempunyai permukaan yang halus dan licin serta tidak berpori

sehingga lebih mudah untuk dibersihkan dibandingkan bahan dari semen

dan tanah (Ayuningtyas, 2013).

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Salim (2007)

menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara bahan

kontainer dengan keberadaan jentik Aedes aegypti.

Dalam penelitian ini ditemukan bahwa sebagian besar masyarakat

memiliki kontainer berbahan semen dan tanah, hal ini dikarenakan

berdasarkan wawancara sebagian masyarakat belum mampu untuk

membuat atau mengganti tempat penampungan air dengan bahan keramik.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa

kontainer berbahan semen dan tanah cenderung terdapat jentik, kecuali

apabila sering dilakukan pengurasan minimal 1 kali seminggu sehingga

mencegah nyamuk dapat bertelur.


84

5.3.4 Warna Kontainer di Desa Sedarat

Berdasarkan hasil distribusi frekuensi didapatkan bahwa dari 133

rumah sebagian besar memiliki kontainer berwarna gelap sebanyak 90

dengan persentase 67,7%, sedangkan kontainer berwarna terang sebanyak

43 dengan persentase 32,3%.

Menurut Depkes RI (2005) Berdasarkan warna TPA nyamuk Aedes,

terutama yang betina lebih menyukai benda atau objek yang warna gelap

dibandingkan dengan warna terang, baik untuk beristirahat atau bertelur.

Warna kontainer berisiko terhadap keberadaan jentik nyamuk. Hal ini

karena nyamuk mempunyai reseptor panas yang berfungsi sebagai sensor

suhu dan kelembaban. Reseptor tersebut mampu membedakan panas yang

dipancarkan oleh berbagai benda yang akan menarik nyamuk datang.

Hasil diatas sejalan dengan penelitian Arif Budiyanto (2012),

berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p value = 0,02, artinya ada

hubungan yang bermakna antara warna tempat penampungan air dengan

keberadaan jentik Aedes aegypti. Hal ini juga didukung oleh penelitian

Eka Augesleni, dkk (2012) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara

warna kntainer dengan keberadaan jentik Aedes aegypti.

Dalam penelitian ini ditemukan sebagian besar kontainer di Desa

Sedarat berwarna gelap seperti warna biru dan hitam. Hal ini dikarenakan

masyarakat tidak mengetahui jika warna kontainer yang gelap lebih

disukai oleh nyamuk Aedes aegypti. Berdasarkan penjelasan diatas dapat

disimpulkan bahwa kontainer berwarna gelap lebih beresiko terdapat


85

adanya jentik, namun bisa saja tidak terdapat jentik apabila sering

dibersihkan dan dikuras dan berada ditempat yang terkena sinar matahari.

5.3.5 Ketersediaan Tutup Kontainer di Desa Sedarat

Berdasarkan hasil distribusi frekuensi didapatkan bahwa dari 133

rumah sebagian besar kontainer tidak ada penutupnya sebesar 97 dengan

persentase 72,9%, sedangkan kontainer yang memiliki pem sebanyak 36

dengan persentase 27,1%.

Menurut Hasyimi dkk (2010) Keberadaan penutup kontainer erat

kaitannya dengan keberadaan jentik Aedes aegypti. Penggunaan tutup pada

kontainer dengan benar memiliki dampak yang signifikan untuk

mengurangi keberadaan larva dan pupa nyamuk Aedes aegypti

dibandingkan dengan kontainer tanpa penutup. Kegiatan PSN dengan

pengelolaan lingkungan hidup yaitu 3M salah satunya dilakukan dengan

menutup kontainer rapat-rapat agar nyamuk tidak dapat masuk untuk

meletakkan telurnya. Nyamuk Aedes aegypti akan mudah untuk

meletakkan telurnya pada kontainer yang terbuka. Ada kecenderungan

yang signifikan 84% kontainer yang terbuka menyebabkan nyamuk bebas

masuk ke dalam kontainer untuk berkembangbiak sedangkan kontainer

yang tertutup 7% terdapat jentik.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Badrah (2011) yng menyatakan bahwa ada hubungan antara tutup

kontainer dengan keberadaan jentik Aedes aegypti dengan nilai p = 0,000

(p<0,05). Hal ini juga didukung oleh penelitian Aniq (2015) yang
86

menyatakan bahwa ada hubungan antara keberadaan tutup kontainer

dengan keberadaan jentik Aedes aegypti.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa kontainer

tanpa penutup lebih beresiko terdapat adanya jentik,untuk itu agar

nyamuk tidak masuk dan bertelur diperlukan pencegahan dengan

menguras kontainer minimal 1 kali seminggu dan menutup rapat kembali

kontainer setelah dipakai.

5.3.6 Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Desa Sedarat

Berdasarkan hasil distribusi frekuensi didapatkan bahwa dari 133

rumah sebagian besar terdapat jentik sebesar 79 dengan persentase 59,4%,

sedangkan yang tidak terdapat jentik sebesar 54 dengan persentase 40,6 %.

Keberadaan jentik Aedes aegypti di suatu daerah merupakan indikator

terdapatnya populasi nyamuk Aedes aegypti di daerah tersebut.

Berdasarkan bionomik nyamuk Aedes aegypti lebih menyukai tempat

perindukan yang berwarna gelap terlindung dari sinar matahari,

permukaan terbuka lebar yang berisi air bersih dan tenang (Badrah dan

Hidayah, 2011). Ada tidaknya jentik nyamuk Aedes aegypti pada kontainer

dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jenis kontainer, bahan kontainer,

warna kontainer, keberadaan penutup kontainer, adanya ikan pemakan

jentik, kegiatan pengurasan kontainer dan kegiatan larvasidasi (Depkes

RI,1987 dalam Budiyanto 2012).

Kasus kejadian DBD yang masih tinggi dan angka bebas jentik di

Desa Sedarat yang masih rendah sebesar 58,33% masih jauh dibawah
87

indikator nasional yakni >95%. Keberadaan jentik di Desa Sedarat

dipengaruhi oleh tempat penampungan air atau kontainer berupa bak

mandi, ember, bak wc, tempayan, botol/kaleng bekas, dan tendon air.

Berdasarkan survei yang dilakukan penyebab masih terdapatnya jentik

pada tempat-tempat penampungan air atau kontainer karena masyarakat

yang jarang melakukan pengurasan, selain itu masyarakat sering lupa

menutup kembali tempat penampungan air setelah digunakan. Oleh karena

itu perlu adanya kesadaran pada masyarakat untuk melakukan pencegahan

pemberantasan sarang nyamuk dengan menguras kontainer minimal sekali

seminggu untuk mengurangi resiko bertelurnya nyamuk Aedes aegypti dan

mengurangi keberadan jentik.

5.3.7 Hubungan antara Pengetahuan dengan Keberadaan Jentik Aedes


aegypti

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, menunjukkan bahwa

responden dengan pengetahuan kurang tapi tidak terdapat jentik Aedes

aegypti sebesar 32 dengan presentase 34,4% Sedangkan responden dengan

pengetahuan baik tapi terdapat jentik Aedes aegypti sebesar 18 dengan

presentase 45,0%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan

antara pengetahuan dengan keberadaan jentik Aedes aegypti dengan nilai

p= 0,043 kurang dari α = 0,05. Nilai RP = 2,330 (95% CI 1,094-4,960),

atau RP >1 secara statistik dapat disimpulkan bahwa responden dengan

pengetahuan kurang terdapat jentik Aedes aegypti beresiko 2,330 kali

daripada responden dengan pengetahuan yang baik.


88

Menurut Notoatmodjo (2012) Pengetahuan dipengaruhi oleh tingkat

pendidikan dimana pengetahuan akan berpengaruh pada perilaku

seseorang. Pengetahuan adalah hasil dari penginderaan terhadap suatu

objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yaitu:

indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Pengetahuan

responden tentang penyakit DBD, vektor/ nyamuk penular, cara

pemberantasan sarang nyamuk dan faktor yang mempengaruhi keberadaan

jentik Aedes aegypti sangat diperlukan untuk menekan pertumbuhan dan

perkembangan jentik nyamuk Aedes aegypti sehingga penularan penyakit

DBD dapat dicegah. Kurangya pengetahuan akan berpengaruh pada

tindakan yang dilakukan (Nugrahaningsih, 2010).

Hasil diatas sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yudhastuti

dan Anny (2005) , yang menyatakan bahwa ada hubungan antara tingkat

pengetahuan dengan keberadaan jentik Aedes aegypti di Kelurahan

Wonokusumo Surabaya dengan hasil p value = 0,001. Pengetahuan

masyarakat tentang pemberantasan sarang nyamuk Aedes aegypti dari hasil

penelitian ini menunjukkan sebagian besar masyarakat berpengetahuan

kurang tentang pemberantasan sarang nyamuk sehingga menyebabkan

adanya jentik di pemukimannya. Hal ini juga sejalan dengan penelitian

Puspitasari (2015) menyatakan bahwa ada hubungan antara pengetahuan

dengan keberadaan jentik Aedes aegypti.

Berdasarkan penelitian diketahui bahwa responden dengan

pengetahuan baik tapi masih terdapat jentik nyamuk hal ini dikarenakan
89

sebagian masyarakat kurang memiliki kesadaran serta kemauan untuk

melakukan pemberantasan sarang nyamuk sehingga masih ditemukannya

jentik nyamuk pada tempat-tempat penampungan air. Sedangkan

responden dengan pengetahuan kurang tapi tidak terdapat jentik hal ini

dapat dikarenakan tidak sejalannya pengetahuan dengan tindakan yang

berarti bahwa masyarakat tidak mengetahui sumber/tempat

perkembangbiakan nyamuk dan cara pemberantasannya, namun kegiatan

pemberantasan sarang nyamuk yaitu 3M (Menguras, mengubur dan

menutup) senantiasa dilakukan karena merupakan kegiatan rutinitas dalam

menjaga kebersihan. Untuk itu masyarakat harus lebih meningkatkan

pengetahuan tentang pemberantasan sarang nyamuk dan kesadaran dalam

mencegah terjadinya penyakit demam berdarah.

5.3.8 Hubungan antara Sikap dengan Keberadaan Jentik Aedes aegypti

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, menunjukkan bahwa ada

responden dengan sikap negatif tapi tidak terdapat jentik Aedes aegypti

sebesar 35 dengan presentase 33,3%. Sedangkan responden dengan sikap

positif tapi terdapat jentik Aedes aegypti sebesar 9 dengan presentase

32,1%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara sikap

dengan keberadaan jentik Aedes aegypti dengan nilai p= 0,002 kurang dari

α = 0,05. Dengan nilai RP = 4,222 (95% CI 1,732-10,291), atau RP >1

secara statistik dapat disimpulkan bahwa responden dengan sikap negatif

terdapat jentik Aedes aegypti mempunyai risiko 4,222 kali daripada

responden dengan sikap positif.


90

Menurut Notoatmodjo (2012) Sikap adalah respons seseorang yang

masih tertutup terhadap suatu objek. Sikap tidak dapat langsung dilihat,

tetapi hanya dapat diartikan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup.

Pengukuran sikapdapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung.

Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat atau pernyataan

responden terhadap suatu objek yang bersangkutan. Pengukuran secara

tidak langsung dapat dilakukan dengan cara memberikan pendapat dengan

kata ―setuju‖ atau ―tidak setuju‖ terhadap pertanyaan-pertanyaan terhadap

objek tertentu. Sikap responden yang baik terhadap upaya pemberantasan

sarang nyamuk (PSN) yang berupa gerakan 3M perlu diikuti dengan

tindakan yang nyata. Sikap yang mau ikut aktif terlibat langsung dalam

upaya pemberantasan sarang nyamuk ditengah kesibukan mereka akan

sangat berpengaruh dalam tindakan mereka dalam upaya dan

penanggulangan dan pencegahan penyakit DBD.

Hasil ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh

Nur Aisyah (2012) di Kelurahan Kassi-kassi. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa sebagian besar sikap responden terhadap keberadaan

jentik Aedes aegypti yaitu negatif. Hal ini dikarenakan warga masyarakat

yang kurang peduli terhadap pemberantasan sarang nyamuk dan

pelaksanannya. Hal ini juga sejalan dengan penelitian Puspitasari (2015)

menyatakan bahwa ada hubungan antara sikap dengan keberadaan jentik

Aedes aegypti.
91

Berdasarkan penelitian responden dengan sikap positif tapi masih

terdapat jentik Aedes egypti, hal ini dikarenakan berdasrkan wawancara

sebagian masyarakat yang memiliki pengetahuan baik cenderung kurang

memiliki kesadaran untuk melakukan pemberantasan sarang nyamuk

untuk meminimalisir keberadan jentik pada tempat-tempat penampungan

air. Sedangkan responden dengan sikap negatif tapi tidak ditemukan jentik,

hal ini dapat dikarenakan lingkungan sekitar rumah respoonden yang

sudah bersih sehingga tidak ditemukan adanya jentik. Untuk menghasilkan

tindakan pemberantasan sarang nyamuk yang baik harus didukung oleh

sikap responden yang sejalan dengan pengetahuan yang baik.

5.3.9 Hubungan Bahan Kontainer dengan Keberadaan Jentik Aedes aegypti

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, menunjukkan bahwa ada

bahan kontainer semen dan tanah yang tidak terdapat jentik Aedes aegypti

sebesar 33 dengan presentase 34,4%. Sedangkan bahan kontainer keramik

dan plastik yang terdapat jentik Aedes aegypti sebesar 16 dengan

presentase 43,2%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan

antara bahan kontainer dengan keberadaan jentik Aedes aegypti dengan

nilai p= 0,031 kurang dari α = 0,05. Dengan nilai RP = 2,506 (95% CI

1,155-5,438), atau RP >1 secara statistik dapat disimpulkan bahwa

kontainer berbahan semen dan tanah terdapat jentik Aedes aegypti

mempunyai risiko 2,506 kali daripada kontainer berbahan keramik dan

plastik.
92

Menurut Badrah dan Hidayah (2011) bahan dasar kontainer yang

berisiko terhadap keberadaan jentik Aedes aegypti yaitu semen kemudian

logam, tanah, keramik dan plastik. Hal ini terjadi karena bahan semen

mudah berlumut, permukaannya kasar dan berpori-pori pada dindingnya.

Permukaan yang kasar lebih sulit untuk dibersihkan, mudah berlumut dan

memiliki refleksi cahaya yang rendah. Refleksi cahaya yang rendah dan

permukaan dinding yang berpori-pori mengakibatkan suhu dalam air

menjadi rendah. Bahan kontainer dari keramik dan plastik memiliki angka

positif jentik jentik Aedes aegypti yang rendah karena bahan ini tidak

mudah berlumut, mempunyai permukaan yang halus dan licin serta tidak

berpori sehingga lebih mudah untuk dibersihkan dibandingkan bahan dari

semen dan tanah (Ayuningtyas, 2013).

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Salim (2007)

menyatakan bahwa bahan dasar tempat penampungan air yang positif

jentik Aedes aegypti adalah semen. Hal ini dikarenakan tempat

penampungan air yang paling banyak digunakan oleh warga terbuat dari

semen yang memiliki permukaan kasar dan berpori-pori sehingga mudah

ditumbuhi lumut. Hal ini juga sejalan dengan penelitian badrah dan

hidayah (2011) jenis bahan kontainer berisiko terhadap keberadaan jentik

Aedes aegypti yaitu semen. Hal ini terjadi karena bahan semen mudah

berlumut, permukaannya kasar dan berpori-pori pada dindingnya.

Berdasarkan penelitian diketahui bahwa terdapat keramik dan plastik

tapi masih terdapat jentik Aedes aegypti, hal ini dikarenakan ketika
93

dilakukan observasi ditemukan banyaknya kotoran atau lumut yang

menyebabkan permukaan menjadi gelap, selain itu adanya bekas botol

plastik yang menumpuk tanpa dimasukkan dalam suatu wadah kemudian

ditutup sehingga meningkatkan resiko nyamuk untuk meletakkan telurnya

disana. Sedangkan kontainer berbahan semen dan tanah tapi tidak terdapat

jentik Aedes aegypti, hal ini dikarenakan sebagian masyarakat rutin

menguras tempat penampungan air minimal sekali seminggu sehingga

mengurangi resiko sebagai tempat bertelur dan berkembangbiaknya

nyamuk Aedes aegypti di tempat-tempat penampungan air.

5.3.10 Hubungan Warna Kontainer dengan Keberadaan Jentik Aedes


aegypti

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, menunjukkan bahwa ada

warna kontainer yang gelap dan terdapat jentik Aedes aegypti sebesar 30

dengan presentase 33,3%. Sedangkan warna kontainer yang terang dan

terdapat jentik Aedes aegypti sebesar 19 dengan presentase 44,2%. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara warna kontainer

dengan keberadaan jentik Aedes aegypti dengan nilai p= 0,023 kurang dari

α = 0,05. Dengan nilai RP = 2,526 (95% CI 1,200-5,319), atau RP >1

secara statistik dapat disimpulkan bahwa kontainer berbahan semen dan

tanah terdapat jentik Aedes aegypti mempunyai risisko 2,526 kali daripada

kontainer berbahan keramik dan plastik.

Menurut Depkes RI (2005) Berdasarkan warna TPA nyamuk Aedes,

terutama yang betina lebih menyukai TPA yang berwarna gelap

dibandingkan dengan warna terang, baik untuk beristirahat atau bertelur.


94

Warna kontainer yang gelap menyebabkan cahaya matahari tidak

menembus dinding kontainer dari segala arah dan berisiko terhadap

keberadaan jentik nyamuk. Hal ini karena nyamuk mempunyai reseptor

panas yang berfungsi sebagai sensor suhu dan kelembaban. Reseptor

tersebut mampu membedakan panas yang dipancarkan oleh berbagai

benda yang akan menarik nyamuk datang.

Hasil diatas sejalan dengan penelitian Novelani (2007) yang

menyatakan bahwa ternyata wadah yang positif larva lebih banyak

dijumpai pada wadah berwarna gelap, hal ini dikarenakan warna TPA

yang gelap memberikan rasa aman dan tenang bagi nyamuk untuk bertelur.

Hal ini juga didukung oleh penelitian Sari (2012) yang menyatakan bahwa

tempat penampungan air yang berwarna gelap paling banyak ditemukan di

lokasi penelitian.

Berdasarkan penelitian diketahui bahwa kontainer berwarna terang

tapi masih terdapat jentik Aedes aegypti, hal ini dikarenakan berdasarkan

observasi sebagaian masyarakat jarang melakukan pengurasan sehingga

kontainer kotor dan berlumut, sehingga meningkatkan resiko adanya

keberadaan jentik. Sedangkan kontainer berwarna gelap tapi tidak

ditemukan jentik Aedes aegypti, hal ini dikarenakan sebagian masyarakat

rutin melakukan pengurasan dan menutup kembali tepat penampungan air

sesudah digunakan sehingga mengurangi resiko adanya keberadan jentik.

Oleh sebab itu sangat penting untuk melakukan kegiatan 3M seperti


95

menguras tempat penampungan air, mengubur barang-barang bekas dan

menutup tempat penampungan air untuk meminimalisir keberadaan jentik.

5.3.11 Hubungan Ketersediaan Tutup Kontainer dengan Keberadaan Jentik


Aedes aegypti

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, menunjukkan bahwa ada

kontainer tanpa adanya penutup dan tidak terdapat jentik Aedes aegypti

sebesar 45 dengan presentase 46,4%. Sedangkan kontainer dengan adanya

penutup dan terdapat jentik Aedes aegypti sebesar 27 dengan presentase

75,0%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara

ketersediaan tutup kontainer dengan keberadaan jentik Aedes aegypti

dengan nilai p= 0,042 kurang dari α = 0,05. Dengan nilai RP = 0,385 (95%

CI 0,164-0,904), atau RP <1 secara statistik dapat disimpulkan bahwa

kontainer berbahan semen dan tanah terdapat jentik Aedes aegypti

mempunyai risiko 0,385 kali daripada kontainer berbahan keramik dan

plastik. Akan tetapi bukan merupakan faktor resiko karena kontainer yang

memiliki tutup tidak tertutup dengan rapat dan masih terdapat celah

sehingga nyamuk Aedes aegypti dapat masuk untuk bertelur.

Menurut Hasyimi dkk (2010) Keberadaan penutup kontainer erat

kaitannya dengan keberadaan jentik Aedes aegypti. Penggunaan tutup pada

kontainer dengan benar memiliki dampak yang signifikan untuk

mengurangi keberadaan larva dan pupa nyamuk Aedes aegypti

dibandingkan dengan kontainer tanpa penutup. Kegiatan PSN dengan

pengelolaan lingkungan hidup yaitu 3M salah satunya dilakukan dengan

menutup kontainer rapat-rapat agar nyamuk tidak dapat masuk untuk


96

meletakkan telurnya. Nyamuk Aedes aegypti akan mudah untuk

meletakkan telurnya pada kontainer yang terbuka. Ada kecenderungan

yang signifikan 84% kontainer yang terbuka menyebabkan nyamuk bebas

masuk ke dalam kontainer untuk berkembangbiak sedangkan kontainer

yang tertutup 7% terdapat jentik.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Eka

(2009) di Kelurahan ploso Kecamatan Pacitan 2009. Hasil penelitan

menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak memiliki penutup

pada kontainernya. Hal ini juga didukung oleh penelitian Aniq (2015)

yang menyatakan bahwa ada hubungan antara keberadaan tutup kontainer

dengan keberadaan jentik Aedes aegypti.

Berdasarkan penelitian diketahui bahwa kontainer yang ada

penutupnya tapi masih terdapat jentik Aedes aegypti, hal ini dikarenakan

berdasarkan observasi terdapat kontainer yang tidak tertutup rapat

sehingga masih ada celah bagi nyamuk Aedes aegypti untuk masuk dan

meletakkan telurnya. Sedangkan kontainer tanpa penutup tapi tidak

terdapat jentik Aedes aegypti, hal ini dikarenakan sebagian masyarakat

rutin melakukan pengurasan tempat penampungan air minimal sekali

seminggu sehingga meminimalisir perkembangbiakan jentik ditempat

penampungan air. Oleh sebab itu penggunaan air sesegera mungkin

menutup kembali secara rapat tempat penampungan air setelah digunakan.

Selain itu melakukan pengurasan minimal seminggu sekali. Hal ini


97

dilakukan untuk meminimalisir kesempatan nyamuk Aedes aegypti untuk

meletakkan telurnya.
BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan,

maka dapat diambil kesimpulan dari penelitian ini sebagai berikut:

1. Responden di Desa Sedarat Kecamatan Balong Kabupaten Ponorogo

sebagian besar 69,9% memiliki pengetahuan yang kurang terhadap

keberadan jentik .

2. Responden di Desa Sedarat Kecamatan Balong Kabupaten Ponorogo

sebagian besar 78,9% memiliki sikap negatif terhadap keberadaan

jentik.

3. Bahan kontainer di Desa Sedarat Kecamatan Balong Kabupaten

Ponorogo sebagian besar 72,2% berbahan semen dan tanah.

4. Warna kontainer di Desa Sedarat Kecamatan Balong Kabupaten

Ponorogo sebagian besar 67,7% berwarna gelap.

5. Ketersediaan tutup kontainer di Desa Sedarat Kecamatan Balong

Kabupaten Ponorogo sebagian besar 72,9% tanpa adanya penutup.

6. Keberadaan jentik Aedes aegypti di Desa Sedarat Kecamatan Balong

Kabupaten Ponorogo sebesar 59,4%.

7. Ada hubungan antara pengetahuan dengan keberadaan jentik Aedes

aegypti di Desa Sedarat Kecamatan Balong Kabupaten Ponorogo

dengan nilai p=0,043 < α = 0,05 nilai RP = 2,330 (95% CI 1,094-4,960)

98
99

8. Ada hubungan antara sikap dengan keberadaan jentik Aedes aegypti di

Desa Sedarat Kecamatan Balong Kabupaten Ponorogo dengan nilai

p=0,002 < α = 0,05 nilai RP = 4,222 (95% CI 1,732-10,291)

9. Ada hubungan antara bahan kontainer dengan keberadaan jentik Aedes

aegypti di Desa Sedarat Kecamatan Balong Kabupaten Ponorogo

dengan nilai p=0,031 < α = 0,05 nilai RP = 2,506 (95% CI 1,155-5,438)

10. Ada hubungan antara warna kontainer dengan keberadaan jentik Aedes

aegypti di Desa Sedarat Kecamatan Balong Kabupaten Ponorogo

dengan nilai p=0,023 < α = 0,05 nilai RP = 2,526 (95% CI 1,200-

5,319)

11. Ada hubungan antara Ketersediaan tutup kontainer dengan keberadaan

jentik Aedes aegypti di Desa Sedarat Kecamatan Balong Kabupaten

Ponorogo dengan nilai p=0,042 < α = 0,05 nilai RP = 0,385 (95% CI

0,164-0,094)

6.2 Saran

1. Bagi Puskesmas dan Dinas Kesehatan

Diharapkan pihak Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten

Ponorogo lebih mengintensifkan kegiatan pemeriksaan jentik secara

berkala dan menggalakkan program 3M dilingkungan sekitar sehingga

dapat dijadikan sebagai monitoring.


100

2. Bagi Instansi

Perlu meningkatkan referensi yang berkaitan dengan penyakit

demam berdarah dengue dan faktor-faktor yang berhubungan dengan

keberadaan jentik Aedes aegypti.

3. Bagi Masyarakat

Diharapakan masyarakat lebih meningkatkan pengetahuan tentang

PSN DBD dan memperhatikan kondisi kontainer seperti warna

kontainer terang, kontainer harus senantiasa tertutup, kontainer terbuat

bukan dari semen dan tanah serta meningkatkan kegiatan 3M

(Mengubur,menguras, dan menutup). Dengan melaksanakan dan

merubah kebiasaan tersebut maka penularan penyakit Demam Berdarah

Dengue dapat ditekan.

4. Bagi Peneliti selanjutnya

Hasil penelitian dapat diteruskan oleh peneliti lain dengan

menambah jumlah variabel karena masih terdapat faktor-faktor, lain

yang berhubungan dengan keberadaan jentik Aedes aegypti, dapat

menggunakan variabel seperti suhu dan kelembaban udara.


DAFTAR PUSTAKA

Achmadi. 2011. Dasar-Dasar Penyakit Berbasis Lingkungan . Jakarta: PT


Rajagafindo Persada.

Aniq, L. 2015. Hubungan Karakteristik Kontainer Dengan Keberadaan Jentik


Aedes aegypti di Wilayah Endemis dan Non Endemis Demam Berdarah
Dengue.

Arikunto, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan . Jakarta: Rineka Cipta.

Ayuningtyas, D. 2013. Perbedaan Keberadaan Jentik Aedes aegypti Berdasarkan


Karakteristik Kontainer di Daerah Endemis Demam Berdarah Dengue di
Kelurahan Banget Ayu Wetan Kota Semarang. Skripsi.

Badrah dan Hidayah. 2011. Hubungan Antara Tempat Perindukan Nyamuk Aedes
aehypti dengan Kasus Demam Berdarah Dengue di Kelurahan Penajam
Kecamatan Penajam Kabupaten Penajam Pasar Utara. Trop Pharm, Vol 1.
No 2.

Budiyanto, A. 2012. Karakteristik Kontainer Terhadap Keberadaan Jentik Aedes


aegypti di Sekolah Dasar. Jurnal Pembangunan Manusia, 6 (1).

Departemen Kesehatan RI. 2010. Pencegahan dan Pemberantasan Demam


Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta.

Dharma, K. K. 2011. Metodologi Penelitian Keperawatan . Jakarta: Trans Info


Medika.

Dinas Kesehatan Kabupaten Ponorogo. 2019. Profil Kesehatan Kabupaten


Ponorogo.

Ditjen P2PL. 2011. Kunci Identifikasi Nyamuk Aedes. Jakarta.

Ditjen PP&PL. 2008. Petunjuk Teknis Jumantik PSN Anak Sekolah. Jakarta.

Dr. Hermayudi dan Ayu Putri Ariani, A. K. 2017. Penyakit Daerah Tropis .
Yogyakarta: Nuha Medika.

Eka, A. 2012. Hubungan Karakteristik Kontainer Tempat Penampungan Air


Dengan Kebaradaan Jentik Aedes aegypti Di Kelurahan Tanjung Seneng.
Jurnal Kesehatan Holistik , Vol 8, No 1, Januari 2014: 17-20.

Hasyimi. 2010. Mikrobiologi dan Parasitologi untuk Mahasiswa Keperawatan.


Jakarta: Trans Info Media.

101
102

Hidayati, Y. 2017. Hubungan Antara Tempat Perkembangbiakan Nyamuk Aedes


aegypti Dengan Kasus Demam Berdarah Dengue Di Kecamatan Rajabasa
Bandar Lampung. Skripsi.

Ika, Novitasari. 2013. Hubungan Suhu, Kelembaban Rumah dan Perilaku


Masyarakat Tentang PSN dan Larvasidasi Dengan Keberadaan Jentik
Nyamuk Penular Demam Berdarah Dengue Di RW 01 Kelurahan
Sendangguwo Semarang.

Kemenkes. 2010. Demam Berdarah Dengue. Buletin Jendela Epidemiologi.

Kemenkes. 2013. Pedoman Pengendalian Demam Berdarah Dengue. Direktorat


jenderal pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan, Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Moh, N. 2014. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Notoatmodjo. 2012. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan . Jakarta : Rineka


Cipta.

Nugrahaningsih, M. 2010. Hubungan Faktor Lingkungan dan Perilaku


Masyarakat Dengan Keberadan Jentik Nyamuk Penular Demam Berdarah
Dengue (DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas Kuta Utara. Jurnal Ilmu
Lingkungan , v.5, n.2, p.93-97.

Pusphandani, C. T. 2015. Pengantar Ilmu Kesehatan . Yogyakarta: Nuha Medika.

Sandra, Mariana Ivoretty. 2010. Hubungan Karakteristik Individu dan Kondisi


Tempat Penampungan Air (TPA) dengan Kejadian Demam Berdarah
(DBD) Di Kelurahan Pabuaran Kecamatan Cibinong. Skripsi:UI.

Santoso, A. B. 2008. Hubungan Pengetahuan Sikap dan Perialku Masyarakat


Terhadap Vektor DBD Di Kota Palembang Provinsi Sumatera Selatan .
J.Ekl.Kes, 7(2): 732-729.

Setyobudi, A. 2011. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Keberadaan


Jentik Nyamuk Di Daerah Endemik DBD Di Kelurahan Sananwetan
Kecamatan Sananwetan Kota Blitar. Prosiding Seminar Nasional "Peran
Kesehatan Masyarakat Dalam Pencapaian MDG's Di Indonesia.

Soedarto. 2012. Demam Berdarah Dengue Dengue Haemorrhagic Fever. Jakarta:


CV Sagung Seto.
103

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:


Penerbit Alfabeta.

Sumantri, A. 2010. Kesehatan Lingkungan. Jakarta : Kencana Prenada Media


Group.

Susana, et. al., Tessa B Knox., Nguyen Thi Yen., Vu Sinh Nam., Michelle
LGatton., Brian H Kay., Peter A Ryan. 2011. Critical Evaluation of
Quantitative Sampling Methods for Aedes aegypti (Diptera: Culicidae)
Immatures in Water Storage. J. Med. Entomol, 44(2): 192-204.

Suyasa. 2008. Hubungan Faktor Perilaku dan Faktor Lingkunga Dengan


Keberadaan Jentik Aedes aegypti.

WHO. 2012. Guidelines For Laboratory and Field Testing of Mosquito.

Zaenal, S. 2013. Faktor yang Berhubungan Dengan Keberadaan Jentik Nyamuk


Aedes aegypti Di RW 01 Kelurahan Sendangguwo Semarang.
104

Lampiran 1

Surat Izin Pengambilan Data Awal


Kepada Kepala Dinas Kabupaten Ponorogo
105

Lampiran 2

Surat Izin Pengambilan Data Awal di Puskesmas Balong


106

Lampiran 3

Surat Izin Penelitian


107

Lampiran 4

Surat Uji Validitas


108

Lampiran 5

LEMBAR PERSETUJUAN

(INFORMED CONSENT)

Setelah mendapatkan penjelasan serta mengetahui manfaat penelitian


dengan judul “Hubungan Pengetahuan, Sikap, Dan Karakteristik Tempat
Perindukan Nyamuk Dengan Keberadaan Jentik Aedes aegypti Di Desa
Sedarat Kecamatan Balong Kabupaten Ponorogo”. Saya menyatakan setuju
diikut sertakan dalam penelitian ini dengan catatan bila sewaktu-waktu dirugikan
dalam bentuk apapun berhak membatalkan persetujuan. Saya percaya apa yang
saya buat dijamin kerahasiaannya.

Balong, Juli 2019


Responden

(…………………….)
109

Lampiran 6

Nomor : ……..

KUESIONER

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN KARAKTERISTIK


TEMPAT PERINDUKAN NYAMUK DENGAN KEBERDAAN JENTIK
Aedes aegypti DI DESA KARANGMOJO KECAMATAN BALONG
KABUPATEN PONOROGO

A. IDENTITAS RESPONDEN
Lingkari sesuai yang anda pilih
1. No Responden :
2. Nama :
3. Umur :
4. Alamat : RT…../RW…..
5. Jenis Kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan
6. Pekerjaan : 1. Pegawai Swasta 3. PNS
2. Pedagang/Wiraswasta 4. Ibu Rumah Tangga
5. Lain-lain ..................
7. Pendidikan : 1. Tidak Sekolah 4. SLTP/Sederajat
2. Tidak Tamat SD 5. SLTA/Sederajat
3. SD 6. Perguruan Tinggi
7. Lain-lain ..................
110

B. KUESIONER
PENGETAHUAN
1. Dimana saja nyamuk DBD (Demam Berdarah) dapat meletakkan
jentik/telur sebagai tempat perkembangbiakannya?
a. Bak mandi
b. Ember
c. Drum
d. Semua benar
e. Tidak tahu
2. Warna apa yang lebih disukai nyamuk DBD (Demam Berdarah) sebagai
tempat menyimpan jentik/telurnya?
a. Transparan
b. Gelap
c. Terang
d. Warna – warni
e. Tidak tahu
3. Dimana saja tempat yang disenangi, tempat hinggap, dan tempat istirahat
nyamuk DBD (Demam Berdarah)?
a. Pakaian yang digantung
b. Tempat yang gelap
c. Di air
d. Semua benar
e. Tidak tahu
4. Menurut saudara bagaimana ciri-ciri nyamuk Aedes aegypti penyebab
DBD (Demam Berdarah)?
a. Warna merah bintik-bintik putih
b. Warna hitam bintik-bintik putih
c. Warna cokelat bintik-bintik putih
d. Warna abu-abu bintik-bintik putih
e. Tidak tahu
111

5. Apa yang dimaksud dengan 3M dalam pemberantasan sarang nyamuk


DBD (Demam Berdarah)?
a. Mengubur, menutup, menguras
b. Menguras, menggali, mengubur
c. Mengubur, menutup, membuang
d. Menguras, menutup, menyiram
e. Tidak tahu
6. Menurut anda, apa yang dimaksud dengan pemberantasan sarang
nyamuk?
a. Kegiatan untuk memberantas telur, jentik, dan pupa nyamuk Aedes
aegypti penular penyakit DBD di tempat-tempat perkembang
biakannya
b. Kegiatan untuk membasmi sarang nyamuk
c. Kegiatan kerja bakti
d. Kegiatan membasmi nyamuk di tempat-tempat perkembanng-
biakannya
e. Tidak tahu
7. Menurut anda, apa manfaat melakukan pemberantasan sarang nyamuk?
a. Mengurangi tempat perkembangbiakan nyamuk dan mencegah
terjadinya penyakit DBD
b. Agar kondisi tempat tinggal bersih
c. Meminimalisir kejadian DBD
d. Agar nyamuk-nyamuk menghilang
e. Tidak tahu
8. Kapan waktu nyamuk Aedes aegypti menggigit manusia?
a. Pagi
b. Malam
c. Pagi dan sore
d. Sore
e. Tidak tahu
112

9. Siapakah yang bertugas melakukan pemberantasan sarang nyamuk?


a. Petugas kesehatan
b. Masyarakat
c. Tokoh masyarakat
d. Semua benar
e. Tidak tahu
10. Apakah upaya pemberantasan sarang nyamuk Aedes aegypti sebagai
penular penyakit DBD?
a. Fogging/pengasapan
b. PSN (Pemberantasan sarang nyamuk)
c. Penebaran abate
d. Semua benar
e. Tidak tahu
113

SIKAP
Berilah tanda (√) sesuai dengan pilihan anda
Keterangan : Keterangan Pilihan Jawaban
Keterangan Skor Penilaian
Vaforable (+) Unvaforable (-)
Sangat Setuju 4 1
Setuju 3 2
Tidak Setuju 2 3
Sangat Tidak Setuju 1 4

Sangat
Sangat Tidak
No. Pertanyaan Sikap Setuju Tidak
Setuju Setuju
Setuju
1. Demam Berdarah harus
dicegah dengan melakukan
pemberantasan sarang
nyamuk.
2. Setiap warga tidak perlu
mengingatkan tetangganya
untuk melakukan
pemberantasan sarang
nyamuk.
3. Masyarakat harus melakukan
pemberantasan sarang
nyamuk di rumah masing-
masing.
4. Pemberantasan sarang
nyamuk tidak perlu dilakukan
jika tidak ada yang sakit
Demam Berdarah.
5. Pemberantasan sarang
nyamuk adalah
tugas/tanggung jawab
masyarakat.
114

Sangat
Sangat Tidak
No. Pertanyaan Sikap Setuju Tidak
Setuju Setuju
Setuju
6. Melakukan pemberantasan
sarang nyamuk pada tempat-
tempat penampungan air
hanya akan menjadikan
tempat perkembangbiakan
jentik nyamuk Aedes aegypti.
7. Saya mau berpartisipasi
dalam kegiatan kerja bakti
dalam rangka pemberantasan
sarang nyamuk.
8. Pemberantasan sarang
nyamuk merupakan tugas
tenaga kesehatan dan
pemerintah.
9. Memberantas sarang nyamuk
pada tempat penampungan air
dapat mencegah kejadian
Demam berdarah.
10. Pemberantasan sarang
nyamuk cukup dilakukan
didalam rumah.
115

Lampiran 7

LEMBAR OBSERVASI
HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN KARAKTERISTIK TEMPAT PERINDUKAN NYAMUK aedes aegypti
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BALONG KABUPATEN PONOROGO

Kontainer Yang Bahan Warna Tutup Jentik


No
Diteliti Semen Tanah Plastik Keramik Terang Gelap Ada Tidak Ada Tidak
1. Bak Mandi
2. Ember
3. Bak WC
4. Tempayan
5. Kaleng/Botol bekas
6. Tandon air
7.
8.
116

Lampiran 8

HASIL OUTPUT PENELITIAN

1. Univariat
a. Jenis Kelamin

Jenis_kelamin

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid laki-laki 69 51.9 51.9 51.9

perempuan 64 48.1 48.1 100.0

Total 133 100.0 100.0

b. Umur

Umur

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 12-25 20 15.0 15.0 15.0

26-45 56 42.1 42.1 57.1

46-65 46 34.6 34.6 91.7

>65 11 8.3 8.3 100.0

Total 133 100.0 100.0

c. Pendidikan

Pendidikan

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent

Valid Sekolah Dasar 36 27.1 27.1 27.1

Sekolah Menengah Pertama 47 35.3 35.3 62.4

Sekolah Menengah Atas 35 26.3 26.3 88.7

PERGURUAN TINGGI 15 11.3 11.3 100.0

Total 133 100.0 100.0


117

d. Pekerjaan

Pekerjaan

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent

Valid PEGAWAI SWASTA 25 18.8 18.8 18.8

PETANI 44 33.1 33.1 51.9

PNS 23 17.3 17.3 69.2

IBU RUMAH TANGGA 41 30.8 30.8 100.0

Total 133 100.0 100.0

e. Pengetahuan
Pengetahuan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid KURANG 93 69.9 69.9 69.9

BAIK 40 30.1 30.1 100.0

Total 133 100.0 100.0

f. Sikap

Sikap

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid NEGATIF 105 78.9 78.9 78.9

POSITIF 28 21.1 21.1 100.0

Total 133 100.0 100.0

g. Bahan
Bahan
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Semen dan tanah 96 72.2 72.2 72.2
Keramik dan plastik 37 27.8 27.8 100.0
Total 133 100.0 100.0
118

h. Warna
Warna
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid GELAP 90 67.7 67.7 67.7
TERANG 43 32.3 32.3 100.0
Total 133 100.0 100.0

i. Ketersediaan Tutup
Ketersediaan_tutup
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid TERBUKA 97 72.9 72.9 72.9
TERTUTUP 36 27.1 27.1 100.0
Total 133 100.0 100.0

j. Keberadaan Jentik
Keberadaan_jentik
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ADA 79 59.4 59.4 59.4
TIDAK ADA 54 40.6 40.6 100.0
Total 133 100.0 100.0

2. Bivariat
a. Pengetahuan dengan keberadaan jentik Aedes aegypti

Crosstab

Keberadaan_jentik

ADA TIDAK ADA Total


Pengetahuan KURANG Count 61 32 93
Expected Count 55.2 37.8 93.0
% within Pengetahuan 65.6% 34.4% 100.0%
BAIK Count 18 22 40
Expected Count 23.8 16.2 40.0
% within Pengetahuan 45.0% 55.0% 100.0%
Total Count 79 54 133
Expected Count 79.0 54.0 133.0
% within Pengetahuan 59.4% 40.6% 100.0%
119

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value Df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
a
Pearson Chi-Square 4.918 1 .027
b
Continuity Correction 4.101 1 .043
Likelihood Ratio 4.869 1 .027
Fisher's Exact Test .034 .022
Linear-by-Linear
4.881 1 .027
Association
b
N of Valid Cases 133
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16,24.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for Pengetahuan
2.330 1.094 4.960
(KURANG / BAIK)
For cohort Keberadaan_jentik
1.458 1.004 2.116
= ADA
For cohort Keberadaan_jentik
.626 .421 .930
= TIDAK ADA
N of Valid Cases 133

b. Sikap
Crosstab

Keberadaan_jentik

ADA TIDAK ADA Total


Sikap NEGATIF Count 70 35 105
Expected Count 62.4 42.6 105.0
% within Sikap 66.7% 33.3% 100.0%
POSITIF Count 9 19 28
Expected Count 16.6 11.4 28.0
% within Sikap 32.1% 67.9% 100.0%
Total Count 79 54 133
Expected Count 79.0 54.0 133.0
% within Sikap 59.4% 40.6% 100.0%
120

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
a
Pearson Chi-Square 10.925 1 .001
b
Continuity Correction 9.540 1 .002
Likelihood Ratio 10.817 1 .001
Fisher's Exact Test .002 .001
Linear-by-Linear Association 10.843 1 .001
b
N of Valid Cases 133
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11,37.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for Sikap (NEGATIF /
4.222 1.732 10.291
POSITIF)
For cohort Keberadaan_jentik = ADA 2.074 1.191 3.613
For cohort Keberadaan_jentik =
.491 .339 .712
TIDAK ADA
N of Valid Cases 133

c. Bahan

Crosstab

Keberadaan_jentik

ADA TIDAK ADA Total


Bahan Semen dan Count 63 33 96
tanah
Expected Count 57.0 39.0 96.0
% within Bahan 65.6% 34.4% 100.0%
Keramik Count 16 21 37
dan plastik
Expected Count 22.0 15.0 37.0
% within Bahan 43.2% 56.8% 100.0%
Total Count 79 54 133
Expected Count 79.0 54.0 133.0
% within Bahan 59.4% 40.6% 100.0%
121

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
a
Pearson Chi-Square 5.547 1 .019
b
Continuity Correction 4.658 1 .031
Likelihood Ratio 5.484 1 .019
Fisher's Exact Test .029 .016
Linear-by-Linear Association 5.506 1 .019
b
N of Valid Cases 133
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15,02.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for Bahan (Semen
2.506 1.155 5.438
dan tanah / Keramik dan plastik)
For cohort Keberadaan_jentik =
1.518 1.021 2.256
ADA
For cohort Keberadaan_jentik =
.606 .408 .898
TIDAK ADA
N of Valid Cases
133

d. Warna

Crosstab

Keberadaan_jentik

ADA TIDAK ADA Total


Warna GELAP Count 60 30 90
Expected Count 53.5 36.5 90.0
% within Warna 66.7% 33.3% 100.0%
TERANG Count 19 24 43
Expected Count 25.5 17.5 43.0
% within Warna 44.2% 55.8% 100.0%
Total Count 79 54 133
Expected Count 79.0 54.0 133.0
% within Warna 59.4% 40.6% 100.0%
122

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
a
Pearson Chi-Square 6.098 1 .014
b
Continuity Correction 5.201 1 .023
Likelihood Ratio 6.049 1 .014
Fisher's Exact Test .015 .012
Linear-by-Linear Association 6.052 1 .014
b
N of Valid Cases 133
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17,46.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for Warna (GELAP /
2.526 1.200 5.319
TERANG)
For cohort Keberadaan_jentik =
1.509 1.046 2.176
ADA
For cohort Keberadaan_jentik =
.597 .402 .887
TIDAK ADA
N of Valid Cases 133

e. Ketersediaan Tutup

Crosstab

Keberadaan_jentik
TIDAK
ADA ADA Total
Ketersediaan_ TERBUKA Count 52 45 97
tutup
Expected Count 57.6 39.4 97.0
% within Ketersediaan_tutup 53.6% 46.4% 100.0%
TERTUTUP Count 27 9 36
Expected Count 21.4 14.6 36.0
% within Ketersediaan_tutup 75.0% 25.0% 100.0%
Total Count 79 54 133
Expected Count 79.0 54.0 133.0
% within Ketersediaan_tutup 59.4% 40.6% 100.0%
123

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
a
Pearson Chi-Square 4.982 1 .026
b
Continuity Correction 4.134 1 .042
Likelihood Ratio 5.197 1 .023
Fisher's Exact Test .030 .020
Linear-by-Linear Association 4.944 1 .026
b
N of Valid Cases 133
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14,62.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for Ketersediaan_tutup
.385 .164 .904
(TERBUKA / TERTUTUP)
For cohort Keberadaan_jentik =
.715 .549 .931
ADA
For cohort Keberadaan_jentik =
1.856 1.013 3.398
TIDAK ADA
N of Valid Cases 133
124

Lampiran 9

Dokumentasi Penelitian

Gambar 1. Wawancara dengan responden

Gambar 2. Wawancara dengan responden


125

Gambar 3. Pemeriksaan jentik pada tempat penampungan air

Gambar 4. Pemeriksaan jentik pada bak mandi


126

Gambar 5. Pemeriksaan jentik pada ember


127

Lampiran 10

Kartu Bimbingan
128

Lampiran 11
129

Anda mungkin juga menyukai