Anda di halaman 1dari 19

Kemitraan Lintas Program dan Lintas Sektor

OLEH :

YUANNISA

18101050037

PROGRAM KHUSUS PRODI S1 KEPERAWATAN


STIKES ALIFAH PADANG
TAHUN 2018/2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kemitraan merupakan upaya melibatkan berbagai komponen baik kelompok,


masyarakat, lembaga pemerintah atau non pemerintah untuk bekerja sama mencapai
tujuan bersama berdasarkan atas kesepakatan, prinsip dan peran masing-masing.
Pengembangan kesehatan masyarakat di Indonesia yang telah dijalankan selama
ini masih memperlihatkan adanya ketidaksesuaian antara pendekatan pembangunan
kesehatan masyarakat dengan tanggapan masyarakat, manfaat yang diperoleh
masyarakat, dan partisipasi masyarakat yang diharapkan. Meskipun di dalam Undang-
undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan telah ditegaskan bahwa tujuan
pembangunan kesehatan masyarakat salah satunya adalah meningkatkan kemandirian
masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatannya. Oleh karena itu pemerintah
maupun pihak-pihak yang memiliki perhatian cukup besar terhadap pembangunan
kesehatan masyarakat termasuk komunitas perlu mencoba mencari terobosan yang
kreatif agar program-program tersebut dapat dilaksanakan secara optimal dan
berkesinambungan.
Hingga saat ini, dan beberapa tahun yang akan datang di negara-negara
berkembang seperti Indonesia, masalah kesehatan masih menjadi prioritas utama di
kalangan masyarakat. Dan ini menjadi salah satu patokan keberhasilan program
kesehatan di negara-negara yang sedang berkembang.
Kelompok masyarakat di negara ini, rata- rata mencangkup bayi, balita, anak,
remaja, dewasa, ibu hamil dll. Secara biologis dan sosiologis merupakan kesatuan yang
sangat erat untuk menanggung reiko kesehatan yang relatif lebih berat dan berjalan
dengan seadanya. Kelompok ibu berada dalam peran reproduksi (kehamilan dan
persalinan ) disamping mereka juga sebagai tulang punggung kehidupan keluarga.
Sementara itu, anak sampai dengan usia 5 tahun adalah kelompok yang sangat
bergantung dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang justru sedang dalam fase kritis
dalam proses pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosialnya.
Angka kematian yang terus melonjak pada setiap tahunnya, termasuk angka
kematian bayi yang terus meningkat, contoh kasusnya seperti : dikarenakan penyebab
utama tingginya angka-angka tersebut memang masih kompleks. Pertolongan persalinan
yang saat ini masih dilakukan oleh “dukun bersalin tradisional” memang masih dianggap
sebagai pemegang peran utama tingginya angka-angka tersebut, meskipun pendekatan
kepada dukun-dukun tersebut sebenarnya sudah merupakan salah satu kegiatan utama
dalam program KIA. Keterlambatan merujuk ke fasilitas yang lebih mampu (Rumah
Sakit, Dokter atau Bidan) yang diduga masih menjadi penyebab tingginya “kecelakaan”
persalinan bila dukun-dukun tadi tiba-tiba menghadapi proses persalinan yang tidak
normal, meskipun kewaspadaan untuk menghadapi hal-hal seperti ini sebenarnya sudah
termasuk dalam bahan pelatihan yang seringkali diberikan kepada dukun-dukun tadi.
Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk mengatasi masalah tersebut yang juga
membutuhkan partisipasi masyarakat baik secara individu maupun secara kelompok agar
derajat kesehatan masyarakat dapat ditingkatkan. Peran serta masyarakat dalam hal ini
dapat berbentuk program kemitraan yang saling menguntungkan.

1. 2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui kemitraan lintas sektor dan lintas program

1.2.2 Tujuan Khusus

 Mengetahui pengertian kemitraan


 Mengetahui unsur-unsur kemitraan
 Mengetahui tujuan kemitraan
 Mengetahui prinsip kemitraan
 Mengetahui kemitraan lintas program dan lintas sektor
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

Menurut Notoatmodjo (2003), kemitraan adalah suatu kerja sama formal antara
individu-individu, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi untuk mencapai suatu
tugas atau tujuan tertentu. Kemitraan pada esensinya adalah dikenal dengan istilah gotong
royong atau kerjasama dari berbagai pihak, baik secara individual maupun kelompok.
Ada berbagai pengertian kemitraan secara umum (Promkes Depkes RI) meliputi:
a. Kemitraan mengandung pengertian adanya interaksi dan interelasi minimal antara dua
pihak atau lebih dimana masing-masing pihak merupakan ”mitra” atau ”partner”.
b. Kemitraan adalah proses pencarian/perwujudan bentuk-bentuk kebersamaan yang
saling menguntungkan dan saling mendidik secara sukarela untuk mencapai
kepentingan bersama.
c. Kemitraan adalah upaya melibatkan berbagai komponen baik sektor, kelompok
masyarakat, lembaga pemerintah atau non-pemerintah untuk bekerja sama mencapai
tujuan bersama berdasarkan atas kesepakatan, prinsip, dan peran masing-masing.
d. Kemitraan adalah suatu kesepakatan dimana seseorang, kelompok atau organisasi
untuk bekerjasama mencapai tujuan, mengambil dan melaksanakan serta membagi
tugas, menanggung bersama baik yang berupa resiko maupun keuntungan, meninjau
ulang hubungan masing-masing secara teratur dan memperbaiki kembali kesepakatan
bila diperlukan. (Ditjen P2L & PM, 2004)
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) arti kata mitra adalah teman, kawan
kerja, pasangan kerja, rekan. Kemitraan artinya perihal hubungan atau jalinan kerjasama
sebagai mitra.Kemitraan pada esensinya adalah dikenal dengan istilah gotong royong atau
kerjasama dari berbagai pihak, baik secara individual maupun kelompok.

2.2 Unsur-unsur Kemitraan


Adapun unsur-unsur kemitraan adalah :
1. Adanya hubungan (kerjasama) antara dua pihak atau lebih
2. Adanya kesetaraan antara pihak-pihak tersebut
3. Adanya keterbukaan atau kepercayaan (trust relationship) antara pihak-pihak
4. Adanya hubungan timbal balik yang saling menguntungkan atau memberi manfaat.
Menurut Ansarul Fahruda, dkk (2005), untuk membangun sebuah kemitraan, harus
didasarkan pada hal-hal berikut :
a. Kesamaan perhatian (common interest) atau kepentingan,
b. Saling mempercayai dan saling menghormati
c. Tujuan yang jelas dan terukur
d. Kesediaan untuk berkorban baik, waktu, tenaga, maupun sumber daya yang lain.

2.3 Prinsip Kemitraan


Terdapat 3 prinsip kunci yang perlu dipahami dalam membangun suatu kemitraan

oleh masing-masing anggota kemitraan yaitu:

a. Prinsip Kesetaraan (Equity)

Individu, organisasi atau institusi yang telah bersedia menjalin kemitraan harus merasa

sama atau sejajar kedudukannya dengan yang lain dalam mencapai tujuan yang disepakati.

b. Prinsip Keterbukaan

Keterbukaan terhadap kekurangan atau kelemahan masing-masing anggota serta berbagai

sumber daya yang dimiliki. Semua itu harus diketahui oleh anggota lain. Keterbukaan ada

sejak awal dijalinnya kemitraan sampai berakhirnya kegiatan. Dengan saling keterbukaan

ini akan menimbulkan saling melengkapi dan saling membantu diantara golongan (mitra).

c. Prinsip Azas manfaat bersama (mutual benefit)

Individu, organisasi atau institusi yang telah menjalin kemitraan memperoleh manfaat dari

kemitraan yang terjalin sesuai dengan kontribusi masing-masing. Kegiatan atau pekerjaan

akan menjadi efisien dan efektif bila dilakukan bersama.

2.4. Ruang Lingkup Kemitraan


Ruang lingkup kemitraan secara umum meliputi pemerintah, dunia usaha,
LSM/ORMAS, serta kelompok profesional. Departemen Kesehatan RI secara lengkap
menggambarkan ruang lingkup kemitraan dengan diagram sebagai berikut:
Gambar 2.1 Diagram Ruang Lingkup Kemitraan

DUNIA USAHA

PEMERINTAH

SEKTOR P P

P P

SEKTOR SEKTOR

LSM/ORMAS PROFESIONAL

Keterangan:
: saling bekerjasama
Sektor : sektor-sektor dalam pemerintah
P : Program-program dalam sektor
(Notoatmodjo, 2007)

2.5. Model-model Kemitraan dan Jenis Kemitraan


Secara umum, model kemitraan dalam sektor kesehatan dikelompokkan
menjadi dua (Notoadmodjo, 2007) yaitu1:
Model I
Model kemitraan yang paling sederhana adalah dalam bentuk jaring kerja
(networking) atau building linkages. Kemitraan ini berbentuk jaringan kerja saja.
Masing-masing mitra memiliki program tersendiri mulai dari perencanaannya,
pelaksanaannya hingga evalusi. Jaringan tersebut terbentuk karena adanya persamaan
pelayanan atau sasaran pelayanan atau karakteristik lainnya.
Model II
Kemitraan model II ini lebih baik dan solid dibandingkan model I. Hal ini
karena setiap mitra memiliki tanggung jawab yang lebih besar terhadap program
bersama. Visi, misi, dan kegiatan-kegiatan dalam mencapai tujuan kemitraan
direncanakan, dilaksanakan, dan dievaluasi bersama.
Menurut Beryl Levinger dan Jean Mulroy (2004), ada empat jenis atau tipe
kemitraan yaitu:

Potential Partnership
Pada jenis kemitraan ini pelaku kemitraan saling peduli satu sama lain tetapi
belum bekerja bersama secara lebih dekat.

Nascent Partnership
Kemitraan ini pelaku kemitraan adalah partner tetapi efisiensi kemitraan tidak
maksimal
Complementary Partnership
Pada kemitraan ini, partner/mitra mendapat keuntungan dan pertambahan
engaruh melalui perhatian yang besar pada ruang lingkup aktivitas yang tetap dan
relatif terbatas seperti program delivery dan resource mobilization.
Synergistic Partnership
Kemitraan jenis ini memberikan mitra keuntungan dan pengaruh dengan
masalah pengembangan sistemik melalui penambahan ruang lingkup aktivitas baru
seperti advokasi dan penelitian. Bentuk-bentuk/tipe kemitraan menurut Pusat Promosi
Kesehatan Departemen Kesehatan RI yaitu terdiri dari aliansi, koalisi, jejaring,
konsorsium, kooperasi dan sponsorship. Bentuk-bentuk kemitraan tersebut dapat
tertuang dalam:
- SK bersama
- MOU
- Pokja
- Forum Komunikasi
- Kontrak Kerja/perjanjian kerja
2.6. Tingkat/ Jenjang Kemitraan
Menurut Heideneim (2002), ada lima tingkat atau jenjang dalam suatu
kemitraan yaitu: full collaboration, coalition, partnership, alliance, dan network.
Kelimanya digambarkan sebagai berikut1:
- Written agreement
- Shared vision
- Consesnsus decision
- Formal work assignment
- formal agreement
- all member involved in
- New resources
- Joint budget
- Formal contract
- New resources
- Shared risk and reward
-
2.7. Indikator Keberhasilan Kemitraan
Untuk dapat mengetahui keberhasilan pengembangan kemitraan diperlukan
adanya indikator yang dapat diukur. Dalam penentuan indicator sebaiknya dipahami
prinsip-prinsip indicator yaitu: spesifik, dapat diukur, dapat dicapai, realistis dan tepat
waktu. Sedangkan pengembangan indikator melalui pendekatan manajemen program
yaitu1:

Input Proses Output Outcome

Mitra yang Pertemuan, Tebentuk Indikator


terlibat lokakarya, jaringan kerja, kesehatan
seminar, tersusun membaik
SDM kesepakatan program

Indikator Input
Tolok ukur keberhasilan input dapat diukur dari tiga indikator, yaitu:
a. Terbentuknya tim wadah atau sekretariat yang ditandai dengan adanya
kesepakatan bersama dalam kemitraan.
b. Adanya sumber dana/biaya yang memang diperuntukkan bagi pengembangan
kemitraan.
c. Adanya dokumen perencanaan yang telah disepakati oleh institusi terkait. Hasil
evaluasi terhadap input dinilai berhasil apabila ketiga tolok ukur tersebut terbukti
ada.

Indikator Proses
Tolok ukur keberhasilan proses dapat diukur dari indikator sebagai frekuensi
dan kualiatas pertemuan tim atau secretariat sesuai kebutuhan. Hasil evaluasi terhadap
proses nilai berhasil, apabila tolok ukur tersebut terbukti adanya yang dilengkapi
dengan agenda pertemuan, daftar hadir dan notulen hasil pertemuan.1

Indikator Output
Tolok ukur keberhasilan output dapat diukur dari indikator sebagai berikut:
Jumlah kegiatan yang dikerjakan oleh institusi terkait sesuai dengan kesepakatan
peran masing-masing institusi. Hasil evaluasi terhadap output dinilai berhasil, apabila
tolok ukur tersebut diatas terbukti ada.1
Indikator Outcome
Tolok ukur keberhasilan outcome adalah menurunnya angka kesakitan dan kematian

karena penyakit

2.8. Kemitraan Kesehatan Lintas Sektor dan Organisasi


Landasan hukum pelaksanaan kemitraan kesehatan adalah Undang-undang
No. 23 tahun 1992 pasal 5, pasal 8, pasal 65, pasal 66, pasal 71 dan pasal 72. berikut
ini penjelasannya1:
Tabel 2.1 Pasal-pasal dalam UU No. 23/1992 yang Terkait dengan Kemitraan
Pasal Uraian

Pasal Uraian

5 Setiap orang berkewajiban untuk ikut serta dalam memelihara dan


meningkatkan derajat kesehatan perseorangan, keluarga, dan
lingkungannya

8 Pemerintah bertugas menggerakkan peran serta masyarakat dalam


penyelenggaraan dan pembiayaan kesehatan, dengan memperhatikan
fungsi sosial sehingga pelayanan keschatan bagi masyarakat yang
kurang
mampu tetap terjamin.

65 (1) Penyelenggaraan upaya kesehatan dibiayai olch pemerintah dan


atau masyarakat

(2) Pemerintah membantu upaya kesehatan yang diselenggarakan


olehmasyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku,terutama upaya kesehatan bagi masyarakat rentan

71 (1) Masyarakat memiliki kesempatan untuk berperan serta dalam


penyelenggaraan upaya kesehatan beserta sumber dayanya.
(2) Pemerintah membina, mendorong, dan menggerakkan swadaya
masyarakat yang bergerak di bidang keschatan agar dapat lebih
berdayaguna dan berhasilguna.
(3) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara peran serla masyarakat di
bidang keschatan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

72 (1) Peran serta masyarakat untuk memberikan pertimbangan dalam ikut


menentukan kebijaksanaan pemerintah pada penyelenggaraan
keschatan
dapat dilakukan mclalui Badan Pertimbangan Kesehatan Nasional,
yang
beranggotakan tokoh masyarakat dan pakar lainnya.
(2) Ketentuan mengenai pembentukan, tugas pokok, fungsi, dan tata
kerja
Badan Pertimbangan Kesehatan Nasional ditetapkan dengan Keputusan
Presiden.
Dalam sektor kesehatan, WHO (1998) mendeskripsikan kemitraan kesehatan
sebagai berikut:”Bring together a set of actors for the common goal of improving
thehealth of populations based on mutually agreed roles and principles”1

Kemitraan dalam upaya kesehatan (partnership for health) adalah


kebersamaan dari sejumlah pelaku untuk mencapai tujuan yang sama, yaitu
meningkatkan kesehatan masyarakat yang didasarkan atas kesepakatan tentang
peranan dan prinsip masing-masing pihak.1

Dalam membina kemitraan harus ada aktor-aktor yang berperan, yaitu dalam
hal ini mitra. Adapun mitra yang dibangun dapat berasal dari pemerintah dan non
pemerintah. 1
Dapat juga dari sektor kesehatan dan non-kesehatan Setiap kemitraan dalam
upaya kesehatan harus menghormati nilai-nilai universal yaitu1:
- Hak asasi manusia
- Kemanan Kesehatan
- Keadilan dalam Kesehatan
- Kemanan Individu
Setiap kemitraan dalam upaya kesehatan perlu menerapkan prinsip-prinsip
sebagai berikut:
1. Saling memahami kedudukan, tugas dan fungsi masing-masing (struktur)
2. Saling memahami kemampuan masing-masing (capacity)
3. Saling menghubungi dan berkomunikasi (linkage)
4. Saling mendekati (proximity)
5. Saling sedia membantu dan dibantu (opennse)
6. Saling mendorong (sinergy)
7. Saling menghargai (reward)
Setiap kemitraan dalam upaya kesehatan perlu menerapkan etika kemitraan
sebagai berikut:
1. Kedua belah pihak saling menghormati, saling menghargai dan mentaati
kesepakatan yang telah dibuat bersama
2. Kedua belah pihak mengadakan kemitraan secara terbuka dan bertindak proaktif
untuk membahas kemajuan dan permasalahan
3. Kedua belah pihak menghargai hasil kerja mitranya dan melindungi hak cipta
4. Kedua belah pihak memenuhi hak dan kewajibannya sesuai jadwal waktu
5. Kedua belah pihak melakukan kegiatan sesuai aturan dan perundangan yang
berlaku
6. Kedua belah pihak tidak mencampuri urusan internal organisasi masing-masing
7. Kedua belah pihak mengutamakan musyawarah dan mufakat dalam
menyelesaikan masalah secara bersama
2.9. Sifat Kemitraan
- Insidental; sifat kerja sesuai dengan kebutuhan sesaat, misalnya peringatan hari
AIDS
- Jangka pendek; pelaksanaan proyek dalam kurun waktu tertentu
- Jangka panjang; pelaksanaan program tertentu misalnya; pemberantasan TB paru
dll
Untuk mengadakan kegiatan yang sifatnya bermitra, kriteria
LSM/Ormas/Lembaga Profesi adalah1:
- Organisasinya jelas.
Administrasi
Personalia
Memiliki daerah/wilayah kerja
Memiliki program kegiatan yang jelas
Memiliki program kerja minimal 2 tahun
Menurut Notoadmodjo(2007), dalam pengembangan kemitraan di bidang
kesehatan terdapat tiga institusi kunci organisasi atau unsur pokok yang terlibat di
dalamnya, yaitu1:
1. Unsur pemerintah, yang terdiri dari berbagai sektor pemerintah yang terkait
dengan kesehatan, antara lain; kesehatan sebagai sektor kunci, pendidikan,
pertanian, kehutanan, lingkungan hidup, industri dan perdagangan, agama, dan
sebagainya.
2. Unsur swasta atau dunia usaha (private sektor) atau kalangan bisnis, yaitu dari
kalangan pengusaha, industriawan, dan para pemimpin berbagai perusahaan.
3. Unsur organisasi non-pemerintah atau non-government organization (NGO),
meliputi dua unsur penting yaitu Lembaga swadaya Masyarakat (LSM) dan
Organisasi Masyarakat (ORMAS) termasuk yayasan di bidang kesehatan.
Pengembangan kemitraan di bidang kesehatan secara konsep terdiri 3 tahap
yaitu tahap pertama adalah kemitraan lintas program di lingkungan sektor kesehatan
sendiri, tahap kedua kemitraan lintas sektor di lingkungan institusi pemerintah dan
yang tahap ketiga adalah membangun kemitraan yang lebih luas, lintas program,
lintas sektor (Promkes Depkes RI).1
Lintas sektor melibatkan dinas dan orang-orang di luar sektor kesehatan
merupakan usaha bersama mempengaruhi faktor yang secara langsung atau tidak
langsung terhadap kesehatan manusia. Kerjasama tidak hanya dalam proposal
pengesahan, tetapi juga ikut serta mendefinisikan masalah, prioritas kebutuhan,
pengumpulan dan interpretasi informasi, serta mengevaluasi. Lintas sektor kesehatan
merupakan hubungan yang dikenali antara bagian atau bagian-bagian dari sektor-
sektor berbeda, dibentuk untuk mengambil tindakan pada suatu masalah agar hasil
atau hasil antara kesehatan tercapai dengan cara yang lebih efektif, berkelanjutan atau
efisien dibanding sektor kesehatan bertindak sendiri (WHO, 1998). 1
Prinsip kerjasama lintas sektor melalui pertalian dengan program di dalam dan
di luar sektor kesehatan untuk mencapai kesadaran yang lebih besar tentang
konsekuensi kesehatan dari keputusan kebijakan dan praktek organisasi sektor-sektor
yang berbeda.1
Untuk mengoptimalkan pencapaian tujuan pembangunan kesehatan,
diperlukan kerja sama lintas sektor yang mantap. Demikian pula optimalisasi
pembangunan berwawasan kesehatan yang mendukung tercapainya tujuan
pembangunan kesehatan, menuntut adanya penggalangan kemitraan lintas sektor dan
segenap potensi bangsa. Kebijakan dan pelaksanaan pembangunan sektor lain perlu
memperhatikan dampak dan mendukung keberhasilan pembangunan kesehatan.
Untuk itu upaya sosialisasi masalah-masalah dan upaya pembangunan kesehatan
kepada sektor lain perlu dilakukan secara intensif dan berkesinambungan. Kerja sama
lintas sektor harus dilakukan sejak perencanaan dan penganggaran, pelaksanaan dan
pengendalian, sampai pada pengawasan dan penilaiannya (Renstra Depkes 2005-
2009).1
2.10 Contoh Kerjasama Lintas Sektor dan Lintas Program

1. Kerja Sama Lintas Program dan Lintas Sektor yang Dilakukan pada
Kegiatan UKS
Kerja sama lintas sektor pada program Usaha Kesehatan Sekolah adalah kerja
sama yang dilakukan termasuk dalam rangka mewujudkan pembinaan lingkungan
kehidupan sekolah yang sehat. Kerja sama untuk program UKS dilaksanakan secara
terpadu, sadar, berencana, terarah dan bertanggungjawab dalam menanamkan,
menumbuhkan, mengembangkan dan membimbing untuk menghayati menyenangi
dan melaksanakan prinsip hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari. UKS merupakan
kerja sama terpadu antara 4 kementrian yaitu Kementerian Pendidikan Nasional,
Kementerian Kesehatan, Kementerian Agama, dan Kementerian Dalam Negeri
Republik Indonesia.3
Berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Pendidikan Nasional, Menteri
Kesehatan, Menteri Agama, dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor
1/U/SKB/2003, Nomor 1067/Menkes/SKN/VII/2003, Nomor 26 Tahun 2003
Tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kesehatan Sekolah.3
Pasal 5 tugas Tim Pembina UKS Pusat adalah menjalin hubungan kerja dan
kemitraan dengan lintas sektor, pihak swasta dan Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM) baik di dalam maupun di luar negeri dan melaporkan pelaksanaan tugas
kepada Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Kesehatan, Menteri Agama dan
Menteri Dalam Negeri.3
Pasal 6 dan 7 tugas Tim Pembina UKS Provinsi dan Tim Pembina UKS
Kabupaten/Kota adalah menjalin hubungan kerja dan kemitraan dengan lintas sektor,
pihak swasta dan LSM baik di dalam maupun di luar negero, sesuai ketentuan yang
berlaku. Keanggotaan Tim Pembina terdiri atas unsure Dinas yang membidangi
Pendidikan, Dinas Kesehatan, Kantor Departemen Agama, badan Perencana
Pembangunan Daerah dan instansi lain yang relevan sesuai keperluan.3
Pasal 8 tentang keanggotaan Tim Pembina UKS Kecamatan ditetapkan oleh
Camat yang terdiri atas unsure Sekretariat Kecamatan (Setcam), Cabang Dinas
Kecamatan, Pusat Kesehatan Masyarakt (Puskesmas), Pengawas Pendidikan Agama
(Waspenda), dan instansi lain yang relevan sesuai dengan keperluan.3
Pasal 9 tugas Tim Pelaksana UKS yang berhubungan dengan lintas program
dan lintas sektor adalah menjalin kerjasama dengan orang tua murid, instansi lain dan
masyarakat dalam pelaksanan kegiatan UKS. Keanggotaan Tim Pelaksanan UKS
terdiri atas unsur pemerintah desa/kelurahan, kepala sekolah, guru, pamong belajar,
Organisasi Intra Sekolah (OSIS), Puskesmas, Orang Tua Murid, serta unsur lain yang
relevan.3
Pada Pasal 10 tentang pendanaan, ditetapkan bahwa biaya pembinaan dan
pengembangan UKS terdiri atas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara masing-
masing Departemen, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi,
Kabupaten/Kota, Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah serta sumber lain yang
sah dan tidak mengikat.3

Usaha Kesehatan Sekolah telah memiliki jejaring kerja sama lintas sektor.
Bagan berikut ini menunjukkan keberadaan kerja sana lintas sektor dalam
pelaksanaan program UKS.

Pembinaan lingkungan kehidupan sekolah yang sehat merupakan program


nasional yang merupakan tanggung jawab bersama. Dalam rangka pelaksanaan
kerja sama lintas sektor, setiap sektor terkait perlu memberikan kontribusinya.
Kontribusi bisa dalam bentuk dukungan sarana, biaya, maupun tenaga dalam
pelaksanaan kegiatan tersebut.
Contoh kerja sama lintas sektor yang dilakukan, yaitu :
 Dinas pendidikan merupakan sektor yang membawahi sekolah karena
UKS merupakan bagian langsung dari pihak sekolah.
 Pihak orang tua berperan pentng dalam kerja sama lintas sektor.
Contoh kerja sama yang dilakukan adalah setiap tahun imunisasi
dilakukan pada bulan november yang dikenal sebagai bulan imunisasi anak
sekolah (BIAS). Orang tua harus berpartisipasi aktif untuk kelancaran
program BIAS.
 Komite sekolah berperan memberikan dukungan fasilitas untuk program-
program UKS.
 Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dapat melakukan kerja sama dengan
UKS. Terdapat banyak LSM yang bergerak di bidang pencegahan
penyalahagunaan NAPZA dan remaja. LSM dapat memberikan penyuluhan
kepada sekolah-sekolah melalui kegiatan UKS.
 Coorporate atau perusahaan-perusahaan yang berada di sekitar lingkungan
sekolah dapat memberikan kontribusi berupa donator ataupun pemberian
sumbangsih fasilitas, karena setiap perusahaan sering mempunyai dana untuk
pengembangan masyarakat (community development)
 Dinas Kebersihan dapat melakukan kerja sama dengan pihak sekolah untuk
pengelolaan sampah atau limbah dari sekolah.
 Institusi pendidikan, dalam hal ini universitas dapat memberikan kontribusi
untuk kegiatan UKS seperti memberikan penyuluhan tentang psikolog
pendidikan dan masalah belajar.
 Bidang hukum juga menjadi sektor yang bisa bekerja sama dengan UKS
dalam hal penyampaian informasi pemberantasan NAPZA dan keselamatan
berlalu lintas untuk musrid-murid sekolah
Untuk mengatasi keterbatasan sumberdaya serta diperolehnya hasil yang optimal,
penyelenggaraan setiap upaya puskesmas harus diselenggarakan secara terpadu, jika
mungkin sejak dari tahap perencanaan. Ada dua macam keterpaduan yang perlu
diperhatikan, yakni: (Kepmenkes, 2004)
a. Keterpaduan lintas program
Keterpaduan lintas program adalah upaya memadukan penyelenggaraan
berbagai upaya kesehatan yang menjadi tanggungjawab puskesmas. Contoh
keterpaduan lintasprogram antara lain:
1. Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS): keterpaduan KIA dengan P2M,gizi,
promosi kesehatan, pengobatan
2. Upaya Kesehatan Sekolah (UKS): keterpaduan kesehatan lingkungan dengan
promosi kesehatan, pengobatan, kesehatan gigi, kesehatan reproduksi remaja dan
kesehatan jiwa
3. Puskesmas keliling: keterpaduan pengobatan dengan KIA/KB, gizi, promosi
kesehatan, kesehatan gigi
4. Posyandu: keterpaduan KIA dengan KB, gizi P2M, kesehatan jiwa, promosi
kesehatan
b. Keterpaduan lintas sektor
Keterpaduan lintas sektor adalah upaya memadukan penyelenggaraan upaya
puskesmas (wajib, pengembangan dan inovasi) dengan berbagai program dari sektor
terkait tingkat kecamatan, termasuk organisasi kemasyarakatan dan dunia usaha.
Contoh keterpaduan lintas sektor antara lain:
1. Upaya Kesehatan Sekolah: keterpaduan sektor kesehatan dengan camat,
lurah/kepala desa, pendidikan, agama
2. Upaya promosi kesehatan: keterpaduan sektor kesehatan dengan camat,
lurah/kepala desa, pendidikan, agama, pertanian
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kemitraan dapat disimpulkan berhasil jika banyaknya mitra yang terlibat, sumberdaya
(3M) tersedia (input), pertemuan-pertemuan, lokakarya, kesepakatan bersama, seminat
(proses), terbentuknya jaringan kerja, tersusunnya program dan pelaksanaan kegiatan
bersama (output), membaiknya indikator derajat kesehatan (outcome). Fokus praktik
keperawatan komunitas adalah individu, keluarga, kelompok khusus dan masyarakat.
Pengorganisasikan komponen masyarakat yang dilakukan oleh perawat dalam upaya
peningkatan, perlindungan dan pemulihan status kesehatan masyarakat dapat menggunakan
pendekatan pengembangan masyarakat (community development). Intervensi keperawatan
yang paling penting adalah membangun kolaborasi dan kemitraan bersama anggota
masyarakat dan komponen masyarakat lainnya, karena dengan terbentuknya kemitraan yang
saling menguntungkan dapat mempercepat terciptanya masyarakat yang sehat.
Model kemitraan keperawatan dalam pengembangan kesehatan masyarakat”
merupakan paradigma perawat yang relevan dengan situasi dan kondisi profesi perawat di
Indonesia. Model ini memiliki ideologi kewirausahaan yang memiliki dua prinsip penting,
yaitu kewirausahaan dan advokasi pada masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
yang sesuai dengan azas keadilan sosial dan azas pemerataan. Dalam tulisan ini telah
disajikan analisis mengenai kemanfaatan model kemitraan keperawatan terhadap:
keperawatan, sistem pendidikan keperawatan, regulasi, sistem pelayanan kesehatan, dan
masyarakat serta implikasi model terhadap pengembangan kebijakan keperawatan dan
promosi kesehatan di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Kuswidanti. Gambaran Kemitraan dan Organisasi di Bidang Kesehatan. Diunduh dari :


www.lontar.ui.ac.id. Diakses tanggal 5 Oktober 2011.

Panduan Pelaksanaan UKS SD. Diunduh dari : www.digilib.ampli.net . Diakses tangga 6


Oktober 2011.

Surat Keputusan Bersama Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Kesehatan, Menteri Agama,
dan Menteri Dalam Negeri. Nomor 1/U/SKB/2003 Nomor 1067/Menkes/SKB/VII/2003
Nomor MA/230 A/2003 Nomor 26 Tahun 2003 Tentang Pembinaan dan Pengembangan
Usaha Kesehatan Sekolah. Diunduh dari : www.perpustakaan.depkes.go.id . Diakses tanggal
6 Oktober 2011

Anonym, 2009. Model Kemitraan Keperawatan Komunitas DalamPengembangan Kesehatan


Masyarakat. Dinas Kesehatan kabupaten Ngawi (online).( http://www.dinkesngawi.net/ di
akses 2 Oktober 2009).

Anonym. 2007. Prinsip-prinsip Kemitraan. Sebuah Pernyataan Komitmen . Global


Humanitarian Platform (online). (www.globalhumanitarianplatform.org di akses 2 Oktober
2009)

http://documents.tips/documents/kemitraan-dalam-promosi-kesehatan.html

Anda mungkin juga menyukai